Anda di halaman 1dari 10

Peralihan Hak Atas Tanah karena Waris

Nama Kelompok :
1. Hendrikus Rinaldi Naibaho (1840050133)
2. Jordan Hutabarat (1840050132)
3. Marco Antonio Baringbing (1840050141)

Salah satu sebab berakhirnya kepemilikan seseorang atas tanah adalah karena kematian.
Karena dengan adanya peristiwa hukum ini mengakibatkan adanya peralihan harta kekayaan
dari orang yang meninggal, baik harta kekayaan material maupun immaterial kepada ahli
waris orang yeng meninggal tersebut. Dengan meninggalnya seseorang ini maka akan ada
pewaris, ahli waris dan harta kekayaan.

       Pewaris adalah orang yang meninggal  dunia dan meninggalkan harta kekayaan,
sedangkan ahli waris adalah orang yang berhak atas harta kekayaan dari orang  meninggal.
Dan harta kekayaan yang ditinggalkan bisa immaterial maupun material, harta kekayaan
material antara lain tanah, rumah ataupun benda lainnya.

       Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang
telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang
lebih berhak.
       Hukum Waris yang berlaku di Indonesia ada tiga yakni: Hukum Waris Adat, Hukum
Waris Islam dan Hukum Waris Perdata. Setiap daerah memiliki hukum yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem kekerababatan yang mereka anut.

       Peralihan hak milik atas tanah diatur dalam Pasal 20 ayat 2 UUPA yaitu hak milik dapat
beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pengertian tentang kata “beralih” adalah suatu
peralihan hak yang dikarenakan pemilik hak telah meninggal dunia maka haknya dengan
sendiri menjadi beralih kepada ahli warisnya. Pasal 20 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa
hak milik atas tanah dapat beralih dan dapat dialihkan. Peralihan hak milik atas tanah dapat
terjadi karena perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan hak  milik atas tanah karena
perbuatan hukum dapat terjadi apabila pemegang hak milik atas tanah dengan sengaja
mengalihkan hak yang dipegangnya kepada pihak lain.

Sedangkan peralihan hak milik atas tanah karena peristiwa hukum, terjadi apabila pemegang
hak milik atas tanah meninggal dunia, maka dengan sendirinya atau tanpa adanya suatu
perbuatan hukum disengaja dari pemegang hak, hak milik beralih kepada ahli waris
pemegang hak.

       Pewarisan hak milik atas tanah tetap  harus berlandaskan pada ketentuan Undang –
undang Pokok Agraria dan Peraturan Pelaksanaannya. Penerima peralihan hak milik atas
tanah atau pemegang hak milik atas tanah yang baru haruslah berkewarganegaraan Indonesia
sesuai dengan ketentuan pasal 9 Undang-undang Pokok Agraria dan pasal 21 ayat (1) UUPA
bahwa warga Negara Indonesia tunggal saja yang dapat mempunyai hak milik, dengan tidak
membedakan kesempatan antara laki – laki dan wanita yang mempunyai kesempatan yang
sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.

      Sebenarnya seorang warga Negara Asing dapat atau bisa memperoleh hak milik karena
terbentur pasal 21 ayat (1), karena pasal tersebut menyebutkan bahwa hanya warga Negara
Indonesia yang dapat mempunyai hak milik. Pasal 21 ayat (3) menyebutkan bahwa warga
asing yang sesudah berlakunya Undang – undang ini harus mendaftarkan dalam jangka waktu
1 (satu) tahun tidak mendaftarkan status kewarganegaraannya.

       Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961  junto Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun  1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berhak menerima
warisan  wajib meminta pendaftaran  peralihan hak tersebut dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan sejak meninggalnya orang yang semula mempunyai hak milik tersebut dengan tidak
melanggar ketentuan bahwa   menerima hak milik atas tanah harus sesuai dengan Undang –
undang Pokok Agraria pasal 21.
Pelaksanaan Peralihan Hak Milik Atas Tanah karena Pewarisan.

