Laporan Kajian Bidang Kerjasama Pembangunan Internasional Dalam Rangka Penyusunan Draft RPJMN 2015-2019
Laporan Kajian Bidang Kerjasama Pembangunan Internasional Dalam Rangka Penyusunan Draft RPJMN 2015-2019
Penanggung Jawab
Tubagus Achmad Choesni
Penyusun
Fithra Faisal Hastiadi
Rus’an Nasrudin
Editor
Priyanto Rohmatullah
Teni Widuriyanti
Dara Ayu Lestari
Harritz Dermawan
Desain
Wildan Abdurrahman
ii
Abstrak
iii
DAFTAR ISI
2.1.3 GGGI.......................................................................................... 12
iv
BAB III METODOLOGI DAN PENDEKATAN.................................................... 28
LAMPIRAN ............................................................................................................... 63
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu dari bentuk adaptasi bangsa Indonesia atas perubahan tersebut
adalah dibentuknya direktorat baru di BAPPENAS (Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional) yang bernama Direktorat Kerja Sama Pembangunan
Internasional dengan 3 subdirektorat: Subdirektorat Kerja Sama Pembangunan
Global, Subdirektorat Kerja Sama Pembangunan Kawasan, dan Subdirektorat
Kerja Sama Pembangunan Selatan-Selatan dan Triangular pada tahun 2012. Lebih
awal, dalam rangka pengembangan dan implementasi program kerja sama
pembangunan selatan-selatan dan triangular dibentuklah Tim Koordinasi Nasional
untuk Kerja Sama Selatan-selatan dan Traingular pada tahun 2010. Dua hal ini
mengisyaratkan bahwa kerja sama pembangunan internasional telah menjadi isu
penting bagi pemerintah Indonesia.
1
konstelasi kerja sama pembangunan internasional berpengaruh kuat terhadap
perkembangan dan arah kebijakan kerja sama pembagunan internasional yang
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.
Salah satu dari bentuk dinamika global dan kawasan tersebut adalah mulai
menguatnya pengakuan komunitas internasional atas peran negara-negara
berkembang dalam diplomasi ekonomi internasional. Dalam berbagai literatur
fenomena tersebut dikenal sebagai terbentuknya arsitektur baru kerja sama
internasional khususnya di bidang pembangunan dari pola yang disebut sebagai
Northern-led menjadi multipolar-led.
Adanya tuntutan peran yang serius dan di sisi lain kemajuan pelaksanaan
kerja sama pembangunan internasional yang perlu terus ditingkatkan menjadi
2
landasan urgensi studi evaluasi sekaligus perumusan arah kebijakannya. Untuk
itu, secara spesifik studi ini bertujuan untuk:
1. Melakukan telaah perkembangan kerja sama pembangunan internasional
di Indonesia periode 2009-2014;
2. Melakukan identifikasi isu strategis kebijakan di bidang kerja sama
pembangunan internasional;
3. Merumuskan arah kebijakan bidang kerja sama pembangunan
internasional.
1.4 Output
Kajian ini diharapkan menghasilkan output berupa tulisan ilmiah
(discussion paper) yang dapat memberikan masukan dan penyempurnaan dalam
penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di bidang kerja sama
pembangunan internasional Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Dokumentasi literatur tentang studi yang terkatit dengan arah dan kebijakan
kerja sama pembangunan dengan paradgima baru sebagaimana disebutkan di atas
4
di lingkup Indonesia masih sangat terbatas. Muhibat et al. (2014) adalah salah
satu literatur terkini yang mencoba memetakan implementasi kerja sama
pembangunan internasional Indonesia dalam kerangka Kerja Sama Selatan-selatan
dan Triangular (KSST). Studi ini dengan cukup komprehensif mengurai aspek
kelembagaan KSST di Indonesia. Namun studi ini masih terbatas berfokus pada
implementasi kerja sama pembangunan internasional dalam lingkup KSST.
5
Dalam hal ini, Mawdsley (2012) menekankan pentingnya para pemain baru
(emerging’ or ‘New’ donors) Non-DAC donors. Mawdsley mengkritik pendekatan
tradisional dalam kerja sama pembangunan yang hanya menekankan pada bantuan
(aid), dan memberikan sebuah bentuk kontribusi baru dari para pemain baru
tersebut yang akan bertolak jauh dari sekedar bantuan. Berikut adalah kutipan
pemikiran Mawdsley dalam bukunya “From Recipients to Donors: Emerging
Powers” and the Changing Development Landscape:
6
Indonesia terlibat langsung, yaitu: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional
Indonesia (Ibu Armida S. Alisjahbana), Menteri Koordinator Ekonomi dan
Keuangan Nigeria (Mrs. Ngozi Iweala), dan Menteri Kerja sama Pembangunan
Inggris (Mrs. Justine Greening).
7
Selatan-Selatan dan Triangular; serta (v) peran Middle Income Countries(MIC)
dalam pembangunan.
Peranan Indonesia
Salah satu mandat yang diberikan kepada GPEDC adalah memfasilitasi
pengembangan Knowledge Sharing dan lessons learned untuk membantu
pemecahan masalah pembangunan terutama dalam membantu pencapaian
Development Goals (baik MDGs, maupun Post-2015). Isu Knowledge Sharing
telah lama menjadi bahan pembahasan dalam berbagai forum internasional seperti
G20, UNDCF, dan GPEDC, namun belum dapat dihasilkan suatu mekanisme
yang terstruktur dan dapat digunakan dengan mudah pada tingkat negara (country
level) untuk peningkatan kapasitas dalam mengatasi persoalan pembangunan.
8
pembangunan paska 2015; (ii) menyiapkan mekanisme brokering supply dan
demand; (iii) infrastruktur CLKH, dan (iv) optimalisasi skema pendanaan.
Beberapa capaian yang telah dihasilkan dari forum kerja sama tersebut
dalam kurun waktu yang cukup singkat adalah sebagai berikut.
1. Deklarasi para pemimpin pada The G-20 Summit di Seoul pada tanggal 11-
12 November 2010, yang secara garis besarnya adalah menghasilkan
komitmen dan beberapa peraturan dari para anggota dalam mengusahakan
ketahanan ekonomi global, mempercepat pengadaan lapangan kerja,
9
menciptakan kondisi pasar yang stabil, mempersempit kesenjangan dan
mengenalkan solusi bertumbuh dalam krisis;
2. A Development Agenda atau yang dikenal dengan The Seoul Consensus on
Development yang menghasilkan kerangka kerja dalam memperkuat,
memberi kelanjutan dan keseimbangan dalam pertumbuhan dan kerja sama
dalam mengumpulkan dampak dan risiko dari kebijakan nasional pada
perekonomian dan pertumbuhan global. Dari forum tersebut, diidentifikasi 9
(sembilan) pilar utama yang dinilai penting dalam mewujudkan kondisi
negara-negara berkembang dan iklim dunia yang stabil, yaitu melalui
pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, perdagangan, swasta dan
penciptaan lapangan kerja, jaminan terhadap pangan, ketahanan, keuangan
inklusif, mobilisasi sumber daya domestik dan berbagi pengetahuan.
3. The Multiyears Action Plan (MYAP), yakni rencana rinci dalam
mendetailkan beberapa tindakan pada tiap pilar yang dijabarkan dalam The
Seoul Consensus on Development. Dalam rencana aksi tersebut, Indonesia
mempunyai peranan penting yakni: 1) Sebagai co-Facilitator dalam
mempertahankan pertumbuhan pilar, melalui komitmen yang serius untuk
mendukung dan memperkuat program perlindungan sosial di negara-negara
berkembang dan mengurangi angka kemiskinan; 2) Berperan aktif dalam
pilar infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, perdagangan dan
inklusi finansial; serta termasuk sebagai anggota aktif dalam South-South
Cooperation dan Triangular Cooperation dalam pilar Knowledge Sharing.
Peranan Indonesia
Peran Indonesia dalam forum kerja sama tersebut sangat penting mengingat
posisi strategis Indonesia untuk turut memberikan kontribusi dan sumbangan
pemikiran dalam penentuan tata kelola global (global governance) dan
pemecahan permasalahan global yang lebih sesuai dengan kondisi negara-negara
berkembang. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengambil beberapa tindakan dan
aktif pada kegiatan-kegiatan yang akan diadakan oleh Working Group sebagai
langkah agar dapat memberikan kontribusi untuk dunia secara nyata dan secara
khusus sebagai langkah untuk menciptakan iklim yang stabil bagi negara.
10
Dalam rangka mendukung peran aktif Pemerintah Indonesia pada forum G-
20 Development Working Group, BAPPENAS sebagai Ketua Working Group
mewakili Indonesia, telah menginisiasi Kegiatan Koordinasi Strategis Working
Group on Development. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyediakan fasilitas
yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas-tugas yang menjadi porsi Pemerintah
Indonesia dalam G-20 Development Working Group ataupun memfasilitasi
inisiatif-inisiatif pemerintah yang diperlukan dalam forum kerja sama tersebut.
Melalui Kegiatan Koordinasi Strategis ini diharapkan peran Indonesia dalam
forum-forum internasional (khususnya G-20 DWG) dapat ditingkatkan sehingga
dapat dihasilkan kebijakan ataupun produk-produk kebijakan global yang lebih
berpihak pada kepentingan negara-negara berkembang (Developing Countries)
atau negara-negara berpendapatan menengah (Middle Income Countries),
khususnya Indonesia.
11
Resource Development. Selain itu, pada tahun 2014 juga dilakukan penilaian
akuntabilitas negara anggota G20 terhadap pelaksanaan komitmen pembangunan
yang telah disepakati dalam 2010 Seoul Multi Years Action Plan. Pada tahun ini
DWG menghasilkan dua dokumen kesepakatan yaitu: (i) St. Petersburg
Development Outlook, dan; (ii) Saint Petersburg Accountability Report of G20
Development Commitments.
12
memperkuat pertumbuhan ekonomi, menanggulangi kemiskinan, menciptakan
kesempatan kerja dan menjaga kelestarian lingkungan.
GGGI memiliki dua governing bodies, yaitu Council dan Assembly. Council
merupakan badan eksekutif GGGI yang terdiri dari tidak lebih dari 17 anggota,
yaitu 5 participating members dan 5 contributing members yang dipilih oleh
Assembly, 5 experts dan aktor non negara yang dipilih oleh Council, host country
yang memiliki kursi permanen di Council dan Direktur Jenderal yang tidak
memiliki hak memilih. Anggota council menjabat selama 2 tahun. Council
bertanggung jawab dalam mengarahkan aktivitas GGGI dibawah pengawasan
Assembly, yang antara lain memilih Direktur Jendral, menyetujui strategi GGGI,
serta menyetujui dan melakukan review program kerja dan anggaran tahunan.
Assembly merupakan badan tertinggi dari GGGI yang mencakup seluruh anggota
dari GGGI. Tugas assembly antara lain adalah memilih anggota council dan
direktur jenderal, mempertimbangkan dan mengadopsi amandemen persetujuan
GGGI, serta mengarahkan program–program GGGI.
Peranan Indonesia
Indonesia menandatangani Establishment Agreement dengan GGGI pada
tanggal 17 September 2012 dan saat ini sedang dalam proses ratifikasi untuk
mengesahkan kerja sama antara Indonesia dan GGGI. Posisi Indonesia di
keanggotaan GGGI saat ini adalah menjadi participating member yang berarti
tidak mempunyai kewajiban untuk mengeluarkan dana bagi GGGI. Indonesia
bahkan juga menempati posisi sebagai Chair participating member di Council
GGGI. Keanggotaan Indonesia pada GGGI, sejalan dengan visi Pemerintah RI
yang memandang penting green growth sebagai strategi pengembangan ekonomi
yang bertumpu pada pemanfaatan sumber daya alam secara berkesinambungan.
Tujuan GGGI ini sangat sejalan dengan salah misi pembangunan nasional yang
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025, yaitu Indonesia yang asri dan lestari.
2.1.4 ICE-SDF
ICE-SDF (Intergovemental Comitte of Experts on Sustainable Development
Financing) merupakan komite yang dibentuk sebagai tindak lanjut kesepakatan
13
KTT Rio+20, yang tertuang pada pasal 255 Rio+20 outcome document. KTT
Rio+20 merupakan konferensi pertemuan tingkat tinggi antarpemerintah yang
dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brazil pada 20-22 Juni 2012, membahas mengenai
upaya-upaya implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable
development). Pada pertemuan tersebut, negara anggota memutuskan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan (sustainable
development goals/SDGs) yang dibangun di atas tujuan pembangunan milenium
(Milennium Development Goals/ MDGs) yang akan berakhir pelaksanaannya pada
tahun 2015, juga sebagai upaya dalam mengembangkan agenda pembangunan
pasca 2015.
Mandat yang tertuang dari pasal 255 Rio+20 adalah sebagai berikut (i)
mendirikan suatu proses antar pemerintah dibawah naungan Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan dukungan teknis dari sistem PBB, (ii)
proses tersebut akan dijalankan dalam bentuk konsultasi yang luas dan terbuka
14
dengan institusi keuangan regional dan internasional, serta berbagai pemangku
kepentingan yang relevan, (iii) proses tersebut akan melakukan penilaian
kebutuhan pendanaan, memperhatikan keefektifan, konsistensi, dan sinergi
berbagai existing instruments and frameworks serta mengevaluasi berbagai
initiatif, dengan maksud untuk menyiapkan laporan yang mengusulkan opsi
mengenai strategi pendanaan pembangunan berkelanjutan yang efektif untuk
memfasilitasi mobilisasi sumberdaya dan penggunaan yang efektif dalam
mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Komite terdiri dari 30 experts yang
mewakili kelompok regional dan sembilan experts yang bertugas sebagai
observer. Komite ini mulai efektif pada 21 Juni 2013.
Peranan Indonesia
Pada Forum ICE-SDF, Indonesia telah ditunjuk sebagai wakil dari negara
berkembang dan dari kawasan Asia Pasifik dalam merumuskan upaya-upaya
pendanaan untuk Agenda Pembangunan Paska 2015 yaitu Pembangunan
berkelanjutan. Indonesia melalui expert yang ditunjuk yaitu Bapak Lukita
Dinarsyah, Wakil Menteri Kementerian PPN/Waka. Bappenas, telah berkontribusi
dalam penyusunan laporan akhir ICE-SDF dan kontribusi tersebut telah didukung
dan dimuat dalam laporan akhir, yaitu:
15
Mempertimbangkan secara seksama isu efektifitas kerja sama pembangunan
dalam menunjang pembangunan berkelanjutan dan pengentasan
kemiskinan. Pentingnya knowledge sharing dalam kerja sama
pembangunan, baik kerja sama utara-selatan maupun selatan-selatan, yang
dapat meningkatkan efektivitas kerja sama pembangunan.
