Disusun Oleh :
PRIMA OCTARA ( 1198030203 )
KELAS SOSIOLOGI “E”
2.Karya
Karya-karya Ibn Khaldun seringkali hanya dikaji dalam konteks konsep-konsep
dan pandangan teoretis barat dan kurang dimanfaatkan sebagai sebuah konsep
untuk ilmu sosial modern. Sehingga menurut penulis perlu adanya kampanye
mengenai perlunya kerja-kerja intelektual untuk mengembangkan ilmu sosial
Khaldunian. Kerja-kerja intelektual tersebut merupakan bagian dari politik
pengetahuan. Politik pengetahuan tidak hanya memiliki dampak bagi hegemoni-
relatif dari paradigma atau mazhab-mazhab tertentu dalam ilmu-ilmu sosial barat
tetapi juga menyangkut penghilangan gagasan dari diskursus-diskursus peradaban
lain (hlm 173). Pada bagian akhir penulis merekomendasikan beragam karya
kesarjanaan modern mengenai Ibn Khaldun yang akan sangat berguna dalam
memberi orietasi bagi para pembaca yang tertarik mendalami sang pelopor
sosiologi tersebut.
3.Teori Sosiologi
Ibnu Khaldun berada di pinggiran ilmu sosial karena ia jarang muncul dalam
buku teks seperti Marx, Weber, Durkheim, dan pendiri sosiologi dan disiplin sosial
lainnya. Menurut penulis hal tersebut terjadi karena tulisan-tulisan Ibn Khaldun
tidak dikerjakan seperti sebuah teori sosiologi modern. Karyanya sering disebut
dan dibicarakan namun jarang ditemui secara teoretis dan direkonstruksi sebagai
sebagai sosiologi juga dikarenakan adanya Europasentrisme yang didominasi oleh
konsep dan kategori Eropa, yang kemudian membuat pemikir non barat seperti Ibn
Khaldun tetap marginal.
Ia menyatakan bahwa hanya pengetahuan tentang sifat masyarakat yang dapat
menghasilkan sejarah yang tepat karena pengetahuan semacam itu akan
memungkinkan seorang ilmuan menolak yang mustahil dan absurd. Dalam
penelaahannya masyarakat bisa dalam bentuk nomaden (‘umran badawi) atau
yang menetap (‘umran hadari) (hlm. 74). Dalam perspektifnya sebuah
konsepsentral untuk memahami beragam perbedaan yang ada pada masyarakat
adalah konsep ‘ashabiyyah, perasaan kelompok atau kohesi sosial. Kelompok
sosial dengan ‘ashabiyyah yang kuat dapat mendominasi dan memaksakan aturan
kepada kelompok dengan ‘ashabiyyah yang lemah.
Istilah ‘ashabiyyah telah diterjemahkan dalam berbagai istilah secara beragam
mulai dari solidaritas, perasaan kelompok, esprit de corps, dan loyalitas kelompok.
Ibn Khaldun menjelaskan makna ‘ashabiyyah sebagai sebuah perasaan tentang
kesamaan dan kesetiaan pada sebuah kelompok yang utamanya dibangun
berdasarkan ikatan darah. Meskipun ada tiga jenis hubungan yang kemudian
membentuk ‘ashabiyyah yaitu hubungan darah (shilat al-rahim), hubungan
patron klien (wala) dan aliansi (hilf).