Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA FA 2231

PERCOBAAN 6

KECEPATAN DISOLUSI
Tanggal Praktikum : Rabu, 22 Maret 2017

Tanggal Pengumpulan : Rabu, 29 Maret 2017

Nama Asisten :

Rahmah Nazilla 10714005

Disusun oleh kelompok 3A :

M. Sayyid Naufal 10715008

Putu Chandra Maheswari 10715025

Cornelia Pradhita Lyman 10715090

Resti Saryani 10715093

LABORATORIUM TEKNOLOGI SEDIAAN LIKUIDA SEMI SOLIDA

PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

SEKOLAH FARMASI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2017
I. Tujuan
1. Menentukan kecepatan disolusi asam borat dalam air pada kecepatan
pengadukan 50 rpm, 100 rpm, dan 150 rpm.
2. Menentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi
asam borat.

II. Dasar Teori


Disolusi adalah proses dimana molekul obat dibebaskan atau
dilepaskan dari fase padat dan masuk ke dalam suatu fasa larutan. Kecepatan
disolusi adalah suatu ukuran yang menyatakan banyaknya suatu zat yang
dapat terlarut dalam pelarut pada waktu tertentu. Persamaan matematis untuk
menunjukkan kecepatan disolusi secara kuantitatif yaitu dengan rumus
Noyes-Whitney:

𝑑𝑀 𝐷𝑆
= (𝐶𝑠 − 𝐶)
𝑑𝑡 ℎ

Dengan keterangan sebagai berikut:


𝑑𝑀
: kecepatan disolusi
𝑑𝑡

D : koefisien difusi
S : luas permukaan zat
Cs : kelarutan zat padat
C : konsentrasi zat dalam larutan pada waktu t
h : tebal lapisan difusi

Dalam teori disolusi atau perpindahan masa, diasumsikan bahwa selama


proses disolusi berlangsung pada permukaan padatan terbentuk suatu lapisan
difusi air atau lapirsan tipis cairan yang stagnan dengan ketebalan h.
Apabila konsentrasi obat yang terlarut (C) lebih kecil dari 20% kelarutan
obat tersebut, maka sistem berada dalam kondisi sink. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecepatan disolusi adalah suhu, viskositas, ukuran partikel,
pH pelarut, pengadukan, polimorfisme, dan sifat permukaan zat. Kecepatan
pengadukan akan mempengaruhi tebal lapisan difusi (h). Jika pengadukan
berlangsung cepat, maka tebal lapisan difusi akan cepat berkurrang sehingga
kecepatan disolusi meningkat.
Ada dua metode yang digunakan untuk menentukan kecepatan disolusi,
yaitu metode suspensi dan metode permukaan konstan. Pada metode suspensi,
serbuk dari zat padat ditambahkan ke dalam pelarut tanpa adanya
pengontrolan pada luas permukaan partikel. Sampel diambil pada waktu
tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan cara yang sesuai. Pada
metode permukaan konstan, zat ditempatkan dalam suatu wadah yang
diketahui luasnya sehingga variabel perbedaan permukaan efektif dapat
diabaikan. Umumnya zat diubah terlebih dahulu menjadi tablet kemudian
ditentukan jumlah zat terlarut seperti pada metode suspensi. Empat tipe alat
disolusi yang sering digunakan yaitu rotating basket, paddle method,
reciprocating cylinder, dan flow through cell.

III. Alat dan Bahan


Alat : Bahan :
1. Bejana 1. Air suling
2. Thermostat 2. Asam borat
3. Motor penggerak 3. NaOH 0,05 N
4. Erlenmeyer 4. Indikator fenolftalein
5. Buret 5. Kalium biftalat
6. Klem
7. Satif
8. Gelas kimia
9. Gelas ukur
10. Pipet tetes

IV. Prosedur Percobaan


Diisi bejana dengan 300 ml air suling

Dipasang thermostat pada suhu 30oC


Dimasukka 0,67 gr asam borat dan dihidupkan motor penggerak pada
kecepatan 50 ppm

Diambil air pada bejana sebanyak 10 ml duplo setiap selang waktu 1, 5, 10,
15, 20, 25, dan 30 menit. Setiap air dari bejana yang diambil diganti lagi
dengan 20 ml air suling.

Ditentukan kadar terlarut dengan mentitrasi menggunakan NaOH 0,05 N dan


indikator fenolftalein.