Menekankan perlunya peningkatan capacity building kepada negara-negara
berkembang, termasuk LDCs, dalam upaya meningkatkan domestic
resources mobilization (perpajakan, illicit flows), blended finance dan
penerapan kondisi sosial dan lingkungan hidup dalam rangka pembangunan
berkelanjutan. Pendanaan ODA untuk peningkatan kapasitas negara
berkembang perlu untuk ditingkatkan.
Blended finance merupakan salah satu sumber pendanaan penting bagi
pembangunan negara-negara berkembang, mengingat terbatasnya sumber
dana publik. Telah diusulkan agar dituangkan dalam laporan adanya
kebutuhan pengembangan environment condition yang kondusif bagi
pengembangan blended finance. Pengembangan blended finance seperti
Public Private Partnership (PPPs) juga memerluka dukungan adanya
Project Preparation Funds (PPF). Bank Pembangunan multilateral dan
regional dapat berperan penting bagi pembentukan PPF di negara-negara
berkembang.
Menekankan peran penting intermediaries dalam arus pendanaan.
2.1.5 ASEAN
Dengan disepakatinya Piagam ASEAN pada 15 Desember 2008, ASEAN
menjadi suatu organisasi kawasan yang sama sekali baru, dengan aturan hukum
yang jelas dan memiliki legal personality. Dilengkapi moto one vision, one
identity, one community, ASEAN terus melangkah menuju terbentuknya suatu
Komunitas ASEAN 2015. Pembukaan Piagam ASEAN secara tegas menyebutkan
komitmen masyarakat (We, the Peoples) negara anggota ASEAN untuk
mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN yang didasarkan pada tiga pilar,
yaitu kerja sama politik dan keamanan, kerja sama ekonomi, dan kerja sama sosial
budaya.
16
Melalui tiga pilar kerja sama yang disebutkan dalam Bali Concord II dan
ditegaskan kembali dalam Pembukaan Piagam ASEAN, jelaslah bahwa komunitas
ASEAN mendatang akan terdiri dari tiga komunitas, yaitu Komunitas Keamanan
ASEAN (ASEAN Security Community/ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN
(ASEAN Economic Community/AEC), dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN
(ASEAN Socio Cultural Community/ASCC).
Peran Indonesia
Keberhasilan ASEAN menandatangani suatu piagam bersama merupakan
dasar yang kuat bagi terbentuknya suatu komunitas ASEAN dan memperkuat
peran ASEAN dalam menghadapi berbagai perubahan arsitektur kerja sama
global
17
swasta di kawasan ASEAN. Dalam perkembangannya bahkan ASEAN juga
memiliki posisi tawar yang semakin meningkat dalam forum global semisal G-20
(Hermawan et al., 2011)
Ada isu yang dipandang perlu untuk menjadi prioritas Indonesia adalah
pembenahan ASEAN Secretariat, baik dari segi manajemennya yang perlu
dibedakan antara menjalankan peran administratif dengan fungsi seperti
commissioner layaknya di Eropa yang memiliki kewenangan dalam batas tertentu
sebagai organ tertinggi di ASEAN, maupun dari segi peningkatan anggaran.
18
Ide pembentukan Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur (BIMP-EAGA)
pertama kali disampaikan oleh Presiden Filipina, Fidel Ramos pada bulan Oktober
1992 untuk menghubungkan daerah Filipina Selatan dengan Wilayah Timur
Indonesia dan Wilayah Timur Malaysia. Ide tersebut kemudian disampaikan
kepada PM Malaysia Mahathir Muhamad dan Presiden Soeharto. Kerja sama
BIMP-EAGA secara resmi dibentuk melalui penandatanganan Agreed Minutes
pada pertemuan tingkat menteri di Davao City, Filipina, 26 Maret 1994. BIMP
EAGA tersebut diikuti oleh empat negara di kawasan timur ASEAN yaitu Brunei
Darussalam, Indonesia (Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi
Utara), Malaysia (Sabah, Serawak, dan Labuan), dan Filipina (Mindanao dan
Palawan)
Kerja sama BIMP-EAGA dibentuk untuk menarik minat para investor lokal
dan asing untuk melakukan investasi dan meningkatkan perdagangan di kawasan
timur ASEAN. Tujuan pembentukan BIMP-EAGA adalah mengembangkan kerja
sama sub-regional antara negara-negara anggota dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi di sub-kawasan tersebut. Sektor kerja sama yang
diprioritaskan adalah transportasi udara dan laut, perikanan, pariwisata, energi,
kehutanan, pengembangan sumber daya manusia dan mobilitas tenaga kerja.
Untuk melibatkan pihak swasta secara aktif telah dibentuk forum khusus East
ASEAN Business Council (EABC) di Davao City 15-19 Nopember 1994.
19
meliputi percepatan penerapan flagship projects, pembuatan database
perdagangan, investasi & pariwisata. Hal tersebut akan selaras dengan inisiatif
AEC dan bertujuan untuk memajukan proses integrasi ASEAN; menyepakati
peningkatan keterlibatan pihak swasta untuk berpartisipasi pada BIMP-EAGA
Business Council; menggerakkan sektor UKM bekerja sama dengan ADB serta
meningkatkan peran pemuda dalam kerja sama sosial budaya, riset, olahraga, dan
pendidikan.
Pada KTT ke-12 ASEAN di Cebu telah diadakan pula KTT ke-2 IMT-GT
yang menyepakati sebuah Joint Statement of the 2nd IMT-GT Summit yang
intinya antara lain penetapan IMT-GT Roadmap for Development 2007-2011 dan
penetapan empat IMT-GT Economic Corridors (extended Songkhla-Penang-
20
Medan, Straits of Malacca, Banda Aceh-Palembang, Dumai-Melaka); mendorong
penguatan peran Swasta dan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan kerja sama
IMT-GT; dukungan penguatan institusional IMT-GT; dan dukungan peran ADB
dalam IMT-GT.
21
Selanjutnya, sebagai jawaban atas persoalan belum adanya entitas yang kuat
untuk menangani KSST, pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi
Pengembangan KSST (Tim Koordinasi) sebagai satu-satunya kerangka
institusional koordinasi penyelenggaraan KSST oleh pemangku kepentingan
terkait.
22
2.3 Knowledge Sharing Hub
Sumber: BAPPENAS
23
ekonomi dan kemajuan sosial. Terdapat keinginan untuk berbagi pengalaman dan
pengetahuan (knowledge sharing) dalam pembangunan.
Knowledge sharing merupakan inisiatif Indonesia yang merupakan platform
untuk menjembatani negara-negara berkembang saling belajar dan memfasilitasi
proses pembelajaran dari pengalaman negara lainnya dalam menyelesaikan
berbagai isu pembangunan. KSST merupakan instrumen penting untuk
mengimplementasikan knowledge sharing. Mekanisme ini dikembangkan dengan
melibatkan sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil sehingga mekanisme
kerja sama ini dapat mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan
dengan lebih efektif. Dalam hal ini Knowledge Sharing merupakan elemen
penting untuk peningkatan efektivitas pembangunan, melalui pembelajaran best
practice on development, baik yang bersifat internasional, yaitu dari negara maju
kepada negara berkembang atau antar sesama negara berkembang, serta dalam
kerangka peningkatan kapasitas di dalam negeri, yaitu dari tingkat pusat kepada
tingkat daerah, ataupun pertukaran pembelajaran dari sesama tingkat daerah.
Dinamika pembangunan internasional telah berubah drastis termasuk
munculnya kekuatan – kekuatan ekonomi baru dari wilayah Selatan. The 4th High
Level Forum on Aid Effectiveness di Busa pada tahun 2011 berkontribusi terhadap
konstruksi kerja sama pembangunan yang komprehensif dengan menggabungkan
berbagai macam aktor baik aktor negara maupun non negara. Tren penting lainnya
adalah meningkatnya kepentingan akan skema kerja sama triangular, melalui
donor tradisional dan partner institusional, seperti organisasi internasional dan
berdampingan dengan negara – negara selatan untuk keuntungan dari negara
ketiga.
Adapun beberapa hasil yang diharapkan untuk tercapai dengan adanya
wadah knowledge sharing tersebut antara lain:
Aktor baru dalam dapat belajar dari pengalaman aktor – aktor yang telah
lebih dahulu aktif.
Memperlihatkan contoh – contoh sukses KSST termasuk refleksi dari
tantangan yang dihadapi.
Memperlihatkan aksi sukarela dari partner selatan – selatan untuk mencapai
tujuan dan prinsip pertemuan Busan.
24
Mengidentifikasi jumlah isu tematik dalam kerangka kerja post-2015,
dimana KSST dapat memberikan nilai tambahan.
25
negara, terutama MICs, dalam wilayah seperti perlindungan sosial,
manajemen bencana, perubahan iklim, dan agrikultur tropis, dan kesehatan
publik.
Mengidentifikasi dan menunjukkan praktik inovatif dalam KS.
Dalam laporan World Bank Institute, Indonesia tercatat telah aktif dalam
South-south Facility Exchanges, sejumlah lima kali sebagai provider dan dua kali
sebagai receiver. Sebagai contoh, Indonesia tercatat aktif bersama-sama dengan
Brazil dan Meksiko dalam program pengentasan kemiskinan ekstrim (Tackling
Extreme Poverty) di Bolivia dengan total pendanaan sebesar 77.200 USD dalam
kurun waktu 3 April 2009 hingga 31 Oktober 2010.
Program ini telah memberikan bekal pengetahuan dan skill kepada para
perencana pembangunan di Bolivia untuk merancang dan mengimplementasikan
program-program sosial yang vital dan paling diperlukan masyarakat yang paling
membutuhkan. Indonesia bersama-sama dengan China terlibat dalam program
Empowering local governments and reducing regional disparity: learning from
China and Indonesia atas permintaan India pada periode 2 Agustus 2011 hingga
30 Juni 2012 dengan hibah sebesar USD 18.559. Indonesia juga terlibat aktif
bersama-sama dengan Afrika Selatan, Rwanda dan Macedonia dalam kegiatan
resolusi konflik di Nepal (Nepal: Understanding Experiences in post Conflict
26
State building from South Africa, Rwanda and Indonesia) dengan hibah sebesar
116.015 USD pada periode 22 Mei 2009 hingga 31 Maret 2010.
27
BAB III
3.1 Metode
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah metode kualitatif deskriptif.
Hal ini didasarkan pada tujuan kajian untuk memetakan arah dan tantangan kerja
sama pembangunan internasional Indonesia. Penelitian deskriptif menurut
Zulganef (2008) adalah “penelitian yang bertujuan menggambarkan suatu kondisi
atau fenomena tertentu, tidak memilah-milah atau mencari faktor-faktor atau
variabel tertentu.” Adapun studi yang mencoba melihat dan memetakan faktor-
faktor tertentu dalam tema kerja sama pembangunan internasional Indonesia
diantaranya adalah Hastiadi dan Nasrudin (2013) dan Muhibat et al. (2014).
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung oleh peneliti. Dalam
kajian ini data primer diperoleh melalui wawancara dan diskusi langsung
dengan narasumber di beberapa institusi yang ditetapkan sebagai lingkup
sampel yaitu: Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Luar Negeri
dan pakar (Universitas).
28
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil penelitian orang
lain maupun literatur. Studi kepustakaan dilakukan guna memperoleh data
sekunder yang mendukung penelitian.
29
BAB IV
4.1 Menggali kesempatan dalam forum kerja sama global dan Kawasan
Indonesia berupaya mengatasi tantangan dalam negeri dan pada saat yang
sama memainkan peran penting di panggung pembangunan dunia. Selain menjadi
anggota G20, Indonesia adalah ketua Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC)
tahun 2013, ketua Dana Global untuk Memerangi AIDS, Tuberkulosis,dan
Malaria (GF), dan salah satu ketua panel tingkat tinggi untuk Agenda
Pembangunan Pasca 2015. Negara berpenghasilan menengah seperti Indonesia,
yang merupakan donor dan penerima bantuan, memperlihatkan perspektif yang
unik tentang pengalaman pembangunan, dan memainkan peran yang semakin
penting dalam kampanye global untuk mencapai Tujuan Pembangunan Milenium.
Delapan Tujuan Pembangunan Milenium yaitu menurunkan kemiskinan ekstrim
30
hingga separuhnya sampai dengan menghentikan penyebaran HIV/AIDS,
penanganan berbagai permasalahan lingkungan, dan menyediakan pendidikan
dasar untuk semua telah menjadi tonggak penting dalam upaya pembangunan
global dan nasional Indonesia. Kemitraan global dalam pembangunan semakin
berfokus pada solidaritas dan kerja sama antar negara. Dengan semakin dekatnya
tenggat waktu pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium yang akan berakhir
pada tahun 2015, Indonesia turut membantu upaya internasional menentukan
tonggak kemajuan melalui kepemimpinannya dalam proses penyusunan agenda
pembangunan pasca 2015.
Melihat dampak komitmen yang diambil indonesia dalam forum kerja sama
Global
Dalam Global Partnership for Effective Development Cooperation
(GPEDC), seiring dengan semakin besarnya peranan dari negara-negara
31
berpendapatan menengah dalam hal kerja sama pembangunan internasional,
GPEDC memberikan ruang diskusi yang cukup terbuka. Namun permasalahannya
adalah negara-negara berpendapatan menengah tersebut memiliki agenda dan
kepentingan yang berbeda yang pada gilirannya menghambat pekembangan dari
GPEDC itu sendiri. Berangkat dari masalah ini, maka Indonesia perlu
mendefinisikan lagi kepentingan domestiknya dan bagaimana bisa membawa
kepentingan tersebut ke ruang diskusi yang lebih luas pada GPEDC sementara
pada sisi yang lain juga mengakomodasi kepentingan dari negara-negara lainnya
yang tergabung dalam GPEDC.
