Anda di halaman 1dari 57

PENGARUH UPAH MINIMUM PROVINSI, PDRB,

INVESTASI, INFLASI, DAN TINGKAT PENDIDIKAN


TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PULAU
JAWA TAHUN 2013-2017

Usulan Penelitian

Disusun Sebagai Salah Satu syarat Tugas dalam Memenuhi Mata Kuliah
Modeling Konsentrasi yang diampu oleh Dr. Sugeng Setyadi S.E,. M.SI

Disusun Oleh:

Nama : RAKHA DWI SAPUTRA

Nim : (5553160063)

Kelas : 6B

JURUSAN ILMU EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
2019
I PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang tidak terlepas dari

masalah-masalah yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Masalah

ketenagakerjaan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pesatnya peningkatan

jumlah angkatan kerja. Menurut Undang- undang No. 14 Tahun 1969, tenaga

kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan, baik di dalam

maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat (Pasal 1). Pasar tenaga kerja merupakan tempat

pertemuan antara permintaan akan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja,

dimana perusahaan sebagai peminta dan rumah tangga sebagai penawar jasa

tenaga kerja. Setiap tenaga kerja memiliki karakteristik yang berbeda, sesuai

dengan keheterogenan masing-masing pekerja, yang menimbulkan pilihan yang

berbeda terhadap pekerjaan (Nurlina 2012: 1).

Gambar 1.1
Grafik jumlah angkatan kerja di indonesia februari
pada tahun 2017-2018

140,000,000
120,000,000
100,000,000
80,000,000 Angkatan Kerja
60,000,000
40,000,000
20,000,000
0
2017 2018

Sumber : Sensus Ekonomi 2016, Badan Pusat Statistik Indonesia


Gambar 1.1 menjelaskan menurut Badan Pusat Statistik mencatat angkatan

kerja di Indonesia pada februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang, naik 2,39 juta

orang dibanding februari 2017. Sejalan dengan itu tingkat partisipasi angkatan

kerja (TPAK) sebesar 69,20 persen, meningkat 0,18 persen. Peningkatan angkatan

kerja menunjukkan penawaran tenaga kerja di dalam pasar bertambah, namun

penawaran tenaga kerja yang bertambah tidak selalu diiringi dengan permintaan
Tenaga kerja yang mampu menyerap angkatan kerja. Pada Februari 2018,

sebanyak 127,07 juta orang penduduk bekerja sedangkan sebanyak 6,87 juta

orang menganggur. Dibanding setahun yang lalu, jumlah penduduk bekerja

bertambah 2,53 juta orang sedangkan pengagguran berkurang 140 ribu orang. Hal

ini berarti terjadinya peningkatan angkatan kerja di indonesia.

Keadaan pasar tenaga kerja di Indonesia juga hampir sama terjadi di Pulau

Jawa, meskipun dengan proporsi yang berbeda. Hingga saat ini Pulau Jawa masih

menjadi pulau yang memiliki jumlah angkatan kerja tertinggi di Indonesia.

Angkatan kerja di Pulau Jawa tahun 2017 mencapai 44.571.944 juta jiwa atau

63,38% dari seluruh angkatan kerja di indonesia. Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) Provinsi-provinsi di pulau jawa masih ada yang tergolong tinggi, ada 2

diantaranya menjadi Provinsi dengan TPT tertinggi di Indonesia tahun 2018, yaitu

provinsi banten dan provinsi jawa barat.

Salah satu usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi

masalah ketenagakerjaan yaitu memperbaiki sistem upah melalui kebijakan upah

minimum. Penerapan kebijakan upah minimum merupakan usaha dalam rangka

meningkatkan upah perkapita pekerja sehingga tingkat upah rata-rata tenaga kerja

dapat meningkat.

Upah minimum adalah sebuah kontroversi, bagi yang mendukung

kebijakan tersebut mengemukakan bahwa upah minimum diperlukan untuk

memenuhi kebutuhan pekerja agar sampai pada tingkat pendapatan "living wage",

yang berarti bahwa orang yang bekerja akan mendapatkan pendapatan yang layak

untuk hidupnya. Upah minimum dapat mencegah pekerja dalam pasar monopsoni
dari eksploitasi tenaga kerja terutama yang low skilled. Upah minimum dapat

meningkatkan produktifitas tenaga kerja dan mengurangi konsekuensi

pengangguran seperti yang diperkirakan teori ekonomi konvensional (Kusnaini,

D, 1998). Upah menurut UU No 13 Tahun 2003 adalah suatu penerimaan sebagai

imbalan dari pengusaha terhadap buruh atau pekerja sebagai hasil dari suatu

pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan atau yang akan dikerjakan, dinilai dalam

bentuk uang yang ditetapkan menurut persetujuan, atau peraturan perundang-

undangan dan dibayarkan sesuai dengan perjanjian kerja antara pengusaha dengan

buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh maupun keluarganya.

Ketika perusahaan merekrut pekerja yang diharapkan adalah pekerja dapat

melakukan kegiatan usaha sehingga menghasilkan keuntungan, dan keuntungan

yang diperoleh tersebut digunakan untuk memberi kompensasi berupa upah

kepada pekerja. Kompensasi pekerja kepada perusahaan dengan menjadi pekerja

disebut kinerja atau produktivitas. Semakin baik kinerja maka pekerja akan

mendapat upah yang semakin tinggi, sesuai dengan UU No 13 pasal 92 ayat (2)

“pengusaha melakukan peninjauan upah secara berkala dengan memperhatikan

kemampuan dan produktivitas”. Penelitian Ikka Dewi (2013) mengenai pengaruh

investasi dan tingkat upah terhadap kesempatan kerja di Jawa Timur menemukan

bahwa tingkat upah berpengaruh signifikan terhadap kesempatan kerja. Ketika

upah meningkat sebesar 1% maka kesempatan kerja juga meningkat sebesar

1,604143961. Namun, Gindling dan Terrel (2006) dalam penelitiannya

mengatakan bahwa tingkat upah memiliki pengaruh terhadap penyerapan tenaga


kerja, dimana setiap 10% kenaikkan upah minimum terjadi penurunan pekerja di

masingmasing sektor sebesar 1,09%.

Selain upah, ada beberapa hal yang juga mendapat perhatian dari

pemerintah sebagai upaya mengatasi permasalahan ketenagakerjaan yaitu produk

domestik regional bruto, investasi, inflasi, dan tingkat pendidikan. Faktor Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan nilai tambah atas barang dan jasa

yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi atau sektor di suatu daerah dalam

jangka waktu tertentu. PDRB dapat mempengaruhi jumlah angkatan kerja yang

bekerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat, maka jumlah nilai tambah

output atau penjualan dalam seluruh unit ekonomi disuatu wilayah akan

meningkat. Pada tahun 2016, Pulau Jawa masih menjadi kontribusi PDB terbesar

di Indonesia. Rata-rata kontribusi PDRB Pulau Jawa terhadap PDB Indonesia

tahun 2016 sekitar 58,49%, dengan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,59%.

PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa

yang dihitung menggunakan harga berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB

atas dasar harga konstan menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang

dihitung menggunakan harga barang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai

dasar (Noviyani, 2007). PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat

pergeseran dan struktur ekonomi sedangkan PDRB atas harga konstan digunakan

untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi dari tahun ketahun.

Gambar 1.2

Laju pertumbuhan PDRB di pulau jawa pada tahun 2013-2017


1600

1400

1200
Banten
1000
Jawa Timur
800 DI Yogyakarta
Jawa Tengah
600 Jawa Barat
400 DKI Jakarta

200

0
2013 2014 2015 2016 2017

Sumber : Sensus Ekonomi 2016, Badan Pusat Statistik Indonesia

Peningkatan pertumbuhan PDRB di Pulau Jawa tersebut tentunya akan

membawa dampak yang baik terhadap penyerapan tenaga kerja. Terdapat

beberapa penelitian yang menyatakan bahwa PDRB berpengaruh positif terhadap

penyerapan tenaga kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Nenik (2009)

menyatakan bahwa PDRB memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap

penyerapan tenaga kerja di DKI Jakarta, apabila PDRB meningkat 1% maka

penyerapan tenaga kerja meningkat sebesar 1,23%. Budi Utami (2009) dalam

penelitiannya juga menemukan bahwa PDRB berpengaruh positif secara

signifikan terhadap kesempatan kerja di Kabupaten Jember tahun 1980-2007. Hal

tersebut diperkuat hasil penelitian Ferdinan (2011) yang menyatakan bahwa

besarnya PDRB merupakan faktor signifikan dan berpengaruh positif terhadap

penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini menunjukkan bahwa

apabila terjadi penurunan PDRB maka penyerapan tenaga kerja juga akan

menurun, begitu pun sebaliknya.


Investasi secara langsung dapat meningkatkan kapasitas produksi.

Peningkatan kapasitas produksi tersebut akan meningkatkan permintaan faktor

produksi, termasuk tenaga kerja. Investasi berpengaruh besar terhadap

kesempatan kerja dan pendapatan. Besarnya nilai investasi akan menentukan

besarnya permintaan tenaga kerja. Semakin besar investasi maka semakin besar

pula tambahan penggunaan tenaga kerja. Untuk perkembangan sektor industri

perlu adanya investasi yang memadai agar dalam mengembangkan sektor industri

dapat berjalan sesuai yang diinginkan. Investasi di pulau jawa terus mengalami

peningkatan pada tahun 2018. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)

mencatat porsi realisasi investasi asing dan domestik masih didominasi wilayah

di Pulau jawa, yakni Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah.