       Hak-hak atas tanah mempunyai peranan sangat penting dalam kehidupan manusia ini,
karena semakin maju masyarakat, semakin padat penduduknya, maka akan menambah lagi
pentingnya kedudukan hak-hak atas tanah.
       Di dalam UUPA telah ditentukan bahwa tanah-tanah di seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia harus didaftarkan, hal ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA yang berbunyi:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadkan Pendaftaran Tanah, yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah”
       Selain itu juga diatur dalam ketentuan Pasal 23 ayat (1) UUPA yang berbunyi sebagai
berikut:
“Hak milik, demikian juga setiap peralihan, hapusnya dan pembebanannya engan hak-hak
lain harus didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan yang dimaksudnya dalam Pasal 19”
       Sedangkan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dala Pasal 19 ayat (1) UUPA
adalah Peraturan Pemerintah Noor 10 Tahun 1961 yang sekarang telah disempurnakan dengn
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.
       Menurut Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan:
(1)   Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun
diadftar dengan membukukannya dalam buku tanah yang memuat data yuridis dan adat fiisk
bidang tanah yang bersangkutan , dan sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat
ukur tersebut.
(2)   Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya dalam surat ukur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan beserta pemegang
haknya dan boidang tananhya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftar
menurut Peraturan Pemerintah ini.
(3)   Pembukuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan alat bukti
yang dimaksud dalam Pasal 23 dan berita acara pengesahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28”
Dengan sistem buku tanah berarti bahwa setiap hak atas tanah yang wajib didaftarkan
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 harus dibuat salinana dari buku tanah
untuk diterbitkannya sertifikat.
       Sertifikat adalah suatu tanda bukti hak atas tanah untuk menjamin kepastian hukum yang
terdiri dari atas salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama
dengan seuatu kertas sampul yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional.
       Sertifikat sebagai arsip di Badan Pertanahan nasional terdiri atas:

1. Riwayat status tanah


2. Surat ukur
3. Kartu tanda penduduk yang bersangkutan
4. Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir
5. Akta tanah.

       Sedangkan pemohon menerika sertifikat atau tanda bukti hal yang berisi Buku Tanah dan
Suart Ukur (Gambar Situasi).
       Buku tanah menerangkan Propinsi, Kabupaten, Kecamatan Desa, Nomor Buku Tanah,
biaya dan nomor Kantor Badan Pertanahan Nasional, buku tanah ini terdiri atas :

1. Menjelaskan dari hak atas tanah, nomor dan desa;


2. Nama jelas atau persil;
3. Asal persil yang berisi: Tentang Konversi, pemberian hak, pemisahan, penggabungan,
menunjuk UU Nomor 5 Tahun 1960 juncto Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria
Nomor 2 Tahun 1962 (TLN.2508) tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran
Bekas Hak-hak Indonesia Atas Tanah;
4. Surat keputusan yang berisi ganti rugi atau uang wajib, lamanya hak berlaku dan
kapan berakhir;
5. Surat ukur atau gambar situasi yang berisi: nomor dan luas;
6. Nama pemegang hak;
7. Tanggal pendaftaran yang ditandatangani oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional atas nama Bupati;
8. Pengeluaran sertifikat yang ditandatangani oleh Kepala Seksis Pendeftaran Tanah dan
diketahui oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional atas nama Bupati;
9. Penunjuk, yang berisi perubahan apabila ada;

10. Catatan mengenai pajak atau Pajak Bumu dan Bangunan (PBB).
       Penjelasan mengenai Gambar atau Situasi atau Surat Ukur terdiri atas nomor hak, nomor
surat ukur, Propinsi, Kabupaten, Kecamatan, Desa, keadaan tanah,  situasi letak tanah dan
penjelasan. Gabar Situasi itu ditanndatngani oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah atas nama
Kepalaa Badan Pertanahan Nasional.
       Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan diwajibkan dalam rangka emberikan
perindungan hukum kepada para ahli waris dan demi ketertiban tata usaha pendaftaran tanah,
agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukkan keadaan yang mutakhir.
      Proses pewarisan itu terjadi disebabkan oleh meninggalnya seseorang dengan
meninggalnya sejumlah harta kekayaan, baik yang materiil maupun immateriil dengan tidak
dibedakan antara barang bergerak dan barang tidak bergerak.
       Pada dasarnya proses beralihnya harta kekayaan seseorang kepada ahli warisnya yang
dinamakan pewarisan terjadi hanya karena kematian, oleh karena itu pewarisan baru akan
terjadi jika terpenuhi tiga persayaratan yaitu:

1. Ada seseorang yang meninggal dunia


2. Ada orang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan pada
saat pewaris meninggal dunia;
3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

       Jika di antara harta peninggalan itu terdapat tanah hak milik maka hak atas tanah itupun
beralih kepada apara ahli waris tersebut.
       Peralihan hak tidak lagi diuatn di hadapan Kepala Desa atau secara di bawah tangan,
tetapi harus dibuat di ahadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diangkat oleh Menteri
Dalam Negeri cq. Direktorat Jenderal Agraris, satu orang untuk tiap satu atau lebih daerah
Kecamatan. Sedangkan untuk suatu daerah Kecamatan ang belum diangkat seorang Pejabat
Pembuat Akta Tanah, maka Camat yang mengepalaia Kecamatan tersebut untuk sementara
ditunjuk karena jabatannya sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah.
       Untuk setiap perjanjian yang bermaksud mengalihkan hak atas tanah harus dibuatkan
suatu akta yang dibuat oleh Pejabat yang berwenang yaitu Pejabat Pebuat Akta Tanah.
Menuruut Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa:
“Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan
Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut
Peraturan Peerintah ini dan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan”.
       Sebelum Pejabat membuat akta peralihan hak atas tanah harus diperlihatkan lebih dahuku
sertifikat tanah yang bersangkutan, bila tanah itu telah didaftarkan atau dibukukan dalam
bentuk tanah pada Kantor Agraria Seksis Pendaftaran Tanah. Bila tanah itu belum
didaftarkan atau dibukukan dalam buku tanah maka sebagai pengganti sertifiat tanah harus
diserahkan surat keterangan pendaftaran tanah dari Kantor Agraria Seksi Pendafataran Tanah
setempat, bahwa tanah itu belum mempunyai sertifikat atau sertifikat sementara.
       Menurut ketentuan, akta harus ditandatangani oleh semua pihak, oleh PPAT dan para
saksi. Dan apad umumnya dibuat dalam rangkap empat, yaitu:

1. Satu helai (yang asli) bermaterai Rp. 6.000,- untuk disimpan dalam protokol pejabat.
2. Satu helai bermaterai Rp. 6000.,- untuk keperluan Kantor Pertanahan.
3. Satu helai untuk keperluan lampiran permohonan izin (apabila diperlukan izin)
4. Satu helai untuk yang berkepentingan

Untuk semua akta peralihan hak, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Agraria
Nomor 11 Tahun 1961 dan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 6 Agustus 1977
Nomor SK.104?DJA/1977 harus dioergunakan formulir-formulir yang tercetak di kantor Pos.
       Menurut UUPA tidak cukup dibuatkan akta saja tetapi harus melakukan proses balik 
nama untuk membuat sertifikat, untuk balik nama atau perusabahan nama dari pemiliki lama
kepada rekomendasi dari Pejabat Pebuat Akta Tanah. Tetapi dengan adanya akta sudah cukup
untuk memperoleh hak milik, karena haknya sudah beralih, hanya saja belum memiliki
kepastian hukum di kemudian hari. Karena untuk menjamin kepastian hukum harus
dibuktikan dengan sertifikat bukan oleh kta.. akta hanya berfungsi sebagai tanda bukti hak.
Adapun syarat balik nama adalah:

1. Ada akta pejabat (akta peralihan hak)


2. Bukti pelunasan yang menjadi kewajiban untuk peralihan hak tersebut.
3. Rekomendasi atau surat pengantar balik nama dari PPAT.

       Pasal 11 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur kegiatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah,
bahwa “Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah”. Pasal 12 PP Nomor 24 Tahun 1997 mengatur
tentang rincian masing-masing kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah sebagai berikut:

1. Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: 


o Pengumpulan dan pengolahan data fisik;
o Pengumulan dan pengolahan data yuridis;
o Pembuktian hak dan pembukuannya;
o Penerbitan sertifikat;
o Penyajian data fisik dan data yuridis;
o Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
o Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah meliputi: 
1. Pendaftaran peralihan dan pembebaban hak;
2. Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya.