Dilakukan koreksi terhadap perhitungan kadar yang diperoleh setiap waktu


terhadap pengenceran yang dilakukan karena penggantian larutan dengan air
suling.

Dilakukan percobaan yang sama untuk kecepatan 100 dan 150 ppm.

Ditabelkan hasil yang diperoleh.

Dibuat kurva antara konsentrasi asam borat terdisolusi terhadap waktu.

V. Perhitungan dan Pengolahan Data

Penentuan Normalitas NaOH

C1 x V1 = C2 x V2

0,05 M x 10 ml = C2 x 9,5 ml

C2 =0,0526 M
Pengamatan pada kecepatan 50 rpm

Tabel Pengamatan pada Kecepatan 50 rpm

No. Menit Volume(ml) Konsentrasi asam borat (M)


1. 1 menit 0,1 5,26 x 10-4
2. 5 menit 0,5 2,647 x 10-3
3. 10 menit 0,85 4,577 x 10-3
4. 15 menit 0,7 3,94 x 10-3
5. 20 menit 0,5 3,177 x 10-3
6. 25 menit 0,5 3,126 x 10-3
7. 30 menit 0,5 3,231 x 10-3

Perhitungan konsentrasi

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
M1 = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,0526 𝑀 × 0,1 𝑚𝑙
=
10 𝑚𝑙

= 5,26 × 10−4 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M2 = + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,5 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 5,26 × 10−4 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

= 2,647 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M3= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,85 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 5,26 × 10−4 𝑀 + 2,647 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

=4,577 × 10−3 𝑀
𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
M4= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= +( × 5,26 × 10−4 𝑀 + 2,647 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

4,577 × 10−3 𝑀)

= 3,94 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M5= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= +( × 5,26 × 10−4 𝑀 + 2,647 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

4,577 × 10−3 𝑀 + 3,94 × 10−3 𝑀)

= 3,177 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M6= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × +5,26 × 10−4 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙
+ 2,647 × 10−3 𝑀 +

4,577 × 10−3 𝑀 + 3,94 × 10−3 𝑀 + 3,177 × 10−3 𝑀)

= 3,126 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M7= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 + 𝑀6 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 5,26 × 10−4 𝑀 + 2,647 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙
+

4,577 × 10−3 𝑀 + 3,94 × 10−3 𝑀 + 3,177 × 10−3 𝑀


+ 3,126 × 10−3 𝑀)
= 3,231 × 10−3 𝑀

Pengamatan pada kecepatan 100 rpm

Tabel pengamatan pada kecepatan 100 rpm

No. Menit Volume (ml) Konsentrasi asam borat (M)


1. 1 menit 0,4 2,104 x 10-3
2. 5 menit 0,5 2,70 x 10-3
3. 10 menit 0,5 2,74 x 10-3
4. 15 menit 0,7 3,93 x 10-3
5. 20 menit 0,65 3,80 x 10-3
6. 25 menit 0,4 2,615 x 10-3
7. 30 menit 0,5 3,13 x 10-3

Perhitungan konsentrasi

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
M1 = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,0526 𝑀 ×0,4 𝑚𝑙
= 10 𝑚𝑙

= 2, 104 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M2 = + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 ×0,5 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 2, 104 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

= 2,70 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M3= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,5 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 2, 104 × 10−3 𝑀 + 2,70 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

= 2,79 × 10−3 𝑀
𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
M4= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= +( × 2, 104 × 10−3 𝑀 + 2,70 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

2,79 × 10−3 𝑀)

= 3,93 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M5= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 2, 104 × 10−3 𝑀 + 2,70 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

2,79 × 10−3 𝑀 + 3,93 × 10−3 𝑀)

= 3,80 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M6= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 2, 104 × 10−3 𝑀 + 2,70 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

2,79 × 10−3 𝑀 + 3,93 × 10−3 𝑀 + 3,80 × 10−3 𝑀)

= 2,615 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M7= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 + 𝑀6 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 2, 104 × 10−3 𝑀 + 2,70 × 10−3 𝑀 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

2,79 × 10−3 𝑀 + 3,93 × 10−3 𝑀 + 3,80 × 10−3 𝑀 + 2,615 × 10−3 𝑀)

= 3,13 × 10−3 𝑀
Pengamatan pada kecepatan 150 rpm

Tabel pengamatan pada kecepatan 150 rpm

No. Menit Volume (ml) Konsentrasi asam borat (M)


