Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Plasenta Previa

Dokter Pembimbing:

dr. F.X. Widiarso,

Sp.OG

Disusun oleh:

Andrean Linata

11.2013.082

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GYNEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

PERIODE 22 SEPTEMBER 2014 – 29 DESEMBER 2014

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRI
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Jl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS

Nama : Andrean Linata Tanda tangan


NIM : 11.2013.082
Dr pembimbing / penguji : dr. F.X. Widiarso, SpOG

IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. MS Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 29 tahun Suku bangsa : -
Status perkawinan : Kawin (G4P3A0) Agama : Kristen
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SD
Alamat : Desa Nifuima Masuk Rumah Sakit : 23/2/2020
Pukul 15.30 WIB

Nama suami : Tn. S


Umur : 29 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Megawon

A. ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis
Tanggal : 15 Oktober 2014
Jam : 19.00 WIB
Keluhan utama :
Keluar darah dari jalan lahir sejak 12 jam yang lalu
Keluhan tambahan :
-

Riwayat Penyakit Sekarang :


Os datang ke UGD RS.Mardi Rahayu dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak jam yang lalu. Os mengatakan darah yang keluar berwarna
merah cerah dan jumlahnya cukup banyak. Keluhan ini diikuti dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah disertai lemas. Tidak ada keluhan pusing, dan sesak
napas. Os kemudian dirujuk ke dokter spesialis kandungan dan direncanakan
operasi cito, kemudian os langsung dibawa ke ruang operasi tanpa dirawat di
ruang bersalin terlebih dahulu. Os sedang hamil 38 minggu. Kehamilan ini
merupakan kehamilan kedua Os. Persalinan anak pertama secara normal.
Tidak ada riwayat operasi.

Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus haid : 28
hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : banyak
Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari
2014 Taksiran partus (HPL) : 30 oktober
2014

Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 18 tahun, selama 6 tahun

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran


Ana Tahun Jenis Umur Jenis Penolon Hidup Nifas Menete
k ke Persalina Kelamin Kehamila Persalina g / Mati k s/d
n n n umur
1 2009 Perempu 9 bulan Partus Bidan Hidup Baik 1 bulan
an normal

Hamil ini

Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Bencana)


OS memiliki riwayat penggunaan KB suntik

Riwayat Penyakit Dahulu


 Os tidak pernah menderita penyakit jantung, darah tinggi, kencing
manis, asma dan alergi.
 OS tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu os memiliki riwayat penyakit darah tinggi. riwayat penyakit jantung, darah
tinggi, kencing manis, asma dan alergi dalam keluarga disangkal.

B. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos
Mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat
angkat) Frek. Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5
°C BB : 54 kg
TB : 162 cm
Kulit : Warna kuning langsat, turgor kulit baik, ikterus(-),
Kepala : Normocephali, Rambut hitam, distribusi merata
Mata : Pupil isokor Ø 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva pucat
(-/-), sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : Selaput pendengaran utuh, serumen (-), perdarahan
(-)
Hidung : Sekret (-), deviasi septum (-), pernapasan cuping hidung (-),
epistaksis (-)
Mulut : Lidah dalam batas normal, mukosa bucal merah muda.
Leher : Tidak terdapat pembesaran Tiroid dan KGB, Deviasi trachea
(−), Hipertrofi otot pernapasan tambahan (−), Retraksi
suprasternal (−)
Dada :
Paru-paru (Pulmo)
Inspeksi : warna kuning langsat, sela iga tidak melebar,
retraksi (-), pergerakan
simetris pada saat statis dan dinamis, pernapasan
abdominotorakal.
Palpasi : sela iga tidak melebar, pergerakan simetris pada saat
statis dan dinamis, vokal fremitus simetris kanan dan kiri.
Perkusi : sonor +/+
Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung (Cor)

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak


Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga IV, 2 cm medial dari
linea midclavicularis sinistra
Perkusi :
Batas atas : pada sela iga II garis parasternal kiri
Batas kiri : pada sela iga IV, 2 cm medial dari garis
midclavicularis sinistra
Batas kanan : pada sela iga V, pada garis parasternal
sinistra
Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, tidak terdengar murmur dan gallop
pada ke 4 katup jantung
Perut (Abdomen)
Inspeksi : membuncit, tidak tampak benjolan di dinding abdomen,
tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi : supel, teraba massa berbatas tegas, padat permukaan rata,
mobile, nyeri tekan (-).
Hati : tidak teraba
Limpa : tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+)

Anggota gerak : Tangan Edema -/-, kaki edema -/-, sianosis -/-, clubbing
finger -/-
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula : tidak ditemukan
pembesaran Lipat paha : tidak ditemukan
pembesaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran
Ketiak : tidak ditemukan
pembesaran

Aspek kejiwaan
Tingkah laku : tenang
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
A. PEMERIKSAAN OBSTETRIKUS
Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran (+), puting susu datar, cairan dari puting (-),
hiperpigmentasi areola mammae (+)
Abdomen : membuncit , linea nigra (+), striae livide (-), striae albicans
(-), bekas operasi (-)
Palpasi :
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting
Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu.
Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm)
Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100
gr

Auskultasi :
Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit)
HIS = (+) , 1 x / 10 menit (10 detik)

Pemeriksaan Dalam
Tidak Dilakukan

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium, 14 Oktober 2014 (pukul 12.39)

Darah rutin

 Hemoglobin 10,7 g/dL L (N: 11,7 – 15,5)


