Kayu merupakan bahan dasar utama pembuatan papan partikel.
Ketersediaan kayu sebagai bahan baku industri pengolahan kayu yang sebagian besar diperoleh dari hutan alam semakin menurun. Ketidakseimbangan rentang masa pemanenan dengan masa penanaman menyebabkan tekanan yang besar terhadap hutan alam. Di sisi lain kebutuhan kayu sebagai bahan baku di industri pengolahan kayu semakin meningkat, kondisi ini memaksa para pelaku industri pengolahan kayu untuk mencari sumber alternatif yang potensial sebagai bahan baku (Vachlepi, 2015). Direktorat Jendral Perkebunan (2009) menyatakan bahwa luas lahan karet Indonesia mencapai 3,4 juta hektar. Indonesia merupakan negara dengan luas lahan karet terbesar di dunia mengungguli areal karet Thailand 2,67 juta hektar dan Malaysia 1,02 juta hektar sehingga kayu karet merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat berpotensi sebagai bahan baku industri pengolahan kayu Berdasarkan penelitian Agustina et al (2013) sebanyak 237,000 m³ kayu karet diolah menjadi berbagai produk kayu olahan seperti veener, MDF, dan sawn timber. Sekitar 67% atau 158,000 m³ kayu karet dari total tersebut digunakan sebagai bahan baku pembuatan MDF. Pada akhir tahun 1980-an industri pengolahan kayu karet skala besar di Indonesia semakin berkembang, seperti di Sumatera Utara, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, dan Jawa. Menurut Boerhendly dan Agustina (2006), kayu karet memiliki sifat fisis, mekanis maupun kimia yang relatif sama dengan kayu hutan alam. Peningkatan sifat fisis dan mekanis kayu karet diperlukan pengolahan lebih lanjut, salah satunya dengan mengolah kayu karet menjadi papan serat MDF yang sesuai dengan standar mutu. Provinsi Sumatera Selatan sejak tahun 2007 telah menjadi penghasil karet alam terbesar di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian Nancy et al (2013) dari tahun 1988 hingga tahun 2010 menunjukkan bahwa produksi karet di provinsi Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan. Tahun 2010 produksi karet di provinsi Sumatera Selatan mencapai 800.000 ton. Perkembangan produk papan serat MDF sebagai produk panel kayu telah mendominasi dan beredar luas di pasar. Papan serat banyak digunakan sebagai untuk keperluan interior, dimana digunakan bahan perekat bukan untuk tujuan eksterior (antara lain urea formaldehida, polivinil asetat, kasein dan sebagainya dan proses pembentukan lembaran papan tersebut lazimnya menggunakan proses kering [ CITATION San10 \l 1057 ]. Papan serat MDF lebih fleksibel dalam penggunaannya dibandingkan kayu lapis dan papan partikel, sehingga industri MDF memiliki prospek pemasaran dalam negeri dan ekspor yang cerah. Industri MDF kayu karet yang telah berkembang di Indonesia salah satunya yaitu PT. Sumatera Prima Fibreboard di Sumatera Selatan. Papan serat berkerapatan sedang (Medium Density Fiberboard, MDF) adalah produk panel kayu yang terbuat dari kayu atau serat berlignoselulosa yang dikombinasikan dengan perekat buatan atau perekat lainnya yang mempunyai kerapatan 0,40 g/cm3 sampai 0,80 g/cm3 (Maloney, 1993). MDF sangat fleksibel sehingga mudah dibentuk. Ukuran dan kekuatannya konsisten, namun karena memakai bahan kimia resin, MDF lebih berat dari Plywood dan particle board. Proses pengolahan kayu karet menjadi papan serat berkerapatan sedang (Medium Density Fibreboard, MDF) meliputi pengolahan bahan mentah berupa kayu karet menjadi bahan baku berupa chip, kemudian chip tersebut diolah lebih lanjut menjadi papan MDF yang memiliki ketebalan 2.5 mm hingga 18 mm. Berdasarkan emisi formaldehid nya, standar mutu MDF dibagi menjadi tiga, yaitu standar Eropa, standar industri Jepang/JIS dan California Air Regulatory Board (CARB). Praktek Lapangan ini akan meninjau proses pengolahan bahan baku yang telah diolah dengan penambahan bahan perekat menjadi papan serat berkerapatan sedang.
1.2 Tujuan Tujuan dari kegiatan praktik lapangan ini adalah untuk mempelajari proses pengolahan bahan baku dengan penambahan beberapa bahan perekat menjadi papan berkerapatan sedang.