32
Selain daripada itu Berdasarkan Busan Outcome Document, beberapa
prinsip yang telah disepakati yang sejalan dengan berbagai komitmen
internasional yang diantaranya tentang tentang hak asasi manusia, pekerjaan yang
layak, kesetaraan gender, kelestarian lingkungan yang menjadi fondasi kerja sama
pembangunan antara lain:
Kepemilikan oleh negara-negara berkembang
Kemitraan untuk pembangunan hanya dapat berhasil jika dipimpin oleh
negara-negara berkembang, menerapkan pendekatan yang disesuaikan
dengan situasi dan kebutuhan khusus masing-masing negara.
Fokus pada hasil
Tiap upaya Global Partnership harus memiliki dampak nyata dalam
memberantas kemiskinan dan mengurangi kesenjangan dan meningkatkan
pengembangan kapasitas negara yang sejalan dengan prioritas dan kebijakan
yang ditetapkan oleh negara-negara berkembang sendiri.
Kemitraan pembangunan yang inklusif
Keterbukaan, kepercayaan, dan saling menghormati dan belajar merupakan
inti dari kemitraan yang efektif dalam mendukung tujuan pembangunan
serta mengakui peran masing-masing aktor yang berbeda dan saling
melengkapi
Transparansi dan akuntabilitas satu sama lain
Akuntabilitas dan pertanggungjawaban kepada penerima bantuan. Praktik
transparansi membentuk dasar untuk peningkatan akuntabilitas.
33
Kelompok Kerja Antar Pemerintah SDG. Oleh karena itu, diskusi harus
memberikan kontribusi dan dukungan untuk diskusi substansial dalam
forum yang ada dan alat-alat untuk mencapai agenda pembangunan global.
Melengkapi forum pembangunan global lainnya.
Global Partnership diharapkan dapat melengkapi forum pembangunan yang
ada seperti HLP dan G-20. Global Partnership akan digunakan sebagai
mekanisme untuk mendukung tujuan pembangunan yang dibahas dalam
forum pembangunan global.
34
pembelajaran international best practice on development baik antara negara maju
kepada negara berkembang maupun antar sesama negara berkembang.
Terkait dengan green growth, Indonesia memiliki isu besar dalam hal
eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan. Hal ini tentu akan mencederai
prinsip-prinsip yang ada dalam Global Green Growth Institute (GGGI) dalam hal
mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hal ini juga terait dengan
pencapaian target-target Indonesia dalam kerangka post MDGs. Permasalahan lain
yang juga masih harus dicari solusi praktisnya adalah dalam hal inovasi
pembiayaan untuk mencapai target-target tersebut dan pembentukan
intergovernmental expert untuk memberikan professional assessment sebagai
sarana monitoring dan evaluasi dari target-target tersebut. Target eksplisit yang
harus dipenuhi sebagaimana diamanahkan oleh High Level Panel on the Post-
2015 Development Agenda Pada tanggal 30 Mei 2013 adalah sebagai berikut:
35
i. Mengakhiri kondisi kemiskinan ekstrim (extreme poverty);
ii. Fokus pada pembangunan berkelanjutan dengan mengintegrasikan aspek
sosial, ekonomi dan lingungan dalam membangun dimensi holistik dari
keberlanjutan;
iii. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif;
iv. Membangun institusi yang efektif dan terbuka aksesnya bagi semua orang;
v. Menciptakan kemitraan global yang berlandaskan prinsip-prinsip
pembaharuan yaitu pembaharuan solidaritas, kerja sama dan akuntabilitas
bersama.
Sumber: BAPPENAS
36
menjadi pelaku aktif pembangunan dengan pembekalan peningkatan kapasitas
yang diberikan sebelumnya.
Knowledge Sharing merupakan elemen penting untuk peningkatan
efektivitas pembangunan, melalui pembelajaran best practice on development,
baik yang bersifat internasional, yaitu dari negara maju kepada negara
berkembang atau antar sesama negara berkembang, serta dalam kerangka
peningkatan kapasitas di dalam negeri, yaitu dari tingkat pusat kepada tingkat
daerah, ataupun pertukaran pembelajaran dari sesama tingkat daerah.
37
Gambar 3. Knowledge Sharing Capacity
Sumber: BAPPENAS
3. Pendanaan
Pengaturan budget untuk pelaksanaan proses knowledge sharing.
Model bisnis yang dapat menunjang pemasukan dana.
38
4. Kemitraan
Upaya-upaya untuk mengembangkan jejaring (network) serta partner
dalam knowledge sharing pada tataran wilayah Timur Indonesia.
3. Knowledge Sharing
Mekanisme yang dianggap efektif untuk knowledge sharing pada tataran
internal maupun eksternal.
Sistem, alat, dan proses yang digunakan untuk mendorong knowledge
sharing.
39
excellence dan institusi knowledge sharing yang menyediakan solusi manajemen
bencana yang inovatif dan efektif dalam bidang manajemen bencana pada tingkat
nasional, regional, maupun global.
Dalam proses mencapai visi tersebut, secara jangka panjang BNPB saat ini
lebih berfokus kepada penguatan knowledge hub tingkat nasional (CLKH) dengan
BPBD yang berjumlah lebih dari 400 serta mitra lokal sebagai ujung tombak
dalam menangani mitigasi bencana. Dalam mendorong upaya tersebut, berbagai
progam untuk menudukung BPBD telah dilakukan dengan pengembangan
program distance learning dari Pusdiklat BNPB di Sentul sebagai salah satu
contoh. Selain itu BNPB berpandangan bahwa riset adalah inti dari knowledge
sharing sehingga dalam pelaksanaan knowledge project road map, BNPB telah
menjalin kerja sama dengan 12 universitas lokal dalam melakukan riset-riset
bidang kebencanaan dengan tujuan utama pembentukan Pusat Pengetahuan
Bencana pada tahun 2015-2019.
40
Mulai tahun 2008 PNPM Mandiri diperluas dengan melibatkan Program
Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW) untuk
mengintegrasikan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dengan daerah sekitarnya.
PNPM Mandiri diperkuat dengan berbagai program pemberdayaan masyarakat
yang dilaksanakan oleh berbagai departemen/sektor dan pemerintah daerah.
Adapun salah satu komponen terbesar dari PNPM tersebut adalah PNPM
Mandiri Pedesaan yang merupakan salah satu mekanisme program pemberdayaan
masyarakat yang digunakan PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat
penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di wilayah
perdesaan. Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai
program pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya,
program ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di
wilayah perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/
kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk
Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung. Besaran dana BLM yang
dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp3 miliar per kecamatan, tergantung
jumlah penduduk.
Selama pelaksanaan PPK (PPK I, PPK II, PPK III dan PNPM PPK) sejak
1998-2007, program pemberdayaan masyarakat terbesar ini telah menjangkau
41
lebih dari separuh desa termiskin di tanah air. Pada 2007 saja, pelaksanaan PNPM
Mandiri Perdesaan (PNPM-PPK) menjangkau 26.724 desa dari 1.837 kecamatan
di 32 provinsi. Pada 2008, PNPM Mandiri Perdesaan dinikmati di 34.031 desa
dari 2.230 kecamatan di 32 provinsi di tanah air. Sedangkan pada 2009,
jumlahnya mencapai 50.201 desa dari 3.908 kecamatan di tanah air. Jumlah
tersebut belum termasuk desa yang memperoleh pendanaan dari program-program
lain yang melekat pada PNPM Mandiri Perdesaan, seperti PNPM Generasi Sehat
dan Cerdas (PNPM-Generasi), PNPM Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias
(PNPM-R2PN), PNPM Rencana Strategis Pembangunan Kampung (PNPM-
Respek), PNPM Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif
(PNPM-P2SPP), dan lain-lain.
42
pengambilan keputusan menyangkut alokasi dana bagi pembangunan
publik di desa masing-masing.
Sekitar 62% dari peserta yang hadir dalam musyawarah perencanaan
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan kelompok masyarakat yang paling
miskin di desanya, dan sekitar 70% tenaga kerja untuk kegiatan
pembangunan sarana/ prasarana PNPM Mandiri Perdesaan berasal dari
kelompok paling miskin.
Partisipasi perempuan dalam berbagai pertemuan dan kegiatan PNPM
Mandiri Perdesaan terus meningkat, berkisar antara 31-46%.
Rata–rata swadaya masyarakat secara keseluruhan adalah 17% dan
bervariasi di tiap provinsi.
Sebanyak 82% masyarakat lokal di lokasi PPK (kini bernama: PNPM
MPd) kini menyatakan telah memiliki kemampuan berorganisasi dan
kapasitas diri berkat peningkatan kapasitas yang menyertai pelaksanan.
Sebanyak 72% Unit Pengelola Kegiatan (UPK) di kecamatan lokasi
PNPM MPd memiliki kinerja yang baik dan memadai, serta berpotensi
untuk berkembang.
Tingginya komitmen pemerintah dan kontribusi mencapai 40% dari
kabupaten-kabupaten pada PPK II, PPK III, serta PNPM-PPK yang
menyediakan dana bersama (matching grants) dan cost sharing untuk
pelaksanaan program. Semua kabupaten di PPK III dan PNPM-PPK
menyediakan dana dari anggaran daerah untuk pelaksanaan program.
Akuntabilitas pemerintah dan peranan masyarakat madani lebih kuat.
Konsultan dan jurnalis di provinsi PNPM MPd bertindak sebagai
pengawas untuk memantau pelaksanaan PNPM MPd secara independen.
Program telah membangun mekanisme yang memungkinkan ketegangan
yang diredakan. Hal ini terbukti dari keberhasilan pelaksanaan program
di lokasi konflik dan bencana.
43
dana dalam program yang menjunjung semangat transparansi dan
akuntabilitas ini sangat rendah, hanya sekitar 0,18% dari total dana yang
telah disalurkan.
44
dibangun oleh pemerintah maupun kontraktor. Berdasarkan studi konsultan
independen diketahui, 94% prasarana yang dibangun dinilai berkualitas baik
dan sangat baik secara teknis.
45
bantuan sosial yang dimaksudkan demi mempertahankan kehidupan (life survival)
dalam kebutuhan dasar terutama pendidikan dan kesehatan. Di sisi lain, PKH
bernuansa pemberdayaan yakni menguatkan rumah tangga miskin agar mampu
keluar dari kemiskinannya melalui promosi kesehatan dan mendorong anak
bersekolah. Dana yang diberikan kepada RTSM secara tunai melalui Kantor Pos
dimaksudkan agar penerima dapat mengakses fasilitas pendidikan dan kesehatan
yakni anak-anak harus bersekolah hingga sekolah menengah pertama, anak balita
harus mendapatkan imunisasi, dan ibu hamil harus memeriksakan kandungan
secara rutin (berkala).
PKH memang salah satu saja dari upaya pemerintah untuk meningkatkan
kualitas manusia Indonesia dengan mengkampanyekan pembangunan manusia
Indonesia untuk meningkatkan pelayanan dasar kepada masyarakat melalui
program pemberian subsidi bersyarat, namun program ini dipandang sebagai
penggerak perubahan pola pikir, sesuai dengan kondisi persyaratan yang
diinginkan, yaitu memberikan kesempatan untuk memperoleh pelayanan
pendidikan dan kesehatan untuk anak-anak RTSM. Tujuan utamanya adalah
untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
terutama pada kelompok masyarakat miskin. Tujuan tersebut sekaligus sebagai
upaya mempercepat pencapaian target Millennium Development Goals (MDGs)
tahun 2015 yakni pengentasan kemiskinan, perolehan pendidikan dasar seluruh
dunia, mendorong kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan, pengurangan
angka kematian anak-anak, meningkatkan kesehatan ibu, pemberantasan penyakit
malaria, HIV/AIDS dan penyakit lainnya, memastikan keberlangsungan
lingkungan hidup, dan membangun kemitraan global untuk pembangunan). Dari 8
item MDGs, PKH mencakup 5 item yakni: (1) pengurangan penduduk miskin
ekstrim dan kelaparan, (2) pencapaian pendidikan dasar, (3) kesetaraan gender,
(4) pengurangan angka kematian bayi dan balita, dan (5) pengurangan kematian
ibu melahirkan.
46
berjalan hingga tahun 2015 sesuai target pencapaian Millennium Development
Goals (MDGs) sertamerupakan cikal bakalpengembangan sistem perlindungan
sosial, khususnya bagi keluarga sangat miskin. Pertama kali diluncurkan tahun
2007, PKH mencakup ketujuh propinsi yang disebutkan di atas yang didasarkan
atas sejumlah kriteria yakni kondisi kemiskinan, gizi buruk, angka putus sekolah
dan kesiapan dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan. Tahun berikutnya
mencakup Aceh, Sumatera Utara, Banten, D.I. Yogyakarta, Kalimantan Selatan,
dan Nusa Tenggara Barat.
47
iii. Berlanjut, yakni kegiatan telah dilakukan setidaknya selama dua tahun dan
masih berlangsung serta terdapat rencana ke depan untuk dilanjutkan
dengan pendanaan mandiri maupun dari masyarakat;
iv. Akuntabel, yakni kegiatan dapat dipertanggung jawabkan bagi semua
pihak serta masyarakat;
v. Berpihak kepada masyarakat miskin serta kesetaraan gender, yakni
kegiatan dilaksanakan demi kepentingan masyarakat miskin dan
dialksnakan dengan prinsip-prinsip kesetaraan gender;
vi. Berdampak nyata, yakni kegiatan terbukti memberikan manfaat serta
dampak positif nyata yang dialami oleh masyarakat.
48
sekitar 12.000 dokumen yang bersifat user generated, yakni konten
tersebut berasal dari para pengguna itu sendiri.
e. pemanfaatan media sosial yang tengah populer seperti Facebook (7.100
members), Twitter (1.163 followers), serta Youtube (50 video dan sekitar
24.500 viewers).
f. pelaksanaan diskusi “Inspirasi BaKTI”, yakni diskusi-diskusi seputar
kebijakan serta praktik-praktik cerdas bidang pembangunan yang
diselenggarakan tiap bulan di sekretarait BaKTI dan tiap 2 bulan di
ibukota-ibukota provinsi kawasan timur Indonesia serta pelaksanaan
training knowledge sharing yang telah diselenggarakan sebanyak 6 kali
serta dihadiri oleh rata-rata 20 orang
g. pembentukan Forum Kawasan Timur Indonesia yang beranggotakan
pihak-pihak yang melakukan inovasi-inovasi dalam pembangunan baik
dari Pemda, LSM, maupun swasta. Selain daripada itu, terdapat pula
Forum Kepala Bappeda yang telah diselenggarakan sebanyak 10 kali
serta Forum Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JiKTI) yang
telah memiliki lebih dari 700 anggota.
