Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“DEMOKRASI PANCASILA”
Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen Pengampu :
Do Merda Nurul Yaqin Al Romdoni,M.H.

Disusun oleh :
1. Ayu Setiorini (12211193019)
2. Wilzanaza Amirul Sifa’ (12211193023)
3. Mustaqfirohtun Nisa’ (12211193054)
4. Nurul Arba’atin (12211193089)

SEMESTER I
JURUSAN TADRIS FISIKA 1B
FAKULTAS TARBIAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan
karunianya sehingga makalah ini sanggup tersusun hingga selesai. Tidak lupa
kami mengucapkan begitu banyak terimakasih atas uluran tangan dan bantuan berasal dari
pihak yang telah bersedia berkontribusi bersama dengan mengimbuhkan sumbangan baik
anggapan maupun materi yang telah mereka kontribusikan.
Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta
ilmu bagi para pembaca. Sehingga untuk ke depannya sanggup memperbaiki bentuk maupun
tingkatkan isikan makalah sehingga menjadi makalah yang miliki wawasan yang luas dan
lebih baik lagi.
Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman kami, Kami percaya tetap banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat berharap saran dan kritik yang
membangun berasal dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
 
.                                           

Tulungagung,5 Oktober 2019


 
.                                                

 Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .......................................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................................... ii
Bab I (Pendahuluan)
A. Latar belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan penulisan ........................................................................................................... 2
Bab II (Pembahasan)
A. Konsepsi Demokrasi Indonesia...................................................................................... 3
B. Prinsip Dasar Demokrasi Pancasila ........................................................................... 15
C. Filsafat dan Aspek Demokrasi Pancasila .................................................................... 19
D. Mekanisme Demokrasi Pancasila ............................................................................... 26
Bab III (Penutup)
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 33
B. Saran ............................................................................................................................ 33
Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 34

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Semua negara mengakui bahwa demokrasi sebagai alat ukur dari keabsahan politik.
Kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintahan untuk tegaknya sistem
politik demokrasi. Demokrasi meletakkan rakyat pada posisi penting, hal ini karena masih
memegang teguh rakyat selaku pemegang kedaulatan. Negara yang tidak memegang
demokrasi disebut negara otoriter. Negara otoriter pun masih mengaku dirinya sebagai
negara demokrasi. Ini menunjukkan bahwa demokrasi itu penting dalam kehidupan
bernegara dan pemerintahan. Sejak merdeka perjalanan kehidupan demokrasi di Indonesia
telah mengalami pasang surut. Dari Demokrasi Parlementer/Liberal (1950 –1959),
Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966) dan Demokrasi Pancasila (1967 – 1998).
Tiga model demokrasi ini telah memberi kekayaan pengalaman bangsa Indonesia
dalam menerapkan kehidupan demokrasi. Setelah reformasi demokrasi yang diterapkan di
Indonesia semakin diakui oleh dunia luar. Reformasi telah melahirkan empat orang
presiden. Mulai dari BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati hingga Susilo Bambang
Yudhoyono. Demokrasi yang diterapkan saat ini masih belum jelas setelah pada masa
Presiden Soeharto dikenal dengan Demokrasi Pancasila. Demokrasi adalah ‟pemerintahan
rakyat‟. Masyarakat bebas berpendapat dan berorganisasi dan rakyat juga memilih
langsung atau memilih sendiri pemimpinnya. Komisi negara dibentuk oleh negara.
Perkembangan demokrasi turut meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Masyarakat
boleh mengorganisasikan diri untuk ikut serta dalam proses pengambilan keputusan.
Masyarakat atau rakyat kembali merasakan kebebasan sipil dan politiknya. Rakyat
menikmati kebebasan berpendapat serta rakyat menikmati kebebasan berorganisasi.
Dalam kondisi seperti ini, beberapa kalangan menilai penerapan demokrasi di Indonesia
harus dijiwai dengan ideologi atau dasar negara RI yaitu Pancasila. Pancasila sebagai
dasar atau ideologi negara harus diterapkan dalam kehidupan berdemokrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsepsi Demokrasi Indonesia?
2. Apa saja Prinsip Dasar Demokrasi Pancasila?
3. Apa Filsafat dan Aspek Demokrasi Pancasila?
4. Bagaimana Mekanisme Demokrasi Pancasila?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Konsepsi Demokrasi Indonesia
2. Untuk Mengetahui Prinsip Dasar Demokrasi Pancasila
3. Untuk Mengetahui Filsafat dan Aspek Demokrasi Pancasila
4. Untuk Mengetahui Mekanisme Demokrasi Pancasila

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsepsi Demokrasi Indonesia

Demokrasi terdiri atas dua kata berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” berarti
rakyat atau penduduk dan “cratein” atau “cratos” berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dari
dua kata tersebut terbentuklah suatu istilah “demoscratein” atau “demoscatos” atau
“demokratia” yang berarti negara dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan
rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat, atau pemerintahan negara rakyat yang berkuasa.1

Di Yunani pada abad ke- 6 SM, bentuk pemerintahan negara kota adalah bentuk
pemerintahan rakyat yang pertama kali. Athena dalam sejarah demokrasi merupakan bentuk
pemerintahan rakyat yang tertua.

Pengertian Demokrasi

Dalam kehidupan bernegara istilah demokrasi mengandung pengertian bahwa rakyat


yang memberikan ketentuan dalam masalah – masalah mengenali kehidupannya, termasuk
menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyatnya.
Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi, maka pemerintahannya
diselenggarakan atas kehendak rakyatnya. Demokrasi berarti juga pengorganisasian negara
yang dilakukan oleh rakyat atau atas persetujuan rakyat.

Pemerintahan demokrasi adalah suatu pemerintahan yang melaksanakan kehendak


rakyat, akan tetapi kemudian ditafsirkan dengan suara terbanyak dari rakyat banyak. Jadi
tidak melaksanakan kehendak seluruh rakyat, karena selalu mengalahkan kehendak golongan
yang sedikit anggotanya. Dalam pemerintahan demokrasi dijamin hak-hak kebebasan setiap
orang dalam suatu negara.

Demokrasi dapat dipandang sebagai suatu mekanisme dan cita-cita hidup


berkelompok sesuai kodrat manusia hidup bersama dengan manusia lain yang disebut
kerakyatan, yaitu bersama dengan rakyat banyak atau masyarakat. Oleh karena itu, demokrasi
adalah mementingkan atau mengutamakan kehendak rakyat.2

Demokrasi dapat dikatakan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
yaitu adanya tuntutan atau dukungan dari rakyat sebagai masukan, kemudian tuntutan itu
dipertimbangkan dan di musyawarahkan oleh rakyat yang duduk di lembaga legislatif sebagai
1
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 177
2
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 178
proses konversi, dan hasilnya berupa kebijaksanaan atau aturan untuk rakyat sebagai keluaran.
Hasil keluaran dapat memengaruhi tuntutan baru, jika tidak sesuai dengan apa yang dituntut.

Demokrasi atau kerakyatan merupakan pola hidup berkelompok di dalam organisasi


negara yang sesuai dengan keinginan dan tuntutan orang hidup berkelompok. Keinginan dan
tuntutan orang-orang yang berkelompok terutama ditentukan oleh pandangan hidup
(weltanschauung), filsafat hidup bangsa (filosofiche grondslag), dan ideologi bangsa yang
bersangkutan, yang menjadi aksioma kehidupan dalam bermasyarakat berbangsa dan
bernegara.

Demokrasi atau kerakyatan muncul sebagai akibat suatu sistem pemerintahan diktator
yang otoriter yang membawa akibat buruk bagi orang banyak sebagai rakyatnya. Akibat-
akibat buruk tersebut antara lain adalah:

 Penindasan dan eksploitasi terhadap rakyat, terutama eksploitasi tenaga dan pikiran
rakyat sehingga rakyat hanya punya kewajiban tanpa hak.
 Kondisi kehidupan masyarakat seperti diatas selalu mengakibatkan timbulnya konflik
dengan korban yang lebih banyak dari pihak rakyat.
 Kesejahteraan bertumpu pada para penguasa dan pemimpin sedangkan rakyat dibiarkan
hidup melarat tanpa jaminan masa depan.

Faktor-faktor diatas melatarbelakangi ide pemerintah yang demokratis untuk


menjamin kesejahteraan rakyat banyak secara merata (Sumarsono (dkk), 2001).3

Hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta


pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik
dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan berada di
tangan rakyat mengandung pengertian: pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the
people); kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people); ketiga, pemerintahan
untuk rakyat (government for the people). Suatu pemerintahan dikatakan demokratis, bila
ketiga hal diatas dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan (Dede Rosyada
(dkk), 2003).

Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the people); mengandung


pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate
government) dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unligitimate government) di
3
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 180
mata rakyat. Pemerintahan yang sah dan diakui berarti suatu pemerintahan yang mendapat
pengakuan dan dukungan yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak
sah dan tidak diakui berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan
tidak mendapat pengakuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi bagi suatu pemerintahan
sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan dapat menjalankan roda
birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat
kepadanya. Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintahan yang
sedang memegang kekuasaan dituntut kesadarannya bahwa pemerintahan tersebut diperoleh
melalui pemilihan dari rakyat bukan pemberian wangsit atau kekuasaan supranatural (Dede
Rosyada (dkk), 2003).

Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the people). Pemerintahan oleh


rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas
dorongan diri dan keinginannya sendiri. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam
menjalankan kekuasaannya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya. Karena itu,
pemerintah harus tunduk kepada pengawasan rakyat (social control). Pengawasan rakyat
dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung yaitu melalui
perwakilannya di parlemen (DPR). Dengan adanya pengawasan oleh rakyat akan
menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan DPR)
(Dede Rosyada (dkk), 2003).

Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (government for the people), memgandung


pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan
untuk kepentinga rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan diatas
segalanya. Untuk itu pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat
dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya, bukan sebaliknya
hanya menjalankan aspirasi keinginan diri, keluarga dan kelompoknya. Oleh karena itu,
pemerintah harus membuka saluran-saluran dan ruang kebebasan serta menjamin adanya
kebebasan seluas-luaasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui
media pers maupun secara langsung (Dede Rosyada (dkk), 2003).4

Demokrasi dalam Ajaran Pancasila

Dalam ajaran Pancasila istilah demokrasi tidak disebutkan, demokrasi disamakan


dengan kerakyatan. Demokrasi atau kerakyatan yang berdasarkan Pancasila adalah tercantum
4
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 180-182
dalam sila keempat Pancasila, yaitu: Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan. Inilah merupakan rumusan singkat demokrasi
Indonesia.

Dalam Pancasila rumusannya merupakan satu kesatuan yang saling mengualifikasi,


tiap sila mengandung keempat sila lainnya (menurut konsep Notonagoro), sehingga sila
keempat Pancasila dikualifikasi oleh empat sila lainnya. Dengan demikian demokrasi
Pancasila dapat dirumuskan secara lengkap sebagai berikut:

Kerakyatan yang diimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan, yang berketuhanan Yang Maha Esa berkemanusiaan yang adil dan beradab,
berpersatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Konsekuensi logis dari rumusan yang saling mengualifikasi dengan dasar demokrasi
adalah suatu sistem pemerintahan rakyat yang dalam menggunakan hak-hak demokrasi
haruslah selalu disertai dengan tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa menurut
keyakinan agama masing-masing, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai
dengan harkat dan martabat manusia, haruslah menjamin persatuan dan kesatuan rakyat
sebagai bangsa Indonesia, dengan tujuan mencapai kebahagiaan hidup bersama untuk
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Demokrasi yang berketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa dalam
pelaksanaan kehidupan bernegara harus dijiwai nilai-nilai religius yang terwujud dalam
kesadaran keagamaan yang tinggi. Pengakuan akan Ketuhanan Yang Maha Esa ini
mempunyai kaitan dengan dasar kemanusiaan yang adil yaitu adil terhadap Tuhan, bahwa
dalam kehidupan bernegara harus diwujudkan dan dipelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan cita-cita moral rakyat yang luhur mengandung implikasi toleransi, juga dalam
kesadaran keagamaan. Hal ini berarti bahwa dalam kehidupan bernegara diusahakan
kesempatan yang sama pengembangan kesadaran beragama bagi masing-masing golongan
(agama) dengan semangat saling menghormati satu sama lainnya dengan dasar tenggang
rasa.5

Demokrasi yang berkemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian


bahwa dalam demokrasi Pancasila harus memandang manusia sebagai makhluk Tuhan yang
memiliki kesadaran keagamaan dan kesadaran akan norma-norma keadilan dan norma-norma

5
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 182-184
keadaban. Demokrasi yang diintegrasikan dengan kemanusiaan yang adil berarti
menghendaki terwujudnya norma keadilan dalam perikehidupan bernegara, yaitu kesadaran
untuk memberikan atau melakukan kepada masing-masing apa yang telah menjadi haknya
baik kepada diri sendiri kepada sesama maupun kepada Tuhan. Demokrasi yang
diintegrasikan dengan kemanusiaan yang beradab ialah kerakyatan yang memelihara nilai-
nilai moral yang berlaku dalam hidup bersama, dan yang berarti pula memiliki keluwesan
dalam pergaulan hidup.

Demokrasi yang berpersatuan Indonesia mengandung pengertian bahwa demokrasi


Pancasila menghendaki integrasi antara bangsa dan tumpah darah Indonesia, menuntut
identitas nasional sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, berkepribadian nasional
dalam pergaulan antarbangsa menurut hukum internasional, dan stabilitas nasional yang
merupakan syarat mutlak bagi pembangunan bangsa dan negara menuju ke terciptanya
Ketahanan Nasional. Hal ini berarti bahwa betapapun rakyat Indonesia berbeda pendapat
dalam soal-soal politik, ekonomi, sosial budaya, dan agama sekalipun, dituntut untuk
memiliki semangat toleransi yang tingggi demi memelihara integritas, identitas, kepribadian
dan stabilitas nasional.

Demokrasi yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung


pengertian bahwa perwujudan demokrasi Pancasila harus diarahkan untuk terciptanya
masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah yang setiap warga dalam hidup
bersama mendapatkan segala sesuatu yang telah menjadi haknya baik hubungan antarindividu
sebagai warga negara serta hubungan keseluruhan sebagai negara terhadap individu maupun
individu sebagai warga negara terhadap keseluruhan yang sesuai dengan hakikat manusia adil
dan beradab.

Dengan dasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa demokrasi Pancasila berarti
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
dengan takwa kepada Tuhan dan kesadaran keagamaan yang disertai semangat toleransi yang
tinggi, saling menghormati sesama umat beragama, yang dituntut untuk memberikan kepada
setiap orang apa yang telah menjadi haknya dengan menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, dan juga kerakyatan yang dilandasi oleh integritas, identitas, kepribadian dan
stabilitas nasional, baik di bidang politik maupun sosial ekonomi, dengan tujuan mewujudkan
masyarakat adil dan makmur sejahtera lahiriah batiniah.6

6
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 184-185
Perkembangan Demokrasi di Indonesia

Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang-surut (fluktuasi) dari masa


kemerdekaan sampai saat ini. Dalam perjalanan bangsa dan negara Insonesia, masalah pokok
yang dihadapi ialah bagaimana demokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dari segi waktu dibagi
dalam empat periode yaitu: (1) Periode 1945-1959; (2) Periode 1959-1965; (3) Periode 1965-
1998; (4) Periode 1998 – sekarang.

a. Demokrasi Parlementer

Sejak 1945 saat Indonesia merdeka sampai 1959 dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli
tahun 1959, dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sesudah proklamasi. Undang-
Undang Dasar 1945 belum sempat dilasanakan sepenuhnya, karena rakyat masih
mempertahankan kemerdekaan. Sistem pemerintahan seharusnya sistem presidensial, tetapi
dalam keadaan darurat digunakan sistem parlementer, sebagaimana tertuang dalam Maklumat
Pemerintah tanggal 14 November 1945, yang isinya adalah:

“Pemerintahan Republik Indonesia setelah mengalami ujian-ujian yang ketat dengan selamat,
dalam tingkatan pertama dari usahanya menegakkan diri, merasa bahwa saat sekarang sudah
tepat untuk menjalankan macam-macam tindakan darurat guna menyempurnakan tata usaha
negara kepada susunan demokrasi. Yang terpenting dalam perubahan-perubahan susunan
kabinet baru itu ialah tanggung jawab adalah di dalam tangan menteri”.

Dalam Undang-Undang Dasar Sementara !950 menetapkan berlakunya sistem


parlementer di mana badan eksekutif terdiri dari Presiden sebagai kepala negara
konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena
fragmentasi partai-partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama.
Koalisi yang dibangun dengan dasar persatuan dan kesatuan, sangat rapuh gampang pecah.
Hal ini mengakibatkan destabilitasi politik nasional.7

Disanping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak
memperoleh saluran dan tempat yang realistis dalam konstelesi politik, padahal merupakan
kekuatan yang paling penting, yaitu seorang presiden sebagai kepala negara yang tidak mau
bertindak sebagai yang membubuhi capnya belaka yang pelaksanaan pemerintahan di tangan
Perdana Menteri, dan juga tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung
7
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 186-187
jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia pada umumnya.

Dalam demokrasi parlementer, pemilihan umum pertama di Indonesia pada masa ini,
diadakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR, dan tanggal 15 Desember
1955 untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk didalam Dewan Konstituante yang akan
membentuk Undang-Undang Dasar baru sebagai pengganti Undang-Undang Dasar Sementara
1950.

Konstituante sebagai Dewan Penyusun Undang-Undang Dasar dalam sidangnya sejak


1956 sampai 1959 belum berhasil membuat Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan
Republik Indonesia, untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950, selalu
mengalami kesulitan karena tidak mencapai kesepakatan. Pihak-pihak yang berbeda
pendapatnya tidak ada yang mencapai suara 2/3 dari jumlah anggota Konstituante. Dengan
keadaan yang demikian itu Presiden Soekarno berusaha mencari jalan keluar dengan
menyampaikan amanatnya pada 22 April 1959 yaitu kembali ke Undang-Undang Dasr 1945.
Konstituante Republik Indonesia telah berkali-kali telah menanggapi anjuran Presiden
tersebut, dan ternyata tidak mendapat dukungan suara lebih dari 2/3. Berhubung dengan
kegagalan konstituante tersebut yang jelas akan menimbulkan keadaan ketata negaraan yang
membahayakan keutuhan negara kesatuan dan persatuan serta keselamatan bangsa, maka
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Dengan
dikeluarkannya Dekrit Presiden maka masa demokrasi berdasarkan sistem parlementer
berakhir.8

b. Demokrasi Tepimpin

Sejak 5 Juli 1959 sampai muncul gerakan yang terkenal dengan sebutan gerakan 30
September tahun 1965, dikenal dengan sebutan Demokrasi Terpimpin. Ciri-ciri periode ini
adalah dominasi dari Presiden, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh
komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli
1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencapai jalan keluar dari kemacetan
politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Undang-undang dasar 1945
membuka kesempatan bagi Presiden untuk bertahan selama sekurang-kurangnya lima tahun.
Akan tetapi, Ketetapan MPRS Nomor: III/1096 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai
Presiden seumur hidup. Selain daripada itu banyak lagi tindakan yang menyimpang dari atau
8
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 187-188
menyelewengkan terhadap ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945b. Dalam tahun
1960 Ir.Soekarno sebagai Presiden membubarkan DPR hasil pemilihan umum.

