Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN STUDI KASUS

PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER


BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
(04 Februari-29 Maret 2019)
1. Ruptur Perinium+ Internal Bleeding+ Joint Disruption+ OF Supracondilier Left
Femur+ OF Femur
2. CVA ICH+ HT ST 2+ Dermatitis Seboroik+ Milliaria Crystallina+ Dermatitis
Kontak Iritan + DM Tipe II+ Infeksi Saluran Kemih
3. ALO+ HT ST 2 on Treatment+ AHF Precipating Factor Poor Compliance+ CKD St
V+ Nausea Vomitting
4. Shock Cardiogenic dt septic dd hypovolemic+ NSTEMI ACS KILIP IV TIMI 1/7
Grace 206+ HF ST CFC II dt CAD+ Dyspepsia Syndrome+ Pneumonia CAP+
Azotemia + Septic Condition

OLEH:
ANDHARU OKTOBIO WICAKSONO, S.Farm
051813143155

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER PERIODE 108


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN STUDI KASUS
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT
RS. Dr. Saiful Anwar, Malang
(04 Februari-29 Maret 2019)

1. Ruptur Perinium+Internal Bleeding+Joint Disruption+OF Supracondilier Left


Femur+OF Femur
2. CVA ICH+HT ST2+Dermatitis Seborhoeik+Milliaria Crystallina+Dermatitis
Kontak Iritan+DM Tipe II+Infeksi Saluran Kemih
3. ALO+HT ST 2 on Treatment+AHF Precipating Factor Poor Compliance+ CKD
St V+ Nausea Vomitting
4. Shock Cardiogenic+NSTEMI ACS Kilip IV TIMI 1/7 Grace 206+HF ST CFC II
dt CAD+Dyspepsia Syndrome+Pneumonia CAP+ Azotemia+ Septic Condition

Oleh:
Andharu Oktobio Wicaksono, S.Farm
051813143155

Disetujui Oleh:
Pembimbing

Drs. Didik Hasmono, MS, Apt.


NIP. 195809111986011001

Scanned by CamScanner
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

KASUS I
RUPTUR PERINIUM+ INTERNAL BLEEDING+ JOINT DISRUPTION +
OF SUPRACONDILIER LEFT FEMUR+ OF FEMUR
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang

1
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Internal Bleeding


1.1.1 Definisi
Perdarahan adalah keadaan darurat yang berpotensi mengancam jiwa yang
membutuhkan identifikasi dini sumber perdarahan aktual dan / atau potensial
(Queensland Ambulance Service, 2018). Pendarahan internal adalah kehilangan
darah yang biasanya tidak atau mudah terlihat. Meskipun darah tidak hilang dari
tubuh, itu hilang dari sistem peredaran darah dan organ-organ vital akan
kekurangan oksigen (nfti, 2019).
Internal bleeding umumnya disebabkan oleh 2 maca trauma yaitu trauma
tumpul dan trauma tembus. Trauma tumpul terjadi ketika bagian tubuh
bertabrakan dengan sesuatu yang lain, biasanya dengan kecepatan tinggi.
Pembuluh darah di dalam tubuh terkoyat, atau dihancurkan baik oleh kekuatan
geser atau benda tumpul. Trauma tembus terjadi ketika benda asing menembus
tubuh, merobak lubang di satu atau lebih pembuluh darah. Contohnya adalah luka
tembak, penusukan atau jatuh ke benda tajam (Sabrina, 2017).
1.1.2 Manajemen Terapi
1. Untuk mengembalikan perfusi jaringan menggunakan PRC
2. Untuk mengantisipasi resusitasi cairan menggunakan cairan kristaloid
3. Untuk terapi cacat koagulasi potensial menggunakan antikoagulan
(Queensland Ambulance Service, 2018)
1.2 Open Fracture (OF)
1.2.1 Definisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas structural tulang. Fraktur dapat
berupa retakan total atau diskolasi fragmen tulang, jika kulit diatasnya masih utuh,
maka dapat dikatakan sebagai fraktur tertutup (closed fracture). Jika kulit atau
salah satu rongga tubuh itu tertembus maka dapat dikatakan faktur terbuka (open
fracture). OF memiliki peluang terjadi kontaminasi dan infeksi yang besar
(Nayagam, 2010).

2
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Faktur umumnya dapat terjadi karena 3 hal yaitu cedera, tekanan berulang
dan patologis. Faktur yang disebabkan cedera dapat berupa cedera langsung
maupun tidak langsung. Faktur yang disebabkan tekanan berulang adalah fraktur
yang terjadi karena diberi beban berat secara berulang-ulang seperti latian rutin
oleh atlet. Fraktur patologis disebabkan oleh patah tulang yang disebabkan oleh
osteoporosis, osteogenesis, metastasis dan kista tulang (Nayagam, 2010).
1.2.2 Manifestasi Klinis Fraktur
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pembengkakan, peningkatan suhu setempat, dan pergerakan tidak normal
(Duckworth, 2010).
1.2.3 Prinsip Penanganan Fraktur Terbuka
Prinsip penanganan fraktur terbuka menurut Sexton, 2014 adalah :
1. Menghentikan kerusakan pada ekstrimitas dan dilakukan penutupan luka
yang steril. Penanganan kerusakan jaringan dengan sebaik mungkin pada
keadaan steril untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi.
2. Pemberian antibiotik awal secara intravena
Sebagian besar infeksi yang berkembang pada fraktur terbuka, bakteri
yang berkembang merupakan berasal dari flora normal pada kulit. Oleh
karena itu, antibiotik dengan spektrum luas yang mencakup bakteri gram
positif. Seperti pada golongan sefalosporin generasi I yang efektif terhadap
bakteri gram positif. Golongan sefalosporin generasi 1 dapat diberikan pada
semua tipe I, II, dan II fraktur terbuka. Antibiotik harus segera mungkin
diberikan pada pasien setelah terjadinya cedera, karena penundaan
pemberian antibiotik lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan
resiko terjadinya infeksi.
3. Melakukan tindakan debridement luka
Debridement merupakan tindakan membuang semua jaringan mati pada
daerah patah tulang terbuka, baik benda asing maupun jaringan lokal yang
telah rusak atau mati. Sehingga diharapkan luka terbuka tersebut akan
bersih. Tujuan tindakan debridement dapat dilihat dari beberapa hal
dibawah ini, yaitu :
a. Dilihat dari perluasan luka dari area yang terjadi kerusakan

3
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

b. Memeriksa luka, mengidentifikasi luka, dan menghilangkan benda


asing
c. Mengevaluasi jaringan luar, menghilangkan nekrosis, jaringan non
viabel
d. Berkurangnya kontaminasi bakteri
e. Menunjukkan luka yang stabil
4. Irigasi
Setelah dilakukan debridement yang adekuat, langkah selanjutnya
adalah melakukan irigasi. Irigasi dilakukan dndgan tujuan mengurangi
kepadatan kuman dengan cara mencuci luka dengan larutan fisiologi yaitu
larutan normal salin atau Nacl 0,9 % yang dilakukan sebelum tindakan
definitif.
5. STabilisasi pada kerusakan skeletal
Dalam beberapa kasus, fraktur terbuka memerlukan dilakukannya
stabilisasi pada skeletal. Stabilisasi fraktur dengan baik, yaitu perangkat
fiksasi internal atau eksternal akan memungkinkan kemudahan perawatan
luka.
6. Melakukan debridement berulang sesuai kebutuhan
Yaitu debridement dilakukan kembali jika terdapat nekrosis dan debris
lagi. Debridement ulang dilakukan untuk mencegah terjadinya infeksi
anaerobik. Penutupan luka
7. Penutupan luka primer dilakukan pada patah tulang grade I dan II.
Penutupan luka primer mungkin dilakukan apabila :
a. Luka awal dalam keadaan bersih
b. Area luka tidak menampakkan terjadinya kontaminasi yang nyata
c. Tindakan debridement yang dilakukan telah berhasil, yaitu dengan
hilangnya nekrosis dan debris
d. Secara keseluruhan, kondisi pasien menunjukkan kondisi yang baik
e. Penutupan luka dapat dilakukan tanpa adanya tekanan.
1.2.4 Managemen Terapi Fraktur Terbuka
Prinsip dasar managemen terapi fraktur terbuka adalah pemberian antibiotik,
analgesik, debridement, penutupan luka, splintage dan penetapan status imunisasi

4
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

tetanus pasien (Bennett & Smith, 2013).


a. Pemberian Antibiotik
Pada pasien fraktur terbuka mungkin mengalami banyak cedera, maka
perlu dilakukan berbagai tindakan untuk menangani luka fraktur kemudian
diberikan antibiotik sesegera mungkin dan dilanjutkan hingga infeksi tidak
terjadi. Pada pasien fraktur terbuka juga diberikan antibiotik profilaksis.
Tujuan dari pemberian antibiotik profilaksis tersebut adalah untuk
mencegah terjadinya infeksi dan mencegah perkembangan infeksi pada
tempat pembedahan. Pemilihan antibiotik profilaksis harus tepat seperti
pemilihan berdasarkan tipe pembedahan yang akan dilakukan, bakteri
patogen dengan jumlah paling banyak di tempat pembedahan, dan
menggunakan antibiotik profilaksis yang aman dan efekif untuk
menurunkan angka terjadinya infeksi ( Hall C, et al., 2015).
b. Pemberian Analgesik
Analgesik merupakan obat yang selektif mengurangi dan
menghilangkan rasa sakit yang bertindak dalam sistem saraf pusat. Nyeri
yang timbul setelah operasi bervariasi pada intesitas dan durasinya sesuai
tingkat kerusakan jaringan. Analgesik yang inadekuat dapat memicu nyeri
kronik, memperpanjang lama pemberian obat, dan tingkat nyeri yang
bertambah sehingga memperberat beban yang ditanggung pasien pasca
operasi orthopedi. Maka diperlukan penggunaan analgesik yang tepat guna
memberikan lebih banyak keuntungan daripada kerugian efek sampingnya
pada pasien. Analgesik yang biasanya diberikan pada pasien pasca operasi
orthopedi adalah paracetamol, golongan NSAID seperti ketorolac,
golongan opioid seperti tramadol dan fentanyl (Permata, 2014).
C. Pemberian Profilaksis Tetanus
Profilaksis tetanus juga diberikan apabila pasien memiliki resiko untuk
mengalami tetanus (Nayagam, 2010). Status imunisasi tetanus harus di
tegakkan bila memungkinkan. Jika status imun pasien tidak pasti, atau
pemberian serum tetanus pasien telah diberikan lebih dari 10 tahun yang
lalu, tetanus toksoid harus diberikan. imunoglobulin tetanus harus

5
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

dipertimbangkan untuk pasien yang tidak diimunisasi secara memadai dan


memiliki luka yang sangat terkontaminasi ( Bennett & Smith, 2013).

6
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : An. F Status : Umum
Umur/BB/TB : 7/18 kg/- MRS/KRS : 8-2-2019/
Keluhan Utama : Bengkak pada kaki kanan
Riwayat Penyakit Saat Ini : Post kecelakaan lalu lintas, bengkak pada kaki
kanan, keluar darah dari pinggang (perineum)
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Ruptur Perinium
2. Internal Bleeding
3. Joint Disruption
4. OF Supracondilier Left Femur
5. OF Femur
Riwayat Pengobatan : Paracetamol
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi : 1. Eksplorasi laparatomi (9/2)
2. Sigmoi dektomi repair (9/2)
3. Debridement (9/2)
4. Primary Otosure (9/2)
5. Second look (15/2)
6. Debridement (15/2)
7. Backslab (15/2)
Riwayat Penyakit :-

7
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN


Tanggal Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
8/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36; Nadi 145; RR:30; TD 100/75
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB :
Hb: 3,9 ; RBC 1,47; WBC: 20,03; PCV: 11,1; Neutrofil: 80,9;
Limfosit: 14,8; PPT: 14,2; APPT:30,7; SGOT: 120; Albumin 2,18;
TERAPI :
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; D5 ½ NS 1400 cc/hari; Paracetamol infus 3x250 mg.
9/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36; Nadi 140; RR 32 TD 95/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB :
WBC : 12,15; PCV: 32; Neutrofil: 86,8; Limfosit: 7,7; Albumin 2,97
TERAPI :
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; D5 ½ NS 1400 cc/hari; Paracetamol infus 3x250 mg.
10/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 37; Nadi: 148; RR: 30; TD:; 90/52
TANDA KLINIS
Nyeri :
TERAPI :
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; D5 ½ NS 1400 cc/hari; Paracetamol infus 3x250 mg.
11/02 TANDA TANDA VITAL:
Suhu: 36,7; Nadi: 78; RR: 36; TD: 102/74
TANDA KLINIS:
Nyeri :
DATA LAB:
HbL 7,3; RBC: 2,59; WBC: 15,6; PCV: 20,8; Neutrofil: 86,8;
Limfosit 7,7
TERAPI:
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/1 hari; Metronidazole 3x125
mg; D5 ½ NS 1000 cc/hari; Paracetamol infus 3x250 mg.
12/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 39,4; Nadi: 153; RR: 42; TD: 102/74
TANDA KLINIS
Nyeri :
TERAPI
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; D5 ½ NS 1400 cc/hari; Paracetamol infus 3x250 mg.
13/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 37; Nadi: 140; RR: 44; TD:104/71

8
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

TANDA KLINIS
Nyeri :
DATA LAB:
HB: 10; RBC: 3,51; PCV: 27,5; NEutrofil 72,0; Limfosit 17,6
TERAPI :
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; Paracetamol infus 3x250 mg, Ringer Lactat 10 tpm
14/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 130; RR: 22; TD:87/57
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB :
RBC 3,86; PCV 30,4; Neutrofil 70,1; Limfosit 22,2
TERAPI :
Antrain 3x500 mg; Paracetamol infus 3x250 mg; Asering 1500 cc/
hari
15/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 108; RR: 20; TD: 100/70
TANDA KLINIS :
Nyeri
DATA LAB:
RBC: 3,03; Hb: 8,2; PCV 23,66’ neutrophil 82,1; limfosit 10,6
TERAPI :
*Antrain 3x500 mg; Ranitidin 3x25 mg; Metoclopramid 3x10 mg;
Cefazolin 2x750 mg
Antrain 3x500 mg, Ranitidin 3x25 mg , Paracetamol infus 3x250 mg,
Metoclopramid 3x10 mg; Cefazolin 2x750 mg.
16/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 108; RR: 20; TD 100/70
TANDA KLINIS :
Nyeri
DATA LAB:
RBC: 3,89; PCV 31,3; Neutrofil 73; Limfosit 18,1
TERAPI :
PRC 200 cc; Antrain 3x200 mg; Ranitidin 3x25 mg.
17/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,4 ;Nadi: 100; RR: 24; TD 100/80
TANDA KLINIS
Nyeri
TERAPI :
Aminofluid 500cc/hari; Ranitidin 3x10 mg; Asering 1500 cc/ hari;
Albumin 500 cc/ hari.
18/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,9; Nadi : 100; RR: 22; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:
Albumin 3,23

9
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

TERAPI :
Asering 1500 cc/hari
19/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 36,8; Nadi: 102; RR: 22; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:
TERAPI:
Aminofluid 500 cc/hari; Asering 1500 cc/hari
20/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 37,8; Nadi: 100; RR: 21; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:

TERAPI:
Aminofluid 500 cc/hari ; Ringer Lactat 10 tpm; Asering 1500 cc/hari

10
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

PROFIL TERAPI PASIEN


Tanggal
Obat Rute Dosis
8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2*
PRC IV 200 cc
Albumin IV 500 cc/hari
Futrolit IV 1000cc/hari
Aminofluid IV 500cc/hari
D5 ½ NS IV 1400 cc/hari 1000
cc/hari
Ringer Lactat IV 10 tpm
Asering IV 1500 cc/hari
Metoclopramid IV 3x10mg
Ranitidin IV 3x25 mg 3x20 mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari 3x500mg
Kalnex IV 3x200 mg
Paracetamol infus IV 3x250 mg
Antrain IV 3x500 mg 3x200mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari 3x500mg
Cefazolin IV 2x750 mg
Metronidazol IV 3x125 mg
Keterangan:
*pre-operasi

11
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Tanggal
Obat Rute Dosis
15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20//2 21/2
PRC IV 200 cc
Albumin IV 500 cc/hari
Futrolit IV 1000cc/hari
Aminofluid IV 500cc/hari
D5 ½ NS IV 1400 cc/hari
Ringer Lactat IV 10 tpm
Asering IV 1500 cc/hari
Metoclopramid IV 3x10mg
Ranitidin IV 3x25 mg 10 mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari
Kalnex IV 3x200 mg
Paracetamol infus IV 3x250 mg
Antrain IV 3x500 mg 3x200mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari
Cefazolin IV 2x750 mg
Metronidazol IV 3x125 mg
Keterangan
: Diberikan

12
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

TANDA-TANDA VITAL
Nilai Tanggal
Parameter
Normal 8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 37 36,7 39,4 37 36 36 36,2 36,4 36,9 36,8 37,8
Nadi 80-85
145 140 148 78 153 140 130 108 108 100 100 102 100
(x/menit)
RR (x/menit) 20 30 32 30 36 42 44 22 20 20 24 22 22 21
Tekanan 120/80
darah 100/75 95/70 90/52 102/74 102/74 104/71 87/57 100/70 100/70 100/80 100/70 100/70 100/70
(mmHg)

TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2
Nyeri +++ ++ ++ ++ + + + + + + + + +
Demam
Mual (pasca
operasi)

Komentar:
• Pasien mengalami infeksi, dibuktikan dari laju nadi yang diatas 90x/menit, serta adanya hiperventilasi yang ditandai dengan laju nafas >
20x/menit (Irvan et al., 2018).