49
guna melayani konstituen masing-masing Adapun salah satu program
pembangunan kapasitas unggulan UCLG adalah Decentrelized Local Government
(Delgosea) yang merupakan knowledge hub yang betujuan untuk mendorong
upaya replikasi serta transfer best practices dalam bidang tata kelola pemerintahan
yang baik (good governance), peer to peer learning, networking, serta kerja sama
di antara anggotanya. Dalam program Delgosea tersebut, terdapat empat tema
utama dalam memfasilitasi pertukaran dan pengembangan best practices di
kawasan Asia-Pasifik: (i) participation of planning and decision making, (ii)
institutional governance, (iii) inclusive public-urban services , serta (iv) fiscal
management and investment planning.
50
selanjutnya diharapkan mampu meningkatkan kualitas koordinasi, kejelasan visi,
tujuan, dan mandat, transparansi, efektivitas dan meningkatnya dukungan
pemangku kepentingan domestik.
51
Selanjutnya dalam rangka mendukung tercapainya efektivitas, transparansi
dan integrasi KSST, peraturan perundangan dimaksud juga mengakomodir
kejelasan tugas dan mandat pelaksana KSST. Studi evaluasi tentang pelaksanaan
KSST periode 1 menunjukkan tingkat tindak lanjut dari berbagai agenda
pengembangan KSST yang rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini
adalah belum jelasnya tugas dan mandat pelaksana KSST khususnya sinergi
antara Tim Koordinasi dan Kementerian Teknis pelaksana KSST.
52
arah kebijakan dalam isu strategis pertama (kerangka regulasi) dapat menjadi
landasan arah kebijakan terkait isu strategis ini.
53
institusi masing-masing. Dalam hal ini upaya peningkatan kapasitas saja tidak
cukup. Pada saat yang sama, terkait dengan semakin besarnya dorongan eksternal
dan hadirnya momentum bagi Indonesia untuk berperan sebagai Key Player
KSST di tingkat kawasan, diperlukan arah kebijakan untuk meningkatkan
kapasitas pelaksanaan KSST.
Penciptaan Proses Umpan Balik Melalui Monitoring dan Evaluasi yang Kuat
Studi evaluasi pelaksanaan KSST menunjukkan bahwa pemangku
kepentingan domestik mengakui belum mendapatkan umpan balik yang memadai
baik dalam konteks langsung maupun tidak langsung dari negara penerima
program KSST, kecuali pemangku kepentingan di bidang pendidikan. Untuk itu,
perumusan proses umpan balik melalui monitoring dan evaluasi yang kuat
menjadi kebutuhan dalam rangka menuju periode 2 pelaksanaan KSST yang
memiliki fokus peningkatan dan perluasan kerja sama, pengembangan program
baru, peningkatan keterlibatan lembaga non-pemerintah.
54
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
55
global. Dalam proses ini, Indonesia memainkan peranan penting karena
merupakan satu-satunya negara ASEAN di G-20 dan memiliki posisi strategis
sebagai ”penyambung” kepentingan ASEAN dan G-20.
Dalam konteks kerja sama global, Indonesia saat ini sedang berupaya
mengatasi tantangan dalam negeri dan kawasan dan pada saat yang sama
memainkan peran penting di panggung pembangunan dunia. Saat ini, Indonesia
merupakan kekuatan ekonomi yang semakin meningkat, demokrasi yang dinamis,
negara terkemuka dalam berbagai organisasi internasional. Meskipun demikian,
jumlah kelompok miskin dan paling rentan -mencakup hampir setengah dari
jumlah penduduk- masih berpenghasilan kurang dari USD 2 per hari.
Desentralisasi pemerintahan, yang secara umum menunjukkan perkembangan
demokrasi yang positif, belum meningkatkan pemerataan akses terhadap
pelayanan dasar untuk seluruh masyarakat di wilayah nusantara. Indonesia terus
berjuang memperkuat lembaga pemerintahan yang masih rapuh, memerangi
korupsi endemik, dan rendahnya toleransi dimana semua hal tersebut merupakan
prioritas untuk kemitraan kedua negara. Posisi Indonesia semakin diakui di
tingkat dunia dan pengaruhnya semakin meningkat, tetapi manfaat demokratisasi
dan pertumbuhan ekonomi belum sepenuhnya terwujud di Indonesia.
56
Dengan keterlibatan Indonesia di organisasi-organisasi internasional,
Indonesia memiliki kesempatan untuk mendapatkan sharing pengalaman dari
negara-negara lain, khususnya negara-negara maju, terkait dengan upaya-upaya
efektif mereka dalam menghadapi pelbagai permasalahan mereka sehingga
Indonesia dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut. Keterlibatan ini
diharapkan juga mampu membawa pesan-pesan positif bagi pembangunan
kawasan dan mampu diberdayakan Indonesia untuk menyuarakan kepentingan
regional di ranah global. Dengan demikian interdependensi antara KSST, regional
serta global menjadi lebih nyata.
Salah satu isu krusial dalam pengembangan Country Led Knowledge Hub
(CLKH) adalah mekanisme untuk mendorong semua pihak (supplier dan
demander) untuk menjalankan creation dan sharing pengetahuan. Beberapa
strategi dan mekanisme yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Insentif berupa pemberian porsi anggaran yang lebih besar bagi Bappeda
yang berhasil mendorong knowledge sharing.
b. Membuat suatu mekanisme yang mengharuskan pelaku pembangunan
untuk membuat laporan eksplisit yang memuat lessons learned sehingga
bisa dijadikan best practices.
57
c. Penguatan leadership di daerah sehingga mekanisme tersebut dapat
dipastikan berjalan dengan baik.
d. Membuat mekanisme yang “mewajibkan” Bappeda di daerah untuk
mereplikasi suatu best practices yang sesuai. Disamping itu, dibutuhkan
pula adanya sosialisasi ke Bappeda sehingga muncul kesadaran untuk
mengembangkan knowledge sharing di daerahnya.
Dari uraian di atas, studi ini merumuskan beberapa isu strategis yang dapat
menjadi dasar arah kebijakan kerja sama pembangunan internasional:
Pertama, kerja sama pembangunan internasional dalam konteks
praktisnya penyelenggaraan kerja sama selatan-selatan menjadi
keniscayaan kebijakan nasional atas tiga alasan: (1) amanat konstitusi (2)
peran hitoris Indonesia yang cukup panjang dan strategis dalam pola
kerja sama tersebut (2) dukungan legitimasi ekonomi sebagai negara
dengan status baru yaitu Newly Middle Income Country. Kerja sama
global dan kawasan adalah complementarity kebijakan ini dalam konteks
diplomasi ekonomi.
Kedua, secara potensial, pemangku kepentingan KPI memandang bahwa
manfaat secara langsung dalam konteks diplomasi ekonomi dan tidak
langsung terhadap perekonomian domestik cukup besar. Hal ini yang
mendasari dukungan untuk menyelenggarakan KPI secara lebih intesif.
Pengalaman negara maju maupun negara termasuk Newly Middle Income
Country yang secara efektif memanfaatkan dampak tidak langsung dari
adanya KPI menunjukkan efek positif terhadap perekonomian domestik
mereka. Untuk itu diperlukan desain nasional yang memuat secara jelas
visi dan misi KPI, indikator keberhasilan dan format kelembagaan di
tingkat nasional.
Ketiga, kesamaan sejarah dan kondisi pembangunan ekonomi
(development proximity) sangat memungkinkan Indonesia untuk dapat
menjadi mitra yang efektif dengan negara berkembang lain khususnya
yang memiliki tingkat kemajuan pembangunan (sektor) yang sama atau
lebih rendah dalam kerangka Knowldge sharing hub.
58
Keempat, peraturan perundangan yang mengatur tentang
penyelenggaraan KPI masih sangat terbatas. Untuk dapat memberikan
ruang gerak yang lebih leluasa termasuk efektivitas koordinasi dan
kejelasan visi dan misi KPI diperlukan pengaturan yang lebih lanjut
dalam konteks peraturan perundangan atas penyelenggaraan KPI.
Kelima, dari kajian ini juga dapat direkomendasikan pentingnya
koordinasi yang lebih efektif diantara kementerian dan lembaga yang
selama ini mengambil bagian dalam kerja sama global, regional dan
KSST baik dalam hal program dan aktivitas, maupun pendanaan.
Pelaporan tentang aktivitas dan pendanaan menjadi penting untuk
menunjukkan tingkat keseriusan Indonesia dalam memenuhi
komitmennya dalam forum-forum internasional.
59
DAFTAR PUSTAKA
Hastiadi, Fithra Faisal (2012) 'Making East Asian Regionalism Work: From
Regionalization to Regionalism'. Lambert Academic Publishing
60
Mawdsley, Emma (2012), ‘From Recipients to Donors: Emerging Powers and the
Changing Development Landscape’ London: Zed Books.
Stiglitz, Joseph (2006), ‘Making Globalisation Work’ New York: W.W Norton
and Company inc.
Umar, Husein (2002), Metode Riset Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
---------------. (1998) ‘Assessing Aid: What Works, What Doesn't, and Why.’ A
World Bank Policy Research Report. Oxford University PressU.N.
document, A/RES/60/1 (2005) World Summit Outcome, adopted September
16, 2005, p. 36.
61
62
LAMPIRAN
63
64
Risalah Konsinyering
Pembahasan Laporan Pendahuluan Kajian Dit. KPI TA 2014
Agenda
1. Membahas laporan pendahuluan yang disusun oleh tim konsultan (LPEM UI).
2. Mendapat masukan untuk melakukan analisis kajian.
Ibu Teni selaku Kasubdit Global menyampaikan bahwa draft RPJMN bidang politik
yang sudah disusun oleh Deputi Bidang Polhukhankam sudah cukup komprehensif
dimana sudah terdapat aspek politik dan ekonomi yang diharapkan kedepannya
dapat menjadi seimbang. Selanjutnya, penjelasan detail dari kedua aspek tersebut
perlu dimasukkan dalam kajian Dit. KPI dan diselaraskan dengan sasaran kerja sama
pembangunan internasional.
Beberapa isu utama terkait kerja sama pembangunan global dan KSST dari laporan
pendahuluan yang dipaparkan oleh tim Konsultan (LPEM UI) adalah sebagai berikut:
Ibu Wiwik dari Dit. Polkom, menyampaikan bahwa rekomendasi pada laporan
pendahuluan kajian Dit. KPI untuk sub bidang KSST sudah sangat detail dan
komprehensif. Terkait sub bidang kerja sama pembangunan global, sudah sejalan
dengan draft RPJM dan RKP yang disusun oleh Dit. Polkom khususnya bagian
diplomasi ekonomi yang ditulis berdasarkan in depth interview terutama dengan
Dirjen Multilateral (Pak Toferi) dan Direktur Pembangunan Ekonomi dan
Lingkungan Hidup (Pak Hasan) di Kemlu. Adapun kendala yang dihadapi pada saat
menyusun draft RPJM dan RKP adalah dalam perumusan grand strategy diplomasi
ekonomi dan grand strategy peran Indonesia di G-20.
Ibu Astri dari Dit. Polkom mengusulkan untuk melibatkan Dirjen Kerja Sama ASEAN
dan Dit. Intra Kawasan ASPASAF Kemlu dalam pembahasan kerja sama
pembangunan regional. Terkait isu strategis terutama kerangka regulasi baik di KSST
maupun global, agar dapat dibuat realistis dan dapat di breakdown target per tahun
serta menuliskan focal point. Untuk kajian yang saat ini dilakukan Dit. KPI dapat
memasukkan kajian kebutuhan pembentukan regulasi atau kebijakan khususnya
untuk KSST yang diperlukan untuk penyusunan KR RKP 2015.
Pak Rolly dari Dit. PIKEI menyampaikan bahwa untuk perdagangan luar negeri
terdapat 4 fokus utama, yaitu: market maintenance, market creation, product
creation, dan import management. Arah kebijakan KSST 5 tahun kedepannya akan
lebih baik jika dapat disinergikan dengan 4 fokus utama tersebut dan dapat
merumuskan strategi timbal balik yang saling menguntungkan. Disamping itu, KPPU
juga dianggap berpotensi untuk dijadikan sebagai pintu masuk untuk KSST.
A. Umum
1. Rapat dibuka dan dipimpin oleh Kasubdit. KSST, Direktorat KPI Bappenas.
Rapat membahas tentang hasil kajian studi latar belakang penyusunan
RPJMN 2015-2019 Bidang Kerja Sama Pembangunan Internasional (draf
laporan terlampir).
2. Pertemuan ini bermaksud untuk meminta masukan dan tanggapan dari
Kasubdit. KSST dan Kasubdit. Global, Direktorat KPI sebagai bahan dalam
penyempurnaan draf laporan akhir dari kajian yang dilakukan, dan
perencanaan timeline finalisasi output kajian.
3. Diundang Peneliti dari LPEM-UI sebagai narasumber, yaitu Bapak Rus’an
Nasrudin dan Bapak Fithra Faisal. Rapat dihadiri oleh Staf Direktorat Kerja
Sama Pembangunan Internasional.
B. Hasil Diskusi
Beberapa hal yang disampaikan oleh narasumber (Pak Rus’an dan Pak
Fithra - Peneliti LPEM-UI)
1. Pada peyusunan RPJMN 2015-2019, program-program Dit. KPI masih
berada di bawah lingkup bidang politik, hukum, pertahanan dan keamanan,
dan sebagian di bidang ekonomi.
2. Pengamatan perkembangan KPI ditinjau dari track record dan kegiatan-
kegiatan yang telah dilakukan di tahun-tahun sebelumnya. Kemudian
didukung pula dengan beberapa metode lain seperti studi literatur, wawancara
dan FGD dengan pihak terkait, khususnya Kementerian.
3. Salah satu arah kebijakan pada RPJMN III (2015-2019) untuk Sub Bidang
KSST maupun Sub Bidang Regional dan Global adalah kerangka regulasi dan
peraturan perundangan yang menaunginya.
4. Terdapat integrasi yang kuat antara kegiatan KSST dengan kegiatan Regional
dan Global, dimana tujuan akhirnya ialah peningkatan daya saing nasional di
segala bidang, dan menciptakan well-governed di Indonesia.
Beberapa hal yang disampaikan oleh Kasubdit KSST (Pak Priyanto R.)
