Anda di halaman 1dari 32

IDENTIFIKASI DAN DIAGNOSIS INFEKSI

BAKTERI Salmonella typhi

I DEWA AYU MADE DIAN LESTARI

MADE AGUS HENDRAYANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ................................................................................................. i

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... ii

DAFTAR TABEL ........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 .............................................................................................. Latar


Belakang ...................................................................................... 2
1.2 .............................................................................................. Rum
usan Masalah ............................................................................... 2
1.3 .............................................................................................. Tujua
n Penulisan ................................................................................... 3
1.4 .............................................................................................. Manf
aat Penulisan ................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 5

2.1 Salmonella sp. .............................................................................. 5

2.1.1 Karakteristik Salmonella typhi ........................................... 6

2.1.2Morfologi Salmonella typhi ................................................ 9

2.2 Identifikasi Salmonella typhi ........................................................ 9

2.3 Diagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi ................................ 20

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 26

i
DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagell perithrik dengan
menggunakan mikrograf elektron ....................................................................5
Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri Salmonella
typhi ...................................................................................................................7
Gambar 2.3 Penampilan Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Gram
Secara Mikroskopis .........................................................................................10
Gambar 2.4 Salmonella pada SS Agar ..........................................................11
Gambar 2.5 Sarana Tes Widal .......................................................................13
Gambar 2.6 Sarana Tes Tubex .......................................................................14
Gambar 2.7 Prinsip dan Interpretasi untuk Uji Thypidot ...............................16
Gambar 2.8 Prinsip Tes Dipstick ...................................................................17
Gambar 2.9 Sarana Tes ELISA ......................................................................18
Gambar 2.10 Hasil PCR Salmonella ...............................................................19

ii
DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Interpretasi Hasil Uji Tubex............................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini penyakit yang bersumber dari makanan dengan kompleksitas

klinisnya merupakan masalah yang berpotensi mengancam kesehatan masyarakat

di seluruh dunia dan berdampak besar pada bidang ekonomi. Salah satu

diantaranya disebabkan oleh kurang lebih 250 patogen termasuk bakteri, virus dan

organisme parasit (Linscott,A.J.,2011). Hal ini terjadi oleh karena sulitnya

penerapan sanitasi, higienitas dan vaksinasi yang dapat menurunkan tingkat

insidensi penyakit di beberapa negara berkembang termasuk Indonesia

(Evi,A.E.,2013).

Berdasarkan data terbaru dari World Health Organization (WHO)

diperkirakan terdapat sekitar 2 juta korban, terutama anak-anak yang meninggal

setiap tahun akibat makanan yang tidak aman. Sehingga, bahaya yang ditimbulkan

oleh penyakit karena makanan menjadi ancaman global. Di Indonesia, data yang

dilaporkan oleh Badan POM dari tahun 2009 sampai 2013 telah dikalkulasikan

bahwa dugaan kasus kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan yang terjadi

pertahunnya sebanyak 10.700 kasus dengan 411.500 orang sakit dan 2.500 orang

meninggal dunia. Kerugian ekonomi yang dirasakan oleh Pemerintah kurang lebih

mencapai 2,9 Triliun (Badan POM RI, 2015).

Data yang dilansir oleh Badan POM RI tahun 2016 menyatakan bahwa

Binatang adalah kelompok penyebab tertinggi kasus keracunan makanan dengan

jumlah kasus sebanyak 2.426. Laporan kasus dari Indonesian One Health

University Network (INDOHUN), ternyata spesies salmonella menempati

1
2

peringkat ketiga presentasi tertinggi penyebab utama penyakit yang menular

melalui makanan baik pada manusia maupun hewan (INDOHUN,2015). Bakteri

Salmonella khususnya Salmonella typhi merupakan bakteri gram negatif yang

memiliki flagela. Infeksi terjadi akibat kontaminasi makanan dan minuman yang

mengakibatkan bakteri masuk ke dalam tubuh. Sebagian besar penderita yang

terinfeksi bakteri ini merupakan sebagai agen pembawa (carier) yang terletak

pada kandung empedu, saluran empedu, dan sebagian pada usus atau saluran

kemih. Bakteri ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti diare

dan demam tifoid (Jawetzet al.,2010).

Di Indonesia, demam tifoid tidak dijumpai secara endemis namun sering

dijumpai pada kota-kota besar. Kejadian kasus tifoid pada pria dan wanita tidak

terdapat perbedaan yang berarti namun angka kejadian tertinggi ditemukan pada

usia remaja. Data yang ditemukan pada rumah sakit menunjukkan peningkatan

jumlah penderita setiap tahunnya sekitar 500/100000 penduduk dengan angka

kematian yaitu 0,6 - 5 %. Terjadinya kematian tersebut akibat keterlambatan

penanganan, pengobatan dan tingginya biaya pengobatan (Riskesdas, 2007).

Berdasarkan data-data tersebut, maka diperlukan kajian lebih lanjut mengenai

Identifikasi dan Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi baik pada makanan

maupun produk-produk pangan lainnya.

1.1 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah,

1.2.1 Bagaimana karakteristik dari bakteri Salmonella typhi ?

1.2.2 Bagaimanakah cara identifikasi bakteri Salmonella typhi ?


3

1.2.3 Bagaimana cara untuk mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi ?

1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui cara identifikasi

dan mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi.

