Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Industri farmasi, sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality) dalam dosis yang digunakan untuk tujuan kesehatan (Priyambodo, 2007). Menurut Priyambodo (2007), dibandingkan dengan berbagai industri lain, industri farmasi memiliki ciri yang spesifik. Ciri industri farmasi yang perlu diperhatikan antara lain: 1) Industri farmasi merupakan industri yang diatur secara ketat (seperti registrasi, Cara Pembuatan Obat yang Baik, distribusi dan perdagangan produk yang dihasilkan, dan lain-lain) karena menyangkut jiwa (nyawa) manusia. 2) Industri farmasi di samping menghasilkan obat untuk penderita, juga merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan (profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga ada aspek ekonomi (bisnis). 3) Industri farmasi adalah salah satu industri beresiko tinggi karena bukan tidak mungkin kelak dikemudian hari kalau terbukti bahwa terjadi akibat yang tidak diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar ganti rugi yang sangat besar. 4) Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi, karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang lebih baik, lebih aman dan lebih efektif. 1.2 Persyaratan Izin Industri Farmasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi, proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi.Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal. Direktur Jenderal yang dimaksud adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes RI No. 1799/Menkes/Per/IX/2010 adalah sebagai berikut: 1) Berbadan usaha berupa perseroan terbatas 2) Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat 3) Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak 4) Memiliki paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu 5) Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung ataupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Dikecualikan dari persyaratan di atas poin 1 dan 2, bagi pemohon izin industri farmasi milik Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tata Cara Pemberian Persetujuan Prinsip agar dapat memperoleh izin usaha industri farmasi, diperlukan tahap persetujuan prinsip. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang diperlukan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, perusahaan yang bersangkutan harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Persyaratan agar mendapatkan persetujuan prinsip, yaitu : a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Fotokopi KTP/identitas direksi dan komisaris perusahaan c. Susunan direksi dan komisaris d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO) g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan i. Fotokopi NPWP j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi k. Persetujuan RIP dari Kepala Badan l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat m.Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu Setelah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, dapat dilakukan permohonan izin usaha industri. Permohonan diajukan kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penganggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan yaitu: a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi b.Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) c. Daftar peralatan dan mesin yang digunakan d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya e. Fotokopi sertifikat upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi g. Rekomendasi Pemenuhan CPOB dari Kepala BPOM h .Daftar pustaka wajib seperti Farmakope edisi terakhir i. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu dari pimpinan perusahaan k. Fotokopi ijazah dan STRA dari masing--masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Setelah industri farmasi dibangun maka industri tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Setiap industri farmasi wajib menjalankan fungsi farmakovigilans yaitu seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Implementasi dari farmakovigilans pada industri farmasi adalah berupa tindakan pelaporan kepara kepala badan apabila ditemukan obat dan atau bahan obat hasil produksi industri tersebut yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu. Adanya perubahan yang signifikan terhadap pemenuhan CPOB yang terjadi pada industri farmasi, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada BPOM untuk disetujui. Perubahan yang dapat terjadi mencakup perubahan kapasitas produksi atau perubahan lokasi produksi (BPOM, 2018). Industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin perluasan diperlukan apabila perusahaan yang bersangkutan akan menambah luas area produksi. Izin usaha industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Permohonan izin usaha industrifarmasi dapat diajukan setelah pembangunan fisik industri farmasi selesai dan perusahaan siap melaksanakan kegiatan produksi komersial. (Fajarprayogi, 2014).
1.3 Tata Cara Pemberuan Persetujuan Prinsip
Agar dapat memperoleh izin usaha industri farmasi, diperlukan tahap persetujuan prinsip. Permohonan persetujuan prinsip diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. Persetujuan prinsip diberikan kepada industri farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain yang diperlukan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut berlaku selama jangka waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, perusahaan yang bersangkutan harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan sekali kepada Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Persyaratan agar mendapatkan persetujuan prinsip, yaitu : a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan b. Fotokopi KTP/identitas direksi dan komisaris perusahaan c. Susunan direksi dan komisaris d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang farmasi e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO) g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan i. Fotokopi NPWP j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi k. Persetujuan RIP dari Kepala Badan l. Rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat m. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu Setelah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip, dapat dilakukan permohonan izin usaha industri. Permohonan diajukan kepada Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama industri farmasi bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama dan apoteker penganggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan yaitu: a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi b. Surat persetujuan penanaman modal untuk industri farmasi dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) c. Daftar peralatan dan mesin yang digunakan d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya e. Fotokopi sertifikat upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan f. Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi g. Rekomendasi Pemenuhan CPOB dari Kepala BPOM h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope edisi terakhir i. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu dari pimpinan perusahaan k. Fotokopi ijazah dan STRA dari masing--masing apoteker penanggung jawab produksi, pengawasan mutu dan pemastian mutu l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Setelah industri farmasi dibangun maka industri tersebut wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan adanya sertifikat CPOB. Sertifikat CPOB berlaku selama lima tahun sepanjang memenuhi persyaratan. Setiap industri farmasi wajib menjalankan fungsi farmakovigilans yaitu seluruh kegiatan tentang pendeteksian, penilaian, pemahaman, dan pencegahan efek samping atau masalah lainnya terkait dengan penggunaan obat. Implementasi dari farmakovigilans pada industri farmasi adalah berupa tindakan pelaporan kepara kepala badan apabila ditemukan obat dan atau bahan obat hasil produksi industri tersebut yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, atau mutu. Adanya perubahan yang signifikan terhadap pemenuhan CPOB yang terjadi pada industri farmasi, industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada BPOM untuk disetujui. Perubahan yang dapat terjadi mencakup perubahan kapasitas produksi atau perubahan lokasi produksi (BPOM, 2018). Industri farmasi yang melakukan penambahan kapasitas produksi atau penambahan bentuk sediaan tidak memerlukan izin perluasan. Izin perluasan diperlukan apabila perusahaan yang bersangkutan akan menambah luas area produksi. Izin usaha industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama perusahaan industri farmasi yang bersangkutan berproduksi. Permohonan izin usaha industrifarmasi dapat diajukan setelah pembangunan fisik industri farmasi selesai dan perusahaan siap melaksanakan kegiatan produksi komersial. (Fajarprayogi, 2014).
1.4 Penyelenggaraan Industri Farmasi
Suatu industry farmasi mempunyai fungsi :
a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat
b. Pendidikan dan pelatihan c. Penelitian dan pengembangan
Izin industry farmasi berlaku untuk seterusnya selama industry farmasi
yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
1.5 Struktur Organisasi Industry Farmasi
Struktur organisasi industry farmasi hendaklah sedemikian rupa sehingga
bagian Produksi, Manajemen mutu, dan Pengawasan mutu dipimpin oleh orang- orang yang berbeda serta tidak bertanggungjawab satu terhadap lain dan bersifat independen. Masing-masing peronil diberi wewenang penuh dan sarana yang memadai yang diperlukan untuk dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Tidak mempunyai kepentingan lain diluar organisasi yang dapat menghambat atau membatasi kewajiban dalam melaksanakan tanggungawab.