LAPORAN KASUS Plasenta Previa
LAPORAN KASUS Plasenta Previa
Plasenta Previa
Dokter Pembimbing:
Sp.OG
Disusun oleh:
Andrean Linata
11.2013.082
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. MS Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun Suku bangsa : -
Status perkawinan : Kawin (G4P3A0) Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SD
Alamat : Desa Nifuima Masuk Rumah Sakit : 23/2/2020
Pukul 15.30 WIB
A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 15 Oktober 2014
Jam : 19.00 WIB
Keluhan utama :
Keluar darah dari jalan lahir sejak 12 jam yang lalu
Keluhan tambahan :
-
Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28
hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : banyak
Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari
2014 Taksiran partus (HPL) : 30 oktober
2014
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 18 tahun, selama 6 tahun
Hamil ini
B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos
Mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat
angkat) Frek. Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5
°C BB : 54 kg
TB : 162 cm
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterus(-),
Kepala : Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat
(-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : Selaput pendengaran utuh, serumen (-), perdarahan
(-)
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-),
epistaksis (-)
Mulut : Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.
Leher : Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea
(−), Hipertrofi otot pernapasan tambahan (−), Retraksi
suprasternal (−)
Dada :
Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi : warna kuning langsat, sela iga tidak melebar,
retraksi (-), pergerakan
simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan
abdominotorakal.
Palpasi : sela iga tidak melebar, pergerakan simetris pada saat
statis dan dinamis, vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung (Cor)
Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing
finger -/-
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula : tidak ditemukan
pembesaran Lipat paha : tidak ditemukan
pembesaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran
Ketiak : tidak ditemukan
pembesaran
Aspek kejiwaan
Tingkah laku : tenang
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
A. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran (+), puting susu datar, cairan dari puting (-),
hiperpigmentasi areola mammae (+)
Abdomen : membuncit , linea nigra (+), striae livide (-), striae albicans
(-), bekas operasi (-)
Palpasi :
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting
Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu.
Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm)
Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100
gr
Auskultasi :
Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit)
HIS = (+) , 1 x / 10 menit (10 detik)
Pemeriksaan Dalam
Tidak Dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium, 14 Oktober 2014 (pukul 12.39)
Darah rutin
D. RINGKASAN (RESUME)
Os datang ke UGD RS.Mardi Rahayu dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak 2 jam yang lalu. Os mengatakan darah yang keluar berwarna
merah cerah dan jumlahnya cukup banyak. Keluhan ini diikuti dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah disertai lemas. Tidak ada keluhan pusing, dan sesak
napas.
OS kemudian dirujuk ke dokter spesialis kandungan dan direncanakan
operasi cito, kemudian os langsung dibawa ke ruang operasi tanpa dirawat di
ruang bersalin terlebih dahulu. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua Os.
Persalinan anak pertama secara normal. Tidak ada riwayat
operasi. Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014
Taksiran partus (HPL) : 30 oktober 2014
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos
Mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat
angkat) Frek. Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5
°C BB : 54 kg
TB : 162 cm
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Paru-paru : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Jantung : BJ1-BJ2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Tampak membuncit sesuai massa kehamilan, tampak
linea
nigra .
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat
Pemeriksaan obstetri
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari
mammae (-)
Abdomen : pembesaran abdomen (+)
striae nigra (-)
striae livide (-)
striae albicans (-)
linea nigra (+)
bekas operasi (-)
Palpasi :
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting
Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu.
Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm)
Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100 gr
Auskultasi :
Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit)
Pemeriksaan Dalam
Tidak Dilakukan
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
Diagnosis kerja :
GIIPIA0 Umur 24 tahun, Hamil 38 minggu
Janin I hidup intrauterin
Presentasi letak kepala, belum masuk PAP,
PUKA Belum inpartu
Plasenta Previa Parsialis
Dasar diagnosis:
- Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014
- Hasil pemeriksaan USG
F. PENGELOLAAN:
RL 500cc 20 tetes per menit
Puasa
Persiapan SC : DC, cukur pubis (+)
G. PROGNOSIS :
Passage : ad malam
Passanger : ad bonam
Power : ad bonam
Laporan Operasi
14 Oktober 2014 pukul 13.25 WIB dilakukan operasi Sectio Cesarea
Insisi pada dinding abdomen di linea mediana sepanjang 10 cm.
Insisi diperdalam lapis demi lapis sehingga peritoneum terbuka.
Tampak uterus sesuai umur hamil aterm.
Buka plika vesika uterian semilunar
Insisi pada segmen bawah rahim ± 10cm.
Kepala bayi diluksir, bayi dilahirkan kepala, bahu, badan
Bayi dilahirkan, laki-laki, 3000 gram,46 cm, APGAR 9-10-10
Ketuban jernih, jumlah normal, mekonium (+)
Plasenta terletak pada korpus anterior meluas pada SBR, menutupi Ostium
Uteri Internum (plasenta previa parsialis)
Plasenta dilahirkan secara manual, kotiledon lengkap.
Jahit segmen bawah rahim dengan benang Chromic catgut no 2 Jelujur.
Overhecting dengan benang Chromic Catgut no 2 jelujur.
Kontrol perdarahan, perdarahan (-), adneksa kanan dan kiri dalam batas
normal.