1. 1 menit 0,2 1,052 x 10-3
2. 5 menit 0,5 2,605 x 10-3
3. 10 menit 1 5,304 x 10-3
4. 15 menit 0,7 5,985 x 10-3
5. 20 menit 0,9 5,1702 x 10-3
6. 25 menit 0,75 4,554 x 10-3
7. 30 menit 0,75 4,706 x 10-3

Perhitungan konsentrasi

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻
M1 = 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

0,0526 𝑀 × 0,2𝑚𝑙
=
10 𝑚𝑙

= 1,052 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M2 = + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 ×0,5 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 1,052 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

= 2,665 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M3= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 1 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + × 1,052 × 10−3 𝑀 + 2,665 × 10−3 𝑀
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

=5,384 × 10−3 𝑀
𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
M4= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,7 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= +( × 1,052 × 10−3 𝑀 + 2,665 × 10−3 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

5,384 × 10−3 𝑀)

= 3,985 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M5= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,9 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 1,052 × 10−3 𝑀 + 2,665 × 10−3 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

5,384 × 10−3 𝑀 + 3,985 × 10−3 𝑀)

= 5,1702 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M6= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,75 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 1,052 × 10−3 𝑀 + 2,665 × 10−3 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

5,384 × 10−3 𝑀 + 3,985 × 10−3 𝑀 + 5,1702 × 10−3 𝑀)

= 4,554 × 10−3 𝑀

𝐶 𝑁𝑎𝑂𝐻 ×𝑉 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙


M7= + (𝑉 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝑀1 + 𝑀2 + 𝑀3 +𝑀4 + 𝑀5 + 𝑀6 )
𝑉 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝐴𝑖𝑟

0,0526 𝑀 × 0,75 𝑚𝑙 10 𝑚𝑙
= + +( × 1,052 × 10−3 𝑀 + 2,665 × 10−3 +
10 𝑚𝑙 300 𝑚𝑙

5,384 × 10−3 𝑀 + 3,985 × 10−3 𝑀 + 5,1702 × 10−3 𝑀 + 4,554 × 10−3 𝑀)

= 4,706 × 10−3 𝑀
Grafik konsentrasi asam borat terdisolusi (M) terhadap waktu pengadukan
( menit) pada kecepatan 50 rpm

Kecepatan 50 rpm y = 5E-05x + 0.002


R² = 0.197
0.005

0.004
Konsentasi (M)

0.003

0.002

0.001

0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)

Grafik konsentrasi terdisolusi (M) terhadap waktu pengadukan ( menit) pada


kecepatan 100 rpm
Grafik konsentrasi terdisolusi (M) terhadap waktu pengadukan ( menit) pada
kecepatan 150 rpm.

Kecepatan 150 rpm


0.007
0.006 y = 0.000x + 0.002
R² = 0.407
Konsentrasi I (M)

0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu ( Menit)

Perbandingan grafik konsentrasi terdisolusi (M) terhadap waktu pengadukan


( menit) pada kecepatan 50 rpm ,100 rpm , 150 rpm

Perbandingan bada kecepatan 50 rpm


, 100 rpm , dan 150 rpm
0.007
0.006
Konsentasi (M)

0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
0 5 10 15 20 25 30 35
Waktu (Menit)
VI. Pembahasan

Disolusi merupakan proses melarutnya suatu zat padat ke dalam suatu


medium tertentu atau pelarutnya, sedangkan kecepatan disolusi merupakan
banyaknya suatu zat yang dapat larut dalam pelarut tertentu setiap satuan
waktu.

Prinsip disolusi didasarkan pada afinitas antara zat padat dengan pelarut,
dianggap bahwa selama proses disolusi berlangsung pada permukaan zat
padat terbentuk suatu lapisan difusi air (aqueous diffusion layer) atau lapisan
cairan stagnan dengan ketebalan h yang menyatakan lapisan pelarut stasioner
dimana molekul-molekul zat terkarut berada dalam konsentrasi dari Cs
sampai C. Pada antarmuka permukaan padat dan lapisan difusi, x=0, obat
dalam bentuk padat berada dalam keseimbangan dengan obat dalam lapisan
difusi. Perubahan konsentrasi dengan berubahnya jarak untuk melewati
lapisan difusi adalah konstan, terlihat pada garis lurus yang mempunyai
kemiringan (slope) menurun.