 Leukosit 10,02 ribu (N: 3.600 – 11.000)
 Eosinofil% 0,4 % (N: 1-3)
 Basofil% 0,1 % (N: 0-1)
 Neutrofil % 80,9 % H (N: 50-70)
 Limfosit% 11,7 % L (N: 25-40)
 Monosit% 5,4 % (N: 2-8)
 MCV 78,6 fL L (N: 80-100)
 MCH 26,2 pg (N: 26-34)
 MCHC 33,4 g % (N: 32-36)
 Hematokrit 32 % L (N: 30-43)
 Trombosit 401.000 (N: 150.000-440.000)
 Eritrosit 5,19 juta (N: 3,8 – 5,2)
 RDW 16,4 % H (N: 11,5 - 14,5)
 PDW 9,2 % (N: 10-18)
 MPV 11 µm3 H (N: 6,8 – 10)
 LED 72/49mm/jam H (0-20)
 Golongan darah/Rh O/+
 Waktu perdarahan/BT 2,0 menit (N: 1-3)
 Waktu pembekuan/CT 5,0 menit (N: 2-6)
IMUNOSEROLOGI

 HbsAG Stik Positif (+) (N: Negatif (-))

D. RINGKASAN (RESUME)
Os datang ke UGD RS.Mardi Rahayu dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir sejak 2 jam yang lalu. Os mengatakan darah yang keluar berwarna
merah cerah dan jumlahnya cukup banyak. Keluhan ini diikuti dengan keluhan
nyeri perut bagian bawah disertai lemas. Tidak ada keluhan pusing, dan sesak
napas.
OS kemudian dirujuk ke dokter spesialis kandungan dan direncanakan
operasi cito, kemudian os langsung dibawa ke ruang operasi tanpa dirawat di
ruang bersalin terlebih dahulu. Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua Os.
Persalinan anak pertama secara normal. Tidak ada riwayat
operasi. Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014
Taksiran partus (HPL) : 30 oktober 2014

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos
Mentis
Vital sign :
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 82 x/menit (reguler/kuat
angkat) Frek. Napas : 20 x/menit
Suhu : 36,5
°C BB : 54 kg
TB : 162 cm
Mata : Konjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/-
Paru-paru : Vesikuler +/+, Wheezing -/-, Rhonki -/-
Jantung : BJ1-BJ2 murni reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen : Tampak membuncit sesuai massa kehamilan, tampak
linea
nigra .
Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat

Pemeriksaan obstetri
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesaran payudara (+), puting susu menonjol, cairan dari
mammae (-)
Abdomen : pembesaran abdomen (+)
striae nigra (-)
striae livide (-)
striae albicans (-)
linea nigra (+)
bekas operasi (-)
Palpasi :
Leopold I : Teraba bagian bulat dan lunak, tidak melenting
Leopold II : Teraba bagian memanjang di sebelah kanan ibu.
Leopold III : Teraba bagian bulat dan keras
Leopold IV : Belum masuk pintu atas panggul
TFU = 3 jari di bawah xiphoideus (32 cm)
Taksiran berat janin : (32-12) x 155 = 3100 gr

Auskultasi :
Denyut jantung janin = 13-12-12 (148 x/menit)

HIS = (+) , 1 x / 10 menit (10 detik)

Pemeriksaan Dalam
Tidak Dilakukan

E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
Diagnosis kerja :
GIIPIA0 Umur 24 tahun, Hamil 38 minggu
Janin I hidup intrauterin
Presentasi letak kepala, belum masuk PAP,
PUKA Belum inpartu
Plasenta Previa Parsialis
Dasar diagnosis:
- Haid terakhir (HPHT) : 23 Januari 2014
- Hasil pemeriksaan USG

F. PENGELOLAAN:
 RL 500cc 20 tetes per menit
 Puasa
 Persiapan SC : DC, cukur pubis (+)
G. PROGNOSIS :
Passage : ad malam
Passanger : ad bonam
Power : ad bonam

Laporan Operasi
14 Oktober 2014 pukul 13.25 WIB dilakukan operasi Sectio Cesarea
 Insisi pada dinding abdomen di linea mediana sepanjang 10 cm.
 Insisi diperdalam lapis demi lapis sehingga peritoneum terbuka.
 Tampak uterus sesuai umur hamil aterm.
 Buka plika vesika uterian semilunar
 Insisi pada segmen bawah rahim ± 10cm.
 Kepala bayi diluksir, bayi dilahirkan kepala, bahu, badan
 Bayi dilahirkan, laki-laki, 3000 gram,46 cm, APGAR 9-10-10
 Ketuban jernih, jumlah normal, mekonium (+)
 Plasenta terletak pada korpus anterior meluas pada SBR, menutupi Ostium
Uteri Internum (plasenta previa parsialis)
 Plasenta dilahirkan secara manual, kotiledon lengkap.
 Jahit segmen bawah rahim dengan benang Chromic catgut no 2 Jelujur.
 Overhecting dengan benang Chromic Catgut no 2 jelujur.
 Kontrol perdarahan, perdarahan (-), adneksa kanan dan kiri dalam batas
normal.
 Jahit lapisan peritoneum dengan benang plain cat gut no 0 jelujur.
 Jahit fascia dengan safil no 2
 Jahit subkutan dengan benang plain cat gut no 2-0 jelujur.
 Jahit kulit dengan jahitan subkutikuler,dengan benang safil 3-0.
 Perdarahan selama operasi ± 500 cc
 Tindakan selesai.

Instruksi dokter post operasi :


 Infus D5/RL ( 2 botol dengan 1 botol induksi 20 tetes per menit )
 Inj Rycef 2 x 1 ( test dulu )
 Inj Tradyl 3 x 1 ( dalam NaCl 100 cc )
 Inj Alinamin F 2 x 1 amp IV
 Inj Vit C 1 amp/ hari IV
 Kaltrofen supp rektal 2 x 1
 Tidur bantal tinggi
 Cek Hb post operasi

Follow Up

Tanggal 15 Oktober 2014, Jam 18.10 WIB


S : Os mengeluh nyeri bekal luka operasi disertai tubuh terasa
lemas. O : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis
TD : 120/80
mmHg Nadi : 88
x/menit
RR : 16 x/menit
Suhu : 36°C
 Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
 Cor : BJ I dan II murni reguler
 Mammae : ASI (-),putting menonjol
 Abdomen :
o TFU : 2 jari di bawah pusat
o BU (+)
o Kontraksi baik
 PPV : lochea rubra (+)
 Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat
A : PIIA0 post SC hari-I, atas indikasi plasenta previa parsialis
P : Puasa dan tirah baring, boleh minum
Terapi dilanjutkan

