Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN JUST IN TIME UNTUK INDUSTRI USAHA KECIL MENENGAH

Fathoni Septa Charisma

Abstrak

Just In Time merupakan sistem yang di ciptakan untuk mengatasi permasalahan dari
rantai produksi dengan memperketat penjadwalan kemudian mengurangi bahkan
menghilangkan stok persediaan di gudang. Just In Time Mengacu pada penjadwalan yang tepat
sehingga pasokan bahan baku dari suplier datang disaat bahan baku tersebut akan digunakan
oleh unit produksi. Industri usaha kecil menengah dengan keterbatasannya dapat terbantu
dengan sistem just in time ini dengan penjadwalan yang tepat pelaku usaha kecil menengah
tidak memerlukan biaya gudang yang menyebabkan terjadinya pemborosan dalam biaya
produksi.

I. PENDAHULUAN

Perkembangan industri manufaktur di era globalisasi secara tidak langsung memaksa


untuk mengembangkan industri kreatif yang mengedepankan tingkat kreatifitas, efektif, dan
efisiensi dalam semua bidang usaha tidak terkecuali industri kecil menengah. Kebutuhan
permintaan pasar yang meningkat menuntut tingkat produktifitas yang tinggi dengan didukung
kreatifitas akan menentukan segmen pasar tersendiri bagi produk yang akan di unggulkan,
efektifitas produksi dapat menghasilkan produk unggulan yang cepat dan tepat, kemudian
efisiensi dapat menekan proses produksi dengan tidak mengurangi kualitas dari produk itu
sendiri. Industri usaha kecil menengah yang memiliki beberapa keterbatasan salah satunya tidak
sedikit memiliki gudang untuk menyimpan persediaan bahan baku.
Industri usaha kecil menengah dengan beberapa keterbatasannya dapat menerapkan
pengelolaan produksi yang mengedepankan tingkat kreatifitas,efektifitas dan efisiensi yang telah
di jelaskan sebelumnya. Dengan meningkatkan efisiensi produksi dalam industri bisa dengan
mengelola dengan tepat jumlah persedian bahan baku, lama produksi, dan proses distribusi.
Dalam perkembangan industri manufaktur terdapat filosofi baru yaitu sistem Just In
Time dalam pengembangan memanajerial pasokan rantai pasokan perputaran dan mengurangi
penumpukan bahan baku (Putu Sulastri, 2012) . Pada awal tahun 1950 sistem Just In Time
pertama kali di perkenalkan oleh Taiichi Ohno, Executive Vice President Toyota Astra Motor
Company dengantujuan Toyota astra motor dapat memproduksi berbagai produk agar sesuai
dengan permintaan pelanggan dengan menunda seminimum mungkin (W.Heri Sukendar, 2011).
Persediaan merupakan suatu aset perusahaan dengan maksud untuk di jual kembali atau
untuk keperluan bahan baku produksi. Sistem just in time sendiri di manfaatkan untuk menekan
persedian sehingga bahan baku yang datangkan oleh pemasok datang di saat bahan baku tersebut
akan digunakan oleh proses produksi, sehingga akan menghemat bahkan meniadakan biaya
penyimpanan barang maupun gudang. Dengan menekan biaya penyimpanan dapat membuat
efisiensi dalam proses produksi tanpa mengurangi kualitas dari produk yang akan di produksi.
Menjaga komitmen yang baik dengan pemasok atau suplier sangat penting dalam sistem just in
time ini, apabila terjadi kesalahan dalam perhitungan pengiriman barang dapat dipastikan akan
menghambat proses produksi. Just in Time sendiri berdasar pada arus produksi yang
berkesinambungan dengan adanya kerjasama yang baik antar komponen divisi setiap unit
produksi.
Penelitian sebelumnya (el Bethree, 2019) Just In Time di rancang untuk mendapatkan
kualitas yang baik, menekan biaya dan mengurangi pemborosan produksi. Sistem ini dapat di
jalankan di semua unit produksi akan tetapi just in time bukan berarti menekankan pada zero
inventory production (ZIP) . Inti dari sistem just in time ini adalah mengurangi jumlah
persediaan dalam waktu yang tepat. Dengan adanya sistem Just In Time ini diharapkan dapat
menunjang peningkatan produktifitas industri usaha kecil menengah yang efisien, menekan
biaya produksi dapat meningkatkan laba yang akan didapatkan oleh industri usaha kecil
menengah.
Industri usaha kecil menengah yang bergerak dalam manufaktur banyak jenisnya ada
yang membuat barang setengah jadi hingga barang jadi yang siap di pasarkan. industri
meubeler,industri kerajinan,rekayasa industri yang membutuhkan manajerial persediaan bahan
baku yang baik sehingga dapat berdampak signifikan jika sistem just in time ini di
terapkan.pemahaman akan adanya sistem ini juga patut di sosialisasikan lebih intens agar pelaku
usaha dapat mencoba metode-metode yang dapat menekan efisiensi biaya produksi dalam hal ini
ketersediaan bahan baku yang tersusun dengan baik.
Di Kabupaten Situbondo sendiri terdapat ratusan pelaku UKM yang bergerak dalam
industri manufaktur, seperti telah di jelaskan sebelumnya banyak industri manufaktur seperti
industri kerajinan kayu,batik,olahan pangan,hingga rekayasa industri seperti perbengkelan dan
las. Yang hingga saat ini masih menggunakan sistem persediaan tradisional,sebagian besar
dengan menggunakan manajerial persediaan yang kurang efisien. Berdasarkan kondisi empirik
asumsi di atas maka fokus penulisan ingin mengetahui apakah sistem just in time ini dapat
diterapkan di industri manufaktur UKM di Kabupaten Situbondo dan penulis tertarik ingin
melakukan penelitian tentang “Penerapan Sistem Just In Time Untuk Industri UKM”.