1.2.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Karakteristik dari bakteri Salmonella typhi

2. Cara yang tepat dalam mengidentifikasi bakteri Salmonella typhi.

3. Cara yang tepat dalam mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi

1.3 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teroritis

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah memberikan informasi

secara ilmiah mengenai cara yang tepat dalam mengidentifikasi dan

mendiagnosis infeksi bakteri Salmonella typhi.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Penulis

Memberikan manfaat bagi penulis dalam meningkatkan

pengetahuan untuk membantu menghadapi permasalahan yang timbul

dalam masyarakat khususnya dalam hal kesehatan. Hasil penelitian ini

diharapkan dapat menambah wawasan serta pengetahuan terkait cara

yang tepat untuk mengidentifikasi dan mendiagnosis infeksi bakteri

Salmonella typhi, sehingga nantinya dapat digunakan sebagai dasar


4

penatalaksanaan berbagai penyakit yang disebabkan oleh bakteri

tersebut atau referensi pada penelitian selanjutnya.

2. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat luas, bahwa infeksi

bakteri Salmonella typhi terjadi karena kurangnya higienitas baik pada

produk pangan maupun lingkungan. Serta, diharapkan masyarakat

dapat menjaga kebersihan agar tidak terinfeksi bakteri Salmonella

typhi.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella sp.

Bakteri salmonella berada pada familyEnterobacteriaceae.Klasifikasi dari

salmonella sp. dapat dibagi berdasarkan spesies, subspecies dan serotipe. Genus

salmonella terbagi kedalam 2 spesies yakni : 1. Salmonella enteric 2. Salmonella

bongori.Spesies Salmonella enterica dibagi lagi menjadi 6 subspesies yaitu :

subspecies enteric atau subspesies I; subspecies salamae atau subspecies II;

arizonae atau IIIa; diarizonae atau IIIb; houtenae atau IV; indica atau VI

(Lubi,P.A.H.,2015; Jorgensen,JH.,2010; Ryan KJ, Ray CG.,2014)

Gambar 2.1 Bakteri Salmonella sp. yang mempunyai flagela perithrik dengan
menggunakan mikrograf electron (Daniel,B.,2006)

Bakteri Salmonella bersifat motil, gram negatif, anaerob fakultatif serta

berbentuk batang. Sel terluar terdiri atas struktur lipopolisakarida kompleks (LPS)

yang terbebas dari lisis sel sampai batas tertentu selama kultur. Bagian

lipopolisakarida dapat berfungsi sebagai endotoksin, dan berperan penting dalam

menentukan virulensi organisme.Kompleks endotoksin makromolekul ini terdiri

dari tiga komponen, mantel O-polisakarida luar, bagian tengah (inti R), dan

lapisan dalam lipid A.

5
6

Secara umum, organisme yang berasal dari genus Salmonella merupakan

sumber penyebab berbagai macam infeksi, mulai dari gastroenteritis ringan

sampai berat seperti demam tifoid dan bakterimia.Salmonella adalah agen

penyebab salmonelosis yaitu penyakit endemis dan menimbulkan kerugian yang

besar di Indonesia (Jawetz et al,2010).

2.1.1 Karakteristik Salmonella typhi

Salmonellatyphi adalah bakteri gram negatif, memiliki flagel, bersifat

anaerob fakultatif, berkapsul dan tidak membentuk spora (Nelwan,RHH.,2007).

Salmonellatyphi memiliki tiga antigen utama:

1) Antigen O (antigen somatic), yaitu berada pada lapisan luar tubuh bakteri.

Bagian ini memiliki struktur kimia lipopolisakarida (endotoksin). Antigen

ini tahan dengan suhu panas dan alkohol tetapi tidak tahan dengan

formaldehid (Nelwan,RHH.,2007).

2) Antigen H (antigen flagela), yakni terletak pada flagela, fimbriae atau fili

dari kuman. Antigen ini mempunyai struktur kimia suatu protein dan tahan

terhadap formaldehid tetapi tidak tahan dengan panas diatas 60o C, asam

serta alkohol (Nelwan,RHH.,2007).

3) Antigen Vi adalah polimer polisakarida bersifat asam yang berada pada

kapsul (envelope) dari bakteri sebagai pelindung bagi bakteri salmonella

terhadap fagositosis(Nelwan,RHH.,2007).
7

Gambar 2.2 Posisi dari ketiga antigen pada permukaan tubuh bakteri
Salmonella typhi (Mahandaru, Raffi.2013)

Kebanyakan serotipe Salmonella tumbuh dengan kisaran suhu 5 sampai

47° C dengan suhu optimum 35 sampai 37° C, tetapi beberapa serotipe bisa

tumbuh di suhu serendah 2 sampai 4° C atau setinggi 54° C (Gray dan Fedorka-

Cray, 2012). Salmonella sensitif terhadap panas dan bisa mati pada suhu 70° C

atau lebih.Salmonella tumbuh di kisaran pH 4 sampai 9 dengan optimum antara

6,5 dan 7.5. Bakteri ini membutuhkan aktivitas air yang tinggi (aw) antara 0,99

dan 0,94 (air murni aw = 1,0) namun bisa bertahan di aw <0,2 seperti pada

makanan kering. Pertumbuhan akan terhambat pada suhu <7° C, pH <3,8 atau

Aktivitas air <0,94 (Hanes, 2003; Bhunia, 2008).

Salmonella typhi dapat ditularkan melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi bakteri. Sebagian bakteri dihancurkan oleh asam lambung dan

sisanya berlanjut kesaluran pencernaan dan berkembang biak. Jika bakteri masuk

dengan jumlah yang banyak yaitu kurang lebih 106-109 . Apabila respon imunitas

humoral mukosa IgA usus yang kurang baik maka bakteri akan masuk ke dalam

usus halus. Pertama akan menembus sel-sel epitel terutama sel M lalu ke lamina
8

propia. Di lamina propia bakteri berkembang biak dan difagosit oleh sel fagosit

terutama makrofag (Nelwan,RHH.,2007).

