HALAMAN JUDUL
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagell perithrik dengan
menggunakan mikrograf elektron ....................................................................5
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri Salmonella
typhi ...................................................................................................................7
Gambar 2.3 Penampilan Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Gram
Secara Mikroskopis .........................................................................................10
Gambar 2.4 Salmonella pada SS Agar ..........................................................11
Gambar 2.5 Sarana Tes Widal .......................................................................13
Gambar 2.6 Sarana Tes Tubex .......................................................................14
Gambar 2.7 Prinsip dan Interpretasi untuk Uji Thypidot ...............................16
Gambar 2.8 Prinsip Tes Dipstick ...................................................................17
Gambar 2.9 Sarana Tes ELISA ......................................................................18
Gambar 2.10 Hasil PCR Salmonella ...............................................................19
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
di seluruh dunia dan berdampak besar pada bidang ekonomi. Salah satu
diantaranya disebabkan oleh kurang lebih 250 patogen termasuk bakteri, virus dan
(Evi,A.E.,2013).
setiap tahun akibat makanan yang tidak aman. Sehingga, bahaya yang ditimbulkan
oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global. Di Indonesia, data yang
dilaporkan oleh Badan POM dari tahun 2009 sampai 2013 telah dikalkulasikan
bahwa dugaan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang terjadi
pertahunnya sebanyak 10.700 kasus dengan 411.500 orang sakit dan 2.500 orang
meninggal dunia. Kerugian ekonomi yang dirasakan oleh Pemerintah kurang lebih
Data yang dilansir oleh Badan POM RI tahun 2016 menyatakan bahwa
jumlah kasus sebanyak 2.426. Laporan kasus dari Indonesian One Health
1
2
memiliki flagela. Infeksi terjadi akibat kontaminasi makanan dan minuman yang
terinfeksi bakteri ini merupakan sebagai agen pembawa (carier) yang terletak
pada kandung empedu, saluran empedu, dan sebagian pada usus atau saluran
kemih. Bakteri ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti diare
dijumpai pada kota-kota besar. Kejadian kasus tifoid pada pria dan wanita tidak
terdapat perbedaan yang berarti namun angka kejadian tertinggi ditemukan pada
usia remaja. Data yang ditemukan pada rumah sakit menunjukkan peningkatan
Identifikasi dan Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi baik pada makanan
adalah,
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui cara identifikasi
1. Bagi Penulis
2. Bagi Masyarakat
typhi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
salmonella sp. dapat dibagi berdasarkan spesies, subspecies dan serotipe. Genus
arizonae atau IIIa; diarizonae atau IIIb; houtenae atau IV; indica atau VI
Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagela perithrik dengan
menggunakan mikrograf electron (Daniel,B.,2006)
berbentuk batang. Sel terluar terdiri atas struktur lipopolisakarida kompleks (LPS)
yang terbebas dari lisis sel sampai batas tertentu selama kultur. Bagian
dari tiga komponen, mantel O-polisakarida luar, bagian tengah (inti R), dan
5
6
1) Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada lapisan luar tubuh bakteri.
ini tahan dengan suhu panas dan alkohol tetapi tidak tahan dengan
formaldehid (Nelwan,RHH.,2007).
2) Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela, fimbriae atau fili
dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan
terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan panas diatas 60o C, asam
terhadap fagositosis(Nelwan,RHH.,2007).