Tanggal 16 Oktober 2014, Jam 15.20 WIB


S : Nyeri bekal luka operasi berkurang, rasa lemas
berkurang. O : keadaan umum baik, kesadaran compos
mentis
TD : 110/70
mmHg Nadi : 84
x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7°C
 Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
 Cor : BJ I dan II murni reguler
 Mammae : ASI (-),putting menonjol
 Abdomen :
o TFU : 2 jari di bawah pusat
o BU (+)
o Kontraksi baik
 PPV : lochea rubra (+)
 Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat
A : PIIA0, post SC hari ke-II, atas indikasi plasenta previa parsialis
P : Boleh makan makanan lunak, latihan mobilisasi
Terapi dilanjutkan

Tanggal 17 Oktober 2014, Jam 14.20 WIB


S : Os mengeluh nyeri bekal luka operasi
berkurang. O : keadaan umum baik, kesadaran
compos mentis
TD : 110/80
mmHg Nadi : 91
x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4°C
 Pulmo : Vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-
 Cor : BJ I dan II murni reguler
 Mammae : ASI (-),putting menonjol
 Abdomen :
o TFU : 2 jari di bawah pusat
o BU (+)
o Kontraksi baik
 PPV : lochea rubra (+)
 Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat
A : PIIA0 post SC Hari-III, atas indikasi plasenta previa parsialis
P : Pasien dipulangkan
Edukasi : Kontrol
Poliklinik

Pendahuluan

Perdarahan pada kehamilan harus dianggap sebagai kelainan yang


berbahaya . Perdarahan pada kehamilan muda disebut sebagai abortus
sedangkan perdarahan pada kehamilan tua disebut perdarahan anterpartum.
Batas teoritis antara kehamilan muda dengan kehamilan tua adalah 22 minggu
mengingat kemungkinan hidup janin diluar uterus .

Perdarahan anterpartum biasanya berbatas pada perdarahan jalan lahir


setelah kehamilan 22 minggu tapi tidak jarang terjadi pula pada usia kandungan
kurang dari 22 minggu dengan patologis yang sama. Perdarahan saat kehamilan
setelah 22 minggu biasanya lebih berbahaya dan lebih banyak daripada
kehamilan sebelum 22 minggu . Oleh karena itu perlu penanganan yang cukup
berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan
plasenta umpamanya kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada
setiap perdarahan anterpartum pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal
itu bersumber pada kelainan plasenta .

Perdarahan anterpartum yang bersumber dari kelainan plasenta yang


secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya ialah
plasenta previa dan solusio plasenta serta perdarahan yang belum jelas
sumbernya . Perdarahan anterpartum terjadi kira-kira 3 % dari semua
persalinan yang terbagi atas plasenta previa , solusio plasenta dan perdarahan
yang belum jelas penyebabnya.1

Pada umumnya penderita mengalami perdarahan pada triwulan tiga atau


setelah usia kehamilan , namun beberapa penderita mengalami perdarahan
sedikit-sedikit kemungkinan tidak akan tergesa-gesa datang untuk mendapatkan
pertolongan karena disangka sebagai tanda permulaan persalinan biasa. Baru
setelah perdarahan yang berlangsung banyak , mereka datang untuk
mendapatkan pertolongan .

Setiap perdarahan pada kehamilan lebih dari 22 minggu yang lebih


banyak pada permulaan persalinan biasanya harus lebih dianggap sebagai
perdarahan anterpartum apapun penyebabnya , penderita harus segera
dibawah ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan operasi
. Perdarahan anterpartum diharapkan penanganan yang adekuat dan cepat dari
segi medisnya sangat membantu dalam penyelamatan ibu dan janinnya.1,2

Angka kematian maternal masih menjadi tolok ukur untuk menilai baik
buruknya keadaan pelayanan kebidanan dan salah satu indikator tingkat
kesejahteraan ibu. Angka kematian maternal di Indonesia tertinggi di Asia
Tenggara. Menurut SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) tahun 1992 yaitu
421 per 100.000 kelahiran hidup, SKRT tahun 1995 yaitu 373 per 100.000
kelahiran hidup dan menurut SKRT tahun 1998 tercatat kematian maternal
yaitu 295 per
100.000 kelahiran hidup. Diharapkan PJP II (Pembangunan Jangka Panjang ke II)
(2019) menjadi 60 - 80 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab terpenting
kematian maternal di Indonesia adalah perdarahan (40- 60%), infeksi (20-30%)
dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya sekitar 5% disebabkan penyakit
lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan.

Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan


antepartum dan perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan
kasus gawat darurat yang kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan,
penyebabnya antara lain plasenta previa, solusio plasenta, dan perdarahan yang
belum jelas. Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal,
sehingga menutupi seluruh atau sebagian ostium internum; kasus ini masih
menarik dipelajari terutama di negara berkembang termasuk Indonesia, karena
faktor predisposisi yang masih sulit dihindari, prevalensinya masih tinggi serta
punya andil besar dalam angka kematian maternal dan perinatal yang
merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan
prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark (1985) melaporkan prevalensi plasenta
previa 0,3%. Nielson (1989) dengan penelitian prospektif menemukan 0,33%
plasenta.

Plasenta Previa
ANATOMI
Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan
tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata 500 gram. Umumnya plasenta
terbentuk lengkap pada kehamilan 16 minggu dengan ruang amnion membesar
sehingga amnion tertekan kearah korion.