Dalam pidatonya pada 17 Agustus 1959 dengan judul “Penemuan kembali Revolusi
kita”, Presiden Soekarno mengatakan bahwa prinsip-prinsip dasar demokrasi terpimpin ialah:
(1) Tiap-tiap orang diwajiban untuk berbakti kepada kepentingan umum, masyarakat, bangsa
dan negara. (2) Tiap-tiap orang berhak mendapat penghidupan layak dalam masyarakat,
bangsa dan negara.

Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti Dewan Perwakilan Rakyat
hasil pemilihan umum ditonjolkan peranannya sebagai pembantu pemerintah sedangkan
fungsi kontrol ditiadakan. Lagi pula pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat dijadikan menteri
dan dengan demikian ditekankan fungsi mereka sebagai pembantu Presiden di samping
fungsi sebagai wakil rakyat.

Hal terakhir ini mencerminkan telah ditinggalkannya doktrin trias politika. Dalam rangka
ini harus pula dilihat beberapa ketentuan lain pada bidang eksekutif. Misal, Presiden diberi
wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif berdasarkan Undang-Undang Nomor: 19
Tahun 1964, dan di legislatif berdasarkan peraturan tata tertib Peraturan Presiden Nomor: 14
Tahnu 1960 dalam hal anggota Dewan Perwakilan Rakyat tidak tidak mencapai manfaat.9

Selain dari itu, terjadi penyelewangan di bidang perundang-undangan di mana berbagai


tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden yang memakai Dekrit 5 Juli
1959 sebagai sumber hukum. Lagi pula didirikan badan-badan ekstrakonstitusional seperti
Front Nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan, sesuai
dengan taktik Komunisme Internasional yang menggariskan pembentukan Front Nasional
sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat. Partai politik dan pers yang sedikit
menyimpang dari “ rel revolusi” tidak dibenarkan dan dibredel, sedangkan politik mercusuar
di bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan
ekonomi menjadi tambah seram. Partai Komunis Indonesia dengan Gerakan 30 September
1965 telah mengakhiri periode ini dan membuka peluang untuk memulai masa demokrasi
konstitusional dengan nama Demokrasi Pancasila. Dalam pandangan A. Syafi’i Ma’arif
demokrasi terpmpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno sebagai Ayah dalam famili
besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan terpusat berada di tangannya. Dengan
demikian kekeliruan yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin Soekarno adalah adanya
9
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 189-190
pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan
hanya pada diri pemimpin, sehingga tidak ada ruang kontrol dan check and balance dari
legislatif terhadap eksekutif (dalam Dede Rosyada (dkk), 2003).10

c. Demokrasi Konstitusional

Setelah Gerakan 30 September tahun 1965 timbul era Orde Baru sampai tahun 1998 saat
munculnya reformasi. Landasan formal Orde Baru adalah Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS/MPR, maka disebut demokrasi konstitusional,
guna meluruskan penyelewengan terhadap Undang-Undang Dasar 1945, yang terjadi dalam
masa demokrasi terpimpin. Ketetapan MPRS Nomor : III Tahun 1963 yang menetapkan masa
jabatan seumur hidup telah dibatalkan dan jabatan presiden kembali menjadi jabatan efektif
setiap lima tahun. Ketetapan MPRS Nomor : XIX Tahun 1966 telah menentukan ditinjaunya
kembali produk-produk legislatif dari masa Demokrasi Terpimpin dan atas dasar itu Undang-
Undang Nomor : 19 Tahun 1964 telah diganti dengan suatu undang-undang baru (Nomor : 14
Tahun 1970) yang menetapkan kembali asas “Kebebasan badan-badan pengadilan”. Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol, di samping ia tetap
mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status
menteri.

Begitu pula tata tertib meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk
memutuskan permasalahan yang tidak dapat diacapai mufakat antara badan legelatif.
Golongan karya, diamana anggota ABRI memainkan peran penting, diberi landasan
konstitunasional yang lebih formal. Selain itu dari beberapa hak asasi diusahakan supaya
diselenggarakan secara lebih penuh dengan memeberi kebebasan lebih luas kepada pers untuk
menyatakan pendapat,dan kepada partai – partai politik untuk bergerak dan menyusun
kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum 1991. Dengan demikian diharapkan
terbinanya partisipasi golongan – golongan dalam masyarakat disamping diadakan
pembangunan ekonomi secara teratur (Dede Rosyada (dkk), 2003).

Perkembangan demokrasi di Indonesia ditentukan batas – batasannya tidak hanya


keadaan sosial, kultural, geografis dan ekonomi, tetapi juga oleh penilaian mengenai
pengalaman pada masa lampau. Rakyat Indonesia telah sampai pada titik dimana disadari
bahwa badan eksekutif yang tidak kuat dan tidak kontinu tidak memerintah secara efektif
sekalipun program ekonominya teratur dan sehat. Akan tetapi, rakyat menyadari pula bahwa
10
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 190-191
badan eksekutif yang kuat tetapi tidak”committed” kepada suatu program pembangunan
malah dapat membawa kebobrokkan ekonomi karena kekuasaan yang dimiliki disia-siakan
untuk tujuan yang hakikatnya merugikan rakyat. Akibat – akibatnya aanlebih merugikan lagi
kalau ia terpanggil untuk melampaui batas-batas kekuasaan formal ia akan membungkam
suara – suara kritis dan cenderung menuju kultus individu dan otokrasi sehingga rakyat jauh
dari hidup demokratis (Dede Rosyada (dkk), 2003).
Dengan demikian “demokrasi konstitusional” atas atausering disebut “demokrasi
pancasila”dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan gagasan belum sampai pada
tataran praksis atau penerapan. Oleh karena, dalam praktik kenegaraan dan pemerintahaan,
rezim ini sangat tidak memberi ruang bagi kehidupan berdemokrasi, seperti dikatakan oleh M.
Rusli Karim rezim orde baru ditandai oleh: (1) Dominannya peranan ABRI, (2) Birokratisasi
dan sentralisasipngambilan keputusan politik, (3) Pengebirian peran dan fungsi partai politk,
(4) Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik, (5) Masa
mengambang, (6) Monolitisasi ideologi negara, (7) Inkorporasi lembaga nonpemerintah.
Tujuh ciri tersebut menjadikan hubungan negara versus masyarakat secara berhadap-hadapan
dan subordinat, di mana negara atau pemerintah sangat mendominasi (Dede Rosyada (dkk),
2003). Dengan demikian nilai-nilai demokrasi konstitusional atau demokrasi Pancasila ala
Orde Baru.11
d. Demokrasi Pancasila
Runtuhnya rezim otoriter Orde Baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya
demokrasi di Indonesia, sejak 1999 sampai sekarang. Demokrasi yang didengungkan adalah
demokrasi Pancasila era Reformasi. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan
rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi Indonesia. Transisi demokrasi
merupakan fase krusial yang kritis, karena dalam fase ini akan ditentukan ke mana arah
demokrasi yang akan dibangun. Dalam fase reformasi ini peranan partai politik sangat
dominan mengembalikan perimbangan kekuatan dan fungsi antara lembaga negara. Selain itu
dalam fase inipula bisa saja terjadi pembalikan arah perjalanan bangsa dan negara yng akan
menghantar Indonesia kembali memasuki masa otoriter sebagaimana yang terjadi pada
periode orde lama dan periode orde baru.
Menurut Sorensen transisi bentuk pemerintahan (rezim) nondemokratis menjadi
demokratis merupakan proses yang sangat lama dan kompleks karena melibatkan beberapa
tahap.

11
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 191-193
 Pertama, tahap persiapan, yang ditamdaidengan pergulatan dan pergolakan politikyang
terakhir dengan jatuhnya rezim nondemokratis.
 Kedua, tahap penentu, di mana unsur-unsur penegak demokrasi dibangun dan
dikembangkan.
 Ketiga, tahap konsolidasi, dimana demokrasi baru dikembangkan lebih lanjut sehingga
praktik-praktik demokrasi menjadi bagian yang mapan dari budaya politik.
Dalam kaitan dengan transisi menuju demokrasi, Indonesia saat ini tengah berada dalam
fase kedua dan ketiga (dalam Dede Rosyada (dkk), 2003).
Indikasi kearah terwujudnya kehidupan demokratis dalam era transisi menuju demokrasi
di Indonesia antara lain adanya reposisi dan redefinisi TNI dalam kaitannya dengan
keberadaanya pada sebuah negara demokrasi, diamandemenya pasal –pasal dalam konstitusi
negara RI ( amandemen I – IV ),adanya kebebasan pres, dijalankannya kebijakaan otonomi
daerah , dan sebagainya. Akan tetapi, sampai saat inipun masih dijumpai indikasi – indikasi
kembalinya kekuasan status quoyang ingin memutarbalikkan arah demokrasi Indonesia
kembali keperiode sebelum orde reformasi. Oleh sebab itu, kondisi transisi demokrasi
Indonesia untuk saat ini masih berada dipersimpangan jalan yang belum jelas kemana arah
pelabuhannya. Perubahan sistem politik melalui paket amandemen konstitusi dan pembuatan
paket perundang – undangan politik (UU partai politik, UU pemilu,UU pemilihan presiden
dan wakil presiden, UU susuan dan kedudukan DPR,DPRD, dan DPD) mampu mengawal
transisi demokrasi, masih masih menjadi pertanyaan besar (Dede Rosyada (dkk), 2003).
Sementara itu menurut Azyumardi, setidaknya ada empat prasyarat yang dapat membuat
pertumbuhan demokrasi menjadi lebih memberi harapan.
Pertama,peningkatan kesejahteraan ekonomi rakyat secara keseluruhan. Semakin,
sejahtera keekonomian sebuah bangsa,maka semakin besar peluangnya untuk
mengembangkan dan mempertahankan demokrasi.12
Kedua,pemberdayaan dann pengembangan kelompok – kelompok masyarakat yang
favourable bagi pertumbuhan demokrasi seperti “kelas menengah”, Lembaga Swadaya
Masyarakat, para pekerja dan sebagainya. Pemberdayaan dan pengembangan kelompok
masyarakat tersebut pada gilirannya membuat hubungan atara negara dan masyarakat
berimbang.
Ketiga, hubungan internasional yang adil dan seimbang. Sebagai negara yang tengah
menuju demokrasi, upaya demokratisasi membutuhkan dunia internasional. Dukungan,dunia

