OLEH:
ANDHARU OKTOBIO WICAKSONO, S.Farm
051813143155
Oleh:
Andharu Oktobio Wicaksono, S.Farm
051813143155
Disetujui Oleh:
Pembimbing
KASUS I
RUPTUR PERINIUM+ INTERNAL BLEEDING+ JOINT DISRUPTION +
OF SUPRACONDILIER LEFT FEMUR+ OF FEMUR
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang
1
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Faktur umumnya dapat terjadi karena 3 hal yaitu cedera, tekanan berulang
dan patologis. Faktur yang disebabkan cedera dapat berupa cedera langsung
maupun tidak langsung. Faktur yang disebabkan tekanan berulang adalah fraktur
yang terjadi karena diberi beban berat secara berulang-ulang seperti latian rutin
oleh atlet. Fraktur patologis disebabkan oleh patah tulang yang disebabkan oleh
osteoporosis, osteogenesis, metastasis dan kista tulang (Nayagam, 2010).
1.2.2 Manifestasi Klinis Fraktur
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pembengkakan, peningkatan suhu setempat, dan pergerakan tidak normal
(Duckworth, 2010).
1.2.3 Prinsip Penanganan Fraktur Terbuka
Prinsip penanganan fraktur terbuka menurut Sexton, 2014 adalah :
1. Menghentikan kerusakan pada ekstrimitas dan dilakukan penutupan luka
yang steril. Penanganan kerusakan jaringan dengan sebaik mungkin pada
keadaan steril untuk mengurangi resiko terjadinya kontaminasi.
2. Pemberian antibiotik awal secara intravena
Sebagian besar infeksi yang berkembang pada fraktur terbuka, bakteri
yang berkembang merupakan berasal dari flora normal pada kulit. Oleh
karena itu, antibiotik dengan spektrum luas yang mencakup bakteri gram
positif. Seperti pada golongan sefalosporin generasi I yang efektif terhadap
bakteri gram positif. Golongan sefalosporin generasi 1 dapat diberikan pada
semua tipe I, II, dan II fraktur terbuka. Antibiotik harus segera mungkin
diberikan pada pasien setelah terjadinya cedera, karena penundaan
pemberian antibiotik lebih dari 3 jam dapat menunjukkan peningkatan
resiko terjadinya infeksi.
3. Melakukan tindakan debridement luka
Debridement merupakan tindakan membuang semua jaringan mati pada
daerah patah tulang terbuka, baik benda asing maupun jaringan lokal yang
telah rusak atau mati. Sehingga diharapkan luka terbuka tersebut akan
bersih. Tujuan tindakan debridement dapat dilihat dari beberapa hal
dibawah ini, yaitu :
a. Dilihat dari perluasan luka dari area yang terjadi kerusakan
3
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
4
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
5
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
6
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : An. F Status : Umum
Umur/BB/TB : 7/18 kg/- MRS/KRS : 8-2-2019/
Keluhan Utama : Bengkak pada kaki kanan
Riwayat Penyakit Saat Ini : Post kecelakaan lalu lintas, bengkak pada kaki
kanan, keluar darah dari pinggang (perineum)
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Ruptur Perinium
2. Internal Bleeding
3. Joint Disruption
4. OF Supracondilier Left Femur
5. OF Femur
Riwayat Pengobatan : Paracetamol
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi : 1. Eksplorasi laparatomi (9/2)
2. Sigmoi dektomi repair (9/2)
3. Debridement (9/2)
4. Primary Otosure (9/2)
5. Second look (15/2)
6. Debridement (15/2)
7. Backslab (15/2)
Riwayat Penyakit :-
7
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
8
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
TANDA KLINIS
Nyeri :
DATA LAB:
HB: 10; RBC: 3,51; PCV: 27,5; NEutrofil 72,0; Limfosit 17,6
TERAPI :
Ranitidin 3x25 mg; Ampisul 750 mg/ 1 hari; Metronidazole 3x125
mg; Paracetamol infus 3x250 mg, Ringer Lactat 10 tpm
14/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 130; RR: 22; TD:87/57
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB :
RBC 3,86; PCV 30,4; Neutrofil 70,1; Limfosit 22,2
TERAPI :
Antrain 3x500 mg; Paracetamol infus 3x250 mg; Asering 1500 cc/
hari
15/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 108; RR: 20; TD: 100/70
TANDA KLINIS :
Nyeri
DATA LAB:
RBC: 3,03; Hb: 8,2; PCV 23,66’ neutrophil 82,1; limfosit 10,6
TERAPI :
*Antrain 3x500 mg; Ranitidin 3x25 mg; Metoclopramid 3x10 mg;
Cefazolin 2x750 mg
Antrain 3x500 mg, Ranitidin 3x25 mg , Paracetamol infus 3x250 mg,
Metoclopramid 3x10 mg; Cefazolin 2x750 mg.
16/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ; Nadi: 108; RR: 20; TD 100/70
TANDA KLINIS :
Nyeri
DATA LAB:
RBC: 3,89; PCV 31,3; Neutrofil 73; Limfosit 18,1
TERAPI :
PRC 200 cc; Antrain 3x200 mg; Ranitidin 3x25 mg.
17/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,4 ;Nadi: 100; RR: 24; TD 100/80
TANDA KLINIS
Nyeri
TERAPI :
Aminofluid 500cc/hari; Ranitidin 3x10 mg; Asering 1500 cc/ hari;
Albumin 500 cc/ hari.
18/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,9; Nadi : 100; RR: 22; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:
Albumin 3,23
9
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
TERAPI :
Asering 1500 cc/hari
19/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 36,8; Nadi: 102; RR: 22; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:
TERAPI:
Aminofluid 500 cc/hari; Asering 1500 cc/hari
20/02 TANDA TANDA VITAL
Suhu: 37,8; Nadi: 100; RR: 21; TD: 100/70
TANDA KLINIS
Nyeri
DATA LAB:
TERAPI:
Aminofluid 500 cc/hari ; Ringer Lactat 10 tpm; Asering 1500 cc/hari
10
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
11
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Tanggal
Obat Rute Dosis
15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20//2 21/2
PRC IV 200 cc
Albumin IV 500 cc/hari
Futrolit IV 1000cc/hari
Aminofluid IV 500cc/hari
D5 ½ NS IV 1400 cc/hari
Ringer Lactat IV 10 tpm
Asering IV 1500 cc/hari
Metoclopramid IV 3x10mg
Ranitidin IV 3x25 mg 10 mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari
Kalnex IV 3x200 mg
Paracetamol infus IV 3x250 mg
Antrain IV 3x500 mg 3x200mg
Ampisul IV 750 mg/1 hari
Cefazolin IV 2x750 mg
Metronidazol IV 3x125 mg
Keterangan
: Diberikan
12
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
TANDA-TANDA VITAL
Nilai Tanggal
Parameter
Normal 8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 37 36,7 39,4 37 36 36 36,2 36,4 36,9 36,8 37,8
Nadi 80-85
145 140 148 78 153 140 130 108 108 100 100 102 100
(x/menit)
RR (x/menit) 20 30 32 30 36 42 44 22 20 20 24 22 22 21
Tekanan 120/80
darah 100/75 95/70 90/52 102/74 102/74 104/71 87/57 100/70 100/70 100/80 100/70 100/70 100/70
(mmHg)
TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
8/2 9/2 10/2 11/2 12/2 13/2 14/2 15/2 16/2 17/2 18/2 19/2 20/2
Nyeri +++ ++ ++ ++ + + + + + + + + +
Demam
Mual (pasca
operasi)
Komentar:
• Pasien mengalami infeksi, dibuktikan dari laju nadi yang diatas 90x/menit, serta adanya hiperventilasi yang ditandai dengan laju nafas >
20x/menit (Irvan et al., 2018).
13
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DATA LABORATORIUM
NORMAL 11/2 11/2 20/02
PARAMETER 8/2 9/2 13/2 14/2 15/2 16/2 18/2
VALUE 11.41 14.01
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 3,9 11,5 7,3 8 10 18,9 8,2 10,7
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 1,47 4,78 2,59 2,82 3,51 3,86 3,03 3,89
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 103 / µL 20,03 12,15 11,65 15,6 7,39 11,42 10,45 6,98
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 11,1 32 20,8 22,4 27,5 30,4 23,66 31,3
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 219 104 103 129 98 168 248 319
ESR/LED 0-30 mm/hr 54mm/jam 60mm/jam
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0 0 0,6 0,4 0 1,4 0,1 1,1
Basofil 0–1 0 0 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1 0,1
Neutrofil 51 – 67 80,9 86,8 83,9 82,8 72,0 70,1 82,1 73
Limfosit 25 – 33 14,8 7,7 11,8 12,5 17,6 22,2 10,6 18,1
Monosit 2-5 4,3 5,5 3,6 4,2 10,3 6,2 7,1 7,7
Eosinofil Absolut 0,01 0 0,07 0,07 0 0,16 0,01 0,08
Basofil Absolut 0,01 0 0,01 0,02 0,01 0,01 0,01 0,01
Neutrofil Absolut 16,17 10,54 9,77 12,9 5,32 8,01 8,58 5,09
Limfosit Absolut 2,97 0,94 1,38 1,95 1,3 2,53 1,11 1,26
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,87 0,67 0,42 0,66 0,76 0,71 0,74 0,54
Immature Granulosit
2 0,4 0,7 0,9 0,9 0,8 0,9 1,3
(%)
Immature Granulosit 0,41 0,05 0,08 0,14 0,07 0,09 0,09 0,09
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 14,2 11,4
Kontrol 11,3 10,9
INR <1,5 detik 1,37 1,10
14
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 30,7 21,7
Kontrol 26,0 25,4
BLOOD CHEMISTRY
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 120
SGPT/ALT 10-41 U/I 31
Albumin 3,5-5,0 g/dl 2,18 2,97 3,23
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 132 137 136
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,38 3,58 3,84
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 110 106 100
URINALISIS
Kuning
Appearance
jernih
Spec. Gravity 1,001-1,030 1,025
Ph 5,0-8,0 5,5
Leucocyte 0-5/lpb -
Nitrite Neg -
Protein/Albumin Neg -
Glucose Neg -
Ketones Neg Trace
Urobilinoogen Neg atau <17 3,2
Bilirubin Neg -
Blood/RBC Neg 3+
TEST LAIN
Procalatonin 23,31
Inflamasi
(CRP Kuantitatif) <1,0 mg/dL 0,96
15
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Komentar:
• Hematologi
o Pasien mengalami tanda tanda sirs. Sirs ditandai terdapat 2 dari 4 kriteria pada pasien. Kriteria tersebut adalah temperatur
>38 atau <36, laju nadi >90x/menit, hiperventilasi dengan laju nafas>20x/menit, sel darah putih >12.000sel/microliter atau
<4000 sel/microliter (Irvan et al., 2018).
o Nilai HB pasien awal MRS dibawah normal, nilai eritrosit dan nilai hematocrit dibawah normal menandkan ada kondisi
anemia (Pagana et al., 2018).
• Hitung jenis
o Nilai neutrophil mengalami penurunan menandakan adanya stress fisik maupun emosinal, adanya inflamasi atau adanya
infeksi (Pagana et al., 2018).
o Nilai limfosit mengalami penurunan menandakan adanya sepsis (Pagana et al., 2018).
• Faal Hemostatis
o Nilai ppt dan apt diatas normal menunjukan adanya pendarahan
• Faal Hati
o Nilai albumin rendah menunjukan adanya infeksi akut, nekrosis jaringan atau stress (Pagana et al., 2018).
o Nilai SGOT diatas normal menunjukan adanya trauma tulang dan otot (Pagana et al., 2018)
16
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
Nilai Hb pasien pasien dibawah 10
Nilai HB, g/dL menunjukan pasien
Meningkatkan nilai
8/2, 16/2 PRC IV 200cc monitoring reaksi mengalami kekurangan darah
HB
alergi sehingga pasien diberi tranfusi
PRC.