II. PEMBAHASAN

Teori Keputusan

Teori Keputusan adalah suatu pendekatan analitik untuk memilih alternatif terbaik dari
suatu keputusan. Teori keputusan bertujuan memberikan alat bagi manajemen dalam rangka
proses pengambilan keputusan oleh karenanya teori keputusan dapat diterapkan dalam berbagai
masalah manajemen operasi (Herjanto, 2008).
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses manajemen yang dimulai dengan
perencanaan/persiapan dan diakhri dengan pengendalian, untuk mendapatkan hasil yang baik
pengambilan keputusan seharusnya mengikuti suatu tahapan yang sistematis.
Menurut (Herjanto, 2008) Tahapan dalam pengambilan keputusan mencakup sebagai
berikut:
a. Mengidentifikasi masalah dan faktor yang berpengaruh
Kegiatan ini berupa identifikasi masalah secara jelas dan tepat termasuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi penyebab dan mempengaruhi hasil
keputusan.
b. Menetapkan tujuan dan kriteria keputusan untuk memilih solusi
Tujuan dari pengambilan keputusan dapat bermacam-macam misalnya maksimal
keuntungan, minimalisir sumber daya, perluas pangsa pasar, mengalahkan
pesaing baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Mengembangkan model dan beberapa alternatifnya
Mengembangkan beberapa model yang menggambarkan situasi/keadaan yang
diamati
d. Analisa model dan bandingkan
Tahap ini merupakan pengembangan penyelesaian masalah untuk mencari solusi
yang tepat.
e. Terapkan model terpilih
Tahap ini mencakup memmantau pelaksanaan keputusan untuk menjamin hasil
yang di kehendaki tercapai

Terdapat tiga kondisi dalam pengambilan keputusan yang di klasifikasikan berdasar


tingkat dari hasil (payout,outcome)yang akan terjadi.