1
5. Output dari kajian diharapkan tidak terbatas oleh judul yang ada. Perlu pula
dimasukan beberapa isu yang menjadi interest dari Dit. KPI kedepan. Studi
ini diharapkan pula dapat menjadi guide/reminder untuk kinerja Dit. KPI.
6. Blue print diharapkan dapat menjadi kerangka RPJMN, dan saat ini Dit. KPI
masih membuka untuk masukan untuk blue print yang ada.
7. Pola kegiatan KSST di kementerian-kementerian perlu ditinjau kembali.
Misalnya di Kementerian Luar Negeri, masih terdapat perbedaan perspektif
tentang kegiatan KSST. Sebagian merujuk kegiatan KSST sebagai langkah
awal menjalin kemitraan atau bagian dari foot printing, sementara sebagian
lainnya mengutamakan aid effectiveness, mengedepankan national interest
dan economic benefit dari kegiatan KSST.
8. Pada identifikasi keunggulan Indonesia diperlukan indikator kinerja,
penjelasan aplikasi dan pengembangan strategi yang dibuat, sehingga dapat
menentukan center of excellent. Dibutuhkan pula strategi untuk melibatkan
CSO dan sektor swasta pada kegiatan KSST yang akan datang.
9. Terkait program KSST di tahun 2015, dibutuhkan elaborasi dan rujukan dari
program pemerintah yang akan datang.
Beberapa hal yang disampaikan oleh Kasubdit Global (Bu Teni W.)
10. Kajian sebagai input untuk bahan review dan policy paper, dapat dibuat
dalam bentuk outline report.
11. Diperlukan pengelompokan terpisah sesuai dengan profil masing-masing sub
bidang regional dan sub bidang global.
12. Ruang lingkup sub bidang regional adalah hal-hal yang bersangkutan dengan
integrasi kawasan dan perdagangan internasional.
13. Untuk sub bidang global, kajian dapat dilakukan dengan melakukan break
down berdasarkan forum internasional. Forum-forum internasional yang
menjadi lingkup sub bidang global saat ini adalah G20, GGGI, GPEDC, dan
ICE-SDF.
14. Terdapat masukan untuk menganalisis positioning Indonesia di forum-forum
global yang telah diikuti, seperti analisis benefit yang dapat diperoleh
Indonesia. Hal ini diperlukan dikarenakan banyaknya forum-forum global
yang telah diikuti oleh Indonesia, dimana posisi dan kekuatan Indonesia pada
forum-forum tersebut, cukup bervariasi sehingga dapat dihasilkan sebuah
strategi dan prioritas keterlibatan Indonesia di dalam forum-forum
Internasional.
15. Dibutuhkan penajaman pembahasan mengenai kebijakan politik luar negeri
Indonesia, terkait agenda pembangunan, post-MDGs dan post-SDGs yang
tujuan akhirnya adalah keterlibatan Indonesia di forum regional dan global.
16. Perlu adanya analisis konsolidasi kebijakan-kebijakan yang ada di tingkat
nasional sehingga dapat sejalan dengan posisi dan hasil dari forum-forum
Internasional yang diikuti oleh Indonesia.
2
C. Tindak Lanjut
1. Judul kajian memerlukan perubahan secara substantif. Sesuai masukan, perlu
dibuat outline report dengan susunan baru yang telah diarahkan.
2. Pada bagian peraturan perundangan, pembahasan akan dibuat lebih eksplisit
dengan pemaparan yang lebih detil.
3. Untuk bahan kajian, terdapat beberapa technical issue yang perlu
diperbaharui. Bahan-bahan pendukung seperti arahan pimpinan, dan bahan
tambahan lainnya akan diberikan ke Pak Rus’an dan Pak Fithra via email.
Dapat pula dimasukan informasi lain yang dapat memperkaya kajian.
4. Penyusunan tentative timeline untuk kajian RPJMN 2015-2014 Bidang Kerja
Sama Pembangunan Internasional, sebagai berikut:
5 Seminar 12 November
3
Risalah Focus Group Discussion Kajian Kerjasama Pembangunan Internasional
“Telaah Isu Strategis Bidang Kerjasama Pembangunan Internasional”
Adapun tindak lanjut yang diperlukan dari pembahasan dengan narasumber terhadap draft
kajian adalah:
Dalam kajian, sebaiknya perlu dibuat indikator outcome yang lebih jelas.
Halaman | 3
Risalah Focus Group Discussion Kajian Kerjasama Pembangunan Internasional
“Telaah Isu Strategis Bidang Kerjasama Pembangunan Internasional”
Halaman | 1
komitmen. Misalnya untuk pembangunan infrastruktur, setiap negara sepakat
untuk mendorong pembangunan infrastruktur, namun ketika membicarakan
pendanaan, tidak ada satupun yang berkomitmen kuat.
Dit. KPI diharapkan dapat banyak memberikan kontribusi dalam forum
tersebut.
Saat ini program kerja Subdit Kerjasama Regional belum terlihat. Kerjasama
regional sangat diperlukan, dan penting untuk dikembangkan dan dimaksimalkan.
Seperti BIMP EAGA, IMTGT ASEAN+3 dan ASEAN+6.
Terkait dengan tupoksi Subdit Kerjasama Selatan-Selatan dan Triangular (KSST)
beberapa hal yang perlu diketahui adalah:
KSST merupakan kendaraan Indonesia dalam kerjasama pembangunan, tidak
hanya charity, tapi untuk meningkatkan economic deviden, penetrasi pasar,
dan meningkatkan kerjasama serta investasi.
Tim KSST tidak hanya pemerintah, namun juga terdiri dari KADIN, dan swasta.
Bentuknya adalam Tim Kornas.
Saat ini pelaksanaan Tim Kornas tidak efektif, dikarenakan fungsinya terbatas
pada koordinasi, tidak dapat membuat keputusan, sedangkan tupoksi ada di
masing-masing kementerian. Kemungkinn bentuk yang paling efektif adalah
membentuk lembaga baru.
Perlu dibuat indikator yang lebih jelas untuk menentukan arah kerjasama
pembangunan internasional.
Perlu dipisahkan antara pembahasan kerjasama ekonomi dengan kerjasama
pembangunan. Sebaiknya fokus pada pembahasan kerjasama pembangunan.
3. Bapak Otho Hernowo Hadi, Kasubdit Politik Luar Negeri menyampaikan perihal
pelaksanaan KSST yang masih jalan di tempat dan perlu untuk dibenahi. Dalam kajian
diharapkan untuk diketahui kerangka regulasi seperti apa yang dapat dijalankan.
4. Bapak Florentinus Kristiartono, Kasubdit Kerjasama Politik Luar Negeri menyampaikan
hal sebagai berikut:
Dalam kajian tidak terdapat pembahasan mengenai isu kawasan.
Dalam kajian belum terlihat jelas isu strategis dan tantangan yang dihadapi .
Terkait pembahasan isu perdagangan (FTA, hambatan non tarif, dsb) bukan
merupakan pembahasan dari kerjasama pembangunan namun lebih kepada
kerjasama ekonomi.
5. Bapak Rachmat Mardiana, kasubdit Analisis Tarif dan Risiko, menyampaikan beberApa
hal sebagai berikut:
perlunya mengkaitkan pembahasan kajian dengan RPJMN dengan mencantumkan
pencapaian yang telah dan harus diperoleh
perlunya mengidentifikasi Keunggulan komparatif, absolute, pengalaman dan
modal dasar dari kerjasama pembangunan internasional
6. Ibu Mahatmi Saronto, Perwakilan dari Dit. Tenaga Kerja dan Pengembangan
Kesempatan Kerja menyampaikan bahwa diperlukan kerja sama pembangunan di
bidang ketenagakerjaan, yang dilakukan dalam bentuk kerja sama bilateral dengan
negara-negara yang mau diajak bekerja sama. Selain itu, diperlukan pula upaya kerja
sama dalam rangka perlindungan tenaga kerja di luar negeri, dan knowledge sharing
dengan negara-negara berkembang.
PENUTUP
7. FGD ditutup dengan tanggapan dan kesimpulan yang diberikan oleh Pak Priyanto,
Halaman | 2
Kasubdit KKST yang menyampaikan beberapa hal, di antaranya:
Tantangan yang dipaparkan dalam kajian belum dapat terlihat dengan jelas,
sebaiknya dilakukan penajaman kembali.
Knowledge Sharing di bidang tenaga kerja perlu dikembangkan, hal tersebut sesuai
dengan arahan dari Pak deputi yang sangat ingin mengembangkan CLKH .
Kedepannya dapat dikoordinasikan rencana kerja sama dengan Direktorat
Ketenagakerjaan.
Terkait dengan Global:
Keketuaan Indonesia pada GPEDC sudah berakhir, diganti dengan Philipina.
Diperlukan roadmap kedepan mengenai keberlanjutan forum tersebut.
Untuk GGGI: SBY sudah akan menjadi president of council. GGGI memiliki
sekretariat. tantangannya adalah agar GGGi tidak hanya labeling negara maju
namun juga agar negara berkembang dapat bertumbuh
Untuk ICE-SDF, keterlibatan KPI, sangat personal. Penunjukan Bapak Wakil
Menteri tidak 100 persen mewakili institusi. Namun ada beberapa isu yang
mewakili seperti DRM
Terkait KSST, saat ini belum ada arahan alam lingkup Polugri untuk
mengedepankan ekonimi deviden. Di dalam draft yang disusun Bapak Otho sudah
dicantumkan. Sehingga dimanapun pencantumannya sudah mewakili economic
deviden.
Di dalam kajian perlu dijabarkan visi misi Presiden yang terdapat di dalam
nawacita terkait kerjasama pembangunan global, regional dan Selatan-selatan dan
Triangular.
Di kajian perlu ada pengayaan pengalaman (kasus) seperti contoh di Brazil,
Kolombia, dan Meksiko (international best practices).
TINDAK LANJUT
Dari pembahasan FGD dengan peserta, diperoleh tindak lanjut yang diperlukan untuk
penyempurnaan kajian yaitu:
perlunya pembahasan isu kawasan.
pemisahan isu kerjsama pembangunan ekonomi dengan kerjasama pembangunan.
diperlukan indikator outcome kebijakan yang lebih jelas.
Halaman | 3
19.01.2015
1
19.01.2015
Working title:
"Development cooperation agencies in emerging powers"
Editors:
Jorge Pérez (Instituto Mora, Mexico City)
Elizabeth Sidiropoulos (South African Institute of International
Affairs, SAIIA, Johannesburg)
Sachin Chaturvedi (Research and Information System for De-
veloping Countries, RIS, New Delhi)
Thomas Fues (German Development Institute, DIE, Bonn)
2
19.01.2015
3
19.01.2015
4
19.01.2015
Turkey Prime Ministry Turkish Cooperation and Co- Legal entity of its
(since 1999; be- ordination Agency (TIKA; 1992; own
fore: Foreign until 2011: Turkish Cooperation
Affairs) and Development Agency)
5
19.01.2015
6
19.01.2015
7
19.01.2015
8
19.01.2015
3. Need to clarify which ministry takes the lead Indonesia, South Africa
9
19.01.2015
10. More and better qualified staff required (agen- Brazil, South Africa,
cy and lead ministry); align human resources Thailand
with mandate
12. Need for strengthened and sound monitoring Brazil, Colombia, India,
and evaluation systems (for the sake of effi- South Africa, Turkey
ciency, effectiveness and transparency)
10
19.01.2015
2. Overall policy statements Virtually all DAC members in different forms such as:
Overarching documents, White Papers, multi-year or
medium-term plans, strategic guidelines, statements
on core issues (e.g. poverty reduction, aid effective-
ness, global development)
11
19.01.2015
12
19.01.2015
13
1/19/2015
Polugri
1
1/19/2015
1. Polugri
Mengedepankan identitas
Indonesia sebagai Negara
kepulauan dalam
pelaksanaan diplomasi
dan membangun
kerjasama internasional Meningkatkan peran
Indonesia di
keterlibatan global
melalui diplomasi
Middle Power
Melindungi segenap bangsa
& memberikan rasa aman
pada seluruh warga negara :
• pelaks polugri bebas aktif;
• bangun wibawa polugri;
• mereposisi peran
Indonesia dalam isu
global
Memperluas mandala
keterlibatan regional di
Penataan Infrastruktur kawasan indo pasifik
Diplomasi
2
1/19/2015
Perundingan
perbatasan darat
(3 negara))
diplomasi Diplomasi
penanganan penanganan
konflik di Timur people smuggling/
Kerjasama Shelter
Tengah irregular migration
Bilateral - MCN
Akses info Penanganan
TOC
Aktif dalam Peran Indonesia Penguatan BDF &
Mendorong knowledge hub
OKI dalam reformasi PBB
Meningkatkan demok & resolusi
kualitas pemeliharaan
Bantuan Hukum konflik
perlindungan perdamaian dunia Dialog HAM dan
WNI di LN interfaith
Peningkatan
Pemajuan HAM KSST
Repatriasi Melindungi hak Aktif mendorong
& Demokrasi
dan keselamatan kerjasama
WNI di luar negeri multilateralisme
Kerjasama global & Penyusunan dan
regional membangun penyampaian model
demokrasi & toleransi komunikasi untuk
Meningkatkan peran antar kelompok penegakan HAM dan
demokrasi
Indonesia di keterlibatan
Pelaksanaan global melalui diplomasi
Indonesian Chair Middle Power
Kkoordinasi kebijakan lebih
erat antara negara anggota
Mendorong penempatan putra G-20 menuju pemulihan
Memperjuangkan ekonomi global
putri terbaik Indonesia di dalam kerjasama berimbang
organisasi internasional dan dan relevan di G-20
regional khususnya di PBB, OKI,
dan Setnas ASEAN Memajukan kepentingan
negara berkembang dan
menjaga terciptanya sistem
perekonomian global yang
Penyiapan dan promosi inklusif dan berkelanjutan
putra putri Indonesia untuk Sharing success
mampu menempati posisi konsensus
story Indonesia selaku bridge
strategis di organisasi mengatasi krisis Pembentukan
internasional dan regional global expenditur builder
ekonomi
e support fund
3
1/19/2015
Penguatan
Penguatan
kapasitas
kelembagaan
domestik
Diplomasi perbasis
intellectual resources Kesiapan publik
domestik dan kemitraan dgn
kepemimpinan pemangku
Indonesia di ASEAN kepentingan
Penanganan konflik kawasan
melalui mekanisme ASEAN
termasuk sengketa LCS Konsolidasi kepemimpinan di
ASEAN ; Memperkuat arsitektur
regional; Mengelola dampak
integrasi ekonomi reg dan
perdagangan bebas terhadap
kepentingan ek nasional
Memperluas mandala
keterlibatan regional di
Mendorong kawasan indo pasifik
kerjasama maritim
komprehensif
Penguatan
Memperkuat dan diplomasi perluasan
mengembangkan pasar prospektif
kemitraan strategis
Pemantapan bilateral
Kerjasama Menguatkan
Perdagangan IORA diplomasi ekonomi
Indonesia
Penguatan peran
representasi, perlindungan, Kerja sama Media
Penguatan instrumen komunikasi , informasi dan
diplomasi ekonomi kerja asma
Kerja sama Univ
dan pusat riset
Perluasan partisipasi
Anggaran Reorganisasi Penataan Infrastruktur publik dalam proses
Kemenlu Diplomasi kebijakan dan
diplomasi
Epistemic
Pengembangan keahlian Community
khusus (asset recovery,
hukum laut internasional, Koordinasi strategis antarK/L
dan riset strategis dan maupun dengan dalam politik
teknologi Luar negeri
Kementerian
Pemda
DPR
4
1/19/2015
Kerangka Regulasi
Penguatan Pelaksanaan Kerja Sama Selatan Selatan dan Triagular
(KSST) Indonesia
• Latar Belakang :
– Indonesia sebagai Middle Income Country
– peran aktif dalam kerja sama pembangunan (KSST)
– Koordinasi lebih terstruktur dan efektif efisien antar K/L.