Berdasarkan lokasi proyek, realisasi investasi yang terbesar berlangsung di

Jawa Barat sebesar Rp 37,3 triliun, atau 19,1 persen dari total investasi. DKI

Jakarta Rp 24,7 triliun atau 12,7 persen, dan Jawa Tengah Rp 21,4 triliun atau 11

persen. Selain itu, realisasi investasi Jawa Timur Rp 12,6 triliun atau 6,5 persen,

dan Banten Rp 12,5 triliun, 6,4 persen (Jakarta, CNN Indonesia) . Inflasi dapat di

definisikan sebagai kecendrungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan

terus menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak

dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau

mengakibatkan kenaikan kepada sebagian besar dari harga-harga barang lainnya

(Boediono, 2008:155). Inflasi yang terjadi pada perekonomian di suatu daerah

memiliki beberapa dampak dan akibat yang diantaranya adalah inflasi dapat

menyebabkan perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengan cara


memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah

dilakukannya tergantung intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang

terjadi dalam perekonomian masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan

menambah jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat

mendorong semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat

dijangkau oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu

juga dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja.

Pada kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang

selanjutnya meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada dan pada akhirnya

mendorong laju perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional.

Sebaliknya, apabila inflasi yang terjadi tergolong berat (hyper inflation) maka

perusahaan akan mengurangi jumlah ouput akibat tidak terbelinya faktor-faktor

produksi dan perusahaan juga akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja

sehingga penyerapan tenaga kerja semakin berkurang dan pengangguran

bertambah.

Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia untuk mencapai

kesuksesan ekonomi jangka panjang suatu negara (Gregory, 2006). Menurut

Undang-Undang No.2 Tahun 1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional,

pendidikan mengusahakan pembentukan manusia pembangunan yang tinggi

mutunya dan mampu mandiri, serta memberi dorongan bagi perkembangan

masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan

nasional yang tangguh dan mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa

untuk dapat bersaing dalam era persaingan global. Pendidikan juga diartikan
sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 20 Tahun 2003). Pengertian pendidikan

jika dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja menurut Tirtarahardja dan Sulo

(1994), pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan

membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.

Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau

masyarakat untuk menyerap informasi sehingga terbentuklah manusia yang

bermutu tinggi, mempunyai pola pikir tinggi yang modern dan mengembangkan

kapasitas produksi sehingga mampu menjadi penggerak rodaroda pembangunan di

masa depan. Dalam hal ini berarti pendidikan berperan strategis dalam konteks

pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian, kompetensi professional dan

kemahiran teknikal serta merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka

semakin tinggi juga tingkat produktivitas atau kinerja tenaga kerja tersebut, hal ini

sesuai dengan teori human capital bahwa seseorang dapat meningkatkan

penghasilannya melalui peningkatan pendidikan (Simanjuntak, 2008).

Berdasarkan masalah di atas dan adanya perbedaan hasil penelitian

terutama pengaruh upah terhadap penyerapan tenaga kerja, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB,

Investasi, Inflasi, dan Tingkat Pendidikan Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di


Pulau Jawa Tahun 2013-2017”. Berikut data Penyerapan Tenaga Kerja menurut

provinsi di pulau jawa tahun 2013-2017.

Tabel 1.3

Jumlah Angkatan Kerja Menurut Provinsi

di Pulau Jawa pada tahun 2013-2017

Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017


DKI Jakarta 5.108.943 5.063.479 5.092.219 5.178.839 4.856.116
Jawa Barat 20.620.610 21.006.139 20.586.356 21.075.899 22.391.003
Jawa Tengah 17.524.022 17.547.026 17.298.925 17.312.466 18.010.612
Di Yogyakarta 1.949.243 2.023.461 1.971.463 2.099.436 2.117.187
Jawa Timur 20.432.453 20.149.998 20.274.681 19.953.846 20.937.716
Banten 5.181.796 5.338.045 5.334.843 5.587.093 5.596.963

Bps : data diolah

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka

perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB, Investasi,

Inflasi, dan Tingkat Pendidikan secara parsial terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja pada tingkat Provinsi di Pulau Jawa tahun 2013-2017 ?

2. Bagaimana pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB, Investasi,

Inflasi, dan Tingkat Pendidikan secara simultan terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja pada tingkat Provinsi di Pulau Jawa tahun 2013-2017 ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk Mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB,

Investasi, Inflasi, dan Tingkat Pendidikan secara parsial terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat Provinsi di Pulau Jawa tahun

2013-2017.

2. Untuk Mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi, PDRB,

Investasi, Inflasi, dan Tingkat Pendidikan secara parsial terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja pada tingkat Provinsi di Pulau Jawa tahun

2013-2017.

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori

2.1.1 Penyerapan Tenaga Kerja

Penyerapan tenaga kerja adalah diterimanya para pelaku kerja untuk

melakukan tugas sebagaimana mestinya atau adanya suatu keadaan yang

menggambarkan tersedianya pekerjaan (lapangan pekerjaan) untuk diisi oleh para

pencari kerja. Penyerapan tenaga kerja biasa dikaitkan dengan keseimbangan

interaksi antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja, dimana

pasar permintaan tenaga kerja dan pasar penawaran tenaga kerja secara bersama

menentukan suatu keseimbangan tingkat upah dan keseimbangan penggunaan

tenaga kerja. Payaman Simanjuntak (1985) memiliki suatu konsep mengenai

penyerapan tenaga kerja yaitu penduduk yang terserap, tersebar di berbagai sektor

perekonomian. Sektor yang mempekerjakan banyak orang umumnya

menghasilkan barang dan jasa yang relatif besar. Setiap sektor mengalami laju

pertumbuhan yang berbeda.

Ada beberapa teori ketenagakerjaan yang dapat menghubungkan keinginan

perusahaan dan keinginan kosumen di dalam pasar kerja yaitu sebagai berikut :

1. Teori Klasik Adam Smith

Adam smith (1729 - 1790) merupakan tokoh utama dari aliran ekonomi

yang kemudian dikenal sebagai aliran klasik. Dalam hal ini teori klasik Adam

Smith juga melihat bahwa alokasi sumber daya manusia yang efektif adalah

pemula pertumbuhan ekonomi. Setelah ekonomi tumbuh, akumulasi modal (fisik)

baru mulai dibutuhkan untuk menjaga agar ekonomi tumbuh. Dengan kata lain,
alokasi sumber daya manusia yang efektif merupakan syarat perlu (necessary

condition) bagi pertumbuhan ekonomi.

2. Teori Malthus

Sesudah Adam Smith, Thomas Robert Malthus (1766 - 1834) dianggap

sebagai pemikir klasik yang sangat berjasa dalam pengembangan pemikiran-

pemikiran ekonomi. Thomas Robert Malthus mengungkapkan bahwa manusia

berkembang jauh lebih cepat dibandingkan dengan produksi hasil pertanian untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Manusia berkembang sesuai dengan deret ukur,

sedangkan produksi makanan hanya meningkat sesuai dengan deret hitung.

Malthus juga berpendapat bahwa jumlah penduduk yang tinggi pasti

mengakibatkan turunnya produksi perkepala dan satu-satunya cara untuk

menghindari hal tersebut adalah melakukan kontrol atau pengawasan

pertumbuhan penduduk. Beberapa jalan keluar yang ditawarkan oleh malthus

adalah dengan menunda usia perkawinan dan mengurangi jumlah anak. Jika hal

ini tidak dilakukan maka pengurangan penduduk akan diselesaikan secara alamiah

antara lain akan timbul perang, epidemi, kekurangan pangan dan sebagainya.

3. Teori Keynes

John Maynard Keynes (1883 - 1946) berpendapat bahwa dalam kenyataan

pasar tenaga kerja tidak bekerja sesuai dengan pandangan klasik. Dimanapun para

pekerja mempunyai semacam serikat kerja (labor union) yang akan berusaha

memperjuangkan kepentingan buruh dari penurunan tingkat upah. Kalaupun

tingkat upah diturunkan tetapi kemungkinan ini dinilai keynes kecil sekali, tingkat

pendapatan masyarakat tentu akan turun. Turunnya pendapatan sebagian anggota


masyarakat akan menyebabkan turunnya daya beli masyarakat, yang pada

gilirannya akan menyebabkan konsumsi secara keseluruhan berkurang.

Berkurangnya daya beli masyarakat akan mendorong turunya hargaharga. Kalau

harga-harga turun, maka kurva nilai produktivitas marjinal labor ( marginal value

of productivity of labor) yang dijadikan sebagai patokan oleh pengusaha dalam

mempekerjakan labor akan turun. Jika penurunan harga tidak begitu besar maka

kurva nilai produktivitas hanya turun sedikit. Meskipun demikian jumlah tenaga

kerja yang bertambah tetap saja lebih kecil dari jumlah tenaga kerja yang

ditawarkan. Lebih parah lagi kalau harga-harga turun drastis, ini menyebabkan

kurva nilai produktivitas marjinal labor turun drastis pula, dan jumlah tenaga kerja

yang tertampung menjadi semakin kecil dan pengangguran menjadi semakin luas.

4. Teori Harrod-domar

Teori Harod-domar (1946) dikenal sebagai teori pertumbuhan. Menurut

teori ini investasi tidak hanya menciptakan permintaan, tapi juga memperbesar

kapasitas produksi. Kapasitas produksi yang membesar membutuhkan permintaan

yang lebih besar pula agar produksi tidak menurun. Jika kapasitas yang membesar

tidak diikuti dengan permintaan yang besar, surplus akan muncul dan disusul

penurunan jumlah produksi.

