Anda di halaman 1dari 10

Penyakit Tuberkulosis Peritoneal

Avena Athalia Alim


102011031
greenochaken@yahoo.com
FAKULTAS KEDOKTERAN KRISTEN KRIDA WACANA
Kampus II Ukrida Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510

Pendahuluan
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal
atau viseral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit
ini jarang berdiri sendiri, dan biasanya merupakan kelanjutan dari proses
tuberkulosis di tempat lain. Penyakit tuberkulosa sendiri paling sering menyerang
organ paru, namun ada beberapa kasus yang melibatkan organ gastrointestinal.1
Penyakit ini juga masih sering dijumpai di negara yang sedang
berkembang termasuk Indonesia. Untuk negara Amerika dan negara barat lainnya
ada kecenderungan meningkat oleh karena jumlah pasien AIDS dan imigran yang
meningkat. Tuberkulosis peritoneal sering tidak terdiagnosis atau terlambat
ditegakkan, sehingga meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian.
Penyakit ini mempunyai gejala dan keluhan yang menyerupai penyakit yang lain
seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu
menonjol.1,2

Anamnesis
Pada anamnesis, selain data-data pribadi seperti jenis kelamin, umur,
pekerjaan, dan keluhan utama, perlu ditanyakan riwayat penyakit dulu dan
sekarang. Riwayat penyakit dulu meliputi pertanyaan yang menanyakan apakah
pasien dulu pernah mengalami penyakit-penyakit tertentu yang memungkinkan
adanya hubungan dengan penyakit yang dialami sekarang. Sedangkan riwayat
penyakit sekarang biasanya merupakan cerita yang kronologis, terinci, dan jelas

1
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pasien
datang berobat.3,4

Berdasarkan hasil anamnesis, pada kasus ditemukan :


1. Nyeri perut sejak 1 minggu.
2. Perut membesar sejak 2 bulan.
3. Demam tidak terlalu tinggi, berat badan menurun.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk memeriksa asites adalah tes
undulasi dan tes shifting dullness. Cara melakukan tes undulasi 5 : (Lihat Gambar
1)
1. Minta asisten menekan kedua tangan pada midline abdomennya (kanan
kiri).
2. Ketuklah satu sisi abdomen dengan jari dan rasakan pada sisi yang lain
dengan tangan yang lain, adanya getaran yang diteruskan cairan asites.
Cara melakukan tes shifting dullness 6 : (Lihat Gambar 1 dan 2)
1. Pasien diminta berbaring dan membuka baju.
2. Lakukan perkusi dari umbilikus ke sisi lateral.
3. Apabila terdapat perubahan suara dari timpani ke redup, tandai tempat
terjadinya perubahan suara tersebut.
4. Minta pasien miring ke arah kontralateral dari arah perkusi.
5. Tunggu 30 - 60 detik.
6. Lakukan perkusi kembali pada daerah yang ditandai tadi sampai terjadi
perubahan bunyi dari redup ke timpani.
Pada pemeriksaan fisik yang paling sering ditemukan adalah asites,
demam, pembengkakan perut dan nyeri, pucat serta kelelahan. Pada penyakit yang
menahun dapat dijumpai keadaan kurus dan kahektik. Pada perempuan sering
dijumpai tuberkulosis peritoneal disertai dengan proses tuberkulosis pada ovarium
atau tuba, sehingga sulit dibedakan dari kista ovarii. Pada pemeriksaan abdomen

2
dapat ditemukan massa, walaupun jarang ditemukan. Pemeriksaan lain dapat juga
ditemukan tanda-tanda obstruksi, fistula, dan juga perdarahan masif.1,2
Berdasarkan kasus, dari pemeriksaan fisik didapat gizi kurang, anemia
ringan, asites moderate, dan nyeri tekan di seluruh perut.

Gambar 1. Tes shifting dullness dan tes undulasi


Sumber : Internet, web Google Images dengan kata kunci shifting dullness

Gambar 2. Tes shifting dullness


Sumber : Cpyright © 2010, Cognition Studio, Inc

Pemeriksaan Penunjang

3
Pada pemeriksaan USG dapat dilihat pada penyakit tuberkulosis peritoneal
adalah adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam
bentuk kantong-kantong). Dapat juga berupa abses dalam adomen, massa di
daerah ileosekal dan pemesaran kelenjar limfe peritoneal, adanya penebalan
mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum.1,7
Pada pemeriksaan CT-scan untuk tuberkulosis peritoneal tidak ada suatu
gambaran yang khas, secara umum ditemukan gambaran peritoneum yang
berpasir. Tetapi pemeriksaan ini dapat membedakan antara keganasan peritoneal
dan tuberkulosis peritoneal. Gambaran paling jelas dilihat pada peritoneum
parietalis. Pada tuberkulosis peritoneal, peritoneumnya licin dengan penebalan
minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis
peritoneal, sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul yang tertanam
dan penebalan peritoneum yang tak teratur.1
Pada peritoneoskopi dapat ditemukan tuberkel yang khas dan dapat
dilakukan biopsi yang terarah. Cara ini merupakan cara terbaik untuk
mendiagnosis tuberkulosis peritoneum, namun tindakan ini sulit untuk dilakukan
jika terjadi perlengketan yang luas. Hasil histologi yang terpenting adalah
ditemukannya granuloma pada biopsi, terutama granuloma perkejuan. Gambaran
yang dapat ditemukan pada tuberkulosis peritoneal 1 :
1. Tuberkel kecil atau besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain
dalam rongga peritoneum seperti hati, omentum, ligamentum atau usus.
2. Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan
peritoneum.
3. Penebalan peritoneum.
4. Adanya cairan eksudat atau purulen, mungkin cairan bercampur darah.