Kuman dalam hal ini bakteri Salmonella typhi dapat berkembang biak dan

hidup di dalam makrofag selanjutnya dibawa ke Plaque Peyeri Ileum Distal ,

kemudian menuju kelenjar getah bening mesenterika. Melalui duktus torasikus

bakteri masuk ke dalam sistem peredaran darah sehingga menyebabkan

bakterimia (asimtomatik) dan demam tifoid. Bakterimia dikatakan asimtomatik

karena baru pertama terjadi kurang lebih 24-72 jam setelah bakteri tertelan dan

biasanya tanpa gejala sebab bakteri langsung ditangkap oleh sel-sel sistem

retikuloendotelial tubuh yang utama yaitu hati, limpa dan sumsusm tulang. Pada

organ ini, bakteri akan meninggalkan makrofag dan kemudian berkembang biak

diluar sel (ruang sinusoid) selanjutnya menuju kedalam sirkulasi darah lagi yang

menyebabkan bakterimia kedua kalinya dengan tanda dan gejala infeksi sistemik

(Nelwan,RHH.,2007).

Dalam hati, bakteri masuk kedalam kandung empedu dan berkembang

biak. Secara berselang akan diekskresikan bersama dengan cairan empedu

kedalam lumen usus. Kurang lebih separuh bakteri dikeluarkan bersama feses dan

separuhnya lagi masuk kedalam sirkulasi menembus usus. Proses yang sama

diawal terulang kembali, akibat aktivasi makrofag maka saat fagositosis bakteri

Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang menimbulkan

gejala reaksi inflamasi sistemik yakni; demam, malaise, mialgia, sakit perut, sakit

kepala, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi

(Nelwan,RHH.,2007).
9

Adapun taksonomi dari Salmonella typhi adalah sebagai berikut :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Ordo : Gamma Proteobacteria

Class : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Spesies : Salmonella enteric

Subspesies : enteric I

Serotipe : typhi (Jawetz et al, 2010).

2.1.2 MorfologiSalmonella typhi

Bentuk dari bakteri Salmonella typhi adalah batang, tidak berspora, ukuran

103,5 µm x 0,5-0,8 µm, besarnya koloni rata-rata 2-4 mm, memiliki flagela

peritrikh. Bakteri ini memfermentasikan glukosa dan manosa tanpa membentuk

gas tetapi tidak memfermentasikan laktosa dan sukrosa.Sebagian besar isolat

Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S (Jawetz et al., 2006).

Isolat Salmonellatyphi pada media SSA (salmonella dan shigella agar) ketika

suhu 37oC maka menunjukkan koloni yang tampak cembung, transparan dan

memiliki bercak hitam dibagian pusat (Nugraha,2012). Bakteri Salmonellatyphi

akan mati pada suhu 60oC selama 15 – 20 menit melalui pasteurisasi, pendidihan

dan khlorinasi (Kementerian kesehatan RI, 2006).

2.2 Identifikasi Salmonella typhi

Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat penampang

secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji biokimia
10

dan biomolekuler. Kelima cara identifikasi bakteri Salmonella typhi dipaparkan

lebih lanjut sebagai berikut:

a) Penampakan Secara mikroskopis

Pewarnaan Gram TP-39 dengan melakukan prosedur pewarnaan

didapatkan hasil bakteri Gram batang negatif (UK,Standards for Microbiology

Investigation Services, 2015).

Gambar 2.3 Penampilan Bakteri Salmonella typhi dengan Pewarnaan Gram


Secara Mikroskopis (Dept. Medical Microbiology and Infectious diseases at
University of Medical Center Rotterdam)

b) Kultur Bakteri

Kultur adalah metode mengembangbiakan bakteri dalam suatu media.

Pada umumnya Salmonella tumbuh dalam media pepton ataupun kaldu ayam

tanpa tambahan natrium klorida atau suplemen yang lain. Media kultur

yang sering digunakan adalah agar Mac Conkey (Sheikh,A.,2011). Media lain

seperti agar EMB (eosine methylene blue), Mac Conkey atau medium

deoksikholat dapat mendeteksi adanya lactose non-fermenter sepeti bakteri

Salmonella typhi dengan cepat. Namun bakteri yang tidak memfermentasikan

laktosa tidak hanya dihasilkan oleh Salmonella, tetapi juga Shigella, Proteus,

Serratia, Pseudomonas, dan beberapa bakteri gram negatif lainnya. Untuk


11

mendeteksiS. typhi dengan cepat dapat pula mempergunakan medium

bismuth sulfit.

Untuk lebih spesifik, isolasi dapat dilakukan pada medium selektif, seperti

agarSalmonella-shigella (agar SS) ataupun agar enteric Hectoen yang baik untuk

pertumbuhan Salmonella dan Shigella. Media pembiakan yang direkomendasikan

untuk S. typhi adalah media empedu (gall) dari sapi, yang mana media gall ini

dapat meningkatkan positivitas hasil karena hanya S. typhi dan S. paratyphi yang

dapat tumbuh pada media tersebut. Pada media SSA (Salmonella Shigella Agar)

S. typhi akan membentuk koloni hitam (black jet) karena bakteri ini

menghasilkan H2S (Sucipta,A.,2015).