Albumin pasien dibawah normal,
diberikan albumin untuk
meningkatkan kadar albumin
17/2 Albumin IV 500cc Hipoalbumin Nilai Albumin
sehingga tidak terjadi akumulasi
free drug pada pasien yang dapat
menyebabkan efek toksisitas.
Terapi cairan ini memberikan
ekspansi intrevaskular selama
beberapa waktu dan selanjutnya
menstabilkan ekspansi
8/2 Futrolit Resusitasi cairan Serum elektrolit
intravascular selama beberapa
waktu dengan mengganti cairan
yang hilang interstitial dan
intraseluler.
Aminofluid berisi asam amino,
Serum elektrolit,
8/2, 17/2, Memenuh kebutuhan glukosa dan elektrolit yang
Aminofluid IV 500cc KU, glukosa
19/2-21/2 kalori pasien diberikan sebagai maintenance
darah
status nutrisi pasien
9/2-10/2 1400cc
Terapi cairan, Diberikan untuk menunjang
11/2-12/2 D5 ½ Ns IV 1000cc KU
elektrolit dan nutrisi kebutuhan nutrisi pasien
14/2-15/2, 1500cc
17
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
17/2
Terapi cairan ini memberikan
ekspansi intrevaskular selama
beberapa waktu dan selanjutnya
menstabilkan ekspansi
17/2-21/2 Ringer Lactat IV 10 tpm Resusitasi cairan Serum elektrolit
intravascular selama beberapa
waktu dengan mengganti cairan
yang hilang interstitial dan
intraseluler.
Menjaga kondisi Ditunjukan sebagai asupan nutrisi,
Kondisi umum
17/2-21/2 Asering IV 1500cc/hr hemodinamik dan elektrolit dan menjaga
pasien
elektrlit pasien hemodinamik pasien.
Pasien mengalami mual dan
Mengurangi mual
15/2 Metoclopramid IV 3x10 mg Mual muntah muntal pasca operasi pada tanggal
muntah pasien
15/2
Mengurangi cairan lambung dan
Rasa tidak enak
8/2-12/2, Mencegah aspirasi meningkatkan pH lambung karena
Ranitidine IV 3x25 mg pada perut dan
15/2-17/2 dari asalm lambung kecemasan dapat meningkatkan
nyeri perut
sekresi asam lambung.
Profilaksis operasi
8/2 IV 750 mg Ampisul dapat digunakan sebagai
pada tanggal 8/2 WBC, tanda-
Ampisul profilaksis fraktur terbuka yang
Terapi lanjutan tanda infeksi
9/2-13/2 IV 3x500mg lebih dari 6 jam.
setelah profilaksis
Asam tranexamat digunakan untuk
9/2 Kalnex IV 3x200 mg Pendarahan Pendarahan menghentikan pendarahan pada
pasien
9/2-15/2 Paracetamol inf IV 3x250 mg
8/2 3x500 mg Suhu tubuh & Pasien mengalami kenaikan suhu
Demam & nyeri
9/2,15/2- Metamizol IV nyeri tubuh dan nyeri.
3x200 mg
21/2
18
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 - - - -
MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Nyeri Mengetahui efektivitas dari antrain, paracetamol
2 Mual muntah Mengetahui efektivitas dari metoclopramide
3. WBC, tanda infeksi Mengetahui efektivitas dari cefazolin, ampisul dan metronidazole
4 Pendarahan Mengetahui efektivitas dari asam tranexamat
6 Metamizol Tujuan pemberian metamizol adalah untuk mengatasi nyeri dan demam pada pasien
7 Cefazolin Tujuan pemberian cefazolin adalah pencegahan infeksi saat operasi
20
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Bennett, A.R., and Smith K.D., 2013. Open Fractures. Orthopaedics and
Trauma, Vol. 27 No. 1, p. 9-14.
Duckworth, T., and Blundell C.M., 2010. Orthopaedics and Fractures. 4th Edition
,Chicester : A John Wiley & Sons, Ltd., Publication. p.29.
Irvan, Febyan, Suparto, 2018, Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline
Terbaru, Jurnal Anestesiologi Indonesia.
21
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
KASUS II
CVA ICH BRAINSTEM+HT ST 2 +DERMATITIS SEBORHEIK+MILIARIA
CYSTALINA+DERMATITIS KONTAKIRITAN DT DIAPER+DM TIPE
II+INFEKSI SALURAN KEMIH
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang
21
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 CVA ICH
1.1.1 Definisi
CVA atau stroke merupakan penyakit cerebrovascular yang terjadi karena adanya
gangguan fungsi otak yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah yang
mensuplai darah ke otak (Wardhani & Santi, 2015). Stroke juga biasa disebut dengan
brain attack atau serangan otak, yaitu terjadi ketika bagian otak rusak karena
kekurangan suplai darah pada bagian otak tersebut. Oksigen dan nutrisi tidak adekuat
yang dibawa oleh pembuluh darah menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi
atau hubungan antar neuron (sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).
Stroke dapat diklasifikasi menjadi 2 katagori yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke hemoragik dibagi menjadi dua katagori yaitu intracerebraol
hemorrhage (ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH). ICH terjadi karena adanya
pendarahan dalam otak dan biasanya sering terjadi karena tekanan darah tinggi (Burns
et al., 2016).
1.1.2 Patofisiologi
Stroke ICH awalnya terjadi pada jaringan lunak lalu merembet melalui serat
jaringan parenkim otak. Ketika perdarahan terjadi pada bagian ventricular atau di
permukaan jaringan otak, maka darah dapat masuk ke cairan serebrospinal. Darah
hematoma membeku dan menjadi solid menyebabkan pembengkakan jaringan otak.
Selanjutnya darah diabsorbsi dan setelah makrofag membersihkan debris, terbentuklah
ruang intracranial yang memutus jalur sinyal otak (Caplan, 2016).
1.1.3 Manifestasi Klinis
Secara umum pasien dengan stroke mengalami defisit kognitif dan bahasa
sehingga diperlukan bantuan anggota keluarga untuk menjelaskan kronologis yang
terjadi pada pasien. Kemungkinan gejala yang dialami pasien adalah kelemahan pada
satu sisi tubuh, ketidakmampuan untuk berbicara, kehilangan penglihatan, vertigo, atau
jatuh. Pada stroke perdarahan biasanya mengeluh sakit kepala lebih parah dari pada
stroke iskemik (Burns et al., 2016).
1.1.4 Manajemen Terapi
Tatalaksana terapi umum pada stroke akut (Perdossi, 2011)
22
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.2.2 Patofisiologi
Tekanan darah (TD) dibagi menjadi dua yaitu sistolik (STD) dan diastolic
(DTD). STD menggambarkan keadaan saat kontraksi kardiak, sedangkan DTD terjadi
setelah kontraksi dan ruang dalam kardiak terisi. STD mengambarkan nilai puncak,
sedangkan DTD menggambarkan nilai nadir. TD dipengaruhi oleh dua hal yaitu cardiac
output dan total peripheral resistance, sehingga dapat digambarkan dalam rumus
matematis yaitu:
Tekanan darah = cardiac output x total peripheral resistance
Peningkatan cardiac output dapat disebabkan oleh peningkatan muatan cardiac
akibat peningkatan cairan karena natrium, dan konstriksi vena yang diakibatkan
23
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
b. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
c. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140 mmHg masih
diperbolehkan. (AHA/ASA, Class IIa, Level of evidence B).
d. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunan
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman (AHA/ASA, Class
IIa, Level of evidence B). Setelah kraniotomi, target MAP adalah 100mmHg.
24
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
25
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
yang aktif yang dapat mentrasformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam
lemak bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang
mengubah flora normal kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipid dan ROS
menyebabkan DS (Goldsmith et al., 2012).
1.3.3 Manifestasi Klinis
Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi pada usia 30-60 tahun.
Lesi dapat terlihat pada wajah di alis, dahi, kelopak mata, dan cuping hidung. Gelaja
yang ditemukan berupa eritema dan gatal disertai rasa terbakar dan gatal ringan
terutama di kulit kepala. Pencetus kekambuhan DS umumnya akibat stress emosional,
letih, depresi, perubahan suhu, hygiene pribadi, ajanan matahari, perubahan pola makan,
infeksi, obat dan berada di ruangan dingin cukup lama (Widaty & Marina, 2016).
1.3.4 Terapi Dermatitis Seborheik
Terapi untuk DS dapat mengunakan obat topikal dan obat sistemik. Prinsip utama
tatalaksana DS adalah mengontrol kondisi kulit dengan biaya seminimal mungkin.
Pilihan pengobatan untuk DS umumnya berupa obat antijamur, antiinflamasi, keratolitik
dan kalsineurin inhibitor (Widaty & Marina, 2016). Tabel 1.1 menunjukan pilihan
pengobatan dermatitis seboroik dan bukti kesahihannya.
Tabel 1.1 Pengobatan Dermatitis seboroik (Widaty & marina, 2016).
Golongan Nama obat Bukti kesahihan
Obat anti jamur Ketoconazol A
Siklopiroksolamin A
Sertakonazol C
Metronidazol A
Itrakonazol C
Kortikosteoid Hidrokortison A
Obat Kombinasi Anti Promiseb R B
inflamasi-antifungal
Kalsineurin Inhibitor Takrolimus B
Pimekrolimus B
26
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.4.2 Patofisiologi
Secara umum milliaria terjadi karena sumbatan pada saluran kringat. Sumbatan
ini menyebabkan pembengkakan yang menyebabkan milliaria. Hal yang terjadi saat
milliaria adalah
a. Sumbatan pada saluran kelenjar keringat
Milliaria terjadi ketika saluran kelenjar keringat tersumbat karena sel kulit
mati atau bakteri seperti Staphylococcus epidermidis. Perdangan akut pada saluran
keringat disebabkan oleh penyumbatan pori kulit yang dimaserasi (Nagpal et al.,
2017).
b. Retensi keringat ke kulit
Pada kondisi yang lembab atau panas, pasien akan menghasilkan keringat
namun karena adanya penyumbatan keringat tidak dapat mencapai kulit.
Penyumbatan ini mengakibatkan kebocoran keringat dalam perjalanan ke
permukaan kulit, baik di dermis atau epidermis. Pada milliaria crystalline terjadi
sedikit perdangan dan tidak ada gejala pada lesi (Nagpal et al., 2017).
c. Gangguan saluran
Keringat yang berlebihan menyebabkan hidrasi berlebih pada stratum
corneum yang dapat menyebabkan pecahnya saluran. Pecahnya saluran tidak
hanya disebabkan oleh sumbatan pada saluran namun, peningkatan natrium
klorida pada kulid, kelembaban tinggi, dan radiasi ultraviolet juga dapat
menyebabkan pecahnya saluran. (Nagpal et al., 2017).
27
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Mekanisme awal terjadinya DKI adalah adanya kontak antara kulit dengan bahan
iritan. Kontak ini mengaktifkan non-spesific imunity dan innate imunity yang
menyebabkan toksisitas dan aktivasi innate imunity sel sehingga terjadi
nekrosis,apoptosis dan aktivasi selular. Hal ini menyebabkan pelepasan sitokin dan
kemokin yang mengakibatkan inflamasi (Nosbaum et al.,2009). Gambar 1.1
menunjukan mekanisme terjadinya DKI.
28
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Pemilihan obat topikal untuk pasien dengan risiko tinggi dermatitis kontak
memerlukan pengetahuan yang cukup. Secara umum, bentuk sediaan salap lebih baik
dari pada krim dalam pengobatan dermatitis kontak. Hal ini disebabkan sediaan salap
umumnya memiliki potensi sensitisasi. Kortikosteoid topikal efektif pada sebagian
besar pasien dermatitis kontak, akan tetapi kortikosteroid topikal tidak boleh digunakan
terus menerus karena dapat menyebabkan takifilaksis dan beberapa efek samping
merugikan seperti atrofi dan stiriae (Sulistyaningrum et al., 2011).