13
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DATA LABORATORIUM
NORMAL 11/2 11/2 20/02
PARAMETER 8/2 9/2 13/2 14/2 15/2 16/2 18/2
VALUE 11.41 14.01
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 3,9 11,5 7,3 8 10 18,9 8,2 10,7
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 1,47 4,78 2,59 2,82 3,51 3,86 3,03 3,89
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103 / µL 20,03 12,15 11,65 15,6 7,39 11,42 10,45 6,98
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 11,1 32 20,8 22,4 27,5 30,4 23,66 31,3
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 219 104 103 129 98 168 248 319
ESR/LED 0-30 mm/hr 54mm/jam 60mm/jam
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0 0 0,6 0,4 0 1,4 0,1 1,1
Basofil 0–1 0 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Neutrofil 51 – 67 80,9 86,8 83,9 82,8 72,0 70,1 82,1 73
Limfosit 25 – 33 14,8 7,7 11,8 12,5 17,6 22,2 10,6 18,1
Monosit 2-5 4,3 5,5 3,6 4,2 10,3 6,2 7,1 7,7
Eosinofil Absolut 0,01 0 0,07 0,07 0 0,16 0,01 0,08
Basofil Absolut 0,01 0 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01
Neutrofil Absolut 16,17 10,54 9,77 12,9 5,32 8,01 8,58 5,09
Limfosit Absolut 2,97 0,94 1,38 1,95 1,3 2,53 1,11 1,26
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,87 0,67 0,42 0,66 0,76 0,71 0,74 0,54
Immature Granulosit
2 0,4 0,7 0,9 0,9 0,8 0,9 1,3
(%)
Immature Granulosit 0,41 0,05 0,08 0,14 0,07 0,09 0,09 0,09
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 14,2 11,4
Kontrol 11,3 10,9
INR <1,5 detik 1,37 1,10
14
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 30,7 21,7
Kontrol 26,0 25,4
BLOOD CHEMISTRY
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 120
SGPT/ALT 10-41 U/I 31
Albumin 3,5-5,0 g/dl 2,18 2,97 3,23
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 132 137 136
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,38 3,58 3,84
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 110 106 100
URINALISIS
Kuning
Appearance
jernih
Spec. Gravity 1,001-1,030 1,025
Ph 5,0-8,0 5,5
Leucocyte 0-5/lpb -
Nitrite Neg -
Protein/Albumin Neg -
Glucose Neg -
Ketones Neg Trace
Urobilinoogen Neg atau <17 3,2
Bilirubin Neg -
Blood/RBC Neg 3+
TEST LAIN
Procalatonin 23,31
Inflamasi
(CRP Kuantitatif) <1,0 mg/dL 0,96
15
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Komentar:
• Hematologi
o Pasien mengalami tanda tanda sirs. Sirs ditandai terdapat 2 dari 4 kriteria pada pasien. Kriteria tersebut adalah temperatur
>38 atau <36, laju nadi >90x/menit, hiperventilasi dengan laju nafas>20x/menit, sel darah putih >12.000sel/microliter atau
<4000 sel/microliter (Irvan et al., 2018).
o Nilai HB pasien awal MRS dibawah normal, nilai eritrosit dan nilai hematocrit dibawah normal menandkan ada kondisi
anemia (Pagana et al., 2018).
• Hitung jenis
o Nilai neutrophil mengalami penurunan menandakan adanya stress fisik maupun emosinal, adanya inflamasi atau adanya
infeksi (Pagana et al., 2018).
o Nilai limfosit mengalami penurunan menandakan adanya sepsis (Pagana et al., 2018).
• Faal Hemostatis
o Nilai ppt dan apt diatas normal menunjukan adanya pendarahan
• Faal Hati
o Nilai albumin rendah menunjukan adanya infeksi akut, nekrosis jaringan atau stress (Pagana et al., 2018).
o Nilai SGOT diatas normal menunjukan adanya trauma tulang dan otot (Pagana et al., 2018)

16
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
Nilai Hb pasien pasien dibawah 10
Nilai HB, g/dL menunjukan pasien
Meningkatkan nilai
8/2, 16/2 PRC IV 200cc monitoring reaksi mengalami kekurangan darah
HB
alergi sehingga pasien diberi tranfusi
PRC.
Albumin pasien dibawah normal,
diberikan albumin untuk
meningkatkan kadar albumin
17/2 Albumin IV 500cc Hipoalbumin Nilai Albumin
sehingga tidak terjadi akumulasi
free drug pada pasien yang dapat
menyebabkan efek toksisitas.
Terapi cairan ini memberikan
ekspansi intrevaskular selama
beberapa waktu dan selanjutnya
menstabilkan ekspansi
8/2 Futrolit Resusitasi cairan Serum elektrolit
intravascular selama beberapa
waktu dengan mengganti cairan
yang hilang interstitial dan
intraseluler.
Aminofluid berisi asam amino,
Serum elektrolit,
8/2, 17/2, Memenuh kebutuhan glukosa dan elektrolit yang
Aminofluid IV 500cc KU, glukosa
19/2-21/2 kalori pasien diberikan sebagai maintenance
darah
status nutrisi pasien
9/2-10/2 1400cc
Terapi cairan, Diberikan untuk menunjang
11/2-12/2 D5 ½ Ns IV 1000cc KU
elektrolit dan nutrisi kebutuhan nutrisi pasien
14/2-15/2, 1500cc

17
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

17/2
Terapi cairan ini memberikan
ekspansi intrevaskular selama
beberapa waktu dan selanjutnya
menstabilkan ekspansi
17/2-21/2 Ringer Lactat IV 10 tpm Resusitasi cairan Serum elektrolit
intravascular selama beberapa
waktu dengan mengganti cairan
yang hilang interstitial dan
intraseluler.
Menjaga kondisi Ditunjukan sebagai asupan nutrisi,
Kondisi umum
17/2-21/2 Asering IV 1500cc/hr hemodinamik dan elektrolit dan menjaga
pasien
elektrlit pasien hemodinamik pasien.
Pasien mengalami mual dan
Mengurangi mual
15/2 Metoclopramid IV 3x10 mg Mual muntah muntal pasca operasi pada tanggal
muntah pasien
15/2
Mengurangi cairan lambung dan
Rasa tidak enak
8/2-12/2, Mencegah aspirasi meningkatkan pH lambung karena
Ranitidine IV 3x25 mg pada perut dan
15/2-17/2 dari asalm lambung kecemasan dapat meningkatkan
nyeri perut
sekresi asam lambung.
Profilaksis operasi
8/2 IV 750 mg Ampisul dapat digunakan sebagai
pada tanggal 8/2 WBC, tanda-
Ampisul profilaksis fraktur terbuka yang
Terapi lanjutan tanda infeksi
9/2-13/2 IV 3x500mg lebih dari 6 jam.
setelah profilaksis
Asam tranexamat digunakan untuk
9/2 Kalnex IV 3x200 mg Pendarahan Pendarahan menghentikan pendarahan pada
pasien
9/2-15/2 Paracetamol inf IV 3x250 mg
8/2 3x500 mg Suhu tubuh & Pasien mengalami kenaikan suhu
Demam & nyeri
9/2,15/2- Metamizol IV nyeri tubuh dan nyeri.
3x200 mg
21/2

18
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Profilaksis operasi WBC, tanda Cefazolin dapat digunakan sebagai


15/2-16/02 Cefazolin IV 2x750mg
pada tanggal 8/2 tanda infeksi profilaksis fraktur terbuka
Metronidazole adalah antibiotik
nitroimidazole yang digunakan
terutama untuk pengobatan infeksi
WBC, tanda
9/2-13/2 Metronidazol IV 3x125 mg Infeksi yang disebabkan oleh organisme
tanda infeksi
yang rentan, terutama bakteri
anaerob dan protozoa.

ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 - - - -

MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Nyeri Mengetahui efektivitas dari antrain, paracetamol
2 Mual muntah Mengetahui efektivitas dari metoclopramide
3. WBC, tanda infeksi Mengetahui efektivitas dari cefazolin, ampisul dan metronidazole
4 Pendarahan Mengetahui efektivitas dari asam tranexamat

KONSELING PADA PASIEN/KELUARGA PASIEN


No Materi Konseling
1 Tujuan pemberian ranitidine untuk profilaksis mual muntah pasien, serta mencegah rasa tidak enak
Ranitidine
pada perut.
2 Ampisul Tujuan pemberian ampisilin-sulbaktam adalah untuk mengatasi infeksi pasien
3 Metoclopramid Tujuan pemberian metoclopradmie adalah untuk mengatasi mual-muntah pasien
4 Asam tranexamat Tujuan pemberian asam tranexamat adalah untuk mengatasi pendarahan pada pasien
5 Paracetamol infus Tujuan pemberian paracetamol adalah untuk mengatasi nyeri dan demam pada pasien
19
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

6 Metamizol Tujuan pemberian metamizol adalah untuk mengatasi nyeri dan demam pada pasien
7 Cefazolin Tujuan pemberian cefazolin adalah pencegahan infeksi saat operasi

20
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Bennett, A.R., and Smith K.D., 2013. Open Fractures. Orthopaedics and
Trauma, Vol. 27 No. 1, p. 9-14.

Duckworth, T., and Blundell C.M., 2010. Orthopaedics and Fractures. 4th Edition
,Chicester : A John Wiley & Sons, Ltd., Publication. p.29.

Hall, Charlotte., Joanna, Allen., and Barlow, Gavin., 2015. Antibiotic


Prophylaxis.Surgery, Vol. 33 No. 11, p. 542-549.

Irvan, Febyan, Suparto, 2018, Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru, Jurnal Anestesiologi Indonesia.

Nayagam, Selvadurai. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fracture


Ninth Edition, Hodder Arnold, an imprint of Hodder Education, an
Hachette UK Company, 338 Euston Road, London NW1 3BH, p. 688-
732

Pagana, K. D., Pagana, T. J., Pagana, T. 2018. Mosby's Manual of Diagnostic


and Laboratory Tests Reference 14th ed. Elsevier Health Sciences.

Permata, Veryne. 2014. Studi Penggunaan Analgesik Pasca Operasi Orthopedi


di RSUP Dr Kariadi Semarang.Skripsi. Universitas Diponegoro
Semarang.

21
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

KASUS II
CVA ICH BRAINSTEM+HT ST 2 +DERMATITIS SEBORHEIK+MILIARIA
CYSTALINA+DERMATITIS KONTAKIRITAN DT DIAPER+DM TIPE
II+INFEKSI SALURAN KEMIH
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang

21
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 CVA ICH
1.1.1 Definisi
CVA atau stroke merupakan penyakit cerebrovascular yang terjadi karena adanya
gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi, 2015). Stroke juga biasa disebut dengan
brain attack atau serangan otak, yaitu terjadi ketika bagian otak rusak karena
kekurangan suplai darah pada bagian otak tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat
yang dibawa oleh pembuluh darah menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi
atau hubungan antar neuron (sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).
Stroke dapat diklasifikasi menjadi 2 katagori yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua katagori yaitu intracerebraol
hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH). ICH terjadi karena adanya
pendarahan dalam otak dan biasanya sering terjadi karena tekanan darah tinggi (Burns
et al., 2016).
1.1.2 Patofisiologi
Stroke ICH awalnya terjadi pada jaringan lunak lalu merembet melalui serat
jaringan parenkim otak. Ketika perdarahan terjadi pada bagian ventricular atau di
permukaan jaringan otak, maka darah dapat masuk ke cairan serebrospinal. Darah
hematoma membeku dan menjadi solid menyebabkan pembengkakan jaringan otak.
Selanjutnya darah diabsorbsi dan setelah makrofag membersihkan debris, terbentuklah
ruang intracranial yang memutus jalur sinyal otak (Caplan, 2016).
1.1.3 Manifestasi Klinis
Secara umum pasien dengan stroke mengalami defisit kognitif dan bahasa
sehingga diperlukan bantuan anggota keluarga untuk menjelaskan kronologis yang
terjadi pada pasien. Kemungkinan gejala yang dialami pasien adalah kelemahan pada
satu sisi tubuh, ketidakmampuan untuk berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo, atau
jatuh. Pada stroke perdarahan biasanya mengeluh sakit kepala lebih parah dari pada
stroke iskemik (Burns et al., 2016).
1.1.4 Manajemen Terapi
Tatalaksana terapi umum pada stroke akut (Perdossi, 2011)

22
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan


b. Stabilisasi hemodinamik : terapi cairan dan nutrisi
c. Pengendalian tekanan intracranial: pada pasien GCS<9, target TIK <20mmHg.
Manitol 0,25-0,50 gram/kgBB, selama>20 menit, diulangi setiap 4-6 jam dengan
target <310 mOsm/L.
d. Pengendalian komplikasi: hipertensi dan diabetes mellitus (selengkapnya di 1.2
dan 1.3).
1.2 HT stage II
1.2.1 Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan secara persisten tekanan
darah arteri. Tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi lima katagori yaitu normal,
prehipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2 dan hipertensi emergency
(DiPiro et al., 2014). Tabel I.1 menunjukan klasifikasi tekanan darah pada pasien
dewasa.
Tabel I.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (DiPiro, 2014).
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 >160 >100
Hipertensi emergency >180 >120

1.2.2 Patofisiologi
Tekanan darah (TD) dibagi menjadi dua yaitu sistolik (STD) dan diastolic
(DTD). STD menggambarkan keadaan saat kontraksi kardiak, sedangkan DTD terjadi
setelah kontraksi dan ruang dalam kardiak terisi. STD mengambarkan nilai puncak,
sedangkan DTD menggambarkan nilai nadir. TD dipengaruhi oleh dua hal yaitu cardiac
output dan total peripheral resistance, sehingga dapat digambarkan dalam rumus
matematis yaitu:
Tekanan darah = cardiac output x total peripheral resistance
Peningkatan cardiac output dapat disebabkan oleh peningkatan muatan cardiac
akibat peningkatan cairan karena natrium, dan konstriksi vena yang diakibatkan

23
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

stimulasi terhadap renin-angiotensin-system (RAAS) dan aktivitas yang berlebihan pada


saraf simpatis.
Peningkatan peripheral resistance disebabkan oleh fungsi kontriksi vascular dan
hiperatrofi struktur vascular. Fungsi konstriksi vascular dipengaruhi oleh stimulasi
berlebihan pada RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic dan faktor turunan
endotel. Hiperatrofi struktur vascular dapat disebabokan oleh stimulasi berlebihan pada
RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic, faktor turunan endotel, dan
hperinsulinemia karena sindrom metabolic (DiPiro et al.,2014).
1.2.3 Manajemen Terapi HT pada Stroke
a. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut (AHA/ASA, Class IIb, Level of
evidence C), apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150
mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontinyu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.

b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.

c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).

d. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.

e. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan


esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas (Perdossi, 2011).

24
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Tabel I.2 Antihipertensi pada Stroke ICH Akut (Perdossi, 2011).


Obat Dosis Keuntungan Kerugian
CCB : Nikardipin, 5 mg/jam IV 2,5 ng/ Awitan cepat (1-5 Takikardi atau
Clevidipin, tiap 15 menit, menit), tidak terjadi bradikardia,
Verapamil, sampai rebound yang hipotensi, durasi
Diltiazem bermakna jika lama (4-6 jam)
dihentikan,
Eliminasi tidak
dipengaruhi oleh
disfungsi hati atau
renal, potensi
interaksi obat
rendah. Awitan
cepat <1 menit,
tidak terjadi
rebound atau
takiflaksis

Antagonis reseptor 10-80 mg IV Awitan cepat (5-10 Bradikardia,


α1,β1,β2 : Labetalol tiap 10 menit menit) hipoglikemia,
sampai 300 durasi lama (2-12
mg/hari; infuse: jam), gagal jantung
0,5-2 mg/menit kongestif,
bronkospasme
Antagonis selektif 0,25-0,5 mg/kg IV Awitan segera, Bradikardia, gagal
reseptor β1:Esmolol bolus disusul dosis durasi singkat <15 jantung kongestif
pemeliharaan menit

1.3 Dermatitis Seborheik (DS)


1.3.1 Definisi
Dermatitis seborheik(DS) adalah gangguan papulosquamosa kronis yang umum
pada bayi dan orang dewasa. Umumnya ditemukan di daerah tubuh dengan folikel
sebaceous yang tinggi seperti wajah, kulit kepala dan telinga. Dermatitis ditandai
dengan warna kemerahan eritematosa yang terkadang berminyak (Goldsmith et
al.,2012).
1.3.2 Patogenesis
Dermatitis seborheik(DS) umumnya disebabkan oleh jamur Malessezia,
imunologis, aktivitas sebaceous dan kerentanan pasien. Permukaan kulit pasien DS kaya
akan lipid trigliserida dan kolesterol, namun rendah asam lemak dan skualen. Flora
normal kulit, yaitu Malasezia sp dan Propionibacterium acnes, memiliki enzil lipase

25
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

yang aktif yang dapat mentrasformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam
lemak bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang
mengubah flora normal kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipid dan ROS
menyebabkan DS (Goldsmith et al., 2012).
1.3.3 Manifestasi Klinis
Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi pada usia 30-60 tahun.
Lesi dapat terlihat pada wajah di alis, dahi, kelopak mata, dan cuping hidung. Gelaja
yang ditemukan berupa eritema dan gatal disertai rasa terbakar dan gatal ringan
terutama di kulit kepala. Pencetus kekambuhan DS umumnya akibat stress emosional,
letih, depresi, perubahan suhu, hygiene pribadi, ajanan matahari, perubahan pola makan,
infeksi, obat dan berada di ruangan dingin cukup lama (Widaty & Marina, 2016).
1.3.4 Terapi Dermatitis Seborheik
Terapi untuk DS dapat mengunakan obat topikal dan obat sistemik. Prinsip utama
tatalaksana DS adalah mengontrol kondisi kulit dengan biaya seminimal mungkin.
Pilihan pengobatan untuk DS umumnya berupa obat antijamur, antiinflamasi, keratolitik
dan kalsineurin inhibitor (Widaty & Marina, 2016). Tabel 1.1 menunjukan pilihan
pengobatan dermatitis seboroik dan bukti kesahihannya.
Tabel 1.1 Pengobatan Dermatitis seboroik (Widaty & marina, 2016).
Golongan Nama obat Bukti kesahihan
Obat anti jamur Ketoconazol A
Siklopiroksolamin A
Sertakonazol C
Metronidazol A
Itrakonazol C
Kortikosteoid Hidrokortison A
Obat Kombinasi Anti Promiseb R B
inflamasi-antifungal
Kalsineurin Inhibitor Takrolimus B
Pimekrolimus B

1.4 Miliaria Crystallina


1.4.1 Definisi
Milliaria adalah gangguan umum yang terjadi pada kelenjar eccrin. Milliaria
umumnya terjadi pada lingkungan yang panas dan lembab. Milliaria dibagi berdasrkan
sumbatan pada saluran keringan, yaitu crystalline, rubra dan profunda. Milliaria
crystalline merupakan bentuk yang paling ringan (Nagpal et al., 2017)

26
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.4.2 Patofisiologi
Secara umum milliaria terjadi karena sumbatan pada saluran kringat. Sumbatan
ini menyebabkan pembengkakan yang menyebabkan milliaria. Hal yang terjadi saat
milliaria adalah
a. Sumbatan pada saluran kelenjar keringat
Milliaria terjadi ketika saluran kelenjar keringat tersumbat karena sel kulit
mati atau bakteri seperti Staphylococcus epidermidis. Perdangan akut pada saluran
keringat disebabkan oleh penyumbatan pori kulit yang dimaserasi (Nagpal et al.,
2017).
b. Retensi keringat ke kulit
Pada kondisi yang lembab atau panas, pasien akan menghasilkan keringat
namun karena adanya penyumbatan keringat tidak dapat mencapai kulit.
Penyumbatan ini mengakibatkan kebocoran keringat dalam perjalanan ke
permukaan kulit, baik di dermis atau epidermis. Pada milliaria crystalline terjadi
sedikit perdangan dan tidak ada gejala pada lesi (Nagpal et al., 2017).
c. Gangguan saluran
Keringat yang berlebihan menyebabkan hidrasi berlebih pada stratum
corneum yang dapat menyebabkan pecahnya saluran. Pecahnya saluran tidak
hanya disebabkan oleh sumbatan pada saluran namun, peningkatan natrium
klorida pada kulid, kelembaban tinggi, dan radiasi ultraviolet juga dapat
menyebabkan pecahnya saluran. (Nagpal et al., 2017).

