Kelompok 6 - 3D Print

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 2

3D printing on medicine

3D printer saat ini mulai semakin dikenal, penggunaannya kini telah merambah ke
berbagai bidang salah satunya dalam ranah kesehatan. Bayangkan apabila anda datang ke apotek
dan menebus resep obat anak anda untuk penggunaan obat antiepilepsi selama sebulan. Dosis
resep obat dibuat spesifik sesuai dengan berat badan anak anda pada saat itu, dan rasa pilnya bisa
dipilih sesuai dengan rasa kesukaan anak anda. Skenario ini mungkin tampak tidak realistis.
Faktanya, hampir semua apoteker merasa formulasi farmasetik yang sempurna hanya ada dalam
imajinasi belaka. Meskipun demikian, sejak ditemukannya teknologi print 3D, pembentukan
dosis obat farmasetik skala kecil dan khusus sudah bisa dilakukan.

Teknologi printer 3D pertama kali diperkenalkan di tahun 1986 oleh Charles Hall,
dengan nama "stereolithography", tetapi teknologi ini tidak banyak dikenal hingga di akhir abad
ke-21, dimana print 3D sudah banyak digunakan dalam skala yang lebih besar. Sekarang, print
3D sudah bisa menghasilkan berbagai macam produk dari ukuran dan bentuk berbeda dengan
menciptakan lapisan demi lapisan sesuai dengan model yang sudah ditetapkan sebelumnya
dalam komputer. Badan pengawas obat dan makanan Amerika Serikat (FDA), telah menyetujui
perangkat medis termasuk prosthetic yang dicetak dengan printer 3D. obat baru yang dijuluki
Spritam, dikembangkan oleh Aprecia Pharmaceuticals umtuk mengontrol kejang yang
disebabkan oleh epilepsy adalah salah satu obat yang dicetak printer 3D.
Print 3D sangat menjanjikan dalam merevolusi produksi obat dan alat medis, khususnya
bagi obat yang dipaparkan secara oral. Meskipun demikian, kritikan sudah banyak ditujukan
untuk teknologi baru ini, khususnya pada tablet dan kapsul, yang banyak diberikan untuk
penggunaan oral dan bahwa bentuk sediaan ini tidak terlalu membutuhkan modifikasi dari
teknologi yang belum terbukti ini.
Meskipun demikian, advokat obat print 3D, Dr Clive Roberts, Kepala Nanoteknologi
Farmasetik dan Kepala Fakultas Farmasi, Universitas Nottingham, percaya penerima manfaat
terbesar dari obat ini adalah anak-anak atau kelompok pasien spesifik yang membutuhkan dosis
obat khusus. Teknologi baru ini bisa digunakan untuk personalisasi obat untuk pasien khusus.
Visi Dr Robert adalah untuk menciptakan "printer formulasi" yang "mampu memprint
formulasi 3D dari berbagai jenis obat untuk mencapai dosis yang cocok dengan setiap pasien". Ia
kemudian menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan kepala editor Controlled Release
Society bahwa "printer akan dihubungkan ke tenaga kesehatan yang sesuai melalui internet,
sehingga dosis individu bisa diprint, dimonitor, dan dimodifikasi dalam jarak jauh".
Tim dokter dari Universitas of Central Lancashire (UCLan) di Priston, Inggris telah
memanfaatkan printer 3D untuk membuat tablet dan obat-obatan tertentu yang dibuat secara
spesifik untuk pasien. Proses pembuatan obat dengan bantuan perangkat printer 3D ini memang
masih dalam prototipe dan belum memasuki tahap komersil, pihak UCLan masih membutuhkan
waktu sedikitnya 5 tahun ke depan agar proyek ini bisa digunakan di kalangan rumah sakit dan
membutuhkan waktu sekitar 10 tahun lagi agar penggunaaan teknologi ini bisa diaplikasikan
secara utuh untuk kalangan individu.
Manfaat lain dari obat print 3D adalah teknologi ini memungkinan orang-orang
menerima obat penting, dimanapun lokasi mereka berada. Sebagaimana yang diargumentasikan
oleh Profesor Lee Cronin, Kursi Regius Kimia, Fakultas Kimia, Universitas Glasgow, dengan
mengatakan bahwa distribusi dan akses obat yang lebih luas membuat printer 3D menjadi
pemenang teknologi ini.
Teknologi 3D printing jelas dirancang untuk membantu menghasilkan dosis dan
kombinasi obat tertentu, tetapi juga dapat memungkinkan teknologi ini tersedia bagi orang-orang
dengan niat jahat. Saat ini obat-obatan diproduksi di lokasi yang dirancang khusus dengan
kontrol dan peraturan yang ketat. Namun, jika perangkat yang digunakan untuk melakukan hal
ini di masa depan memiliki konektivitas internet, hal itu dapat meningkatkan resiko penyerang
mengubah formulasi obat yang akan dicetak untuk membahayakan orang lain.

Sumber:
https://redshift.autodesk.com/3d-printed-pharmaceuticals/
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4189697/
https://www.aprecia.com/pdf/ApreciaSPRITAMLaunchPressRelease__FINAL.PD
F
http://www.controlledreleasesociety.org/publications/intrack/Pages/it0005.aspx
http://www.pharmaceutical-journal.com/news-and-analysis/features/3d-printing-
the-future-of-manufacturing-medicine/20068625.article

Kelompok 6 :
Baiq Aulia Salsabila W(K1A018013)
Faridatul Risiana (K1A018029)
Muhammad Farid Rizki(K1A018053)
Novita Aulia (K1A018059)
Yunita Rahmania (K1A018081)

Anda mungkin juga menyukai