Letak plasenta biasanya umumnya di depan atau di belakang dinding uterus,


agak ke atas ke arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan
bagian atas korpus uteri lebih luas, sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplantasi. Di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat
vena-vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali. Pada pinggir
plasenta di beberapa tempat terdapat suatu ruang vena yang luas untuk
menampung darah yang berasal dari ruang interviller di atas. Darah ibu yang
mengalir di seluruh plasenta diperkirakan naik dari 300 ml tiap menit pada
kehamilan 20 minggu sampai 600 ml tiap menit pada kehamilan 40 minggu.
Perubahan-perubahan terjadi pula pada jonjot-jonjot selama kehamilan
berlangsung. Pada kehamilan 24 minggu lapisan sinsitium dari vili tidak berubah
akan tetapi dari lapisan sitotropoblast sel-sel berkurang dan hanya ditemukan
sebagai kelompok-kelompok sel-sel; stroma jonjot menjadi lebih padat,
mengandung fagosit-fagosit, dan pembuluh-pembuluh darahnya lebih besar dan
lebih mendekati lapisan tropoblast. 1-3

INSIDENS
Insidens atau kejadian plasenta previa adalah satu dari 250 kehamilan. Insidens
berganda pada kehamilan kembar seperti kembar dua atau tiga. Wanita
berumur lebih dari 30 tahun cenderung mendapat plasenta previa.

1. Pengertian
Menurut Wiknjosastro (2002), Placenta Previa adalah plasenta yang letaknya
abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga menutupi sebagian atau
seluruh pembukaan jalan lahir. Manuaba (1998) mengemukakan bahwa plasenta
previa adalah plasenta dengan implantasi di sekitar segmen bawah rahim,
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Plasenta
previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan
menutupi sebagian atau seluruh osteum uteri internum.

2. Klasifikasi Plasenta Previa


Menurut Manuaba (1998), klasifikasi plasenta previa secara teoritis dibagi
dalam bentuk klinis, yaitu: a) Plasenta Previa Totalis, yaitu menutupi seluruh
ostium uteri internum pada pembukaan 4 cm. b) Plasenta Previa Sentralis, yaitu
bila pusat plasenta bersamaan dengan kanalis servikalis. c) Plasenta Previa
Partialis, yaitu menutupi sebagian ostium uteri internum. d) Plasenta Previa
Marginalis, yaitu apabila tepi plasenta previa berada di sekitar pinggir ostium
uteri internum.
Menurut Chalik (2002) klasifikasi plasenta previa didasarkan atas terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir :2
a. Plasenta Previa Totalis, yaitu plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum.
b. Plasenta Previa Partialis, yaitu plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri
internum.
c. Plasenta Previa Marginalis, yaitu plasenta yang tepinya agak jauh letaknya
dan menutupi sebagian ostium uteri internum.
d. Plasenta letak rendah, yaitu plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta
letak normal.

Gambar 1. Klasifikasi Plasenta Previa

Menurut De Snoo yang dikutip oleh Mochtar (1998), klasifikasi plasenta previa
berdasarkan pada pembukaan 4 – 5 cm yaitu :
a. Plasenta Previa Sentralis, bila pembukaan 4 – 5 cm teraba plasenta menutupi
seluruh ostium.
b. Plasenta Previa Lateralis, bila pada pembukaan 4 – 5 cm sebagian
pembukaan ditutupi oleh plasenta, dibagi 3 yaitu : plasenta previa lateralis
posterior bila sebagian menutupi ostium bagian belakang, plasenta previa
lateralis bila menutupi ostium bagian depan, dan plasenta previa marginalis
sebagian kecil atau hanya pinggir ostium yang ditutupi plasenta.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan,
misalnya plasenta previa totalis pada pembukaan 4 cm mungkin akan berubah
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm, penentuan macamnya
plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan .

3. Etiologi
Penyebab secara pasti belum diketahui dengan jelas. Menurut beberapa
pendapat para ahli, penyebab plasenta previa yaitu : 2
a. Menurut Manuaba (1998), plasenta previa merupakan implantasi di segmen
bawah rahim dapat disebabkan oleh endometrium di fundus uteri belum siap
menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan
plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada
chorion leave yang persisten.
b. Menurut Mansjoer (2001), etiologi plasenta previa belum diketahui pasti
tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas section sesarea,
bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri.

4. Faktor Risiko Plasenta Previa

a. Faktor predisposisi
Menurut Manuaba (1998), faktor – faktor yang dapat meningkatkan
kejadian plasenta previa adalah umur penderita antara lain pada umur muda <
20 tahun dan pada umur > 35 tahun, paritas yaitu pada multipara,
endometrium yang cacat seperti : bekas operasi, bekas kuretage atau manual
plasenta, perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip, dan pada
keadaan malnutrisi karena plasenta previa mencari tempat implantasi yang lebih
subur, serta bekas persalianan berulang dengan jarak kehamilan < 2 tahun dan
kehamilan ≥ 2 tahun.
Menurut Mochtar (1998), faktor – faktor predisposisi plasenta previa yaitu:
1) Umur dan paritas Pada paritas tinggi lebih sering dari paritas rendah, di
Indonesia, plasenta previa banyak dijumpai pada umur muda dan paritas kecil.
Hal ini disebabkan banyak wanita Indonesia menikah pada usia muda dimana
endometrium masih belum matang. 2) Endometrium yang cacat Endometrium
yang hipoplastis pada kawin dan hamil muda, endometrium bekas persalinan
berulang – ulang dengan jarak yang pendek (< 2 tahun), bekas operasi,
kuratage, dan manual plasenta, dan korpus luteum bereaksi lambat, karena
endometrium belum siap menerima hasil konsepsi. 3) Hipoplasia endometrium :
bila kawin dan hamil pada umur muda.

b. Faktor pendukung
Menurut Sheiner yang dikutip oleh Amirah Umar Abdat (2010), etiologi
plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa,
diantaranya : 1) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti : fibroid
atau jaringan parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah Caesar atau
aborsi). 2) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap
menerima hasil konsepsi. 3) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip
endometrium. Menurut Sastrawinata (2005), plasenta previa juga dapat terjadi
pada plasenta yang besar dan yang luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes
mellitus, atau kehamilan multipel. Sebab – sebab terjadinya plasenta previa
yaitu
: beberapa kali menjalani seksio sesarea, bekas dilatasi dan kuretase, serta
kehamilan ganda yang memerlukan perluasan plasenta untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi janin karena endometrium kurang subur.

c. Faktor pendorong Ibu merokok atau menggunakan kokain, karena bisa


menyebabkan perubahan atau atrofi. Hipoksemia yang terjadi akibat karbon
monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi
1-3
terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).