7
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri
Salmonella typhi (Mahandaru, Raffi.2013)
47° C dengan suhu optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa
tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4° C atau setinggi 54° C (Gray dan Fedorka-
Cray, 2012). Salmonella sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C
6,5 dan 7.5. Bakteri ini membutuhkan aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99
dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa bertahan di aw <0,2 seperti pada
makanan kering. Pertumbuhan akan terhambat pada suhu <7° C, pH <3,8 atau
sisanya berlanjut kesaluran pencernaan dan berkembang biak. Jika bakteri masuk
dengan jumlah yang banyak yaitu kurang lebih 106-109 . Apabila respon imunitas
humoral mukosa IgA usus yang kurang baik maka bakteri akan masuk ke dalam
usus halus. Pertama akan menembus sel-sel epitel terutama sel M lalu ke lamina
8
propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel fagosit
Kuman dalam hal ini bakteri Salmonella typhi dapat berkembang biak dan
karena baru pertama terjadi kurang lebih 24-72 jam setelah bakteri tertelan dan
biasanya tanpa gejala sebab bakteri langsung ditangkap oleh sel-sel sistem
retikuloendotelial tubuh yang utama yaitu hati, limpa dan sumsusm tulang. Pada
organ ini, bakteri akan meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak
diluar sel (ruang sinusoid) selanjutnya menuju kedalam sirkulasi darah lagi yang
menyebabkan bakterimia kedua kalinya dengan tanda dan gejala infeksi sistemik
(Nelwan,RHH.,2007).
kedalam lumen usus. Kurang lebih separuh bakteri dikeluarkan bersama feses dan
separuhnya lagi masuk kedalam sirkulasi menembus usus. Proses yang sama
diawal terulang kembali, akibat aktivasi makrofag maka saat fagositosis bakteri
gejala reaksi inflamasi sistemik yakni; demam, malaise, mialgia, sakit perut, sakit
(Nelwan,RHH.,2007).
9
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Class : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Subspesies : enteric I
Bentuk dari bakteri Salmonella typhi adalah batang, tidak berspora, ukuran
103,5 µm x 0,5-0,8 µm, besarnya koloni rata-rata 2-4 mm, memiliki flagela
Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S (Jawetz et al., 2006).
Isolat Salmonellatyphi pada media SSA (salmonella dan shigella agar) ketika
suhu 37oC maka menunjukkan koloni yang tampak cembung, transparan dan
akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan
secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia
10
b) Kultur Bakteri
Pada umumnya Salmonella tumbuh dalam media pepton ataupun kaldu ayam
tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur
yang sering digunakan adalah agar Mac Conkey (Sheikh,A.,2011). Media lain
seperti agar EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau medium
laktosa tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus,
bismuth sulfit.
Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti
agarSalmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk
untuk S. typhi adalah media empedu (gall) dari sapi, yang mana media gall ini
dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang
dapat tumbuh pada media tersebut. Pada media SSA (Salmonella Shigella Agar)
S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini
Prinsip kultur bakteri ini adalah : bekuan darah penderita + media Gall
atau Bile 1 % dalam Pepton Water (1 : 1) diinkubasi selama 24 jam dalam suasana
Hal yang perlu diperhatikan pada isolasi kuman Salmonella dalam Kultur
gall atau Gall Culture adalah waktu pengambilan bahan untuk dilakukannya
pemeriksaan, jenis media yang digunakan, jumlah volume darah maupun cara
inkubasi yang benar serta cara pengambilan darah harus seaseptik mungkin.
yang digunakan bekuan darah bukan serum.Hal ini karena serum dipakai untuk tes
c) Uji Serologis
1) Tes Widal
mendeteksi adanya antibodi aglutinin dalam serum pasien yang terinfeksi bakteri
Salmonella pada antigen yang berada pada flagela (H) dan badan bakteri (O).
Hasil positif dengan pemeriksaan ini lebih spesifik dengan ditunjukkannya titer
aglutinasi, maka akan tidak bermakna apabila dilakukan secara single test. Akan
lebih bermakna bila dilakukan pemeriksaan widal sebanyak dua kali yaitu pada
fase akut dan 7-10 hari setelah fase tersebut.Sebab, aglutinin O dan H secara
13
signifikan meningkat kurang lebih 8 hari setelah onset demam hari pertama. Jika
peningkatan titer terjadi sebanyak empat kali, maka hasilnya positif secara
signifikan(Meta,S.,2013).
terapi antibiotik pada awal penyakit dapat mengurangi peningkatan titer aglutinin.