1.6 DM Tipe 2
1.6.1 Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolic yang ditandai
dengan hyperglikemia. Umumnya DM berkaitan dengan abnormalitas metabolism
karbohidrat, lemak dan protein yang dapat mengakibatkan komplikasi kronis berupa
microvaskular, macrovaskular, dan gangguan neuropati (DiPiro et al., 2016).
Hiperglikemi pada pasien stroke umumnya disebabkanoleh beberapa hal yaitu
pada saat stroke hematoma dan edema jaringan menstimulasi hipotalamus untuk sekresi
hormone gula darah,, pemberian mannitol menghambat sekresi insulin dan
sensitivitasnya, jaringan perifer yang mengalami resistensi insulin sehingga
menurunkan metabolism glukosa (Sun et al., 2017).
1.6.2 Manajemen Terapi pada Stroke ICH (Perdossi, 2011)
1. Hindari kadar gula darah melebihi 180 mg/dl, disarankan dengan infus salin dan
menghindari larutan glukosa dalam 24 jam pertama setelah serangan stroke akan
berperan dalam mengendalikan kadar gula darah.
2. Indikasi dan syarat-syarat pemberian insulin : stroke hemoragik dan non hemoragik
dengan IDDM atau NIDDM.
3. Kontrol gula darah selama fase akut stroke.
1.7 Infeksi Saluran Kemih (ISK)
1.7.1 Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) didefinisikan sebagai keberaan mikroorganisme pada
saluran kemih. Organisme yang terdapat pada saluran kemih dapat menginvasi jaringan
saluran kemih dan struktur di sekitarnya. Infeksi dapat terbatas pada pertumbuhan
bakteri di urin saja yang tidak menunjukkan gejala, naun dapat menunjukkan gejala
29
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
terkait respons inflamasi terhadap invasi mikroba mulai dari asimtomatik bakteriuri
hingga pielonefritsi dengan bakterimia atau sepsis (DiPiro, 2014).
ISK dibagi menjadi 2 yaitu tanpa komplikasi dan dengan komplikasi. ISK tanpa
komplikasi ketika tidak ada abnormalitas pada structural dan fungsional dari saluran
kemih yang menanggu aliran urin. ISK dengan komplikasi umumnya terjadi lesi pada
saluran kemih seperti adaanya hipertrofi prostat, adanya batu dan lain-lain (DiPiro,
2014).
1.7.2 Patofisiologi
Bakteri dapat masuk ke saluran kemih melalui 3 cara yaitu rute ascending, rute
hematogen dan rute limfatik (Burns et al., 2016).
1. Rute ascending terjadi saat bakteri membentuk koloni di uretra yang kemudian
berpindah ke atas menuju kantong kemih dan menyebabkan cystitis. Rute ini
juga menunjukkan ISK lebih banyak terjadi pada perempuan dibandingkan
pada laki laki dikarenakan memiliki uretra yang lebih pendek serta pada
perempuan posisi lebih dekat terhadap area perirectal (Burns et al., 2016)
2. Rute hematogen terjadi melalui tumbuhnya bakteri patogen di saluran kemih
yang dibawa melalui suplai darah. Bakteri patogen ini mempresentasikan
infeksi pada beberapa tempat lain dalam tubuh. Contohnya adalah
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan abses pada ginjal melalui rute
hematogen (Burns et al., 2016)
3. Sistem limfatik menghubungkan kantong kemih dengan ginjal demikian pula
antara usus dengan ginjal yang memungkinkan menjadi celah bagi bakteri
untuk berpindah dan dapat menyebabkan infeksi (Burns et al., 2016).
1.7.3 Manifestasi Klinis
Gejala ISK bervariasi meliputi asimptomatik, disuria, polakisuria, urgensi, nyeri
suprapubik, panas sampai menggigil, nyeri kosto-vertebral, mual-muntah. Infeksi
kandung kemih (cystitis) menyebabkan rasa ingin berkemih yang mendesak, sering,
tidak nyaman, dan dengan volume yang kecil. Dapat juga ditemui rasa nyeri atau
sensasi terbakar pada saat berkemih (disuria). Pada infeksi ginjal akut (pyelonephritis
akut) sering muncul gejala demam, malaise, menggigil, dan nyeri pinggang (Reynard et
al., 2009).
1.7.4 Manajemen terapi
30
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
31
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Ny. K Status : BPJS
Umur/BB/TB : 58/-/- MRS/KRS : 17-02-2019/
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran
Riwayat Penyakit Saat Ini : Penurunan kesadaran disertai lemas dan muntah
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. CVA ICH Brainstem
2. HT st II
3. Hipokalemia
4. Dematitis SOborik
5. Miliaria Cystalina
6. Dermatitis Kontakiritan dt Diaper
7. DM tipe II
8. Infeksi Saluran Kemih
Riwayat Pengobatan : 1. RS. B
Inf NS 20 tpm
Inj Citicolin 250 mg
Inj Ranitidin 1 ampul
Inj ondansetron 4 mg
Inj santagesik 1 gram
Nicardimpin drip 9 cc/jam
2. IGD RSSA
Inj Citicolin 250 mg
Inj Metoclopramid 10 mg
Inj Metamizol 1 g
Inj Omeprazol 40 mg
Inf NS
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit :-
32
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
33
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
34
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
35
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Tanggal
Obat Rute Dosis
18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2
IVFD NaCl 0,9% IV 20 tpm ✓ ✓ ✓ ✓
IVFD Asering IV 20 tpm ✓ ✓
Citicolin Iv 2x250 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Manitol Iv 6x100 cc ✓ 5x100cc 4x100cc 3x100cc 2x100cc 1x100cc
Omeprazol IV 1x40mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Metoclopramid Iv 3x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Antrain Iv 3x1gram ✓
Ciprofloxacin Iv 2x400mg
Levemir IM 10 unit ✓ ✓
Aspar-K po 2x300mg ✓ ✓ ✓
Amlodipin po 1x10 mg ✓ ✓ ✓ 2x10 mg
Valsartan Po 2x160 mg ✓ ✓
Ketoconazol Cr 2% Topical 2 dd ue ✓ //
Hidrocortison cr 2% Topical 2 dd ue ✓ ✓
Calamine lotion Topical 2 dd ue ✓ ✓
36
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Tanggal
Obat Rute Dosis
24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
IVFD NaCl 0,9% IV 20 tpm ✓ ✓ ✓
IVFD Asering IV 20 tpm ✓ ✓ ✓
Citicolin Iv 2x250 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Manitol Iv 6x100 cc
Omeprazol IV 1x40mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Metoclopramid Iv 3x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Antrain Iv 3x1gram ✓
Ciprofloxacin Iv 2x400mg ✓ ✓ ✓
Levemir IM 10 unit ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Aspar-K po 2x300mg
Amlodipin po 2x10 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Valsartan Po 2x160 mg ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Ketoconazol Cr 2% Topical 2 dd ue
Hidrocortison cr 2% Topical 2 dd ue ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Calamine lotion Topical 2 dd ue ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Keterangan
✓ : Diberikan
// : Dihentikan
37
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
TANDA-TANDA VITAL
Tanggal
Parameter Nilai Normal
17/2 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 37,4 36,7 37,3 37,1 37
Nadi (x/menit) 80-85 78 67 86 78 90 88 84
RR (x/menit) 20 22 20 20 20 19 22 22
Tekanan darah (mmHg) 120/80 167/91 140/100 160/100 150/90 140/90 190/100 180/90
Tanggal
Parameter Nilai Normal
24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
Suhu (oC) 36-37 36,5 36 37 36 37 36,7
Nadi (x/menit) 80-85 88 84 88 82 86 85
RR (x/menit) 20 88 84 88 82 86 85
Tekanan darah (mmHg) 120/80 120/80 140/90 130/90 130/80 120/80 140/90
TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
17/2 18/2 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2 28/2 1/3
Kesadaran 324 456 456 456 456 156 456 456 456 456
Gatal - ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
Komentar :
• Selama MRS, tekanan darah pasien mengalami fluktuatif meskipun sudah diberikan obat antihipertensi. Target tekanan darah untuk
pasien stroke dengan hipertensi adalah 140/90 (Appleton et al., 2016).
38
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DATA LABORATORIUM
PARAMETER NORMAL VALUE 17/02 17/02 18/02 21/02 23/02 24/02 26/02 Komentar
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 15,2 15,1 -
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 5,31 5,25
3
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL 9,36 9,5
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 43,7 43,1
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 196 198
HITUNG JENIS
FAAL HEMOSTATIS
PPT -
Pasien 9,4-11,3 detik 10,3
Kontrol 11,1
INR <1,5 detik 0,99
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 23,1
Kontrol 25,4
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl 186 125 Kenaikan nilai gula darah pada
Glucose 2 PP <130 mg/dl 196 156 pasien disebabkan oleh pasien
Glucose Random <200mg/dl 229 190 194 194 162 158 mengalami stroke yang dapat
meningkatkan gula darah
HbA1C <5,7% 12% pasien(Helgason, 1988).
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 19,6 17,9 -
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 0,41 0,52
Asam Urat 2,4 – 5,7 mg/dL 2,8
FAAL HATI
39
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
40
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
41
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
18/02-
20/02, Menjaga Infus NaCl 0,9% diberikan untuk
IVFD NaCl
23/02- IV 20 tpm keseimbangan cairan Kadar elektrolit menjaga keseimbangan cairan dan
0,9%
25/02 dan dan elektrolit elektrolit pasien
28/02
Asering mengandung NaCl. Kalium,
Kalsium, asetat, dan dextrose
Memenuhi
21/02- anhidrat, pasien diberikan asering
kebutuhan cairan
22/02 dan IVFD Asering IV 20 tpm Kadar Elektrolit untuk mengatasi hiponatremi dan
pasien dan mengatasi
28/02 mempertahankan keseimbangan
hiponatremi pasien
elektrolit pasien (Drugs, 2018)
42
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
43
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
44
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
45
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 19/02, Ada indikasi tetapi tidak Suhu tubuh pasien diatas 37 tetapi tidak diberikan Menyarankan ke dokter untuk
21/02- diterapi antipiretik memberikan terapi tambahan
23/02
2 22/02- Ada indikasi tetapi tidak Tekanan darah sistolik > 180 merupakan HT Menyarankan ke dokter untuk
23/02 diterapi emergency dan dapat diberikan terapi nicardipin memberikan terapi tambahan
agar penurunan tekanan darah lebih cepat
3 18/02 Tidak ada indikasi tetapi Pasien diberikan metamizol tetapi pasien tidak Menyarankan ke dokter untuk
diterapi mengalami nyeri ataupun demam menghentikan terapi
4 23/02 – Dosis terlalu tinggi Amlodipin digunakan 2x10 mg, sedangkan dosis Menanyakan ke dokter pertimbangan
1/03 lazim amlodipine 1x10 mg penggunaan 2x10 mg
MONITORING
No Parameter Tujuan
1 GCS Mengetahui efektivitas dari citicolin dan mannitol
2 Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari amlodipine, dan valsartan
3 Gatal Mengetahui efektivitas dari hidrokortison dan calamine
4 Kadar kalium Mengetahui efektivitas dari Aspar-K
5 GDP Mengetahui efektivitas dari Levemir
6 Rasa tidak enak diperut, mual muntah Mengetahui efektivitas dari omeprazole dan metoclopramid
No Materi Konseling
1 Aspar-K Tujuan pemberian clonidine adalah untuk memperbaiki kadar kalium pasien.
2 Amlodipin Tujuan pemberian amlodipin adalah sebagai antihipertensi.
3 Tujuan pemberian valsartan adalah sebagai antihipertensi. Valsartan diminum 2x sehari pagi dan
Valsartan
malam
5 Ketoconazol Cr 2% Tujuan pemberian sediaan topical adalah untuk mengurangi rasa gatal. Sediaan topical digunakan
6 Hidrocortison cr 2% dengan cara mengoleskan setipis mungkin sediaan.
7 Calamine lotion
47
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Appleton, J. P., Sprigg, N., & Bath, P. M. (2016). Blood pressure management in acute
stroke. Stroke and vascular neurology, 1(2), 72-82.