Prinsip kultur bakteri ini adalah : bekuan darah penderita + media Gall

atau Bile 1 % dalam Pepton Water (1 : 1) diinkubasi selama 24 jam dalam suasana

aerobic, kemudian dilakukan penanaman pada media differensial seperti media

MacConkey, apabila hasil yang didapat memperlihatkan kuman dapat

memfermentasikan laktosa (laktosa positif) maka pemeriksaan tidak dilanjutkan,

sedangkan apabila kuman tidak memfermentasikan laktosa (laktosa negatif) maka

pemeriksaan dilanjutkan untuk mencari kuman Salmonella (Qushai,2014).

Gambar 2.4 Salmonella pada SS Agar (Aryal,S.,2016)


12

Hal yang perlu diperhatikan pada isolasi kuman Salmonella dalam Kultur

gall atau Gall Culture adalah waktu pengambilan bahan untuk dilakukannya

pemeriksaan, jenis media yang digunakan, jumlah volume darah maupun cara

inkubasi yang benar serta cara pengambilan darah harus seaseptik mungkin.

Pengambilan spesimen sebaiknya dilakukan pada minggu pertama timbulnya

penyakit, karena kemungkinan untuk positif mencapai 80 – 90%, khususnya pada

pasien yang belum mendapat terapi antibiotik.Pada minggu ke -3 kemungkinan

untuk positif menjadi 20 – 25% dan minggu 4 hanya 10 – 15%.Tujuan

pemeriksaan ini adalah untuk mencari kuman Salmonella dalam darah.Bahan

yang digunakan bekuan darah bukan serum.Hal ini karena serum dipakai untuk tes

widal. (Siba,V.et al.,2012)

c) Uji Serologis

1) Tes Widal

Pemeriksaan serologi ini bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi

(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi

(reagen).Pemeriksaan ini sebagai dikategorikan pemeriksaan penunjang dalam hal

menegakkan diagnosis.Pemeriksaan dengan uji widal dilakukan dengan

mendeteksi adanya antibodi aglutinin dalam serum pasien yang terinfeksi bakteri

Salmonella pada antigen yang berada pada flagela (H) dan badan bakteri (O).

Hasil positif dengan pemeriksaan ini lebih spesifik dengan ditunjukkannya titer

aglutinin sebesar sebesar ≥1/200 (Meta,S.,2013). Karena mempergunakan reaksi

aglutinasi, maka akan tidak bermakna apabila dilakukan secara single test. Akan

lebih bermakna bila dilakukan pemeriksaan widal sebanyak dua kali yaitu pada

fase akut dan 7-10 hari setelah fase tersebut.Sebab, aglutinin O dan H secara
13

signifikan meningkat kurang lebih 8 hari setelah onset demam hari pertama. Jika

peningkatan titer terjadi sebanyak empat kali, maka hasilnya positif secara

signifikan(Meta,S.,2013).

Gambar 2.5 Sarana Untuk Tes Widal (Razimaulana,2011)

Dalam praktiknya, hal tersebut akan sulit ditemukan karena penggunaan

terapi antibiotik pada awal penyakit dapat mengurangi peningkatan titer aglutinin.

Berbeda dengan uji thypidot yang mendeteksi IgM lebih awal daripada IgG,

dalam pemeriksaan widal didapat antibody total yaitu IgM dan IgG sekaligus.

Sering terjadi cross-reaction dengan Salmonella lainnya sehingga terkadang

menimbulkan hasil positif palsu. Uji widal juga dapat digunakan untuk

mendeteksi penyakit paratifus, paratifus disebabkan bakteri Salmonella paratyphi

(Meta,S.,2013). Pengerjaan yang relative murah dan mudah untuk dikerjakan

(Choerrunisa,dkk.,2014) Namun, belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi

(cut-off point) (Septiawan,I.,dkk.,2013).

2) Uji Tubex

Tes tubex adalah salah satu dari uji serologis yang menguji aglutinasi

kompetitif semikuantitatif untuk mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap

antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S.typhi dan tanpamendeteksi IgG. Tes tubex
14

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji widal

(Keddy,K,et al.2011). Sensitivitasnya dapat ditingkatkan dengan mempergunakan

partikel berwarna, sedangkan spesifisitasnya ditingkatkan dengan penggunaan

antigen O-9. Antigen ini spesifik dan khas pada Salmonella serogrup D yakni

Salmonella typhi (Pratama, I. dan Lestari, A.,2015).

Gambar 2.6 Sarana Alat untuk Tes Tubex (Intralab, Pacific Biotekindo,
2016)

Tes ini dikategorikan pemeriksaan yang ideal dan dapat dipergunakan

untuk pemeriksaan rutin karena prosesnya cepat, akurat, mudah dan sederhana

(Septiawan,I.,dkk.,2013). Respon terhadap antigen O-9 terjadi secara cepat

dikarenakan antigen O-9 bersifat imunodominan yang dapat merangsang respon

imun, sehingga deteksi antigen O-9 dapat dilakukan mulai dari hari ke-4 hingga

ke-5 (infeksi primer) dan hari ke- 2 hingga ke-3 (infeksi sekunder) ( Pratama, I.

dan Lestari, A.,2015).

Tes tubex menggunakan pemisahan partikel-partikel untuk mendeteksi

antibodi IgM dari seluruh serum pada antigen serotypetyphi O-9

lipopolisakarida.Namun, antibodi pasien menghambat pengikatan antara partikel

indikator yang dilapisi dengan antibodi monoklonal anti-O9 dan lipopolisakarida

yang dilapisi partikel magnetik (Kawano, R.et al., 2007). Spesimen yang

digunakan adalah sampel serum atau plasma heparin (Marleni,M.,dkk.,2014).