Epidemiologi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan pada
usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda daripada
kehamilan tunggal. Dari semua klasifikasi plasenta previa, frekuensi plasenta
previa totalis sebesar 20-45%, plasenta previa parsialis sekitar 30% dan
plasenta previa marginalis sebesar 25-50%

Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi
segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit banyak
akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu
akan terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervilus dari plasenta.

Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan


pada plasenta previa betapa pun pasti akan terjadi. Perdarahan di tempat itu
relative dipermudah dan diperbanyak oleh karena segmen bawah rahim dan
serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena elemen otot yang
dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu
tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi
pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta
pada mana perdarahan akan berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh
karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan berlangsung progresif dan
1-3
bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.

Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain. Darah


yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri. Pada plasenta yang
menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih awal dalam
kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada
bagian terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya,pada plasenta
previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Perdarahan pertama
sudah bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh
kejadiannya pada umur 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan lebih
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke
luar rahim dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu
merusak jaringan lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi
maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta
previa.1,2

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta
melekat lebih kuat pada dinding uterus.

6. Gambaran Klinik Plasenta Previa


Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang, darah berwarna
merah segar, perdarahan pertama biasanya tidak banyak, tetapi perdarahan
berikutnya hamper selalu lebih banyak dari sebelumnya, timbulnya penyulit
pada ibu yaitu anemia sampai syok dan pada janin dapat menimbulkan asfiksia
sampai kematian janin dalam rahim, bagian terbawah janin belum masuk pintu
atas panggul dan atau disertai dengan kelainan letak oleh karena letak plasenta
previa berada di bawah janin.

7. Diagnosa Plasenta Previa


Menurut Mochtar (1998), diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala
klinis dan beberapa pemeriksaan sebagai berikut :
a. Anamnesa plasenta previa, antara lain : terjadinya perdarahan pada
kehamilan 28 minggu berlangsung tanpa nyeri , dapat berulang, tanpa alasan
terutama pada multigravida.
b. Pada inspeksi dijumpai, antara lain : perdarahan pervaginam encer sampai
bergumpal dan pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
c. Pemeriksaan Fisik Ibu, antara lain dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan
normal sampai syok, kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai
koma. Pada pemeriksaan dapat dijumpai tekanan darah, nadi dan pernafasan
dalam batas normal, tekanan darah turun, nadi dan pernafasan meningkat, dan
daerah ujung menjadi dingin, serta tampak anemis.
d. Pemeriksaan Khusus Kebidanan
 Pemeriksaan palpasi abdomen, antara lain : janin belum cukup bulan,
tinggi fundus uteri sesuai dengan umur hamil, karena letak plasenta di
segmen bawah lahir, maka dapat dijumpai kelainan letak janin dalam
rahim dan bagian terendah masih tinggi.
 Denyut jantung janin bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian
dalam rahim.
 Pemeriksaan dalam, yaitu pemeriksaan dalam dilakukan di atas meja
operasi dan siap untuk segera mengambil tindakan. Tujuan pemeriksaan
dalam untuk menegakkan diagnosa pasti, mempersiapkan tindakan untuk
melakukan operasi persalinan, hasil pemeriksaan dalam teraba plasenta
sekitar ostium uteri internum.

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Kehamilan


a. bagian terbawah janin tidak terfiksir ke dalam PAP
b. terjadi kesalahan letak janin
c. partus prematurus karena adanya rangsangan koagulum darah pada serviks

Pengaruh Plasenta Previa Terhadap Partus


a. letak janin yang tidak normal menyebabkan partus akan menjadi patologik
b. bila pada plasenta previa lateralis, ketuban pecah dapat terjadi prolaps
funikulli
c. sering dijumpai inersia primer
d. perdarahan

Komplikasi Plasenta Previa


a. prolaps tali pusat
b. prolaps plasenta
c. plasenta melekat
d. perdarahan postpartum
e. infeksi karena perdaraha yang banyak
f. bayi premature/lahir mati

8. Komplikasi Plasenta Previa


Plasenta previa dapat menyebabkan resiko pada ibu dan janin. Menurut
Manuaba (2001), adapun komplikasi-komplikasi yang terjadi yaitu : a.
Komplikasi pada ibu, antara lain : perdarahan tambahan saat operasi menembus
plasenta dengan inersio di depan., infeksi karena anemia, robekan implantasi
plasenta di bagian belakang segmen bawah rahim, terjadinya ruptura uteri
karena susunan jaringan rapuh dan sulit diketahui. b. Komplikasi pada janin,
antara lain : prematuritas dengan morbiditas dan mortalitas tinggi, mudah
infeksi karena anemia disertai daya tahan rendah, asfiksia intrauterine sampai
dengan kematian. Menurut Chalik (2002), ada tiga komplikasi yang bisa terjadi
pada ibu dan janin antara lain : 1) Terbentuknya segmen bawah rahim secara
bertahap terjadilah pelepasan tapak plasenta dari insersi sehingga terjadi lah
perdarahan yang tidak dapat dicegah berulang kali, penderita anemia dan syok.
2) Plasenta yang berimplantasi di segmen bawah rahim tipis sehingga dengan
mudah jaringan trpoblas infasi menerobos ke dalam miometrium bahkan ke
parametrium dan menjadi sebab dari kejadian placenta akreta dan mungkin
inkerta. 3) Servik dan segmen bawah raim yangrapuh dan kaya akan pembuluh
darah sangat potensial untuk robek disertai oleh perdarahan yang banyak
menyebabkan mortalitas ibu dan perinatal.

