Anda di halaman 1dari 6

KEBIJAKAN JKN DIPUSKESMAS DAN DIRS DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PASIEN SYOK SEPSIS

Disusun Oleh :

1. Mawar Isndaruwati (S16163)

2. Merlyn Rapikasari (S16165)

3. Minarti Panjukang (S16167)

4. Mita Puspitaningrum (S16168)

STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

2019
A. KESENJANGAN JKN DI PUSKESMAS

Masalah kesehatan merupakan salah satu masalah yang saat ini


masih dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Persoalan rendahnya akses masyarakat terutama masyarakat miskin
terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau masih
menjadi tugas berat pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk
menyelesaikannya. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah
untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah
adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sejak 1 Januari 2014
sebagai amanat dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Pelayanan kesehatan adalah
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan
perseorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat.1 Fokus kebijakan
Kementerian Kesehatan RI untuk periode 2015-2019 salah satunya
adalah penguatan pelayanan kesehatan primer. Penguatan pelayanan
primer mencakup 3 hal yaitu fisik (pembenahan infrastruktur), sarana
(pembenahan fasilitas) dan sumber daya manusia (penguatan tenaga
kesehatan selain dokter).2 Fokus kebijakan tersebut sejalan dengan fokus
pembiayaan program JKN melalui penguatan pelayanan primer di
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) baik milik pemerintah
maupun swasta.

Puskesmas merupakan FKTP milik pemerintah yang menjadi ujung


tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia yang menyelenggarakan
pelayanan medik dasar dan lebih mengutamakan pelayanan promotif dan
preventif di masyarakat sekitarnya. Pelayanan kesehatan dasar yang
diberikan oleh Puskesmas kepada peserta dalam program JKN wajib
dibayar oleh BPJS Kesehatan dengan tarif kapitasi dan tarif non kapitasi.
Tarif kapitasi atau sering disebut dana kapitasi merupakan besaran
pembayaran per bulan yang dibayar dimuka kepada Puskesmas
berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis
dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas. Besaran
tarif kapitasi bagi Puskesmas memiliki rentang Rp.3.000,00 –
Rp.6.000,00 per peserta program JKN yang terdaftar di Puskesmas
tersebut. Tarif kapitasi digunakan untuk administrasi pelayanan, promotif
dan preventif, pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis, tindakan
medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif, obat dan bahan
medis habis pakai, dan pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium
tingkat pertama.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2014 tentang


Penggunaan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa
Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Milik Pemerintah, Pasal 4 mengatur
penggunaan dana kapitasi untuk pembagian jasa pelayanan kesehatan
diberikan berdasarkan latar belakang pendidikan dan jabatan, tanpa
melihat beban kerja dan kinerja pegawai di Puskesmas. Hal ini
menyebabkan timbul kesenjangan antara tenaga kesehatan dan non
kesehatan di Puskesmas yang dapat mengganggu tim kerja dan kinerja di
Puskesmas.Sedangkan pemanfaatan dana kapitasi untuk biaya
operasional pelayanan kesehatan salah satunya digunakan untuk kegiatan
operasional pelayanan kesehatan lainnya, belum secara detail diatur
tentang belanja barang operasional dan belanja modal untuk sarana dan
prasarana di Puskesmas. Hal ini menyebabkan Puskesmas belum optimal
merealisasikan dana kapitasi untuk peningkatan sarana prasarana di
Puskesmas sehingga realisasi penggunaan dana kapitasi pada tahun
berjalan masih lambat dan belum terlihat serta dirasakan realisasinya oleh
masyarakat yang berobat ke Puskesmas.
B. KEBIJAKAN JKN DI RUMAH SAKIT

Pemerintah Indonesia mulai mengimplementasikan program Jaminan


Kesehatan Nasional (JKN) secara universal di Indonesia, sejak tanggal 1
Januari 2014. Program ini bertujuan memberikan jaminan kepada seluruh
warga negara Indonesia agar dapat mengakses pelayanan kesehatan
ketika membutuhkan dan tidak lagi terkendala khususnya dari segi
pembiayaan. Di Indonesia, JKN diimplementasikan secara bertahap oleh
pemerintah, diharapkan pada tahun 2019 seluruh warga negara Indonesia
telah ikut seluruhnya bergabung ke dalam program ini. JKN di Indonesia
menganut sistem asuransi sosial, yakni pemerintah Indonesia mewajibkan
seluruh warga negara untuk bergabung pada program ini.

