Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MANAJEMEN PASIEN BENCANA TSUNAMI

Dosen pembimbing: Sunarko, S.Pd., M.Med. Ed.

Disusun oleh:

Harmadita Nur Hernawati

P1337420717036

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN

2019/2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tsunami (bahasa Jepang: 津波; tsu = pelabuhan, nami = gelombang,

secara harafiah berarti "ombak besar di pelabuhan") adalah perpindahan badan

air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan

tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa

bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor

bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat

merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami

adalah tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam,

gelombang tsunami dapat merambat dengan kecepatan 500-1000 km per jam.

Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian gelombang di laut

dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa

oleh kapal yang sedang berada di tengah laut.

Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja

yang dilaluinya. Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban

jiwa manusia serta menyebabkan genangan, pencemaran air asin lahan

pertanian, tanah, dan air bersih. Sejarawan Yunani bernama Thucydides

merupakan orang pertama yang mengaitkan tsunami dengan gempa bawah

lain. Namun hingga abad ke-20, pengetahuan mengenai penyebab tsunami

masih sangat minim. Penelitian masih terus dilakukan untuk memahami


penyebab tsunami. Teks-teks geologi, geografi, dan oseanografi di masa lalu

menyebut tsunami sebagai "gelombang laut seismik".

B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian tsunami?

2. Apa penyebab dari tsunami?

3. Bagaimana karakteristik dari tsunami?

4. Bagaimana kerusakan akibat tsunami?

5. Bagaimanana penanggulangan tsunami?

6. Bagaimana upaya mitigasi dan pengurangan bencana?

7. Bagaimana cara mengantisipasi bencana tsunami?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian tsunami

2. Untuk mengetahui penyebab dari tsunami

3. Untuk mengetahui karakteristik tsunami

4. Untuk mengetahui kerusakan akibat tsunami

5. Untuk mengetahui penanggulangan tsunami

6. Untuk mengetahui upaya mitigasi dan pengurangan bencana

7. Untuk mengetahui cara mengantisipasi bencana tsunami


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian tsunami

Istilah tsunami berasal dari bahasa Jepang. Tsu berarti “pelabuhan”,

dan name berarti “gelombang”, sehingga tsunami dapat diartikan sebagai

“gelombang pelabuhan”. Istilah ini pertama kali muncul di kalangan nelayan

Jepang.

Tsunami adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa

bumi, gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut.

Tsunami tidak terlihat saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu

mencapai wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan

semakin membesar. Tenaga setiap tsunami adalah tetap terhadap fungsi

ketinggian dan kelajuannya. Apabila gelombang menghampiri pantai,

ketinggiannya meningkat sementara kelajuannya menurun. Gelombang

tersebut bergerak pada kelajuan tinggi, hampir tidak dapat dirasakan efeknya

oleh kapal laut (misalnya) saat melintasi di laut dalam, tetapi meningkat

ketinggian hingga mencapai 30 meter atau lebih di daerah pantai. Tsunami

bisa menyebabkan kerusakan erosi dan korban jiwa pada kawasan pesisir

pantai dan kepulauan.

B. Penyebab terjadinya tsunami


Tsunami dapat dipicu oleh bermacam-macam gangguan berskala

besar terhadap air laut, misalnya gempa bumi, pergeseran lempeng,

meletusnya gunung berapi di bawah laut, atau tumbukan benda langit. Namun

90% tsunami adalah akibat gempa bumi di bawah laut. Dalam rekaman

sejarah beberapa tsunami diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika

meletusnya Gunung Krakatau. Tsunami dapat terjadi apabila dasar laut

bergerak secara tiba-tiba dan mengalami perpindahan vertical.

Beberapa penyebab terjadinya tsunami akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Longsoran lempeng bawah laut

Gerakan yang besar pada kerak bumi biasanya terjadi di perbatasan

antar lempeng tektonik. Celah retakan antar kedua lempeng tektonik ini

disebut dengan sesar (fault). Sebagai contoh, di sekeliling tepian Samudera

Pasifik yang diasanya disebut dengan Lingkaran Api (Ring of Fire),

lempeng samudera yang lebih padat menunjam masuk ke bawah lempeng

benua. Proses ini dinamakan dengan penunjaman (subduction). Gempa

subduksi sangat efektif membangkitkan gelombang tsunami.

b. Gempa bumi bawah laut

Gempa tektonik merupakan salah satu gempa yang diakibatkan

oleh pergerakan lempeng bumi. Jika gempa semacam ini terjadi di bawah

laut, air diatas wilayah lempeng yang bergerak tersebut berpindah dari

posisi ekuilibriumnya. Gelombang muncul ketika air ini bergerak oleh

pengaruh gravitasi kembali ke posisi ekuilibriumnya. Apabila wilayah


yang luas pada dasar laut bergerak naik maupun turun, tsunami dapat

terjadi .