• Tujuan :
– Mempercepat kesiapan
– Menjamin efektivitas pelaksanaan KSST Indonesia
• Kebutuhan Regulasi :
– Revisi Undang Undang 17/2013 tentang Keuangan Negara, dan
pembuatan Peraturan Pemerintah tentang Kerja Sama Selatan-Selatan
dan Triangular Indonesia (sebagai basis legal)
5
1/19/2015
6
1/19/2015
1
1/19/2015
118, 721
BFTA MTA
Global i 1
(MFN)
Jagdish Bhagwati,1995
(RTAs are not effective while
BFTAs are Stumbling Block) Pascal Lamy, 2007
(The ‘pepper in the multilateral ‘curry’)
Richard E Baldwin,1997
2 Regional 1 (BFTAs are Building Block)
Close
(CU/EC)
Anne Krueger, 1970
5 ADB Open 6 ADBI
Ensuring regionalism
WTO accession
success
Sub-Regional
ECSC; Bilateral 4 ASEAN+
IMT, BIMP, SIJORI; (First mover advantage & (AFTA+)
ITRO Snowballing effect &
Triggered action)
3
• Unilateral
• Multilateral Variance
4
Sumber: Verico, Kiki, 2012
2
1/19/2015
FTA CU CM SMU SC
Free Trade Area Custom Union Common Market Single Monetary Union Single Currency
(1957-1967) (1967-1987) (1987-1993) (1993-1999) (1999-2002)
Free flows of goods Trade Diversion to Free flows of capital Monetary policy union Single Currency
(output market), Investment Creation people preparation and exist until
(transition output & (input market) now)
Treaty of Rome input market)
Treaty of Paris, 1951: Single Market Treaty of Maastricht,1992 Monetary, Single Currency
ECSC,EURATOM, EPU Economic Community (Real Sector (SGP, EMS to ECB) (OCA, ERM)
Convergence)
5
ASEAN Free Trade Area AJFTA, ACFTA, ASEAN Economic If follows EU’s If follows EU’s If follows EU’s time line
(1986:CU AKFTA, RCEP, Community time line then time line then then achieve SC in 2050.
failed;1992:AFTA Others without CU achieve ASEAN achieve SM in 2045-2050:
agreed,1999:full (2008-……) (2015) Single Market 2045. ASC preparation
commitment,CEPT10/5/ (ASM) in 2035 2035-2040:ASM
0: 2002,2010,2015) until 2040 2040-2045:
SMU Preparation
Regional Trade Arrangement
(1976)
Treaty of Amity & Cooperation/TAC
6
Source: http://asiapacific.anu.edu.au/blogs/indonesiaproject/2013/05/03/asean-economic-integration-challenges-and-strategies/
3
1/19/2015
Proporsi Sektor
60%
53.0%
49% 50.0% 49.0%
50% 47.0% 46.0%
42.0%
40%
33.0%
29.0% 30.0%
30% 27.0%
25% [VALUE] 23.0%
20%
15% 16.0% 15.0%
14.0% 13.0% 14.0%
11% 12.0%
12.0% 11.0%
10.0% 10.0% 10.0% 10.0%
10%
0%
2005 2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025 2025-2030 2030
PERTANIAN PERTAMBANGAN INDUSTRI JASA
GDP/KAPITA (US$)
6,000 4,132
-
1990 1992 2000 2004 2006 2010 2015 2020 2023 2030
GDP/KAPITA (US$)
8
Sumber: BPS, diolah LPEM, 2007
4
1/19/2015
11.6%
12.0% 11.9%
10.2% 10.6%
10.0% 8.6%
8.8% 9.2% 9.0%
7.5% 8.6%
8.0%
7.6% 8.4%
7.3%
6.0% 6.1%
6.2%
6.3%
5.7% 5.8%
4.0% 5.2%
4.5%
2.0%
0.0%
2005-2010 2010-2015 2015-2020 2020-2025 2025-2030
PERTANIAN INDUSTRI JASA PDB
B: C: C:
B:
Intra Less- Most-
Extra
Investment Competitive Competitive
Investment
Creation Local Firms of Firms of
Creation
Member Non-Member
Indonesia EU
History of
Anti-AFTA, Changing
o Model Paradox Success story No Paradox
ACFTA, spirit strategy from
o Graph of CU or EC
of non-members
Trade Law
10
Sumber: Verico, Kiki, 2013
5
1/19/2015
HIGHLIGHTS:
CRITICAL CHALLENGE IN RI
Pasal 83: Pemerintah dapat berkoordinasi dengan DPR untuk melakukan perjanjian
perdagangan.
Pasal 84 ayat 1: Setiap perjanjian perdagangan internasional disampaikan kepada DPR paling
lama 90 hari kerja setelah penandatanganan perjanjian.
Pasal 84 ayat 5: Dalam hal perjanjian internasional yang dapat membahayakan kepentingan
nasional, DPR bisa menolak penjanjian perdagangan internasional.
Note: Sebelumnya, Pemerintah dapat melakukan perjanjian perdagangan internasional tanpa
perlu ‘melapor dan izin’ dari DPR.
# Principle - Agent risk: principle (DPR) & agent (government) asymmetric in nature
# Different Interest risk: government vs DPR potentially distorts the market
# Time-Frame risk: long-run negotiation vs short-run elected DPR members back to the
case of ACFTA
11
12
6
19/01/2015
Kerjasama Pembangunan
Internasional
Makmur Keliat
Struktur Paparan
• I Pendekatan Teoritik
• II. Realitas
• III. Tantangan
1
19/01/2015
I. Pendekatan Teoritik
Kerjasama Internasional
• Pendekatan Konvensional (Mainstream)
• Produk dari Liberal Institutionalism
• Apakah Institusionalisme Liberal itu?
2
19/01/2015
Liberal Internationalist
Liberal
Internationalism
1.0
Liberal
Internationalism
2.0
Liberal
internationalism
3.0
3
19/01/2015
Versi 1.0
1. Scope → the size of liberal order
Universal membership
2. Sovereign-independence → degree of legal-political
restrictions on state sovereignty within liberal order;
Westphalian sovereignty
3. Sovereign-equality→ degree of hierarchy within liberal
order.
Flat political hierarchy
4. Rule of law→ nature of operational rules of liberal order.
International law through moral suassion and global public opinion
5. Policy domain→ focus/concern
Restricted to open trade and collective security.
Version 2.0
1. Scope → the size of liberal order
Western-oriented security and economic system
2. Sovereign-independence → degree of legal-political
restrictions on state sovereignty within liberal order;
Compromise legal independence to gain greater state capacity
3. Sovereign-equality→ degree of hierarchy within liberal
order.
Hierarchical order, US hegemonic
4. Rule of law→ nature of operational rules of liberal order.
Rules and institutions through reciprocity and bargaining
5. Policy domain→ focus/concern
Expanded policy domains, including economic regulations and human
rights
4
19/01/2015
Version 3.0
1. Scope → the size of liberal order
Universal scope, expanding membership , not limited to western world
2. Sovereign-independence → degree of legal-political
restrictions on state sovereignty within liberal order;
Post-westphalian, intrusive, interdependent economic and security regimes
3. Sovereign-equality→ degree of hierarchy within liberal
order.
post-hegemonic hierarchy, various groupings of leading states occupy
governing institutions
4. Rule of law→ nature of operational rules of liberal order.
Expanded rules based system, with network based cooperation
5. Policy domain→ focus/concern
Further expansion of policy domains
5
19/01/2015
Petro
American
South
American
PetroSur
Energy
Council
Petro Petro
Andina Caribe
6
19/01/2015
II. Realitas
• A. Persoalan Pembangunan Infrastruktur
(jangka menengah dan panjang)
• B. Persoalan Konsolidasi Fiskal (jangka
pendek)
7
19/01/2015
A. Kondisi Pembangunan
Infrastuktur Indonesia
• Laporan Standard Chartered Bank (2011) :
– Daratan (land infrastructure) Indonesia
memiliki rasio jarak jalan per km dengan luas
wilayah yang paling rendah di kawasan.
– Pelabuhan udara (airports) Permasalahan :
sarat beban, hambatan pendanaan, pembebasan
tanah.
– Pelabuhan laut (seaports) Pelabuhan laut di
Indonesia tertinggal dibandingkan dengan
pelabuhan laut di Asia Tenggara.
– Listrik (electricity) rumah tangga yang memiliki
fasilitas listrik di Indonesia hanyalah sekitar 63%
dari seluruh rumah tangga yang ada.
Ketidakseimbangan Pembangunan
Infrastuktur
• Adanya kecenderungan ketidakseimbangan-
ketidakseimbangan (imbalances) dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia.
– Ketidakseimbangan dalam pengertian dimensi
geografis.
– Ketidakseimbangan antara pertumbuhan ekonomi
dengan pertumbuhan pembangunan infastruktur.
– Ketidakseimbangan dalam pengertian makna
infrastruktur.
– Ketidakseimbangan dalam pengertian dimensi
anggaran.
– Ketidakseimbangan antara tataran kebijakan dengan
8
19/01/2015
9
19/01/2015
“Ketidaknormalan” Fiskal
• Besaran subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN) 2015, dinilai fantastis, yakni mencapai Rp
363,5 triliun. ( Ini berarti 3,27 persen dari GDP atau sama dengan
18 persen dari APBN)
Tantangan
10
Risalah Rapat Pembahasan Draft Final Kajian RPJMN 2015-2016 Bidang Kerja Sama
Pembangunan Internasional
TEMPAT:
TANGGAL: WAKTU:
RUANG SS-4, LT.2 GEDUNG
18 NOVEMBER 2014 16.00 – 20.00 WIB
BAPPENAS
Ibu Teni Widuriyanti, Kasubdit Global Direktorat Kerja Sama
PIMPINAN RAPAT
Pembangunan Internasional Bappenas
DISKUSI
Agenda pada pertemuan ini adalah pembahasan perkembangan draft final kajian sebagai tindak
lanjut dari FGD yang telah dilaksanakan sebelumnya pada tanggal 24 Oktober 2014, dan untuk
persiapan seminar yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Desember 2014 mendatang.
I. Pembahasan Draft Final Kajian
A. Sub-Bidang Global
1. Saat ini laporan masih berbentuk review sehingga pada beberapa bagian masih harus
dielaborasi lebih lanjut.
2. Mempertimbangkan ketersediaan waktu maka penyempurnaan laporan akan difokuskan
pada perusumusan tantangan dan rekomendasi (guidance) keterlibatan Indonesia dalam
kerjasama pembangunan internasional.
3. Rekomendasi yang dirumuskan dalam laporan meliputi
B. Sub-Bidang KSST
4. Baian legal base sebaiknya diletakkan pada awal pembahasan.
5. Pembahasan kerja sama diarahkan agar dapat menunjukkan potensi benefit yang dapat
diperoleh Indonesia dan bagaimana cara mendapatkannya. Sementara ini, benefit yang
maksud meliputi tiga bidang yakni ekonomi, politik, serta sosaial dan budaya.
6. Pada bagian tinjauan pustaka, terdapat usulan untuk memasukan case study KSST yang
telah dilakukan oleh Indonesia. Project quick wins dengan Myanmar yang saat ini sedang
berlangsung dapat dijadikan salah satu case study.
7. Perlu tinjauan ulang untuk topik prioritas KSST dan keunggulan komparatif yang dimiliki
oleh Indonesia terkait dengan realitas. Pembahasan dapat berupa kritik dari bluebook
yang ada.
C. Sub-Bidang Regional
8. Diarahkan agar pembahasan di sub bidang regional lebih menuju pada development,
bukan ekonomi atau perdagangannya.
9. Untuk saat ini, referensi sumber sub bidang regional dapat merujuk pada website yang
tersedia www.*****
10. Untuk penggalian lebih dalam substansi sub bidang regional, akan dilaksanakan pertemuan
sekaligus indepth interview dengan beberapa pihak terkait yaitu: Dit. PIKEI Bappenas; Dit.
Transportasi Bappenas; Dit. Pengembangan Wilayah Bappenas; dan Ditjen ASEAN Kemenlu
+ menko perekonomian, Pak Raldi Kustur.
Halaman | 1
o Disepakati bersama bahwa seminar akan diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 18
Desember 2014 di Gedung Bappenas (Tentatif).
o Narasumber yang diundang sebaiknya memiliki perspektif yang luas sehingga dapat
memberikan banyak masukan untuk kajian, terutama dalam fokus pendalaman tantangan
dan strategi kerja sama pembangunan internasional Indonesia di masa yang akan datang.
o Kandidat-kandidat narasumber seminar kajian:
− Yulius Hermawan - Dosen Universitas Parahyangan
− Maddaremmeng A Panennungi – Dosen Universitas Indonesia
− Noer Azam Achsani - Dosen Institut Pertanian Bogor
− Enny Sri Hartati – Direktur Institute for Development of Economics and Finance
(Indef)
o Akan dipersiapkan seminar kit untuk peserta seminar.
o Dit. KPI akan mengirimkan template laporan, dan akan dikirimkan pula bahan-bahan
terutama untuk memperkaya dan mempercepat pengerjaan laporan bagian kerjasama
global.