Berbeda dengan uji thypidot yang mendeteksi IgM lebih awal daripada IgG,
dalam pemeriksaan widal didapat antibody total yaitu IgM dan IgG sekaligus.
menimbulkan hasil positif palsu. Uji widal juga dapat digunakan untuk
2) Uji Tubex
Tes tubex adalah salah satu dari uji serologis yang menguji aglutinasi
antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S.typhi dan tanpamendeteksi IgG. Tes tubex
14
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal
antigen O-9. Antigen ini spesifik dan khas pada Salmonella serogrup D yakni
Gambar 2.6 Sarana Alat untuk Tes Tubex (Intralab, Pacific Biotekindo,
2016)
untuk pemeriksaan rutin karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana
imun, sehingga deteksi antigen O-9 dapat dilakukan mulai dari hari ke-4 hingga
ke-5 (infeksi primer) dan hari ke- 2 hingga ke-3 (infeksi sekunder) ( Pratama, I.
yang dilapisi partikel magnetik (Kawano, R.et al., 2007). Spesimen yang
Hasil tes tubex ditentukan berdasarkan skor yang interpretasinya dapat dilihat
3) Uji Thypidot
pemeriksaan serologi yang mendeteksi adanya antibody spesifik IgM maupun IgG
berisi 50kDa spesifik protein dan antigen control.Tahap awal infeksi bakteri
, namun kepekaan atau sensitivitas thypidot lebih besar kurang lebih 93%
daripada kultur. Oleh karena itu, uji thypidot dapat digunakan sebagai diagnosis
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik. Hal ini karena dalam uji thypidot
Bahkan kemungkinan thyphidot IgM untuk terjadinya reaksi silang sangat kecil
4) IgM Disptik
Tes dipstick Salmonella adalah tes untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik
paratyphi. Tes ini didasarkan atas ikatan antara IgM spesifik Salmonella typhi
dengan LPS tanpa membutuhkan peralatan dan keterampilan khusus serta dapat
diterapkan di daerah perifer (WHO,2003). Dipstick terdiri dari dua pita yang
tersusun secara horizontal: pita tes antigen (bawah) mengandung antigen reaktif
yang spesifik dan pita internal control (atas) mengandung anti-human IgM
antibodi. Uji didasarkan atas ikatan antibodi IgM spesifik S. typhi terhadap
antigen S. typhi. Ikatan antibodi IgM secara spesifik dideteksi dengan konjugat
IgM antihuman(WHO,2003).
17
Gambar 2.8 Prinsip tes dipstick. A: tes spesies IgT, B: tes Human
IgM, C: tes negatif, D: test positif untuk Ig anti-F1, E: tes positif untuk
IgM anti-F1 (Rajerison M,et al,2009).
Uji dilakukan dengan membuat dilusi 1:50 dari serum (4 µL) pada reagen
deteksi (200 µL) dan dipstick diinkubasi selama 3 jam pada temperatur ruangan.
Pewarnaan dari pita antigen menyatakan adanya antibodi IgM spesifik dalam
rentangan dari 0 (tidak ada reaksi) sampai +4 (reaksi baik). Pada uji dengan
dipstick ini hasil dapat diinterpretasi dengan terbentuknya warna pada pita kontrol
sehingga dianggap positif dan jika tidak terbentuk warna pada pita kontrol maka
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi
Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat
positif menandakan infeksi akut; 2 jika lgG positif menandakan pernah kontak
18
Microbiology,2015).
d) Tes Biokimia
1. Tes Urease TP 36 : Hasil tes ini bahwa Urease Spesies salmonella tidak
menghasilkan urease
oksidase negatif
3. Tes Indole TP19 dengan Uji Indole, spesies salmonella bersifat indol
negative
e) Biomolekuler
spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari
jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang
tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk
metode PCR, urutan segmen spesifik yang mengapit DNA yang akan
19
(Sucipta,A.,2015).
mengamplifikasi gen spesifik S. typhi. Pemeriksaan ini tergolong cepat dan dapat
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada kultur bakteri, uji
widal, dan tes tubex. Kendala dalam penggunaan metode PCR yaitu rentan
dan heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam empedu dalam spesimen
feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang relatif rumit(Marleni, M., Iriani,
serta subspesies Salmonella enterica arizonae dan diarizonae (dengan cepat dan
a) Anamnesis
Demam yang dialami penderita mulai naik secara bertahap pada minggu
pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam
muncul pada sore/malam hari, sakit kepala, mialgia, anoreksia, mual, muntah,
serta diare.Demam adalah keluhan utama dari infeksi bakteri dan gejala klinis
terpenting yang timbul pada semua penderita. Demam dapat muncul secara tiba-
tiba, dalam 1-2 hari akan bertambah parah dengan gejala yang menyerupai
(Parama,Y.C.,2011).