Penerapan JKN saat ini telah membawa perubahan besar dalam


sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan khususya di rumah sakit.
Sistem pembayaran di rumah sakit berubah yang sebelumnya
menggunakan sistem fee for service menjadi sistem pembayaran
prospective payment system dengan menggunakan tarif Ina-CBGs dan
BPJS Kesehatan ditunjuk sebagai institusi pelaksana program. Sistem
rujukan pasien secara berjenjang juga mulai diperlakukan secara lebih
ketat dari pelayanan kesehatan primer ke pelayanan kesehatan rujukan
atau rumah sakit.

Perubahan kondisi tersebut membuat pihak manajemen rumah sakit


harus dapat mengelola rumah sakit mereka secara efisien dengan tetap
memperhatikan kendali mutu dan kendali biaya agar mampu bertahan di
era Jaminan Kesehatan Nasional. Menyadari akan pentingnya efisiensi,
pemerintah Indonesia memperkenalkan Pola Badan Layanan Umum (PK-
BLU) sejak tahun 2004 bagi instansi yang menyediakan layanan kepada
masyarakat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun
2004tentang Perbendaharaan Negara, termasuk didalamnya adalah
Rumah Sakit.Pemerintah Indonesia dalam Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit juga telah mewajibkan bahwa seluruh
rumah sakit yang didirikan pemerintah harus dikelola dalam bentuk
Badan Layanan Umum (BLU) untuk pemerintah pusat atau Badan
Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk pemerintah daerah.

Tujuan dari pembentukan Badan Layanan Umum adalah


meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, rumah sakit diberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip efisiensi,
efektifitas dan produktivitas serta penerapan praktik bisnis yang sehat.
Dengan adanya fleksibilitas tersebut diharapkan dapat meningkatkan
kinerja pelayanan dan kinerja keuangan rumah sakit sehingga mampu
memberikan pelayanan kesehatan yang optimal dan dapat berkembang di
Era JKN saat ini.

Jumlah RS di Indonesia yang bersatatus BLU/BLUD saat ini terus


mengalami peningkatan, salah satu provinsi yang mengalami peningkatan
yang cukup signifikan adalah Provinsi Sulawesi Selatan. Tercatat pada
tahun 2010 pada 24 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sulawesi
Selatan hanya terdapat 10 RS yang telah berstatus BLU/BLUD, tetapi
hingga tahun 2016 meningkat menjadi 25 RS atau meningkat sebanyak
150%.Peningkatan jumlah RS BLU/BLUD saat ini diharapkan dapat
diikuti dengan peningkatan mutu kualitas layanan rumah sakit, hal
tersebut sesuai dengan tujuan dari penerapan kelembagaan BLU/ BLUD
yakni salah satu didalamnya adalah efisiensi. Secara umum sesuai dengan
tujuannya, penerapan sistem jaminan kesehatan nasional disuatu negara
akan membawa dampak positif yakni meningkatnya akses masyarakat ke
pelayanan kesehatan termasuk didalamnya rumah sakit, tetapi sistem ini
juga dapat memberi dampak negatif khususnya bagi rumah sakit
dikarenakan adanya perubahan mendasar yang terjadi dalam sistem
pelayanan kesehatan khususnya perubahan dalam sistem pembayaran ke
rumah sakit yang jika tidak diantisipasi dengan baik oleh pihak
manajemen maka akan mempengaruhi efisiensi dan efektifitas pelayanan
di rumah sakit.

C. ASUHAN KEPERAWATAN SYOK SEPSIS

Study kasus

Anda mungkin juga menyukai