1.5 Dermatitis Kontakiritan(DKI)


1.5.1 Definisi
Dematitis kontak iritan (DKI) adalah inflamasi nonimunologis pada kulit yang
disebabkan oleh pajanan dengan bahan bahan iritan (kimiawi, fisik dan biologis). DKI
umumnya ditandai dengan adanya eritema, vesikulasi dan pruritus pada fase akut
(Goldsmith et al., 2012). DKI memiliki ciri khas berupa tidak menyebar, hanya dalam
tahap akut, spectrum eritema yang luas sampai dengan nekrosis dan sangat bergantung
pada ketajaman dari bahan iritan (Brasch et al.,2014).
1.5.2 Patofisiologi

27
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Mekanisme awal terjadinya DKI adalah adanya kontak antara kulit dengan bahan
iritan. Kontak ini mengaktifkan non-spesific imunity dan innate imunity yang
menyebabkan toksisitas dan aktivasi innate imunity sel sehingga terjadi
nekrosis,apoptosis dan aktivasi selular. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin dan
kemokin yang mengakibatkan inflamasi (Nosbaum et al.,2009). Gambar 1.1
menunjukan mekanisme terjadinya DKI.

Gambar 1.1 Mekanisme terjadinya DKI (Nosbum et al., 2009)


1.5.3 Manajemen Terapi
Pelembab telah menjadi satu bagian penting dalam tatalaksana dermatitis kontak.
Penggunaan pelembab dapat membantu pemulihan sawar kulit dengan cara
meningkatkan hidrasi kulit, mempengaruhi struktur lipid epidermis dan mencegah
absorbs senyawa eksogen. Beberapa pasien membutuhkan terapi simptomatik seperti
terapi imunosupresan (kortikosteroid toikal, takrolimus topikal, siklosporin dan
fototerapi). Pruritus dapat dikontrol dengan antipruritic atau antihistamin oral
(Sulistyaningrum et al., 2011).

28
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Pemilihan obat topikal untuk pasien dengan risiko tinggi dermatitis kontak
memerlukan pengetahuan yang cukup. Secara umum, bentuk sediaan salap lebih baik
dari pada krim dalam pengobatan dermatitis kontak. Hal ini disebabkan sediaan salap
umumnya memiliki potensi sensitisasi. Kortikosteoid topikal efektif pada sebagian
besar pasien dermatitis kontak, akan tetapi kortikosteroid topikal tidak boleh digunakan
terus menerus karena dapat menyebabkan takifilaksis dan beberapa efek samping
merugikan seperti atrofi dan stiriae (Sulistyaningrum et al., 2011).
1.6 DM Tipe 2
1.6.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolic yang ditandai
dengan hyperglikemia. Umumnya DM berkaitan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang dapat mengakibatkan komplikasi kronis berupa
microvaskular, macrovaskular, dan gangguan neuropati (DiPiro et al., 2016).
Hiperglikemi pada pasien stroke umumnya disebabkanoleh beberapa hal yaitu
pada saat stroke hematoma dan edema jaringan menstimulasi hipotalamus untuk sekresi
hormone gula darah,, pemberian mannitol menghambat sekresi insulin dan
sensitivitasnya, jaringan perifer yang mengalami resistensi insulin sehingga
menurunkan metabolism glukosa (Sun et al., 2017).
1.6.2 Manajemen Terapi pada Stroke ICH (Perdossi, 2011)
1. Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke akan
berperan dalam mengendalikan kadar gula darah.
2. Indikasi dan syarat-syarat pemberian insulin : stroke hemoragik dan non hemoragik
dengan IDDM atau NIDDM.
3. Kontrol gula darah selama fase akut stroke.
1.7 Infeksi Saluran Kemih (ISK)
1.7.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai keberaan mikroorganisme pada
saluran kemih. Organisme yang terdapat pada saluran kemih dapat menginvasi jaringan
saluran kemih dan struktur di sekitarnya. Infeksi dapat terbatas pada pertumbuhan
bakteri di urin saja yang tidak menunjukkan gejala, naun dapat menunjukkan gejala

29
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

terkait respons inflamasi terhadap invasi mikroba mulai dari asimtomatik bakteriuri
hingga pielonefritsi dengan bakterimia atau sepsis (DiPiro, 2014).
ISK dibagi menjadi 2 yaitu tanpa komplikasi dan dengan komplikasi. ISK tanpa
komplikasi ketika tidak ada abnormalitas pada structural dan fungsional dari saluran
kemih yang menanggu aliran urin. ISK dengan komplikasi umumnya terjadi lesi pada
saluran kemih seperti adaanya hipertrofi prostat, adanya batu dan lain-lain (DiPiro,
2014).
1.7.2 Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran kemih melalui 3 cara yaitu rute ascending, rute
hematogen dan rute limfatik (Burns et al., 2016).
1. Rute ascending terjadi saat bakteri membentuk koloni di uretra yang kemudian
berpindah ke atas menuju kantong kemih dan menyebabkan cystitis. Rute ini
juga menunjukkan ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
pada laki laki dikarenakan memiliki uretra yang lebih pendek serta pada
perempuan posisi lebih dekat terhadap area perirectal (Burns et al., 2016)
2. Rute hematogen terjadi melalui tumbuhnya bakteri patogen di saluran kemih
yang dibawa melalui suplai darah. Bakteri patogen ini mempresentasikan
infeksi pada beberapa tempat lain dalam tubuh. Contohnya adalah
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan abses pada ginjal melalui rute
hematogen (Burns et al., 2016)
3. Sistem limfatik menghubungkan kantong kemih dengan ginjal demikian pula
antara usus dengan ginjal yang memungkinkan menjadi celah bagi bakteri
untuk berpindah dan dapat menyebabkan infeksi (Burns et al., 2016).
1.7.3 Manifestasi Klinis
Gejala ISK bervariasi meliputi asimptomatik, disuria, polakisuria, urgensi, nyeri
suprapubik, panas sampai menggigil, nyeri kosto-vertebral, mual-muntah. Infeksi
kandung kemih (cystitis) menyebabkan rasa ingin berkemih yang mendesak, sering,
tidak nyaman, dan dengan volume yang kecil. Dapat juga ditemui rasa nyeri atau
sensasi terbakar pada saat berkemih (disuria). Pada infeksi ginjal akut (pyelonephritis
akut) sering muncul gejala demam, malaise, menggigil, dan nyeri pinggang (Reynard et
al., 2009).
1.7.4 Manajemen terapi

30
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Antimikroba yang digunaka harus ditoleransi dengan baik, diabsorbsi dengan


baik, konsentrasinya tinggi di urin dan memiliki spectrum yang dapat membunuh
patogen. (DiPiro et al., 2014).
Tabel 1.2 Beberapa antimikroba yang umum digunakan pada ISK (Burns et al.,
2016).
Indikasi Jenis Obat Dosis dan Interval Lama Pengobatan
Lower Tract Sulfametoksazol 100 mg tiap 12 jam 3 hari
ISK Ciprofloxacin 250 mg tiap 12 jam 3 hari
Levofloxacin 250-500 mg tiap 24 3 hari
jam
Amoxicillin-asam 500 mgtiap 8 jam 7 – 10 hari
klavulanat
Upper tract Ciprofloxacin 500 mg tiap 12 jam 7 hari
ISK

31
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Ny. K Status : BPJS
Umur/BB/TB : 58/-/- MRS/KRS : 17-02-2019/
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Saat Ini : Penurunan kesadaran disertai lemas dan muntah
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. CVA ICH Brainstem
2. HT st II
3. Hipokalemia
4. Dematitis SOborik
5. Miliaria Cystalina
6. Dermatitis Kontakiritan dt Diaper
7. DM tipe II
8. Infeksi Saluran Kemih
Riwayat Pengobatan : 1. RS. B
Inf NS 20 tpm
Inj Citicolin 250 mg
Inj Ranitidin 1 ampul
Inj ondansetron 4 mg
Inj santagesik 1 gram
Nicardimpin drip 9 cc/jam
2. IGD RSSA
Inj Citicolin 250 mg
Inj Metoclopramid 10 mg
Inj Metamizol 1 g
Inj Omeprazol 40 mg
Inf NS
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit :-

32
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

CATANAN PERKEMBANGAN PASIEN


Tanggal Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
17/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36; Nadi: 78; RR: 22; TD:; 167/91
TANDA KLINIS
GCS : 324
DATA LAB :
Na: 133 mmol/L K: 3,3 mmol/L
TERAPI :
Citicolin 250 mg; metoclopramid 10 mg; metamizol 1 gram; omeprazol 40
mg; NaCl 0,9% 20 tpm
18/02 TANDA TANDA VITAL:
Suhu: 36; Nadi: 67; RR: 20; TD: 140/100
TANDA KLINIS:
GCS: 456; Pasien pelo
DATA LAB:
GDP: 186 mg/dL; K: 3,22 mmol/L;
TERAPI:
NaCl 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; mannitol
6x100cc; metoclopramide 3x10 mg; metamizol 3x1 gram; Aspar-K 2x300
mg
19/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 37,4; Nadi: 86; RR: 20; TD: 160/100
TANDA KLINIS
GCS 456; Pasien pelo
TERAPI
NaCl 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; mannitol
5x100cc; metoclopramid 3x10 mg; Aspar-K 2x300 mg
20/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,7; Nadi: 78; RR: 20; TD:150/90
TANDA KLINIS
GCS 456; Pasien pelo
TERAPI :
NaCl 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; Mannitol
4x100cc; Amlodipin 1x10 mg; metoclopramid 3x10mg; Aspar-K 2x300
mg
21/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 37,3 ; Nadi: 90; RR: 19; TD:140/90
TANDA KLINIS
GCS 456; pasien pelo
DATA LAB :
GDP: 186 mg/dL
TERAPI :
Asering 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; mannitol
3x100cc; amlodipin 1x10 mg; metoclopramid 3x10 mg; valsartan 1x80 mg
(malam).
22/02 TANDA TANDA VITAL :

33
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Suhu: 37,1; Nadi: 88; RR: 22; TD: 190/100


TANDA KLINIS
GCS 456; pasien pelo; gatal pada wajah dan punggung.
TERAPI :
Asering 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; mannitol
2x100cc; amlodipin 1x10 mg; valsartan 2x160 mg; ketoconazol cr 2%;
hidrocortison cr 2% ; calamin lotion; levemir 10 iu
23/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 37 ; Nadi: 84; RR: 22; TD 180/90
TANDA KLINIS
GCS 456; pasien pelo; gatal pada wajah dan punggung.
TERAPI :
NS 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; mannitol
1x100cc; amlodipin 2x10 mg; valsartan 2x160 mg; hidrocortison cr 2% ;
calamin lotion; levemir 10 iu
24/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,5 ;Nadi: 88; RR: 23; TD 120/80
DATA LAB
G2PP: 196 mg/dL; Leukosit pada urin: 3+;protein pada urin 1+; keton pada
urin 2+; urobilinogen: 66; darah pada urin: 3+
TANDA KLINIS
GCS 456; pasien pelo; gatal pada wajah dan punggung.
TERAPI :
NS 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10
mg; valsartan 2x160 mg; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion; levemir 10
iu
25/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,5; Nadi : 88; RR: 23; TD: 140/90
TANDA KLINIS
GCS 456 ; gatal pada wajah dan punggung.
TERAPI :
NS 0,9% 20 tpm; citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10
mg; valsartan 2x160 mg; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion; levemir 10
iu
26/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 37; Nadi: 88; RR: 18; TD: 130/90
TANDA KLINIS
GCS456; gatal pada wajah dan punggung
DATA LAB:
GDP: 125mg/dL; G2PP: 156 mg/dL; leukosit pada urin 3+; nitrit pada urin
+; Keton pada urine 1+; urobilinogen: 66; darah pada urin: 2+
TERAPI:
citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10 mg; valsartan
2x160 mg; ketoconazol cr 2%; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion;
levemir 10 iu
27/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 36; Nadi: 82; RR: 20; TD: 120/80
TANDA KLINIS

34
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

GCS 456; gatal pada wajah dan punggung


TERAPI:
citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10 mg; valsartan
2x160 mg; ketoconazol cr 2%; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion;
levemir 10 iu; ciprofloxacin 2x400 mg iv.
28/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu 37; nadi: 86; RR: 20; TD: 120/80
TANDA KLINIS
GCS 456; gatal pada wajah dan punggung
TERAPI:
citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10 mg; valsartan
2x160 mg; ketoconazol cr 2%; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion;
levemir 10 iu; ciprofloxacin 2x400 mg iv.
1/03 TANDA TANDA VITAL
Suhu 36,7 ; nadi :85; RR: 22; TD: 140/90
TANDA KLINIS
GCS 456; gatal pada wajah dan punggung
TERAPI:
citicolin 2x250 mg; omeprazol 1x40 mg; amlodipin 2x10 mg; valsartan
2x160 mg; ketoconazol cr 2%; hidrocortison cr 2% ; calamin lotion;
levemir 10 iu; ciprofloxacin 2x400 mg iv.

35
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

PROFIL TERAPI PASIEN

Tanggal
Obat Rute Dosis
18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2
IVFD NaCl 0,9% IV 20 tpm ✓ ✓ ✓ ✓
IVFD Asering IV 20 tpm ✓ ✓
Citicolin Iv 2x250 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Manitol Iv 6x100 cc ✓ 5x100cc 4x100cc 3x100cc 2x100cc 1x100cc
Omeprazol IV 1x40mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Metoclopramid Iv 3x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Antrain Iv 3x1gram ✓
Ciprofloxacin Iv 2x400mg
Levemir IM 10 unit ✓ ✓
Aspar-K po 2x300mg ✓ ✓ ✓
Amlodipin po 1x10 mg ✓ ✓ ✓ 2x10 mg
Valsartan Po 2x160 mg ✓ ✓
Ketoconazol Cr 2% Topical 2 dd ue ✓ //
Hidrocortison cr 2% Topical 2 dd ue ✓ ✓
Calamine lotion Topical 2 dd ue ✓ ✓

36
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Tanggal
Obat Rute Dosis
24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
IVFD NaCl 0,9% IV 20 tpm ✓ ✓ ✓
IVFD Asering IV 20 tpm ✓ ✓ ✓
Citicolin Iv 2x250 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Manitol Iv 6x100 cc
Omeprazol IV 1x40mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Metoclopramid Iv 3x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Antrain Iv 3x1gram ✓
Ciprofloxacin Iv 2x400mg ✓ ✓ ✓
Levemir IM 10 unit ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Aspar-K po 2x300mg
Amlodipin po 2x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Valsartan Po 2x160 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Ketoconazol Cr 2% Topical 2 dd ue
Hidrocortison cr 2% Topical 2 dd ue ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Calamine lotion Topical 2 dd ue ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓

Keterangan
✓ : Diberikan
// : Dihentikan

37
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

TANDA-TANDA VITAL
Tanggal
Parameter Nilai Normal
17/2 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 37,4 36,7 37,3 37,1 37
Nadi (x/menit) 80-85 78 67 86 78 90 88 84
RR (x/menit) 20 22 20 20 20 19 22 22
Tekanan darah (mmHg) 120/80 167/91 140/100 160/100 150/90 140/90 190/100 180/90

Tanggal
Parameter Nilai Normal
24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
Suhu (oC) 36-37 36,5 36 37 36 37 36,7
Nadi (x/menit) 80-85 88 84 88 82 86 85
RR (x/menit) 20 88 84 88 82 86 85
Tekanan darah (mmHg) 120/80 120/80 140/90 130/90 130/80 120/80 140/90

TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
17/2 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
Kesadaran 324 456 456 456 456 156 456 456 456 456
Gatal - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Komentar :
• Selama MRS, tekanan darah pasien mengalami fluktuatif meskipun sudah diberikan obat antihipertensi. Target tekanan darah untuk
pasien stroke dengan hipertensi adalah 140/90 (Appleton et al., 2016).