Berikut ini adalah beberapa persyaratan terjadinya tsunami yang

diakibatkan oleh gempa bumi :

1. Gempa bumi yang berpusat di tengah laut dan dangkal (0-30km)

2. Gempa bumi dengan kekuatan sekurang-kurangnya 6,5 skala richter

3. Gempa bumi dengan pola sesar naik atau sesar turun

c. Aktivitas vulkanik

Pergeseran lempeng di dasar laut, selain dapat mengakibatkan

gempa juga sering kali menyebabkan peningkatan aktivitas vulkanik pada

gunung berapi. Kedua hal ini dapat menggoncangkan air laut di atas

lempeng tersebut. Demikian pula, meletusnya gunung berapi yang terletak

di dasar samudera juga dapat menaikkan air dan membangkitkan

gelombang tsunami.

d. Tumbukan benda luar angkasa

Tumbukan dari benda luar angkasa seperti meteor merupakan

gangguan terhadap air laut yang datang dari arah permukaan. Tsunami

yang timbul karena sebab ini umumnya terjadi sangat cepat dan jarang

mempengaruhi wilayah pesisir yang jatuh dari sumber gelombang.

Sekalipun begitu, apabila pergerakan lempeng dan tabrakan benda luar


angkasa luar cukup dahsyat, kedua peristiwa ini dapat menciptakan

megatsunami.

C. Karakteristik tsunami

Gelombang tsunami bergerak dengan kecepatan tinggi dan dapat

merambat lintas-samudra dengan sedikit energi berkurang. Waktu perambatan

gelombang tsunami cukup bervariasi, mulai dari 2 menit hingga lebih dari 1

jam. Panjang gelombangnya sangat besar, antara 100-200 km. Berikut ini

merupakan perbandingan gelombang tsunami dan ombak laut biasa.

Kecepatan Tsunami bergantung kepada kedalaman air. Di laut dalam

dan terbuka, kecepatannya mencapai 800-1000 km/jam. Ketinggian tsunami di

lautan dalam hanya mencapai ratusan kilometer, sehingga keberadaan mereka

di laut dalam susah dibedakan dengan gelombang biasa. Berbeda dengan

gelombang karena angin, dimana hanya bagian permukaan atas yang bergerak;

gelombang tsunami mengalami pergerakan di seluruh bagian partikel air,

mulai dari permukaan sampai bagian dalam samudra. Ketika tsunami

memasuki perairan yang lebih dangkal, ketinggian gelombangnnya meningkat

dan kecepatannya menurun drastis. Arus tsunami dengan ketinggian 70 cm

masih cukup kuat untuk menyeret dan menghanyutkan orang. Apabila

lempeng samudera pada dasar bergerak naik (raising), tejadi air pasang di

wilayah pantai hingga wilayah tersebut akan mengalami banjir sebelum

kemudian gelombang air yang lebih tinggi datang menerjang. Dan apabila
lempeng samudera bergerak naik, wilayah pantai akan mengalami banjir air

pasang sebelum datangnya tsunami.

Apabila lempeng samudera pada sesar bergerak turun (sinking),

kurang lebih pada separuh waktu sebelum gelombang tsunami sampai di

pantai, air laut di pantai tersebut surut. Pada pantai yang landai, surutnya air

bisa mnecapai lebih dari 800 meter menjauhi pantai. Masyarakat yang tidak

sadar akan datangnya bahaya mungkin akan tetap tinggal di pantai kaena ingin

tau apa yang sedang terjadi. Atau bagi para nelayan mereka justru

memanfaatkan momen saat air laut surut tersebut untuk mengumpulkan ikan-

ikan yang banyak bertebaran. Apabila lempeng samudera bergerak turun, di

wilayah pantai air laut akan surut sebelum datangnya tsunami.