− GPEDC: Dion
− GGGI: Muti
− G20: Fitra dan Vincent
o Pertemuan untuk membahas sub bidang regional sekaligus indepth interview dijadwalkan
akan dilaksanakan pada hari Selasa, 25 November 2014.
o Akan dihubungi pihak-pihak yang akan diajak berdiskusi untuk pendalaman sub bidang
regional.
o Narasumber akan dikonfirmasi kesediannya.
Halaman | 2
Risalah Rapat
Koordinasi Persiapan Pertemuan Tim Pengarah Tim Kornas KSST
Umum
1. Rapat dibuka oleh Direktur Kerja Sama Pembangunan Internasional dan dihadiri
oleh Tim Arkadia Solusi sebagai narasumber, LPEM UI, dan jajaran staf Dit.
KPI. Pimpinan rapat menyampaikan bahwa rapat ini dilaksanakan untuk
membahas peran Knowledge Sharing/Country Led Knowledge Hub (CLKH)
sebagai pendekatan Kerjasama Pembangunan Internasional di masa yang akan
datang. Sesuai arahan dari Deputi Pendanaan Pembangunan, maka isu knowledge
sharing perlu dimasukan ke dalam pembahasan kajian bidang kerja sama
internasional yang sedang disusun. Disamping itu, isu ini diangkat karena
mendukung visi pemerintahan baru untuk meningkatkan kapasitas Bappeda dan
koordinasinya dengan pemerintah pusat. Pembahasan mengenai knowledge
sharing dan CLKH ini diharapkan dapat memberikan masukan positif terhadap
upaya pengembangan CLKH oleh Bappenas yang bertujuan untuk meningkatkan
kapasitas Bappeda di daerah. Capacity building ke arah knowledge sharing untuk
mewujudkan evidence based policy, merupakan pendekatan berbeda selain
melihat capacity building dari segi efektivitasnya.
2. Saat ini Bappenas sedang mengumpulkan informasi tentang knowledge hubs
yang dapat dijadikan best practices dalam rangka pengembangan CLKH. Hal
yang perlu digarisbawahi dalam diseminasi best practices pembangunan untuk
direplikasi adalah perlu disadari bahwa setiap daerah memiliki resources,
permasalahan, tantangan dan hambatan yang berbeda (unik) sehingga diperlukan
pendekatan-pendekatan yang sesuai (prinsip adopt and adapt).
3. Terkait hal tersebut maka dalam proses pengumpulan informasi mengenai
knowledge hub, fokus utamanya adalah minimum/standard informations apa saja
yang harus ada pada penyebaran informasi best practices sehingga dapat di
replikasi walaupun daerah lain memiliki situasi dan kondisi yang berbeda.
4. Dalam paparannya, Tim Arkadia menyampaikan beberapa hal sebagai berikut
(paparan terlampir):
a. Terdapat dua jenis Knowledge Hubs, yaitu:
- National Knowledge Hubs: menjalankan fungsi koordinasi pusat yang
meliputi keseluruhan atau beberapa sektor dan tema-tema pembangunan
- Thematic Knowledge Hubs: berfokus pada tema-tema atau area tertentu
seperti pertanian, perubahan iklim, kesehatan masyarakat dan
perlindungan sosial
b. Beberapa contoh knowledge hubs yang bisa dilihat sebagai referensi
pengembangan CLKH:
- Knowledge for Development (World Bank)
- Collaboration for Development (World Bank)
- UNESCO Knowledge Hubs
- Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI)
c. Materi mengenai manajemen pengetahuan yang meliputi:
- Mekanisme dalam mengidentifikasi, menangkap dan proses validasi
pembelajaran (lessons learned)
- Pengkoleksian dan pengorganisasian secara sistematis pembelajaran
(lessons learned)
- Mekanisme dalam mendistribusikan knowledge products
d. Faktor-faktor yang menjadi penopang kesuskesan implementasi manajemen
pengetahuan:
- Kultur organisasi/pelaku pengetahuan
- Struktur Organisasi
- Infrastruktur Teknologi Informasi
- Lingkungan
Hasil Diskusi
1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BaKTI sebagai
knowledge hubs yang menjadi model best practices dalam pengembangan CLKH
oleh Bappenas didasari oleh beberapa pertimbangan sebagai berikut:
a. BaKTI merupakan satu-satunya organisasi di kawasan timur Indonesia yang
berfokus pada pertukaran pengetahuan dan memiliki pengalaman lebih dari
sembilan tahun. Bappenas ingin mempelajari operasionalisasi BaKTI sebagai
sebuah knowledge hubs agar dapat memberi masukan bagi pengembangan
CLKH.
b. BNPB mempunyai mekanisme yang mapan sebagai knowledge hubs dari segi
koordinasi organisasi ke daerah dimana terdapat BPBD yang menjadi focal
point untuk menjalankan fungsi creation dan sharing.
2. Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia (BaKTI) sebagai salah satu contoh
knowledge hubs sampai saat ini hanya menjalankan fungsi sebagai broker.
Domain kerja BaKTI sebagai knowledge hubs meliputi:
- Distribusi best practices yang dinamakan Praktik Cerdas
- Memfasilitasi supply dan demand best practices untuk Kawasan Timur
Indonesia
3. Apa yang saat ini dikerjakan oleh BaKTI memiliki perbedaan dengan
pengembangan CLKH yang sedang dikerjakan Bappenas. Bappenas ingin
memastikan bahwa best practices tersebut dapat direplikasi atau dilokalisasi di
daerah yang berbeda.
4. Kunjungan Dit. KPI ke BaKTI adalah untuk melihat minimum requirements
(sistem, alat, SDM dan pendanaan) yang dibutuhkan untuk mengembangkan
sebuah Knowledge Hubs.
5. Salah satu keunggulan BaKTI adalah dalam proses penyajian (packaging) best
practices yang melibatkan proses-proses kreatif sebagai bentuk promosi dan
publikasi.
6. Substansi terkait knowledge sharing yang akan dimuat dalam laporan kajian
paling tidak meliputi:
a. Prinsip-prinsip urgensi CLKH bagi Indonesia
b. Proses pembentukan CLKH hingga saat ini oleh Bappenas
c. Arah pengembangan CLKH di masa yang akan datang
7. Gambaran sistematika proses knowledge sharing dapat dijelaskan sebagai
berikut. Bappeda bertugas menyusun dan merencanakan program, lalu
mengevaluasinya. Hasil evaluasi dikemas dalam bentuk laporan yang kemudian
disampaikan ke Bappenas sebagai prasyarat untuk kegiatan selanjutnya.
Bappenas bertugas merangkum informasi dan menyebarluaskannya sehingga
dapat direplikasi oleh daerah lain. Untuk mendukung tugas tersebut, dibutuhkan
mekanisme informasi yang transparan.
8. Salah satu isu krusial dalam pengembangan CLKH adalah mekanisme untuk
mendorong semua pihak (supplier dan demander)untuk menjalankan creation
dan sharing pengetahuan. Beberapa strategi dan mekanisme yang dapat
dikembangkan adalah sebagai berikut:
a. Insentif berupa pemberian porsi anggaran yang lebih besar bagi Bappeda
yang berhasil mendorong knowledge sharing.
b. Membuat suatu mekanisme yang mengharuskan pelaku pembangunan untuk
membuat laporan eksplisit yang memuat lessons learned sehingga bisa
dijadikan best practices.
c. Penguatan leadership di daerah sehingga mekanisme tersebut dapat
dipastikan berjalan dengan baik.
d. Membuat mekanisme yang “mewajibkan” Bappeda di daerah untuk
mereplikasi suatu best practices yang sesuai. Disamping itu, dibutuhkan pula
adanya sosialisasi ke Bappeda sehingga muncul kesadaran untuk
mengembangkan knowledge sharing di daerahnya.
8. Fungsi knowledge hubs yang diharapkan yaitu dapat membawa informasi yang
bersifat tacit (personal dan spesifik) menjadi eksplisit melalui media-media yang
dikelola oleh knowledge hubs.
Tindak Lanjut
1. Seminar kajian akan dilaksanakan pada tanggal 23 Desember 2014 di Wisma
Bakrie. Terkait hal tersebut maka akan dilakukan pengaturan ruang untuk
menyesuaikan jumlah peserta dan kapasitas ruang rapat.
1/19/2015
Manajemen Pengetahuan
Country Led Knowledge Hubs - Indonesia
Jakarta
4 Desember 2014
Outline
• Knowledge Hubs
• Contoh Knowledge Hubs
• Country Led Knowledge Hubs di Indonesia
• Manajemen Pengetahuan
• Pondasi Manajemen Pengetahuan
• Solusi Manajemen Pengetahuan
• Infrastruktur Manajemen Pengetahuan
• Mekanisme Manajemen Pengetahuan
• Sistem Manajemen Pengetahuan
• Strategi Manajemen Pengetahuan
• Strategi Implementasi
• Manajemen Perubahan
1/19/2015 2
1
1/19/2015
Knowledge Hubs
1/19/2015 3
Knowledge Hubs
“Knowledge Hubs are institutions or networks that enable countries to
learn systematically by sharing and exchanging development experiences
with domestic and international partners in order to accelerate
development (World Bank)”
1/19/2015 4
2
1/19/2015
1/19/2015 5
1/19/2015 6
3
1/19/2015
1/19/2015 7
1/19/2015 8
4
1/19/2015
1/19/2015 9
Manajemen Pengetahuan
1/19/2015 10
5
1/19/2015
Manajemen Pengetahuan
“Proses melakukan aktivitas yang berkaitan dengan menemukan
(discovering), menangkap (capturing), membagikan (sharing), dan
mengaplikasikan (applying) pengetahuan (knowledge) untuk
meningkatkan implikasi dari knowledge bagi suatu pencapaian
tujuan dari suatu organisasi”
1. Menemukan
2. Menangkap
Manajemen Pengetahuan
3. Membagikan
4. Mengaplikasikan
1/19/2015 11
1/19/2015 12
6
1/19/2015
Implementasi Manajemen
Pengetahuan
1/19/2015
7
1/19/2015
CLKH di Indonesia
Analisis Kesenjangan
Solusi Mengatasi Kesenjangan
1/19/2015 15
1/19/2015 16
8
1/19/2015
1/19/2015 17
Solusi Manajemen
Pengetahuan
1/19/2015 18
9
1/19/2015
1/19/2015 19
1/19/2015 20
10
1/19/2015
Kultur Organisasi
• Apakah semua pihak mengerti bahwa KM memberikan nilai bagi
instansi mereka pada khususnya dan Indonesia pada umumnya?
• Seberapa kuat dukungan dari manajemen (Baik di level
BAPPENAS, KH lain, K/L/D/I, BAPPEDA, dll)?
• Bagaimana mekanisme insentif yang akan dilakukan?
• Bagaimana strategi agar semua pihak mau melakukan creation
dan sharing pengetahuan?
1/19/2015 21
Struktur Organisasi
• Struktur organisasi CLKH nantinya akan seperti apa?
desentralisasi? lebih fokus pada leadership atau management?
• Bagaimana cara membangun komunitas yang mau melakukan
praktik Manajemen Pengetahuan?
• Apakah nanti akan ada Chief Knowledge Officer (CKO)?
Knowledge Management Departement?
• Seberapa luas cakupan pengguna CLKH? Indonesia?
Internasional?
1/19/2015 22
11
1/19/2015
Infrastruktur Teknologi
• Seberapa besar jumlah data/informasi yang akan ditampung oleh
sistem?
• Seberapa detail dan beragam informasi yang ada?
• Teknologi apa yang digunakan untuk mengumpulkan data saat
ini?
1/19/2015 23
Common Knowledge
• Apakah ada kesepakatan bahasa yang akan digunakan?
• Apakah ada klasifikasi domain pengetahuan?
• Apakah ada norma umum yang berlaku dalam proses berbagi
pengetahuan?
1/19/2015 24
12
1/19/2015
1/19/2015 25
1/19/2015 26
13
1/19/2015
Strategi Manajemen
Pengetahuan
Strategi Implementasi
Strategi Manajemen Perubahan
1/19/2015 27
Strategi Implementasi
• Strategi Implementasi
diwujudkan dalam bentuk
Program dan Aktivitas
• Menjadi landasan
pelaksanaan proses Majamen
Pengetahuan CLKH Indonesia
• SOP
1/19/2015 28
14
1/19/2015
1/19/2015 29
Terima Kasih
1/19/2015 30
15
RISALAH SEMINAR KAJIAN MENGENAI
“KERJASAMA PEMBANGUNAN INTERNASIONAL”
Hari/Tanggal : Rabu, 23 Desember 2014
Ruang Seminar : Ruang Rapat R.2, Wisma Bakrie 2 Lt. 6, Jakarta
Waktu : 08.30 – selesai WIB
Peserta : (Terlampir)
Page 1 of 7
namun juga kualitas pembangunan. Latar belakang tersebut diharapkan
dapat memberikan kontribusi dengan menelaah KPI, identifikasi isu strategis
dan merumuskan arah kebijakan.
f) Posisi negara berkembang menjadi semakin diperhitungkan, termasuk
negara berkembang yg berperan mewakili negara-negara berkembang yg
lain. Berdasarkan hasil analisis, perubahan paradigma dalam KPI mengerucut
pada dua isu utama yang melibatkan interaksi antar bangsa:
1. Munculnya concern reorientasi development.
2. Menajamnya isu pembangunan ke dalam agenda spesifik sustainable
development
g) Knowledge menjadi hal yang vital. Beberapa kosakata kunci yang mucul
adalah:
o Kepemilikian oleh negara berkembang
Development bukan hanya hubungan, tetapi juga outcome. 2015 adalah
fase puncak pembangunan, dan kemitraan yang inklusif perubahan
skema yang dahulu donor-resipient, sekarang menjadi development
partner.
o Transparansi dan akuntabilitas
Pada level subregional sudah terlibat walaupun belum seaktif regional.
Peran konstruktif dan kepemimpinan Indonesia semakin diakui pada
periode 2009-2014. Hal tersebut ditopang oleh posisi strategis
Indonesia. Status keanggotaan Indonesia di G20, transfer of knowledge
demokrasi, peran di ASEAN yang cukup intens.
h) Isu-isu strategis Global dan regional:
1. Pertanyaan ekonomi dengan motif untuk apa terlibat dalam KPI harus
kembali pada logika insentif. Pada common goal konteks KPI, isu utama
adalah optimalisasi untuk wadah kepentingan-kepentingan nasional.