38
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DATA LABORATORIUM
PARAMETER NORMAL VALUE 17/02 17/02 18/02 21/02 23/02 24/02 26/02 Komentar
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 15,2 15,1 -
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 5,31 5,25
3
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL 9,36 9,5
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 43,7 43,1
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 196 198
HITUNG JENIS
FAAL HEMOSTATIS
PPT -
Pasien 9,4-11,3 detik 10,3
Kontrol 11,1
INR <1,5 detik 0,99
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 23,1
Kontrol 25,4
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl 186 125 Kenaikan nilai gula darah pada
Glucose 2 PP <130 mg/dl 196 156 pasien disebabkan oleh pasien
Glucose Random <200mg/dl 229 190 194 194 162 158 mengalami stroke yang dapat
meningkatkan gula darah
HbA1C <5,7% 12% pasien(Helgason, 1988).
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 19,6 17,9 -
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 0,41 0,52
Asam Urat 2,4 – 5,7 mg/dL 2,8
FAAL HATI
39
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

SGOT/AST 11-41 U/I 14 -


SGPT/ALT 10-41 U/I 19
Albumin 3,5-5,0 g/dl 3,82
METABOLISME LEMAK
Kolesterol <200 mg/dL 147 -
HDL >50 mg/dL 38
Trigliserida <150 mg/dL 73
LDL <100 133
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 133 137 135 Penurunan kadar kalium dan
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 3,3 3,22 3,74 natrium menandakan pasien
terkena hiponatremi dan
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 109 99 hypokalemia.
BGA
Suhu 37 -
Hb 14,7
pH 7,35-7,45 7,34
pCO2 35-45 40,8
pO2 80-100 82,3
HCO2 21-28 22
O2 Saturate >95% 99,9
Base excase (-)3 – (+) 3 -4,1
URINALISIS
Kuning Kuning Penampakan urin normalnya
Appearance agak agak jernih, urin yang keruh
keruh keruh menandakan adanyan darah
Spec. Gravity 1,001-1,030 1,020 1,025 atau bakteri. Adanya leukosit,
Ph 5,0-8,0 7,0 6,0 sel darah merah dan nitrit,pada
Leucocyte 0-5/lpb 3+ 3+ urin menandakan infeksi

40
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Nitrite Neg - + saluran kemih. Adanya ketone


Protein/Albumin Neg 1+ - pada urin mendankan diabetes
Glucose Neg - - yang tidak terkontrol,
Ketones Neg 2+ 2+
Urobilinoogen Neg atau <17 66 66
Bilirubin Neg - -
Blood/RBC Neg 3+ 3+
10x
Epitel <1 1,3 1,9
Silinder - -
40x
Eritrosit <3 36,5 2,7
Leukosit <5 373,6 276,2
Bakteri <23x103 mL 5723,7 2407

41
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
18/02-
20/02, Menjaga Infus NaCl 0,9% diberikan untuk
IVFD NaCl
23/02- IV 20 tpm keseimbangan cairan Kadar elektrolit menjaga keseimbangan cairan dan
0,9%
25/02 dan dan elektrolit elektrolit pasien
28/02
Asering mengandung NaCl. Kalium,
Kalsium, asetat, dan dextrose
Memenuhi
21/02- anhidrat, pasien diberikan asering
kebutuhan cairan
22/02 dan IVFD Asering IV 20 tpm Kadar Elektrolit untuk mengatasi hiponatremi dan
pasien dan mengatasi
28/02 mempertahankan keseimbangan
hiponatremi pasien
elektrolit pasien (Drugs, 2018)

Citicolin dapat melindungi membrane


sel serta menstabilisasi membrane
sehingga perluasan daerah infark
berkurang dengan mekanisme
18/02-1/03 Citicolin IV 2x250 mg Neuroprotektan GCS mensintesis asetilkolin dengan
mengurangi akumulasi asam lemak
didaerah kerusakan syaraf
(Frans, 2010). Dosis Citicolin yang
dapat diberikan 500mg-2 g/hari.
Manitol dapat berfungsi menarik
Mengatasi edema
GCS, tekanan cairan dari dalam kranial secara
18/02- serebri dan
Manitol IV 6x100 cc darah, nyeri diuretik osmotik sehingga, dapat
23/02 menurunkan tekanan
kepala menurunkan tekanan intra kranial.
intracranial
Efek Osmotik manitol dikarenakan

42
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

penarikan air dari sel ke cairan


ekstraseluler. Perpindahan cairan
menyebbkan berkurangnya edema
serebral dan penurunan TIK
(McEvoy, 2011).
Omeprazole diharapkan mengurangi
efek stress ulcer akibat pasien MRS.
Dosis omeprazole untuk profilaksis
Mual muntah, Mual muntah,
stress ulcer
18/02-1/03 Omeprazol IV 1x40mg Profilaksis stress rasa tidak
- IV : 40 mg (2 dosis)/ 6-8 jam dihari
ulcer nyaman di perut
pertama, lalu 20-40 mg/hari
(Avendano-Reyes & Jaramillo-
Ramfrez ,2014).
Data klinik pasien menunjukan pasien
18/02- Mual dan muntah mengalami mual. Penggunaan
Metoclopramid IV 3x10 mg Mual dan Muntah
26/02 berkurang antiemetic diharapkan dapat
mengurangi mual pada pasien.
Metamizol digunakan untuk
mengatasi nyeri yang dialami pasien.
Metamizol bekerja dengan cara
Nyeri berkurang menghambat rangsangan nyeri pada
18/02 Antrain IV 3x1gram Nyeri dan demam dan demam susunan syaraf pusat dan perifer
berkurang dengan menghalangi jalur PG-
dependent dan PG-independent yang
diinduksi oleh LPS.

Ciprofloxacin merupakan antibiotik


Leukosit,
golongan fluoroquinolone yang aktif
27/02-1/3 Ciprofloxacin IV 2x400mg Antibiotik ISK neutrofil, suhu
terhadap bakteri gram positif dan
tubuh, nadi, RR
gram negatif. Ciprofloxacin terutam

43
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

aktif terhadap kuman gram negatif


termasuk Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Neisseria dan
Pseudomonas. Ciprofloxacin
diindikasikan untuk pengobatan
infeksi saluran kemih pada pasien
Tn.I. Pilihan antibiotik yang dapat
mengatasi bakteri penyebab ISK
antara lain trimethoprim
sulfametoksazol atau fluoroquinolon
(ciprofloxacin atau levofloxacin)
(Dipiro, 2014).
Merupakan analog insulin yang
Diabetes mellitus
22/02-1/3 Levemir IM 10 unit GDP memiliki kerja lambat dan
tipe II
memperbaiki gula darah puasa.
Pemberian Aspar-k digunakan untuk
mengatasi hipokalemi pada pasien.
18/02-20/2 Aspar-K PO 2x300mg Hipokalemi Kadar kalium Pemberian Aspar-k untuk penjagaan
kadar kalium agar tetap dalam rentang
normal.
Pemberian amlodipin digunakan
untuk mengatasi hipertensi pasien
yang belum mengalami penurunan.
Amlodipin merupakan antihipertensi
golongan Calsium Channel Blocker
22/02-1/03 Amlodipin PO 1x10 mg Hipertensi Tekanan darah
(CCB), yang digunakan untuk terapi
hipertensi, dengan dosis awal 5 mg
sehari sekali, dan dosis maksimum
yang dianjurkan adalah 10 mg sehari
sekali. CCB memiliki efek

44
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

vasodilatasi, memperlambat laju


jantung, dan menurunkan
kontraktilitas, sehingga menurunkan
TD. CCB memiliki mekanisme
menurunkan resistensi perifer,
2x10 mg
menurunkan beban jantung,
meningkatkan suplai, menurunkan
kebutuhan O2, anti sklerotik dan anti
agregrasi (Lacy, 2015)

Valsartan merupakan golongan ARB


yang bekerja dengan memblok ikatan
angiotensin II menjadi reseptor tipe 1
angiotensin II sehingga menyebabkan
21/02-1/03 Valsartan PO 2x160 mg Hipertensi Tekanan darah
penurunan tekanan darah. Dosis
valsartan yaitu 80-160 mg/hari,
maintanance: 80-320 mg/hari (Lacy.,
2015).
Salah satu penyebab dari dermatitis
Ketoconazol Cr Gatal dan soborik adalah infeksi jamur. Terapi
22/02 Topical 2 dd ue Dermatitis Soborik
2% Kemerahan antifungsi lokal seperti ketoconazole
dapat diberikan
Penggunaan antiinflamsi topikal
Dermatitis soborik
Hidrocortison cr diharapkan akan mengurangi gatal-
22/02-1/03 Topical 2 dd ue dan dermatitis Gatal
2% gatal pada pasien dan mengurangi
kontakiritan
inflamasi pada pasien
Calamin memiliki efek seabagi
Dermatitis astringen dan antipuritic.
22/02-1/03 Calamine lotion Topical 2 dd ue Gatal
kontakiritan PemberianCalamin diharapkan
mengurangi gatal-gatal pada pasien.

45
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 19/02, Ada indikasi tetapi tidak Suhu tubuh pasien diatas 37 tetapi tidak diberikan Menyarankan ke dokter untuk
21/02- diterapi antipiretik memberikan terapi tambahan
23/02
2 22/02- Ada indikasi tetapi tidak Tekanan darah sistolik > 180 merupakan HT Menyarankan ke dokter untuk
23/02 diterapi emergency dan dapat diberikan terapi nicardipin memberikan terapi tambahan
agar penurunan tekanan darah lebih cepat
3 18/02 Tidak ada indikasi tetapi Pasien diberikan metamizol tetapi pasien tidak Menyarankan ke dokter untuk
diterapi mengalami nyeri ataupun demam menghentikan terapi
4 23/02 – Dosis terlalu tinggi Amlodipin digunakan 2x10 mg, sedangkan dosis Menanyakan ke dokter pertimbangan
1/03 lazim amlodipine 1x10 mg penggunaan 2x10 mg

MONITORING
No Parameter Tujuan
1 GCS Mengetahui efektivitas dari citicolin dan mannitol
2 Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari amlodipine, dan valsartan
3 Gatal Mengetahui efektivitas dari hidrokortison dan calamine
4 Kadar kalium Mengetahui efektivitas dari Aspar-K
5 GDP Mengetahui efektivitas dari Levemir
6 Rasa tidak enak diperut, mual muntah Mengetahui efektivitas dari omeprazole dan metoclopramid

KONSELING PADA PERAWAT


No Materi Konseling
1 Pemberian Citicolin melalui IV diberikan selambat mungkin saat diinjeksikan ke
Pemberian Citicolin
pasien
2 Bila terdapat kristal dalam sediaan yg akan diberikan ke pasien maka harus
Pemberian Manitol dilarutkan kembali dengan cara dihangatkan (air hangat suhu 60º-80ºC) dan kocok
kuat secara periodik agar larut kembali. Pemberian menggunakan in-line 5-micron
46
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

filter -administration set karena sediaan mengandung ≥ 20 % manitol, diberikan


selama lebih dari 20-30 menit
3 Larutkan omeprazole dengan 10 ml pelarut. Berikan dalam waktu kurang dari 2,5 menit. Berikan
Pemberian Omeprazol
dengan kecepatan tidak lebih dari 4ml/menit
4 Pemberian metoclopramide 10 mg dibutuhkan 1 ampul. Pemberian dengan bantuan spuit 5cc secara
Pemberian Metoclopramid
bolus selama 1-2 menit
5 Pemberian Antrain Pemberian antrain secara iv bolus
6 Pemberian Ciprofloxacin Ciprofloxacin diberikan dengan konsentrasi 1-2 mg/ml melalui infus selama 60 menit.
7 Menginformasikan kepada pasien cara menggunakan insulin. Disuntikkan pada bagian tubuh yang
berlemak, misalnya perut/bokong. Kemudian disuntikkan sesuai aturan pakai yang telah ditentukkan oleh
Pemberian Levemir dokter.

KONSELING PADA PASIEN/KELUARGA PASIEN

No Materi Konseling
1 Aspar-K Tujuan pemberian clonidine adalah untuk memperbaiki kadar kalium pasien.
2 Amlodipin Tujuan pemberian amlodipin adalah sebagai antihipertensi.
3 Tujuan pemberian valsartan adalah sebagai antihipertensi. Valsartan diminum 2x sehari pagi dan
Valsartan
malam
5 Ketoconazol Cr 2% Tujuan pemberian sediaan topical adalah untuk mengurangi rasa gatal. Sediaan topical digunakan
6 Hidrocortison cr 2% dengan cara mengoleskan setipis mungkin sediaan.
7 Calamine lotion

47
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Appleton, J. P., Sprigg, N., & Bath, P. M. (2016). Blood pressure management in acute
stroke. Stroke and vascular neurology, 1(2), 72-82.
Avendano-Reyes, J. M., & Jaramillo-Ramirez, H. (2014). Prophylaxis for stress ulcer
bleeding in the intensive care unit. Revista de Gastroenterología de México
(English Edition), 79(1), 50-55.
Brasch, J., Becker, D., Aberer, W., Bircher, A., Kränke, B., Jung, K., ... & Elsner, P.
2014. Guideline contact dermatitis. Allergo journal international, 23(4), 126-
138.
Caplan, L. R. 2016. Caplan's stroke. Cambridge University Press.
Burns, M. A., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. 2016. Pharmacotherapy
principles and practice. McGraw-Hill.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York: McGraw-
Hill Education.
Frans, S. D., 2010. Farmakologi Klinik Citicoline.
Goldsmith, L. A., Gilchrest, B. A., Katz, S. I., Paller, A., & Wolff, K.
2012. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. McGraw-Hill Medical.
Nagpal, M., Singh, G., Paramjot, Aggarwal, G., 2017. Milliaria : An Update. Research
Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical, Vol 8(4).
Nosbaum, A., Nicolas, J. F., & Lachapelle, J. M. 2012. Pathophysiology of allergic and
irritant contact dermatitis. In Patch Testing and Prick Testing (pp. 3-9).
Springer, Berlin, Heidelberg.
Helgason, C. M. (1988). Blood glucose and stroke. Stroke, 19(8), 1049-1053.
PERDOSSI, 2011, Guideline Stroke. Jakarta
Sulistyaningrum, SK., Widaty, S., Triestianawati, W., Daili, E S E., 2011, Dermatitis
Kontak Iritan dan Alergik pada Geriatri, Media Dermato-Venereologica
Indonesiana vol.38 No.1.
Wardhani, I.O., & Santi M. 2015. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Berkala
Epidemiologi. Vol. 3, No. 1
Widaty, S., Marina, A., 2016, Pilihan Pengobatan Jangka Panjang Pada Dermatitis
Seboroik, Media Dermato-Venereologica Indonesiana vol.43 no.4.

48
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

KASUS III
ALO+HT STAGE II ON TREATMENT+AHF PRECIPATING FACTOR POOR
COMPLIANCE + CKD ST 5+ NAUSEA VOMITTING
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang

49
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Acute Lung Oedem (ALO)
1.1.1 Definisi
Acute Lung Oedeme (ALO) atau edema paru adalah suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vascular paru ke interstisial dan aveoli paru. Pada edema paru
terdapat penimbunan carian serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam
ruang interstisial dan alveoli paru. Edema paru diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang terjadi akibat perfusi berlebihan,
sedangkan edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
kapiler paru dan reekspansi edema paru (Rampengan, 2014).
1.1.2 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, cairan akan berpindah dari vascular ke ruang interstitial
berdasarkan tekanan hydrostatic, tekanan osmotic protein dan permeabilitas dari
membrane kapiler. Pada edema paru kardiogenik terjadi peningkatan tekanan
hydrostatic sehingga peningkatan filtrasi cairan transvaskular juga meningkat. Bila
tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan intrapleural maka cairan bergerak
menuju pelura yang menyebabkan efusi pleura (Rampengan, 2014 ; Ware, 2005).

50
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Gambar 1.1 Fisiologi Normal dan Patofisiologi Edema Paru


(Ware & Matthay, 2005)
1.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari ALO yaitu sesak nafas yang bersifat tiba tiba yang
dihubungkan dengan riwayat nyeri dada dan riwayat sakit jantung. Selain itu terdapat
sputum dalam jumlah banyak, berbusa dan berwarna merah jambu. Gejala umum
lainnya yaitu mudah lelah, lebih cepat merasa sesak nafas dengan aktivitas yang biasa,
nafas cepat, pusing dan lemas. Hipoksia dapat terdeteki pada pasien ALO (Rampengan,
2014).
1.1.4 Manajemen Terapi
Terapi pada ALO dapat menggunakan nitrat, diuretik, morfin dan inotropic.
Beberapa pasien juga memerlukan bantuan pernapasan (Purvey & Allen, 2017)
a. Suplementasi Oksigen
Hipoksemia merupakan acaman utama bagi susunan saraf pusat, baik berupa
turunnya kesadaran maupun terjadinya syok. Oleh karena itu suplementasi
oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan pertukaran
gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi unit fungsional paru

51
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

sebanyak mungkin serta mengurangi overdistensi alveolar. Target saturasi oksigen


adalah 92-96%. Suplementasi oksigen dapat diberikan sebanyak 4L/menit
menggunakan nasal canul, 5-10 L/menit melalui masker dan 15 L/menit melalui
non-rebreather reservoir mask (Purvey & Allen, 2017).
b. Nitrat
Nitrat dapat digunakan pada ALO karena golongan nitrat memiliki mekanisme
aksi yaitu relaksasi otot polos sehingga terjadi venodilatasi dan penurnan preload
pada dosis yang rendah. Dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan dilatasi arteri
sehingga mengurangi afterload dan tekanan darah. Golongan nitrat umumnya
dapat menyebabkan hipotensi sehingga tekanan darah pasien harus dipantau
(Purvey & Allen, 2017).
c. Diuretik
Diuretik diindikasikan untuk pasien dengan kelebihan cairan. Loop diuretik
seperti furosemide mengurangi preload dengan dua mekanisme yaitu diuresis dan
venodilatasi. Dosis furosemide dapat diberikan 40-80 mg/hari pada keadaan ginjal
normal, pada pasien dengan gangguan ginjal atau gagal jantung dapat
ditingkatkan menjadi 160-200 mg/hari (Purvey & Allen, 2017 ; Rampengan,
2014).
d. Morfin
Morfin telah digunakan sebagai terapi ALO dan dapat mengurangi sesak
nafas. Efek ini diasumsikan karena morfin menyebabkan venodilatasi sehingga
terjadi penurunan pada preload dan peningkatan cairan pada ekstrimitas bagian
bawah. Morfin juga mengurangi aktivitas saraf simpatis sehingga mengurangi
kecematan akibat sesak nafas. Efek samping dari morfin yaitu depresi sistem saraf
pusat, mengrangi cardiac output dan hipotensi. Dosis morfin yang digunakan 1-
2,5 mg (Purvey & Allen, 2017).
e. Inotropik
Obat golongan inotropic digunakan ketika pasien mengalami ALO dengan
hipotensi dan terdapat penurunan pada perfusi organ. Dosis dobutamin yang dapat
digunakan yaitu 2-20 microgram/kg/menit . Dobutamin dapat menyebabkan
aritmia dan dikontraindikasi pada pasien yang memiliki aritmia ventrikel atau
atrial fibrillation (Purvey & Allen, 2017 ; Rampengan, 2014).

52
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Gambar 1.2 Managemen Terapi ALO (Purvey & Allen, 2017).


1.2 Hipertensi
1.2.1 Definisi
Hipertensi adalah penyakit yang ditandai dengan kenaikan secara persisten
tekanan darah arteri. Tekanan darah dapat diklasifikasikan menjadi lima katagori yaitu
normal, prehipertensi, hipertensi stadium 1, hipertensi stadium 2 dan hipertensi

53
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

emergency (DiPiro et al., 2014). Tabel I.1 menunjukan klasifikasi tekanan darah pada
pasien dewasa.
Tabel I.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (DiPiro, 2014).
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 >160 >100
Hipertensi emergency >180 >120

1.2.2 Patofisiologi
Tekanan darah (TD) dibagi menjadi dua yaitu sistolik (STD) dan diastolic (DTD).
STD menggambarkan keadaan saat kontraksi kardiak, sedangkan DTD terjadi setelah
kontraksi dan ruang dalam kardiak terisi. STD mengambarkan nilai puncak, sedangkan
DTD menggambarkan nilai nadir. TD dipengaruhi oleh dua hal yaitu cardiac output dan
total peripheral resistance, sehingga dapat digambarkan dalam rumus matematis yaitu:
Tekanan darah = cardiac output x total peripheral resistance
Peningkatan cardiac output dapat disebabkan oleh peningkatan muatan cardiac
akibat peningkatan cairan karena natrium, dan konstriksi vena yang diakibatkan
stimulasi terhadap renin-angiotensin-system (RAAS) dan aktivitas yang berlebihan pada
saraf simpatis.
Peningkatan peripheral resistance disebabkan oleh fungsi kontriksi vascular dan
hiperatrofi struktur vascular. Fungsi konstriksi vascular dipengaruhi oleh stimulasi
berlebihan pada RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic dan faktor turunan
endotel. Hiperatrofi struktur vascular dapat disebabokan oleh stimulasi berlebihan pada
RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic, faktor turunan endotel, dan
hperinsulinemia karena sindrom metabolic (DiPiro et al.,2014).