2.1.2 Upah Minimum Provinsi

Dalam Peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi No. 7 tahun 2013

juga menyatakan mengenai upah minimum yaitu upah bulanan terendah yang

ditetapkan oleh gubernur sebagai Demikian pula dengan kemampuan setiap sektor

dalam menyerap tenaga kerja.Perbedaan laju pertumbuhan tersebut


mengakibatkan dua hal. Pertama, terdapat perbedaan laju peningkatan

produktivitas kerja di masing-masing sektor. Kedua, secara berangsur-angsur

terjadi perubahan sektoral, baik dalam penyerapan tenaga kerja maupun dalam

kontribusinya dalam pendapatan nasional. Perbedaan laju Pertumbuhan

pendapatan nasional dan kesempatan kerja menunjukan perbedaan elastisitas

masing-masing sektor untuk penyerapan tenaga kerja.

Menurut (Mankiw, 2003:524) upah senantiasa menyesuaikan diri demi

terciptanya keseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Tingkat

upah dan kuantitas tenaga kerja telah menyesuaikan diri guna menyeimbangkan

permintaan dan penawaran. Ketika pasar berada dalam kondisi ekuilibrium,

masing-masing perusahaan “membeli” tenaga kerja dalam jumlah yang

menguntungkannya, berdasarkan harga atau upah ekuilibrium itu berarti setiap

perusahaan telah merekrut pekerja dalam jumlah dimana nilai produk marjinal

sama dengan upah. Upah merupakan salah satu biaya produksi yang harus

dikeluarkan produsen sebagai balas jasa atas kegiatan produksi yang dilakukan

tenaga kerja. Teori permintaan tenaga kerja menempatkan upah sebagai harga dari

tenaga kerja. Permintaan dalam konteks ekonomi didefinisikan sebagai jumlah

maksimum suatu barang atau jasa yang dikehendaki seorang pembeli untuk

dibelinya pada setiap kemungkinan harga dalam jangka waktu tertentu

(Sudarsono, 1990). Beberapa penelitian menunjukkan kenaikan upah

berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja (Buchari, 2015; Gindling

dan Terrel, 2006) yang sejalan dengan teori upah. Sementara itu penelitian lain

menunjukkan adanya hubungan positif antara upah dan penyerapan tenaga kerja
(Akmal, 2010; Fridhowati, 2011; Indradewa dan Natha, 2014), dimana kenaikkan

upah dianggap sebagai insentif bagi tenaga kerja terampil. Penelitian-penelitian

tersebut menekankan pada factor penentu penyerapan tenaga kerja, sedangkan

penelitian ini fokus pada pengaruh UMP terhadap penyerapan tenaga kerja.

Menurut Mankiw (2012), rendahnya penyerapan tenaga kerja terjadi akibat

adanya kekakuan upah (wage rigidity) yaitu tidak mampunya upah dalam

melakukan penyesuaian sampai dititik ekuilibrium, dimana penawaran tenaga

kerja sama dengan permintaan tenaga kerja. rendahnya penyerapan tenaga kerja

yang disebabkan kekakuan upah akibat penyesuaian antara jumlah pekerja yang

menginginkan pekerjaan dan jumlah pekerjaan yang tersedia. Sistem pengupahan

di Indonesia didasarkan pada tiga fungsi upah, yaitu:

1. Menjamin kehidupan yang layak bagi pekerja dan keluarganya.

2. Mencerminkan imbalan atas hasil kerja karyawan,

3. Menyediakan insentif untuk mendorong peningkatan produktivitas

kerja.

2.1.3 PDRB

Produk Domestik Regional Bruto atau yang biasanya di singkat dengan

PDB. Indikator ekonomi ini menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

Penyerapan Tenaga Kerja dan memiliki tingkat dari nasional hingga daerah. Pada

tingkat nasional, disebut Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara untuk tingkat

daerah seperti provinsi, kabupaten/kota bahkan kecamatan, dikenal dengan

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB adalah nilai dari seluruh
produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas ekonomi dalam

suatu daerah, dalam kurun waktu tertentu, biasanya tiap tahun (Soebagiyo, 2007).

Peningkatan jumlah PDRB akan berpengaruh pada peningkatan

penyerapan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya penurunan jumlah PDRB akan

berpengaruh pada penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Nenik (2009) yang menyatakan

bahwa PDRB memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penyerapan

tenaga kerja di DKI Jakarta, dimana apabila PDRB meningkat satu persen maka

penyerapan tenaga kerja meningkat sebesar 1,23 persen. Rakhmasari (2006) juga

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruh penyerapan tenaga kerja

salah satunya adalah PDRB dan memiliki hubungan positif yang selanjutnya

diperkuat oleh hasil penelitian Ferdinan (2011) yang mengatakan bahwa besarnya

PDRB merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

di Provinsi Sumatera Barat yang juga memiliki pengaruh positif.

Menurut Terigan (2007), cara perhitungan PDRB dapat diperoleh melalui

tiga pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan Produksi (Expenditure Approach)

Menurut pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa

akhir yang diproduksi oleh suatu kegiatan ekonomi di daerah tersebut dikurangi

biaya antara masing-masing total produksi bruto tiap kegiatan subsektor atau

sektor dalam jangka waktu tertentu (satu tahun).


2. Pendekatan Pendapatan (Production Approach)

Pendekatan pendapatan merupakan suatu pendekatan dimana pendapatan

nasional diperoleh melalui penjumlahan pendapatan dari berbagai faktor produksi

yang menyumbang terhadap produksi. Pendapatan nasional yang dimaksud

diperoleh melalui penjumlahan dari berbagai unsur dan jenis pendapatan,

diantaranya:

a) Kompensasi untuk pekerja terdiri dari upah (wages) dan gaji (salaries)

ditambah faktor lain terhadap upah dan gaji (misalnya rencana dari

pengusaha dalam hal pensiun dan dana jaminan sosial).

b) Keuntungan perusahaan merupakan kompensasi kepada pemilik

perusahaan yang mana digunkan untuk membayar pajak keuntungan

perusahaan, dibagikan kepada para pemilik saham sebagai deviden dan

ditabung perusahaan sebagai laba perusahaan yang tidak dibagikan.

c) Pendapatan usaha perorangan merupakan kompensasi atas penggunaan

tenaga kerja dan sumber-sumber dari self employeed person, self

employeed professional dan lain-lain.

d) Pendapatan sewa merupakan kompensasi yang untuk pemilik tanah, rental

business dan recidential properties.

e) Bunga netto atau net interest terdiri dari bunga yang dibayarkan

perusahaan dikurangi bunga yang diterima oleh perusahaan ditambah

bunga netto yang diterima dari luar negeri, bunga yang dibayar pemerintah

dan konsumen tidak termasuk didalamnya.


3. Pendekatan Penerimaan (Income Approach)

Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan menjumlahkan pendapatan

faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan

jasajasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan,

dan pajak tidak langsung netto.

Menurut pendekatan pendapatan, PDRB adalah jumlah balas jasa yang

diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi dalam suatu

wilayah dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa faktor produksi yang dimaksud

adalah upah dan gaji, sewa rumah, bunga modal dan keuntungan. Semua hitungan

tersebut sebelum dipotong pajak penghasilah dan pajak lainnya. Menurut Arsyad

(1992) PDRB adalah sejumlah nilai tambah produksi yang ditimbulkan oleh

berbagai sector atau lapangan usaha yang melakukan kegiata usahanya di suatu

daerah atau regional. Menurut Sukirno (2003:164) PDRB memiliki perbedaan atas

dasar yaitu :

1. PDRB atas dasar harga konstan menggambarkan totalitas dari nilai

tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada

satu tahun tertentu (disebut tahun dasar). Dengan menggunakan

harga konstan maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun

semata-mata disebabkan oleh perkembangan riil dan sudah tidak

mengandung fluktuasi harga (inflasi atau deflasi).

2. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan total dari nilai

tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga berlaku


pada tahun berjalan. Struktur PDRB suatu wilayah biasanya

disajikan atas dasar harga berlaku.

2.1.4 Investasi

Investasi atau pembentukan modal merupakan jalan keluar utama dari

masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama menuju

pembangunan ekonomi Jhingan (1996). Hal ini sebagaimana juga dipertegas

bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang dapat

digunting melalui investasi atau pembentukan modal Nurkse (1996). Lebih rinci

dikataka juga oleh Todaro (1981) bahwa persyaratan umum pembangunan

ekonomi suatu negara adalah:

1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah,

peralatan fisik dan sumber daya manusia

2. Perkembangan penduduk yang dibarengi dengan pertumbuhan

tenaga kerja dan keahliannya

Investasi adalah kata kunci penentu laju pertumbuhan ekonomi, karena

disamping akan mendorong kenaikan output secara signifikan, juga secara

otomatis akan meningkatkan permintaan input, sehingga pada gilirannya akan

meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat sebagai

konsekuensi dari menigkatnya pendapatan yang diterima masyarakat Makmun

dan Yasin (2003 : 63). Sedangkan menurut Dumairy (1996: 81) investasi adalah

penambahan barang modal secara netto positif. Seseorang yang membeli barang

modal tetapi ditujukan untuk mengganti barang modal yang aus dalam proses

produksi bukanlah merupakan investasi, tetapi disebut dengan pembelian barang


modal untuk mengganti (replacement). Pembelian barang modal ini merupakan

investasi yang akan datang. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat

ditarik kesimpulan bahwasanya investasi atau penanaman modal adalah

pengeluaran atau pembelanjaan yang dapat berupa beberapa jenis barang modal,

bangunan, peralatan modal dan barang-barang inventaris yang digunakan untuk

menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa atau untuk meningkatkan

produktivitas kerja sehingga terjadi peningkatan output yang dihasilkan dan

tersedia untuk masyarakat.