Avendano-Reyes, J. M., & Jaramillo-Ramirez, H. (2014). Prophylaxis for stress ulcer
bleeding in the intensive care unit. Revista de Gastroenterología de México
(English Edition), 79(1), 50-55.
Brasch, J., Becker, D., Aberer, W., Bircher, A., Kränke, B., Jung, K., ... & Elsner, P.
2014. Guideline contact dermatitis. Allergo journal international, 23(4), 126-
138.
Caplan, L. R. 2016. Caplan's stroke. Cambridge University Press.
Burns, M. A., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. 2016. Pharmacotherapy
principles and practice. McGraw-Hill.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Wells, B. G., & Posey, L. M.
2014. Pharmacotherapy: a pathophysiologic approach New York: McGraw-
Hill Education.
Frans, S. D., 2010. Farmakologi Klinik Citicoline.
Goldsmith, L. A., Gilchrest, B. A., Katz, S. I., Paller, A., & Wolff, K.
2012. Fitzpatrick's dermatology in general medicine. McGraw-Hill Medical.
Nagpal, M., Singh, G., Paramjot, Aggarwal, G., 2017. Milliaria : An Update. Research
Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical, Vol 8(4).
Nosbaum, A., Nicolas, J. F., & Lachapelle, J. M. 2012. Pathophysiology of allergic and
irritant contact dermatitis. In Patch Testing and Prick Testing (pp. 3-9).
Springer, Berlin, Heidelberg.
Helgason, C. M. (1988). Blood glucose and stroke. Stroke, 19(8), 1049-1053.
PERDOSSI, 2011, Guideline Stroke. Jakarta
Sulistyaningrum, SK., Widaty, S., Triestianawati, W., Daili, E S E., 2011, Dermatitis
Kontak Iritan dan Alergik pada Geriatri, Media Dermato-Venereologica
Indonesiana vol.38 No.1.
Wardhani, I.O., & Santi M. 2015. Hubungan Antara Karakteristik Pasien Stroke dan
Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi. Jurnal Berkala
Epidemiologi. Vol. 3, No. 1
Widaty, S., Marina, A., 2016, Pilihan Pengobatan Jangka Panjang Pada Dermatitis
Seboroik, Media Dermato-Venereologica Indonesiana vol.43 no.4.
48
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
KASUS III
ALO+HT STAGE II ON TREATMENT+AHF PRECIPATING FACTOR POOR
COMPLIANCE + CKD ST 5+ NAUSEA VOMITTING
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang
49
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Acute Lung Oedem (ALO)
1.1.1 Definisi
Acute Lung Oedeme (ALO) atau edema paru adalah suatu keadaan dimana terjadi
perpindahan cairan dari vascular paru ke interstisial dan aveoli paru. Pada edema paru
terdapat penimbunan carian serosa atau serosanguinosa secara berlebihan di dalam
ruang interstisial dan alveoli paru. Edema paru diklasifikasikan menjadi 2 yaitu
kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru kardiogenik disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang terjadi akibat perfusi berlebihan,
sedangkan edema paru non-kardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas
kapiler paru dan reekspansi edema paru (Rampengan, 2014).
1.1.2 Patofisiologi
Dalam keadaan normal, cairan akan berpindah dari vascular ke ruang interstitial
berdasarkan tekanan hydrostatic, tekanan osmotic protein dan permeabilitas dari
membrane kapiler. Pada edema paru kardiogenik terjadi peningkatan tekanan
hydrostatic sehingga peningkatan filtrasi cairan transvaskular juga meningkat. Bila
tekanan interstisial paru lebih besar daripada tekanan intrapleural maka cairan bergerak
menuju pelura yang menyebabkan efusi pleura (Rampengan, 2014 ; Ware, 2005).
50
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
51
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
52
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
53
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
emergency (DiPiro et al., 2014). Tabel I.1 menunjukan klasifikasi tekanan darah pada
pasien dewasa.
Tabel I.1 Klasifikasi Tekanan Darah pada Dewasa (DiPiro, 2014).
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 >160 >100
Hipertensi emergency >180 >120
1.2.2 Patofisiologi
Tekanan darah (TD) dibagi menjadi dua yaitu sistolik (STD) dan diastolic (DTD).
STD menggambarkan keadaan saat kontraksi kardiak, sedangkan DTD terjadi setelah
kontraksi dan ruang dalam kardiak terisi. STD mengambarkan nilai puncak, sedangkan
DTD menggambarkan nilai nadir. TD dipengaruhi oleh dua hal yaitu cardiac output dan
total peripheral resistance, sehingga dapat digambarkan dalam rumus matematis yaitu:
Tekanan darah = cardiac output x total peripheral resistance
Peningkatan cardiac output dapat disebabkan oleh peningkatan muatan cardiac
akibat peningkatan cairan karena natrium, dan konstriksi vena yang diakibatkan
stimulasi terhadap renin-angiotensin-system (RAAS) dan aktivitas yang berlebihan pada
saraf simpatis.
Peningkatan peripheral resistance disebabkan oleh fungsi kontriksi vascular dan
hiperatrofi struktur vascular. Fungsi konstriksi vascular dipengaruhi oleh stimulasi
berlebihan pada RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic dan faktor turunan
endotel. Hiperatrofi struktur vascular dapat disebabokan oleh stimulasi berlebihan pada
RAAS, aktivitas berlebihan saraf simpatis, genetic, faktor turunan endotel, dan
hperinsulinemia karena sindrom metabolic (DiPiro et al.,2014).
54
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
55
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.3.2 Patofisiologi
Cardiac output (CO) didefinisikan sebagai volume darah yang diejeksi per satuan
waktu (L/menit) dan penentu utama untuk perfusi jaringan. CO dapat digambarkan
secara matematis berupa:
Cardiac output = Heart Rate X Stroke Volume
Heart Rate (HR) dipengaruhi oleh sistem saraf otonom, stimulasi pada reseptor
beta adrenergic akan menyebabkan peningkatan HR dan CO. Stroke volume (SV)
adalah volume darah yang diejeksi setiap systole. SV ditentukan oleh preload, afterload
dan kontraktilitas (Burns et al., 2016).
HF umumnya merupakan hasil dari 4 mekanisme pathogenesis yaitu volume
overload, pressure overload, myocardial loss dan disfungsi diastolic. Volume overload
umumnya menyebabkan peningkatan preload yang disebabkan oleh peningkatan intake
garam dan air, kepatuhan yang buruk, disfungsi renal, dan hipertiroidism. Disfungsi
renal dapat menyebabkan anemia sehingga terjadi inflamasi dan aktivasi RAAS.
Aktivasi angiotensin II pada RAAS menyebabkan peningkatan afterload sehingga
kebutuhan oksigen miokardial meningkat (Tubaro, 2015; House,2018).
1.3.3 Manifestasi Klinis
HF umumnya memiliki manifestasi klinis berupa sesak nafas, batuk, nyeri perut,
nyeri dada, muntah, lemas, takikardi, dan edema paru (Burns et al., 2016).
1.3.4 Manajemen Terapi
Target terapi dari AHF adalah mengurangi kongesti dan optimalisasi CO
menggunakan diuretik IV, vasodilator IV dan agen inotropic jika diperlukan (Burns et
al., 2016).
a. Diuretik
Loop diuretik seperti furosemide, bumetanid, torsemid adalah diuretik yang
digunakan untuk AHF. Diuretik mengurangi preload dengan fungsi venodilatasi 5
sampai 15 menit dari pemberian dan meningkatkan ekskresi air dan natrium. Hal
ini mempercepat perbaikan dari gejala kongesti paru. Loop diuretic yang umum
digunakan adalah furosemide. Dosis furosemide dapat diberikan 40-80 mg/hari
pada keadaan ginjal normal, pada pasien dengan gangguan ginjal atau gagal
jantung dapat ditingkatkan menjadi 160-200 mg/hari (Burns et al., 2016).
56
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
b. Vasodilator
Vasodilator IV dapat menuruntukan dengan cepat arterial tone, sehingga
menurunkan SVR dan meningkatkan SV dan CO. Vasodilator juga menyebabkan
konsumsi oksigen miokardial dan mengurangi kerja dari ventrikel. Beberapa
contoh vasodilator yang dapat digunakan berupa nitrogliserin, nitroprusid, dan
nesritide (Burns et al., 2016).
1.4 Chronic Kidney Disease (CKD)
1.4.1 Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau gagal ginjal kronis adalah abnormalitas pada
struktur atau fungsi dari ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Kelainan struktur
ditandai dengan adanya albuminuria lebih dari 30 mg/24 jam, klirens kreatinin lebih
dari 30 mg/g, dan hematuria. Kelainan fungsional ditandai dengan glomerular filtration
rate (GFR) kurang dari 60 mL/menit/ 1,73m2 (Burns et al., 2016). Klasifikasi CKD
berdasarkan GFR ditunjukkan oleh tabel I.2.
Tabel I.2 Klasifikasi CKD berdasarkan nilai GFR (Burns et al., 2016).
Katagori GFR GFR Deskripsi Katagori
(ml/menit/1,73m2)
G1 >90 Keruskan ginjal Stage I
dengan GFR normal
atau meningkat
G2 60-89 Kerusakan ginjal Stage 2
dengan penurunan
GFR ringan
G3a 45-59 Keruskan ginjal Stage 3
dengan penurunan
GFR ringan sampai
sedang
G3b 30-44 Keruskan ginjal Stage 3
dengan penurunan
GFR sedang sampai
berat
G4 15-29 Keruskan ginjal Stage 4
dengan penurunan
GFR berat
G5 <15 atau dialysis Gagal Ginjal Stage 5 (ESKD,
perlu dialysis)
57
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.4.2 Patofisiologi
Beberapa faktor dapat menyebabkan kerusakan awal pada ginjal. Kerusakan ini
lama kelamaan meyebabkan progresifitas dari CKD dan menjadi kerusakan yang
irreversible menuju ESKD. Kerusakan pada ginjal menyebabkan penurunan jumlah
nefron yang fungsional. Nefron yang tidak rusak akan mengalami hipertrofi untuk
meningkatkan filtrasi glomerulus dan fungsi tubular (Burns et al., 2016).
Angiotensin II dibutuhkan untuk menjaga hiperfiltrasi dari nefron fungsional.
Angiotensin II merupakan vasokonstriktor poten pada arteriol aferen dan eferen
sehingga meningkatkan tekanan pada kapiler glomerulus. Peningkatan tekanan pada
kapiler glomerulus melebarkan pori pada membrane glomerular sehingga menyebabkan
lolosnya protein pada glomerulus (Burns et al., 2016).
Protein yang lolos dari glomerulus diabsorbsi pada tubulus, sehingga
mengaktifkan sel tubulus untuk menghasilkan sitokin inflamasi dan vasoactive. Sitokin
ini menyebabkan kerusakan pada interstitial dan kehilangan nefron dalam jumlah yang
banyak (Burns et al., 2016).