15

Hasil tes tubex ditentukan berdasarkan skor yang interpretasinya dapat dilihat

pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Interpretasi Hasil Uji Tubex(Kusumaningrat, I. dan Yasa,


I.,2014)

Skor Nilai Interpretasi


<2 Negatif Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif
3 Borderline Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi
pengujian, apabila masih meragukan lakukan
pengulangan beberapa hari kemudian
4-5 Positif Menunjukkan infeksi tifoid aktif
>6 Positif Indikasi kuat infeksi tifoid

3) Uji Thypidot

Uji Typhidot atau Metode dot enzyme immunoassay ialah sebuah

pemeriksaan serologi yang mendeteksi adanya antibody spesifik IgM maupun IgG

terhadap Salmonella typhi.Tes ini mempergunakan membrane nitroselulosa yang

berisi 50kDa spesifik protein dan antigen control.Tahap awal infeksi bakteri

Salmonella ditunjukkan dengan ditemukannya antibody IgM, sedangkan infeksi

lebih lanjut ditandai dengan peningkatan IgG.(Sudoyo, 2009).

Gambar 2.7 Prinsip dan Interpretasi untuk Uji Thypidot (M.Malathi,Dept


of Microbiology Chengalpattu Medical College.,2015)
16

Kultur bakteri memang gold standar untuk identifikasi bakteri Salmonella

, namun kepekaan atau sensitivitas thypidot lebih besar kurang lebih 93%

daripada kultur. Oleh karena itu, uji thypidot dapat digunakan sebagai diagnosis

cepat di daerah endemis demam tifoid (WHO, 2003; Marleni,

2012).Dibandingkan dengan pemeriksaan widal, uji thypidot memiliki tingkat

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik. Hal ini karena dalam uji thypidot

tidak perlu adanya reaksi silang dengan salmonellosis nontifoid (Meta,S.,2013).

Bahkan kemungkinan thyphidot IgM untuk terjadinya reaksi silang sangat kecil

karena berdasarkan mekanisme kerjanya typhidot mendeteksi IgM tidak pada O,

H dan Vi melainkan pada Outer Membran Protein (OMP) (Meta,S.,2013).

4) IgM Disptik

Tes dipstick Salmonella adalah tes untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik

terhadap antigen lipopolisakarida (LPS) dari Salmonella typhi dan Salmonella

paratyphi. Tes ini didasarkan atas ikatan antara IgM spesifik Salmonella typhi

dengan LPS tanpa membutuhkan peralatan dan keterampilan khusus serta dapat

diterapkan di daerah perifer (WHO,2003). Dipstick terdiri dari dua pita yang

tersusun secara horizontal: pita tes antigen (bawah) mengandung antigen reaktif

yang spesifik dan pita internal control (atas) mengandung anti-human IgM

antibodi. Uji didasarkan atas ikatan antibodi IgM spesifik S. typhi terhadap

antigen S. typhi. Ikatan antibodi IgM secara spesifik dideteksi dengan konjugat

IgM antihuman(WHO,2003).
17

Gambar 2.8 Prinsip tes dipstick. A: tes spesies IgT, B: tes Human
IgM, C: tes negatif, D: test positif untuk Ig anti-F1, E: tes positif untuk
IgM anti-F1 (Rajerison M,et al,2009).

Uji dilakukan dengan membuat dilusi 1:50 dari serum (4 µL) pada reagen

deteksi (200 µL) dan dipstick diinkubasi selama 3 jam pada temperatur ruangan.

Pewarnaan dari pita antigen menyatakan adanya antibodi IgM spesifik dalam

sampel serum.Kekuatan pewarnaan penting dalam interpretasi hasil tes.Referensi

warna strip digunakan untuk membandingkan intensitas pewarnaan dengan

rentangan dari 0 (tidak ada reaksi) sampai +4 (reaksi baik). Pada uji dengan

dipstick ini hasil dapat diinterpretasi dengan terbentuknya warna pada pita kontrol

sehingga dianggap positif dan jika tidak terbentuk warna pada pita kontrol maka

hasil dianggap negatif (WHO,2003).

5) Uji ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) Salmonella

typhi/paratyphi lgG dan lgM

Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang

dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi

Demam Tifoid/ Paratifoid.Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat

segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1 bila lgM

positif menandakan infeksi akut; 2 jika lgG positif menandakan pernah kontak
18

pernah terinfeksi atau reinfeksi di daerah endemik (UK Standards of

Microbiology,2015).

Gambar 2.9 Sarana untuk tes ELISA (Cosmo Bio USA,2011).

d) Tes Biokimia

1. Tes Urease TP 36 : Hasil tes ini bahwa Urease Spesies salmonella tidak

menghasilkan urease

2. Oxidase TP 26 : Tes oksidase yang hasilnya Spesies Salmonella bersifat

oksidase negatif

3. Tes Indole TP19 dengan Uji Indole, spesies salmonella bersifat indol

negative

e) Biomolekuler

1) PCR (Polymerase Chain Reaction)

Polymerase Chain Reaction adalah metode untuk amplifikasi

(perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA

spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari

jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang

tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk

memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan terkait

metode PCR, urutan segmen spesifik yang mengapit DNA yang akan
19

diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh

(Sucipta,A.,2015).

Gambar 2.10 Hasil PCR dari bakteri Salmonella (Takahisa


Miyamoto,1999)

Pemeriksaan PCR mempergunakan primer H1-d yang dapat dipakai untuk

mengamplifikasi gen spesifik S. typhi. Pemeriksaan ini tergolong cepat dan dapat

mendeteksi satu bakteri dalam beberapa jam (Sucipta,A.,2015). Pemeriksaan PCR

memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi daripada kultur bakteri, uji

widal, dan tes tubex. Kendala dalam penggunaan metode PCR yaitu rentan

dengan risiko kontaminasi yang mengakibatkan hasil positif palsu, terdapat

bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin

dan heparin dalam spesimen darah, bilirubin dan garam empedu dalam spesimen

feses), biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang relatif rumit(Marleni, M., Iriani,

Y., Tjuandra, W.,dan Theodorus.,2014).