54
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.2.3 Manajemen Terapi

Gambar 1.2 Algoritma Terapi Hipertensi (JNC 8,2014).


Pada pasien dengan chronic kidney disease (CKD) antihipertensi yang
direkomendasikan adalah golongan angiotensin converting enzyme inhibitor (ACEI)
atau angiotensin receptor blocker (ARB). ACEI dan ARB memiliki mekanisme kerja
memblokade RAAS sehingga pathogenesis dari penyakit ginjal dan cardiovascular
dapat dihambat. RAAS menyebabkan cedera ginjal dikarenakan menyebabkan
hipertensi kapiler glomerulus yang mengakibatkan kerusakan epitel glomerulus, sel-sel
endotel dan sel mesagial (Siragy & Carey, 2010).
1.3 Acute Heart Failure (AHF)
1.3.1 Definisi
Acute heart failure (AHF) atau gagal jantung akut adalah dekompensasi akut dari
pasien dengan riwayat gagal jantung kronis atau pasien yang baru mengalami gejala
gagal jantung. Heart failure (HF) atau gagal jantung adalah suatu kondisi dimana
jantung tidak dapat memompa darah secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan suplai
darah dan metabolisme tubuh (Burns et al., 2016).

55
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.3.2 Patofisiologi
Cardiac output (CO) didefinisikan sebagai volume darah yang diejeksi per satuan
waktu (L/menit) dan penentu utama untuk perfusi jaringan. CO dapat digambarkan
secara matematis berupa:
Cardiac output = Heart Rate X Stroke Volume
Heart Rate (HR) dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, stimulasi pada reseptor
beta adrenergic akan menyebabkan peningkatan HR dan CO. Stroke volume (SV)
adalah volume darah yang diejeksi setiap systole. SV ditentukan oleh preload, afterload
dan kontraktilitas (Burns et al., 2016).
HF umumnya merupakan hasil dari 4 mekanisme pathogenesis yaitu volume
overload, pressure overload, myocardial loss dan disfungsi diastolic. Volume overload
umumnya menyebabkan peningkatan preload yang disebabkan oleh peningkatan intake
garam dan air, kepatuhan yang buruk, disfungsi renal, dan hipertiroidism. Disfungsi
renal dapat menyebabkan anemia sehingga terjadi inflamasi dan aktivasi RAAS.
Aktivasi angiotensin II pada RAAS menyebabkan peningkatan afterload sehingga
kebutuhan oksigen miokardial meningkat (Tubaro, 2015; House,2018).
1.3.3 Manifestasi Klinis
HF umumnya memiliki manifestasi klinis berupa sesak nafas, batuk, nyeri perut,
nyeri dada, muntah, lemas, takikardi, dan edema paru (Burns et al., 2016).
1.3.4 Manajemen Terapi
Target terapi dari AHF adalah mengurangi kongesti dan optimalisasi CO
menggunakan diuretik IV, vasodilator IV dan agen inotropic jika diperlukan (Burns et
al., 2016).
a. Diuretik
Loop diuretik seperti furosemide, bumetanid, torsemid adalah diuretik yang
digunakan untuk AHF. Diuretik mengurangi preload dengan fungsi venodilatasi 5
sampai 15 menit dari pemberian dan meningkatkan ekskresi air dan natrium. Hal
ini mempercepat perbaikan dari gejala kongesti paru. Loop diuretic yang umum
digunakan adalah furosemide. Dosis furosemide dapat diberikan 40-80 mg/hari
pada keadaan ginjal normal, pada pasien dengan gangguan ginjal atau gagal
jantung dapat ditingkatkan menjadi 160-200 mg/hari (Burns et al., 2016).

56
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

b. Vasodilator
Vasodilator IV dapat menuruntukan dengan cepat arterial tone, sehingga
menurunkan SVR dan meningkatkan SV dan CO. Vasodilator juga menyebabkan
konsumsi oksigen miokardial dan mengurangi kerja dari ventrikel. Beberapa
contoh vasodilator yang dapat digunakan berupa nitrogliserin, nitroprusid, dan
nesritide (Burns et al., 2016).
1.4 Chronic Kidney Disease (CKD)
1.4.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah abnormalitas pada
struktur atau fungsi dari ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Kelainan struktur
ditandai dengan adanya albuminuria lebih dari 30 mg/24 jam, klirens kreatinin lebih
dari 30 mg/g, dan hematuria. Kelainan fungsional ditandai dengan glomerular filtration
rate (GFR) kurang dari 60 mL/menit/ 1,73m2 (Burns et al., 2016). Klasifikasi CKD
berdasarkan GFR ditunjukkan oleh tabel I.2.
Tabel I.2 Klasifikasi CKD berdasarkan nilai GFR (Burns et al., 2016).
Katagori GFR GFR Deskripsi Katagori
(ml/menit/1,73m2)
G1 >90 Keruskan ginjal Stage I
dengan GFR normal
atau meningkat
G2 60-89 Kerusakan ginjal Stage 2
dengan penurunan
GFR ringan
G3a 45-59 Keruskan ginjal Stage 3
dengan penurunan
GFR ringan sampai
sedang
G3b 30-44 Keruskan ginjal Stage 3
dengan penurunan
GFR sedang sampai
berat
G4 15-29 Keruskan ginjal Stage 4
dengan penurunan
GFR berat
G5 <15 atau dialysis Gagal Ginjal Stage 5 (ESKD,
perlu dialysis)

57
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.4.2 Patofisiologi
Beberapa faktor dapat menyebabkan kerusakan awal pada ginjal. Kerusakan ini
lama kelamaan meyebabkan progresifitas dari CKD dan menjadi kerusakan yang
irreversible menuju ESKD. Kerusakan pada ginjal menyebabkan penurunan jumlah
nefron yang fungsional. Nefron yang tidak rusak akan mengalami hipertrofi untuk
meningkatkan filtrasi glomerulus dan fungsi tubular (Burns et al., 2016).
Angiotensin II dibutuhkan untuk menjaga hiperfiltrasi dari nefron fungsional.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten pada arteriol aferen dan eferen
sehingga meningkatkan tekanan pada kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan pada
kapiler glomerulus melebarkan pori pada membrane glomerular sehingga menyebabkan
lolosnya protein pada glomerulus (Burns et al., 2016).
Protein yang lolos dari glomerulus diabsorbsi pada tubulus, sehingga
mengaktifkan sel tubulus untuk menghasilkan sitokin inflamasi dan vasoactive. Sitokin
ini menyebabkan kerusakan pada interstitial dan kehilangan nefron dalam jumlah yang
banyak (Burns et al., 2016).

Gambar 1.3 Mekanisme dari Penyakit Ginjal (Burns et al., 2016).

58
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.4.3 Manifestasi Klinis


CKD stage 5 memiliki gejala berupa pruritus, dsygeusia, mual, muntah,,
konstipasi, nyeri otot, fatigue dan abnormalitas pada pendarahan. Selain itu pada pasien
CKD umumnya terdapat tanda berupa hipertensi yang semakin memburuk, edema,
dyslipidemia, hipertofi ventrikel kiri, gagal jantung, dan penurunan volume urin. Data
laboratorium pada pasien CKD menjukkan peningkatan BUN, SCr dan penurunan GFR
(Burns et al., 2016).

59
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Ny. E Status : BPJS
Umur/BB/TB : 27 MRS/KRS : 19 Februari 2019/27 Februari 2019
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Saat Ini : Sesak nafas sejak 1 minggu saat aktivitas maupun
istirahat, riwayat CKD 7 bulan yang lalu, rutin HD 2x
seminggu (selasa dan Jumat)
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Acute Lung oedem
2. HT st.2 on Treatment
3. AHF precipating factor poor compliance
4. CKD st 5
5. Nausea Vomitting
Riwayat Pengobatan : Amlodipin 10 mg
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit : Penyakit Ginjal (CKD)

60
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

CATANAN PERKEMBANGAN PASIEN


Tanggal Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
19/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36
Nadi : 84x/menit
RR : 24 x/meni
TD: 180/70
TANDA KLINIS
Sesak, nyeri kepala, mual
DATA LAB :
BUN : 158,4 mg/dl
Creatinin : 11,83 mg/dl
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
Pasien Menjalani HD
20/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36
Nadi : 84x/menit
RR : 24 x/meni
TD: 170/80
TANDA KLINIS
Sesak, UOP 100 cc/hari, mual
DATA LAB :
BUN : 61,6 mg/dl
Creatinin : 5,83 mg/dl
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
21/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36
Nadi : 84x/menit
RR : 24 x/meni
TD: 170/80
TANDA KLINIS
Sesak, UOP 50 cc/hari, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg

61
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
22/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ,4
Nadi : 95x/menit
RR : 21 x/meni
TD: 140/100
TANDA KLINIS
Sesak, UOP 30 cc/hari, nyeri punggung, sulit tidur, mual
DATA LAB :
BUN : 30,3 mg/dl
Creatinin : 3,35 mg/dl
pH Darah : 7,29
PCO2 : 32,6
HCO3 : 15,9
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
Pasien menjalani HD
23/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36
Nadi : 87x/menit
RR : 21 x/meni
TD: 150/100
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
DATA LAB :
BUN : 61,6 mg/dl
Creatinin : 5,83 mg/dl
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu

62
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

24/02 TANDA TANDA VITAL :


Suhu: 36,5
Nadi : 100x/menit
RR : 24 x/menit
TD: 170/80
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
25/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,5
Nadi : 95x/menit
RR : 22x/meni
TD: 150/90
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
26/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,6
Nadi : 92x/menit
RR : 20x/meni
TD: 180/90
DATA LAB
BUN : 84,8 mg/dl
Creatinine 14,85 mg/dl
Asam urat: 10,3 mg/dl
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg

63
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
Pasien menjalani HD
27/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,5
Nadi : 93x/menit
RR : 20x/meni
TD: 170/110
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu

64
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

PROFIL TERAPI PASIEN


Tanggal KRS
Obat Rute Dosis
19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2
Furosemide Iv 3x40 mg
Metoclopramid Iv 3x10 mg
Omeprazole Iv 1x40 mg
Metamizole Iv 3x500 mg
Clonidine Po 3x0,15 mg
Captopril Po 3x25 mg
ISDN Po 3x5 mg
Alprazolam Po 1x0,5 mg
NAC Po 3x200 mg
Allopurinol PO 100 mg tiap 2
hari
Furosemide PO 1x20mg
Omeprazol PO 1x20 mg
Paracetamol PO 3x500 mg
O2 Inh 2-4 lpm kp kp kp kp kp
Keterangan
: Diberikan
// : Dihentikan

65
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

TANDA-TANDA VITAL
Nilai Tanggal
Parameter
Normal 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 36 36,6 36 36,5 36,5 36,6 36,5
Nadi (x/menit) 80-85 84 84 84 95 87 100 95 92 93
RR (x/menit) 20 24 24 24 21 21 24 22 20 20
Tekanan darah 120/80 180/70 170/80 170/80 140/100 150/100 170/100 150/90 180/90 170/110
(mmHg)

TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
19/2 20/2 21/2 22/3 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2
Sesak - - - - -
Mual
Sakit Kepala
Kesadaran (GCS) 456 356 456 456 456 456 456 456 456
Sulit tidur
Nyeri Punggung
Sulit tidur
Batuk berdahak sulit dikeluarkan
UOP (cc/hari) 100 cc 50 cc 30 cc 50 cc 50 cc 50cc
Komentar :
• Selama MRS, tekanan darah pasien mengalami fluktuatif meskipun sudah diberikan obat antihipertensi. Target tekanan darah untuk
pasien CKD dengan hipertensi adalah 140/90 (Siragy & Carey, 2010).
• Pasien mengalami sesak nafas diakibatkan ALO yang diderita. Pasien mendapatkan terapi oksigen untuk mengatasi sesak napas.
• Urin yang dihasilkan oleh pasien kurang dari normal diakibatkan oleh CKD yang dialami oleh pasien.

66
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DATA LABORATORIUM
PARAMETER NORMAL VALUE 18/02 20/02 22/02 26/02 Komentar
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 12,20 11,6 12,4 13,8
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,94 3,78 4,05 4,4
3
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL 9,97 11,68 11,05 8,44 -
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 36,4 33,7 36,6 37,9
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 233 218 251 267
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose Random <200mg/dl 121 103 101 -
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 158,4 61,6 30,3 184,8 Kenaikan nilai BUN.
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 11,83 5,83 3,35 14,85 Creatinin dan Asam Urat
menunjukan pasien
mengalami gagal ginjal
Asam urat 2,7-,73 mg/dl 10,3 (Pagana et al., 2019)
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 25
SGPT/ALT 10-41 U/I 18
Albumin 3,5-5,0 g/dl 4,65 -
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 135 137 132 136
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,38 3,47 3,27 4,94
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 106 100 106 100
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l 10,1
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l -
BGA
Suhu 11,3 Penurunan nilai pH dan
67
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Hb 37 HCO3 menunjukan pasien


pH 7,35-7,45 7,29 mengalami asidosis
pCO2 35-45 32,6 metabolic. Kenaikan nilai
pO2 80-100 131,4 PCO2 menunjukan pasin
HCO3 21-28 15,9 mengalami asidosis
O2 Saturate >95% 99,9 respiratori (Pagana et
Base excase (-)3 – (+) 3 -10,9 al.,2019).

68
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
18/02 – Udema Paru Furosemide merupakan golongan loop
IV 3x 40 mg
27/02 Hipertensi diuretic yang dapat digunakan pada
udema paru. Penggunaan furosemide
akan mengurangi sesak nafas pasien
dan preload. Selain itu loop diuretic
dapat digunakan untuk terapi
Sesak nafas
antihipertensi pada pasien gangguan
Furosemide berkurang
ginjal atau gagal jantung (BNF 76,
KRS PO 1x20 mg Pencegahan Udem Tekanan darah
2018).
Dosis furosemide (BNF 76, 2018)
- IV/ IM : 20-50 mg satu kali
penggunaan, maximum 1,5
gram/hari
- PO : 20-40 mg/hari.
Data klinik pasien menunjukan pasien
18/02- Mual dan muntah mengalami mual. Penggunaan
Metoclopramide IV 3x10 mg Mual dan Muntah
27/02 berkurang antiemetic diharapkan dapat
mengurangi mual pada pasien.
18/02- Data klinik pasien menunjukan pasien
1x40 mg
27/02 mengalami mual. Selain itu
omeprazole diharapkan mengurangi
Mual dan muntah efek stress ulcer akibat pasien MRS.
Omeprazol IV Mual dan Muntah
berkurang Dosis omeprazole untuk profilaksis
KRS 1x20 mg
stress ulcer
- IV : 40 mg (2 dosis)/ 6-8 jam dihari
pertama, lalu 20-40 mg/hari

69
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

(Avendano-Reyes & Jaramillo-


Ramfrez ,2014).
18/02- Clonidin merupakan agonis reseptor
27/02 alpha sentral yang menyebabkan
produksi renin pada ginjal menurun
Hipertensi Tekanan darah sehingga menghambat RAAS
Clonidin Po 3x0,15mg
CKD mencapai target (Jackson, 1993 ; Sica, 2008).
KRS
Dosis clonidine :0,1-0,2 mg/hari tiap
12 jam dan tidak melebihi 2,4 mg/jam
(Medscape, 2019).
18/02- Captopril merupakan golongan ACE-
27/02 inhibitor yang berfungsi sebagai
antihipertensi yang direkomensaikan
Tekanan darah oleh JNC 8 pada pasien CKD. ACE-
Captopril Po 3x25 mg Hipertensi
mencapai target inhibitor menghambat konversi
KRS
angiotensin I menjadi angiotensin II
sehingga dapat menurunkan tekanan
darah (DiPiro ,2016).
19/02- Nitrat memicu pelepasan nitro oksida
27/02 dari entelium sehingga menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah arteri
Sesak nafas dan vena. Vasodiltasi ini menurunkan
ISDN Po 3x5 mg AHF, ALO
berkurang tekanan darah dan menurunkan
KRS
kebutuhan oksigen miokardial (Burns
et al., 2016).

Data klinik pasien menunjukkan


22/02 Alprazolam Po 1x0,5 mg Kecemasan Sulit Tidur hilang pasien sulit tidur yang disebabkan
oleh kecemasan.
23/2-27/2 Antrain Iv 3x1 gram Nyeri punggung Nyeri berkurang Pasien mengalami nyeri punggung

70
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

yang disebabkan oleh CKD.


Pasien mengeluhkan dahak yang sulit
keluar. NAC bekerja sebagai
N-asetil Dahak yang sulit Dahak dapat mukolitik dengan membuka ikatan
23/2-27/2 Po 3x200 mg
cysteine dikeluarkan dikeluarkan disulfide pada mikoprotein dan
menurunkan viskositas lender (Lact et
al., 2015).
Terapi oksigen digunakan untuk
Sesak nafas mensuplai kekurang oksigen pada
19/2-22/2 O2 inhalasi 4 lpm Sesak nafas
berkurang pasien agar asupan oksigen ke seluruh
tubuh dan otak tetap terjaga
Allopurinol digunakan untuk
menurunkan kadar asam urat pada
27/02 dan 100 mg / 2 Kenaikan nilai asam Penurunan nilai
Allopurinol PO pasien. Selain itu terapi allopurinol
KRS hari urat asam urat
dapat menurunkan kadar serum
kreatinin. (Tsai et al., 2017).

71
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 18/02- Efek samping obat Furosemide+Captopril Monitoring tekanan darah
27/02 Resiko hipotensi
2 22/02 Interaksi obat Metoclopramid + Alprazolam
Meningkatkan risiko depresi CNS
Omeprazol + Alprazolam
Meningkatkan risiko depresi CNS

MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Sesak nafas Mengetahui efektivitas dari furosemide, ISDN.
2 Mual muntah Mengetahui efektivitas dari metoclopramide dan omeprazole
3 Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari captopril, furosemide, dan clonidine.
4 Nyeri punggung Mengetahui efektivitas dari antrain.