Investasi berpengaruh besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan.

Besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya permintaan tenaga

kerja.semakin besar investasi maka semakin besar pula tambahan penggunaan

tenaga kerja. Untuk perkembangan sektor industri perlu adanya investasi yang

memadai agar dalam mengembangkan sektor industri dapat berjalan sesuai yang

diinginkan. Usaha akumulasi modal dapat melalui kegiatan investasi yang akan

menggerakkan perekonomian melalui mekanisme permintaan agregat, dimana

akan meningkatkan usaha produksi dan pada akhimya akan mampu meningkatkan

permintaan tenaga kerja. (Sukirno, 2010).

2.1.5 Inflasi

Inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana terjadi kenaikan

harga-harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Inflasi memiliki tingkat

yang berbeda dari satu periode ke periode lainnya dan berbeda pula dari satu

negara ke negara lainnya (Sadono Sukirno, 2001:15). Boediono (2008:155) juga

mendefinisikan inflasi merupakan kecendrungan dari harga-harga untuk naik


secara umum dan terus menerus, akan tetapi kenaikan harga dari satu atau dua

barang saja tidak dapat disebut sebagai inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut

meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada sebagian besar dari harga-harga

barang lainnya.

Menurut Nanga (2005:248) inflasi yang terjadi pada perekonomian di

suatu daerah memiliki beberapa dampak dan akibat yang diantaranya adalah

inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengan

cara memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah

dilakukannya tergantung intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang

terjadi dalam perekonomian masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan

menambah jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat

mendorong semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat

dijangkau oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu

juga dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada

kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang selanjutnya

meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada dan pada akhirnya mendorong

laju perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional. Sebaliknya, apabila

inflasi yang terjadi tergolong berat (hyper inflation) maka perusahaan akan

mengurangi jumlah ouput akibat tidak terbelinya faktor-faktor produksi dan

perusahaan juga akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga

penyerapan tenaga kerja semakin berkurang dan pengangguran bertambah

Inflasi dalam arti sempit atau relatif didefinisikan sebagai suatu periode

dimana kekuatan membelikan satuan moneter menurun atau terjadi kenaikan


harga dari sebagian besar barang dan jasa (secara umum) secara terus menerus.

Jika kenaikan barang dan jasa hanya satu atau beberapa macam makatidak dapat

dikatakan telah terjadi inflasi, begitu juga kenaikan barang dan jasa yang bersifat

kejutan (sekali waktu musiman) pada hari raya islam dan natal juga tidak dapat

dinamakan dengan inflasi.

Inflasi dalam arti luas didefinisikan sebagai suatu kenaikan relatif dan

sekonyong-konyong yang disporposional besar dalam tingkat harga umum. Inflasi

dapat timbul bila jumlah uang atau uang deposito (deposite Currency) dalam

peredaran banyak, dibandingkan dengan jumlah barang-barang serta jasa-jasayang

ditawarkan atau bila karena hilangnya kepercayaan terhadap mata uang nasional,

terdapat adanya gejala yang meluas untuk menukar dengan barang-barang. Suatu

kenaikan normal dalam tingkat harga setelah suatu periode depresi umumnya

tidak dianggap sebagai keadaan inflasi. Ada dua teori yang membahas tentang

inflasi, yaitu :

1. Teori Kuantitas

Teori ini dikenal teori Kaum Monetaris (monetaris models) yang menekankan

pada peranan jumlah uang yang beredar dan harapan masyarakat mengenai

kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.

2. Teori Keynes

Menurut teori ini inflasi terjadi karena masyarakat memiliki permintaan melebihi

jumlah uang yang tersedia.Dalam teorinya, Keynes menyatakan bahwa inflasi

terjadi karena masyarakat ingin hidup melebihi batas kemampuan ekonomisnya.

Proses perebutan rezeki antar golongan masyarakat masih menimbulkan


permintaan agregat (keseluruhan) yang lebih besar dari pada jumlah barang yang

tersedia, mengakibatkan harga secara umum naik. Jika hal ini terus terjadi maka

selama itu pula proses inflasi akan berlangsung.

Dalam teori ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam

pengelompokan tertentu :

a. Penggolongan inflasi atas derajat parah tidaknya inflasi dibedakan menjadi

empat macam, yaitu :

1. Inflasi ringan dibawah 10%

2. Inflasi sedang antara 10% - 30%

3. Inflasi tinggi antara 30% - 100%

4. Hyperinflation diatas 100%

b. Penggolongan inflasi didasarkan pada penyebabnya dibedakan menjadi

dua, yaitu :

1. Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu

kuatnya peningkatan agregat permintaan masyarakat terhadap

komoditi-komoditi hasil produksi di pada barang. Inflasi yang

seperti terjadi disebabkan oleh adanya suatu kenaikan permintaan

pada beberapa jenis barang. Dalam hal ini, untuk permintaan

masyarakat akan meningkatkan secara agregat atau aggregate

demand. Adanya peningkatan permintaan ini bisa terjadi karena

terjadi peningkatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah, terjadi

kenaikan permintaan terhadap barang yang diekspor, dan terjadi

kenaikan permintaan barang untuk kebutuhan pihak swasta.


Peningkatan permintaan yang muncul dimasyarakat atau aggregate

demand ini dapat mengakibatkan harga-harga menjadi naik yang

disebabkan oleh adanya penawaran tetap.

2. Cost push inflation, yaitu inflasi yang disebabkan karena

penurunan penawaran agregat sehingga bergesernya kurva agregat

penawaran kearah kiri atas. Faktorfaktor yang menyebabkan

turunnya agregat penawaran adalah meningkatnya biaya produksi

di pasar faktor produksi sehingga menaikkan harga komoditas di

pasar komoditas.Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan

turunnya produksi.

c. Penggolongan inflasi menurut asalnya dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Domestic Inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya

disebabkan oleh kesalahan pengelolaan perekonomian baik

disektor riil maupun disektor moneter dalam negeri oleh

para pelaku ekonomi dan masyarakat. Inflasi tarikan

permintaan dapat terjadi akibat permintaan total yang

berlebihan sehingga terjadi perubahan pada tingkat harga.

Bertambahnya permintaan terhadap barang dan jasa

mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-

faktor produksi. Meningkatnya permintaan terhadap faktor

produksi tersebut kemudian menyebabkan harga faktor

produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu


kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian

yang bersangkutan dalam situasi full employment.

2. Imported Inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh

karena adanya kenaikan harga-harga komoditi diluar negeri

(dinegara asing yang memiliki hubungan perdagangan

dengan negara yang bersangkutan). Inflasi desakan biaya

dapat terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input)

sehingga mengakibatkan harga produk-produk (output)

yang dihasilkan ikut naik.

Inflasi adalah proses kenaikkan harga-harga umum barang secara terus-

menerus Nopirin (2006). Definisi inflasi tersebut tercakup tiga aspek Sukirno

(1994) yaitu:

1. Adanya “kecenderungan” (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang

berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi aktual pada waktu tertentu

turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap

menunjukkan kecenderungan yang meningkat .

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung “terus menerus” (sustained) yang

berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja, yakni akibat adanya kenaikan

harga bahan bakar minyak pada awal tahun saja misalnya.

3. Mencakup pengertian “tingkat harga umum” (general level of prices).

2.1.6 Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan investasi dalam modal manusia untuk mencapai

kesuksesan ekonomi jangka panjang suatu negara (Gregory, 2006). Menurut


Undang-Undang No.2 Tahun 1989 mengenai Sistem Pendidikan Nasional

pendidikan mengusahakan pembentukan manusia pembangunan yang tinggi

mutunya dan mampu mandiri, serta memberi dorongan bagi perkembangan

masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan

nasional yang tangguh dan mengandung makna terwujudnya kemampuan bangsa

untuk dapat bersaing dalam era persaingan global. Pendidikan juga diartikan

sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UU No. 20 Tahun 2003). Pengertian

pendidikan jika dikaitkan dengan penyiapan tenaga kerja menurut Tirtarahardja

dan Sulo (1994), pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai

kegiatan membimbing peserta didik sehingga memiliki bekal dasar untuk bekerja.

Pada hakikatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional

mempunyai fungsi sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan,

pengembangan potensi diri. Menurut Nuansa Aulia (2008: 127) pendidikan

diharapkan dapat memperkuat keutuhan bangsa dalam NKRI, memberi

kesempatan yang sama bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam

pembangunan, dan memungkinkan setiap warga negara untuk mengembangkan

potensi yang dimilikinya secara optimal. Salah satu permasalahan dalam

pendidikan adalah prestasi kerja pendidik yang rendah, untuk meningkatkan

kualitas pendidikan, tentunya seorang pendidik dituntut untuk dapat


meningkatkan kemampuan dalam mengajar dan memberikan materi ajar. Oleh

karena itu, tentunya pendidik dapat melihat kondisi peserta didiknya sehingga

dapat menciptakan kegiatan belajar mengajar yang aktif, agar dalam

penyelenggaraannya dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas.