2. Perlu pengelolaan dalam optimalisasi, dari sisi tanggung jawab.
Khususnya apabila kepemimpinan Indonesia menjadi poin.
3. Time frame adalah memontum critical point evaluasi kembali capaian
pembangunan, tahun 2015 sebagai agenda pembangunan dunia.
Dengan cara diantaranya mendefinisikan kepentingan domestik secara
lebih lugas.
i) Pada periode 2010-2014, ditemukan permasalahan kunci yang terkait KSST
yakni Progress National Coordination Team (NCT), blueprint, dan identifikasi
keunggulan komparatif indonesia dalam KSST.
j) Kesimpulannya, secara umum arah kebijakan KPI akan meliputi:
1. Dalam lingkup global dan kawasan, momentum Indonesia dalam
capaian kepentingan pembangunan nasional.
Page 2 of 7
2. Sebagai derived , arah kebijakan ini perlu monitoring dan evaluasi
capaian untuk kepentingan nasional. Kembali kepada tujuan akhir
pembangunan KPI.
3. Dalam KSST ada beberapa agenda teknis yang bisa dilaksanakan (i)
penguatan kerangka regulasi, sehingga regulasi menjadi agenda utama
penyempurnaan (ii) integrasi program dan penyelenggaraan termasuk
indikator keberhasilan, PPP juga sangat mungkin dilaksanakan dalam
KSST.
k) (untuk penjelasan lebih lanjut, dapat dilihat pada bahan paparan terlampir)
Page 3 of 7
Prof. Dr. Noer Azzam Achsani (Institut Pertanian Bogor)
q) Menurut laporan Bank Dunia pada Mei 2014, Indonesia sudah menduduki
peringkat ke-10 ekonomi terbesar dunia. Posisi strategis Indonesia, salah
satunya tercermin dari sisi negara dengan penduduk Islam terbesar di
dunia tetapi damai, tidak seperti di timur tengah di mana Islam
mendapatkan citra yang bertentangan dengan demokrasi. Dengan
demikian secara politis harusnya dapat diangkat.
r) Beberapa Koreksi terhadap draft laporan akhir kajian:
Isi kajian sudah memenuhi tujuan No. 1, namun untuk tujuan No. 2 dan
3 perlu dielaborasi lebih lanjut.
Aspek tinjauan pustaka perlu ditambahkan–perhatikan kutipan-kutipan
yang diambil, untuk mencegah plagiarism. Hasil-hasil kajian negara maju
juga dapat dijadikan referensi.
Harus diperhatikan aspek memberi dan apa yang bisa diambil dari kerja
sama yang dilakukan.
Rumusan data dan metodologi sebaiknya dijabarkan dengan jelas,
sesuai dengan standar penelitian.
Terkait dengan tema KPI, saat ini isu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
menjadi yang paling besar dan perlu mendapat perhatian. Integrasi
ekonomi atau kerjasama pembangunan antar asean tidak terlalui
banyak disentuh.
Pada Hal. 20 terdapat statement yang terlalu berani, “pandangan
Indonesia adalah Indonesia dalam ASEAN tidak akan berhasil adalah
tidak berdasar”. Indonesia harus berhati-hati dalam penyatuan, meski
Indonesia bukan yang negara yang berada di paling bawah, namun
memiliki potensi terkena dampak krisis yang lebih besar, contohnya
yaitu Spanyol dan Itali (kelompok negara-negara bawah di Uni Eropa).
Pada Hal. 27 statement di bagian paragraf akhir mengingatkan bahwa
menurut Prof Azzam, muara hubungan antar bangsa terbagi menjadi
dua:
1. Penjajahan (penjajahan fisik sudah tidak ada ya semenjak adanya
piagam Chata)
2. Penguasaan aset- change management in globalize world yang
merupakan bentuk lain penjajahan terhadap suatu negara.
Dengan kemajuan ICT, teknologi merupakan sarana paling cepat untuk
menyebarkan informasi.
Page 4 of 7
t) Isu Utama negara berkembang adalah Ketimpangan dan kemiskinan.
Disarankan memasukkan post-2015, dan agenda-agenda sebagai bahan
proyeksi. Perlu diambil pembelajaran dari pergeseran pertumbuhan
ekonomi global, negara maju membutuhkan bantuan/aid for disaster relief,
perubahan negara-negara pemberi bantuan.
u) Perlu diperhatikan format kebijakan BI terkait dengan kebijakan
internasional. Indonesia tidak lagi membutuhkan bantuan, apabila donor
tidak mempunyai skema yang lebih cerdas dalam bidang kerjasama
pembangunan, makan tidak perlu digunakan kembali.
v) Knowledge sharing adalah terobosan yang luar biasa saat membicarakan
persoalan dasar sebagai pencegahan asimetric information. Agenda
pembangunan inklusif inilah yang menjadi agenda utama. Pembangunan
yang inklusif diperlukan dalam agenda kerjasama internasional. Contoh
yang sudah dilakukan adalah Layanan Keuangan Digital (LKD) dengan
pendampingan dan pelatihan. Perencanaan aktivitas hal seperti ini yang
harus dibawa kepada forum-forum internasional. Harapannya sudah ada
pemetaan dimana posisi dan peluang Indonesia untuk mendapatkan
kemanfaatan bersama.
w) Secara institusi ada dampak positif dan dampak negatif. Apa yang
diinginkan dan apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan program-
program pengentasan kemiskinan. Keuangan inklusif menjadi terobosan,
yaitu dengan meningkatkan akselerasi aktifitas ekonomi UMKM, melalui
pinjaman-pinjaman dan penambahan modal melalui pendampingan atau
pelatihan.
x) Agenda setting untuk kerjasama pembangunan internasional: kemiskinan
dan ketimpangan. Indeks Pembangunan Manusia profuktivitas
penyerapan tenaga kerja.
Page 5 of 7
Pak Tor Tobing, Dit-PH DJPU Kemenkeu
o Akademis mempunyai poin tetapi tidak memiliki power/kekuasaan untuk
melakukan implementasi.
o Kondisi utang dipertimbangkan dalam kerjasama yang pastinya memiliki
konsekuensi pengeluaran uang, saat ini sedang ada pembahasan hibah
Indonesia keluar. Apakah kita harus lunas dulu utangnya baru
memberikan hibah kepada negara lain? Ada regulasi yang belum
akomodatif terhadap kerjasama ini, di UU Keuangan Negara, sudah ada
konsep awalnya, kendalanya adalah regulasi dibawahnya.
Page 6 of 7
Tanggapan Pak Fithra Faisal dan Pak Rus’an
Apabila ingin mendirikan entitas, sebaiknya dilihat aspek ekonomi secara
luar. Menurut UU Keuangan Negara pasal 23, yang harus dipersiapkan
adalah peraturan dibawah undang-undang.
Ada yang belum dicantumkan di daftar pustaka, segera setelah ini akan
dicantumkan. Referensi dari internasional masih belum banyak, akan
ditelaah lebih lanjut terutama yang terkait dengan political economy.
Untuk ASEAN Economic Community tidak dibahas dikarenakan ada di
tugas pokok dan fungsi dari Direktorat PIKEI.
==========
Page 7 of 7
19/01/2015
Struktur Presentasi
Catatan
1
19/01/2015
Legitimasi
http://www.vocabulary.com/dictionary/legitimacy
http://www.oxforddictionaries.com/definition/english/legitimacy
2
19/01/2015
Tingkat Legitimasi
Forum Kerjasama
Internasional Keanggotaan Partisipasi Struktur Benefit Inklusif/
(jumlah anggota (tingkat (Tingkat (asas Eksklusivitas
di wilayah keterlibatan egalitarian- kemanfaatan (pemangku
sistemik) seluruh anggota isme) dan kepentingan – negara
dan pembagian penerimanya) dan private)
tanggung jawab)
Global:
GPEDC V (159) Inklusif
G20 - (20) + + Eksklusif - inklusif
ICE-SDF* V (30 ekspert) - V V Inklusif
GGGI V V V V Inklusif
Regional:
ASEAN V (10) V V V Semi inklusif
BIMP-EAGA
IMT-GT - (Indonesia,
Malaysia
Thailand)
3
19/01/2015
Efektivitas
Kemampuan organisasi (forum kerjasama) mencapai
tujuan organisasi
Dihasilkannya kesepakatan-kesepakatan
Tingkat efektivitas
Forum Kerjasama
Internasional Efektivitias
Hasilkan kesepakatan Implementasi Monitoring dan
(prinsip, agenda, dll) evaluasi
Global: V
GPEDC V
G20 V
ICE-SDF V
GGGI V
Regional:
ASEAN V
BIMP-EAGA V
IMT-GT V
4
19/01/2015
Program KSST
5
19/01/2015
6
19/01/2015
7
19/01/2015
8
19/01/2015
9
19/01/2015
Kondisi pendidikan
10
19/01/2015
Komparasi
Komparasi
11
19/01/2015
Simpulan
• Implementasi sangat penting bagi efektivitas
kerjasama internasional; implementasi yang berhasil
dapat memperkuat legitimasi
• Indonesia telah terbukti aktif dalam kerjasama
internasional. Komitmen untuk implementasi
menjadi keharusan normatif.
• Dalam kondisi terbatas anggaran, apakah Indonesia
akan membantu sebanyak mungkin negara? Atau
selektif dalam membantu sejumlah negeri supaya
capaiannya maksimal.
Nuhun
12
1/19/2015
1
1/19/2015
Tanggapan... (2)
• Tujuan pertama sudah tercapai dimana sudah dijelaskan secara
detail perkembangan kerjasama pembangunan tahun 2009-2014.
• Literature review mengenai peran Indonesia bisa dipindahkan ke
bagian pembahasan
• Studi pustaka bisa fokus kepada perdebatan akademis mengenai
perkembangan kerjasama internasional di dunia sehingga studi ini
memiliki relevansi secara akademik maupun praktis
• Tujuan kedua masih perlu dielaborasi dengan fokus pada isu yang
menjadi concern masyarakat internasional seperti ketimpangan dan
pembangunan yang berkelanjutan
• Tujuan ketiga belum terlihat. Seharusnya dokumen ini memberikan
rekomendasi arah kebijakan pembangunan ke depan seperti isu
yang akan lebih difokuskan maupun bentuk dan model kerjasama
yang akan digalang
• Rekomendasi berdasarkan evaluasi kerjasama selama ini, isu yang
lebih dibahas di forum internasional, maupun kebutuhan Indonesia
2
1/19/2015
Pergeseran Global
8
4
Persen
Middle
2 income
High
0 income
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
-2
-4
Pergeseran Global
3
1/19/2015
Pergeseran Global
Amerika Serikat dan Jepang yang menjadi motor bantuan (aid) luar negeri, kini
juga memerlukan bantuan luar negeri
INSTITUTE FOR DEVELOPMENT OF ECONOMICS AND FINANCE (INDEF)
4
1/19/2015
5
1/19/2015
6
1/19/2015
Sumber: Bappenas dalam Studi PKPPIM BKF oleh Hermawan dan Kasim (diakses, 2014)
7
1/19/2015
Sumber: Bappenas dalam Studi PKPPIM BKF oleh Hermawan dan Kasim (diakses, 2014)
8
1/19/2015
AGENDA SETTING
PEMBANGUNAN INTERNASIONAL
• Masalah yang dihadapi oleh Indonesia tidak jauh berbeda
dengan masalah yang dihadapi oleh negara-negara
berkembang yaitu:
• Kemiskinan
• Ketimpangan
9
1/19/2015
Penurunan jumlah dan angka kemiskinan di Indonesia memunculkan berbagai perdebatan utamanya
mengenai ukuran kemiskinan. Pada standar Internasional, garis kemiskinan ditetapkan USD2 per
hari. Jika perhitungan tersebut diaplikasikan pada garis kemiskinan nasional, maka tidak satu tahun
pun sepanjang 2004-2013 yang memenuhi garis kemiskinan USD2
10
1/19/2015
Meski dapat dikatakan berhasil dalam membangun kualitas manusia, namun tren peningkatan
IPM mengalami perlambatan. Perlambatan ini lebih disebabkan faktor bencana, konflik, krisis,
maupun cuaca yang dapat menyebabkan infrastruktur dalam peningkatan kualitas manusia
menjadi kurang optimal.
11
1/19/2015
Gini Ratio (%) 0,36 0,33 0,36 0,35 0,37 0,38 0,39 0,41 0,41
Pertumbuhan Ekonomi
5,7 5,5 6,3 6,0 4,6 6,2 6,5 6,2 5,8
(%,yoy)
Distribusi pendapatan penduduk
- 40 % terendah 18,81 19,75 19,10 19,56 21,22 18,05 17,67 16,8 17,25
- 40 % menengah 36,40 38,10 36,11 35,67 37,54 36,48 35,89 34,18 34,25
- 20 % tertinggi 44,78 42,15 44,79 44,77 41,24 45,47 46,45 48,94 48,50
Brazil
China
Thailand
Malaysia
Indonesia
12
1/19/2015
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Education Health and population Other social sectors
Economic Infrastructure & Services Production Multisector
Programme Assistance Action relating to Debt Humanitarian Aid
Meningkatnya bantuan ODA yang begitu pesat belum mampu mereduksi tingkat
kemiskinan secara signifikan dalam 15 tahun terakhit. Situasi ini mirip dengan
kondisi APBN vs tingka kemiskinan di Indonesia
13
1/19/2015
14
1/19/2015
15
1/19/2015
Peran Institusi
• Struktur dari institusi formal dan informal menentukan
distribusi dari kesempatan, aset, dan sumber daya dalam
masyarakat
• Tiga aspek dalam institusi
• Institusi Masyarakat: peraturan dan norma mengatur distribusi
kekuasaan, aset, dan hubungan kerja dalam sebuah komunitas
dan keluarga
• Institusi Ekonomi: peraturan dan norma yang menentukan sejauh
mana keberadaan perburuan rente dan korupsi dalam hubungan
ekonomi sehingga menentukan akses masyarakat terhadap aset,
properti, properti, dan kredit
• Institusi Politik: peraturan dan norma yang membentuk akses dan
partisipasi masyarakat dalam proses politik
16
1/19/2015
17
\