9. Penatalaksanaan Plasenta Previa


1,3
Menurut Saifuddin (2001) terdapat 2 macam terapi, yaitu :
a. Terapi Ekspektatif
Kalau janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar
baginya kecil sekali. Ekspektatif tentu hanya dapat dibenarkan kalau keadaan
ibu baik dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
 Syarat terapi ekspektatif :
 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian
berhenti.
 Belum ada tanda inpartu
 Keadaan umum ibu cukup baik ( kadar Hb dalam batas normal )
 Janin masih hidup dan keadaan umumnya baik.
 Baru perdarahan pertama kali
 Anak prematur
 Belum pernah dilakukan VT / pemeriksaan dalam
 Rawat inap , tirah baring dan diberikan antibiotika profilaksis
 Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak, dan presentasi janin.
 Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6
jam Nifedipin 3 x 20 mg/hari
Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
 Uji pematangan paru janin dengan Tes Kocok (Bubble Test) dari hasil
amniosentesis.
 Perbaiki anemia dengan pemberian sulfas ferosus atau ferous fumarat
per oral 60 mg selama 1 bulan.
 Pastikan tersedianya sarana untuk melakukan transfusi.
 Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih
lama, pasien dapat rawat jalan ( kecuali rumah pasien di luar kota
atau diperlukan waktu > 2 jam untuk mencapai rumah sakit ) dengan
pesan
segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
 Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan risiko ibu dan
janin untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dibandingkan
dengan terminasi kehamilan.
 Jenis persalinan apa yang kita pilih, untuk pengobatan plasenta previa
dan kapan melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai
berikut :
 Perdarahan banyak atau sedikit
 Keadaan ibu dan anak
 Besarnya pembukaan
 Tingkat plasenta previa
 Paritas 1,2,3

b. Terapi Aktif
Kriteria
 Umur kehamilan >/ = 37 minggu
 BB janin >/ = 2500 gram.
 Perdarahan banyak 500 cc atau lebih.
 Ada tanda-tanda persalinan.
 Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr%.

Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa


maut. Umumnya hal ini dapat terjadi pada keadaan :
 Perdarahan banyak
 Keadaan umum anak dan ibu jelek
 Sudah syok
 Anak masih preterm
 Kehamilan cukup bulan
 Parturien
 Anak mati ( tidak selalu )
Untuk diagnosis plasenta previa dan menentukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan dipenuhi, lakukan PDMO jika:
 Infus/transfusi telah terpasang, kamar dan Tim operasi telah siap
 Kehamilan ≥37 minggu (berat badan ≥2500 gram) dan inpartu, atau:
 Janin telah meninggal atau terdapat anomali kongenital mayor ( misal:
anensefali)
 Perdarahan dengan bagian terbawah janin telah jauh melewati pintu
atas panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
Penanganan secara terminasi / aktif dapat dilakukan dengan cara : 4

a. Cara vaginal
Bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka
( tamponade pada plasenta ). Cara-cara vaginal terdiri dari :
 Pemecahan ketuban , dapat menghentikan perdarahan karena :
o Setelah pemecahan ketuban dengan menggunakan ½
kokcher, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan pada plasenta.
o Plasenta tidak tertahan lagi oleh ketuban dan dapat
mengikuti gerakan dinding rahim hingga tidak terjadi
pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.
 Versi Braxton Hicks
o Tujuan : untuk mengadakan tamponade plasenta dengan
bokong dan untuk menghentikan perdarahan daram
rangka menyelamatkan ibu. Hanya dilakukan pada
keadaan darurat, anak masih kecil atau sudah
mati,
dan tidak ada fasilitas untuk operasi.
o Bahayanya, robekan pada serviks dan segmen bawah
rahim ; sekarang sudah jarang sekali digunakan di kota
besar, tapi di daerah terpencil yang tidak bisa dilakukan
seksio sesarea dapat dipertimbangkan perasat ini.
o Syarat untuk melakukannya adalah : pembukaan yang
harus dapat dilalui oleh 2 jari supaya dapat menurunkan
kaki.
o Tehniknya adalah setelah ketuban dipecahkan atau
setelah plasenta ditembus tangan yang sepihak dengan
bagian-bagian yang kecil masuk. Setelah labia
dibeberkan, satu tangan masuk secara obstetri dan 2 jari
( telunjuk dan jari tengah ) masuk ke dalam kavum uteri.
Tangan satunya menahan fundus. Kepala anak ditolak ke
samping yaitu ke pihak punggung anak. Tangan luar
mendekatkan bokong kepada jari yang mencari kaki.
Setelah kaki didapatkan oleh tangan dalam, tangan luar
menolak kepala anak ke fundus dan kaki dibawa ke luar.
Pada kaki ini digantung timbangan yang seringan-
ringannya, tetapi cukup berat untuk menghentikan
perdarahan. Jika beratnya berlebihan ,mungkin terjadi
robekan serviks. Selanjutnya kita tunggu sampai anak
lahir sendiri. Sekali-kali jangan melakukan ekstraksi walau
pembukaan sudah lengkap, mengingat mudahnya terjadi
robekan pada serviks dan segmen bawah rahim5.
 Cunam Willett Gauss
Tujuannya untuk mengadakan tamponade plasenta dengan
kepala. Kulit kepala anak dijepit dengan cunam Willett-Gauss
dan diberati dengan timbangan 500 gr. Perasat ini hampir tidak
pernah dilakukan lagi. 5
b. Seksio Sesarea
 Mempersingkat lamanya perdarahan
 Mencegah terjadinya robekan cervix dan segmen bawah rahim.
Robekan mudah terjadi, karena cervix dan segmen bawah rahim
pada placenta previa banyak mengandung pembuluh –
pembuluh darah.
 Dilakukan pada placenta previa totalis dan pada placenta previa
lainnya kalau perdarahan hebat.