Memasuki era globalisasi yang semakin meluas, pendidikan dituntut

untuk dapat meghasilkan para peserta didik yang dapat bersaing dalam dunia

kerja, serta memiliki pengetahuan dan kemampuan yang dapat diaplikasikan

dalam dunia kerja. Dalam dunia pendidikan kualitas sumber daya manusia juga

sangat menentukan tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan sekolah. Namun

pada kenyataannya apabila dilihat dari segi kualitas, pendidikan saat ini masih

jauh dari yang diharapkan, karena belum meratanya mutu pendidikan yang baik di

Indonesia. Pendidikan mencerminkan tingkat kepandaian (kualitas) atau

pencapaian pendidikan formal dari penduduk suatu negara. Semakin tinggi

tamatan pendidikan seseorang maka semakin tinggi pula kemampuan kerja (the

working capacity) atau produktivitas seseorang dalam bekerja. Pendidikan formal

merupakan persyaratan teknis yang sangat berpengaruh.terhadap pencapaian

kesempatan kerja. Semakin tinggi tingkat upah maka semakin tinggi pula

kemampuan untuk meningkatkan kualitas seseorang

Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui tamatan pendidikan

dan tingkat upah diharapkan dapat mengurangi jumlah pengangguran, dengan

asumsi tersedianya lapangan pekerjaan formal. Hal ini dikarenakan semakin tinggi

kualitas seseorang (tenaga kerja) maka peluang untuk bekerja semakin luas. Pada

umumnya untuk bekerja di bidang atau pekerjaan yang bergengsi membutuhkan


orang-orang (tenaga kerja) berkualitas, profesional dan sehat agar mampu

melaksanakan tugasnya secara efektif dan efisien. Jumlah tamatan pendidikan

penduduk menggambarkan tingkat ketersediaan tenaga terdidik atau sumber daya

manusia pada daerah tersebut. Semakin tinggi tamatan pendidikan maka semakin

tinggi pula keinginan untuk bekerja. Dengan kata lain, semakin tinggi tingkat

pendidikan maka akan semakin tinggi pula Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

(TPAK).

1. Teori Konstruktivisme

Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi kita sendiri dan banyak

mempengaruhi konsep ilmu pengetahuan, teori belajar dan pembelajaran (Ashari,

2008: 14). Bagi aliran konstruktivisme, guru tidak lagi menduduki tempat sebagai

pemberi ilmu. Tidak lagi sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun guru lebih

diposisikan sebagai fasilitator yang memfasilitasi siswa untuk dapat belajar dan

mengkonstruksi pengetahuannya sendiri (Nuansa Aulia, 2008: 37). Aliran ini

lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan bagaimana guru mengajar.

Sebagai fasilitator guru bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di

kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran adalah menstimulasi

dan memotivasi siswa. Teori ini mencerminkan siswa memiliki kebebasan berfikir

yang bersifat elektrik, artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apapun

asal tujuan belajar dapat tercapai.

2. Teori Humanistik
Teori psikologi humanistik sangat memperhatikan tentang dimensi

manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan

menitik beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan

menentukan pilihannya, nilai- nilai, tanggung jawab personal, otonomi, tujuan dan

pemaknaan. Dalam hal ini, James Bugental mengemukakan tentang lima dalil

utama dari psikologi humanistik, yaitu keberadaan manusia tidak dapat direduksi

ke dalam komponen-komponen, manusia memiliki keunikan tersendiri dalam

berhubungan dengan manusia lainnya, manusia memiliki kesadaran akan dirinya

dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, manusia memiliki pilihan-

pilihan dan dapat bertanggung jawab atas pilihan- pilihannya, manusia memiliki

kesadaran sengaja untuk mencari makna, nilai dan kreativitas (Hasbulloh, 2006:

26). Aliran humanistik mempunyai hubungan erat dengan aliran eksistensialisme.

Bertentangan dengan pandangan lain, aliran humanistik menyetujui sebuah

konsep yang jauh lebih positif mengenai hakekat manusia, yakni memandang

hakekat manusia itu pada dasarnya baik. Perbuatan-perbuatan manusia yang

kejam dan mementingkan diri sendiri dipandang sebagai tingkah laku patologik

yang disebabkan oleh penolakan dan frustasi dari sifat yang pada dasarnya baik.

Seorang manusia tidak dipandang sebagai mesin otomatis yang pasif, tetapi

sebagai peserta yang aktif yang mempunyai kemerdekaan memilih untuk

menentukan nasibnya sendiri dan nasib orang lain

3. Aliran Konvergensi

Ashari (2008: 79) mengatakan bahwa perkembangan anak tergantung dari

pembawaan dari lingkungan yang keduanya merupakan sebagaimana dua garis


yang bertemu atau menuju pada satu titik yang disebut konvergensi. Pembawaan

yang dibawa anak pada waktu lahir tidak akan bisa berkembangan dengan baik

tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan pembawaan tersebut.

Teori konvergensi dapat diterima sesuai kenyataan, bahwa tidak mengekstrimkan

faktor pembawaan, faktor lingkungan atau alamiah yang mempengaruhi terhadap

perkembangan anak, melainkan semuanya dari faktor-faktor tersebut

mempengaruhi terhadap perkembangan anak.

2.2 Landasan Empiris

Tabel 2.1

Data Studi Empiris

No Peneliti Judul Variael Alat & model Hasil

   
Pengaruh Upah
Y : Penyerapan X1 = Berpengaruh
Minimum
Tenaga Kerja Signifikan
Provinsi, Pdrb
Febryana Dan Investasi X1 : Upah
X2 = Berpengaruh
Rizqi Terhadap Minimum
1.        Analisis Panel Positif
Wasilaputri Penyerapan Provinsi
(2016) Tenaga Kerja
X3 = Berpengaruh
Di Pulau Jawa X2 : PDRB
Tidak Signifikan
Tahun 2010-
2014 X3 : Investasi  

   

2.        Ikka dewi Pengaruh Analisis


rahmawati Investasi Dan   Regresi Linear
(2013) Tingkat Upah Berganda
 
Terhadap
Kesempatan Y : Kesempatan X1 = Berpengaruh
Kerja Di Jawa Kerja tidak signifikan
Timur
X1 : Investasi X2 = Berpengaruh
secara signifikan

X2 : Tingkat Upah  

   

   

X1 = Tidak
Y : Penyerapan
Berpengaruh
Tenaga Kerja
Pengaruh Signifikan
I Gusti
Inflasi, Pdrb
Agung X2 = Berpengaruh
Dan Upah X1 : Inflasi
Indradewa Analisis Signifikan
Minimum
3.        & Ketut Regresi Linear
Terhadap X3 = Berpengaruh
Suardhika X2 : PDRB Berganda
Penyerapan Signifikan
Natha
Tenaga Kerja
(2015)
Di Provinsi Bali X3 : Upah  
Minimum
Provinsi

   

Y : Pendapatan Variabel
Tenaga Kerja independen
Kontribusi
tersebut
Tingkat X1 : Umur
Ratna berpengaruh positif
Pendidikan
Juwita & X2 : Jam Kerja Analisis terhadap variabel
Terhadap
4.        Retno Budi Regresi Linear dependen yaitu
Pendapatan
Lestari X3 : Jenis Kelamin Berganda pendapatan
Sektoral Di
(2017) pekerja, kecuali
Kota
jenis kelamin dan
Palembang   jam kerja memiliki
konstanta negatif.

5 Analisis   Analisis  
Pengaruh Regresi Linear
   
Upah, Tingkat Berganda
Pendidikan, X1 = Berpengaruh
Y : Pendapatan
Djupiansyah Jumlah Negatif tidak
Tenaga Kerja
Ganie Penduduk Dan Signifikan
(2013) Pdrb Terhadap
Penyerapan X1 : Upah X2 = Berpengaruh
Tenaga Kerja Negatif tidak
Signifikan
X3 = Berpengaruh
X2 : Tingkat
Positif tidak
Pendidikan
Signifikan

X4 = Berpengaruh
X3 : Jumlah
Negatif tidak
Di Kabupaten Penduduk
Signifikan
Berau
Kalimantan X4 : PDRB
Timur
   

   

Y : Penyerapan X1 = Berpengaruh
Upah
Tenaga Kerja Negatif
Latri Minimum
Wihastuti & Provinsi (Ump) Analisis X2 = Berpengaruh
X1 : PDRB
6.        Henny Dan Regresi Data Positif Signifikan
Rahmatulla Penyerapan Panel (FEM)
X2 : Upah
h (2018) Tenaga Kerja
Minimum  
Di Pulau Jawa
Provinsi

   

7.        Trianggono Analisis   Analisis  


Budi Pengaruh Regresi Data
   
Hartanto & Jumlah Panel dengan
Siti Umajah Penduduk, Y : Jumlah Metode X1 = Berpengaruh
Masjkuri Pendidikan, Pengangguran Positif Signifikan
(2017) Upah
Minimum Dan X1 : Jumlah X2 = Berpengaruh
Produk Penduduk Positif Signifikan
Domestik X3 = Berpengaruh
Regional Bruto X2 : Pendidikan Negatif tidak
(Pdrb) Signifikan
Terhadap
Jumlah X3 : Upah X4 = Berpengaruh
Pengangguran Minimum Positif Signifikan
Di Kabupaten
Dan X4 : PDRB  
Kotaprovinsi
   
Jawa Timur
Tahun 2010-    
2014
Pengaruh Upah    
Minimum
   
Provinsi (Ump)
Dasri dan Investasi Y : Penyerapan X1 = Berpengaruh
Lokiman, Swasta Tenaga Kerja Positif
Debby Ch. terhadap
Analisi X2 = Berpengaruh
Rotinsulu Penyerapan X1 : UMP
8.        Regresi Negatif
dan Tenaga Kerja
Sederhana
Antonius Y. dan X2 : Investasi  
Luntungan, Dampaknya
   