KONSELING PADA PERAWAT


No Materi Konseling
1 Pemberian furosemide iv Pemberian Furosemide 40 mg dibutuhkan furosemide 2 ampul, tiap ampul memiliki kekuatan
20mg/2ml. pemberian dengan bantuan spuit 5 cc secara iv bolus selama 1-2 menit
2 Pemberian Pemberian metoclopramide 10 mg dibutuhkan 1 ampul. Pemberian dengan bantuan spuit 5cc secara
metoclopramide iv bolus selama 1-2 menit
3 Pemberian omeprazole iv Larutkan omeprazole dengan 10 ml pelarut. Berikan dalam waktu kurang dari 2,5 menit. Berikan
dengan kecepatan tidak lebih dari 4ml/menit

72
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

KONSELING PADA PASIEN/KELUARGA PASIEN

No Materi Konseling
1 Pemberian clonidine po Tujuan pemberian clonidine adalah sebagai antihipertensi. Clonidin diminum 3x sehari setelah
makan.
2 Pemberian captopril po Tujuan pemberian captopril adalah sebagai antihipertensi. Captopril diminum 3x setelah makan
3 Pemberian ISDN po Tujuan pemberian ISDN adalah sebagai antihipertensi, dan pencegah rasa nyeri di dada. ISDN
digunakan dengan meletakkan tablet dibawah lidah dan digunakan 3x sehari.
4 Pemberian alprazolam po Tujuan pemberian alprazolam adalah untuk mengurangi kecemasan pasien. Alprazolam diminum 1x
sehari saat pasien tidak bisa tidur
5 Pemberian NAC po Tujuan pemberian NAC adalah untuk membantu pasien mengeluarkan dahak. NAC diminum 3x
sehari setelah makan.
6 Pemberian allopurinol po Tujuan pemberian allopurinol adalah untuk mengurangi rasa nyeri di punggung pasien. Allopurinol
diminim 1 tablet tiap 2 hari.
7 Pemberian omeprazole po Tujuan pemberian omeprazole adalah untuk mengurangi rasa mual pasien. Omeprazol diminum 1x
sehari
8 Pemberian paracetamol po Tujuan pemberian paracetamol adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
Paracetamol diminum 3x sehari.

73
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Avendano-Reyes, J. M., & Jaramillo-Ramirez, H. (2014). Prophylaxis for stress ulcer


bleeding in the intensive care unit. Revista de Gastroenterología de México
(English Edition), 79(1), 50-55.
Burns, M. A., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. 2016. Pharmacotherapy
principles and practice. McGraw-Hill.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York: McGraw-Hill
Education.
House, A. A. (2018). Management of heart failure in advancing CKD: core curriculum
2018. American Journal of Kidney Diseases, 72(2), 284-295.
Joint Formulary Committee. (2018). BNF 76 (British National Formulary) September
2018. Pharmaceutical Press.
Pagana, K. D., Pagana, T. J., Pagana, T. (2018). Mosby's Manual of Diagnostic and
Laboratory Tests Reference 14th ed. Elsevier Health Sciences.
Purvey, M., & Allen, G. (2017). Managing acute pulmonary oedema. Australian
prescriber, 40(2), 59.
Rampengan, S.H., 2014, Edema Paru Kardiogenik Akut, Jurnal Biomedik Vol 6 No.3.
Siragy, H. M., & Carey, R. M. (2010). Role of the intrarenal renin-angiotensin-
aldosterone system in chronic kidney disease. American journal of
nephrology, 31(6), 541-550.
Sica, D. A. (2008). Hypertension, renal disease, and drug considerations. The Journal of
Clinical Hypertension, 6, 24-30.
Tsai, C. W., Lin, S. Y., Kuo, C. C., & Huang, C. C. (2017). Serum uric acid and
progression of kidney disease: a longitudinal analysis and mini-review. PloS
one, 12(1), e0170393.
Ware, L. B., & Matthay, M. A. (2005). Acute pulmonary edema. New England Journal
of Medicine, 353(26), 2788-2796.

74
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

KASUS IV
SHOCK CARDIOGENIC DT SEPTIC DD HYPOVOLEMIC + NSTEMI ACS
KILIP IV TIMI 1/7 GRACE 206+HF ST CFC II DT CAD+DYSPEPSIA
SYNDROME +PNEUMONIA CAP+ AZOTEMIA+SEPTIC CONDITION
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang

75
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Shock Cardiogenic
1.1.1 Definisi
Syok adalah sindrom yang ditandai dengan gangguan ada perfusi jaringan dan
umumnya ditandai dengan hipotensi. Gangguan ini umumnya menyebabkan disfungsi
selular yang diikuti dengan kerusakan organ dan kematian jika tidak ditangani.
Penyebab umum syok adalah reduksi volume intravascular (syok hipovolemik),
kegagalan pompa miokardial (syok kardiogenik) atau peningkatan kapasitan vascular
(syok sepsis) (Alldredge et al., 2013).
Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh 2 hal yaitu penyebab mekanis dan
penyebab non-mekanis. Penyebab mekanis yaitu rupture dari septum, rupture atau
disfungsi pada otot papiper, stenosis aorta kiris, dan tamponade pericardial. Penyebab
non-mekanis adalah infark miokard akut, sindroma penurunan cardiac ouput, infark
ventrikel kanan dan kardiomiopati stage akhir (Alldredge et al., 2013).
1.1.2 Patofisiologis
Perfusi jaringan adalah proses kompleks penghantaran oksigen dan nutrisi. Ketika
terjadi gangguan pada perfusi, akan terjadi jalur iskemik, pelepasan sitoken inflamasi
endogen, dan pembentukan radikal oksigen. Sel akan memulai metabolism anaerob saat
iskemi. Proses ini akan menurunkan penyimpanan ATP dan meningkatkan produksi
asam laktat serta senyawa toxic lainnya yang menanggu fungsi mitokondria. Pada stage
lanjutan syok, kerusakan sel irreversible menyebabkan kegagalan sistem organ
(Alldredge et al., 2013).
1.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari syok umumnya ditandai dengan adanya hipotensi (tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau mean arterial pressure(MAP) kurang dari 65 mmHg),
takikardi yang ditandai dengan HR>90 bpm, takipnea yang ditandai dengan RR>20
bpm, vasokontriksi kutan, gangguan mental berupa agitasi, stupor atau koma, oligouri
yang ditandai dengan urin yang dihasilkan kurang dari 20 mL/jam, peningkatan kadar
laktat darah yang menyebabkan asidosis metabolic, dan penurunan saturasi oksigen
venus (Alldredge et al., 2013).
1.1.4 Manajemen Terapi

76
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Terapi syok kardiogenik dapat menggunakan cairan (meningkatkan preload),


vasodilator (menurunkan preload dan afterload), serta agen inotropic (Alldredge et al.,
2013). Tabel 1.1 menunjukkan agen inotropic dan vasopressor.
Tabel 1.1 Agen inotropic dan vasopressor.

1.2 NSTEMI
1.2.1 Definisi
PJK merupakan suatu kondisi di mana arteri koroner (pembuluh darah utama yang
memasok darah ke jantung) tersumbat oleh adanya penumpukan kolesterol.
Penumpukan kolesterol ini disebut plak. Sebelum serangan jantung, salah satu plak
pecah (semburan), menyebabkan bekuan darah untuk mengembangkan di lokasi pecah.
Gumpalan kemudian dapat menghalangi pasokan berjalan darah melalui arteri koroner,
memicu serangan jantung (NHS, 2014).
NSTEMI (Non–ST-segment-elevation myocardial infarction) adalah salah satu
jenis infark miokard yang juga disebut serangan jantung. NSTEMI merupakan
pengembangan nekrosis otot jantung (suatu bentuk kematian sel) tanpa EKG
(elektrokardiografi) perubahan elevasi ST-segmen, yang dihasilkan dari gangguan akut
pasokan darah ke suatu bagian dari jantung dan dapat ditunjukkan oleh ketinggian
penanda jantung (CK-MB atau troponin) dalam darah (NHS, 2014).
1.2.2 Patofisiologis
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh arah

77
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner,secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal (PERKI 2015).
Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
coroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard) (PERKI 2015).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning(setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien
SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
plak aterosklerosis (PERKI 2015).
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang
menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin

78
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran
hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
1.2.3 Stratifikasi Risiko
1.2.4 Manifestasi Klinis
Gejala utama acute cardiovascular syndrome adalah nyeri dada anterior di tengah
(kebanyakan sering terjadi saat istirahat), angina onset berat yang berat, atau
peningkatan angina itu berlangsung minimal 20 menit. Ketidaknyamanan itu bisa
menyebar ke bahu, ke bawah lengan kiri, ke belakang, atau ke rahang. Gejala yang
menyertai mungkin termasuk mual, muntah, diaphoresis, atau sesak napas (Wells et al.
2009).
1.2.5 Manajemen Terapi
Menurut ACC/AHA STEMI, farmakoterapi awal NSTEMI harus mencakup
oksigen intranasal (jika saturasi oksigen <90%), sublingual (SL) nitrogliserin (NTG),
antiplatelet, beta blocker, antikoagulan. Terapi NSTEMI yang dapat diberikan (Hamm
et al, 2011; Paxinos and Katritsis, 2011; Anderson et al, 2013) didiskripsikan sebagai
berikut. Antiplatelet, yang meliputi aspirin, P2Y12 reseptor inhibitor (clopidogrel,
prasurgel, ticagrelor, ticlopidin), Glycoprotein IIb/IIIa receptor inhibitor (tirofiban,
eptifibatide, abciximab).
• Antikoagulan, yang meliputi indirect inhibitor of the coagulation cascade
{fondaparinux, UFH (heparin), dan LMWH (enoxaparin, dalteparin,
fraxiparin)}, direct thrombin inhibitors (bivalirudin), antagonis vitamin K
(warfarin).
• Anti iskemik, yang meliputi nitrat, morfin sulfat, beta blocker, calcium channel
blocker, angiotensin receptor blocker, ACE inhibitor.
• Adjuvan (terapi tambahan), yakni antihiperlipidemia (golongan HMG Co-A
reductase inhibitor)
• Revaskularisasi koroner, yang meliputi PCI (Percutaneous Coronary
Intervention) atau CABG (Coronary Artery Bypass Graft).
1.3 Heart Failure (HF)
1.3.1 Definisi

79
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Heart failure (HF) atau gagal jantung didefinisikan sebagai kemampuan jantung
yang tidak memadai untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi aliran darah
dan kebutuhan metabolik tubuh (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
HF adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala spesifik yang berkaitan
dengan kongesti dan hipoperfusi. HF disebabkan oleh adanya gangguan struktural atau
fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi atau
mengeluarkan darah (disfungsi diastolik). Serta gangguan lainnya, seperti pada
perikardium, epikardium, endokardium, atau pembuluh darah besar, hal tersebut dapat
menyebabkan HF tetapi kebanyakan pasien mengalami gejala HF akibat adanya
penurunan fungsi miokard ventrikel kiri (LV) (disfungsi sistolik) (Vardeny, O. & Ng,
T., 2016).
1.3.2 Patofisiologis
Sebagai respon terhadap peningkatan beban hemodinamik, maka jantung akan
melakukan mekanisme kompensasi :
1. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
Mekanisme untuk mempertahankan CO (cardiac output) ketika kontraktilitas
rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini dicapai melalui
aktivasi sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System, SNS) dan efek
agonis norepinefrin pada reseptor β-adrenergik dalam hati. Aktivasi simpatis
juga meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan konsentrasi kalsium
sitosol (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
2. Mekanisme Frank - Starling
Dalam pengaturan penurunan CO yang mendadak, respons alami tubuh adalah
mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi ke organ vital
seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal dikompromikan. Hal ini
menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron (Renin Angiotensin
Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal jantung, perubahan dalam filamen
kontraktil mengurangi kemampuan kardiomiosit untuk beradaptasi dengan
peningkatan preload. Dengan demikian, peningkatan preload sebenarnya
merusak fungsi kontraktil pada gagal jantung dan menyebabkan penurunan CO
lebih lanjut (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
3. Terjadinya vasokontriksi

80
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Aktivasi baik RAAS dan SNS juga berkontribusi terhadap vasokonstriksi dalam
upaya untuk mendistribusikan aliran darah dari organ perifer seperti ginjal untuk
sirkulasi koroner dan serebral. Vasokonstriksi arteri menyebabkan gangguan
ejeksi darah dari jantung karena peningkatan afterload. Hal ini menyebabkan
CO menurun dan stimulasi respon kompensasi terjadi terus menerus,
menciptakan lingkaran setan aktivasi neurohormonal (Vardeny, O. & Ng, T.,
2016).
4. Hipertrofi ventrikel dan remodeling
Respon kompensasi terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi atau dinding
ventrikelbertambah tebal. Remodelling jantung terjadi sebagai kompensasi untuk
adaptasi perubahan stres dinding dan diatur sebagian oleh aktivasi
neurohormonal, dengan angiotensin II dan aldosteron yang menjadi rangsangan
utama (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).

1.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan American College of Cardiology
Foundation (ACCF)/ American Heart Association (AHA) dan New York Heart
Association (NYHA) dapat dilihat pada Tabel 1.2.Keduanya, baik ACCF/AHA dan
NYHA, memberikan informasi yang berguna dan saling melengkapi tentang keberadaan
dan tingkat keparahan dari gagal jantung. ACCF/AHA menekankan pengembangan dan
perkembangan penyakit, sedangkan NYHA fokus pada kapasitas latihan dan status
gejala penyakit (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Tabel 1.2 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut ACCF/AHA dan NYHA (Vardeny, O.
& Ng, T., 2016).
Tingkatan Gagal Klasifikasi
Jantung menurut Fungsional Deskripsi
ACCF/AHA NYHA
A Tidak ada Pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung
tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
gejala gagal jantung.
B I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa
batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan kelelahan yang tidak
semestinya,
dyspnea, atau palpitasi.
C II Penyakit jantung struktural dengan gejala
gagal jantung, baik saat itu ataupun

81
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

sebelumnya.
III Penderita penyakit jantung itu menghasilkan
sedikit keterbatasan fisik aktivitas. Aktivitas
fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dyspnea, atau angina.
C,D IV Penderita penyakit jantung itu
mengakibatkan ketidakmampuan untuk
melanjutkan aktivitas fisik tanpa
ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
adalah hadir saat istirahat. Dengan fisik apa
pun aktivitas, meningkatkan
ketidaknyamanan berpengalaman. Tahap D
mengacu pada akhir panggung pasien gagal
jantung.

1.3.4 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda gagal jantung menurut ESC Guidelines ditunjukkan pada Tabel
8 di bawah ini:
Tabel 8 Gejala Gagal Jantung (McMurray, dkk., 2012)
Gejala Tanda
Khas Kurang Khas Spesifik Kurang Spesifik
- Sesak napas - Batuk pada malam hari - Peningkatan - Edema perifer
- Orthopnea - Mengi tekanan vena - Krepitasi paru
- Dispnea nokturnal - Peningkataan berat badan jugularis - Pengurangan
paroksismal (>2kg/minggu) - Refluks masuknya udara ke
- Toleransi latihan - Berat badan berkurang (pada hepatojugular paru
berkurang gagal jantung stadium lanjut) - Bunyi jantung - Takikardi
- Kelelahan, - Perasaan kembung ketiga (irama - Denyut nadi tidak
meningkatnya waktu - Kehilangan nafsu makan gallop) teratur
pemulihan setelah - Kebingungan (terutama pada - Laterally - Takipnea
latihan orang tua) displaced apical (>16kali/menit)
- Pembengkakan - Depresi impulse - Hepatomegali
angkle - Palpitasi - Kardiak murmur - Asites
- Pingsan - Tissue wasting
(cachexia)

1.3.5 Manajemen Terapi


Tujuan terapi pada pasien gagal jantung adalah untuk meringankan gejala dan
tanda-tanda (misalnya edema), mencegah masuk rumah sakit, dan meningkatkan
kelangsungan hidup pasien. Namun upaya mencegah terjadinya gagal jantung
dengan cara mengobati kondisi – kondisi yang menuju terjadinya gagal jantung,
terutama hipertensi dan/atau penyakit arteri coroner juga merupakan hal penting
dalam upaya penanganan gagal jantung (ESC, 2012).

82
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Terapi Farmakologi
• Diuretik
Diuretik meningkatkan laju aliran urin dan ekskresi natrium dan digunakan
untuk mengatur volume dan / atau komposisi cairan tubuh dalam berbagai situasi klinis,
termasuk hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, sindrom nefrotik, dan sirosis. Diuretik
digunakan untuk menghilangkan gejala akut dan pemeliharaan euvolemia. Terapi
diuretik dianjurkan untuk semua pasien dengan bukti klinis kelebihan cairan. Pada HF
ringan, diuretik dapat digunakan sesuai kebutuhan (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Dua jenis diuretik yang digunakan untuk manajemen volume di HF, yaitu tiazid
dan loop diuretik. Diuretik tiazid seperti hydrochlorothiazide, chlorthalidone, dan
metolazone memblok reabsorpsi natrium dan klorida di bagian distal convoluted tubule.
Diuretik loop seperti furosemide, bumetanide dan torsemide merupakan diuretik yang
paling banyak digunakan di HF (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).