Pada suatu gelombang apabila rasio antara kedalaman air dan panjang

gelombang menjadi sangat kecil, gelombang tersebut dinamakan gelombang

air-dangkal. Karena gelombang tsunami memiliki panjang gelombang yang

sangat besar, gelombang tsunami berperan sebagai gelombang air-dangkal,

bahkan di samudera yang dalam. Gelombang air dangkal bergerak dengan

kecepatan yang setara dengan akar kuadrat hasil perkalian antara gravitasi (9,8

m/) dan kedalaman air laut.

Energi dari gelombang tsunami merupakan fungsi perkalian antara

tinggi gelombang dan kecepatannya. Nilai energi ini selalu konstan, yang

berarti tinggi gelombang berbanding terbalik dengan kecepatan merambat


gelombang. Oleh sebab itu, ketika gelombang mencapai daratan, tingginya

meningkat sementara kecepatannya menurun.

Saat memasuki wilayah dangkal, kecepatan gelombang tsunami

menurun sedangkan tingginya meningkat, menciptakan gelombang yang

sangat merusak. Berikut ini merupakan hubungan antara kedalaman,

kecepatan dan panjang gelombang tsunami:

Selagi orang-orang yang berada di tengah laut bahkan tidak menyadari

adanya tsunami, gelombang tsunami dapat mencapai ketinggian hingga 30

meter atau lebih ketika mencapai wilayah pantai dan daerah pantai. Tsunami

dapat menimbulkan kerusakan yang sangat parah di wilayah yang jauh dari

sumber pembangkitan gelombang, meskipun peristiwa pembangkitan

gelombang itu sendiri tidak dapat dirasakan tanpa alat bantu.

Tsunami bergerak maju ke satu arah dari sumbernya, sehingga

wilayah yang berada di daerah : bayangan” relatif dalam kondisi aman.

Namun demikian, gelombang tsunami dapat saja berbelok di sekitar daratan.

Gelombang ini juga bisa saja tidak simetris. Gelombang ke satu arah mungkin

lebih kuat dibanding gelombang ke arah lainnya, tergantung dari peristiwa

alam yang memicunya dan kondisi geografis wilayah sekitarnya.

Tsunami bisa merambat ke segala arah dari sumber aslinya dan bisa

melanda wilayah yang cukup luas, bahkan di daerah belokan, terlindung atau

daerah yang cukup jauh dari sumber asal tsunami. Ada yang disebut tsunami

setempat (local tsunami), yaitu tsunami yang hanya terjadi dan melanda
disuatu kawasan yang terbatas. Hal ini terjadi karena lokasi awal tsumani

terletak di suatu tempat yang sempit atau tertutup, seperti selat atau danau.

Misalnya tsunami yang terjadi pada 16 Agustus 1976, di teluk Moro Philipina

lebih dari 5.000 orang di Philipina.

Ada juga disebut tsunami jauh (distant tsunami), hal ini karena

tsunami bisa melanda wilayah yang sangat luas dan jauh dari sumber asalnya.

Seperti yang pernah terjadi di Chili pada 22 Mei 1960 akibat dipicu gempa

dengan kekuatan lebih dari 8.0R. Tsunami dengan ketinggian lebih dari 10

meter ini menyebabkan korban jiwa dan kerusakan parah di Chili, Jepang,

Hawai, dan Philipina. Gelombang tsunami ini menewaskan 1000 orang di

Chili dan 61 orang di Hawai. Gelombang tsunami ini mencapai Okinawa dan

pantai timur Jepang setelah menempuh perjalanan selama 22 jam dan

menewaskan 150 orang di Jepang.

D. Kerusakan akibat tsunami

Energi tsunami bisa mencapai 10% dari energi gempa pemicunya.

Bisa dibayangkan, gempa dengan kekuatan mencapai 9.0R akan menghasilkan

energi yang setara dengan lebih dari 100.000 kali kekuatan bom atau

Hiroshima, Jepang. Bentuk pantai, bentuk dasar laut wilayah pantai, sudut

kedatangan gelombang, dan bentuk depan gelombang tsunami yang datang ke

pantai akan sangat berpengaruh terhdap kerusakan yang ditimbulkan. Karena

beberapa alasan ini,sebagian pantai akan dilanda tsunami dengan tingkat

keruskana dan ketinggian arus yang berbeda dibanding pantai yang lain, meski
letaknya tidak terlalu berjauhan. Daerah teluk akan menderita tsunami lebih

parah akibat konsentrasi energi tsunami.