(2015) Pada Pdrb
(Adhk) Di Kota  
Manadotahun  
2003-2012

   

   
Analisis Faktor-
faktor yang Y : Penyerapan X1 = Berpengaruh
Mempengaruhi Tenaga Kerja Analisi Negatif Signifikan
penyerapan Regresi Data
Cahyono, X1 : Upah X2 = Berpengaruh
9.        Tenaga Kerja di Panel dengan
Apri. (2015) Minimum Positif Signifikan
Eks Karesiden Metode
Surakarta (FEM) X3 = Berpengaruh
X2 : PDRB
Tahun 2006- Negatif Signifikan
2013
X3 : Inflasi  

   

Pengaruh    
Tingkat    
Pendidikan dan Menggunakan
PDRB Terhadap Y : Penyerapan pendekatan X1 = Berpengaruh
Penyerapan Tenaga Kerja statistik Positif Signifikan
Sandi, Debi
10.    Tenaga Kerja kuantitatif
Ruli. (2013) X1 : Tingkat X2 = Berpengaruh
Pada Usaha dengan uji
Pendidikan regresi linear Positif Signifikan
Sektor
Pertanian Di X2 : PDRB berganda  
Kabupaten
   
Jombang
   

Y : Pasar Tenaga X1 = Berpengaruh


The Effect of Kerja Positif Signifikan
Multiple
Minimum X1 : Upah X2 = Berpengaruh
Gindling T.H Minimum Riil Model Positif Signifikan
Wage
and Terrel Kompetitif
11.    Throughout X2 : Upah X3 = Berpengaruh
Katherine. Tradisional
the Labour Minimum Hukum positif Signifikan
(2006). Dummy
Market: The
Case os Costa X3 : Upah
Rica Minimum Rata-  
Rata

   

   
Pendekatan
The Impact of
eksperimental X1 = tidak
Bhorat, Sectoral Y : Lapangan
dengan Berpengaruh
Haroon, Minimum Kerja
menerapkan Signifikan
Ravi Kanbur Wage Laws on
12.    dua
and Natasha Employment, X1 : Hukum Upah X2 = Berpengaruh
spesifikasi
Mayet. Wages, and Minimum Signifikan
alternatif
(2013) Hours of Work
perbedaan
in South Africa X2 : Jam Kerja model
 

13.    Cecchini, Poverty and   Menggunakan Pasar tenaga kerja


Summoen Employment in alat analisis Pasar tenaga kerja
 
and Andras Latin America pendapatan mempengaruhi
 
Uthoff. moneter kecenderungan
(2008)   mengikuti Perbedaan
metode kemiskinan antar
  ECLAC negara,
pengangguran
Y : kemiskinan
berpengaruh
X1 : Penganguran Terhadap
kemiskinan, upah
X2 : Upah yang minimum
Minimum mempengaruhi
  kemiskinan

 
 

   

   

Y : Kesempatan X1 = Berpengaruh
Produk
Kerja Negatif Signifikan
Domestik
Regional Bruto X2 = Berpengaruh
(Pdrb), Inflasi X1 : PDRB Regresi Negatig tidak
Dan Belanja Berganda Signifikan
Siestri
Daerah dengan
Pristina X3 = Berpengaruh
14 Pengaruhnya X2 : Inflasi Metode
Kairupan Positif Signifikan
Terhadap Ordinary
(2013),”
Kesempatan X3 : Belanja Least Square
Kerja Di (OLS  
Daerah
Sulawesi Utara
Tahun 2000-    
2012
   

   

   
2.3 Kerangka Pemiran
2.3.1 Uraian
Pulau Jawa tercatat sebagai pulau dengan penyerapan tenaga kerja terbesar
di Indonesia. Hal ini terjadi karena wilayah Pulau Jawa memiliki kepadatan
penduduk yang relatif tinggi dibandingkan dengan wilayah di luar Jawa.
Kepadatan penduduk di Pulau Jawa disebabkan karena perkembangan ekonomi
yang pesat serta sebagai pusat pemerintahan yang dianggap mampu memberikan
segala kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan. Pulau Jawa telah menjadi tempat
tujuan perpindahan penduduk yang secara tidak langsung memberikan dampak
terhadap meningkatnya jumlah angkatan kerja.

Penyerapan tenaga kerja aktif terjadi pada wilayah dimana aktivitas


ekonomi yang tinggi. Tolok ukur aktivitas ekonomi suatu wilayah pada waktu
tertentu digambarkan oleh besarnya PDRB. PDRB Pulau Jawa lebih besar
daripada PDRB luar Jawa, hal ini disebabkan karena Pulau Jawa terkonsentrasi
industri-industri seperti industri besar, sedang dan kecil sehingga Pulau Jawa
memiliki peran yang penting dalam perekonomian secara nasional. Meningkatnya
jumlah PDRB yang berarti meningkatnya aktivitas ekonomi akan meningkatkan
penyerapan tenaga kerja di sektor produktif dan menurunkan jumlah
pengangguran, begitu juga sebaliknya.
Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan
lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih
serius dengan penyebab yang berbeda-beda. Masalah pokoknya tertumpu pada
kegagalan penciptaan lapangan kerja baru pada tingkat yang sebanding dengan
laju pertumbuhan output industri. Salah satu cara untuk mengurangi
pengangguran adalah dengan meningkatkan efektifitas penyerapan tenaga kerja.
Untuk itu pemerintah seharusnya tidak hanya mengandalkan sektor perdagangan
dan pertanian saja dalam menyerap tenaga kerja, tetapi pada sektor lain seperti
industri, pertambangan, kehutanan, perikan, dan jasa. Jumlah angkatan kerja yang
bekerja merupakan gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia.
2.3.2 Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2
Kerangka Pemikiran

Pulau jawa menjadi pulau yang memiliki penyerapan tenaga kerja


yang paling tinggi di indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

Upah Minimum PDRB Investasi


Provinsi
Noviyani (2007), Jhingan (1996),
Mankiw (2003), & Soebagiyo (2007), Todaro (1981), &
(Buchari 2015; & Arsyad (1992)

 I Gusti Agung
 Dasri
Indradewa &  Djupiansyah Ganie
Lokiman,
Ketut Suardhika (2017),
Debby Ch.
Natha, (2015)  IGusti Agung
Rotinsulu &
 gindling dan terrel Indradewa & Ketut
Antonius Y.
(2006). Suardhika Natha
Luntungan
 (2015)
(2015)

Inflasi Tingkat Pendidikan


Nopirin (2006), & Sukirno Gregory (2006),
(1994). Sulo (1994),

Siestri Pristina Kairupan Djupiansyah Ganie


(2013) (2013)

Penyerapan Tenga Kerja


Gregory (2006), &
Mankiw (2003)
2.3.3 Hubungan Antar Variabel

1. Hubungan Inflasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Perubahan upah dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Bagi

perusahaan upah merupakan biaya produksi sehingga pengusaha akan

meminimalkan biaya produksi, yaitu upah untuk mencapai keuntungan yang

optimal. Naiknya tingkat upah akan meningkatkan biaya produksi perusahaan,

yang selanjutnya akan meningkatkan pula harga per unit barang yang diproduksi.

Apabila harga naik, konsumen akan mengurangi konsumsi. Akibatnya banyak

barang yang tidak terjual, dan produsen terpaksa menurunkan jumlah

produksinya. Turunnya target produksi, mengakibatkan berkurangnya tenaga

kerja yang dibutuhkan.

Beberapa penelitian menunjukkan kenaikan upah berdampak negatif

terhadap penyerapan tenaga kerja (Buchari, 2015; Gindling dan Terrel, 2006)

yang sejalan dengan teori upah. Sementara itu penelitian lain menunjukkan

adanya hubungan positif antara upah dan penyerapan tenaga kerja (Akmal, 2010;

Fridhowati, 2011; Indradewa dan Natha, 2014), dimana kenaikkan upah dianggap

sebagai insentif bagi tenaga kerja terampil. Penelitian-penelitian tersebut

menekankan pada factor penentu penyerapan tenaga kerja, sedangkan penelitian

ini fokus pada pengaruh UMP terhadap penyerapan tenaga kerja.

2. Hubungan PDRB dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Produk domestik regional bruto dapat mempengaruhi penyerapan tenaga

kerja dengan asumsi apabila nilai PDRB meningkat maka jumlah nilai output atau

penjualan dalam seluruh unit ekonomi di suatu daerah akan meningkat. Semakin
besar output atau penjualan yang dilakukan perusahaan maka akan mendorong

perusahaan untuk menambah tenaga kerja agar produksinya dapat ditingkatkan

untuk mengejar peningkatan penjualan. Hal tersebut secara langsung dapat

meningkatkan penyerapan tenaga kerja.

Peningkatan jumlah PDRB akan berpengaruh pada peningkatan

penyerapan tenaga kerja, begitu juga sebaliknya penurunan jumlah PDRB akan

berpengaruh pada penurunan penyerapan tenaga kerja. Hal tersebut didukung oleh

hasil penelitian yang dilakukan oleh Dimas dan Nenik (2009) yang menyatakan

bahwa PDRB memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap penyerapan

tenaga kerja di DKI Jakarta, dimana apabila PDRB meningkat satu persen maka

penyerapan tenaga kerja meningkat sebesar 1,23 persen. Rakhmasari (2006) juga

mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruh penyerapan tenaga kerja

salah satunya adalah PDRB dan memiliki hubungan positif yang selanjutnya

diperkuat oleh hasil penelitian Ferdinan (2011) yang mengatakan bahwa besarnya

PDRB merupakan faktor signifikan yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja

di Provinsi Sumatera Barat yang juga memiliki pengaruh positif.