Tiga jenis itu adalah:


 Ketidakpastian mengacu kepada dimana situasi terdapat lebih dari satu hasil yang
mungkin terjadi dari suatu keputusan dan probabilitas setiap kemungkian tidak
diketahui
 Beresiko mengacu kepada situasi dimana terdapat lebih dari satu hasil yang
mungkin terjadi dari suatu keputusan dan setiap probabilitas setiap hasil
diketahui atau dapat diperkirakan oleh pengambil keputusan
 Kepastian mengacu kepada situasi dimana hanya ada satu hasil yang mungkin
terjadi dari suatu keputusan dan hasil ini dapat diketahui secara tepatoleh
pengambil keputusan.

Persediaan

Persediaan menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (PSAK N0.14, 1994) dalam Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK) NO 14
didefinisikan sebagai berikut:
a. Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
b. Dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa

Pengertian diatas menyatakan bahwa pada intinya persediaan dapat berupa barang dagangan,
produk dalam proses produksi (produk dalam proses), produk jadi, bahan baku, bahan penolong
(pembantu), perlengkapan untuk pemberian jasa. Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan
dagang berupa barang dagangan yaitu barang yang dibeli dengan tujuan untuk dijual kembali.
Sedangkan persediaan barang yang dimiliki oleh perusahaan industri berupa bahan baku, bahan
penolong, perlengkapan pabrik, produk dalam proses, produk jadi.

Fungsi Persediaan

Persediaan timbul disebabkan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan penyediaan dan
waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk menjaga keseimbangan permintaan
dengan penyediaan bahan baku dan waktu proses diperlukan persediaan.
menurut (Fredy, 2000) dalam buku Manajemen Persediaan menyatakan ada 3 fungsi
persediaan, yaitu: Fungsi Decoupling, Fungsi Economic Lot Sizing, Fungsi Antisipasi.

Jenis Persediaan

Persediaan yang terdapat dalam suatu perusahaan dapat dilihat dari beberapasegi yaitu
dari fungsinya dan jenis posisi barang. Jenis-jenis persediaan menurut fungsinya menurut
(Fredy, 2000) dalam buku Manajemen Persediaan adalah sebagai berikut: 1. Batch Stock/Lot
Size Inventory, 2. Fluctuation Stock dan 3. Anticipation Stock Sedangkan jika dilihat dari jenis
dan posisi persediaan, persediaan dikelompokan sebagai berikut:
 Persediaan Bahan Baku (Raw Material Stock). Merupakan persediaan perusahaan yang
dibeli oleh perusahaan untuk diproses menjadi barang setengah jadi dan akhirnya barang
jadi atau produk akhir dari perusahaan.
 Persediaan Bagian Produk (Component Stock). Merupakan persediaan barang yang
terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain yang dapat secara langsung di
assembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
 Persediaan Bahan Pembantu atau Penolong (Supplies). Merupakan persediaan barang-
barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakanbagian atau
komponen barang jadi.
 Persediaan Barang Dalam Proses (Work In Process). Merupakan persediaan
barangbarang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau
yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi
barang jadi.
 Persedian Barang Jadi (Finished Goods). Merupakan persediaan barang-barang yang
telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau dikirim kepada
langganan.