12
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 193-195
internasional dilandasi oleh semangat keadilan dan pengakuan kemandirian untuk dapat
menciptakan demokrasi. Bantuan ekonomi dunia internasional jangan menjadi keadaan yang
kontraproduktif bagi transisi menuju demokrasi.
Keempat,sosialisasi pendidikan kewarganegaraan. Pembentukan warga negara yang
memiliki keadaban demokratis dan demokrasi bradaban dapat dilakukan secara efektif hanya
melalui pendidikan kewarganegaraan.
Prints seperti dikutip Azyumardi menyakini bahwa negara – negara demokrasi baru
memerlukan sarana pendidikan yang memukunkan generasi muda mengetahui tentang
pengetahuan, niali – nilai dan keahlian yang diperlukan dalam untuk melestarikan demokrasi
(dalam Dede Rosyada (dkk), 2003). Melalui sosialsasi pendidikan kewarganegaraan dapat
dihasilkan warga demokratis yang menjadi tulang punggung penting bagi Indonesia.13

B. Prinsip Dasar Demokrasi Pancasila


1. Prinsip Kedaulatan Rakyat
Rakyat adalah sumber kekuasaan tertinggi yang dilaksanakan oleh pemerintah,
Hak memerintah yang dimiliki pemerintahan itu berasal dari rakyat. Jadi dalam
Negara demokrasi rakyat mendelegasikan sebagian kekuasaannya kepada para
anggota badan legislatif, pejabat eksekutif, para hakim pelaksana kekuasaan yudikatif
untuk mengatur kehidupan bernegara.
Walaupun rakyat mendelegasikan kekuasaannya kepada para pejabat
pemerintah namun rakyat tetap berdaulat. Karena rakyat tetap berkuasa menentukan
persoalan apa saja yang pengambilan kekuasaannya akan didelegasikan, kepada siapa
delegasi akan diberikan, syarat-syarat mekanisme pertanggungjawaban seperti apa
yang harus dilakukan wakil rakyat serta berapa lama delegasi kekuasaan itu diberikan.
2. Persamaan Politik
Dalam Negara demokrasi, setiap warga Negara mempunyai kesempatan yang
sama untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik.
Persamaan politik berarti persamaan kesempatan berpartisipasi, bukan
persamaan partisipasi nyata warga masyarakat. Tidak ada kesamaan tingkat partisipasi
warga negara dalam kehidupan demokrasi. Karena kemampuan dan kemauan warga
Negara dalam memanfatkan kesempatan berpartisipasi politik itu berbeda satu dengan
13
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 195-196
yang lainnya. Asalkan setiap warga Negara memiliki kesempatan sama berpartisipasi
sesuai dengan kehendak dan kemampuannya maka prinsip persamaan politik telah
terpenuhi.
3. Konsultasi kepada Rakyat
Prinsip ini juga merupakan konsekuensi logis dari prinsip kedaulatan rakyat.
Jika pejabat pemerintah hanya mengikuti kehendaknya sendiri bukan kehendak rakyat,
atau jika mereka dapat melakukan hal semacam itu maka yang sesungguhnya yang
berdaulat adalah para pejabat itu sendiri bukan rakyat. Agar prinsip ini berjalan, maka
harus ada mekanisme kelembagaan agar para pejabat pemerintah dapat mengetahui
kebijakan-kebijakan apa yang diharapkan oleh rakyat. Setelah kebijakan yang sesuai
kehendak rakyat ditetapkan pemerintah wajib melaksanakannya secara bertanggung
jawab.14

4. Majority Rule dan Minority Right


Dalam demokrasi berlaku prinsip majority rule, artinya bahwa keputusan
pemerintahan tidak boleh bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat. Jika rakyat
tidak sependapat mengenai masalah maka pemerintah harus bertindak sesuai dengan
kehendak terbesar, bukan yang terkecil dari rakyat.
5. Walaupun dalam demokrasi kemauan mayoritas akhirnya harus menang,tetapi
demokrasi tidak sama dengan pemerintahan menurut kehendak mayoritas. Keputusan
mayoritas harus diambil setelah kaum minoritas didengar dan dipertimbangkan
aspirasinya. Dengan demikian keputusan yang diambil tidak boleh mengabaikan
kepentingan minoritas. Hal inilah yang dimaksud dengan prinsip minority right.
Mayoritas berhak mengambil keputusan, namun wajib mengingat bahwa
minoritas adalah juga bagian dari rakyat, yang harus dipertimbangkan hak dan
aspirasinya. Mayoritas tidak boleh memaksakan pendapatnya untuk menghancurkan
minoritas. Kelompok mayoritas harus menggunakan kemampuan ‘political sene’nya,
untuk tidak menghancurkan harapan kaum minoritas. Kelompok mayoritas harus
bertindak cermat dan adil agar kesatuan bangsa tetap dipertahankan walau terdapat
perbedaan.
Contoh : Dalam pemilu 2009 lalu pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Budiono
mendapat suara terbanyak sehingga mereka terpilih sebagai Presiden dan Wakil
Presiden RI periode 2009-2014.
14
Sri Harini Dwiyatmi,SH.MS, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hal. 157-158
Disamping itu menurut Beetham dan Boyle (2000) ada minoritas ‘permanen’,
yaitu kelompok minoritas yang terbentuk atas dasar ras, agama, bahasa, etnisitas atau
sesuatu ciri permanen lain. Ras Tionghoa di Indonesia, misalnya merupakan minoritas
permanen di hadapan mayoritas permanen pribumi. Orang-orang yang non muslim di
Indpnesia merupakan minoritas permanen di hadapan muslim Indonesia yang
merupakan mayoritas permanen. Prinsip mayority rule saja tidak mencukupi untuk
melindungi kepentingan minoritas permanen. Untuk melindungi kepentingan
kelompok minoritas permanen dapat dijalankan beberapa alternatif kebijakan seperti
(a) memberi perwakilan proposional kepada kelompok minoritas, (b) memberikan hak
veto kepada minoritas dan (c) memberikan otonomi khusus bagi minoritas. Contoh
penerapan dari ketiga alternatif kebijakan itu adalah sebagai berikut :
a. Dalam pemilu di Indonesia tahun 1955 etnis Tionghoa, Arab dan India diberi jatah
kursi di parlemen.
b. Memberikan hak veto kepada minoritas, yaitu hak untuk menolak kebijakan yang
dinilai merugikan atau mengancam eksistensi minoritas itu sendiri. Orang
Tionghoa di Indonesia misalnya dapat menolak keharusan untuk mengganti nama
Tionghoa mereka dengan nama Indonesia.
c. Memberi otonomi khusus bagi minoritas tentang urusan kelompok minoritas.
Misalnya, memberi keleluasan bagi penganut Kong Hu Cu untuk beribadah dan
menyakini Konghucu sebagai agama mereka. 15
6. Pemerintahan yang Terbatas
Dalam Negara demokrasi kekuasaan pemerintah harus dibatasi oleh hukum
dan konstitusi tertulis maupun tak tertulis yang harus dipatuhi. Pemerintahan harus
dijalankan sesuai prinsip rule of law (pemerintahan berdasarkan hukum) bukan
pemerintahan berdasarkan kekuasaan belaka. Hal itu juga sekaligus berarti bahwa
paham konstitualisme harus dijunjung tinggi. Contoh : Setiap Negara demokrasi
umumnya memiliki konstitusi (Undang-Undang Dasar) yang mengatur pembagian
kekuasaan Negara, pembatasan kekuasaan penguasa dan jaminan hak asasi warga
negara.
7. Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan
Untuk membatasi penggunaan kekuasaan oleh penguasa maka kekuasaan
negara harus dibagi di antara sejumlah lembaga dan badan pemerintah yang berbeda.