Metode ini telah berhasil digunakan dalam identifikasi subspesies

Salmonella I, Salmonella enterica serovars typhimurium, typhi dan enteritidis

serta subspesies Salmonella enterica arizonae dan diarizonae (dengan cepat dan

akurat tanpa memerlukan pengujian serologis) (Anbazhagan D,dkk.2010).


20

2) Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionisation Time Of Flight Mass

Spectrometry (MALDI-TOF MS)

Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis komposisi protein sel

bakteri.Kemampuan metode ini dalam melakukan analisis sensitivitas sangat

cepat dan akurat.Keuntungan dari MALDI-TOF dibandingkan dengan metode

identifikasi lainnya adalah hasil analisis diperoleh dalam beberapa jam.

(Barbuddhe SB, Maier T,2008).

Metode ini telah digunakan untuk identifikasi Salmonella, serta dapat

dipakai dalam membedakan S. enterica serovar typhi dari serovar Salmonella

lainnya. MALDI-TOF MS menunjukkan bukti yang signifikan dalam identifikasi

bakteri Salmonella namun memerlukan studi tambahan untuk mengetahui

ketepatan identifikasinya (Clark AE,dkk.2013, Kuhns M,dkk.2012).

2.3 Diagnosis Infeksi Bakteri Salmonella typhi

a) Anamnesis

Demam yang dialami penderita mulai naik secara bertahap pada minggu

pertama lalu demam menetap (kontinyu) atau remiten pada minggu kedua.Demam

muncul pada sore/malam hari, sakit kepala, mialgia, anoreksia, mual, muntah,

serta diare.Demam adalah keluhan utama dari infeksi bakteri dan gejala klinis

terpenting yang timbul pada semua penderita. Demam dapat muncul secara tiba-

tiba, dalam 1-2 hari akan bertambah parah dengan gejala yang menyerupai

septisemia oleh karena Streptococcus atau Pneumococcus daripada S. typhi

(Parama,Y.C.,2011).

Gejala yang lain yakni menggigil tidak biasa seperti malaria pada

penderita yang berada di daerah endemis. Namun, demam tifoid akibat infeksi
21

bakteri Salmonella dan malaria dapat timbul bersamaan pada satu penderita.Sakit

kepala hebat yang menyertai demam tinggi dapat menyerupai gejala meningitis, di

sisi lain S. typhi juga dapat menembus sawar darah otak dan menyebabkan

meningitis.Manifestasi gejala mental kadang mendominasi gambaran klinis, yaitu

konfusi, stupor, psikotik atau koma. Nyeri perut kadang tak dapat dibedakan

dengan apendisitis (Parama,Y.C.,2011).

Pada tahap lanjut dapat muncul gambaran peritonitis akibat perforasiusus.

Pemeriksaan fisik yang didapat akibat infeksi bakteri Salmonella typhi adalah

Febris, kesadaran berkabut, bradikardia relative (peningkatan suhu 1°C tidak

diikuti peningkatan denyut nadi rata-rata 8x/menit dari normal), lidah yang

berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah) tremor,hepatomegali,

splenomegali, dan nyeri tekan pada bagian abdomen (Parama,Y.C.,2011).

b) Gejala Klinis

Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibanding

dengan penderita dewasa.Masa inkubasi rata-rata 10 – 20 hari.Setelah masa

inkubasi maka ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,

nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis

yang biasa ditemukan(Parama,Y.C.,2011). yaitu :

a. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu.Bersifat febris

remiten dan suhu tidak terlalu tinggi.Selama minggu pertama, suhu tubuh

berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan

meningkat lagi pada sore dan malam hari.Dalam minggu kedua, penderita terus
22

berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh beraangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga(Parama,Y.C.,2011).

b. Ganguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap.Bibir kering dan pecah-

pecah (ragaden).Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan

tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.Pada abdomen mungkin ditemukan

keadaan perut kembung (meteorismus).Hati dan limpa membesar disertai nyeri

pada perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal

bahkan dapat terjadi diare (Parama,Y.C.,2011).

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak sampai

somnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah(Parama,Y.C.,2011).

c) Uji Laboratorium

Dalam menunjang anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat dilakukan

pemeriksaan laboratorium. Pada penderita akan ditemukan lekopeni, lekositosis,

atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan laju endap darah,

anemia ringan, trombositopenia, gangguan fungsi hati seperti hepatitis tifosabila,

hepatomegali, ikterik, (ditunjukan dengan hasil bilirubin >30,6 umol/1,

peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks PT), serta kelainan

histopatologi(Parama,Y.C.,2011).

Pada kultur darah (biakan empedu) ditemukan hasil yang positif. Dalam

keadaan normal darah bersifat steril dan tidak dikenal adanya flora normal dalam

darah.Ditemukannya bakteri dalam darah disebut bakteremia. Pasien dengan

gejala klinis demam tiga hari atau lebih dan memperlihatkan hasil positif S. typhi
23

paratyphi juga dapat dijadikan sebagai diagnosa pasti infeksi abkteri salmonella

dalam hal ini demam tifoid (Parama,Y.C.,2011).