83
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Gambar 7 Penggunaan Loop Diuretics pada Heart Failure (Vardeny, O. & Ng, T.,
2016).
• ACE-inhibitor
Kaptopril dan obat lain dalam golongan ini menghambat ACE, enzim yang
menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan mengurangi stimulasi reseptor
angiotensin I menjadi angiotensin II serta menginaktifkan bradikinin, suatu vasodilator
poten, yang bekerja paling tidak dengan merangsang pengeluaran nitrat oksida dan
pootrasiklin. Aktifitas hipotensif kaptopril dihasilkan oleh efek inhibisi terhadap sistem
renin-angiotensin dan efek stimulatorik terhadap sistem kalikrein-kinin.
• ARB
ARBs menghambat aktivitas angiotensin II dengan memblok reseptor pada AT1.
ARBs tidak menghambat kerja dari enzim ACE, sehingga tidak ada efek pada
bradikinin. Obat dari golongan ini yang terbukti memiliki efek terapi pada gagal jantung
diantaranya adalah valsartan, losartan dan candesartan.
• Hydralazine dan Isosorbide Dinitrat
Nitrat mengurangi preload dengan menyebabkan vasodilatasi vena primer
melalui pengaktifan guanylate cyclase dan peningkatan cGMP dalam otot polos
vaskular. Hydralazine mengurangi afterload melalui relaksasi otot polos arterial.
Kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat merupakan terapi pertama yang digunakan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang pasien dengan gagal jantung
sistolik, tetapi sebagian besar telah digantikan oleh terapi antagonis AT2 (ACE inhibitor
dan ARBs). Oleh karena itu, sampai saat ini, terapi kombinasi ini disediakan untuk

84
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor atau ARB atau pasien dengan
angioedema atau hiperkalemia.
Kini pedoman AHA HF merekomendasikan untuk mempertimbangkan
penambahan dari isosorbide dinitrate dan hydralazine pada pasien yang telah dalam
terapi ACE inhibitor atau ARB.
• Beta Blocker
Beta blocker secara kompetitif memblokir pengaruh SNS di reseptor β-
adrenergik. ACC / AHA merekomendasikan bahwa β-blocker akan dimulai secara
keseluruhan pada pasien dengan klasifikasi NYHA FC I hingga IV atau ACC / AHA
tahap B sampai D HF jika secara klinis stabil. Tiga β-blocker yang terbukti mengurangi
mortalitas pada gagal jantung sistolik, yaitu selektif β1-antagonis bisoprolol dan
metoprolol suksinat, dan nonselective β1-, β2-, dan α1-antagonis carvedilol
• Digoksin
Efek menguntungkan dari digoksin dikaitkan dengan efek inotropik positif pada
kegagalan miokardium dan keberhasilan dalam mengendalikan respon denyut ventrikel
fibrilasi atrium. Saat ini digoksin direkomendasikan menjadi terapi tambahan pada
pasien dengan gejala simptomatik meskipun HF optimal dengan ACE-I, ARB, Beta
blocker dan diuretik. Pada pasien dengan fibrilasi atrium bersamaan, digoxin kadang-
kadang dapat ditambahkan.
• Calcium Channel Blocker (CCB)
Amlodipine dan felodipine adalah dua dihydropyridine CCB yang paling banyak
diteliti untuk sistolik HF. Kedua agen ini belum terbukti mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien, baik secara positif maupun negatif. Dengan demikian, tidak secara rutin
direkomendasikan sebagai bagian dari rejimen standar HF. Namun, amlodipine dan
felodipine bisa aman digunakan pada pasien gagal jantung untuk mengobati hipertensi
yang tidak terkontrol atau angina setelah semua obat lain yang sesuai dimaksimalkan.
• Antiplatelet dan antikoagulan
Pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko kejadian
tromboemboli, relatif stasis darah, dan disfungsi endotel. Aspirin umumnya digunakan
pada pasien gagal jantung dengan etiologi iskemik, riwayat penyakit jantung iskemik,
atau lainnya seperti indikasi riwayat stroke emboli. Rutin digunakan pada pasien

85
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

kardiomiopati non-iskemik. Jika aspirin diindikasikan, preferensi menggunakan dosis


rendah (81 mg setiap hari).

1.4 Pneumonia CAP


1.4.1 Definisi
Pneumonia merupakan infeksi pada parenkim paru yang disebabkan oleh
beberapa bakteri yang berbeda, virus, parasit, dan fungi sehingga terjadi peradangan
pada parenkim paru (alveolitis) dan terakumulasinya eksudat penyebab radang pada
jalan nafas (McPhee, 2010).
Berdasarkan bakteri penyebab, pneumonia diklasifikasikan menjadi pneumonia
bakterial/ tipikal, pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia), pneumonia virus dan pneumonia jamur (infeksi sekunder). Berdasarkan
klinis dan epidemiologis, pneumonia diklasifikasikan menjadi 4 yaitu pneumonia
komuniti (Community Acquired Pneumina), pneumonia nosokomial (Hospital Acquired
Pneumonia), pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita Immunocompromised.
Community acquired pneumonia (CAP) atau pneumoni komuniti adalah pneumonia
yang didapat di masyarakat. Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan
yang menyebabkan angka kematian tinggi di dunia (PDPI, 2003).
1.4.2 Patogenesis
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme di paru.
Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang biak
dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran napas (PDPI,
2003). Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa
1.4.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari pneumonia adalah sebagai berikut:
1. Febris dengan takikardia atau menggigil/berkeringat

86
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

2. Batuk nonproduktif atau produktif (mukus kental, keruhm terdapat


bercak darah)
3. Napas pendek
4. Nyeri dada akibat pleuritis jika pleura terinfeksi (Mandell and Wundering ,
2015)
1.4.4 Manajemen Terapi
Tujuan terapi pneumonia adalah untuk eradikasi bakteri dengan pilihan antibiotika
yang tepat sehingga mendapatkan efek sembuh dan meminimalkan morbiditas yang
ditimbulkan. Terapi awal yang dilakukan adalah mengetahui tanda-tanda adanya
penyakit sistemik, khususnya dehidrasi atau sepsis yang dapatmenyebabkan kegagalan
sirkulasi kardiovaskuler (Clover and Reed, 2008).
A. Terapi atau pengobatan suportif (PDPI, 2003)
1. Pemberian oksigen
2. Infus rehidrasi dan nutrisi serta elektrolit (RL, NaCl 0,9%)
3. Pemberian obat simptomatik (antipiretik, mukolitik)
B. Terapi Antibiotik
Tabel 1.3 Terapi Antibiotik Empiris berdasarkan PPAM RSSA (2018).
Keadaan Rekomendasi Dosis Empiris/ Interval Lama Keterangan
klinik/penyakit Antimikroba Dewasa Profilaksis Pemberian
Pneumonia Levofloxacin PO: 750 Empiris 24 jam 1-2 Dengan
Komuniti mg minggu mempertimbangkan
(CAP) Rawat IVFD pemilihan
Inap biasa 750 mg antibiotic
Moxifloxacin PO: 400 Empiris 12 jam 1-2 berdasarkan
mg minggu keadaan klinis,
IVFD: riwayat
400 mg penggunaan
Ceftriaxone+ IV 1 Empiris 12 jam 1-2 antibiotic
azitromisin gram+ minggu sebelumya atau
PO 500 riwayat alergi, serta
mg biaya
IVFD

87
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

500 mg
Cefoperazone+ IV 1 Empiris 12 jam 1-2 Bila ada bukti
Azithromisin gram+ minggu penurunan fungsi
PO 500 gnjal.
mg
IVFD
500 mg
Pneumonia Azithromycin PO : 500 Empiris 24 jam 1-2 Dengan
komuniti mg minggu mempertimbangkan
(CAP) Rawat IV : 250 pemilihan
inap biasa mg antibiotic
kuman atypical Doxycycline PO: 200 Empiris 12 jam 1-2 minggu berdasarkan
mg 4-11 hari keadaan klinis,
dilanjutkan
riwayat
100 mg
penggunaan
Clarithromycin PO: 250 Empiris 12 jam 7 hari
mg antibiotic
sebelumya atau
riwayat alergi, serta
biaya

1.5 Azotemia
1.5.1 Definisi
Azotemia merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika terjadi kerusakan ginjal
akibat adanya suatu penyakit atau luka. Azotemia umumnya didiagnosa menggunakan
uji darah dan urin (Wells, 2017). Pada azotemia terjadi peningkatan BUN (blood urea
nitrogen) dan serum kreatinin. Rentang normal BUN adalah 8-20 mg/dL dan serum
kreatinin 0,7-1,4 mg/dL (Salifu, 2017).
Azotemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu prerenal, intrarenal dan post renal.
Azotemia preprenal terjadi ketika cairan yang melewati ginjal dalam keadaan tidak
cukup (Weells, 2017). Ketika laju aliran darah ke ginjal rendah, ginjal tidak dapat
memfiltrasi atau mengekskresikan sisa metabolism dengan baik sehingga dapat
meningkatkan BUN dan kreatinin meningkat. Azotemia prerenal umumnya disebabkan

88
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

oleh gagal jantung, syok, dehidrasi, luka bakar dan adanya hambatan pada arteri yang
menyuplai darah ke ginjal (Galan, 2017). Azotemia intrarenal umumnya terjadi akibat
adanya infeksi atau sepsis. Azotemia intrarenal umumnya disebut sebagai AKI.
Azotemia postrenal disebabkan adanya obstruksi saluran urin (Wells, 2017).
1.5.2 Patofisiologis
Pada azotemia prerenal, penurunan laju aliran darah ke ginjal menstimulasi
retensi garam dan air untuk memperbaiki tekanan dan volume darah. Ketika
volume dan tekanan menurun, terjadi aktivasi refleks baroreseptor di cabang aorta
dan karotid. Hal ini mengakibatkan terjadinya aktivasi saraf simpatik yang
berdampak pada vasokonstriksi arteri afferen renal dan sekresi renin melalui
reseptor β1. Konstriksi arteri afferen menyebabkan turunnya tekanan
intraglomerular yang akan menurunkan GFR. Penurunan aliran darah ke ginjal
akan mengakibatkan aktivasi renin yang akan mengkonversi angiotensi I menjadi
angiotensin II yang kemudian akan menstimulasi pelepasan aldosteron.
Peningkatan aldosterone mengakibatkan terjadinya absorbsi garam dan air di
tubulus distal. Penurunan volume atau tekanan akan mentimulasi nonosmotik
pada hipotalamus untuk memproduksi homon antidiuretik yang mengakibatkan
terjadinya reabsorbsi air di tubulus ginjal. Melalui mekanisme yang belum
diketahui, pengaktivan sistem saraf simpatik mengakibatkan terjadinya reabsorbsi
garam dan air di tubulus proksimal yang meliputi BUN, kreatinin, kalsium, asam
urat, dan bikarbonat. Semua mekanisme ini berdampak pada retensi garam dan air
sehingga dapat menurunkan output urin dan penurunan eksresi sodium (<20
mEq/L) (Salfu, 2017).
1.5.3 Manifestasi Klinis
Sebagian orang dengan azotemia dapat tidak menunjukkan gejala. Gejala
yang dapat muncul adalah dehidrasi, yang meliputi penurunan urin, denyut nadi
meningkat, mulut kering, pusing, kulit tampak pucat, bengkak, bingung (Galan,
2017).

89
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

1.6 Septic Condition


1.6.1 Definisi
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (Systematic Inflammatory
Rensponse Syndrome) dengan etiologi mikroba terbukti atau dicurigai. Bukti klinisnya
berupa suhu tubuh abnormal (>38 c atau <36 c); takikardi; asidosis metabolik; dan
peningkatan atau penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis biasanya ditandai dengan
demam, takikardi, takipnea, hipotensi, hingga disfungsi. Kondisi sepsis yang
berkelanjutan hingga terjadi disfungsi organ dapat dikatakan sebagai kondisi severe
sepsis dan dapat menjadi syok septic apabila terjadi disfungsi banyak organ disertai
dengan refractory hypotension dan apabila terjadi disfungsi pada banyak organ yang
menyebabkan homeostasis tubuh menjadi tidak terkontrol maka bisa dikriteriakan
menjadi MODS (Multi Organ Dysfunctin Syndrome) (Pirozzi et al., 2016).
1.6.2 Patofisiologis
Sistem imun alami manusia yang terdiri dari makrofag, monosit, granulosit, sel natural
killer, dan sel dendritik yang telah berevolusi, sehingga dapat mendeteksi pathogen
associated molecular patterns (PAMPs) atau pola molekuler patogen (yakni komponen
– komponen bakteri, jamur, virus seperti endotoksin dan beta-glucan) dan pola
molekuler yang terbentuk pada situasi bahaya/damage associated molecular patterns
(DAMPS). DAMPS ialah molekul endogen yang dilepaskan dari sel host yang rusak,
yakni ATP, DNA mitokondria, dan high mobility group box 1 (HMGB1). DAMP dan
PAMPs akan mengaktivasi sistem imun alamia dan beberapa sel epitel melalui
pengenalan pola oleh reseptor permukaan sel (toll-like receptors dan C-type lectin
receptors) atau pada sitosol (NOD-like receptors) yang kemudian menginisiasi
transkripsi interferon tipe I dan sitokin proinflamasi seperti TNF alpha, IL-1, dan IL-6.
Beberapa reseptor ini (terutama NOD-like receptors) kemudian bergabung membentuk
suatu kompleks molekuler yang dikenal dengan nama inflamasom, yang penting dalam
maturasi dan sekresi sitokin–sitokin penting seperti IL-1 beta dan IL-18, dan dapat
memicu piroptosis, yaitu apoptosis, akibat inflamasi melalui ruptur membran plasma
yang dimediasi caspase. Sitokin–sitokin pro-inflamasi ini selanjutnya akan
menyebabkan:
• Peningkatan jumlah, masa hidup, dan aktivasi sel imun alami
• Peningkatan molekul adhesi dan ekspresi kemokin oleh sel endotel

90
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

• Peningkatan protein fase akut seperti komplemen dan fibrinogen


• Pelepasan neutrophils extracellular traps (NETs), yakni suatu pro-koagulan
yang terdiri dari DNA, protein, dan enzim– enzim antimikroba yang
mengaktivasi platelet
• Pelepasan vesikel–vesikel dari membran plasma (trombosit, sel endotel, dan
leukosit) berisi mikropartikel yang mengandung faktor jaringan, angiopoietin-2,
dan faktor von-Willebrand yang bersifat inflamatif, pro-oksidan, dan pro-
koagulan.
• Peningkatan ekspresi faktor jaringan oleh monosit. Mikroba yang terperangkap
bersama trombus kemudian lebih lanjut akan mengaktivasi leukosit.
• Reactive oxygen species (ROS) seperti hydroxyl radical dan nitric oxide dapat
menyebabkan kerusakan protein, lipid, dan DNA seluler, serta mengganggu
fungsi mitokondria.
• Aktivasi komplemen (terutama C5a) akan meningkatkan pembentukan ROS,
pelepasan enzim granulosit, permeabilitas endotel, dan ekspresi faktor jaringan
yang dapat menyebabkan kerusakan sel medula adrenal.
• Imunotrombosis luas dapat menyebabkan KID, yang kemudian mengganggu
fungsi mikrovaskular dan cedera organ (MODS) (Purba et al., 2017).
1.6.3 Manajemen Terapi
Karena kerusakan endotel pembuluh darah pada sepsis merupakan proses
inflamasi imunologi, maka penatalaksanaan sepsis adalah dengan pengobatan dasar
(basic support), pemberian antibiotika, serta terapi suportif lainnya (misalkan :
mempertahankan sirkulasi dan hemodinamik/perfusi jaringan agar didapatkan
oksigenasi jaringan yang cukup) (Guntur, 2006).
1. Pengobatan Dasar (Basic support)
Perubahan dasar hemodinamika yang terjadi pada pasien sepsis adalah kelainan
patologik arterial. Meskipun kadar katekolamin dalam darah pada sepsis meningkat,
respon vaskuler terhadap stimulasi reseptor α-adrenergik nampaknya terganggu.
Beberapa mediator (IL-1, TNF-α, dan komplemen) diduga bertanggung jawab
terhadap mekanisme vasodilatasi tersebut.
2. Pemberian Oksigen
Secara umum tujuan dari resusitasi adalah memperbaiki oksigenasi pada jaringan

91
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

atau sel. Resusitasi dilakukan secepatnya mencakup tindakan yang berhubungan


dengan airway (A), breathing (B) dan circulation (C). Oksigen arterial diperiksa
dengan pulse oksimetri atau dengan pemeriksaan gas darah. Oksigen diberikan
melalui pipa nasal atau masker untuk mempertahankan saturasi oksigen arteri lebih
dari 95%. Bila terjadi gagal nafas dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik
(Suharto, 2000).

3. Pemberian Antibiotika
Antibiotika merupakan terapi utama pada penderita sepsis (Suharto, 2000;
Guntur, 2006). Pemilihan antibiotika berdasarkan data empirik, oleh karena harus
secepatnya diberikan. Antibiotika yang diberikan diharapkan yang mempunyai
afinitas tinggi dengan kuman penyebabnya, sehingga dapat membunuh semua
mikroorganisme penyebab baik gram positif maupun negatif. Bila perlu
diberikan antibiotika yang berspektrum luas dan mepunyai efek bakterisidal
cepat. Pemberian antibiotika satu jenis saja tidak dibenarkan pada keadaan
sepsis yang berat. Dianjurkan kombinasi antibiotika yang rasional sesuai
dengan hasil kultur dan uji sensitifitas. Antibiotika yang biasanya diberikan
secara empiris adalah Cefalosporin generasi III atau IV karena memiliki efek
terhadap bakteri gram positif dan negatif. Juga dapat diberikan Cefalosporin
dengan kombinasi β-laktam (Guntur, 2006). Menurut Kentjono (2005) untuk
mencegah agar sepsis tidak jatuh dalam syok septik sebaiknya diberikan
paling tidak dua obat, yaitu diantara antibiotika β-laktam selektif high
molecular weight(HMW) PBP, aminoglikosida dan fluorokuinolon.
Terapi antibiotika empiris yang diberikan adalah yang berspektrum luas,
bersifat bakterisidal, dengan dosis yang dapat mencapai kadar yang cukup
(therapeutic level). Jangka waktu pemberian harus cukup, selama 7-14 hari, lebih
lama bila ada infeksi persisten penyebab bakteremia. Diberikan 4-7 hari afebril,
serta sumber infeksi harus diberantas (Suharto, 2000). Menurut Guntur (2006) bila
curiga sumber sepsis dari paru (pneumonia, PPOK) maka dapat diberikan
Ceftriaxone atau Cefepime selama 2 minggu.

92
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Tn. D Status : BPJS
Umur/BB/TB : 61 th/ 70 kg/160 cm MRS/KRS : 16-03-2019/
Keluhan Utama : Syok kardiogenik
Riwayat Penyakit Saat Ini : Pasien didiagnosis shock cardiogenic, PJK, pneumonia
dari RS. B
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Shock Cardiogenic dt Septic dd Hypovolemic
2. NSTEMI ACS Kilip IV TIMI 1/7 Grace 206
3. HF St CFC II dt CAD
4. Dyspepsia Syndrome
5. Pneumonia CAP
6. Azotemia
7. Septic Condition
Riwayat Pengobatan : 1. RS. B
Inf NS
Inj Enoxaparin Na 2x 0,6 mg
Inj. Topazol 1x40 mg
Inj. Furosemide 20 mg-0-0
Drip Dobutamin 3-10 mcg/kgBB
Drip Ceftriaxon 2x1 g
Aspilet PO 1x80 mg
CFG po 1x75 mg
Atorvastatin po 0-0-20 mg
2. IGD RSSA
IVFD NS
Furosemide 20 mg
Drip Dobutamin 5 mcg/kgBB
Enoxaparin Na 0,6 mg
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit : Hipertensi.