Korban meninggal akibat tsunami terjadi biasanya karena tenggelam,

terseret arus, terkubur pasir, terhantam serpihan atau puing, dan lain-lain.

Kerusakan lain akan meliputi kerusakan rumah tinggal, bangunan pantai,

prasarana lalu lintas (jalan kereta, jalan raya, dan pelabuhan), suplai air, listrik

dan telpon. Gelombang tsunami juga akan merusak sektor perikanan,

perikanan, kehutanan, industri minyak berupa pencemaran dan kebakaran.

E. Penanggulangan tsunami

Bencana adalah suatu kecelakaan sebagai hasil dari factor buatan

manusia atau alami (atau suatu kombinasi kedua-duanya) yang mempunyai

dampak negatif pada kondisi kehidupan manusia dan flora/fauna. Bencana

alam meliputi banjir, musim kering berkepanjangan, gempa bumi, gelombang

tsunami, angin puyuh, angin topan, tanah longsor, letusan gunung berapi

(vulkanis) dan lain-lain. Bencana buatan manusia dapat meliputi radiasi akibat

kecelakaan bahan kimia, minyak tumpah, kebakaran hutan dan lain lain.

Untuk menangani masalah bencana maka dikenal dengan

penanggulangan bencana, yaitu suatu siklus kegiatan yang saling berkaitan,

mulai dari kegiatan pencegahan, kegiatan mitigasi, kegiatan kesiapsiagan,

kegiatan tanggap darurat, kegiatan pemulihan yang meliputi restorasi,

rehabilitasi dan rekonstruksi, serta kegiatan pembangunan. Semua kegiatan,


mulai dari tanggap darurat sampai pengumpulan data dan informasi serta

pembangunan, merupakan rangkaian dalam

Menghadapi kemungkinan bencana. Tahap-tahap ini dapat saling

berkaitan dan merupakan lingkaran atau siklus manajemen bencana. Mitigasi

bencana merupakan kegiatan yang sangat penting dalam penanggulangan

bencana, karena kegiatan ini dilakukan dengan maksud untuk mengantisipasi

agar dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi. Mitigasi bencana alam

dilakukan secara struktural dan non struktural. Secara struktural yaitu dengan

melakukan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan mengenai sarana

dan prasarana mitigasi. Secara non struktural adalah upaya non teknis yang

menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan manusia agar

sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural maupun upaya lainnya.

Untuk mengatasi masalah bencana perlu dilakukan upaya mitigasi

yang komprehensif yaitu kombinasi upaya struktur (pembuatan prasarana dan

sarana pengendali) dan nonstruktur yang pelaksanaannya harus melibatkan

instansi terkait. Seberapa besarpun upaya tersebut tidak akan dapat

membebaskan dari masalah bencana alam secara mutlak. Oleh karena itu

kunci keberhasilan sebenarnya adalah keharmonisan antara

manusia/masyarakat dengan alam lingkungannya. Bagian paling kritis dari

pelaksanaan mitigasi adalah pemahaman penuh sifat bencana. Tipe-tipe

bahaya bencana pada setiap daerah berbeda-beda, ada suatu daerah yang

rentan terhadap banjir, ada yang rentan terhadap gempa bumi, ada pula daerah
yang rentan terhadap longsor dan lain-lain. Pemahaman bahaya-bahaya

mencakup memahami tentang:

1. Bagaimana bahaya-bahaya itu muncul,

2. Kemungkinan terjadi dan besarannya,

3. Mekanisme fisik kerusakan,

4. Elemen-elemen dan aktivitas-aktivitas yang paling rentan terhadap

pengaruh-pengaruhnya,

5. Konsekuensi-konsekuensi kerusakan.

6. Informasi Geospasial sebagai faktor kunci dalam melakukan pertukaran

informasi secara global, merupakan suatu sarana penting bagi

berlangsungnya suatu tatanan masyarakat berwawasan iptek dengan

kekayaan sumberdaya alam yang sangat besar. Data dan informasi

geospasial tentang kebencanaan, dan kedaruratan yang dibutuhkan, dapat

diperoleh melalui sistem koordinasi yang terpadu, cepat, dan akurat.