Selain itu, dapat pula dilakukan tes serologis seperti tes widal.Uji Widal

adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).Aglutinin

yang spesifik terhadap Salmonella terdapat dalam serum demam tifoid, juga pada

orang yang pemah terinfeksi Salmonella dan pada orang yang pernah divaksinasi

terhadap demam tifoid.Peningkatan titer uji Widal >4 kali lipat setelah satu

minggu dapat dijadikan pemeriksaan yang menunjang diagnosis. Uji widal

tunggal dengan titer antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas

dapat pula menegakkan diagnosis (WHO,2003).

Apabila kultur darah negatif , hal ini belum tentu diagnosisnya tidak

terinfeksi bakteri. Karena ada penderita dengan tifoid karier, yang mana

ditemukannya kuman Salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada

seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang yang setelah 1 tahun

mengalami demam tifoid (Parama,Y.C.,2011).


BAB III

PENUTUP

Salmonella adalah bakteri Gram negatif, memiliki flagela, bersifat

fakultatif anaerobik yang memiliki tiga antigen utama: antigen H atau flagela; O

atau antigen somatik; dan antigen Vi (hanya dimiliki beberapa serovar). Isolat

salmonella pada media SSA (Salmonella Shigella Agar) pada suhu 37oC nampak

koloni cembung, transparan, bercak hitam dibagian pusat.

Prinsip identifikasi Salmonella typhi adalah dengan melihat

penampang secara mikroskopis (pewarnaan gram), kultur bakteri, uji serologis, uji

biokimia dan biomolekuler. Masing-masing cara identifikasi memiliki keuntungan

dan kelemahan tersendiri. Oleh karena itu, pemilihan cara identifikasi disesuaikan

dengan kondisi dan waktu pemeriksaan.

Cara untuk mendiagnosis bakteri Salmonella typhi didapat dengan

anamnesis, lalu melihat gejala klinis yang muncul, gejala penyerta serta dengan

melakukan uji laboratorium baik kultur, serologis dan lainnya. Hal ini

dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis pasti penderita yang memang

terinfeksi bakteri Salmonella typhi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aryal,Sagar.2016.Media Kultur Bakteri. [online] Tersedia di:


https://microbiologyinfo.com/category/culture-media/.[Diunduh 04 Juli 2017].

Badan Litbang Kesehatan. Riset Keseha-tan Dasar 2007. Jakarta; 2008.[Online].


Tersedia di: https://www.k4health.org/sites/defa ult/files/laporan Nasional
Riskesdas 2007.pdf. [Diunduh 10 Mei 2017].
Badan POM,RI.2016.Sentra Informasi Keracunan Nasional.[online] Tersedia di:
http://ik.pom.go.id/v2016.[Diunduh 05 Mei 2017].
Barbuddhe SB, Maier T, Schwarz G, Kostrzewa M, Hof H, Domann E, et al.
Rapid identification and typing of listeria species by matrix-assisted laser
desorption ionization-time of flight mass spectrometry. Appl Environ Microbiol
2008;74:5402-7.
Bhunia, A. K. 2008. Foodborne microbial pathogens:Mechanisms and
pathogenesis.United States of America: Springer Science + Business Media, LLC.
Bhutta, Z. 2006. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Typhoid
Fever.BMJ, 333 (1): 78-82.

Brands D. 2006.Salmonella. Chelsea House Publishers: United States of America.


Choerunnisa, Tjiptaningrum, dan Basuki. 2014. Proporsi Pemeriksaan IgM Anti
Salmonella Typhi 09 Positif Menggunakan Tubex dengan Pemeriksaan Widal
Positif pada Pasien Klinis Demam Tifoid Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Bandar Lampung. Medical Journal of
Lampung University, 3 (1): 102-110.

Clark AE, Kaleta EJ, Arora A, Wolk DM.2013. Matrix-assisted laser desorption
ionization-time of flight mass spectrometry: a fundamental shift in the routine
practice of clinical microbiology. Clin Microbiol Rev. 26:547-603.

CosmoBio.2014. Rapid detection of Salmonella spp. by PCR amplification of


Salmonella specific region in gat D gene.USA.[Online] tersedia di:
http://www.cosmobiousa.com/csb_kits_chicken.html.[Diunduh 04 Juli 2017].

Dept. Medical Microbiology and Infectious diseases at University of Medical


Center Rotterdam.Salmonella typhi microbe canvas.[online] Tersedia di
http://microbe-canvas.com/Bacteria/gram-negative-rods/facultative-anaerobic-
3/catalase-positive-3/oxidase-negative/colistin-susceptible-1/salmonella-
typhi.html.[Diunduh 13 Mei 2017].

Evi,A.E.‘Analisis Multidrug Resistensi Terhadap Antibiotik Pada Salmonella


Typhi Dengan Teknik Multiplex PCR’, 1.1 (2013), 51–60.