58
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
59
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Ny. E Status : BPJS
Umur/BB/TB : 27 MRS/KRS : 19 Februari 2019/27 Februari 2019
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Riwayat Penyakit Saat Ini : Sesak nafas sejak 1 minggu saat aktivitas maupun
istirahat, riwayat CKD 7 bulan yang lalu, rutin HD 2x
seminggu (selasa dan Jumat)
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Acute Lung oedem
2. HT st.2 on Treatment
3. AHF precipating factor poor compliance
4. CKD st 5
5. Nausea Vomitting
Riwayat Pengobatan : Amlodipin 10 mg
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit : Penyakit Ginjal (CKD)
60
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
61
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
22/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36 ,4
Nadi : 95x/menit
RR : 21 x/meni
TD: 140/100
TANDA KLINIS
Sesak, UOP 30 cc/hari, nyeri punggung, sulit tidur, mual
DATA LAB :
BUN : 30,3 mg/dl
Creatinin : 3,35 mg/dl
pH Darah : 7,29
PCO2 : 32,6
HCO3 : 15,9
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
O2 4 lpm
Pasien menjalani HD
23/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36
Nadi : 87x/menit
RR : 21 x/meni
TD: 150/100
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
DATA LAB :
BUN : 61,6 mg/dl
Creatinin : 5,83 mg/dl
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
62
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
63
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
Pasien menjalani HD
27/02 TANDA TANDA VITAL :
Suhu: 36,5
Nadi : 93x/menit
RR : 20x/meni
TD: 170/110
TANDA KLINIS
Nyeri punggung, dahak yang sulit dikeluarkan, mual
TERAPI :
Furosemide iv 3x40 mg
Metoclopramid iv 3x10 mg
Omeprazol iv 1x40 mg
Metamizol iv 3x500 mg
Clonidin po 3x0,15mg
Captopril 3x25 mg
ISDN PO 3x5 mg
NAC 3x200 mg
O2 4 lpm jika perlu
64
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
65
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
TANDA-TANDA VITAL
Nilai Tanggal
Parameter
Normal 19/2 20/2 21/2 22/2 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2
Suhu (oC) 36-37 36 36 36 36,6 36 36,5 36,5 36,6 36,5
Nadi (x/menit) 80-85 84 84 84 95 87 100 95 92 93
RR (x/menit) 20 24 24 24 21 21 24 22 20 20
Tekanan darah 120/80 180/70 170/80 170/80 140/100 150/100 170/100 150/90 180/90 170/110
(mmHg)
TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
19/2 20/2 21/2 22/3 23/2 24/2 25/2 26/2 27/2
Sesak - - - - -
Mual
Sakit Kepala
Kesadaran (GCS) 456 356 456 456 456 456 456 456 456
Sulit tidur
Nyeri Punggung
Sulit tidur
Batuk berdahak sulit dikeluarkan
UOP (cc/hari) 100 cc 50 cc 30 cc 50 cc 50 cc 50cc
Komentar :
• Selama MRS, tekanan darah pasien mengalami fluktuatif meskipun sudah diberikan obat antihipertensi. Target tekanan darah untuk
pasien CKD dengan hipertensi adalah 140/90 (Siragy & Carey, 2010).
• Pasien mengalami sesak nafas diakibatkan ALO yang diderita. Pasien mendapatkan terapi oksigen untuk mengatasi sesak napas.
• Urin yang dihasilkan oleh pasien kurang dari normal diakibatkan oleh CKD yang dialami oleh pasien.
66
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DATA LABORATORIUM
PARAMETER NORMAL VALUE 18/02 20/02 22/02 26/02 Komentar
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,4 – 15,1 12,20 11,6 12,4 13,8
Eritrosit (RBC) 4,0 – 5,0 3,94 3,78 4,05 4,4
3
Leukosit (WBC) 4,7 – 11,3 10 / µL 9,97 11,68 11,05 8,44 -
Hematrokit (PCV) 38 – 42% 36,4 33,7 36,6 37,9
Trombosit (PLT) 142 – 424 103 / µL 233 218 251 267
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose Random <200mg/dl 121 103 101 -
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 158,4 61,6 30,3 184,8 Kenaikan nilai BUN.
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 11,83 5,83 3,35 14,85 Creatinin dan Asam Urat
menunjukan pasien
mengalami gagal ginjal
Asam urat 2,7-,73 mg/dl 10,3 (Pagana et al., 2019)
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 25
SGPT/ALT 10-41 U/I 18
Albumin 3,5-5,0 g/dl 4,65 -
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 135 137 132 136
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 4,38 3,47 3,27 4,94
Chloride/Cl 98-106 mmol/l 106 100 106 100
Calcium/Ca 7,6-11,0 mmol/l 10,1
Phosphat/PO4 2,5-7,0 mmol/l -
BGA
Suhu 11,3 Penurunan nilai pH dan
67
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
68
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
18/02 – Udema Paru Furosemide merupakan golongan loop
IV 3x 40 mg
27/02 Hipertensi diuretic yang dapat digunakan pada
udema paru. Penggunaan furosemide
akan mengurangi sesak nafas pasien
dan preload. Selain itu loop diuretic
dapat digunakan untuk terapi
Sesak nafas
antihipertensi pada pasien gangguan
Furosemide berkurang
ginjal atau gagal jantung (BNF 76,
KRS PO 1x20 mg Pencegahan Udem Tekanan darah
2018).
Dosis furosemide (BNF 76, 2018)
- IV/ IM : 20-50 mg satu kali
penggunaan, maximum 1,5
gram/hari
- PO : 20-40 mg/hari.
Data klinik pasien menunjukan pasien
18/02- Mual dan muntah mengalami mual. Penggunaan
Metoclopramide IV 3x10 mg Mual dan Muntah
27/02 berkurang antiemetic diharapkan dapat
mengurangi mual pada pasien.
18/02- Data klinik pasien menunjukan pasien
1x40 mg
27/02 mengalami mual. Selain itu
omeprazole diharapkan mengurangi
Mual dan muntah efek stress ulcer akibat pasien MRS.
Omeprazol IV Mual dan Muntah
berkurang Dosis omeprazole untuk profilaksis
KRS 1x20 mg
stress ulcer
- IV : 40 mg (2 dosis)/ 6-8 jam dihari
pertama, lalu 20-40 mg/hari
69
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
70
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
71
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 18/02- Efek samping obat Furosemide+Captopril Monitoring tekanan darah
27/02 Resiko hipotensi
2 22/02 Interaksi obat Metoclopramid + Alprazolam
Meningkatkan risiko depresi CNS
Omeprazol + Alprazolam
Meningkatkan risiko depresi CNS
MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Sesak nafas Mengetahui efektivitas dari furosemide, ISDN.
2 Mual muntah Mengetahui efektivitas dari metoclopramide dan omeprazole
3 Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari captopril, furosemide, dan clonidine.
4 Nyeri punggung Mengetahui efektivitas dari antrain.
72
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
No Materi Konseling
1 Pemberian clonidine po Tujuan pemberian clonidine adalah sebagai antihipertensi. Clonidin diminum 3x sehari setelah
makan.
2 Pemberian captopril po Tujuan pemberian captopril adalah sebagai antihipertensi. Captopril diminum 3x setelah makan
3 Pemberian ISDN po Tujuan pemberian ISDN adalah sebagai antihipertensi, dan pencegah rasa nyeri di dada. ISDN
digunakan dengan meletakkan tablet dibawah lidah dan digunakan 3x sehari.
4 Pemberian alprazolam po Tujuan pemberian alprazolam adalah untuk mengurangi kecemasan pasien. Alprazolam diminum 1x
sehari saat pasien tidak bisa tidur
5 Pemberian NAC po Tujuan pemberian NAC adalah untuk membantu pasien mengeluarkan dahak. NAC diminum 3x
sehari setelah makan.
6 Pemberian allopurinol po Tujuan pemberian allopurinol adalah untuk mengurangi rasa nyeri di punggung pasien. Allopurinol
diminim 1 tablet tiap 2 hari.
7 Pemberian omeprazole po Tujuan pemberian omeprazole adalah untuk mengurangi rasa mual pasien. Omeprazol diminum 1x
sehari
8 Pemberian paracetamol po Tujuan pemberian paracetamol adalah untuk mengurangi rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
Paracetamol diminum 3x sehari.
73
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
74
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
KASUS IV
SHOCK CARDIOGENIC DT SEPTIC DD HYPOVOLEMIC + NSTEMI ACS
KILIP IV TIMI 1/7 GRACE 206+HF ST CFC II DT CAD+DYSPEPSIA
SYNDROME +PNEUMONIA CAP+ AZOTEMIA+SEPTIC CONDITION
Di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Saiful Anwar, Malang
75
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Shock Cardiogenic
1.1.1 Definisi
Syok adalah sindrom yang ditandai dengan gangguan ada perfusi jaringan dan
umumnya ditandai dengan hipotensi. Gangguan ini umumnya menyebabkan disfungsi
selular yang diikuti dengan kerusakan organ dan kematian jika tidak ditangani.
Penyebab umum syok adalah reduksi volume intravascular (syok hipovolemik),
kegagalan pompa miokardial (syok kardiogenik) atau peningkatan kapasitan vascular
(syok sepsis) (Alldredge et al., 2013).
Syok kardiogenik umumnya disebabkan oleh 2 hal yaitu penyebab mekanis dan
penyebab non-mekanis. Penyebab mekanis yaitu rupture dari septum, rupture atau
disfungsi pada otot papiper, stenosis aorta kiris, dan tamponade pericardial. Penyebab
non-mekanis adalah infark miokard akut, sindroma penurunan cardiac ouput, infark
ventrikel kanan dan kardiomiopati stage akhir (Alldredge et al., 2013).
1.1.2 Patofisiologis
Perfusi jaringan adalah proses kompleks penghantaran oksigen dan nutrisi. Ketika
terjadi gangguan pada perfusi, akan terjadi jalur iskemik, pelepasan sitoken inflamasi
endogen, dan pembentukan radikal oksigen. Sel akan memulai metabolism anaerob saat
iskemi. Proses ini akan menurunkan penyimpanan ATP dan meningkatkan produksi
asam laktat serta senyawa toxic lainnya yang menanggu fungsi mitokondria. Pada stage
lanjutan syok, kerusakan sel irreversible menyebabkan kegagalan sistem organ
(Alldredge et al., 2013).
1.1.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari syok umumnya ditandai dengan adanya hipotensi (tekanan
darah sistolik <90 mmHg atau mean arterial pressure(MAP) kurang dari 65 mmHg),
takikardi yang ditandai dengan HR>90 bpm, takipnea yang ditandai dengan RR>20
bpm, vasokontriksi kutan, gangguan mental berupa agitasi, stupor atau koma, oligouri
yang ditandai dengan urin yang dihasilkan kurang dari 20 mL/jam, peningkatan kadar
laktat darah yang menyebabkan asidosis metabolic, dan penurunan saturasi oksigen
venus (Alldredge et al., 2013).
1.1.4 Manajemen Terapi
76
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
1.2 NSTEMI
1.2.1 Definisi
PJK merupakan suatu kondisi di mana arteri koroner (pembuluh darah utama yang
memasok darah ke jantung) tersumbat oleh adanya penumpukan kolesterol.
Penumpukan kolesterol ini disebut plak. Sebelum serangan jantung, salah satu plak
pecah (semburan), menyebabkan bekuan darah untuk mengembangkan di lokasi pecah.
Gumpalan kemudian dapat menghalangi pasokan berjalan darah melalui arteri koroner,
memicu serangan jantung (NHS, 2014).
NSTEMI (Non–ST-segment-elevation myocardial infarction) adalah salah satu
jenis infark miokard yang juga disebut serangan jantung. NSTEMI merupakan
pengembangan nekrosis otot jantung (suatu bentuk kematian sel) tanpa EKG
(elektrokardiografi) perubahan elevasi ST-segmen, yang dihasilkan dari gangguan akut
pasokan darah ke suatu bagian dari jantung dan dapat ditunjukkan oleh ketinggian
penanda jantung (CK-MB atau troponin) dalam darah (NHS, 2014).
1.2.2 Patofisiologis
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh arah
77
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
koroner yang koyak atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh
proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya
trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah
koroner,secara total maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat
pembuluh koroner yang lebih distal (PERKI 2015).
Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi
sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah
coroner menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama
kurang-lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan
terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard) (PERKI 2015).
Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning(setelah iskemia hilang), distritmia dan
remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien
SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina
Prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat
diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan
(IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi,
takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai
plak aterosklerosis (PERKI 2015).