7. Data dan informasi yang dibutuhkan meliputi :

8. Titik-titik lokasi dimana bencana terjadi,

9. Seberapa besar potensi bencana terjadi: luas area, besar bencana, periode

berlangsungnya, lamanya, dll,

10. Seberapa besar potensi korban jiwa yang bisa terjadi,


11. Berapa jumlah kerugian: fisik, materi, dll.

Data dan informasi di atas akan digunakan dalam menentukan

kebijakan: pencegahan, penanggulangan, penanganan, evaluasi, serta

rehabilitasi. Tanggap darurat (emergency response) merupakan suatu

bentuk kegiatan awal setelah terjadinya bencana alam. Bentuk kegiatan

tanggap darurat antara lain : peningkatan efektivitas pengorganisasian,

koordinasi, dan kodal; percepatan pengefektifan evakuasi jenazah;

percepatan relokasi pengungsi; perawatan bagi yang terluka dan sakit;

pengelolaan bantuan negara sahabat dan bantuan dalam

negeri;kesinambungan pasokan logistik; pengelolaan transportasi darat,

laut, dan udara; dan intensifikasi kegiatan komunikasi public (public

relation).

F. Upaya mitigasi dan pengurangan bencana

Mitigasi bencana merupakan kegiatan yang sangat penting dalam

penanggulangan bencana, karena kegiatan ini dilakukan dengan maksut untuk

mengantisipasi agar dampak yang ditimbulkan dapat dikurangi. Mitigasi

bencana alam dilakukan secara structural dan non structural. Secara structural

yaitu dengan melakukan upaya teknis, baik secara alami maupun buatan

mengenai sarana dan prasarana mitigasi. Secara non structural adalah upaya

nonteknis yang menyangkut penyesuaian dan pengaturan tentang kegiatan

manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi structural maupun

upaya lainnya.
Upaya Mitigasi

1. Peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap bahaya tsunami.

2. Pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya tsunami.

3. Pembangunan Tsunami Early Warning System (TEWS).

4. Pembangunan tembok penahan Tsunami pada garis pantai yang berisiko.

5. Penanaman mangrove serta tanaman lainnya sepanjang garis pantai

meredam gaya air tsunami.

6. Pembangunan tempat-tempat evakuasi yang aman di sekitar daerah

pemukiman. Tempat/bangunan ini harus cukup tinggi dan mudah diakses

untuk menghindari ketinggian Tsunami.

7. Peningkatan pengetahuan masyarakat lokal tentang pengenalan tanda-tanda

tsunami dan cara-cara penyelamatan diri terhadap bahaya tsunami.

8. Pembangunan rumah yang tahan terhadap bahaya tsunami.

G. Antisipasi bencana tsunami

Antisipasi Tsunami berguna untuk mengurangi dan menghindari ancaman

bencana Tsunami. Usaha-usaha yang dilakukan antara lain:

1. Membangun system peringatan dini (early warning sistem).

Peringatan Tsunami diinformasikan sebelum kejadian supaya masyarakat

segera melakukan evakuasi. Tetapi apabila informasi tersebut datang


setelah kejadian maka disebut dengan peringatan darurat (emergency)

yang bertujuan untuk penyelamatan. Peringatan dini Tsunami diperlukan

untuk meningkatkan kewaspadaan dan melakukan evakuasi sebelum

Tsunami datang, karena selang waktu antara gempa bumi dan Tsunami

sangat singkat maka kecepatan informasi peringatan dini sangat penting.

Berdasarkan selang waktu tersebut dapa di bedakan jenis-jenis peringatan-

peringatan dini yang diperlukan. Tanda-tanda sebelum terjadi Tsunami

adalah getran yang kuat dan sering diikuti oleh pasang naik dan pasang

surut air laut. Tnada-tanda ini dapat ditangkap oleh system peralatan yang

dilengkapi dengan alaram. Peralatan tersebut antara lain adalah sebaga

berikut:

a. Accelerograph

Dipasang untuk getaran kuat saja. Accelerograph dilengkapi

dengan alaram dan system komunikasi untuk menyebarkan berita,

control operasional dan perawatan jarak ajuh, Accelerograph

disebut juga strong motion seismograph.

b. Tide Gauge

Tide Gauge adalah perangakt unutk mengukur perubahn muka laut.

Informasi yang diperlukan untuk peringatan dini adalah pasang

naik dan pasang surut seketika sebelum terjadinya tsunami.

Peringatan pertama untuk kewaspadaan dari accelerogfraph apabila


mencatat getaran-getraan kuat dan peringatan kedua dating dari tide

gauge setelah mencatat perubahn mendadak muka laut.