93
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

CATANAN PERKEMBANGAN PASIEN


Tanggal Problem/Kejadian/Tindakan Klinisi
16/03 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: - ; Nadi: 81; RR: 20; TD:; 90/54
Suhu: - ; Nadi: 85; RR: - ; TD: 102/64 (23.00)
TANDA KLINIS
Nyeri dada , batuk
DATA LAB :
Leukosit 11,76; Trombosit: 89; Neutrofil: 88,5%; Limfosit 5,0%; Monosit
6,0%; BUN 74,5; Kreatinin: 3,63; SGOT: 67 ; SGPT: 48; Albumin: 2,57;
CK-MB: 39 ; Troponin I: 0,1; pCO2: 24,9; pO2: 162,3; HCO3: 15,8
TERAPI :
Asam Asetil Salisilat 1x80 mg; Atorvastatin 1x40 mg; Diazepam 1x2 mg;
Laxadin 1xC1; Enoxaparin Na 1x0,6 cc; Lansoprazol 1x30 mg;
Cefoperazone 2x1 gram; NS 1000 cc/hari; Dobutamin drip 5mcg/kg BB
17/03 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 37,8; Nadi: 81; RR: 20; TD: 95/54 (05.30)
Suhu: - ; Nadi: 120; RR: 26; TD:120/80 (09.00)
Suhu: - ; Nadi: 71; RR: 20; TD:111/62 (12.00)
Suhu: - ; Nadi: 71; RR: - ; TD: 112/62 (18.00)
TANDA KLINIS
Batuk, demam, menggigil, mual
DATA LAB:
Leukosit : 4,01 ; Trombosit: 78; Neutrofil: 76,3; Limfosit: 15,5; Monosit:
6,0; BUN: 74; Kratinin: 2,9; Asam urat: 12,5; Bilirubin total 1,73; bilirubin
direct 1;67; Amilase 9; CK-MB: 40; Troponin I 0,1;
TERAPI
Asam Asetil Salisilat 1x80 mg; Clopidogrel 1x75 mg; Atorvastatin 1x40
mg; Diazepam 1x2 mg; Laxadin 1xC1; Lansoprazol 1x30 mg;
Cefoperazone 2x1 gram; NS 1000 cc/hari; Dobutamin drip 5mcg/kg BB;
NAC 3x200 mg; Azitromisin: 1x500 mg; Sucralfate 3xC1; Paracetamol inf
3x1g; Metoclopramid 3x10 mg; Nebul combiven 3x1; Asering 600 cc/jam
18/03 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: - ; Nadi: 102; RR: 40; TD 127/60 (Pagi)
Suhu: - ;Nadi: 81; RR: 18; TD 106/82 (malam)
TANDA KLINIS :
Batuk, demam, menggigil, mual, nyeri perut
DATA LAB:
Leukosit : 4,19; Trombosit: 78; Neutrofil: 79,4; Limfosit: 13,4; Monosit:
6,0.
TERAPI :
Clopidogrel 1x75 mg; Atorvastatin 1x40 mg; Diazepam 1x2 mg; Laxadin
1xC1; Enoxaparin Na 1x0,6 cc; Lansoprazol 1x30 mg; Cefoperazone 2x1
gram; NS 1000 cc/hari; Dobutamin drip 5mcg/kg BB
19/03 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi : 95 ; RR: 20; TD: 110/62
TANDA KLINIS

94
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Demam, menggigil, mual


TERAPI :
Clopidogrel 1x75 mg; Atorvastatin 1x40 mg; Diazepam 1x2 mg; Laxadin
1xC1; Lansoprazol 1x30 mg; Cefoperazone 2x1 gram; NS 1000 cc/hari;
Dobutamin drip 3 mcg/kg BB; NAC 3x200 mg; Azitromisin 1x500 mg;
Sucralfate 3xC1; Paracetamol inf 3x1 gram; Metoclopramide 3x1 amp;
Neb conbiven 3x1; Asering 600 cc/jam.

95
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
PROFIL TERAPI PASIEN

Tanggal
Obat Rute Dosis
16/03 17/03 18/03 19/03
Asering Iv 600 cc/jam
NS IV 1000 cc/hari
Dobutamin drip Iv 5 mcg/kg BB 3mcg
Paracetamol inf Iv 3x1 g
NAC Iv 3x200mg
Azitromisin Iv 1x500 mg
Cefoperazone Iv 2x1g
Lansoprazol Iv 1x30 mg
Metoclopramide Iv 3x 10mg
Enoxaparin Na Iv 1x0,6 cc //
Asam Asetil Salisilat PO 0-0-80mg
Clopidogrel PO 75mg-0-0
Atorvastatin Po 0-0-40 mg
Diazepam Po 0-0-2mg
Laxadin Po 0-0-C1
Sucralfate Po 3xC1
O2 Inh 2-4 lpm
Neb conbiven Inh 3x1
Keterangan
: Diberikan
// : Dihentikan

96
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
TANDA-TANDA VITAL
Tanggal
Parameter Nilai Normal
16/3 16/3 17/3 17/3 17/3 17/3 18/3 18/3 19/3
Suhu (oC) 36-37 37,8 36
Nadi (x/menit) 80-85 81 85 81 120 71 71 102 81 95
RR (x/menit) 20 20 20 26 20 40 18 20
Tekanan darah (mmHg) 120/80 90/54 102/64 95/54 120/80 111/62 112/62 127/60 106/82 110/62

TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
16/3 17/3 18/3 19/3
Nyeri dada
Batuk -
Demam
Menggigil
Mual
Nyeri perut
Komentar:
• Selama MRS tekanan darah pasien cenderung dibawah normal, hal ini diakibatkan pasien mengalami syok kardiogenik (Alldredge et
al., 2013)
• Suhu tubuh paisen diatas nilai normal, nadi dan RR yang diatas normal menandakan SIRS (Irvan et al.,2018).
• Nyeri perut yang dialami pasien disebabkan oleh penggunaan aspirin.

97
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
DATA LABORATORIUM

PARAMETER NORMAL VALUE 14/03* 16/03* 16/03 17/03 18/03 KOMENTAR


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 13,8 13,6 13 13,6
Nilai WBC diatas normal dan
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 4,92 4,59 4,37 4,66 dibawah normal menandakannya
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103 / µL 8,1 11,76 4,01 4,19 adanya infeksi pada pasien.
Penurunan nilai PLT juga dapat
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 41,5 39,2 37,1 40,9 disebabkan oleh infeksi akut atau
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 167 89 78 78 kronis (Pagana et al., 2018).

HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,2 0,5 1,2
Basofil 0–1 0,3 0,2 0,0
Neutrofil 51 – 67 88,5 76,3 79,4
Limfosit 25 – 33 5,0 15,5 13,4
Monosit 2-8 6,0 7,5 6,0
Eosinofil Absolut 0,02 0,02 0,05 Peningkatan neutrophil
menandakan terjainnya inflamasi,
Basofil Absolut 0,03 0,01 0 stress fisik ataupun emosional.
Neutrofil Absolut 10,41 3,06 3,33 Penurunan limfosit disebabkan
oleh sepsis (Pagana et al., 2018).
Limfosit Absolut 0,59 0,62 0,56
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,71 0,3 0,25
Immature Granulosit
2,00 1,5 1,2
(%)
98
Immature Granulosit 0,23 0,06 0,05
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 10,5
Kontrol 11,1
INR <1,5 detik 1,01 -
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 38,4
Kontrol 27,1
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl 86
Glucose 2 PP <130 mg/dl -
Glucose Random <200mg/dl 120
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 69 74,5 74 Peningkatan BUN dapat
disebabkan oleh hipovleia, syok,
sepsis dan infark miokard.
Peningkatan nilai keratin
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 3,26 3,63 2,9
disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke renal (disebabkan oleh
syok). (Pagana et al., 2018)
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 67 Peningkatan nilai SGOT
menunjukkan adanya kelainan
SGPT/ALT 10-41 U/I 48
pada hepar. Peningkatan SGPT

99
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Albumin 3,5-5,0 g/dl 2,57 disebabkan oleh adanyanya syok.
Penurunan nilai albumin dapat
Bilirubin Total <1,0 mg/dl 1,73
disebabkan oleh adanyaninfeksi.
Bilirubin direct <0,25 mg/dl 1,67 Peningkatan bilirubin dapat
disebabkan oleh adanya gangguan
Bilirubin indirect <0,75 mg/dl 0,06 pada hati (Pagana et al., 2018)
Amilase 13-53 mg/dl 9
Lipase 13-60 mg/dl 18
ENZIM JANTUNG
CK-MB 7-25 u/L 39 40 Peningkatan kadar CK-MB
menandakan adanya infark
- bila <1,0 miokard akut. Peningkatan kadar
Troponin I 0,1 0,1 troponin I menandakan adanyan
+ bila >1,0 infark miokard (Pagana et al.,
2018)
METABOLISME LEMAK
Kolesterol <200 mg/dL 135 104
HDL >50 mg/dL 3,4 9
Trigliserida <150 mg/dL 502 419
LDL <100 4
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 130
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 3,3
Chloride/Cl 98-106 mmol/l
BGA

100
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Suhu 37 37
Hb 11,1 13
Penurunan PCO2 menandakan
pH 7,35-7,45 7,41 7,4 pasien mengalami hipoksemia.
Penurunan nilai HCO3 dapat
pCO2 35-45 24,9 37,8
disebabkan oleh kelainan ginjal
pO2 80-100 162,3 93,3 akut. Peningkatan PO2
menandakan pasien mengalami
HCO2 21-28 15,8 23,3
hiperventilasi (Pagana et al.,
O2 Saturate >95% 99,9 99,9 2018).
Base excase (-)3 – (+) 3 -9,1 -1,4
Keterangan :
* dilakukan di RS. B

101
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
Asering mengandung NaCl. Kalium,
Kalsium, asetat, dan dextrose
17/03- Kadar elektrolit anhidrat, pasien diberikan asering
Asering IV 600cc/jam Hiponatermi
19/03 pasien untuk mengatasi hiponatremi dan
mempertahankan keseimbangan
elektrolit pasien (Drugs, 2018)
Infus NaCl 0,9% diberikan untuk
16/03-
NS 0,9% IV 1000cc/hari Hiponatremi Kadar elektrolit menjaga keseimbangan cairan dan
17/03
elektrolit pasien
16/03- 5 mcg/
IV Dobutamin merupakan agen inotropic
18/03 kgBB
Dobutamin Syok kardiogenik TD yang dapat meningkatkan tekanan
3 mcg/
19/03 IV darah pasien (Alldredge et al., 2013)
kgbb
Pasien didiagnosa pneumoni dan
17/03- Paracetamol sepsis. Pemberian paracetamol
Iv 3x1 gram Demam Suhu tubuh
19/03 infus diharapkan dapat menurunkan suhu
tubuh pasien (BNF 76, 2018).
Pasien mengalami batuk berdahak.
Pemberian NAC diharapkan dapat
Batuk berkurang membantu pasien mengurangi batuk.
17/03- Pneumonia (batuk
NAC Iv 3x200 mg dan dahak dapat NAC bekerja sebagai mukolitik
19/03 berdahak)
dikeluarkan dengan membuka ikatan disulfide
pada mikoprotein dan menurunkan
viskositas lender (Lact et al., 2015).
Azitromisin digunakan sebagai terapi
17/03- WBC, tanda
Azitromisin Iv 1x500mg Pneumonia CAP empiris untuk pneumonia CAP
19/03 tanda pneumonia
(PPAM,2018)
16/03- Cefoperazone IV 2x1gram Sepsis WBC, tanda Cefoperazone merupakan antibiotic

102
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
19/03 tanda sirs golongan sefalosporin yang
digunakan untuk mengatasi infeksi
ketika ada gangguan ginjal
(PPAM,2018)
Dispepsia dan
16/03- Mual dan muntah
Lansoprazole IV 1x30 mg profilaksis stress Pasien mengalami mual dan muntah
19/03 berkurang
ulcer
17/03- Mual dan muntah
Metoclopramide IV 3x10 mg Dispepsia Pasien mengalami mual dan muntah
19/03 berkurang
Enoxaparin Na (enoxaparin/LMWH)
adalah antitrombotik yang
menghambat factor Xa dengan
meningkatkan kecepatan inbihisi dari
clotting proteases pada aktivasi
antitrmbin III. Digunakan untuk
Pendarahan, nilai
16/03 Enoxaparin Na SC 1x0,6cc Antikoagulan pengobatan dan profilaksis
hb, ppt dan appt
tromboemboli vena dan mencegah
pembekuan selama sirkulasi
ekstrakorporeal. Digunakan juga
dalam manajemen angina tidak stabil,
ST-elevation infark miokard.
(Sweetman, 2009).
Aspirin adalah golongan NSAID dan
bertujuan sebagai anti-agregrasi
platelet. Mekanisme aspirin adalah
16/03- Asam asetil dengan menghambat sintesis TXA2
PO 1x80mg Antiplatelet Iritasi lambung
17/03 salisilat melalui inhibisi siklooksigenase
secara irreversibel. TXA2 merupakan
penginduksi kuat agregasi platelet.
(Neal, 2006).
Clopidogrel mengurangi antiagregasi
17/03-
Clopidogrel PO 1x75 mg Antiplatelet Iritasi lambung platelet dengan menghambat efek
18/03
ADP pada platelet secara reversible
103
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Lama penggunaan clopidogrel
setidaknya 14 hari sampai 28 hari
pada pasien yang juga mendapatkan
ASA (ACCF/AHA, 2013).
Atorvastatin dapat membantu
16/03- Tidak ada nyeri stabilisasi plaque pada acs melalui
Atorvastatin PO 1x40 mg ACS
19/03 dada efek pleotropic. Diharapkan tidak ada
serangan berulang (Ostalda,2012)
Diazepam dapat meningkatkan aliran
16/03- Tidak ada nyeri
Diazepam PO 1x2 mg HF darah coroner dan memicu kontraksi
19/03 dada
ventrikel kiri.
Laxadin diharapkan dapat
16/03- Tidak terjadi
Laxadin PO 1xC1 HF memperlancar BAB pasien sehingga
19/03 vagal reflex
pasien tidak perlu mengejan.
Pasien mengalami nyeri perut yang
diakibatkan oleh penggunaan aspirin.
17/03- Nyeri perut Penggunaan succralfat dihaarapkan
Succralfate PO 3xCI Nyeri perut
19/03 berkurang dapat mengurangi nyeri perut pasien
karena succralfate dapat melapisi
mukosa lambung
Oksigen diberikan karena pasien
mengeluh sesak sehingga
diharapkan dapat menjaga
16/03-
O2 Inh 2-4 lpm Sesak nafas RR oksigenasi jaringan yang adekuat
19/03
dan mengurangi kerja jantung.
Setelah pemberian terapi oksigen,
keluhan sesak mulai berkurang.
Pasien menglamai sesak nafas,
17/03- Nebule setelah pemberian nebul combiven
Inh 3x1 Sesak nafas RR
19/03 combiven diharapkan sesak nafas pasien dapat
berkurang.

104
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 18/03 Efek samping actual Pasien mengalami nyeri perut setelah mengonsumsi Rekomendasi pada dokter untuk
aspirin aspirin dihentikan dan diberikan
golongan antiplatelet yang lain

MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Nyeri dada Mengetahui efektivitas dari Aspiriin, Enoxaparin Na, clopidogrel dan atorvastatin
2 WBC, neutrophil Mengetahui efektivitas dari azitromisin dan cefoperazone.
3. Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari dobutamin
4 Batuk Mengetahui efektivitas dari NAC
5 BAB Mengetahui efektivitas dari laxadine
6 Nyeri perut Mengetahui efektivitas dari succralfate

KONSELING PADA PASIEN/KELUARGA PASIEN


No Materi Konseling
1 Dobutamin Tujuan pemberian dobutamin adalah untuk meningkatkan tekanan darah pasien.
2 Paracetamol infus Tujuan pemberian paracetamol adalah untuk mengatasi demam pada pasien
3 NAC Tujuan pemberian NAC adalah untuk membantu pasien mengeluarkan dahak saat batuk.
4 Azitromisin Tujuan pemberian azitromisin adalah untuk mengatasi infeksi yang dialami oleh pasien.
5 Cefoperazone Tujuan pemberian cefoperazone adalah untuk mengatasi infeksi yang dialami oleh pasien.
6 Tujuan pemberian lansoperazole adalah untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami oleh pasien,
Lansoprazole
serta mengurangi nyeri lambung pasien.
7 Metoclopramide Tujuan pemberian lansoperazole adalah untuk mengatasi mual dan muntah yang dialami oleh pasien,
8 Enoxaparin Na Tujuan pemberian enoxaparin na adalah untuk mencegah nyeri dada pada pasien
9 Tujuan pemberian asam asetil salisilat adalah untuk mencegah neyeri dada pada pasien, jika ada
Asam asetil salisilat
keluhan nyeri lambung sebaiknya dikonsultasikan ke dokter atau apoteker.
10 Clopidogrel Tujuan pemberian clopidogrel adalah untuk mengcegah nyeri dada pada pasien.
11 Atorvastatin Tujuan pemberian atorvastatin adalah untuk mencegah nyeri dada pada pasien
12 Diazepam Tujuan pemberian diazepam adalah untuk mencegah nyeri dada pada pasien, dan menyebabkan

105
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ketenangan pada pasien
13 Laxadin Tujuan pemberian laxadin adalah untuk membantu BAB pasien.
14 Succralfate Tujuan pemberian succralfate adalah untuk mengatasi nyeri lambung pasien.

106
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

DAFTAR PUSTAKA

Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A.,
Kradjan, W. A., & Williams, B. R., 2013. Applied Therapeutics: The Clinical Use
of Drugs. Philadelphia., Lippincott Williams & Wilkins.
CDK, Vol. 44, No. 9, pp. 623-626.
Dipiro, J. T. (Eds.). Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth Edition. United State
of America: The McGraw-Hill Education..
Galan, N. 2017. Newsletter Medical News Today: Azotemia: Symptomps, Types
Treatment diakses dari https://www.medicalnewstoday.com/articles/318938.php
pada 12 Juni 2019 pukul 7.49 WIB
Guntur HA. 2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret University Press.
NHS. 2014. Heart Attack. NHS Choice Information. Diakses dari www.nhs.uk pada 10
juni 2019
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung Edisi Pertama. Jakarta.
Pirozzi, N., Rejali, N., Brennan, M., Vohra, A., McGinley, T., & Krishna, M. G. (2016).
Sepsis: epidemiology, pathophysiology, classification, biomarkers and
management.
Purba, D.P., Lubis, H.S., Ginting, Y., 2017. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada
Sepsis.
Salifu, M.O. 2017. Jurnal Medscape: Azotemia diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/238545-overview pada 12 Juli 2019 pukul
7.32 WIB.
Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Vardeny, O., Tien., 2016. Chapter 6: Heart Failure. In: Chisholm-Burns, M. A.,
Schwinghammer, T. L., Wells, B. G., Malone, P. M., Kolesar, J. M.,
Wells, B.G. et al., 2009. Pharmacotherapy Handbook seventh., The McGraw Hill
Companies.
Wells, D.K. 2017. Artikel Heakthline: Azotemia diakses dari
https://www.healthline.com/health/azotemia pada 4 Juni 2019 pukul 7.26 WIB.
Williams, B. R. 2013. Koda-kimble and young's applied therapeutics: The clinical use
of drugs. Wolters Kluwer Health Adis (ESP).

107

Anda mungkin juga menyukai