Indikasi Seksio Sesarea

 Plasenta previa totalis.


 Plasenta previa pada primigravida.
 Plasenta previa janin letak lintang atau letak sungsang
 Anak berharga dan fetal distress
 Plasenta previa lateralis,jika didapatkan :
o Pembukaan masih kecil dan perdarahan banyak.
o Sebagian besar OUI ditutupi plasenta.
o Plasenta terletak di sebelah belakang (posterior).
Prognosis
Prognosis ibu dengan plasenta previa sekarang ini lebih baik jika dibandingkan
dengan dahulu. Hal ini dikarenakan diagnosa yang lebih dini, ketersediaan
transfusi darah, dan infus cairan yang telah ada hampir di semua rumah sakit.
Demikian juga dengan kesakitan dan kematian anak mengalami penurunan,
namun masih belum terlepas dari komplikasi kelahiran prematur baik yang lahir
spontan maupun karena intervensi seksio cesarea.

Solusio Plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta


dari implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan
sebelum janin lahir. Sedangkan Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya
mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat
implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku apabila
terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram. 4,5

Klasifikasi

a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat


pelepasan plasenta:
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan:
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk
hematoma retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya,
yaitu:

1. Ringan : perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada
tanda renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma lebih 150 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre
renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.

3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

Etiologi

Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada
beberapa faktor yang menjadi predisposisi :

1. Faktor kardio-reno-vaskuler

Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan


eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi
pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang
hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi
yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu.

2. Faktor trauma

Trauma yang dapat terjadi antara lain :5,7


 Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
 Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan.
 Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibu

Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat
bahwa dari 83 kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada
wanita multipara dan 18 pada primipara.

4. Faktor usia ibu


Dalam penelitian dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan kejadian solusio
plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Faktor pengunaan kokain

Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan


pelepasan katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya
vasospasme pembuluh darah uterus dan dapat berakibat terlepasnya plasenta

6. Faktor kebiasaan merokok


Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini
dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih
luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya. Deering dalam
penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio plasenta meningkat
40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan.

7. Riwayat solusio plasenta sebelumnya

Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak
memiliki riwayat solusio plasenta sebelumnya.

8. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus


pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh
adanya kehamilan, dan lain-lain.

Patofisiologi
Solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan ke dalam desidua
basalis dan terbentuknya hematom subkhorionik yang dapat berasal dari
pembuluh darah miometrium atau plasenta, dengan berkembangnya hematom
subkhorionik terjadi penekanan dan perluasan pelepasan plasenta dari dinding
uterus.

Apabila perdarahan sedikit, hematom yang kecil hanya akan sedikit


mendesak jaringan plasenta dan peredaran darah utero-plasenter belum
terganggu, serta gejala dan tandanya pun belum jelas. Kejadian baru diketahui
setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan
pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah lama yang berwarna
kehitaman. Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus/tidak
terkontrol karena otot uterus yang meregang oleh kehamilan tidak mampu
berkontraksi untuk membantu dalam menghentikan perdarahan yang terjadi.
Akibatnya hematom subkhorionik akan menjadi bertambah besar, kemudian
akan medesak plasenta sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta akan
terlepas dari implantasinya di dinding uterus. Sebagian darah akan masuk ke
bawah selaput ketuban, dapat juga keluar melalui vagina, darah juga dapat
menembus masuk ke dalam kantong amnion, atau mengadakan ekstravasasi di
antara otot-otot miometrium. Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat akan
terjadi suatu kondisi uterus yang biasanya disebut dengan istilah Uterus
Couvelaire, dimana pada kondisi ini dapat dilihat secara makroskopis seluruh
permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus
pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri
dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus
yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya
akan terjadi perdarahan post partum yang hebat .6,7

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah


pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga
berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan
sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan
hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan
pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh
lainnya

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas


pengelompokannya menurut gejala klinis:

a. Solusio plasenta ringan

Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana
terdapat pelepasan sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila
terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit
sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak tegang yang sifatnya terus
menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah diraba. Uterus
yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang
menimbulkan kecurigaan adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan
pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman.

b. Solusio plasenta sedang

Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi
belum dua per tiga luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-
lahan seperti solusio plasenta ringan, tetapi dapat juga secara mendadak
dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama kemudian disusul
dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu
mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih
hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus teraba
tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal
tersebut lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat.

c. Solusio plasenta berat

Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat
tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah
meninggal. Uterusnya sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri.
Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan keadaan syok ibu,
terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan- keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada
pembekuan darah dan kelainan fungsi ginjal.

Komplikasi

a. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak


dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan
telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena
kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III
persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta
berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.

b. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena
perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak,
yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi
ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal
mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran
pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat.
Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya,
pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan
persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah. 6,7

c. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh


hipofibrinogenemia. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup
bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen
plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

d. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan
di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum.
Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus
berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi
apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya
dalam membantu menghentikan perdarahan.