3. Hubungan Investasi dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Perusahaan dapat menggunakan investasi untuk menambah penggunaan

faktor produksi. Apabila perusahaan memilih menggunakan investasi yang ada

untuk menambah faktor produksi tenaga kerja maka penyerapan tenaga kerja akan

meningkat. Sebaliknya, apabila perusahaan memilih menggunakan investasi untuk

menambah mesin-mesin atau peralatan dalam proses produksi maka penyerapan


tenaga kerja akan berkurang. Hal ini dikarenakan mesin-mesin atau peralatan

produksi dapat menggantikan tenaga kerja.

Investasi berpengaruh besar terhadap kesempatan kerja dan pendapatan.

Besarnya nilai investasi akan menentukan besarnya permintaan tenaga

kerja.semakin besar investasi maka semakin besar pula tambahan penggunaan

tenaga kerja. Untuk perkembangan sektor industri perlu adanya investasi yang

memadai agar dalam mengembangkan sektor industri dapat berjalan sesuai yang

diinginkan. Usaha akumulasi modal dapat melalui kegiatan investasi yang akan

menggerakkan perekonomian melalui mekanisme permintaan agregat, dimana

akan meningkatkan usaha produksi dan pada akhimya akan mampu meningkatkan

permintaan tenaga kerja. (Sukirno, 2010).

4. Pengaruh Inflasi tehadap Penyerapan Tenaga Kerja

Inflasi yang tinggi berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja.

Inflasi yang tinggi mengakibatkan tingginya harga-harga input yang menjadi

beban produsen sehingga biaya produksi meningkat maka produsen akan

mengurangi kesempatan kerja. Pulau Jawa memiliki rata-rata inflasi rendah

dibandingkan dengan inflasi luar Jawa. artinya pengendalian harga di Pulau Jawa

ini cukup terkendali di seluruh kota, sedangkan di luar Jawa tingkat inflasi masih

cukup tinggi artinya pengendalian harga di luar pulau Jawa ini masih perlu

ditingkatkan. Semakin besarnya tingkat inflasi berarti semakin berkurang

kemampuan sektor usaha dalam penyerapan tenaga kerja. Begitu juga sebaliknya,

semakin kecilnya tingkat inflasi maka semakin besar kemampuan sektor usaha

dalam menyerap tenaga kerja.


Menurut Nanga (2005:248) inflasi yang terjadi pada perekonomian di

suatu daerah memiliki beberapa dampak dan akibat yang diantaranya adalah

inflasi dapat menyebabkan perubahan-perubahan output dan tenaga kerja, dengan

cara memotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah

dilakukannya tergantung intensitasi inflasi yang terjadi. Apabila inflasi yang

terjadi dalam perekonomian masih tergolong ringan, perusahaaan berusaha akan

menambah jumlah output atau produksi karena inflasi yang ringan dapat

mendorong semangat kerja produsen dari naiknya harga yang mana masih dapat

dijangkau oleh produsen. Keinginan perusahaan untuk menambah output tentu

juga dibarengi oleh pertambahan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja. Pada

kondisi tersebut permintaan tenaga kerja akan meningkat, yang selanjutnya

meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang ada dan pada akhirnya mendorong

laju perekonomian melalui peningkatan pendapatan nasional, begitupun

sebaliknya.

5. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penyerapan Tenaga Kerja

Keberhasilan pembangunan yang dilihat dari indikator kinerja sektor

pendidikan adalah adanya kesempatan bagi masyarakat usia didik untuk

mendapatkan pendidikan yang layak secara kualitas dan kuantitas. Tingginya

ratarata pendidikan diperlukan masyarakat untuk menghadapi tantangan global di

masa mendatang. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan

seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi sehingga terbentuklah

manusia yang bermutu tinggi, mempunyai pola pikir tinggi yang modern dan

mengembangkan kapasitas produksi sehingga mampu menjadi penggerak


rodaroda pembangunan di masa depan. Dalam hal ini berarti pendidikan berperan

strategis dalam konteks pembangunan kapasitas dan peningkatan keahlian,

kompetensi professional dan kemahiran teknikal serta merupakan salah satu faktor

yang berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin tinggi juga tingkat produktivitas atau kinerja

tenaga kerja tersebut, hal ini sesuai dengan teori human capital bahwa seseorang

dapat meningkatkan penghasilannya melalui peningkatan pendidikan.

2.3.4 Paradigma Penelitian

Adapun paradigma penelitian sebagai berikut :

Upah Minimum Provinsi

PDRB

Penyerapan Tenaga Kerja


Investasi

Inflasi

Tingkat Pendidikan
2.3.5 Hipotesis Penelitian

Dalam melakukan analisis terlebih dahulu ditentukan hipotesis yang

digunakan. Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan yang

menjadi objek penelitian, yang kebenarannya harus dikaji dan diteliti melalui data

yang terkumpul kemudian diolah dan diuji secara empiris. Berdasarkan

perumusan masalah diatas, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat pengaruh secara parsial variabel Upah Minimum Provinsi,

PDRB, Investasi, Inflasi, dan Tingkat pendidikan terhadap variabel

Penyerapan tenaga Kerja di pulau jawa tahun 2013-2017.

2. Terdapat pengaruh secara parsial variabel Upah Minimum Provinsi,

PDRB, Investasi, Inflasi, dan Tingkat pendidikan terhadap variabel

Penyerapan tenaga Kerja di pulau jawa tahun 2013-2017.


III METODOLOGO PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian yang digunakan adalah penelitian Ex post facto. Penelitian Ex

post facto adalah model penelitian tentang variabel yang kejadiannya sudah terjadi

sebelum penelitian dilaksanakan (Suharsimi Arikunto, 2010: 17). Berdasarkan

tingkat eksplanasinya (tingkat penjelasan kedudukan variabelnya) penelitian ini

bersifat asosiatif kausal, yaitu penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat (Sugiyono, 2012: 11). Penelitian

dilakukan untuk mengetahui pengaruh Upah Minimum Provinsi, Produk

Domestik Regional Bruto, Investasi, Inflasi, dan tingkat pendidikan terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dan analisis data panel. Data yang digunakan adalah data panel enam

Provinsi di Pulau Jawa dari tahun 2013-2017. Pengamatan dan pengambilan data

secara panel ini bermanfaat dalam menganalisis dinamika perubahan penyerapan

tenaga kerja dan faktor-faktor yang berkaitan erat dengan penyerapan tenaga kerja

di enam Provinsi di Pulau Jawa dari waktu ke waktu.

3.2 Objek Penelitian

Objek yang menjadi ruang lungkup dalam penelitian ini meliputi Upah

Minimum provinsi, PDRB, Investasi, Inflasi, dan Tingkat Pedidikan, terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja pada 6 provinsi di pulau jawa. Data yang digunakan

adalah data dalam bentuk tahunan 2013-2017.


3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (cross

section dan time series) yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Pengumpulan data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh

bahan-bahan yang relevan dan akurat. Data yang digunakan dalam analisis

penelitian ini adalah data sekunder cross section. Adapun data yang digunakan

adalah data dengan jangka waktu dari tahun 2013 sampai 2017 yang dihitung

secara tahunan.

3.4 Variabel Penelitian dan Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat 6 variabel yang digunakan, variabel yang

digunakan dalam penelitian ini dalam tabel 1.2 di bawah ini

Tabel 2.3

Variabel dan Oparasionalisasi Variabel

Variabel Indikator Simbol Satuan

penelitian
Penyerapan Penduduk berumur 15 tahun PTK Juta Ribu

Tenaga Kerja keatas menurut provinsi dan jenis

kegiatan selama seminggu yang

lalu, 2008-2018
Upah Minimum Upah minimum regional/provinsi, UMP Ribu Rupiah

Provinsi rata-rata nasional per tahun.


Produk PDRB dengan mengunakan harga PDRB Ribu Rupiah

Domestik Bruto konstan 2010


Investasi Jumlah PMA dan PMD INV Milliar Rupiah
Inflasi INFLAS Juta Ribu

I
Tingkat Angka partisipasi sekolah (APS) TP Persen

Pendidikan menurut provinsi

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis model dalam

penelitian ini adalah metode analisis panel . Regresi Data Panel adalah gabungan

antara data cross section dan data time series, dimana unit cross section yang sama

diukur pada waktu yang berbeda. Maka dengan kata lain, data panel merupakan

data dari beberapa individu sama yang diamati dalam kurun waktu tertentu.

sehingga dalam data panel jumlah observasi merupakan hasil kali observasi deret

waktu (T>1) dengan observasi kerat lintang (N>1). Menurut (Gujarati, 2012:

238) Dalam melakukan analisis, data panel dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Balance panel data adalah data terjadi jika panjangnya waktu untuk

setiap unit cross section sama.

2. Unbalance panel data adalah terjadi jika panjangnya waktu tidak

sama untuk setiap unit cross section.

Melalui pengamatan berulang terhadap data cross section, analisis data

panel memungkinkan seseorang dalam mempelajari dinamika perubahan dengan

data time series. Oleh karena itu, data panel dapat menjelaskan dua macam

informasi yaitu informasi cross section pada perbedaan antar subyek dan

informasi time series yang merefleksikan perubahan pada subyek waktu. Menurut

Baltagi (dalam Gujarati, 2012: 237) keuntungan-keuntungan dari data panel

sebagai berikut:
1. Teknik estimasi data panel dapat mengatasi heterogenitas.