15
Sri Harini Dwiyatmi,SH.MS, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hal. 159-160
Setiap lembaga atau badan memiliki tanggungjawab utama atas fungsi tertentu seperti
fungsi legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Sebagai contoh sejalan dengan teori Trias Politic, kekuasaan negara di
Amerika Serikat dibagi menjadi tiga cabang yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif
yang masing-masing diberikan kepada lembaga negara yang berbeda pula. Pemisahan
kekuasaan dilakukan untuk menghindari tirani, anarki maupun penyalah gunaan
kekuasaan negara oleh pejabat pemerintah.
Kekuasaan legislatif dipegang oleh Konggres Amerika Serikat, sexual lembaga
bikameral (bi=dua, cameral=badan) karena terdiri atas Senat dan House of
Representatif (DPR). Senat adalah lembaga perwakilan negara bagian, sedang DPR
adalah lembaga perwakilan rakyat. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh Presiden
bersama Wakil Presiden dan Para Menteri dalam sebuah sistem Presidensial. Selain
sebagai pemerintaha Presiden Amerika Serikat juga memegang kuasa untuk (a)
mengadakan hubungan luar negeri, (b) menjadi pemimpin tertinggi militer, (c)
memilih pejabat eksekutif, (d) member atau menolak grasi, (e) memveto rancangan
undang-undang yang telah disetujui badan legislatif. Sedang lembaga yudikatif
dijalankan oleh Supreme Court (Mahkama Agung) dan lembaga-lembaga peradilan
dibawahnya. Lembaga peradilan di bawah MA meliputi Pengadilan Distrik yang
merupakan peradilan terendah di Amerika Serikat. Di atas Pengadilan Distrik ada
“Hakim Keliling” yang tugas utamanya Adela mendengarkan keluhan dari Pengadilan
Distrik. Di samping itu, di setiap negara bagian terdapat Pengadilan Negara Bagian.
8. Check and Balances / Saling control dan Saling mengimbangi agar tidak terjadi
dominasi satu cabang kekuasaan atas cabang kekuasaan yang lain, maka harus
diciptakan sistem yang memungkinkan masing-masing lembaga atau cabang
pemerintahan mempunyai kekuasaan untuk mengontrol kekuasaan lembaga lain.
Check and Balances dapat mencakup untuk melakukan “judicial review” yaitu
kekuasaan lembaga peradilan untuk menyatakan bahwa tindakan cabang kekuasaan
pemerintahan lain bertentangan dengan konstitusi oleh karena itu tidak berlaku. Di
Amerika Serikat misalnya diatur oleh mekanisme Check and Balances antar lembaga
negara untuk mencegah terjadinya penonjolan kekuasaan salah satu cabang kekuasaan.
Dengan sistem ini maka ketiga cabang kekuasaan di atas dapat saling mengontrol dan
saling mengimbangi satu sama lain.
9. Perlindungan Hak Hak Asasi Manusia.
Tujuan pemerintahan demokrasi adalah mewujudkan kesejahteraan dan
keadilan dalam masyarakat. Oleh karenanya dalam negara demokrasi hak hak asasi
manusia, seperti hak hidup, hak kebebasan, hak milik seseorang dan sejenisnya harus
dijamin dan dilindungi melalui proses hukum yang wajar. Sebagai contoh di Amerika
Serikat terdapat ‘Bill of Right’ yang merupakan bagian dari Kontitusin Amerika
Serikat dan yang isinya menjamin hak-hak manusia di negara yang bersangkutan.
10. Pergantian Pemimpin melalui Pemilihan salah satu nilai yang dijunjung tinggi dalam
demokrasi adalah anti kekerasan. Oleh karena itu, dalam demokrasi harus diupayakan
agar pergantian pemimpin itu berlangsung secara damai dan teratur. Pemilihan
menjamin bahwa posisi-posisi kunci dalam pemerintahan akan dikonteskan secara
periodic sehingga peralihan otoritas pemerintahan berjalan damai dan teratur. 16

C. Filsafat dan Aspek Demokrasi Pancasila


Demokrasi merupakan suatu alat atau sistem penuntut hidup kemasyarakatan dan
kenegaraan, karena atas dasar kehendak rakyat dan dipertimbangkan oleh rakyat sebagai suatu
kebijaksanaan untuk kepentingan rakyat. Demokrasi dijadikan sebagai filsafat hidup bangsa
yang khusus bagaimana rakyat cara berpartisipasi dalam pemerintahan dan bagaimana cara
membahagiakan rakyatnya.
Filsafat hidup bangsa tentang cara berpartisipasi rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan cara membahagiakan serta menyejahterakan rakyat,didahului oleh
bagaimana menyatukan bangsa, yang merupakan pokok pikiran persatuan dalam bernegara,
tanpa bersatu tidak akan terwujud pemerintahan suatu negara.
Bagaimana caranya partisipasi rakyat diatur dalam penyelenggaraan pemerintahan
merupakan aspek formal dalam demokrasi pancasila, untuk membahagiakan dan
memanusiakan rakyat dalam masyarakat negara dan dalam masyarakat bangsa – bangsa
sebagaiaspek material, kemudian seperangkat norma yang memjadi pembimbing dan kriteria
dalam mencapai tujuan negara sebagai aspek kaidah demokrasi Pancasila.
Sedangkan keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera
sebagai aspek tujuan demokrasi Pancasila, mempersoalkan organisasi sebagai perwujudan
pelaksanaan demokrasi dimana wadah tersebut harus cocok dengan tujuan yang hendak
dicapai oleh demokrasi sebagai aspek organisasi, dan yang terakhir dalam pemerintahaan dan

16
Sri Harini Dwiyatmi,SH.MS, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012), hal. 160-62
dalam hidup bernegara ialah semangat para penyelenggara negara dan semangat pemimpin
pemerintahan sebagai aspek semangat demokrasi pancasila.17

Demokrasi politik berdasarkan pancasila pada hakikatnya adalah wujud kedaulatan


ditangan rakyat yang diselenggarakan melalui musyawarah/perwakilan berdasarkan nilai nilai
luhur pancasila. Demokrasi pancasila mengandung makna bahwa dalam penyelesaian masalah
nasional yang menyangkut perikehidupan bermasyarakat,berbangs, dan bernegara sejauh
mengkin ditempuh jalan musyawarah untuk mencapai mufakat bagi kepentingan rakyat.
Penyelenggarakan pemerintah Indonesia tidak mengenal pemsahan kekuasaan secara resmi,
tetapi menganut pembagian kekuasaan berdasarkan paham kekeluargaan. Dalam demokrasi
pancasila menganut paham kekeluargaan tidak dikenal bentuk bentuk oposisi, diktatur
mayoritas, dan tirani minoritas. Hubungan antaralembaga pemerintah dan antar lembaga
pemerintah dengan lembaga Negara lainnya senatiasa dilandasi semangat kebersamaan,
keterpaduan, dan keterbukaan yang bertanggung jawa.18

17
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 203-204
dr masykuri abdillah,abera-verlag meyer & Co, Buku Demokrasi dipersimpangan makna respon intelektual
18

muslim Indonesia terhadap konsep demokrasi, hal. 217


Demokrasi sebagai Pandangan Hidup

Masyarakat harus menjadikan demokrasi sebagai filsafat hidup dalam bermasyarakat,


berbangsa, dan bernegara. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan
sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu demokrasi
memerlukan usaha nyata sebagai setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yng
kondusif sebagai manifestasi dari suatu kerangka berfikir dan rancangan masyarakat. Bentuk
konkret dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai filsafat hidup atau
pandangan hidup dalam seluk – beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh masyarakat
maupun pemerintah.
Pemerintah demokrasi membutuhkan kultur demokrasi untuk membuatnya eksis dan
tegak. Kultur demokrasi itu berada dalam masyarakat itu sendiri. Sebuah pemerintahan yang
baik dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya punya sikap positif dan proaktif
terhadap norma-norma dasar demokrasi. Karena itu, harus ada keyakinan yang luas di
masyarakat bahwa demokrasi adalah system pemerintahan yang terbaik dibanding dengan
system lainnya (Saiful Mujani, 2002). Untuk itu, masyarakat harus menjadikan demokrasi
sebagai pandangan hidup yang menuntun tata kehidupan kemasyarakatan,
kebangsaan,pemerintahan dan kenegaraan (Dede Rosyada (dkk), 2003).
Menurut Nurcholish Masdjid, demokrasi bukanlah kata benda, tetapi lebih merupakan
kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis, maka harus diupayakan.
Demokrasi dalam kerangka diatas berarti sebuah proses melaksanakan nilai – nilai keadapan
dalam bernegara dan bermasyarakat. Berikut ini adalah daftar penting norma dasar dalam
pandangan hidup demokrasi yang dikemukakan oleh Nurcholish Masdjid (Cak Nur). Menurut
Nurcholish Masdjidpandangan hidup demokrasi berdasarkan pada bahan – bahan telah
berkembang, baik secra teoritis maupun pengalaman praktis di negara – negara yang
demokrasinya cukup mapan paling tidak mencangkup tujuh norma ( Dede Rosyada (dkk),
2003). Ketujuh norma itu disebut sebagai norma dasar demokrasi.
Satu, pentingnya kesadaran akan pluralisme. Hal ini tidak saja sekedar pengakuan
akan kenyataan masyarakat yang majemuk. Lebih dari itu, kesadaran akan kemajemukan
menghendaki tanggapan yang positif terhadap kemajemukan itu sendiri secara aktif. Seseoran
akan dapatmenyesuaikan dirinya pada cara hidup demokratis jikaia mampu mendisiplinkan
dirinya kearah jenis persatuan dan kesatuan yang diperoleh melalui penggunaan perilaku
kreatif dan dinamis serta memahami segi – segi positif kemajemukan masyarakat. 19