Dua peringatan tersebut kemudian disampaikan kepada:

1) Masyarakat setempat berupa alarm

2) Aparat setempatyang bertugas untuk koordinasi evakuasi

3) BMG pusat untuk system monitoring dan informasi darurat

agar disebarkan ke lokasi lain.

Mengingat pentingnya informasi peringatan dini Tsunami maka diperlukan

system komunikasi yang terdiri atas :

a. Komunikasi dari stasiun ke aparat setempat

b. Komunikasi dari stasiun BMG setempat

c. Komunikasi dari BMG pusat ke jaringan peringatan lainnya.

Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Pemerintah Indonesia, dengan bantuan negara-negara donor, telah

mengembangkan Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia (Indonesian

Tsunami Early Warning System - InaTEWS). Sistem ini berpusat pada

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) di Jakarta.

Sistem ini memungkinkan BMKG mengirimkan peringatan tsunami jika

terjadi gempa yang berpotensi mengakibatkan tsunami. Sistem yang ada

sekarang ini sedang disempurnakan. Kedepannya, sistem ini akan dapat


mengeluarkan 3 tingkat peringatan, sesuai dengan hasil perhitungan

Sistem Pendukung Pengambilan Keputusan (Decision Support System -

DSS).

Pengembangan Sistem Peringatan Dini Tsunami ini melibatkan

banyak pihak, baik instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga

internasional, lembaga non-pemerintah. Koordinator dari pihak Indonesia

adalah Kementrian Negara Riset dan Teknologi (RISTEK). Sedangkan

instansi yang ditunjuk dan bertanggung jawab untuk mengeluarkan Info

Gempa dan Peringatan Tsunami adalah BMKG (Badan Meteorologi,

Klimatologi dan Geofisika). Sistem ini didesain untuk dapat mengeluarkan

peringatan tsunami dalam waktu paling lama 5 menit setelah gempa

terjadi. Sistem Peringatan Dini memiliki 4 komponen: Pengetahuan

mengenai Bahaya dan Resiko, Peramalan, Peringatan, dan Reaksi.

Observasi (Monitoring gempa dan permukaan laut), Integrasi dan

Diseminasi Informasi, Kesiapsiagaan.

a. Cara Kerja

Sebuah Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah merupakan

rangkaian sistem kerja yang rumit dan melibatkan banyak pihak

secara internasional, regional, nasional, daerah dan bermuara di

Masyarakat. Apabila terjadi suatu Gempa, maka kejadian tersebut

dicatat oleh alat Seismograf (pencatat gempa). Informasi gempa

(kekuatan, lokasi, waktu kejadian) dikirimkan melalui satelit ke


BMKG Jakarta. Selanjutnya BMG akan mengeluarkan Info Gempa

yang disampaikan melalui peralatan teknis secara simultan. Data

gempa dimasukkan dalam DSS untuk memperhitungkan apakah

gempa tersebut berpotensi menimbulkan tsunami. Perhitungan

dilakukan berdasarkan jutaan skenario modelling yang sudah dibuat

terlebih dahulu. Kemudian, BMKG dapat mengeluarkan Info

Peringatan Tsunami. Data gempa ini juga akan diintegrasikan

dengan data dari peralatan sistem peringatan dini lainnya (GPS,

BUOY, OBU, Tide Gauge) untuk memberikan konfirmasi apakah

gelombang tsunami benar-benar sudah terbentuk. Informasi ini juga

diteruskan oleh BMKG. BMKG menyampaikan info peringatan

tsunami melalui beberapa institusi perantara, yang meliputi

(Pemerintah Daerah dan Media). Institusi perantara inilah yang

meneruskan informasi peringatan kepada masyarakat. BMKG juga

menyampaikan info peringatan melalui SMS ke pengguna ponsel

yang sudah terdaftar dalam database BMKG. Cara penyampaian Info

Gempa tersebut untuk saat ini adalah melalui SMS, Facsimile,

Telepon, Email, RANET (Radio Internet), FM RDS (Radio yang

mempunyai fasilitas RDS/Radio Data System) dan melalui Website

BMG (www.bmg.go.id). Pengalaman serta banyak kejadian

dilapangan membuktikan bahwa meskipun banyak peralatan canggih

yang digunakan, tetapi alat yang paling efektif hingga saat ini untuk

Sistem Peringatan Dini Tsunami adalah radio. Oleh sebab itu,


kepada masyarakat yang tinggal didaerah rawan Tsunami diminta

untuk selalu siaga mempersiapkan RADIO FM untuk mendengarkan

berita peringatan dini Tsunami. Alat lainnya yang juga dikenal

ampuh adalah Radio Komunikasi Antar Penduduk. Organisasi yang

mengurusnya adalah RAPI (Radio Antar Penduduk Indonesia).