2. Dengan menggabungkan antara observasi time series dan cross

section, data panel memberikan lebih banyak informasi, lebih

banyak variasi, sedikit kolinearitas antar variabel dan lebih efisien.

3. Data panel paling cocok untuk mempelajari dinamika perubahan.

4. Data panel paling baik untuk mendeteksi dan mengukur dampak

yang secara sederhana tidak bisa dilihat pada cross section murni

atau time series murni.

5. Data panel memudahkan untuk mempelajari model perilaku yang

rumit.

6. Data panel dapat meminimumkan bias yang bisa terjadi jika

mengagresi individu-individu ke dalam agregasi besar.

Dalam analisis panel, dilakukan pemilihan model terbaik, Widarjono

(2007) menjelaskan beberapa metode yang bisa digunakan dalam mengestimasi

model regresi dengan data panel, yaitu :

1. Common Effect

Teknik yang digunakan dalam metode Common Effect hanya dengan

mengkombinasikan data time series dan cross section. Dengan hanya

menggabungkan kedua jenis data tersebut maka dapat digunakan metode OLS

untuk mengestimasi model data panel. Dalam pendekatan ini tidak

memperhatikan dimensi 37 individu maupun waktu, dan dapat diasumsikan

bahwa perilaku data antar kabupaten/kota sama dalam berbagai rentang waktu.
Asumsi ini jelas sangat jauh dari realita sebenarnya, karena karakteristik antar

kabupaten/kota jelas sangat berbeda.

2. Fixed Effect

Teknik yang digunakan dalam metode Fixed Effect adalah dengan

menggunakan variabel dummy untuk menangkap adanya perbedaan intersep.

Metode ini mengasumsikan bahwa koefisien regresi (slope) tetap antar

kabupaten/kota dan antar waktu, namun intersepnya berbeda antar kabupaten/kota

namun sama antar waktu (time invariant). Namun metode ini membawa

kelemahan yaitu berkurangnya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada

akhirnya mengurangi efisiensi parameter.

3. Random Effect

Tenik yang digunakan dalam Metode Random Effect adalah dengan

menambahkan variabel gangguan (error terms) yang mungkin saja akan muncul

pada hubungan antar waktu dan antar kabupaten/kota. Teknik metode OLS tidak

dapat digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien, sehingga lebih tepat

untuk menggunakan Metode Generalized Least Square (GLS). Model analisis data

yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linier berganda dengan

metode OLS (Ordinary Least Square), yaitu metode yang digunakan untuk

mengetahui besarnya pengaruh perubahan dari suatu variabel independen 38

terhadap variabel dependen (Gujarati, 1995). Analisis regresi linier berganda

diformulasikan sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + β5 X5it + єit

PTKit = β0 + β1 UMPit + β2 PDRBit + β3 INVit + β4 INFLASIit + β5 TPit + єit


Dimana :

PTK : Penyerapan Tenaga Kerja INV : Investasi

Inflasi : Inflasi

TK : Tingkat pendidikan

UMP : Upah Minimum Provinsi

3.5.1 Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis regresi maka pada data dilakukan uji asumsi

klasik agar diketahui data sudah BLUE atau belum. Jika terjadi penyimpangan

akan asumsi klasik digunakan pengujian statistik non parametrik sebaliknya

asumsi klasik terpenuhi apabila digunakan statistik parametrik untuk mendapatkan

model regresi yang baik, model regresi tersebut harus terbebas dari uji normalitas,

multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Cara yang digunakan

untuk menguji penyimpangan asumsi klasik adalah sebagai berikut :

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas data adalah pengujian tentang kenormalan distribusi

data. Pengujian normalitas dilakukan dengan maksud untuk melihat normal

tidaknya data yang dianalisis. Model regresi yang baik memiliki distribusi data

normal atau mendekati normal. Nilai residual yang berdistribusi normal dapat

diketahui dari bentuk kurva yang membentuk gambar lonceng yang kedua sisinya

melebar sampai tak terhingga. Selain menggunakan grafik, uji normalitas juga

dapat dilakukan dengan metode Jarque-Bera (uji JB). Uji JB dilakukan dengan

melihat nilai probabilitas Jarque-Bera. Menurut Winarno (2015: 5.41) model


regresi yang berdistribusi normal memiliki nilai probabilitas JB > 0,05 (α = 0,05).

Sebaliknya jika nilai probabilitas < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas adalah suatu uji yang digunakan untuk melihat

korelasi antar masing-masing variabel bebas. Salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mengetahui ada tidaknya multikolinieritas maka dapat dilihat

dari nilai korelasi antar dua variabel bebas tersebut. Apabila nilai korelasi kurang

dari 0,8 maka variabel bebas tersebut tidak memiliki persoalan multikolinieritas,

begitu juga sebaliknya.

3. Heterokedastisitas

Heterokedastisitas adalah situasi penyebaran data yang tidak sama atau

tidak samanya variansi sehingga uji siginifikansi tidak valid. Uji

heteroskedastisitas bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model

regresi terjadi ketidaksamaan varian residual (kesalahan penganggu) dari satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian residual dari satu pengamatan

ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homokedastisitas (sama variannya).

Salah satu cara mendeteksi masalah heterokedastisitas adalah menggunakan uji

Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas

terhadap nilai absolut residual (Winarno, 2015: 5.16). Jika nilai probabilitas

variabel bebas < 0,05 (taraf signifikan atau α = 0,05) maka terjadi heteroskedastis,

sebaliknya jika nilai probabilitas > 0,05 maka terjadi homokedastis.

4. Autokorelasi
Autokorelasi adalah korelasi antara anggota serangkaian observasi yang

diurutkan menurut deret waktu. Menurut Gujarati (2006: 37), pengujian paling

populer untuk mendeteksi autokorelasi adalah uji statistik Durbin-Watson.

Pengambilan keputusan pada asumsi ini memerlukan dua nilai bantu yang

diperoleh dari tabel Durbin-Watson, yaitu nilai dL dan Du, dengan K = jumlah

variabel bebas dan n = ukuran sampel. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai

Durbin Watson.

3.5.2 Uji Statistik

1. Uji t (uji parsial)

Uji statisttik t pada dasarnya adalah menunjukan seberapa jauh pengaruh

suatu variabel penjelas secara individual dalam mempengaruhi variabel terikat.

Apakah variabel independen merupakan penjelas yang signifikan atau tidak

signifikan terhadap variabel dependen. Bila t hitung > t tabel pada tingkat

kepercayaan 5% atau nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 (taraf nyata 5%) maka

H0 ditolak dengan kata lain variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel terikat.

2. Uji F (uji simultan/gabungan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas

yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama

terhadap variabel terikat. Artinya apakah semua variabel penjelas secara

bersamaan merupakan variabel-variabel penjelas yang signifikan atau tidak

signifikan terhadap variabel dependennya. Bila F hitung > F tabel pada tingkat

derajat kepercayaan 5% dan tingkat kepercayaan tertentu atau nilai Probabilitas


signifikan lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak yang berarti variabel bebas secara

bersama-sama mempengaruhi variabel terikat. Hipotesis merupakan suatu

anggapan atau suatu dugaan mengenai populasi. Sebelum menolak atau menerima

sebuah hipotesis statistik, seorang peneliti harus menguji keabsahan hipotesis

tersebut utnuk menentukan apakah hipotesis itu benar atau salah denga nilai

probabilitas.

3.5.3 Hipotesis Statistik

1. Parsial

a. Pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh Upah Minimum Provinsi terhadap

Penyerapan Tenaga Kerja

b. Pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

c. Pengaruh Investasi terhadap penyerapan Tenaga kerja

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh Investasi terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh Investasi terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja
d. Pengaruh Inflasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh Inflasi terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh Inflasi terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

e. Pengaruh Tingkat Pendidikan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh PDRB terhadap Penyerapan Tenaga

Kerja

2. Simultan

H0 : β1 = 0 Tidak terdapa pengaruh Upah Minimum Provinsi,

PDRB, Investasi, Inflasi dan Tingkat Pendidikan

terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

H1 : β1 ≠ 0 Tidak terdapa pengaruh Upah Minimum Provinsi,

PDRB, Investasi, Inflasi dan Tingkat Pendidikan

terhadap Penyerapan Tenaga Kerja

3.5.4 Determinasi

1. Korelasi

Korelasi adalah mengukur kuatnya hubungan antara X dan Y. Besarnya

koefisien korelasi akan berkisar antara -1 (negatif satu) sampai +1 (positif satu).

Apabila koefisien korelasi mendekati -1 atau +1, berarti hubungan antar variabel

tersebut semakin kuat. Sebaliknya, apabila koefisien korelai mendekati angka 0,


berarti hubungan antar variabel tersebut semakin lemah. Dengan kata lain,

besarnya nilai korelasi bersifat absolut, sedangkan tanda + atau – hanya

menunjukkan arah hubungan.

2. Determinasi (R2 )

Uji terhadap koefisien determinasi (R2) adalah mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefisien

determinasi (R2) digunakan sebagai informasi mengenai kecocokan suatu model.

Nilai koefisien determinasi antara 0 sampai dengan 1. Dinamakan koefisien

determinasi karena R2 x 100% daripada variasi yang terjadi dalam variabel terikat

Y dapat dijelaskan oleh variabel bebas X. besarnya nilai koefisien determinasi

adalah berkisar 0 < R2 < 1. Artinya jika R2 mendekati 1 maka dapat dikatakan

pengaruh variabel bebas tehadap variabel terikat adalah besar. Berarti model yang

digunakan baik untuk menjelaskan pengaruh variabel tersebut.

Anda mungkin juga menyukai