Pada laparatomi diagnostik dilakukan pada kasus-kasus dimana cara lain


yang lebih sederhana tidak memberikan kepastian diagnosis atau dijumpai
indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus.1

Working Diagnosis (Diagnosis Kerja)

4
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta
menyesuaikan dengan gejala-gejala, maka pasien diduga menderita tuberculosis
peritoneal.

Differential Diagnosis (Diagnosis Banding)


Different diagnosis untuk kasus tuberculosis peritoneal adalah keganasan.
Antara tuberkulosis peritoneal dengan keganasan pada gastrointestinal sulit
dibedakan. Dapat dibedakan dari hasil CT-scan. Pada tuberkulosis peritoneal,
peritoneumnya licin dengan penebalan minimal dan pembesaran yang jelas
menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal, sedangkan keganasan (seperti
karsinoma peritoneal) terlihat adanya nodul yang tertanam dan penebalan
peritoneum yang tak teratur.1

Etiologi
Tuberkulosis peritoneal terutama disebabkan oleh M.tuberculosis, tetapi
penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Mycobacterium bovis. Di negara US,
M.bovis merupakan organisme yang sering menyebabkan tuberkulosis pada
binatang peliharaan dan manusia. M.tuberculosis merupakan bakteri tahan asam,
berbentuk basil yang dapat menginfeksi primata termasuk manusia. Manusia
merupakan resevoir utama dari M.tuberculosis. Bakteri ini menyebar dari manusia
satu ke manusia lainnya melalui udara.2

Epidemiologi
Secara umum penyakit ini lebih banyak mengenai perempuan
dibandingkan dengan pria dengan perbandingan 1,5 : 1. Penyakit ini lebih banyak
mengenai orang dengan umur 30-40 tahun. Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 %
dari seluhuh kasus tuberkulosis paru dan 59,8 % dari tuberkulosis abdominal.
Peneliti lain melaporkan dari 91 pasien tuberkulosis peritoneal hanya 2 pasien
yang dideteksi ada tuberkulosis parunya. Kasus tuberkulosis peritoneal sendiri di
negara maju semakin meningkat. Di Kanada dilaporkan pada tahun 1988
ditemukan 81 kasus tuberkulosis abdominal dan 41 diantaranya merupakan kasus

5
tuberkulosis peritoneal. Di Indonesia, Daldiyono menemukan 15 kasus
tuberkulosis peritoneal di RSCM dalam periode 1968-1972.1

Patogenesis
Peritoneum dapat terinfeksi oleh kuman M.tuberculosa dengan berbagai
cara 1 :
1. Melalui penyebaran secara hematogen, terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopii yang terinfeksi

Berdasarkan patologi, tuberkulosis peritoneal dibedakan menjadi tiga bentuk,


yaitu 1 :
1. Bentuk eksudatif

Gejala yang terutama adalah asites. Tuberkel sering ditemukan kecil-kecil


berwarna putih kekuning-kuningan nampak tersebar di peritoneum.
2. Bentuk adesif

Pada bentuk ini tidak terbentuk banyak cairan, usus dibungkus oleh
peritoneum dan omentum yang mengalami fibrosis. Pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan massa pada perabaan abdomen.
3. Bentuk campuran

Bentuk ini disebut juga bentuk kista. Pembentukan kista terjadi melalui
proses eksudasi dan adesi sehingga terbentuk cairan dari kantong-kantong
perlengketan tersebut.