Jahit lapisan peritoneum dengan benang plain cat gut no 0 jelujur.
Jahit fascia dengan safil no 2
Jahit subkutan dengan benang plain cat gut no 2-0 jelujur.
Jahit kulit dengan jahitan subkutikuler,dengan benang safil 3-0.
Perdarahan selama operasi ± 500 cc
Tindakan selesai.
Follow Up
Pendahuluan
Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik
buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia
Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu
421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal
yaitu 295 per
100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II)
(2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%)
dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit
lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.
Plasenta Previa
ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan
tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta
terbentuk lengkap pada kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar
sehingga amnion tertekan kearah korion.
INSIDENS
Insidens atau kejadian plasenta previa adalah satu dari 250 kehamilan. Insidens
berganda pada kehamilan kembar seperti kembar dua atau tiga. Wanita
berumur lebih dari 30 tahun cenderung mendapat plasenta previa.
1. Pengertian
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta
previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta
previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.
Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis
posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa
lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis
sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan,
misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya
plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan .
3. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa
pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu : 2
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen
bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti
tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea,
bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.
a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda <
20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara,
endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual
plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada
keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih
subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan
kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:
1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di
Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil.
Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium
yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan
berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi,
kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium :
bila kawin dan hamil pada umur muda.
b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa,
diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid
atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau
aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip
endometrium. Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi
pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes
mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa
yaitu
: beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta
kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur.
Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta
previa totalis sebesar 20-45%, plasenta previa parsialis sekitar 30% dan
plasenta previa marginalis sebesar 25-50%
Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervilus dari plasenta.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus.
b. Terapi Aktif
Kriteria
Umur kehamilan >/ = 37 minggu
BB janin >/ = 2500 gram.
Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
Ada tanda-tanda persalinan.
Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.
a. Cara vaginal
Bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
( tamponade pada plasenta ). Cara-cara vaginal terdiri dari :
Pemecahan ketuban , dapat menghentikan perdarahan karena :
o Setelah pemecahan ketuban dengan menggunakan ½
kokcher, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan pada plasenta.
o Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat
mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
Versi Braxton Hicks
o Tujuan : untuk mengadakan tamponade plasenta dengan
bokong dan untuk menghentikan perdarahan daram
rangka menyelamatkan ibu. Hanya dilakukan pada
keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah
mati,
dan tidak ada fasilitas untuk operasi.
o Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah
rahim ; sekarang sudah jarang sekali digunakan di kota
besar, tapi di daerah terpencil yang tidak bisa dilakukan
seksio sesarea dapat dipertimbangkan perasat ini.
o Syarat untuk melakukannya adalah : pembukaan yang
harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan
kaki.
o Tehniknya adalah setelah ketuban dipecahkan atau
setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan
bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia
dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari
( telunjuk dan jari tengah ) masuk ke dalam kavum uteri.
Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke
samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar
mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki.
Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar
menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar.
Pada kaki ini digantung timbangan yang seringan-
ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan
perdarahan. Jika beratnya berlebihan ,mungkin terjadi
robekan serviks. Selanjutnya kita tunggu sampai anak
lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walau
pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi
robekan pada serviks dan segmen bawah rahim5.
Cunam Willett Gauss
Tujuannya untuk mengadakan tamponade plasenta dengan
kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss
dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini hampir tidak
pernah dilakukan lagi. 5
b. Seksio Sesarea
Mempersingkat lamanya perdarahan
Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim.
Robekan mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim
pada placenta previa banyak mengandung pembuluh –
pembuluh darah.
Dilakukan pada placenta previa totalis dan pada placenta previa
lainnya kalau perdarahan hebat.
Solusio Plasenta
Klasifikasi
1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
2. Faktor trauma
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada
wanita multipara dan 18 pada primipara.
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.
Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari
pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus.
Manifestasi Klinis
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus
yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-
lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih
hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan- keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan fungsi ginjal.
Komplikasi
a. Syok perdarahan
b. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,
yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal
mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah. 6,7
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan
di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan.
Terapi
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan .Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin
untuk mempercepat persalinan.
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah
harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-
faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan
memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus
yang mungkin saja telah mengalami gangguan.
10. Teraba jaringan plasenta pada Teraba ketuban yang tegang pada
periksa dalam vagina periksa dalam vagina
Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas, Ruptur sinus
marginalis Pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena
penggabungan pinggir ruang intervilli dengan ruang subcorial. Rupturan sinus
marginalis atau sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Tidak ada
atau sedikit perdarahan kehitaman, Rahim sedikit nyeri /terus agak tegang,
tekanan darah frekuensi nadi ibu yang normal, Tidak ada koagulopati dan Tidak
ada gawat janin.
Vasa Previa
Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena
pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi
plasenta, dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu
lipatan amnion. Dalam suatu ulasan tentang kepustakaan yang mencakup
hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann, (2000) mendapatkan bahwa
1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio velamentosa. Keadaan ini
terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir selalu terjadi pada
kembar tiga.Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah
umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban.
Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin,
tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan
pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin
hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin
sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.
KESIMPULAN
Saran