Gambar Ilustrasi proses difusi zat.

Jika C jauh lebih kecil dibandingkan kelarutan obat Cs, sistem tersebut
beada dalam keadaan sink (sink conditions) sehingga konsentrasi C dapat
diabaikan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan disolusi
suatu zat, yaitu:

1. Suhu
Meningkatnya suhu pada zat endotermik akan memperbesar
kelarutan (Cs) karena bertambah besarnya koefisien difusi zat.
Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

𝑘.𝑇
𝐷= 6ŋ𝑟

Dengan keterangan sebagai berikut:


D : koefisien difusi
k : konstanta Boltzman
T : suhu
r : jari-jari molekul
: viskositas pelarut

2. Viskositas
Berdasarkan persamaan Einstein di atas dapat dilihat bahwa
viskositas berbanding terbalik dengan besarnya koefisien difusi suatu
zat. Berarti turunnya viskositas pelarut akan memperbesar kecepatan
disolusi dari suatu zat. Viskositas juga dipengaruhi oleh suhu,
dimana meningkatnya suhu akan memperkecil viskositas dan
meningkatkan kecepatan disolusi.

3. pH pelarut
pH pelarut sangat berpengaruh terhadap kelarutan zat-zat yang
bersifat asam atau basa lemah.
Untuk asam lemah:
𝑑𝐶 𝐾𝑎
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 1 +
𝑑𝑡 𝐻+
Dari persamaan tersebut dapat disimpulkan bahwa konsentasi
+
H berbanding terbalik dengan konsentrasi zat. Sehingga jika nilai
(H+) kecil atau pH tinggi, maka kelarutan zat akan meningkat dan
kecepatan disolusi zat juga akan meningkat.
Untuk basa lemah:

𝑑𝐶 𝐻+
= 𝐾. 𝑆. 𝐶𝑠 1 +
𝑑𝑡 𝐾𝑎

Jika H+ besar atau pH kecil, maka kelarutan zat akan meningkat


sehingga kecepatan disolusi juga akan meningkat.

4. Pengadukan
Kecepatan pengadukan akan berpengaruh terhadap ketebalan
lapisan difusi (h). Jika pengadukan dilakukan dengan cepat, maka
tebal lapisan difusi (h) akan berkurang sehingga kecepatan disolusi
akan meningkat. Karena nilai tebal lapisan difusi berbanding terbalik
dengan kecepatan disolusi maka berkurangnya lapisan difusi akan
mengakibatkan kecepatan difusi meningkat.

5. Ukuran partikel
Ukuran partikel berhubungan dengan luas permukaan pasrtikel.
Sesuai dengan persamaan Noyes dan Whitney, luas permukaan
berbanding lurus dengan kecpatan disolusi. Maka semakin besar luas
permukaan suatu zat atau semakin kecil ukurannya maka kecepatan
disolusinya akan meningkat.

6. Polimorfisme
Struktur internal zat yang berlainan dapat memberikan tingkat
kelarutan yang berbeda. Kristal metastabil umunya lebih mudah larut
dibandingkan dengan bentuk stabilnya. Hal tersebut disebabkan
karena energi kisi kristal metastabil lebih kecil daripada kristal stabil
sehingga ikatan antarmolekulnya akan lebih mudah putus.

7. Sifat permukaan zat


Pada umumnya, zat-zat yang digunakan sebagai bahan obat
bersifat hidrofob. Dengan adanya surfaktan di dalam pelarut,
tegangan permukaan antarpartikel zat dengan pelarut akan menurun
sehingga zat akan lebih mudah terbasahi dan kecepatan disolusi akan
meningkat.

Selain faktor-faktor tersebut, kecepatan disolusi suatu zat dipengaruhi


juga oleh faktor formulasi dan teknik pembuatan sediaan. Untuk menentukan
kecepatan disolusi suatu zat dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Metode tersebut diantaranya adalah :

1. Metode suspensi
Pada metode ini, serbuk zat padat ditambahkan ke dalam pelarut
tanpa pengontrolan eksak terhadap luas permukaan partikelnya.
Sampel yang telan dimasukan tersebut kemudian diambil pada
waktu-waktu tertentu dan jumlah zat yang larut ditentukan dengan
cara yang sesuai, contohnya dengan cara titrasi. Dalam metode
suspensi ini digunakan alat paddle Hansen.