Mengapa Radio ? jawabannya sederhana, karena ketika gempa

seringkali mati lampu tidak ada listrik. Radio dapat beroperasi

dengan baterai. Selain itu karena ukurannya kecil, dapat dibawa-

bawa (mobile). Radius komunikasinyapun relatif cukup memadai.

2. Relokasi penduduk yang terancam bencana Tsunami (population of park).

Relokasi penduduk yang terancam bencana Tsunami sangat

penting dilakukan karena berguna untuk mengurangi korban jiwa.

Relokasi ini dapat berupa pemindahan penduduk yang berada pada daerah

rawan bencana ke tempat yang dianggap bebas dari dampak bencana.

Namun kesulitan yang biasa dihadapi adalah persetujuan dari masyarakat,

yang biasanya menolak untuk direlokasi. Misalnya pada masyarakat di

kepulauan Mentawai yang berdomisili di dekat pantai yang menolak untuk

di relokasi, sehingga timbullah banyak korban pada bencana Tsunami

Mentawai beberapa waktu lalu.


3. Membuat jalur evakuasi dan persedian lahan (evacuation of route and

emergency shelter).

Mengapa hal ini sangat penting? Karena pembuatan jalur evakuasi

akan mempermudah penyelamatan atau evakuasi baik diri sendiri maupun

orang lain menuju ke tempat yang aman dari dampak bencana.

Penyediaan lahan pun juga sangat berguna untuk menampung dan

menjadi tempat berlindung. Selain itu apabila telah disediakan lahan

pengungsian warga pun tak akan susah-susah untuk mencari tempat

berlindung. Selain itu pada areal pengungsian biasanya telah dibangun

fasilitas-fasilitas umum seperti dapur umum, MCK, dan fasilitas kesehatan

yang akan sangat membantu bagi para pengungsi.

Di Kota Padang misalnya, telah direncanakan Pembangunan bukit

artifisial untuk kepentingan evakuasi warga saat bencana tsunami yang

diprediksi menghantam Kota Padang yang akan dimulai tahun 2011 ini.

Sebelumnya studi kelayakan mengenai pembangunan bukit buatan itu

telah dimulai sejak Maret 2009 oleh GeoHazards International dalam

proyek bernama Project on Vertical Evacuation yang dipimpin oleh

Veronica Cedillos. Bukit-bukit buatan yang secara teknis dinamakan

Tsunami Evacuation Raised Earth Park (TEREP) itu berupa lokasi berupa

tempat umum yang lapang dan mudah dijangkau, untuk kemudian

dijadikan bukit artifisial dengan ketinggian antara lima hingga sepuluh

meter dengan timbunan material tanah yang digali dari lokasi lain.Hingga
saat ini telah ada sepuluh calon lokasi untuk pembangunan bukit buatan

tersebut.

4. Membentuk tim penanganan bencana Tsunami (disaster management and

disaster assessment).

Pembentukan tim ini bertujuan untuk meneliti tentang bencana

Tsunami, sehingga dapat ditemukan solusi untuk mengurangi dampak

buruk dari bencana Tsunami.

Selain itu tim penanggulangan ini juga akan memberikan informasi

tentang peringatan terjadinya bencana Tsunami. Puasat Tsunami

Internasional (International Tsunami warning Center) didirikan di Hawai

untuk memantau terjadinya gempa bumi disekitar Samudra pasifik dan

memberikan informasi kemungkinan Tsunami akan terjadi.

5. Melakukan simulasi, sosialisasi dan memasukkan pembahasan dan

penanggulangan Tsunami dalam kurikulum pendidikan.

Simulasi bertujuan untuk mengajarkan langkah-langkah yang harus

dilakukan saat terjadi bencana Tsunami. Sosialisasi bertujuan untuk

memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang bencana Tsunami dan

cara untuk menanggulanginya beserta langkah-langkah yang harus

dilakukan saat bencana terjadi.

