Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK 1A

IODO/IODIMETRI

Disusun oleh :
1. Nur Ayu Hidayati / 652018017
2. Kelvin Irawan / 652018027

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
JUDUL : IODO/IODIMETRI
TUJUAN
1.
DASAR TEORI
Titrasi iodometri dan iodimetri adalah salah satu metode
t i t r a s i yang didasarkan pada reaksi oksidasi reduksi. Metode ini lebih
banyak digunakan dalam analisa jika dibandingkan dengan metode lain.
Alasandipilihnya metode ini karena perbandingan stoikometri yang
sederhana pelaksanannya praktis dan tidak benyak masalah dan mudah. (Rivai,
1995)
Titrasi tidak langsung iodometri dilakukan terhadap zat-zat oksidator
berupa garam-garam besi (III) dan tembaga sulfat dimana zat-zat oksidator ini
direduksi dahulu dengan kalium iodida dan iodin dalam jumlah yang setara dan
ditentukan kembali dengan larutan natrium tiosulfat baku. (Baaset, 1994).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan 
reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang
terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor,
atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi
harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain.
Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya
saja. (Khopkar, 2003: 145)
Larutan I2  digunakan untuk mengoksidasi reduktor  secara kuantitatif pada
titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena
I2 merupakan oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan reaksi
samping dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan
penyimangan hasil penetapan. (Mulyono, 2011)
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam titrasi iodometri dan iodimetri:
(Perdana, 2009)
1. oksigen error, terjadi jika dalam larutan asam, maka oksigen dari udara
akan mengoksidasi iodide menjadi iod (kesalahan makin besar dengan
meningkatnya asam)
2. reaksi iodometri dilakukan dalam suasana asam sedikit basa (pH <8)
3. larutan kanji yang sudah rusak akan memberikan warna violet yang sulit
hilang warnanya, sehingga akan mengganggu peniteran.
4. pemberian kanji terlalu awal akan menyebabakan iod menguraikan
amilum dan hasil peruraian menggangu perubahan warna pada titik akhir.
5. penambahan KI harus berlebih, karena I2 yang dihasilkan sukar larut
dalam air tetapi mudah larut dalam KI.
6. larutan Thiosulfat dalam suasana yang sangat asam dapat menguraikan
larutan thiosulfat menjadi belerang, pada suasana basa (pH>9) thio sulfat
menjadi ion sulfat.

Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun


indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena
larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator
yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu
pengawet. Pengawet yang biasa digunakan adalah merkurium (II) iodida, asam
borat atau asam formiat. Kepekatan indikator juga berkurang dengan naiknya
temperatur dan oleh beberapa bahan organik seperti metil dan etil alkohol.
(Underwood, 1993)

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena larutan iodium
yang berwarna khas dapat hilang pada titik akhir titrasi hingga titik akhir tercapai.
Tetapi pengamatan titik akhir titrasi akan lebih mudah dengan penambahan
larutan kanji sebagai indikator, karena amilum akan membentuk kompleks dengan
iodin yang berwarna biru sangat jelas. Penambahan amilum harus pada saat
mendekati titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan agar amilum tidak membungkus
iodin yang menyebabkan sukar lepas kembali, dan ini akan menyebabkan warna
biru sukar hilang, sehingga titik akhir titrasi tidak terlihat tajam. (Wunas, 1986).

Titrasi iodimetri harus dilakukan dengan lambat agar I 2 sempurna bereaksi


dengan sampel, jika titrasi cepat maka I2 tidak bereaksi sempurna dengan sampel
sehingga titik akhir titrasi lebih cepat tercapai dan hasilnya tidak akurat. Deteksi
titik akhir titrasi pada iodimetri dilakukan dengan menggunakan indicator kanji
atau amilum yang akan memberikan warna biru saat tercapainya titik akhir titrasi.
(Sudjaji, 2007)

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah


natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium
thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama (Underwood, 2001)

Iodium hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol per liter pada 25 oC), tetapi
agak larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Larutan iodium standar
dapat dibuat dengan menimbang langsung iodium murni dan pengenceran dalam
botol volumetrik. Iodium, dimurnikan dengan sublimasi dan ditambahkan pada
suatu larutan KI pekat, yang ditimbang dengan teliti sebelum dan sesudah
penembahan iodium. Akan tetapi biasanya larutan distandarisasikan terhadap
suatu standar primer, As2O3 yang paling biasa digunakan (Underwood, 2001).
ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah erlenmeyer, buret, statif,
klem, pipet ukur, pipet teetes, caawan petri, spatula, neraca analitik, pengaduk
kaca, kaki tiga, bunsen, korek api, kasa, gelas beaker.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah aquades, H2SO4 , KI,
KIO3 , natrium tiosulfat, HCl, I2, indikator amilum, asam karboksilat, vitamin C.
METODE : (sesuai acara)
HASIL DAN PEMBAHASAN
 Hasil
Standarisasi natrium tiosulfat dengan KI + KIO3 + H2SO4
I II III
V. awal 0 0 0
V. akhir 26,9 26,8 26,8 ml
V. ditambahkan 26,9 ml 26,8 ml 26,8 ml
Rata - rata 26,83 ml

Analisa hidrogen peroksida dengan KI


I II III
V. awal 3,6 ml 5,9 ml 8,4 ml
V. akhir 5,9 ml 10,7 ml 10,7 ml
V. ditambahkan 2,3 ml 2,5 ml 2,3 ml
Rata - rata 2,37 ml

Srandarisasi iodium dengan Na2S2O3


I II III
V. awal 0 0 0
V. akhir 33,2 ml 33, 3 ml 33,4 ml
V. ditambahkan 33,2 ml 33,3 ml 33,4 ml
Rata-rata

Titrasi asam askorbat dengan I2-KI (1:3) pakai Na2S2O3 0,1 M


I II III
V. awal 2 ml 15,1 ml 28,2 ml
V. akhir 15,1 ml 28,2 ml 41,3 ml
V. ditambahkan 13,1 ml 13,1 ml 13,1 ml
Rata-rata 13,1 ml
Titrasi sampel Vit C dengan I2-KI
I II III
V. awal 26,7 ml 28,5 ml 30,3 ml
V. akhir 28,5 ml 30,3 ml 32,2 ml
Vditambahkan 1,8 ml 1,8 ml 1,9 ml
rata-rata 1,833ml

KESIMPULAN : (sesuai tujuan)

DAFTAR PUSTAKA
 Basset J. dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analitik Kuantitatif
Anorganik. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC.
 Day, R.A & Underwood, A.L. 2001.Analisis Kimia Kuantitatif.
Jakarta:Erlangga
 Day, R.A & Underwood, A.L. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V.
Jakarta:Erlangga.
 Khopkar S. M. . 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik.Jakarta : UI Press
 Mulyono.2011.Membuat Reagen Kimia.Jakarta : Bumi Aksara.
 Perdana, Irvan.2009. Memahami Kimia SMA/MA Kelas XI semester 1 dan
2 Program Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta : Pusat Perbukuan
Departemen Pendidikan Nasional.
 Rivai, Harrizal.1995.Asas Pemeriksaan Kimia.Jakarta:Universitas
Indonesia Press.
 Sudjaji. 2007. Kimia Farmasi Analisis . Yoyakarta : Pustaka pelajar.
 Wunas, J., Said, S. 1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar :
UNHAS.

Anda mungkin juga menyukai