Gejala yang lain yakni menggigil tidak biasa seperti malaria pada
penderita yang berada di daerah endemis. Namun, demam tifoid akibat infeksi
21
bakteri Salmonella dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita.Sakit
kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di
sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan
konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan
Pemeriksaan fisik yang didapat akibat infeksi bakteri Salmonella typhi adalah
diikuti peningkatan denyut nadi rata-rata 8x/menit dari normal), lidah yang
b) Gejala Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding
inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis
a. Demam
remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat lagi pada sore dan malam hari.Dalam minggu kedua, penderita terus
22
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.Bibir kering dan pecah-
pecah (ragaden).Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal
c. Gangguan kesadaran
c) Uji Laboratorium
histopatologi(Parama,Y.C.,2011).
Pada kultur darah (biakan empedu) ditemukan hasil yang positif. Dalam
keadaan normal darah bersifat steril dan tidak dikenal adanya flora normal dalam
gejala klinis demam tiga hari atau lebih dan memperlihatkan hasil positif S. typhi
23
paratyphi juga dapat dijadikan sebagai diagnosa pasti infeksi abkteri salmonella
Selain itu, dapat pula dilakukan tes serologis seperti tes widal.Uji Widal
yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum demam tifoid, juga pada
orang yang pemah terinfeksi Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi
terhadap demam tifoid.Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu
tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas
Apabila kultur darah negatif , hal ini belum tentu diagnosisnya tidak
terinfeksi bakteri. Karena ada penderita dengan tifoid karier, yang mana
ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada
seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang yang setelah 1 tahun
PENUTUP
fakultatif anaerobik yang memiliki tiga antigen utama: antigen H atau flagela; O
atau antigen somatik; dan antigen Vi (hanya dimiliki beberapa serovar). Isolat
salmonella pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) pada suhu 37oC nampak
penampang secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji
dan kelemahan tersendiri. Oleh karena itu, pemilihan cara identifikasi disesuaikan
anamnesis, lalu melihat gejala klinis yang muncul, gejala penyerta serta dengan
melakukan uji laboratorium baik kultur, serologis dan lainnya. Hal ini
25
DAFTAR PUSTAKA
Clark AE, Kaleta EJ, Arora A, Wolk DM.2013. Matrix-assisted laser desorption
ionization-time of flight mass spectrometry: a fundamental shift in the routine
practice of clinical microbiology. Clin Microbiol Rev. 26:547-603.
26
27
Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Parama,Y.C.2011.’Bakteri Salmonella typhi’.Jurnal Kesehatan
Masyarakat.2011.(6)-1.
Pratama, I. dan Lestari, A. 2015.Efektivitas Tubex sebagai Metode Diagnosis
Cepat Demam Tifoid.ISM,2 (1): 70-73.
Sheikh, et al. ‘In Vivo Expression of Salmonella Enterica Serotype Typhi Genes
in the Blood of Patients with Typhoid Fever in Bangladesh’, 5.12 (2011)
<https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0001419>.
Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers, H.M.Dasar biologis dan klinis penyakit
infeksi.Edisi
ke-4 (terjemahan), Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,pp 300-305.
Siba, V., et al. 2012.Evaluation of Serological Diagnostic Tests for Typhoid Fever
in PapuaNew Guinea Using a Composite Reference Standard.Clinical and
VaccineImmunology, 19 (11): 1833-1837.
Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
29
World Health Organization. 2003. Essential safety requirement for street vended
foods. (Reviseded). Food Safety Unit, Division of Food and Nutrition.