Just in Time Umkm
Just in Time Umkm
Abstrak
Just In Time merupakan sistem yang di ciptakan untuk mengatasi permasalahan dari
rantai produksi dengan memperketat penjadwalan kemudian mengurangi bahkan
menghilangkan stok persediaan di gudang. Just In Time Mengacu pada penjadwalan yang tepat
sehingga pasokan bahan baku dari suplier datang disaat bahan baku tersebut akan digunakan
oleh unit produksi. Industri usaha kecil menengah dengan keterbatasannya dapat terbantu
dengan sistem just in time ini dengan penjadwalan yang tepat pelaku usaha kecil menengah
tidak memerlukan biaya gudang yang menyebabkan terjadinya pemborosan dalam biaya
produksi.
I. PENDAHULUAN
II. PEMBAHASAN
Teori Keputusan
Teori Keputusan adalah suatu pendekatan analitik untuk memilih alternatif terbaik dari
suatu keputusan. Teori keputusan bertujuan memberikan alat bagi manajemen dalam rangka
proses pengambilan keputusan oleh karenanya teori keputusan dapat diterapkan dalam berbagai
masalah manajemen operasi (Herjanto, 2008).
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses manajemen yang dimulai dengan
perencanaan/persiapan dan diakhri dengan pengendalian, untuk mendapatkan hasil yang baik
pengambilan keputusan seharusnya mengikuti suatu tahapan yang sistematis.
Menurut (Herjanto, 2008) Tahapan dalam pengambilan keputusan mencakup sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi masalah dan faktor yang berpengaruh
Kegiatan ini berupa identifikasi masalah secara jelas dan tepat termasuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dan mempengaruhi hasil
keputusan.
b. Menetapkan tujuan dan kriteria keputusan untuk memilih solusi
Tujuan dari pengambilan keputusan dapat bermacam-macam misalnya maksimal
keuntungan, minimalisir sumber daya, perluas pangsa pasar, mengalahkan
pesaing baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengembangkan model dan beberapa alternatifnya
Mengembangkan beberapa model yang menggambarkan situasi/keadaan yang
diamati
d. Analisa model dan bandingkan
Tahap ini merupakan pengembangan penyelesaian masalah untuk mencari solusi
yang tepat.
e. Terapkan model terpilih
Tahap ini mencakup memmantau pelaksanaan keputusan untuk menjamin hasil
yang di kehendaki tercapai
Persediaan
Persediaan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (PSAK N0.14, 1994) dalam Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) NO 14
didefinisikan sebagai berikut:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa
Pengertian diatas menyatakan bahwa pada intinya persediaan dapat berupa barang dagangan,
produk dalam proses produksi (produk dalam proses), produk jadi, bahan baku, bahan penolong
(pembantu), perlengkapan untuk pemberian jasa. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan
dagang berupa barang dagangan yaitu barang yang dibeli dengan tujuan untuk dijual kembali.
Sedangkan persediaan barang yang dimiliki oleh perusahaan industri berupa bahan baku, bahan
penolong, perlengkapan pabrik, produk dalam proses, produk jadi.
Fungsi Persediaan
Persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan
waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan
dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan.
menurut (Fredy, 2000) dalam buku Manajemen Persediaan menyatakan ada 3 fungsi
persediaan, yaitu: Fungsi Decoupling, Fungsi Economic Lot Sizing, Fungsi Antisipasi.
Jenis Persediaan
Persediaan yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari beberapasegi yaitu
dari fungsinya dan jenis posisi barang. Jenis-jenis persediaan menurut fungsinya menurut
(Fredy, 2000) dalam buku Manajemen Persediaan adalah sebagai berikut: 1. Batch Stock/Lot
Size Inventory, 2. Fluctuation Stock dan 3. Anticipation Stock Sedangkan jika dilihat dari jenis
dan posisi persediaan, persediaan dikelompokan sebagai berikut:
Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock). Merupakan persediaan perusahaan yang
dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang
jadi atau produk akhir dari perusahaan.
Persediaan Bagian Produk (Component Stock). Merupakan persediaan barang yang
terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain yang dapat secara langsung di
assembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong (Supplies). Merupakan persediaan barang-
barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakanbagian atau
komponen barang jadi.
Persediaan Barang Dalam Proses (Work In Process). Merupakan persediaan
barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau
yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
Persedian Barang Jadi (Finished Goods). Merupakan persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada
langganan.
Just In Time
Menurut (Putu Sulastri, 2012) Just In Time bukan hanya sekedar metode pengendalian
persediaan tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi
dan aktivitas.
Manfaat Just In Time antara lain:
Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang
Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi
Mengurangi pemborosan barang rusak dan cacat dengan mendeteksi kesalahan pada
sumbernya
Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik
Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok
Layout pabrik yang lebih baik
Pengendalian kualitas dalam proses.
Beberapa kunci utama dalam penerapan Just In Time dalam industri maufaktur:
1. Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan.
Sistem JIT biasanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan pelanggan dengan
sistem produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan menggunakan kartu kanban.
2. Memproduksi dalam jumlah kecil
Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan permintaan
pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain menghilangkan persediaan
barang dalam proses yang merupakan sejenis pemborosan yang dapat dihindari dengan
menggunakan penjadwalan proses produksi selain itu juga menggunakan pola produksi
campur merata yaitu : memproduksi bermacam-macam dalam satu lini produksi.
3. Menghilangkan pemborosan
Untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan dengan
menggunakan sistem kartu kanban yang mendukung sistem produksi tarik, selain
menghasilkan produksi dengan baik sejak awal yaitu pantang menerima, pantang
memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan bekerjasama dengan
pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah barang yang datang,
menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya pembelian, memperbaiki
penanganan bahan baku, tercapainya persediaan dalam jumlah kecil dan mendapatkan
pemasok yang dapat dipercaya.
4. Menyempurnakan kualitas produk
Salah satunya untuk menyempurnakan kualitas produk dengan melihat prinsip
manajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua orang
bertanggung-jawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pandangan manajemen
terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengan tegas, memberikan
wewenang kepada karyawan untuk mengadakan pengendalian mutu produk,
menghendaki koreksi terhadap produk cacat oleh karyawan, tercapainya inspeksi 100 %
terhadap mutu produk dan tercapai komitmen terhadap pengedalian mutu jangka panjang.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria
Usaha Kecil dan Menengah.
Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan
Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop
dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI),
adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling
banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik
warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang,
sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99
orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan
kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000
atau aset/aktiva setinggi tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan
jasa)
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sistem Just In Time dalam industri usaha
kecil menengah adalah sebagai berikut:
1. (Putu Sulastri, 2012) dengan judul penelitian Sistem Just In Time (JIT) Penting Bagi
Perusahaan Industri dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Sistem produksi JIT
adalah suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan
secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan
harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan.
2. (el Bethree, 2019) dengan judul penelitian Penerapan Just In Time Untuk Efisiensi Biaya
Persediaan dengan hasil penelitian Penerapan metode Just In Time pada perusahaan
dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan. Pembelian dapat dilakukan dalam jumlah
yang kecil dan pengiriman secara berkala, sehingga dapat menekan terjadinya biaya
penyimpanan pada perusahaan
III. PENUTUP
Berdasar dari beberapa pendapat teori serta diperkuat dengan penelitian terdahulu penulis
mengambil beberapa kesimpulan diantaranya: (1) Sistem Just In Time pada industri manufaktur
skala usaha kecil menengah dapat menekan biaya produksi sehingga efisiensi biaya produksi
dapat di minimalisir (2) Industri manufaktur skala usaha kecil menengah dapat memotong
pemborosan yang biasa terjadi dalam rantai produksi (3) Sistem Just In Time cocok untuk
digunakan dalam industri manufaktur usaha kecil menengah agar pendapatan laba bagi usaha
kecil menengah tersebut.
Daftar Pustaka