Terapi

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau


ringannya gejala klinis, yaitu:
a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan .Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio
plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin
untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria.Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti
perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah
harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan
mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya
tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-
faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan
intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan
memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus
yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

Tabel perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta

No. Ciri-ciri plasenta previa Ciri-ciri solusio plasenta

1. Perdarahan tanpa nyeri Perdarahan dengan nyeri

2. Perdarahan berulang Perdarahan tidak berulang

3. Warna perdarahan merah segar Warna perdarahan merah coklat

4. Adanya anemia dan renjatan Adanya anemia dan renjatan yang


yang sesuai dengan keluarnya tidak sesuai dengan keluarnya
darah darah

5. Timbulnya perlahan-lahan Timbulnya tiba-tiba

6. Waktu terjadinya saat hamil Waktu terjadinya saat hamil inpartu


7. His biasanya tidak ada His ada

8. Rasa tidak tegang (biasa) saat Rasa tegang saat palpasi


palpasi

9. Denyut jantung janin ada Denyut jantung janin biasanya tidak


ada

10. Teraba jaringan plasenta pada Teraba ketuban yang tegang pada
periksa dalam vagina periksa dalam vagina

11. Penurunan kepala tidak masuk Penurunan kepala dapat masuk


pintu atas panggul pintu atas panggul

12. Presentasi mungkin abnormal. Tidak berhubungan dengan


presentasi

Perdarahan Antepartum Yang Tidak Jelas Sumbernya (Idiopatik)

Ruptur sinus marginalis

Bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas, Ruptur sinus
marginalis Pecahnya pembuluh vena dekat tepi plasenta yang terbentuk karena
penggabungan pinggir ruang intervilli dengan ruang subcorial. Rupturan sinus
marginalis atau sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Tidak ada
atau sedikit perdarahan kehitaman, Rahim sedikit nyeri /terus agak tegang,
tekanan darah frekuensi nadi ibu yang normal, Tidak ada koagulopati dan Tidak
ada gawat janin.

Plasenta Letak Rendah

Plasenta letak rendah (Low-lying placenta, lateralis placenta atau kadang


disebut juga dangerous placenta), posisi plasenta beberapa mm atau cm dari
tepi jalan lahir. Risiko perdarahan tetap ada, namun bisa dibilang kecil, dan bisa
dilahirkan per-vaginam dengan aman, asal hat-hati.

Vasa Previa

Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi praktis karena
pembuluh-pembuluh umbilicus, di selaput ketuban, berpisah jauh dari tepi
plasenta, dan mencapai keliling tepi plasenta dengan hanya di lapisi oleh satu
lipatan amnion. Dalam suatu ulasan tentang kepustakaan yang mencakup
hampir 195.000 kasus, Benirschke dan kaufmann, (2000) mendapatkan bahwa
1,1% dari pelahiran janin tunggal memeiliki insersio velamentosa. Keadaan ini
terjadi jauh lebih sering pada kehamilan kembar, dan hampir selalu terjadi pada
kembar tiga.Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah
umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban.

Etiologi vasa previa belum jelas.

Diagnosis vasa previa :Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh


darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan
inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti
dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi,
khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput
ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat
dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi.

Penatalaksanaan vasa previa :

Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin,
tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan
pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin
hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin
sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.

KESIMPULAN

Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan


28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu. Frekuensi perdarahan antepartum kira-kira 3%
dari seluruh persalinan. Perdarahan ante partum dapat disebabkan oleh plasenta
previa, solusio plasenta, ruptura sinus marginalis, atau vasa previa. . Diagnosa
secara tepat sangat membantu menyelamatkan nyawa ibu dan janin.
Ultrasonografi merupakan motede pertama sebagai pemeriksaan penunjang
dalam penegakkan plasenta previa.

Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada


trimesters kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu
dan janin. Ini adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling
banyak pada trimester kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan
sebagai implantation dari plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix
uteri).

Solusio plasenta digambarkan sebagai separasi prematur dari plasenta


dari dinding uterus. Pasien dengan solusio plasenta secara khas memiliki gejala
dengan pendarahan, kontraksi uteri, dan fetal distres.

Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik) seperti:


Perdarahan pada plasenta letak rendah,rupture sinus marginalis, vasa previa.
plasenta letak rendah posisi plasenta beberapa mm atau cm dari tepi jalan lahir,
Ruptur sinus marginalis yaitu bila hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang
terlepas, vasa previa yaitu Jenis insersi tali pusat ini sangat penting dari segi
praktis karena pembuluh-pembuluh umbilicus dan di selaput ketuban.

Saran

 Melakukan deteksi dini kemungkinan terjadinya perdarahan antepartum dan


membantu penatalaksanaan secara dini sehingga dapat mengurangi angka
mortalitas.
 Penatalaksanaan perdarahan antepartum yang baik dapat mengurangi angka
mortalitas dan morbiditas ibu dan janin.
 Penggunaan Ultrasonography pada plasenta previa sangat akurat dan
menunjang diagnosa secara cepat.
Daftar Pustaka

1. Wiknjosastro, H.Ilmu kebidanan (keempat ed.). Jakarta: Yayasan Bina


Pustaka Sarwono Prawirohardjo;2011.
2. Sulaiman Sastrawinata. Obstetri Fisiologi. Bandung : Eleman. 1985. Hal 102-
122.

3. Prawirohardjo, Sarwono. Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan;


Bagian Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas, dan Bayi Baru Lahir
(Masalah Ibu); Dalam: Ilmu Kebidanan, edisi ke-4. Jakarta: Penerbit P.T. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008. h. 492-513.
4. Mose, Johanes C. Penyulit Kehamilan; Perdarahan Antepartum; Dalam:
Obstetri Patologi, edisi ke-2. Editor: Prof. Sulaiman Sastrawinata, dr,
SpOG(K), Prof. Dr. Djamhoer Martaadisoebrata, dr, MPSH, SpOG(K), Prof. Dr.
Firman F. Wirakusumah, dr, SpOG(K). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
dan Padjadjaran Medical Press. 2004. h. 91-96 .
5. Suyono,Lulu,Gita,Harum,Endang. Hubungan Antara Umur Ibu Hamil Dengan
Frekuensi Solusio Plasenta di RSUD Dr. Moewardi Surakarta; Dalam: Cermin
Dunia Kedokteran vol.34 no.5. 2007.h 233-238.
6. Howkin’s & Bourne. Shaw’s Textbook of Gynaecology. Edisi ke-12. New Delhi:
B. I. Churchill Livingstone; 22: 275 – 284.
7. DeCherney AH, Nathan L. Current Obstetri and Gynaecology Diagnosis and
Therapy. McGraw-Hill, 2003; p: 693 – 699.

Anda mungkin juga menyukai