Alat Uji Kecepatan Disolusi (paddle Hansen)


2. Metode permukaan konstan
Pada metode permukaan konstan, zat ditempatkan dalam suatu
wadah yang diketahui luasnya sehingga variabel perbedaan luas
permukaan efektif dapat diabaikan. Umumnya jika menggunakan
metode ini, zat diubah menjadi tablet terlebih dahulu sebelum
kemudia ditentukan seperti pada metode suspensi. Dalam metode ini
digunakan alat uji yang dikembangkan oleh Simonel.

Alat Uji Kecepatan Disolusi Permukaan Tetap

Dalam bidang farmasi, penentuan disolusi suatu zat diperlukan karena


merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi absorbsi obat di dalam
tubuh. Penentuan kecepatan disolusi pada tahap praformulasi digunakan
untuk menentukan bahan baku yang sesuai. Pada tahap formulasi penentuan
kecepatan disolusi digunakan untuk menentukan formulasi sediaan yang baik
sehingga dapat membantu memprediksi atau membuat design obat agar
efektif memberikan efek farmakologinya. Sedangkan pada tahap produksi,
penentuan kecepatan disolusi digunakan untuk mengendalikan kualitas
sediaan obat yang dibuat.

Terdapat beberapa alat yang digunakan untuk menentukan kecepatan


disolusi, diantaranya :

1. Rotating basket
Alat ini telah digunakan secara luas. Manfaat mengunakan alat
ini salah satunya adalah kita dapat mengubah pH selama uji. Selain
itu, alat ini dapa dijalankan secara otomatis, hal ini sangat membantu
dalam pemeriksaan yang rutin. Pada prinsipnya, zat yang akan diuji
kecepatan disolusinya dimasukan ke dalam keranjang yang anti karat,
keranjang kemudian dimasukan kedalam pelarut.

Rotating Basket

2. Paddle Method
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kecepatan disolusi
tablet, kapsul, manik-manik, dan sediaan delayed release / enteric
coated. Berbeda dengan rotating basket, alat ini menggunakan
paddle untuk mengaduk larutan, zat yang akan diuji kecepatan
disolusinya tidak perlu dimasukkan ke dalam keranjang, melainkan
langsung ke dalam pelarutnya. Pelarut yang digunakan biasanya
sebanyak 900-1000 ml. Metode ini adalah metode yang utama yang
dipilih.
3. Reciprocating Cylinder
Umumnya digunakan untuk menguji disolusi produk extended
release, juga untuk obat yang sedikit larut. Reciprocating cylinder
memiliki manfaat yaitu dapat agitasi, perubahan komposisi media
saat sedang dijalankan, dan seluruhnya otomatis.

Reciprocating Cylinder
4. Flow Through Cell
Alat ini dapat mengukur variasi ukuran, kecepatan aliran, filter,
dan sistem terbuka dan tertutup. Alat ini berguna untuk obat dengan
kelarutan yang rendah, obat dengan kecepatan disolusi yang tinggi
dan perubahan pH media.

Flow Through Cell

Pada percobaan ini, uji kecepatan disolusi dilakukan dengan tujuan


menentukan pengaruh kecepatan pengadukan terhadap kecepatan disolusi
asam borat. Asam borat juga disebut hidrogen borat, asam boraks, asam
ortoborat dan acidum boricum, adalah monobasa asam Lewisboron lemah
yang sering digunakan sebagai antiseptik, insektisida, penghambat
nyala, penyerap neutron, atau prekursor untuk senyawa kimia lainnya.
Senyawa ini memiliki rumus kimia H3BO3 (kadang-kadang ditulis B(OH)3),
dan ada dalam bentuk kristal tidak berwarna atau serbuk putih yang larut
dalam air. Ketika berbentuk mineral, senyawa ini disebut sasolit.