       Sistem yang digunakan dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali ada dua macam,
yaitu sistem pendaftaran tanah secara sistematik dan siste pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendafatarn tanah secara sistematik, yaitu kegiatan pendafataran tanah untuk pertama
kaliyang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum
didfatra dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/keluarahan. Sedangkan pendaftaran
tanah secara sporadik, yaitu kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengeni satu atau
beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/keluarahan
secara individual atau massal.
       Dalam pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan kegiatan ajudikasi, yaitu kegiatan
yang meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran ata fisik dan data yuridis mengenai
satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya. Pasal 13 PP
Nomor 24 Tahun 1997 menetapkan sistem sistematik dan sporadik sebagai berikut:

1. Pendaftaran Tanah pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara


sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik
didasarkan pada suatu renacan kerja dan dilaksaknakan di wilayah-wilayah yang
ditetapkan oleh Menteri.
2. Dalam suatu desa/kelurahan belum itetapkan sebagai wilayah Pendafataran Tanah
secra sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pendaftarannya dilaksanakana
melalui Pendaftaran Tanah secara sporadik.
3. Pendafataran Tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan.

        Pasal 36 PP nomor 24 Tahun 1997 mengatur tentang pemeliharaan data pendaftaran
tanah (data maintenance) sebagai berikut:

1. Pemeliharaan data Pendaftaran tanah dilkukan apabila terjadi perubahan pada data
fisik dan data yuridis obyek Pendaftaran tanah yang telah terdaftar.
2. Pemegang hak yang bersangkutan wajib mendaftarkan perubahan sebagaimana
simaksud pada ayat (1) kepada Kantor Pertanahan.

       Perubahan data dapat terjadi pada data yuridis berupa terjadinya peralihan hak atas tanah
karena danya perbuatan hukum  jual beli tanah. Perubahan dalam bentuk peralihan hak ini
juga harus didaftarkan dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah seperti diatur
dalam Pasal 37 PP No. 24 Tahun 1997.
       Selanjutnya untuk pendaftaran peralihan hak milik atas tanah karena pewarisan yang
wajib dilakukan oleh pihak yang memperoleh tanah hak milik sebagai warisan diatur dalam
Pasal 42 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut:
“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah
didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sebagai yang diwajibkan menurut ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 36, wajib diserahkan oleh yang menerima hak atas tanah
atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan, surat kematian orang yang
namanya dicatat sebagai pmegang haknya dan surat tanda bukti sebagai ahli waris”.
       Dari ketentuan di atas, apabila seseorang pemilik tanah meninggal dunia, maka orang
yang menerima warisan itu dalam waktu 6 (enam) bulan harus mendaftarkan tanah
warisannya tersebut ke Badan Pertanahan Nasional, waktu 6 (enam) bulan itu dapat
diperpanjang oleh Badan Pertanahan Nasional.
       Menurut ketentuan pasal 61 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 :
“Untuk pendaftaran peralihan hak karena pewarisan yang diajukan dalam waktu 6 (enam)
bulan sejak tanggal meninggalnya pewaris, tidak dipungut biaya pedaftaran”.
       Sesuai dengan pasal tersebut di atas, bahwa penerima warisan (ahli waris) harus
mendaftarakan tanahnya ke Kantor Pertanahan. Tetapi harus diperhatikan terlebih dahulu
apakah tanahnya tersebut sudah dibukukan atau belum.
       Untuk tanah yang telah dibukukan maka yang perlu diserahkan ke Kantor Pertanahan
adalah:

1. Sertifikat pewaris
2. Surat keterangan meninggal dunia dari Kepala Desa atau Lurah. Untuk memperoleh
surat tersebut, ahli waris atau para ahli waris memohon surat yang disahkan oleh
Ketua Rukun Tetangga (RT) dan diketahui oleh Kepala Rukum Wara (RW) dan dua
orang saksi, dilampirkan surat keterangan pemakaman dari Kantor Pemakaman
setempat.
3. Surat keterangan waris.
4. Surat keterangan Pajak Bumi dan bangunan (PBB) terakhir.