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan
kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi
karena thrombosis akut atau vasokonstriksi koroner. Trombosis akut pada arteri koroner
diawali dengan adanya ruptur plak yang tak stabil. Plak yang tidak stabil ini biasanya
mempunyai inti lipid yang besar, densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis
dan konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang yang cenderung ruptur
mempunyai konsentrasi ester kolesterol dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang
tinggi. Pada lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limposit T yang
menunjukkan adanya proses imflamasi. Sel-sel ini akan mengeluarkan sel sitokin
78
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
proinflamasi seperti TNF, dan IL-6. Selanjutnya IL-6 akan merangsang pengeluaran
hsCRP di hati. (Sudoyo Aru W, 2006)
1.2.3 Stratifikasi Risiko
1.2.4 Manifestasi Klinis
Gejala utama acute cardiovascular syndrome adalah nyeri dada anterior di tengah
(kebanyakan sering terjadi saat istirahat), angina onset berat yang berat, atau
peningkatan angina itu berlangsung minimal 20 menit. Ketidaknyamanan itu bisa
menyebar ke bahu, ke bawah lengan kiri, ke belakang, atau ke rahang. Gejala yang
menyertai mungkin termasuk mual, muntah, diaphoresis, atau sesak napas (Wells et al.
2009).
1.2.5 Manajemen Terapi
Menurut ACC/AHA STEMI, farmakoterapi awal NSTEMI harus mencakup
oksigen intranasal (jika saturasi oksigen <90%), sublingual (SL) nitrogliserin (NTG),
antiplatelet, beta blocker, antikoagulan. Terapi NSTEMI yang dapat diberikan (Hamm
et al, 2011; Paxinos and Katritsis, 2011; Anderson et al, 2013) didiskripsikan sebagai
berikut. Antiplatelet, yang meliputi aspirin, P2Y12 reseptor inhibitor (clopidogrel,
prasurgel, ticagrelor, ticlopidin), Glycoprotein IIb/IIIa receptor inhibitor (tirofiban,
eptifibatide, abciximab).
• Antikoagulan, yang meliputi indirect inhibitor of the coagulation cascade
{fondaparinux, UFH (heparin), dan LMWH (enoxaparin, dalteparin,
fraxiparin)}, direct thrombin inhibitors (bivalirudin), antagonis vitamin K
(warfarin).
• Anti iskemik, yang meliputi nitrat, morfin sulfat, beta blocker, calcium channel
blocker, angiotensin receptor blocker, ACE inhibitor.
• Adjuvan (terapi tambahan), yakni antihiperlipidemia (golongan HMG Co-A
reductase inhibitor)
• Revaskularisasi koroner, yang meliputi PCI (Percutaneous Coronary
Intervention) atau CABG (Coronary Artery Bypass Graft).
1.3 Heart Failure (HF)
1.3.1 Definisi
79
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Heart failure (HF) atau gagal jantung didefinisikan sebagai kemampuan jantung
yang tidak memadai untuk memompa darah yang cukup untuk memenuhi aliran darah
dan kebutuhan metabolik tubuh (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
HF adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gejala spesifik yang berkaitan
dengan kongesti dan hipoperfusi. HF disebabkan oleh adanya gangguan struktural atau
fungsional jantung yang mengganggu kemampuan ventrikel untuk mengisi atau
mengeluarkan darah (disfungsi diastolik). Serta gangguan lainnya, seperti pada
perikardium, epikardium, endokardium, atau pembuluh darah besar, hal tersebut dapat
menyebabkan HF tetapi kebanyakan pasien mengalami gejala HF akibat adanya
penurunan fungsi miokard ventrikel kiri (LV) (disfungsi sistolik) (Vardeny, O. & Ng,
T., 2016).
1.3.2 Patofisiologis
Sebagai respon terhadap peningkatan beban hemodinamik, maka jantung akan
melakukan mekanisme kompensasi :
1. Takikardi dan peningkatan kontraktilitas
Mekanisme untuk mempertahankan CO (cardiac output) ketika kontraktilitas
rendah adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Hal ini dicapai melalui
aktivasi sistem saraf simpatik (Sympathetic Nervous System, SNS) dan efek
agonis norepinefrin pada reseptor β-adrenergik dalam hati. Aktivasi simpatis
juga meningkatkan kontraktilitas dengan meningkatkan konsentrasi kalsium
sitosol (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
2. Mekanisme Frank - Starling
Dalam pengaturan penurunan CO yang mendadak, respons alami tubuh adalah
mengurangi aliran darah ke perifer untuk mempertahankan perfusi ke organ vital
seperti jantung dan otak. Oleh karena itu, perfusi ginjal dikompromikan. Hal ini
menyebabkan aktivasi sistem renin angiotensin-aldosteron (Renin Angiotensin
Aldosterone System, RAAS). Dalam gagal jantung, perubahan dalam filamen
kontraktil mengurangi kemampuan kardiomiosit untuk beradaptasi dengan
peningkatan preload. Dengan demikian, peningkatan preload sebenarnya
merusak fungsi kontraktil pada gagal jantung dan menyebabkan penurunan CO
lebih lanjut (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
3. Terjadinya vasokontriksi
80
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Aktivasi baik RAAS dan SNS juga berkontribusi terhadap vasokonstriksi dalam
upaya untuk mendistribusikan aliran darah dari organ perifer seperti ginjal untuk
sirkulasi koroner dan serebral. Vasokonstriksi arteri menyebabkan gangguan
ejeksi darah dari jantung karena peningkatan afterload. Hal ini menyebabkan
CO menurun dan stimulasi respon kompensasi terjadi terus menerus,
menciptakan lingkaran setan aktivasi neurohormonal (Vardeny, O. & Ng, T.,
2016).
4. Hipertrofi ventrikel dan remodeling
Respon kompensasi terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi atau dinding
ventrikelbertambah tebal. Remodelling jantung terjadi sebagai kompensasi untuk
adaptasi perubahan stres dinding dan diatur sebagian oleh aktivasi
neurohormonal, dengan angiotensin II dan aldosteron yang menjadi rangsangan
utama (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
1.3.3 Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan American College of Cardiology
Foundation (ACCF)/ American Heart Association (AHA) dan New York Heart
Association (NYHA) dapat dilihat pada Tabel 1.2.Keduanya, baik ACCF/AHA dan
NYHA, memberikan informasi yang berguna dan saling melengkapi tentang keberadaan
dan tingkat keparahan dari gagal jantung. ACCF/AHA menekankan pengembangan dan
perkembangan penyakit, sedangkan NYHA fokus pada kapasitas latihan dan status
gejala penyakit (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Tabel 1.2 Klasifikasi Gagal Jantung Menurut ACCF/AHA dan NYHA (Vardeny, O.
& Ng, T., 2016).
Tingkatan Gagal Klasifikasi
Jantung menurut Fungsional Deskripsi
ACCF/AHA NYHA
A Tidak ada Pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung
tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
gejala gagal jantung.
B I Pasien dengan penyakit jantung tetapi tanpa
batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
tidak menyebabkan kelelahan yang tidak
semestinya,
dyspnea, atau palpitasi.
C II Penyakit jantung struktural dengan gejala
gagal jantung, baik saat itu ataupun
81
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
sebelumnya.
III Penderita penyakit jantung itu menghasilkan
sedikit keterbatasan fisik aktivitas. Aktivitas
fisik biasa menyebabkan kelelahan, palpitasi,
dyspnea, atau angina.
C,D IV Penderita penyakit jantung itu
mengakibatkan ketidakmampuan untuk
melanjutkan aktivitas fisik tanpa
ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
adalah hadir saat istirahat. Dengan fisik apa
pun aktivitas, meningkatkan
ketidaknyamanan berpengalaman. Tahap D
mengacu pada akhir panggung pasien gagal
jantung.
82
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Terapi Farmakologi
• Diuretik
Diuretik meningkatkan laju aliran urin dan ekskresi natrium dan digunakan
untuk mengatur volume dan / atau komposisi cairan tubuh dalam berbagai situasi klinis,
termasuk hipertensi, gagal jantung, gagal ginjal, sindrom nefrotik, dan sirosis. Diuretik
digunakan untuk menghilangkan gejala akut dan pemeliharaan euvolemia. Terapi
diuretik dianjurkan untuk semua pasien dengan bukti klinis kelebihan cairan. Pada HF
ringan, diuretik dapat digunakan sesuai kebutuhan (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
Dua jenis diuretik yang digunakan untuk manajemen volume di HF, yaitu tiazid
dan loop diuretik. Diuretik tiazid seperti hydrochlorothiazide, chlorthalidone, dan
metolazone memblok reabsorpsi natrium dan klorida di bagian distal convoluted tubule.
Diuretik loop seperti furosemide, bumetanide dan torsemide merupakan diuretik yang
paling banyak digunakan di HF (Vardeny, O. & Ng, T., 2016).
83
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
Gambar 7 Penggunaan Loop Diuretics pada Heart Failure (Vardeny, O. & Ng, T.,
2016).
• ACE-inhibitor
Kaptopril dan obat lain dalam golongan ini menghambat ACE, enzim yang
menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan mengurangi stimulasi reseptor
angiotensin I menjadi angiotensin II serta menginaktifkan bradikinin, suatu vasodilator
poten, yang bekerja paling tidak dengan merangsang pengeluaran nitrat oksida dan
pootrasiklin. Aktifitas hipotensif kaptopril dihasilkan oleh efek inhibisi terhadap sistem
renin-angiotensin dan efek stimulatorik terhadap sistem kalikrein-kinin.
• ARB
ARBs menghambat aktivitas angiotensin II dengan memblok reseptor pada AT1.
ARBs tidak menghambat kerja dari enzim ACE, sehingga tidak ada efek pada
bradikinin. Obat dari golongan ini yang terbukti memiliki efek terapi pada gagal jantung
diantaranya adalah valsartan, losartan dan candesartan.
• Hydralazine dan Isosorbide Dinitrat
Nitrat mengurangi preload dengan menyebabkan vasodilatasi vena primer
melalui pengaktifan guanylate cyclase dan peningkatan cGMP dalam otot polos
vaskular. Hydralazine mengurangi afterload melalui relaksasi otot polos arterial.
Kombinasi hidralazin dan isosorbid dinitrat merupakan terapi pertama yang digunakan
untuk meningkatkan kelangsungan hidup jangka panjang pasien dengan gagal jantung
sistolik, tetapi sebagian besar telah digantikan oleh terapi antagonis AT2 (ACE inhibitor
dan ARBs). Oleh karena itu, sampai saat ini, terapi kombinasi ini disediakan untuk
84
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
pasien yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor atau ARB atau pasien dengan
angioedema atau hiperkalemia.
Kini pedoman AHA HF merekomendasikan untuk mempertimbangkan
penambahan dari isosorbide dinitrate dan hydralazine pada pasien yang telah dalam
terapi ACE inhibitor atau ARB.
• Beta Blocker
Beta blocker secara kompetitif memblokir pengaruh SNS di reseptor β-
adrenergik. ACC / AHA merekomendasikan bahwa β-blocker akan dimulai secara
keseluruhan pada pasien dengan klasifikasi NYHA FC I hingga IV atau ACC / AHA
tahap B sampai D HF jika secara klinis stabil. Tiga β-blocker yang terbukti mengurangi
mortalitas pada gagal jantung sistolik, yaitu selektif β1-antagonis bisoprolol dan
metoprolol suksinat, dan nonselective β1-, β2-, dan α1-antagonis carvedilol
• Digoksin
Efek menguntungkan dari digoksin dikaitkan dengan efek inotropik positif pada
kegagalan miokardium dan keberhasilan dalam mengendalikan respon denyut ventrikel
fibrilasi atrium. Saat ini digoksin direkomendasikan menjadi terapi tambahan pada
pasien dengan gejala simptomatik meskipun HF optimal dengan ACE-I, ARB, Beta
blocker dan diuretik. Pada pasien dengan fibrilasi atrium bersamaan, digoxin kadang-
kadang dapat ditambahkan.