Manifestasi Klinik / Gejala Klinis


Keluhan pada tuberkulosis peritoneal tidak spesifik dan sangat bervariasi .
Pada kasus dimana tuberkulosis peritoneal tidak disertai dengan tuberkulosis paru
mempersulit penegakkan diagnosa. Seringkali pasien tidak menyadari bahwa

6
dirinya mengalami penyakit ini. Keluhan yang paling sering disampaikan oleh
pasien adalah tidak ada nafsu makan, batuk, dan demam.1
Beberapa mengeluh sakit perut yang tidak terlokalisir letaknya,
pembengkakan perut, keringat malam, kelelahan, berat badan turun dan mencret.
Beberapa diantaranya mengeluh kembung, BAB darah dan konstipasi. Diantara
keluhan-keluhan tersebut, keluhan yang paling sering disampaikan oleh pasien
adalah sakit perut. Jika penyakit ini mengenai area duodenum, maka keluhan dan
gejala yang dikeluhkan mirip dengan penyakit ulkus peptikum.1

Penatalaksanaan – Medikamentosa
Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obat-obatan seperti
streptomisin, INH, etambutol, rifampicin, pirazinamid memberikan hasil yang
baik, perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan. Lama pengobatan dapat
mencapai 9- 18 bulan lebih.1
Streptomisin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisid terhadap kuman
tuberculosis. Kadar serendah 0,4 µg/mL dapat menghambat pertumbuhan kuman.
Sebagian besar M.tuberculosis strain human dan bovin dihambat dengan 10
µg/mL. Efek samping jarang terjadi karena dapat diterima dengan baik. Kadang-
kadang terjadi sakit kepala sebentar atau malaise dan bersifat nefrotoksik.
Dosisnya 20 mg/kg BB secara IM, maksimum 1 gram/hari selama 2 sampai 3
minggu. Kemudian frekuensi pemberian dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu.8

INH atau isoniazid atau isonikotinil hidrazid bersifat tuberkulostatik dan


tuberkulosid sehingga pembelahan kuman masih berlangsung 2 sampai 3 kali
sebelum dihambat sama sekali. Efek bakterisidnya hanya terlihat pada kuman
yang sedang tumbuh aktif. Efek sampingnya adalah dapat menimbulkan ikterus
dan kerusakan hati yang fatal akibat terjadinya nekrosis multilobular, mulut terasa
kering, rasa tertekan pada ulu hati, tinitus, dan retensi urin. Dosisnya 5 mg/kgBB,
maksimum 300 mg/hari.8

Etambutol tidak efektif untuk kuman lain selain M.tuberculosis dan


M.kansasii. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberculosis yang telah

7
resisten terhadap isoniazid dan streptomisin. Kerjanya menghambat sintesis
metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Etambutol jarang
menimbulkan efek samping. Jika ada efek samping, yang paling penting adalah
gangguan penglihatan. Dosis harian sebesar 15 mg/kgBB.8

Rifampisin dapat menghambat pertumbuhan M.tuberculosis. rifampisin


jarang menimbulkan efek samping yang tidak diingini. Efek samping yang paling
sering adalah ruam kulit, demam, mual, muntah, dan menyebabkan warna urine
menjadi merah. Dosis untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg
adalah 450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg adalah 60 mg/hari.8

Pirazinamid menghambat sempurna pertumbuhan kuman tuberkulostatik


dalam monosit. Efek samping yang paling umum dan serius adalah kelainan hati.
Dosis oral ialah 20-35 mg/kgBB sehari (maksimum 3 g), diberikan dalam satu
hari atau beberapa kali sehari.8

Penatalaksanaan – Non Medikamentosa


Istirahat yang cukup dapat membantu proses penyembuhan tuberkulosis
peritoneal. Serta membantu pemulihan gizi jika terjadi kekurangan gizi.

Pencegahan
Pemakaian alat pelindung seperti masker ketika beraktivitas di luar rumah
karena bakteri M.tuberculosis dapat menyebar lewat udara, jangan meludah
sembarangan, dan bila batuk, sebisa mungkin tutupi dengan saputangan atau
dengan tangan.

Prognosis
Prognosis tuberkulosis peritoneal cukup baik bila diagnosis dapat
ditegakkan dan biasanya akan sembuh dengan pengobatan anti tuberkulosis yang
adekuat.8

8
Penutup
Tuberkulosis peritoneal biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa
ditempat lain. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya
perlahan-lahan sering diagnosa terlambat baru diketahui.
Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang
lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa. Dengan pemberian obat anti
tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan sembuh.
Jadi, hipotesis diterima, penderita pada kasus mengalami tuberculosis
peritoneal.

Daftar Pustaka
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jakarta: InternaPublishing; 2009.h.727-
30.

2. Yamada T, Alpers DH, Laine L, Kaplowitz N, Owyang C, Powell DW,


editor. Textbook of gastroenterology. 4th ed. United States: Lippincott
Williams & Wilkins Publishers; 2003.h.81-3.

3. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Surabaya:


Erlangga; 2007.h.7-10.

4. Brashers VL. Aplikasi klinis patofisiologi pemeriksaan dan manajemen.


Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.h.315.

5. Davey P. At a glance medicine. Edisi 1. Jakarta: Erlangga; 2005.h.47.

6. Meadow SR, Newell SJ. Lecture notes: pediatrika. Edisi 7. Jakarta:


Erlangga; 2005.h.40.

7. Sacher R, McPherson R. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium.


Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.h.639.

9
8. Gunawan SG, editor. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Departemen
farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.h.513-4.

10

Anda mungkin juga menyukai