Just In Time

Pengertian Just In Time


Just In Time merupakan konsep dalam industri manufaktur yang memiliki implikasi
penting dalam manajemen biaya produksi, JIT sasaran utamanya adalah meningkatkan
produktivitas produksi atau produksi dengan cara menghilang semua aktivitas yang tidak
menambah nilai suatu produk. Karena pada dasarnya JIT menghilangkan semua pemborosan
dalam biaya produksi. JIT harus di pandang lebih luas dalam dari pada hanya memandang
manajemen persediaan. (Putu Sulastri, 2012)
Karekteristik perusahaan industri merupakan sistem tradisional melakukan aktivitas
pembuatan produk berdasarkan ramalan penjualan (sales forecasting) yang diperkirakan akan
terjadi pada periode mendatang. Dengan dasar ini, maka bagian produksi akan memiliki jadwal
produksi yang sudah pasti. Jika barang yang diproduksi belum dapat didistribusikan ke pasar,
maka barang tersebut akan disimpan di gudang. Dalam hal ini bagian pemasaran bertanggung
jawab untuk segera memasarkan produk yang telah menumpuk di gudang jumlah banyak.
Dengan demikian, sistem tradisional ini mendorong (push) aktivitas penjualan dan pemasaran,
Sistem Just In Time memiliki karakteristik yang berkebalikan. Dalam sistem ini, perusahaan
baru akan melakukan aktivitas produksi hanya jika ada permintaan pasar/pelanggan yang sudah
pasti. Jadi aktivitas produksi dalam sistem ini ditarik (pull) oleh permintaan pasar.
Kuantitas Persediaan merupakan salah satu pengaruh sistem Just In Time bagi
perusahaan adalah mengurangi kuantitas persediaan secara signifikan. Dalam jumlah yang
minimal, persediaan tetap dimiliki oleh perusahaan, terutama persediaan produk jadi yang
menunggu proses pengiriman kepada pelanggan atau ke distributor. Untuk mewujudkan hal ini
perusahaan harus memiliki komitmen yang tinggi dalam hal pembelian bahan baku yang di
ditangkan dari suplier, menekan angka cacat dari bahan baku yang akan diproses dengan
menambahkan tim quality control sehingga barang cacat dari suplier dapat diminimalisir.
Menurut (el Bethree, 2019) Pembelian dalam sistem Just In Time mengharuskan adanya
penjadwalan pengadaan barang dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan
penyerahan segera untuk memenuhi permintaan atau penggunaan bahan baku. Dari pengertian
tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelian Just In Time adalah sistem pembelian penjadwalan
pengadaan barang atau bahan yang tepat waktu sehingga dapat dilakukan pengiriman atau
penyerahan secara cepat dan tepat untuk memenuhi permintaan. Dalam rangka menerapkan Just
In Time, maka kondisi dan proses pembelian harus diatur dengan mempertimbangkan hal-hal
berikut:
 Dekat dengan pemasok
 Sedikit pemasok
 Pemasok tahu kualitas yang diinginkan perusahaan
 Meminimalisir inspeeksi
 Mengeliminasi penggudangan

Tujuan Just In Time


(Zulian, 2003) dalam buku manajemen Persediaan, tujuan Just in Time adalah:
1. Meniadakan produk cacat
2. Meniadakan persediaan dalam pabrik
3. Meniadakan waktu persiapan
4. Meniadakan penanganan bahan
5. Meniadakan antrian
6. Meniadakan kerusakan mesin
7. Meniadakan waktu tunggu
8. Meniadakan kelebihan lot
9. Meniadakan ganguan jadwal produksi

Manfaat Just In Time

Menurut (Putu Sulastri, 2012) Just In Time bukan hanya sekedar metode pengendalian
persediaan tetapi juga merupakan sistem produksi yang saling berkaitan dengan semua fungsi
dan aktivitas.
Manfaat Just In Time antara lain:
 Mengurangi ruangan gudang untuk penyimpanan barang
 Mengurangi waktu setup dan penundaan jadwal produksi
 Mengurangi pemborosan barang rusak dan cacat dengan mendeteksi kesalahan pada
sumbernya
 Penggunaan mesin dan fasilitas secara baik
 Menciptakan hubungan yang lebih baik dengan pemasok
 Layout pabrik yang lebih baik
 Pengendalian kualitas dalam proses.