Asam borat, atau sasolit, ditemukan dalam keadaan bebas di beberapa


distrik vulkanik, misalnya, di wilayah Tuscany Italia, Kepulauan Lipari dan
negara bagian Amerika Serikat Nevada. Asam borat dan garamnya ditemukan
dalam air laut. Senyawa ini juga ditemukan pada tumbuhan, termasuk hampir
semua buah-buahan.
Asam borat pertama kali disusun oleh Wilhelm Homberg (1652-1715)
dari boraks, oleh aksi asam mineral, dan diberi nama sal sedativum
Hombergi ("garam penenang dari Homberg"). Namun borat, termasuk asam
borat, telah digunakan sejak Yunani Kuno untuk membersihkan, menjaga
makanan, dan kegiatan lainnya.
Metode yang digunakan dalam pengujian adalah suspensi, di mana
serbuk asam borat dimasukkan ke dalam air tanpa adanya pengontrolan
eksak pada luas permukaan partikel asam borat. Alat yang digunakan untuk
mengukur kecepatan disolusi adalah alat paddle. Sebelum melakukan uji
kecepatan disolusi, bahan-bahan yang diperlukan seperti larutan NaOH,
fenolftlaein, kalium biftalat, dan asam borat disiapkan sesuai yang
dibutuhkan. Kemudian, dilakukan pembakuan NaOH dengan kalium biftalat
untuk menentukan kadar atau normalitas NaOH yang dibuat, pembakuan
dilakukan duplo agar hasil yang didapatkan lebih pasti.
Pada awal percobaan, bejana yang terhubung dengan thermostat diisi
dengan aquadest 300 ml. Kemudian thermostat diatur 30˚C. Ketika bejana
telah mencapai suhu tersebut, asam borat 0,67 gram dimasukan ke dalam
bejana. Motor penggerak diatur sehingga batang pengaduk berada tepat di
tengah larutan agar pengadukan berjalan optimal, lalu diatur pada kecepatan
pengadukan 50 rpm. Pada menit ke-1, 5, 10, 15, 20, 25, dan 30, larutan asam
borat diambil sebanyak 20 ml untuk pengukuran duplo dengan titrasi
menggunakan NaOH dengan setiap pengambilan diimbangi dengan
penambahan 20 ml aquades ke dalam bejana untuk mempertahankan volume
tetap konstan. Jika tidak ditambahkan dengan air, pada setiap pengambilan
sampel, maka jumlah asam borat yang dapat dilarutkan menjadi lebih kecil
seiring berkurangnya jumlah pelarut. Kondisi seperti ini menyebabkan data
tidak valid karena pengamatan dilakukan pada kondisi yang berbeda.
Sebaiknya akuades tidak ditambahkan dengan cara menyemprot langsung,
sebab jika rpm yang digunakan tidak cukup tinggi, maka saat pengambilan
sampel berikutnya larutan bisa belum homogen.
Adanya penambahan aquadest setelah dilakukan pengambilan sampel pada
waktu tertentu, menyebabkan perlu adanya perhitungan faktor koreksi. Hal ini
disebabkan penambahan akuades menyebabkan kadar asam borat dalam
pelarut tidak selalu sama. Pengambilan larutan diambil menggunakan syringe
dan disaring menggunakan kertas saring agar asam borat yang belum terlarut
atau pengotor lain tidak ikut tertitrasi yang akan mengacaukan hasil titrasi
karena larutan tidak homogen.

Titrasi dilakukan dengan larutan NaOH yang sebelumnya telah dibakukan


menggunakan larutan Kalium Biftalat. Larutan asam borat ditambahkan
indikator fenolftalein yang berperan sebagai indikator pH. Fenolftalein
( C20H14O4) adalah senyawa kimia yang tidak berwarna dalam larutan asam
(pH < 8.3 ) dan akan berubah warna menjadi merah muda dalam larutan basa
(pH > 8.3). Senyawa fenolftalein bersifat asam lemah dan dapat
membebaskan ion H+ dalam larutan. Ketika basa ditambahkan, maka
kesetimbangan akan bergeser ke kanan, menyebabkan ionisasi lebih banyak
dan warna larutan akan semakin ungu.

Asam borat (H3BO3) adalah zat yang bersifat asam. Ketika ditambahkan
larutan NaOH secara perlahan-lahan, larutan asam borat akan semakin
meningkat pH-nya. Ketika di suatu titik larutan berubah menjadi bersifat basa,
maka akan terjadi perubahan warna pada larutan. Titrasi ini bertujuan untuk
menentukan konsentrasi dari asam borat. Sampel pengadukan diambil setiap
waktu yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk membuat grafik kelarutan
terhadap waktu pengocokan. Seharusnya, grafik konsentrasi akan terus
meningkat, lalu di suatu saat akan bernilai konstan, yaitu ketika larutan sudah
jenuh. Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka peningkatan konsentrasi
larutan juga semakin besar.