• Calcium Channel Blocker (CCB)
Amlodipine dan felodipine adalah dua dihydropyridine CCB yang paling banyak
diteliti untuk sistolik HF. Kedua agen ini belum terbukti mempengaruhi kelangsungan
hidup pasien, baik secara positif maupun negatif. Dengan demikian, tidak secara rutin
direkomendasikan sebagai bagian dari rejimen standar HF. Namun, amlodipine dan
felodipine bisa aman digunakan pada pasien gagal jantung untuk mengobati hipertensi
yang tidak terkontrol atau angina setelah semua obat lain yang sesuai dimaksimalkan.
• Antiplatelet dan antikoagulan
Pasien dengan gagal jantung mengalami peningkatan risiko kejadian
tromboemboli, relatif stasis darah, dan disfungsi endotel. Aspirin umumnya digunakan
pada pasien gagal jantung dengan etiologi iskemik, riwayat penyakit jantung iskemik,
atau lainnya seperti indikasi riwayat stroke emboli. Rutin digunakan pada pasien
85
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
86
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
87
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
500 mg
Cefoperazone+ IV 1 Empiris 12 jam 1-2 Bila ada bukti
Azithromisin gram+ minggu penurunan fungsi
PO 500 gnjal.
mg
IVFD
500 mg
Pneumonia Azithromycin PO : 500 Empiris 24 jam 1-2 Dengan
komuniti mg minggu mempertimbangkan
(CAP) Rawat IV : 250 pemilihan
inap biasa mg antibiotic
kuman atypical Doxycycline PO: 200 Empiris 12 jam 1-2 minggu berdasarkan
mg 4-11 hari keadaan klinis,
dilanjutkan
riwayat
100 mg
penggunaan
Clarithromycin PO: 250 Empiris 12 jam 7 hari
mg antibiotic
sebelumya atau
riwayat alergi, serta
biaya
1.5 Azotemia
1.5.1 Definisi
Azotemia merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika terjadi kerusakan ginjal
akibat adanya suatu penyakit atau luka. Azotemia umumnya didiagnosa menggunakan
uji darah dan urin (Wells, 2017). Pada azotemia terjadi peningkatan BUN (blood urea
nitrogen) dan serum kreatinin. Rentang normal BUN adalah 8-20 mg/dL dan serum
kreatinin 0,7-1,4 mg/dL (Salifu, 2017).
Azotemia diklasifikasikan menjadi 3 yaitu prerenal, intrarenal dan post renal.
Azotemia preprenal terjadi ketika cairan yang melewati ginjal dalam keadaan tidak
cukup (Weells, 2017). Ketika laju aliran darah ke ginjal rendah, ginjal tidak dapat
memfiltrasi atau mengekskresikan sisa metabolism dengan baik sehingga dapat
meningkatkan BUN dan kreatinin meningkat. Azotemia prerenal umumnya disebabkan
88
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
oleh gagal jantung, syok, dehidrasi, luka bakar dan adanya hambatan pada arteri yang
menyuplai darah ke ginjal (Galan, 2017). Azotemia intrarenal umumnya terjadi akibat
adanya infeksi atau sepsis. Azotemia intrarenal umumnya disebut sebagai AKI.
Azotemia postrenal disebabkan adanya obstruksi saluran urin (Wells, 2017).
1.5.2 Patofisiologis
Pada azotemia prerenal, penurunan laju aliran darah ke ginjal menstimulasi
retensi garam dan air untuk memperbaiki tekanan dan volume darah. Ketika
volume dan tekanan menurun, terjadi aktivasi refleks baroreseptor di cabang aorta
dan karotid. Hal ini mengakibatkan terjadinya aktivasi saraf simpatik yang
berdampak pada vasokonstriksi arteri afferen renal dan sekresi renin melalui
reseptor β1. Konstriksi arteri afferen menyebabkan turunnya tekanan
intraglomerular yang akan menurunkan GFR. Penurunan aliran darah ke ginjal
akan mengakibatkan aktivasi renin yang akan mengkonversi angiotensi I menjadi
angiotensin II yang kemudian akan menstimulasi pelepasan aldosteron.
Peningkatan aldosterone mengakibatkan terjadinya absorbsi garam dan air di
tubulus distal. Penurunan volume atau tekanan akan mentimulasi nonosmotik
pada hipotalamus untuk memproduksi homon antidiuretik yang mengakibatkan
terjadinya reabsorbsi air di tubulus ginjal. Melalui mekanisme yang belum
diketahui, pengaktivan sistem saraf simpatik mengakibatkan terjadinya reabsorbsi
garam dan air di tubulus proksimal yang meliputi BUN, kreatinin, kalsium, asam
urat, dan bikarbonat. Semua mekanisme ini berdampak pada retensi garam dan air
sehingga dapat menurunkan output urin dan penurunan eksresi sodium (<20
mEq/L) (Salfu, 2017).
1.5.3 Manifestasi Klinis
Sebagian orang dengan azotemia dapat tidak menunjukkan gejala. Gejala
yang dapat muncul adalah dehidrasi, yang meliputi penurunan urin, denyut nadi
meningkat, mulut kering, pusing, kulit tampak pucat, bengkak, bingung (Galan,
2017).
89
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
90
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
91
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
3. Pemberian Antibiotika
Antibiotika merupakan terapi utama pada penderita sepsis (Suharto, 2000;
Guntur, 2006). Pemilihan antibiotika berdasarkan data empirik, oleh karena harus
secepatnya diberikan. Antibiotika yang diberikan diharapkan yang mempunyai
afinitas tinggi dengan kuman penyebabnya, sehingga dapat membunuh semua
mikroorganisme penyebab baik gram positif maupun negatif. Bila perlu
diberikan antibiotika yang berspektrum luas dan mepunyai efek bakterisidal
cepat. Pemberian antibiotika satu jenis saja tidak dibenarkan pada keadaan
sepsis yang berat. Dianjurkan kombinasi antibiotika yang rasional sesuai
dengan hasil kultur dan uji sensitifitas. Antibiotika yang biasanya diberikan
secara empiris adalah Cefalosporin generasi III atau IV karena memiliki efek
terhadap bakteri gram positif dan negatif. Juga dapat diberikan Cefalosporin
dengan kombinasi β-laktam (Guntur, 2006). Menurut Kentjono (2005) untuk
mencegah agar sepsis tidak jatuh dalam syok septik sebaiknya diberikan
paling tidak dua obat, yaitu diantara antibiotika β-laktam selektif high
molecular weight(HMW) PBP, aminoglikosida dan fluorokuinolon.
Terapi antibiotika empiris yang diberikan adalah yang berspektrum luas,
bersifat bakterisidal, dengan dosis yang dapat mencapai kadar yang cukup
(therapeutic level). Jangka waktu pemberian harus cukup, selama 7-14 hari, lebih
lama bila ada infeksi persisten penyebab bakteremia. Diberikan 4-7 hari afebril,
serta sumber infeksi harus diberantas (Suharto, 2000). Menurut Guntur (2006) bila
curiga sumber sepsis dari paru (pneumonia, PPOK) maka dapat diberikan
Ceftriaxone atau Cefepime selama 2 minggu.
92
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
BAB II
DOKUMEN ASUHAN KEFARMASIAN
Inisial Pasien : Tn. D Status : BPJS
Umur/BB/TB : 61 th/ 70 kg/160 cm MRS/KRS : 16-03-2019/
Keluhan Utama : Syok kardiogenik
Riwayat Penyakit Saat Ini : Pasien didiagnosis shock cardiogenic, PJK, pneumonia
dari RS. B
Masalah Medis/ Diagnosa : 1. Shock Cardiogenic dt Septic dd Hypovolemic
2. NSTEMI ACS Kilip IV TIMI 1/7 Grace 206
3. HF St CFC II dt CAD
4. Dyspepsia Syndrome
5. Pneumonia CAP
6. Azotemia
7. Septic Condition
Riwayat Pengobatan : 1. RS. B
Inf NS
Inj Enoxaparin Na 2x 0,6 mg
Inj. Topazol 1x40 mg
Inj. Furosemide 20 mg-0-0
Drip Dobutamin 3-10 mcg/kgBB
Drip Ceftriaxon 2x1 g
Aspilet PO 1x80 mg
CFG po 1x75 mg
Atorvastatin po 0-0-20 mg
2. IGD RSSA
IVFD NS
Furosemide 20 mg
Drip Dobutamin 5 mcg/kgBB
Enoxaparin Na 0,6 mg
Riwayat Alergi : -
Riwayat Operasi :-
Riwayat Penyakit : Hipertensi.
93
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
94
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
95
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
PROFIL TERAPI PASIEN
Tanggal
Obat Rute Dosis
16/03 17/03 18/03 19/03
Asering Iv 600 cc/jam
NS IV 1000 cc/hari
Dobutamin drip Iv 5 mcg/kg BB 3mcg
Paracetamol inf Iv 3x1 g
NAC Iv 3x200mg
Azitromisin Iv 1x500 mg
Cefoperazone Iv 2x1g
Lansoprazol Iv 1x30 mg
Metoclopramide Iv 3x 10mg
Enoxaparin Na Iv 1x0,6 cc //
Asam Asetil Salisilat PO 0-0-80mg
Clopidogrel PO 75mg-0-0
Atorvastatin Po 0-0-40 mg
Diazepam Po 0-0-2mg
Laxadin Po 0-0-C1
Sucralfate Po 3xC1
O2 Inh 2-4 lpm
Neb conbiven Inh 3x1
Keterangan
: Diberikan
// : Dihentikan
96
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
TANDA-TANDA VITAL
Tanggal
Parameter Nilai Normal
16/3 16/3 17/3 17/3 17/3 17/3 18/3 18/3 19/3
Suhu (oC) 36-37 37,8 36
Nadi (x/menit) 80-85 81 85 81 120 71 71 102 81 95
RR (x/menit) 20 20 20 26 20 40 18 20
Tekanan darah (mmHg) 120/80 90/54 102/64 95/54 120/80 111/62 112/62 127/60 106/82 110/62
TANDA-TANDA KLINIS
Tanggal
Parameter
16/3 17/3 18/3 19/3
Nyeri dada
Batuk -
Demam
Menggigil
Mual
Nyeri perut
Komentar:
• Selama MRS tekanan darah pasien cenderung dibawah normal, hal ini diakibatkan pasien mengalami syok kardiogenik (Alldredge et
al., 2013)
• Suhu tubuh paisen diatas nilai normal, nadi dan RR yang diatas normal menandakan SIRS (Irvan et al.,2018).
• Nyeri perut yang dialami pasien disebabkan oleh penggunaan aspirin.
97
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
DATA LABORATORIUM
HITUNG JENIS
Eosinofil 0–4 0,2 0,5 1,2
Basofil 0–1 0,3 0,2 0,0
Neutrofil 51 – 67 88,5 76,3 79,4
Limfosit 25 – 33 5,0 15,5 13,4
Monosit 2-8 6,0 7,5 6,0
Eosinofil Absolut 0,02 0,02 0,05 Peningkatan neutrophil
menandakan terjainnya inflamasi,
Basofil Absolut 0,03 0,01 0 stress fisik ataupun emosional.
Neutrofil Absolut 10,41 3,06 3,33 Penurunan limfosit disebabkan
oleh sepsis (Pagana et al., 2018).
Limfosit Absolut 0,59 0,62 0,56
Monosit Absolut 0,16 – 1 0,71 0,3 0,25
Immature Granulosit
2,00 1,5 1,2
(%)
98
Immature Granulosit 0,23 0,06 0,05
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
FAAL HEMOSTATIS
PPT
Pasien 9,4-11,3 detik 10,5
Kontrol 11,1
INR <1,5 detik 1,01 -
APPT
Pasien 24,6-30,6 detik 38,4
Kontrol 27,1
BLOOD CHEMISTRY
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glucose fasting 60-110 mg/dl 86
Glucose 2 PP <130 mg/dl -
Glucose Random <200mg/dl 120
FAAL GINJAL
Ureum/BUN 10-50 mg/dl 69 74,5 74 Peningkatan BUN dapat
disebabkan oleh hipovleia, syok,
sepsis dan infark miokard.
