Anda di halaman 1dari 3

Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal

Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab rahimahullah dalam Tsalatsatul Ushul kembali


berkata,

ِ‫ة عَلَى خَل ْ ِقهِ إِال َّ هَذِه‬


ً ‫ج‬
َّ ‫ح‬
ُ ‫ه‬
ُ ‫ل الل‬ َ ‫ما أَن ْ َز‬
َ ْ‫ لَو‬:‫ه‬
ُ ‫ه الل‬
ُ ‫م‬
َ ‫ح‬
ِ ‫ي َر‬ َ ‫قَا‬
ُّ ِ‫ل الشَّ افِع‬
ْ ُ‫سوْ َرةُ لَكَفَتْه‬
.‫م‬ ُّ ‫ال‬

:‫ه تَعَالَى‬
ُ ‫ه الل‬
ُ ‫م‬
َ ‫ح‬
ِ ‫ل البُخَارِيُّ َر‬ َ ‫َوقَا‬
َ َ ‫ { فَاعْل‬:‫ل قَولُه تعالَى‬
َ ‫ه ال‬
ُ َّ ‫م أن‬
ْ َ َ ُ ْ ُ ‫ َوالدَّلِي‬،‫ل‬ ِ ‫م‬َ َ‫ل وَالْع‬ ِ ْ‫ل القَو‬ َ ْ ‫م قَب‬ ُ ْ ‫ العِل‬:‫اب‬ُ َ‫“ ب‬
.”‫ك} فبدأ بالعلم قبل القول والعمل‬ َ ِ ‫ستَغْ ِف ْر لِذ َنْب‬
ْ ‫ه َوا‬ ُ َّ ‫ه إِاَّل الل‬
َ َ ‫إِل‬
Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Andai Allah menurunkan hujjah pada hamba
hanyalah surat Al-‘Ashr ini, tentu itu sudah mencukupi mereka.”

Imam Bukhari rahimahullah berkata, “Bab ‘Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal’, dalilnya


adalah firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak
ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu’.” (QS.
Muhammad: 19). Dalam ayat ini, Allah memulai dengan berilmu lalu beramal.

Cukup dengan Surah Al-‘Ashr


 

Maksud perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah di atas adalah surah Al-‘Ashr


semata sudah mencukupi hamba sebagai petunjuk untuk bisa terus belajar,
terus beramal, berdakwah, dan bersabar.

Bagaimana dengan surah-surah yang lain, apa tidak bisa menjadi hujjah? Seluruh Al-
Qur’an jelas bisa menjadi hujjah. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Haytsam bin
Muhammad Jamil Sarhan.

Dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan


Imam Asy-Syafi’i rahimahullah,

‫م‬ ِ َ‫سوْ َرةَ لَو‬


ْ ُ‫سعَتْه‬ ُ ‫لَوْ تَدَب َّ َر النَّا‬
ُّ ‫س هَذِهِ ال‬
“Andai manusia mau merenungkan surah Al-‘Ashr ini, maka itu sudah mencukupi
mereka.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:648)
 

Lihat Kata Imam Bukhari, Berilmu Dulu Baru Beramal


 

Amirul Mukminin dalam bidang hadits yaitu Imam Bukhari rahimahullah menyatakan


dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, Bab “Al-‘Ilmu Qabla Al-Qaul wa Al-‘Amal” (ilmu
sebelum berkata dan beramal), lantas beliau menyebutkan dalil. Di sini menunjukkan
bahwa kita mesti berilmu sebelum beramal. Tidaklah sah suatu amalan yang tidak
didasari ilmu terlebih dahulu. Orang yang beramal tanpa ilmu, itulah yang mirip dengan
kaum Nashrani. Demikian dijelaskan oleh Syaikh Haytsam bin Muhammad Jamil Sarhan.

Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan menjelaskan sebagai berikut.

Kalimat “ُ ‫ ” َفاعْ َل ْم أَ َّن ُه الَ إِ َل َه إِاَّل هَّللا‬menunjukkan perintah untuk berilmu dahulu. Sedangkan kalimat
“ َ‫ ” َواسْ َت ْغفِرْ ل َِذ ْن ِبك‬menunjukkan amalan.

Surah Muhammad ayat 19 sekaligus menunjukkan keutamaan berilmu.

Abu Nu’aim rahimahullah dalam Hilyah Al-Auliya’ (7:305) dari Sufyan bin ‘Uyainah ketika


ditanya mengenai keutamaan ilmu, ia menyatakan, “Tidakkah engkau mendengar firman
Allah Ta’alaketika memulai dengan ‘ُ ‫ ’ َفاعْ لَ ْم أَ َّن ُه الَ إِلَ َه إِاَّل هَّللا‬artinya dimulai dengan ilmu, baru
setelah itu disebutkan perintah untuk beramal pada ‘ َ‫’ َواسْ َت ْغفِرْ ل َِذ ْن ِبك‬.” Dinukil dari Hushul Al-
Ma’mul, hlm. 29.

Kesimpulannya surah Muhammad ayat 19 menunjukkan:

1. Keutamaan ilmu.
2. Berilmu lebih didahulukan daripada beramal.

Akibat Tidak Berilmu Dahulu


 

Syaikh Ibnu Qasim rahimahullah berkata, “Perkataan dan amalan manusia tidaklah


benar sampai ia mendasarinya dengan ilmu. Dalam hadits disebutkan,

َ
ْ ‫س عَلَيْهِ أ‬
ٌّ ‫م ُرنَا فَهُوَ َرد‬ َ ْ ‫مال ً لَي‬ َ ‫م‬
َ َ‫لع‬ ِ َ‫ن ع‬
ْ ‫م‬
َ
“Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR.
Muslim, no. 1718)

Dalam kalimat syair disebutkan,

‫ل‬ َ ْ‫علْم ٍ يَع‬


ُ ‫م‬ ِ ِ‫ن بِغَيْر‬
ْ ‫م‬ ُّ ُ ‫وَك‬
َ ‫ل‬
َ
ُ َ ‫م ْردُوْدَةٌ ال َ تُقْب‬
‫ل‬ ُ ُ ‫مال‬
َ ‫ه‬ َ ْ‫أع‬
“Setiap yang beramal tanpa ilmu, amalannya tertolak dan tidak diterima.” (Hasyiyah
Tsalatsah Al-Ushul, hlm. 14-15)

Semoga Allah menjadikan kita semangat mendasari setiap amalan kita dengan ilmu.

Referensi:

1. Hasyiyah Tsalatsah Al-Ushul.Cetakan Tahun 1429 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin


Muhammad bin Qasim Al-Hambali An-Najdi. Penerbit Maktabah Al-Malik Fahd.
2. Hushul Al-Ma’mul bi Syarh Tsalatsah Al-Ushul. Cetakan kedua, Tahun 1430 H.
Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
3. Syarh Tsalatsah Al-Ushul wa Adillatuhaa wa Al-Qawa’id Al-Arba’. Haytsam bin
Muhammad Jamil Sarhan. Penerbit At-Taseel Al-Ilmi.
4. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1430 H. Ibnu Katsir. Tahqiq:
Prof. Dr. Hikmat bin Baysir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Diselesaikan pada perjalanan Jogja – Jakarta (Garuda), pagi hari 18 Dzulqa’dah 1439 H

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho: 


https://rumaysho.com/18246-tsalatsatul-ushul-ilmu-sebelum-berkata-dan-beramal.html

Anda mungkin juga menyukai