Memasukkan pembahasan mengenai Tsunami dalam kurikulum

pendidikan berfungsi untuk memberikan pengetahuan akan bencana


Tsunami, Sosialisasi tentang bencana Tsunami serta memperkenalkan cara

antisipasi dan langkah-langkah yang harus dilakukan saat bencana

Tsunami sejak dini.

6. Membentuk dan menerapkan Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk

antisipasi bencana.

Hal ini penting dilakukan untuk mengurangi dampak buruk bencana Tsunami.

a. Langkah-langkah yang dilakukan saat terjadi bencana Tsunami

Langkah-langkah yang harus dilakukan saat bencana Tsunami terjadi

adalah sebagai berikut:

1) Jika dirasakan bumi bergetar di pinggir laut maka segera berlari

sekuat-kuatnya ke tempat yang lebih tinggi atau menuju temat

evakuasi yang sudah diatur (apabila situasi memungkinkan).

2) Jangan Panik.

3) Jika situasi tidak memungkinkan ke tempat evakuasi, mak carilah

bangunan bertingkat bertulang baja utnuk menuju lantai paling atas.

4) Jika anda sedang berada di atas kapal di tengah laut, segera pacu kapal

anda kearah laut yang lebih dalam.

5) Jika anda berada di pantai atau di dekat pantai, segera panjat bangunan

atau pohon yang tinggi, yang paling dekat dari tempat anda berada.
Ingat waktu kita untuk berlari dari kejaran gelombang tsunami itu

hanya kurang dari 20 menit.

6) Segera selamatkan diri anda apabila anda menemui gejala-gejala

berikut ini:

a) Air laut yang surut secara tiba-tiba.

b) Terciumnya bau garam yang menyengat secara tiba-tiba.

c) Munculnya buih-buih air sangat banyak di pantai secara tiba-tiba.

d) Terdengar suara ledakan keras seperti suara pesawat jet atau

pesawat supersonik atau suara ledakan bom runtuh.

b. Setelah Terjadi Tsunami

1) Berusahalah untuk tetap tenang.

2) Cek diri kita dan keluarga, apabila ada yang terluka segera lakukan

pertolongan pertama atau bawa ke posko pengungsian terdekat, karena

biasanya tersedia fasilitas kesehatan.

3) Apabila ikut melakukan pencarian korban, utamakan korban yang

masih hidup.

4) Usahakan mengenakan pakaian dan sarung tangan saat melakukan

pencarian agar terhindar dari benda tajam.


5) Mintalah informasi pada instalasi berwenang seperti BMG, jangan

percaya kabar-kabar yang tidak jelas asal usulnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tsunami adalah sebuah ombak yang terjadi setelah sebuah gempa bumi,

gempa laut, gunung berapi meletus, atau hantaman meteor di laut. Tsunami

tidak terlihat saat masih berada jauh di tengah lautan, namun begitu mencapai
wilayah dangkal, gelombangnya yang bergerak cepat ini akan semakin

membesar.

Korban meninggal akibat tsunami terjadi biasanya karena tenggelam,

terseret arus, terkubur pasir, terhantam serpihan atau puing, dan lain-lain.

Kerusakan lain akan meliputi kerusakan rumah tinggal, bangunan pantai,

prasarana lalu lintas (jalan kereta, jalan raya, dan pelabuhan), suplai air, listrik

dan telpon.

Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengantisipasi tsunami adalah

membangun system peringatan dini (early warning sistem) dan relokasi

penduduk yang terancam bencana Tsunami (population of park).

B. Saran

Untuk masyarakat yang berada di daerah rawan bencana tsunami, di

wilayah dekat dengan laut, dan di daerah yang berada di lokasi bencana

sering terjadi untuk lebih berhati-hati dan mempersiapkan kesiapsiagaan

dalam menanggapi dan mengantisipasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA

BNPB. 2010. Buku Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana Dan Upaya

Mitigasinya di Indonesia

Leaflet Set BAKORNAS PBP (2010)


Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral,RI. 2009. Panduan Pengenalan

Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.

Set BAKORNAS PBP dan Gempa bumi dan Tsunami, Pusat Vulkanologi dan

Mitigasi Bencana Geologi. 2010. Buku Panduan Pengenalan

Karakteristik Bencana Dan Upaya Mitigasinya di Indonesia .

Anda mungkin juga menyukai