Peningkatan nilai keratin
Creatinine 0,7-1,5 mg/dl 3,26 3,63 2,9
disebabkan oleh penurunan aliran
darah ke renal (disebabkan oleh
syok). (Pagana et al., 2018)
FAAL HATI
SGOT/AST 11-41 U/I 67 Peningkatan nilai SGOT
menunjukkan adanya kelainan
SGPT/ALT 10-41 U/I 48
pada hepar. Peningkatan SGPT
99
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Albumin 3,5-5,0 g/dl 2,57 disebabkan oleh adanyanya syok.
Penurunan nilai albumin dapat
Bilirubin Total <1,0 mg/dl 1,73
disebabkan oleh adanyaninfeksi.
Bilirubin direct <0,25 mg/dl 1,67 Peningkatan bilirubin dapat
disebabkan oleh adanya gangguan
Bilirubin indirect <0,75 mg/dl 0,06 pada hati (Pagana et al., 2018)
Amilase 13-53 mg/dl 9
Lipase 13-60 mg/dl 18
ENZIM JANTUNG
CK-MB 7-25 u/L 39 40 Peningkatan kadar CK-MB
menandakan adanya infark
- bila <1,0 miokard akut. Peningkatan kadar
Troponin I 0,1 0,1 troponin I menandakan adanyan
+ bila >1,0 infark miokard (Pagana et al.,
2018)
METABOLISME LEMAK
Kolesterol <200 mg/dL 135 104
HDL >50 mg/dL 3,4 9
Trigliserida <150 mg/dL 502 419
LDL <100 4
ELEKTROLIT
Natrium/Na 135-145 mmol/l 130
Potasium/K 3,5-5,0 mmol/l 3,3
Chloride/Cl 98-106 mmol/l
BGA
100
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Suhu 37 37
Hb 11,1 13
Penurunan PCO2 menandakan
pH 7,35-7,45 7,41 7,4 pasien mengalami hipoksemia.
Penurunan nilai HCO3 dapat
pCO2 35-45 24,9 37,8
disebabkan oleh kelainan ginjal
pO2 80-100 162,3 93,3 akut. Peningkatan PO2
menandakan pasien mengalami
HCO2 21-28 15,8 23,3
hiperventilasi (Pagana et al.,
O2 Saturate >95% 99,9 99,9 2018).
Base excase (-)3 – (+) 3 -9,1 -1,4
Keterangan :
* dilakukan di RS. B
101
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ANALISA TERAPI
Obat
Pemantauan
Tanggal Indikasi Pada Alasan dan Komentar
Nama Obat Rute Dosis Kefarmasian
Pemberian Pasien
Asering mengandung NaCl. Kalium,
Kalsium, asetat, dan dextrose
17/03- Kadar elektrolit anhidrat, pasien diberikan asering
Asering IV 600cc/jam Hiponatermi
19/03 pasien untuk mengatasi hiponatremi dan
mempertahankan keseimbangan
elektrolit pasien (Drugs, 2018)
Infus NaCl 0,9% diberikan untuk
16/03-
NS 0,9% IV 1000cc/hari Hiponatremi Kadar elektrolit menjaga keseimbangan cairan dan
17/03
elektrolit pasien
16/03- 5 mcg/
IV Dobutamin merupakan agen inotropic
18/03 kgBB
Dobutamin Syok kardiogenik TD yang dapat meningkatkan tekanan
3 mcg/
19/03 IV darah pasien (Alldredge et al., 2013)
kgbb
Pasien didiagnosa pneumoni dan
17/03- Paracetamol sepsis. Pemberian paracetamol
Iv 3x1 gram Demam Suhu tubuh
19/03 infus diharapkan dapat menurunkan suhu
tubuh pasien (BNF 76, 2018).
Pasien mengalami batuk berdahak.
Pemberian NAC diharapkan dapat
Batuk berkurang membantu pasien mengurangi batuk.
17/03- Pneumonia (batuk
NAC Iv 3x200 mg dan dahak dapat NAC bekerja sebagai mukolitik
19/03 berdahak)
dikeluarkan dengan membuka ikatan disulfide
pada mikoprotein dan menurunkan
viskositas lender (Lact et al., 2015).
Azitromisin digunakan sebagai terapi
17/03- WBC, tanda
Azitromisin Iv 1x500mg Pneumonia CAP empiris untuk pneumonia CAP
19/03 tanda pneumonia
(PPAM,2018)
16/03- Cefoperazone IV 2x1gram Sepsis WBC, tanda Cefoperazone merupakan antibiotic
102
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
19/03 tanda sirs golongan sefalosporin yang
digunakan untuk mengatasi infeksi
ketika ada gangguan ginjal
(PPAM,2018)
Dispepsia dan
16/03- Mual dan muntah
Lansoprazole IV 1x30 mg profilaksis stress Pasien mengalami mual dan muntah
19/03 berkurang
ulcer
17/03- Mual dan muntah
Metoclopramide IV 3x10 mg Dispepsia Pasien mengalami mual dan muntah
19/03 berkurang
Enoxaparin Na (enoxaparin/LMWH)
adalah antitrombotik yang
menghambat factor Xa dengan
meningkatkan kecepatan inbihisi dari
clotting proteases pada aktivasi
antitrmbin III. Digunakan untuk
Pendarahan, nilai
16/03 Enoxaparin Na SC 1x0,6cc Antikoagulan pengobatan dan profilaksis
hb, ppt dan appt
tromboemboli vena dan mencegah
pembekuan selama sirkulasi
ekstrakorporeal. Digunakan juga
dalam manajemen angina tidak stabil,
ST-elevation infark miokard.
(Sweetman, 2009).
Aspirin adalah golongan NSAID dan
bertujuan sebagai anti-agregrasi
platelet. Mekanisme aspirin adalah
16/03- Asam asetil dengan menghambat sintesis TXA2
PO 1x80mg Antiplatelet Iritasi lambung
17/03 salisilat melalui inhibisi siklooksigenase
secara irreversibel. TXA2 merupakan
penginduksi kuat agregasi platelet.
(Neal, 2006).
Clopidogrel mengurangi antiagregasi
17/03-
Clopidogrel PO 1x75 mg Antiplatelet Iritasi lambung platelet dengan menghambat efek
18/03
ADP pada platelet secara reversible
103
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
Lama penggunaan clopidogrel
setidaknya 14 hari sampai 28 hari
pada pasien yang juga mendapatkan
ASA (ACCF/AHA, 2013).
Atorvastatin dapat membantu
16/03- Tidak ada nyeri stabilisasi plaque pada acs melalui
Atorvastatin PO 1x40 mg ACS
19/03 dada efek pleotropic. Diharapkan tidak ada
serangan berulang (Ostalda,2012)
Diazepam dapat meningkatkan aliran
16/03- Tidak ada nyeri
Diazepam PO 1x2 mg HF darah coroner dan memicu kontraksi
19/03 dada
ventrikel kiri.
Laxadin diharapkan dapat
16/03- Tidak terjadi
Laxadin PO 1xC1 HF memperlancar BAB pasien sehingga
19/03 vagal reflex
pasien tidak perlu mengejan.
Pasien mengalami nyeri perut yang
diakibatkan oleh penggunaan aspirin.
17/03- Nyeri perut Penggunaan succralfat dihaarapkan
Succralfate PO 3xCI Nyeri perut
19/03 berkurang dapat mengurangi nyeri perut pasien
karena succralfate dapat melapisi
mukosa lambung
Oksigen diberikan karena pasien
mengeluh sesak sehingga
diharapkan dapat menjaga
16/03-
O2 Inh 2-4 lpm Sesak nafas RR oksigenasi jaringan yang adekuat
19/03
dan mengurangi kerja jantung.
Setelah pemberian terapi oksigen,
keluhan sesak mulai berkurang.
Pasien menglamai sesak nafas,
17/03- Nebule setelah pemberian nebul combiven
Inh 3x1 Sesak nafas RR
19/03 combiven diharapkan sesak nafas pasien dapat
berkurang.
104
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ASUHAN KEFARMASIAN
No Tanggal Jenis DRP Uraian Masalah Rekomendasi
1 18/03 Efek samping actual Pasien mengalami nyeri perut setelah mengonsumsi Rekomendasi pada dokter untuk
aspirin aspirin dihentikan dan diberikan
golongan antiplatelet yang lain
MONITORING
No Parameter Tujuan
1 Nyeri dada Mengetahui efektivitas dari Aspiriin, Enoxaparin Na, clopidogrel dan atorvastatin
2 WBC, neutrophil Mengetahui efektivitas dari azitromisin dan cefoperazone.
3. Tekanan darah Mengetahui efektivitas dari dobutamin
4 Batuk Mengetahui efektivitas dari NAC
5 BAB Mengetahui efektivitas dari laxadine
6 Nyeri perut Mengetahui efektivitas dari succralfate
105
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas
ketenangan pada pasien
13 Laxadin Tujuan pemberian laxadin adalah untuk membantu BAB pasien.
14 Succralfate Tujuan pemberian succralfate adalah untuk mengatasi nyeri lambung pasien.
106
Laporan Studi Kasus Praktik Kerja Profesi Apoteker
Bidang Rumah Sakit Periode 108 Fakultas Farmasi Universitas Airlangga
DAFTAR PUSTAKA
Alldredge, B. K., Corelli, R. L., Ernst, M. E., Guglielmo, B. J., Jacobson, P. A.,
Kradjan, W. A., & Williams, B. R., 2013. Applied Therapeutics: The Clinical Use
of Drugs. Philadelphia., Lippincott Williams & Wilkins.
CDK, Vol. 44, No. 9, pp. 623-626.
Dipiro, J. T. (Eds.). Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth Edition. United State
of America: The McGraw-Hill Education..
Galan, N. 2017. Newsletter Medical News Today: Azotemia: Symptomps, Types
Treatment diakses dari https://www.medicalnewstoday.com/articles/318938.php
pada 12 Juni 2019 pukul 7.49 WIB
Guntur HA. 2008. SIRS, SEPSIS dan SYOK SEPTIK (Imunologi, Diagnosis dan
Penatalaksanaan). Surakarta: Sebelas Maret University Press.
NHS. 2014. Heart Attack. NHS Choice Information. Diakses dari www.nhs.uk pada 10
juni 2019
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2015. Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung Edisi Pertama. Jakarta.
Pirozzi, N., Rejali, N., Brennan, M., Vohra, A., McGinley, T., & Krishna, M. G. (2016).
Sepsis: epidemiology, pathophysiology, classification, biomarkers and
management.
Purba, D.P., Lubis, H.S., Ginting, Y., 2017. Koagulasi Intravaskular Diseminata pada
Sepsis.
Salifu, M.O. 2017. Jurnal Medscape: Azotemia diakses dari
https://emedicine.medscape.com/article/238545-overview pada 12 Juli 2019 pukul
7.32 WIB.
Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Alwi, Simadibrata, dkk, 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.
Vardeny, O., Tien., 2016. Chapter 6: Heart Failure. In: Chisholm-Burns, M. A.,
Schwinghammer, T. L., Wells, B. G., Malone, P. M., Kolesar, J. M.,
Wells, B.G. et al., 2009. Pharmacotherapy Handbook seventh., The McGraw Hill
Companies.
Wells, D.K. 2017. Artikel Heakthline: Azotemia diakses dari
https://www.healthline.com/health/azotemia pada 4 Juni 2019 pukul 7.26 WIB.
Williams, B. R. 2013. Koda-kimble and young's applied therapeutics: The clinical use
of drugs. Wolters Kluwer Health Adis (ESP).
107