Apabila tanahnya belum dibukukan sesuai dengan ketentuan Pasal 42 ayat (2) PP No. 24
tahun 1997 yang berbunyi sebagai berikut:
“jika bidang tanah yang merupakan warisan belum didaftar, wajib diserahkan juga
dokumen0dokumen sebagaimana dmaksud dalam pasal 39 ayat (1) huruf b”
       Dokumen yang membuktikan adanya hak atas tanah pada yang mewariskan diperlukan
setelah pendaftaran untuk pertama kali hak yang bersangkutan atas nama yang mewariskan.
Hal tersebut dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 42 ayat (2) PP Nomor 24 tahun 1997.
       Dari ketentuan Psal 42 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 di atas maka:

1. Ahli waris harus memperlihatkan surat bukti hak berupa bukti-bukti tertulis,
keterngan saksi  dan atau pernyataan yang bersangkutan yang kadar kebanarannya
oleh panitia Ajudikasi atau Kepala kantor Pertanahan dianggap cukup untuk
mendaftar hak, pemegang hak dan hak-hak pihak lain yang membebaninya.
2. Surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum
bersertifikat dari kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang
jauh dari kedudukan kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan
dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
3. Berdasarkan data butir 1 dan 2 di atas kemudian dibuatkan akta waris oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah.

Kemudian pemohon (ahli waris) mendaftarkan ke kantor Badan Pertanahan Nasional dengan
persyaratan sebagai berikut:

1. Mengisi formulir permohonan


2. Bukti identitas ahli waris
3. Surat Kuasa dan photo copy KTP penerima kuasa bila dikuasakan.
4. Sertifikat Hak Atas Tanah yang diwariskan.
5. Surat Kematian atas nama pemegang hak
6. Surat Tanda Bukti sebagai Ahli Waris: 
o Wasiat dari pewaris; atau
o Putusan pengadilan; atau
o Surat Keterangan ahili Waris yang dibuat oleh para ahli waris dengan
disaksikan oleh 2 (dua0 orang saksi dan dikuatkan oleh Lurah atau Camat.
o Akta Pembagian hak Bersama (apabila langsung dibagi waris)
o Pajak Bumi dan Bangunan tahun terakhir.

       Untuk pembagian hak bersama, Psal 51  ayat (1) PP Nomor. 24 tahun 1997
menyebutkan:
“Pembagian hak bersama atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun menjadi hak
masing-masing pemegang hak bersama didaftra berdasarkan akta yang dibuat PPAT yang
berwenang menurut peraturan yang berlaku yang membuktikan kesepakatan antara pemegang
hak bersama mengenai pembagian hak bersama tersebut.’
       Pada saatnya suatu hak bersama, baik yang diperoleh sebagai warisan maupun sebab lain
perlu dibagi sehingga menjadi hakl individu. Untuk itu kesepkatan antara pemegang hak
bersama terseut perlu dituangkan dalam akta PPAT yang akan menjadi dasar bagi
pendaftarannya. Dalam pembagiann tersebut tidak harus semua pemegang hak bersama
memperoleh bagian. Dalam pembagian harta waris seringkali yang menjadi pemenagn hak
individu hanya sebagian dari keseluruhan penerimaan warisan, asalkan hal tersebut disepakati
oleh seluruh penerima warisan sebagai pemeang hak bersama.
      Selanjutnya setelah ahli waris mendaftarkan peralihan hak milik atas tanahnya ke kanotr
Pertanahan, maka akan dikeluarkan pengumuman di kantor Pertanahan dan kantor Kepala
Desa/Kelurahan dimana letak tanah yang bersangkutan berada. Pengumuman ini
dilaksanakan selama 60 hari untuk memberi kesemoaan kepada pihak yang berkepentingan
mengajukan keberatan.
       Sertifikat akan diterbitkan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar
dalam buku tanah.
       Demikianlah pelaksanaan peralihan ak milik atas tanah karena pewarisan yang
seharusnya dilakukan oleh para ahli waris, apabila mendaftarkan tanah miliknya tersebut
berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Anda mungkin juga menyukai