19
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 204-206
Kedua,dalam peristilahan politik dikenal istilah “musyawarah”. Internalisasi makna
dan musyawarah menghendaki atau mengharuskan danya keinsyafan dan kedewasaan untuk
dengan tulus menerima kemungkinan kompromi. Semangat musyawarah menuntut agar setiap
orang menerima kemungkinan terjadinya pandangan dasar bahwa belum tentu, dan tidak
harus, keluruh keinginan atau pkiran seseorang atau kelompok akan diterima dan
dilaksanakan sepenuhnya. Kolerasi prinsip itu ialah kesediaan untuk kemungkinan menerima
bentuk – bentuk tertentu kompromi atau islah. Korelasinya yang lain ialah seberapa jauh kita
bisa bersikap dewasa dan mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat oaring lain,
menerima perbedaan pendapat, dan kemungkinanmengamil pendapat yang lebih baik. Dalam
masyarakat yang belum terlatih benar untuk berdemokrasi, sering terjadi kejenuhan antara
mengkritik yang sehat dan bertanggung jawab, dan menghina, yang merusak dan tanpa
tanggung jawab.
Ketiga,berpendapat bahwa cara haruslah sejalan dengan tujuan. Oaring yang
berusahan meraih tujuannya dengan cara – cara yang tidak peduli kepada pertimbangan
moral, dengan ungkapan “tujuan menghalalkan cara”. Pandangan hidup demokrasi
mewajibkan adanya keyakinan bahwa cara haruslah sejaln dengan tujuan. Bahkan
sesungguhnya klaim atas suatu tujuan yang baik harus diabsahkan oleh kebaikan cara yabg
ditempuh untuk meraihnya. Maka dari itu antara keduanya tidak boleh ada pertentangan.
Setiap pertentangan antara cara dan tujuan,ika telah tumbuh mengejala cukup luas, pasti akan
mengundang reaksi – reaksi yang dapat yang dapat menghancurka demokrasi. Demokrasi
tidak terbayang terwujud tanpa akhlak yang tinggi. Dengan demikian pertimbangan moral ata
keluhuran akhlak menjadi acuan dalam berbuat dan mencapai tujuan.
Keempat,permufakatan yang jujur dan sehat. Suasana masyarakat demokratis dituntut
untuk menguasai dan menjalankan seni pemusyawaratan yang jujur dan sehat itu guna
mencapai pemufakatan yang juga jujur dan sehat. Pemufakatan yang dicapai melalui
manipulasi atau taktik-taktik yang sesungguhnya hasil sebuah konspirasi,merupakan
pengkhianatan nilai dan semangat demokrasi. Karena itu, faktor ketulusan dalam usaha
bersama mewujudkan tatanan sosial yang baik untuk semua merupakan hal yang sangat
pokok. Prinsip ini pun terkait dengan paham musyawarah seperti dikemukakan di atas.
Musyawarah yang benar dan baik hanya akan berlangsung jika masing-masing pribadi atau
kelompok yang bersangkutan mempunyai kesediaan psikologi untuk melihat kemungkinan
orang lain benar dan dirinya salah, dan bahwa setiap orang pada dasarnya baik,
berkecenderungan, dan beriktikad baik.20
Kelima,pemenuhan kebutuhan pokok secara berencana. Kehidupan bersama
terpenuhinya kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang,dan papan. Ketiga hal itu menyangkut
masalah pemenuhan segi – segi ekonomi yang dalam pemenuhanya tidak lepas dari
perencanaan sosial – budaya. Warga masyarakat demokratis ditantang untuk mampu
menganut hidup dengan pepenuhan kebutuhan secara berencana, dan harus memiliki
kepastian bahwa rencana – rencana itu (dalam wujud besarnya ialah GBHN) benar – benar
sejalan dengan tujuan dan praktik demokrasi. Dengan demikian rencana pemenuhan
kebutuhan ekonomi harus mempertimbangkan aspek keharmonisan dan keteraturan sosial.
Keenam,kerja sama dan sikap saling memercayai iktikad baik. Kerja sama antar warga
masyarakat dan sikap saling memercayai iktikad baik masing – masing, kemudian dukung –
mendukung secara fungsional antara berbagai unsur kelembagaan kemasyarakat yang ada,
merupakan segi penunjang efisiensi untuk demokrasi. Masyarakat yang terkotak – kotak
dengan masing masing penuh curiga kepada lainnya bukan saja mengakibatkan tidak
efisiennya cara hidup demokratis, tapi juga dapat menjurus pada lahirnya pola tingkah laku
yang bertentangan dengan nilai – nilai asasi demokratis. Pengakuan akan kebebasan nurani,
persamaan hak dan kewajiban bagi semua dan tingkah laku penuh percaya pada iktikad baik
orang dan kelompok lain mengharuskan adanya landasan pandangan kemanusian yang positif
dan optimis, yang dengan sendirinya sulit menghindari perilaku curiga dan tidak percaya
kepada sesama manusia, yang kemudian ujungnya ialah keengganan bekerja sama.
Ketujuh,penting yang pendidikan demokrasi. Banyaknya tentang “pendidikan
demokrasi” umumnya masih terbatas pada usaha indoktrinasi dan penyuapan konsep –
konsep secara verbalistik. Terjadinya jurang pemisah antara das sein dan das sollen dalam
konteks ini ialah dari kuatnya budaya “menggurui”dalam masyarakat kita, sehingga
verbalisme yang dihasilkannya juga menghasilkan kepuasan tersendiri dan membuat yang
bersangkutan merasa telah berbuat sesuatu dalam penegakan demokrasi hanya kerena telah
berbicara tanpa perilaku. Pandangan hidup demokratis terlaksana dalam abad kesadaran
universal sekarang ini, maka nilai – nilai dan pengertian – pengertiannya harus dijadikan
unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan nasional. Tidak dalam arti menjadikannya
muatan kurikuler yang klise, tetapi diwujudkan dalam kehidupan nyata dalam sistem
pendidikan nasional. Bangsa Indonesia harus memulai dengan sunguh – sungguh memikirkan

20
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 206-209
untuk membiasakan anak didik dan msyararakat umumnya siap menghadapi perbedaan
pendapat dan tradisi pemilihan terbuka untuk menentukan pimpinan atau kebijakaan. Jadi
pendidikan demokrasi tidak saja dalam kajian konsep verbalistik, melainkan telah menyatu
dalam interaksi dan pergaulan sosial baik dikelas maupun diluar kelas. 21
Aspek Demokrasi Pancasila
Ada enam aspek demokrasi pancasila yaitu:
a. Aspek formal
Adalah menunjukan bagaimana caranya partisipasi rakyat diatur dalam penyelenggaraan
pemerintah, yaitu mempersoalkan proses dan caranya rakyat menunjuk wakil-wakilnya dalam
badan-badan perwakilan rakyat dan dalam pemerintahan, serta bagaimana mengatur
permusyawaratan wakil-wakil rakyat secara bebas, terbuka dan jujur untuk mencapai
konsensus bersama.
b. Aspek material
Adalah menegaskan pengakuan atas harkat dan martabat manusia sebagai makhluk tuhan,
yang menghendaki pemerintah untuk membahagiakannya, dan memanusiakan warga negara
dalam masyarakat negara dan negara bangsa-bangsa.
c. Aspek kaidah
Aspek kaidah demokrasi pancasila mengungkapkan seperangkat norma yang menjadi
pembimbing dan kriteria dalam mencapai tujuan kenegaraan. Dengan demikian seperangkat
norma itu merupan aturan permainan dalam penyelenggaraan negara. Aturan permaianan
sebagai norma – norma inidalam negara integralistik dengan system demokrasi pancasila
harus berlandaskan adanya beberapa hal, yaitu:
1) Prinsip kebersamaan. Kebersamaan merupakan suatu paham mengutamakan
kesepakatan bersama sebagai kesatuan yang mengatasi segala paham golongan
maupun perorangan. Perorangan merupakanbagian dari kebersamaan yang
mempunyai fungsi dan kedudukan sendiri untuk kemuliaan bersama.
2) Prinsip kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan suatu pola hidup yang selalu
memperhatikan semua anggota dalam hidup bersama dengan saling keterbukaan.
Saling keterbukaan ini memungkinkan adanya dialog yang mengarah pada
pengintegrasian bebbagai macam gagasan, pendapat dan buah pikiran. Integerasi
tersebut dapat memperkukuh persatuan dimana demokrasi pancasila harus berpijak.

21
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 208-213
3) Prinsip keadilan. Keadilan yaitu”kesediaan selalu memberikan atau memperlakukan
sebagai rasa wajib segala sesuatu yang telah memjadi haknya”. Dalam
menyelenggarakan keadilan perlu diperhitungkan adanya persamaan dan perbedaan
sebagai eksistensi manusia.
4) Prinsip kebenaran. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan pernyataan
dalam kata dn perbuataan atau antara kepribadian dan pengakuannya. Kebenaran
dapat bertahan terhadap serangan – serangan atau tuduhan – tuduhan.
Keempat prinsip dalam menyusun kaidah tersebut diatas ditambahkan dengan norma
cinta kasih, yaitu cinta kepada bangsa,cinta tanah air, cinta kepada negara, dan cinta kepada
sesama warga negara, dapat dituangkan ke dalam peraturan hukum positif dan menjadi
“aturan permainan” dalam melaksanakan demokrasi pancasila. Yang harus ditaati oleh
siapapun.
d. Aspek tujuan
Adalah menunjukan keinginan atau tujuan untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera
dalam negara hukum, negara kesejahteraan, negara bangsa, dan negara kebudayaan. Tujuan
yang berhubungan dengan empat macam negara tersebut ialah:
1) Terciptanya negara hukum, yaitu negara dalam segala tindakannya harus dilandasi
oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, dan
dipengendalian pemerintahnya dibatasi dengan hukum dasar.
2) Terciptanya negara bangsa, yaitu negara yang dalam tindakannya selalu
mengutamakan satu kesatuaan rakyat dalam membina nasionalisme dengan dasar cita
–cita hidup bersama dalam satu negara.
3) Terciptanya negara kesejahteraan, yaitu negara berkewajiban menyelenggarakan dan
memajukan kesejahteraan dan kemakmuran semua warga negara.
4) Terciptanya negara kebudayaan, yaitu negara berlandaskan sifat sosial budaya
bangsa yang berpangkal sifat kodrat monodualis kemanusiaan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa dan meningkatkan kebudayaan nasional.22

22
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 213-214
e. Aspek organisasi
Aspek organisasi dalam demokrasi pancasila mempersoalkan organisasi sebagai
perwujudan pelaksaan demokrasi pancasila, dimana wadah ersebut harus cocok dengan tujuan
yang hendak dicapai oleh demokrasi. Dalam hubungan ini dapat dibedakan antara:
 Organisasi system pemerintahan atau lembaga-lembaga pemerintahan/negara.
 Oraganisasi lembaga – lembaga dan kekuatan – kekuatan sosial politik dalam
masyarakat.
Organisasi pemerintahan atau lembaga – lembaga negara dan organisasi lembaga –
lembaga dan kekuatan- kekuatan sosial politik ini hanya dapa dibedakan tetapi tida dapat
dipisahakan oleh karena keduanya merupakan dua sisi atau dua muka dari hal yang satu, yaitu
demokrasi pancasila.
f. Aspek semangat
Dalam aspek semangat ini menekankan bahwa demokrasi pancasila memerlukan warga
negara yang berkepribadian, berbudi pekerti luhur , dan tekun dalam pengabdian. Ketiga hal
ini diuraikan sebagai berikut:
1) Kepribadian pancasila, yaitu para penyelenggaraan negara dan rakyat sebagaiwarga
negara berperilaku dan bersikap mental sesuai jiwa dan semangat pancasila, yakni
taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, kesediaan untuk memperlakukan pihak lain
sesama warga negara sesuai dengan segala hak asasinya, kesediaan mengutamakan
kepentingan bersama demi kesatuan bangsa dan memberi sesuatu yang telah menjadi
hak masing – masing dalam hidup bersama.
2) Budi pekerti luhur, yaitu dalam demokrasi pancasila yang dijiwai ketuhanan dan
kemanusiaan sebagai pokok pikiran keempat dalam pembukaan UUD 1945 yang
merupakan fundamen moral negara, menutut para penyelenggara negara dan rakyat
sebagai warga negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur, yang
mengandung pengertian taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan menjunjung tinggi
hak- hak manusia yang luhur dan memegang teguh cita – cita moral rakyat yang
luhur.
3) Tekun dalam pengabdian, yaitu dalam demokrasi pancasila kesidaan berkorban demi
memunaikan tugas jabtan yang dipangkunya sesuai harkat dan martabat manusia, dan
yang lebih penting lagi ialah kesediaanberkorban untuk sesame manusiadalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan dasar kebersamaan dan
kekeluargaan.23

D. Mekanisme Demokrasi Pancasila

Menurut Mohammad Hatta (1953), demokrasi telah berurat akar dalam pergaulan
hidup kita. Bangsa Indonesia sejak dahulu sesungguhnya telah mempraktikkan ide tentang
demokrasi meskipun masih sederhana dan bukan dalam tingkat kenegaraan. Dikatakan bahwa
desa-desa di Indonesia sudah menjalankan demokrasi, misalnya dengan pemilihan kepala desa
dan adanya rembug desa. Itulah yang disebut “demokrasi asli”. Demokrasi asli mempunyai
lima unsur yaitu: rapat, mufakat, gotong royong, hak mengadakan protes bersama, dan hak
menyingkir dari kekuasaan raja absolut. Saat itu, Muhammad Hatta lebih suka menggunakan
istilah kerakyatan, untuk membedakannya dengan demokrasi Barat yang cenderung
individualistik.

Namun demikian, demokrasi desa tidak bisa dijadikan pola demokrasi untuk Indonesia
modern. Kelima unsur demokrasi desa tersebut perlu dikembangkan dan diperbarui menjadi
konsep demokrasi Indonesia yang modern. Menurut Mohammad Hatta demokrasi modern
meliputi 3 hal yaitu: demokrasi dibidang politik, demokrasi di bidang ekonomi, demokrasi di
bidang sosial. Demokrasi di Indonesia tidak berdeda dengan demokrasi di barat dalam bidang
politik. Hanya saja demokrasi di Indonesia perlu mencakup demokrasi ekonomi dan sosial,
sesuatu yang tidak terdapat dalam masyarakat Barat.24

Gagasan serupa tampak pada pemikiran Ir. Soekarno tentang demokrasi . pada pidato
bersejarah tanggal 1 juni 1945 Soekarno berpendapat bahwa demokrasi Barat hanya
menyangkut demokrasi politik (politieke demokratie) saja. Tidak ada demokrasi sosial dan
ekonomi. Oleh karena itu Soekarno mengusulkan kalau kita mencari demokrasi, hendaknya
bukan demokrasi Barat tetapi permusyawaratan yang memberi hidup, yakni politieke-
economishe democratie yang mampu mendatangkan kesejahteraan sosial.

Soekarno menemukan konsep demokrasi tersebut sebagai sosio democratie, yaitu


demokrasi politik dengan keadilan sosial atau demokrasi dengan kesejahteraan. Selanjutnya ia
mengaitkan konsep sosio democratie tersebut sebagai konsep Indonesia yang tulen yakni
gotong royong. Uraian Soekarno tentang demokrasi ini berkaitan tawarannya mengenai lima

23
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal 214-215
24
Winarno Narmoatmojo,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Ombak, 2015), hal. 93
ide yang selanjutnya ia namakan dengan “Pancasila”. Bahwa prinsip demokrasi ini berkaitan
dengan kesejahteraan atau disingkat sebagai sosio demokrasi. Konsep tentang sosio
demokrasi dari Soekarno kelak menjadi sila IV dan V Pancasila. Gagasan tentang demokrasi
selanjutnya dirumuskan dan disepakati tertuang dalam sila keempat Pancasila yakni
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Secara normatif demokrasi Indonesia adalah demokrasi yang bersumberkan nilai pancasila
khususnya sila keempat. Oleh karena itu demokrasi Indonesia dikatakan Demokrasi Pancasila,
dimana prinsip-prinsip demokrasi yang dijalankan berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila. 25

Dalam hal ini perlu adanya pelaksanaan dalam sistem kenegaraan, yang disebut dengan
istilah mekanisme demokrasi Pancasila. Mekanisme berasal dari istilah ilmu teknik mesin
“mechanism” yang kemudian diberi arti yang umum, yaitu: suatu susunan yang terdiri atas
bagian-bagian yang dalam hubungan antara satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan
yang berproses.26

1. Pelaksanaan demokrasi pancasila agar tegak dan berkembang dipusatkan pada 10


(sepuluh) pilar demokrasi (Achmad Sanusi, 2006), yaitu;
a. Demokrasi yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa
Para pemeran politik dan pemimpin negara dan semua warga negara dalam
menerapkan demokrasi tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Ia dituntut agar
mempertanggungjawabkan segala tindakannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Demokrasi yang Menjunjung Hak Asasi manusia
Demokrasi mengharuskan adanya penghargaan terhadap harkat dan martabat
manusia dalam bentuk jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia demi
terwujudnya keadilan dalam masyarakat.
c. Demokrasi yang mengutamakan Kedaulatan Rakyat
Rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi.
Pelaksanaan kedaulatan melalui sistem perwakilan. Untuk mengisi lembaga
perwakilan perlu dilaksanakan pemilu secara periodik.
d. Demokrasi yang didukung kecerdasan
Warga negara yang cerdas dan terdidik secara politik merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan demokrasi. Oleh karena itu, pendidikan kewarganegaraan atau

25
Winarno Narmoatmojo,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Ombak, 2015), hal. 93-94
26
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal. 217
pendidikan politik amat penting dalam negara demokrasi untuk membekali warga
negara kesadaran hak dan kewajibannya.
e. Demokrasi yang menetapkan pembagian kekuasaan
Suatu negara yang demokratis harus ada pembagian kekuasaan. Hal ini untuk
menghindari terjadinya pemusatan kekuasaan kepada satu orang. Dan memberikan
kesempatan kepada lembaga lain untuk melakukan pengawasan dan meminta
pertanggungjawaban jalannya pemerintahan.
f. Demokrasi yang menerapkan konsep Negara Hukum
Hukum melandasi pelaksanaan demokrasi. Untuk mengembangkan kebebasan
yang demokratis tidak bisa dengan meninggalkan hukum. Tanpa hukum kebebasan
akan mengarah perbuatan yang anarkis. Pada akhirnya perbuatan itu meninggalkan
nilai-nilai demokrasi. Untuk mewujudkan demokrasi yang berdasarkan hukum tidak
dapat lepas dari perlidungan konstitusinal, badan peradilan yang bebas, kebebasan
berpendapat, berserikat, dan kesadaran kewarganegaraan.
g. Demokrasi yang menjamin otonomi daerah
Pelaksanaan demokrasi harus tetap menjamin tegaknya persatuan dan kesatuan
bangsa. Dengan dilaksanakan otonomi daerah yang semakin nyata dan bertanggung
jawab mengindakasikan paham demokrasi juga semakin berkembang. Sebagai wujud
prinsip demokrasi kekuasaan negara tidak dipusatkan pemerintah pusat saja namun
sebagian diserahkan kepada daerah menjadi urusan rumah tangga daerah itu sendiri.
h. Demokrasi yang berkeadilan sosial
Pelaksanaan demokrasi diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi bukan hanya politik saja melainkan juga
demokrasi sosial dan ekonomi. Demokrasi sosial artinya demokrasi yang ditemukan
dalam hubungan antar warga masyarakat dan atau warga negara. Juga harus dilandasi
oleh penghormatan terhadap kemerdekaan, persamaan dan solidaritas antar manusia.
i. Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat
Demokrasi juga mencakup dalam bidang ekonomi. Demokrasi ekonomi adalah
sistem pengelolaan perekonomian negara berdasarkan prinsip ekonomi. Perekonomian
harus dijaga dari persaingan bebas tanpa batas melalui peraturan perundangundangan.
Negara juga mengambil peran yang cukup dalam usaha mewujudkan kesejahteraan
rakyat.
j. Demokrasi dengan pengadilan yang merdeka
Sistem pengadilan yang merdeka memberi peluang seluas-luasnya kepada
semua pihak yang berkepentingan untuk mencari dan menemukan hukum yang seadil-
adilnya. Pengadilan yang merdeka dan otonom tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun,
namun hakim wajib mempertimbangkan keadilan yang berkembang di masyarakat.27
2. Mekanisme dasar Demokrasi pancasila
a. Paham Negara hukum
Negara Republik Indonesia adalah negara yang menganut sistem negara
hukum. Menjunjung tinggi dan taat kepada hukum hasil hikmat kebijaksanaan.
Tindakan negara harus dilandaskan atas hukum yang bersumber pada Pancasila untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah serta memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan dasar tindakan ini
maka negara hukum yang dimaksud adalah negara hukum dalam arti material.
Tindakan negara hukum ini berlandaskan juga dua segi pokok, yaitu: segi
kegunaan dan landasan hukum. Jika sesuatu hal ada kegunaannya namun tidak ada
dasar hukumnya, harus ditentukan dahulu dasar hukumnya untuk landasan bertindak.
Sesuatu keputusan pemerintah tidak dapat diambil, jika tidak didasarkan atas hukum
yang sudah ada, dalam arti hukum wajar dan bukan secara mendadak atau yang
sewenang-wenang. Paham negara hukum ini juga untuk membatasi pemerintah yang
tidak terbatas.
b. Paham konstitusionalisme
Negara Indonesia yang berdasar kebersamaan menganut paham
kostitusionalisme, yaitu suatu pemerintahan yang dibatasi oleh ketentuan-ketentuan
yang termuat dalam konstitusi, atau pemerintah berdasarkan atas sistem hukum dasar
tidak bersifat absolutisme. Paham ini juga menegaskan cara pengendalian pemerintah
dibatasi oleh ketentuan -ketentuan konstitusi dan juga hukum dari produk konstitusi.
Dalam paham konstitusionalisme, undang undang dasar 1945 sebagai konstitusi
jelmaan pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 pancaran dari pancasila,
berfungsi sebagai:
a. Dokumen yuridis yang mengatur pembagian kekuasaan antara lembaga-lembaga
Negara dan sistem pemerintahan Negara

27
Winarno Narmoatmojo,dkk, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Ombak, 2015), hal. 95
b. Penentu dan pembatas kekuasaan pemerintahan serta menjamin dan memelihara
hak-hak asasi warga negara.28
3. Mekanisme pelaksanan demokrasi pancasila
a. Supremasi di tangan rakyat
Dalam sistem kedaulatan rakyat, pelaksanaan sepenuhnya dilakukan oleh
rakyat menurut Undang-Undang Dasar ( UUD 1945,pasal 1 (2) (III)). Dalam
penjelasan UUD 1945 dinyatakan: “Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan
Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Penjelasan ini menegaskan kedudukan atau posisi
MPR berada di atas lembaga-lembaga tinggi negara. Akan tetapi, berdasarkan
amandemen yang ketiga tahun 2001, Undang-Undang Dasar 1945, posisi MPR sejajar
dengan presiden, MPR bukan lembaga tertinggi rakyat.
Supremasi di tangan rakyat ini mengandung empat fungsi penting sebagai wujud
kedaulatan rakyat , yaitu:
1. Rakyat memiliki kekuasaan berdasarkan hukum untuk menetapkan segala sesuatu
yang telah ditegaskan oleh Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah menjalankan
kekuasaan sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat.
2. Pemerintah menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas keinginan sendiri.
Dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintah berada dalam pengawasan rakyat,
maka pemerintahan harus tunduk kepada pengawasan rakyat.
3. Kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus diutamakan. Pemerintah harus
mendengarkan aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan.
4. Tidak adanya otorita tandinagan, baik dari perorangan atau kelompok kepartaian
ataupun badan yang mempunyai kekuasaan untuk mengesampingkan sesuatu yang
telah diputuskan oleh pemerintah yang mengakomodasikan aspirasi rakyat.
b. Pemerintah yang bertanggung jawab
Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi disamping
majelis. Presiden diangkat oleh majelis dan diberi tugas untuk melaksanakan
kebijaksanaan rakyat yang berupa garis-garis besar haluan negara ataupun ketetapan
lainnya. Presiden bertanggung jawab kepada rakyat bukan kepada majelis. Karena
presiden adalah sejajar dengan majelis.

c. Pemerintah berdasarkan perwakilan


28
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal. 220-221
Dalam sistem pemerintahan negara berdasarkan demokrasi Pancasila,
disamping presiden terdapat juga Dewan Perwakilan Rakyat yang merupakan wakil-
wakil dari seluruh rakyat Indonesia. Sistem ini menunjukkan sifat demokratisnya “
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan”, dalam bentuk yang lebih nyata. Dengan demikian demokrasi Pancasila
dilaksaknakan dengan permusyawaratan dimana warga negaranya melaksanakan hak-
hak yang sama melalui wakil-wakilnya yang dipilih oleh dan bertanggung jawab
kepada rakyatmelalui proses pemilihan yang bebas.
Pemilihan secara bebas dan juga rahasia merupakan syarat mutlak bagi
demokrasi,bahakan merupakan formal dari demokrasi pancasila
d. Sistem pemerintahan presidensial
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintah menurut
Undag-Undang Dasar dan dalam penyelenggaraan pemerintah negara pelaksanaannya
dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri Negara tidak bertanggung jawab pada
Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam ketentuan ini menegaskan kembali bahwa
kekuasaan dan tanggung jawab jalannnya pemerintahan adalah ditangan presiden
bukan tanggung jawab menteri. Dalam demokrasi Pancasila menolak sistem tanggung
jawab menteri, karena menteri sebagai Pembantu Presiden. Tanggung jawab ditangan
presiden, dan presiden tidak dapat dijatuhkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat,
walaupun demikian dapat juga diberhentikan ditengan masa jabatannnya apabila ia
dinilai telah mengingkari terhadap kehendak rakyat atau menyimpang garis-garis besar
haluan Negara.
e. Pengawasan parlemen terhadap pemerintah
Sistem pemerintah rakyat dalam demokrasi Pancasila menentukan adanya
wakil-wakil rakyat dalam Dewan Perwakilan Rakyat, disamping mempunyai
kekuasaan untuk ikut serta dalam membuat undang-undang dan ikut serta dalam
menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, mempunyai pula kekuasaan
mengontrol pemerintahan, atau Dewan Perwakilan Rakyat mengawasi tindakan-
tindakn presiden yang meliputi pengeluaran, pengawasan atas perpajakan, serta
pengawasan di bidang eksekutif.
Pengawasan ini mempunyai arti sangat penting, karena Dewan Perwakilan
Rakyat merupakan wakil rakyat dan dewan dapat mengusulkan untuk diadakan sidang
istimewa MPR, guna meminta pertanggung jawaban presiden. Dalam demokrasi
Pancasila tidak mengenal oposisi melainkan pengawasan, yaitu pengawan parlemen
terhadap pemerintah, atau pengawasan DPR terhadap presiden.29

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam ajaran Pancasila istilah demokrasi tidak disebutkan, demokrasi disamakan
dengan kerakyatan. Demokrasi atau kerakyatan yang berdasarkan Pancasila adalah
tercantum dalam sila keempat Pancasila, yaitu: Demokrasi yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Inilah merupakan rumusan
singkat demokrasi Indonesia
2. Prinsip demokrasi Pancasila, meliputi:

29
Noor Ms Bakry, Pendidikan Kewarganegaraan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2017), hal. 221-226
 Kerakyatan
 Hikmat kebijaksanaan
 Permusyawaratan
 Perwakilan
3. Aspek Demokrasi Pancasila, meliputi:
 Aspek formal
 Aspek material
 Aspek kaidah
 Aspek tujuan
 Aspek organisasi
 Aspek semangat
4. Mekanisme Demokrasi pancasila adalah suatu susunan yang terdiri atas bagian-
bagian yang dalam hubungan antara satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan
yang berproses.
B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi materi maupun
segi penulisan. Oleh karena itu, kami sebagai penulis mohon saran dan perbaikan agar
makalah ini menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Bakry, Noor Ms.2009. Pendidikan Kewarganegaraan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Dwiyatmi, Sri Harini.2007. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Pustaka Pelajar

Narmoatmojo,dkk, Winarno. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Ombak


Kantaprawira, Rusadi. Sistem Politik Indonesia. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Abdillah, dr masykuri, abera-verlag meyer & Co. Demokrasi Dipersimpangan Makna Respon
Intelektual Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi. Jerman: Tiara Wacana

Anda mungkin juga menyukai