Beberapa kunci utama dalam penerapan Just In Time dalam industri maufaktur:
1. Menghasilkan produk sesuai dengan jadwal yang didasarkan pada permintaan pelanggan.
Sistem JIT biasanya menghasilkan produksi sesuai dengan pesanan pelanggan dengan
sistem produksi tarik (pull system) yang dibantu dengan menggunakan kartu kanban.
2. Memproduksi dalam jumlah kecil
Ciri khas lain adalah memproduksi dalam jumlah kecil sesuai dengan permintaan
pelanggan akan menghemat biaya dan sumber daya selain menghilangkan persediaan
barang dalam proses yang merupakan sejenis pemborosan yang dapat dihindari dengan
menggunakan penjadwalan proses produksi selain itu juga menggunakan pola produksi
campur merata yaitu : memproduksi bermacam-macam dalam satu lini produksi.
3. Menghilangkan pemborosan
Untuk menghindari pemborosan pada persediaan, pembelian dan penjadwalan dengan
menggunakan sistem kartu kanban yang mendukung sistem produksi tarik, selain
menghasilkan produksi dengan baik sejak awal yaitu pantang menerima, pantang
memproses dan pantang menyerahkan produk cacat dengan bekerjasama dengan
pemasok dengan persediaan yaitu mengurangi jumlah barang yang datang,
menghilangkan persediaan penyangga, mengurangi biaya pembelian, memperbaiki
penanganan bahan baku, tercapainya persediaan dalam jumlah kecil dan mendapatkan
pemasok yang dapat dipercaya.
4. Menyempurnakan kualitas produk
Salah satunya untuk menyempurnakan kualitas produk dengan melihat prinsip
manajemen yaitu memelihara pengendalian proses dan membuat semua orang
bertanggung-jawab terhadap tercapainya mutu, meningkatkan pandangan manajemen
terhadap mutu, terpenuhinya pengendalian mutu produk dengan tegas, memberikan
wewenang kepada karyawan untuk mengadakan pengendalian mutu produk,
menghendaki koreksi terhadap produk cacat oleh karyawan, tercapainya inspeksi 100 %
terhadap mutu produk dan tercapai komitmen terhadap pengedalian mutu jangka panjang.

5. Orang – orang yang tanggap


Penerapan sistem JIT ini tidak lagi menggunakan pilar keuangan, pemasaran, SDM, tapi
menggunakan lintas fungsi atau lintas disiplin sehingga seluruh karyawan harus
menguasai seluruh bidang dalam perusahan sesuai dengan jenjang dan kedudukannya
dan kesalahan dalam proses selalu ditandai dengan menyalanya lampu andon dan proses
dihentikan dan seluruh karyawan terfokus pada perbaikan yang terkenal dengan istilah
jidoka yaitu semua karyawan bertanggungjawab terhadap tercapaianya produk yang baik
dan mencegah terjadinya kesalahan.
6. Menghilangkan ketidakpastian
Untuk menghilangkan ketidakpastian dengan pemasok dengan cara menjalin hubungan
abadi dan memilki satu pemasok yang lokasinya berdekatan dengan perusahaan yang
masih kerabat dengan pemilik perusahaan, sedang dalam proses produksi dengan cara
menerapkan sistem produksi tarik dengan bantuan kartu kanban dan produksi campur
merata.
7. Memperbaiki aliran produksi
Penataan produksi dilakukan dengan berpedoman pada lima disiplin di tempat kerja yaitu
5-S yang antara lain : Seiri atau pemilahan yaitu disiplin ditempat kerja dengan cara
melakukan pemisahan berbgai alat atau komponen ditempat masing-masing sehingga
untuk mencarinya nanti bila diperlukan akan lebih mudah. Seiton atau penataan yaitu
disiplin ditempat kerja dengan melakukan penyimpanan fungsional dan membuang
waktu untuk mencari barang. Seiso tau pembersihan yaitu disiplin ditempat kerja dengan
melakukan pembersihan sebagai pemeriksaan dan tingkat kebersihan. Seiketsu atau
pemantapan/ perawatan yaitu manajemen visual dan pemantapan 5-S seperti pemberian
tanda, pengumuman, label, pengaturan kabel, kode, dsb. Shitsuke atau pembiasaan yaitu
pembentukan kebiasaan dan tempat kerja yang berdisiplin.
8. Penekanan pada pemeliharaan jangka panjang
Karakteristik pemeliharaan dengan berpegang pada kontrak jangka panjang,
memperbaiki mutu, fleksibilitas dalam mengadakan pesanan barang, pemesanan dalam
jumlah kecil yang dilakukan berkali-kali, mengadakan perbaikan secara terus-menerus
dan berkesinambungan.