26
27

Gray JT, Fedorka-Cray PJ. 2012. Salmonella. Di dalam: Foodborne Diseases. Ed


ke-2.Cliver, D.O. and Riemann, H. (Eds.). New York: Academic Press. pp. 55-68.
Hanes, D. 2003. Nontyphoid Salmonella. In Henegariu,O., Heerema, N. A.,
Dloughy, S. R., Vance, G. H and Vogt, P. H. (Eds.). International handbook of
foodborne pathogens, p. 137-149. New York: Marcel Dekker, Inc.
Intralab,Biotekindo.2016. Tubex Kit.[online] Tersedia di:
http://pacbiotekindo.co.id/index.php/product.[Diunduh 02 Juli 2017].
Jorgensen,JH.et al.Jawetz,Melnick & Adelbeg’s.2010.Medical Microbiology 25th
edition Chapter 15.New York : McGraw Hill Companies.
Kawano, R., Leano, S., and Agdamag, D. 2007.Comparison of Serological Test
Kits for Diagnosis of Typhoid Feverin the Philippines.Journal ofClinical
Microbiology, 45 (1): 246- 247.
Keddy, K., et al. 2011. Sensitivity and Specificity of Typhoid Fever Rapid
Antibody Tests for Laboratory Diagnosis at Two Sub-Saharan African Sites.Bull
World HealthOrgan, 89 (1): 640-647.
Kuhns M, Zautner AE, Rabsch W, Zimmermann O, Weig M, Bader O, et al.
.2012.Rapid discrimination of Salmonella enterica serovar Typhi from other
serovars by MALDI-TOF mass spectrometry. PLoS One.7:e40004.
Kusumaningrat, I. dan Yasa, I. 2014.Uji Tubex untuk Diagnosis Demam Tifoid di
Laboratorium Klinik Nikki Medika Denpasar.E-Jurnal MedikaUdayana: 3 (1):
22-37.
Linscott, A.J. (2011) Food-borne illnesses.Clin.Microbiol.Newsl., 33(6): 41-5.
Lubi,P.A.H.2015.”Identifikasi Bakteri Escherichia coli serta Salmonella sp. yang
Diisolasi dari Soto Ayam”.Jakarta: .Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah.
Mahandaru,Raffi.2013.TifoidpadaAnak.[online]Tersediadi:https://www.slideshare
.net/rafimahandaru/tifoid-pada-anak.[Diunduh 13 Mei 2017].
Malathi,M..2015.Diagnosis of salmonella. Dept of Microbiology Chengalpattu
Medical College.[online] Tersedia di:
2015https://www.slideshare.net/drmalathi13/laboratory-diagnosis-of-
salmonella.[Diunduh 26 Juni 2017]
Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W., dan Theodorus.2014. Ketepatan Uji Tubex
TF® dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4.Jurnal
Kedokteran danKesehatan, 1 (1): 7-11.
Maulana, Rizi.2011. Tes Widal. [online[ Tersedia di:
https://razimaulana.files.com/2011/03/widal.jpg.[Diunduh 03 Juli 2017].
28

Meta,S.,Wiranto,B.,Agustyas, T.,Tri,S.U.’Proportion Of Positive Igm Anti-Salmonella


Typhi Examination Using Typhidot With Positive Widal Examination In Clinical Patient
Of Acute Typhoid Fever In Rsud Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung’.2013.79-86.

Nelwan, R.H.H. 2007. Demam: Tipe dan Pendekatan dalam Sudoyo, Aru W. et.al.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Parama,Y.C.2011.’Bakteri Salmonella typhi’.Jurnal Kesehatan
Masyarakat.2011.(6)-1.
Pratama, I. dan Lestari, A. 2015.Efektivitas Tubex sebagai Metode Diagnosis
Cepat Demam Tifoid.ISM,2 (1): 70-73.

Qushai.2014.Prosedur Pemeriksaan Gall Culture Sebagai Diagnose Demam


Tifoid.[online] Tersedia di:http://qushai-fkm13.web.unair.ac.id/artikel_detail-
91548.[Diunduh 20 Mei 2017].
Rajerison,M,Dartevelle,S,Ralafiarisoa,LA,Bitam,et al.2009 .Development and
evaluation of two simple, rapid immunochromatographic tests for the detection of
Yersinia pestis antibodies in humans and reservoirs. [online] Tersedia di:
https://openi.nlm.nih.gov/detailedresult.php?img=PMC2668800_pntd.0000421.g0
02&req=4.[Diunduh 27 Juni 2017].
Riset Kesehatan Dasar.2007.Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.

Ryan KJ, Ray CG.2014.Sherris Medical Microbiology 6th edition.New York :


McGraw-Hill.p.579.

Septiawan, I., Herawati, S., dan Yasa,I. 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M


Anti Salmonella dalam Diagnosis Demam Tifoid.E-Jurnal MedikaUdayana, 2 (6):
1080-1090.

Sheikh, et al. ‘In Vivo Expression of Salmonella Enterica Serotype Typhi Genes
in the Blood of Patients with Typhoid Fever in Bangladesh’, 5.12 (2011)
<https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0001419>.

Shulman, T.S., Phair, J.P dan Sommers, H.M.Dasar biologis dan klinis penyakit
infeksi.Edisi
ke-4 (terjemahan), Yogyakarta:Gadjah Mada University Press,pp 300-305.
Siba, V., et al. 2012.Evaluation of Serological Diagnostic Tests for Typhoid Fever
in PapuaNew Guinea Using a Composite Reference Standard.Clinical and
VaccineImmunology, 19 (11): 1833-1837.

Sudoyo AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
29

Sucipta, A. 2015.Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid pada


Anak. Jurnal Skala Husada, 12 (1): 22-26.

Takahisa Miyamoto, Sudsai Trevanich, Ken-ichi Honjoh, Shoji


Hatano.1999.Japanese Journal of Food Microbiology.16(2), 99-109.

TriAtmodjo, Pdan Triningsih, E.M. 1998.Besarnya kasus demam tifoid di


Indonesia dan pola resisten Salmonella typhi terhadap antibiotika.Majalah
Kesehatan Masyarakat Indonesia.5:261-263.
UK Standards of Microbiology.2015.’Identification of Salmonella species’.Public
Health England.

World Health Organization (WHO). 2003. Typhoid fever.[online] Tersedia


di:http://www.who.int/.[Diunduh 14 Juni 2017].

World Health Organization. 2003. Essential safety requirement for street vended
foods. (Reviseded). Food Safety Unit, Division of Food and Nutrition.

Anda mungkin juga menyukai