Karena percobaan kali ini untuk mengetahui pengaruh pengadukan


terhadap kecepatan disolusi, maka dilakukan 3 seri percobaan dengan
kecepatan pengadukan yang berbeda-beda.
Dari grafik yang terbentuk antara konsentrasi larutan terhadap waktu
pengadukan dengan kecepatan pengadukan yang berbeda-beda, terlihat
bahwa pada kecepatan pengadukan 150 rpm kecepatan disolusi zat selalu
lebih besar dari kecepatan disolusi zat pada 100 rpm dan 50 rpm. Hal ini
ditandai dengan konsentrasi larutan yang meningkat lebih cepat seiring waktu
dibanding kecepatan pengadukan seri lain.

Secara matematis, kecepatan disolusi diperoleh dari slope grafik


konsentrasi larutan terhadap waktu, yaitu pada pengadukan 50 rpm adalah
sekitar 0. 00005 M per menit, sementara kecepatan disolusi seri 100 rpm
adalah sekitar 0. 00003 M per menit dan kecepatan disolusi seri 150 rpm
adalah 0.0001 M per menit. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin cepat
kecepatan pengadukan, maka tebal lapisan difusi semakin tipis dan kecepatan
disolusi semakin tinggi. Namun pada kecepatan 100 rpm, ada data yang
menunjukan konsentrasi larutan yang lebih rendah dibanding konsentrasi
larutan pada kecepatan 50 rpm. Hal ini dapat disebabkan karena ukuran
partikel zat asam borat yang tidak homogen. Selain itu, ada beberapa asam
borat yang tergumpal, sehingga akan lebih sulit untuk larut di dalam air.
Faktor lain yang juga mungkin menyebabkan hal ini adalah pengambilan
sampel pada posisi yang berbeda dalam larutan, sehingga konsentrasi yang
diperoleh dari tiap sampel juga berbeda. Suhu juga dapat mempengaruhi
ketidakakuratan data yang diperoleh. Meskipun suhu ruangan relatif konstan.
Namun karena tidak ada pencatatan secara pasti maupun pengatur suhu dalam
ruang lab, suhu dari tiap seri percobaan dapat berbeda dan mempengaruhi
kecepatan disolusi.

Dari grafik, terlihat bahwa konsentrasi zat terus meningkat seiring waktu
pengadukan hingga titik tertentu diantara selang waktu 10 hingga 15 menit,
lalu konsentrasinya relatif menurun. Semakin cepat pengadukan yang
dilakukan titik ini semakin tinggi sesuai dengan teori yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa semakin cepat pengadukan, maka kecepatan disolusi akan
semakin tinggi.
Grafik yang semakin menurun menyatakan bahwa mulai terbentuk
larutan lewat jenuh, yang mana asam borat mulai mengalami pengendapan
dan konsentrasi larutan semakin turun. Terbentuknya larutan lewat jenuh ini
disebabkan karena jumlah zat terlarut yang ditambahkan berlebih, sehingga
tidak seluruhnya bisa dilarutkan oleh pelarut selama apapun pengadukan
dilakukan. Waktu yang diperlukan dari tiap seri pengadukan untuk mencapai
kondisi lewat jenuh ini berbeda-beda.. Percobaan diulang dengan kecepatan
pengadukan 100 dan 150 rpm.

VII.Kesimpulan
1. Dari hasil percobaan diperoleh kecepatan disolusi asam borat dalam air
pada kecepatan 50 rpm adalah sekitar 0. 00005 M per menit, sementara
kecepatan disolusi seri 100 rpm adalah sekitar 0. 00003 M per menit dan
kecepatan disolusi seri 150 rpm adalah 0.0001 M per menit
2. Kecepatan pengadukan yang lebih tinggi akan menyebabkan kecepatan
disolusi asam borat dalam air meningkat.

VIII. Daftar Pustaka


Ba, K.H. 2008. Handbook of Stability Testing in Pharmaceutical
Development : Regulation, Methodologies, and Best Practice. New York :
Springer New York. Halaman 10
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Exipient Sixth Edition. London : Pharmaceutical
Press. Halaman 68-70
William, Lippincott dan Wilkins . 2006. Remington : The Science and
Practice of Pharmacy 21th Edition. Philadelphia : Lippincott William &
Wilkins. Halaman 672 – 688

Anda mungkin juga menyukai