UKM (Usaha Kecil Menengah)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan pengertian dan kriteria
Usaha Kecil dan Menengah.
Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan
Pusat Statistik (BPS), Keputusan Menteri Keuangan No 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994. Definisi UKM yang disampaikan berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.
Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop
dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK), termasuk Usaha Mikro (UMI),
adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000,
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling
banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik
warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp
10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan.
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kuantitas tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang,
sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99
orang. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27 Juni
1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah melakukan
kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun setinggi-tingginya Rp 600.000.000
atau aset/aktiva setinggi tingginya Rp 600.000.000 (di luar tanah dan bangunan yang ditempati)
terdiri dari : (1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan (2) perorangan (pengrajin/industri
rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah hutan, penambang, pedagang barang dan
jasa)

Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sistem Just In Time dalam industri usaha
kecil menengah adalah sebagai berikut:
1. (Putu Sulastri, 2012) dengan judul penelitian Sistem Just In Time (JIT) Penting Bagi
Perusahaan Industri dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Sistem produksi JIT
adalah suatu sistem dimana tiap komponen dalam jalur produksi menghasilkan
secepatnya saat diperlukan dalam langkah selanjutnya dalam jalur produksi. Perusahaan
harus memproduksi barang sesuai dengan jumlah pesanan agar tidak adanya persediaan.
2. (el Bethree, 2019) dengan judul penelitian Penerapan Just In Time Untuk Efisiensi Biaya
Persediaan dengan hasil penelitian Penerapan metode Just In Time pada perusahaan
dapat meningkatkan efisiensi biaya persediaan. Pembelian dapat dilakukan dalam jumlah
yang kecil dan pengiriman secara berkala, sehingga dapat menekan terjadinya biaya
penyimpanan pada perusahaan

III. PENUTUP

Berdasar dari beberapa pendapat teori serta diperkuat dengan penelitian terdahulu penulis
mengambil beberapa kesimpulan diantaranya: (1) Sistem Just In Time pada industri manufaktur
skala usaha kecil menengah dapat menekan biaya produksi sehingga efisiensi biaya produksi
dapat di minimalisir (2) Industri manufaktur skala usaha kecil menengah dapat memotong
pemborosan yang biasa terjadi dalam rantai produksi (3) Sistem Just In Time cocok untuk
digunakan dalam industri manufaktur usaha kecil menengah agar pendapatan laba bagi usaha
kecil menengah tersebut.

Daftar Pustaka

el Bethree, E. M. (2019). El Bethree Jeremya Janson B 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Udayana ( Unud ), Bali , Indonesia Perkembangan industri di Indonesia yang
semakin maju dan cepat memaksa perusahaan-perusahaan harus memiliki strategi yang
ampuh dan tepat sasaran . Ha. 8(3), 1755–1783.
Fredy, R. (2000). manajemen-persediaan , Raja Grafindo Jakarta.
Herjanto, E. (Manajemen O. (2008). eddy herjanto.
PSAK N0.14. (1994). Tentang Persediaan IAI. (14).
Putu Sulastri, J. I. (2012). Sistem Just in Time ( Jit ) Penting Bagi. (36).
W.Heri Sukendar. (2011). Penerapan Just in Time dalam Sistem Pembelian dan Sistem Produksi.
Binus Business Review, 2(1), 446. https://doi.org/10.21512/bbr.v2i1.1151
Zulian, Y. (2003). manajemen persediaan, Ekonesia Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai