Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN HASIL KUNJUNGAN RUMAH (HOME VISIT)

Hari/ Tanggal : Sabtu, 30 November 2019


Dasar : 800/ /ST/RSJD/2019

Atas dasar surat tersebut, mahasiswa melaksanakan tugas kunjungan rumah dalam rangka
pemberian pelayanan kesehatan jiwa, khususnya asuhan keperawatan jiwa kepada keluarga klien
yang beridentitas sebagai berikut:

Nama : Tn. S
Umur : 34 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Tanggal MRS : 16 Oktober 2019
Alamat : Jl. Nelayan 1 Kecamatan Sungailiat

Nama Keluarga : Tn. L


Hubungan : Bapak Kandung
Pekerjaan : Nelayan
Alamat : Jl. Nelayan 1 Kecamatan Sungailiat

HASIL KUNJUNGAN RUMAH


Tujuan Kunjungan:
1. Memberikan informasi kepada keluarga tentang perkembangan klien di Rumah Sakit.
2. Mengklarifikasi dan melengkapi data yang diperoleh dari klien dan data sekunder
(dokumentasi medik)
3. Mendapatkan informasi langsung dari keluarga.
4. Melakukan pendidikan kesehatan sesuai dengan masalah klien.
5. Memotivasi keluarga untuk berpartisipasi dalam merawat klien.
6. Mengobservasi lingkungan rumah klien.
7. Keluarga dapat menggunakan obat dengan benar.

Waktu Kunjungan:
Hari Sabtu tanggal 30 November 2019, pukul 15.00 WIB tiba di kediaman keluarga klien
di Jl. Nelayan 1 Sungailiat.

Informasi Yang diperoleh:


Hasil Kunjungan Rumah
1. Menginformasikan kepada keluarga tentang klien
a. Klien sudah dalam keadaan tenang dan dari dokter yang merawat klien sudah di
perbolehkan pulang
b. Klien sudah diajarkan oleh perawat ruangan 4 cara mengatasi halusinasi jika
kambuh dan 5 cara mengontrol resiko perilaku kekerasan/emosi
c. Klien mengatakan ingin cepat pulang dan bekerja lagi di pasar sebagai penjaga
WC umum
2. Melakukan validasi terhadap data dan melengkapi data yang diperoleh dari klien.
a. Validasi data
Pertama kali klien mengalami gangguan klien ± 9 tahun yang lalu, Sebelum di
bawa ke RS keluarga mengatakan klien sudah 2 – 8 hari tidak minum obat, klien
banyak diam, mudah tersinggung, tatapan mata tajam dan keluyuran. Keluarga
mengatakan klien mendengar suara-suara. Keluarga mengatakan klien mendengar
suara-suara malam hari, respon klien saat halusinasi muncul adalah marah.

b. Melengkapi data klien


Klien adalah anak ke 1 dari 5 bersaudara, klien belum menikah dan masih tinggal
dengan ibu klien. Klien mempunyai 1 saudara perempuan dan 3 saudara laki-laki,
adik perempuan klien yang ke 3 dan adik laki-laki yang ke 2 klien sudah menikah.
c. Pola perkembangan
Klien hanya tamat kelas 6 SD. Klien pernah ditabrak waktu berumur 6 tahun,sejak
saat itu klien sering mengeluh pusing dan sering memukul kepalanya dengan
tangan. Klien mulai menampakkan sifat-sifat aneh kurang lebih 9 tahun yang lalu.

d. Keterlibatan dan harapan keluarga


Keluarga mengatakan senang sekali karena perawat sudah merawat anaknya.
Keluarga klien berharap klien dapat sembuh dan bisa menjalani aktivitas seperti
sediakala, besar harapan orangtua klien anaknya normal seperti anak-anak yang
lain, bisa menikah dan memiliki anak. Dan setelah pulang ke rumah keluarga akan
berobat setiap 2 minggu (jika obat klien habis). Keluarga akan membantu klien
minum obat dan tidak membiarkan klien sendirian

e. Kondisi lingkungan fisik rumah


Keadaan lingkungan rumah bersih, dinding rumah terbuat dari semen dan papan,
status rumah sendiri, rumah klien dekat dari jalan raya, kalau mau masuk ke rumah
klien bisa naik mobil. Rumah klien terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu dan
dapur. Ventilasi rumah kurang baik, tidak ada ventilasi udara, kamar pun tidak ada
jendela.

f. Diagnosa Keperawatan, Implementasi dan Pendidikan Kesehatan


Mendiskusikan tentang pengertian halusinasi:
1) Halusinasi adalah persepsi yang salah misalnya klien mendengar suara- suara
atau melihat bayangan-banyangan yang pada kenyataanya tidak ada
2) Tanda dan gejala;
a) Berbicara sendiri
b) Tertawa sendiri
c) Tiba-tiba marah dan menyerang orang lain
d) Sulit tidur
3) Penyebab:
Klien menghindari interaksi dengan orang lain
Mahasiswa melakukan implementasi terhadap penekanan-penekanan berkaitan
dengan peran dan tanggung jawab keluarga terhadap perawatan klien. Apabila klien
mengalami tanda-tanda halusinasi maka klien mengajarkan cara menghardik,
bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan kegiatan terjadwal. Dan
mengingatkan keluarga agar klien teratur minum obat, serta bawalah klien berobat
setiap 2 minggu sekali
g. Evaluasi
1) Keluarga dapat menerima dan ikut serta dalam merawat klien di rumah dan
memotivasi klien saat di Rumah Sakit
2) Meningatkan kleuarga untuk membawa klien kontrol jika obat klien habis
3) Mengingatkan keluarga agar klien diberi aktivitas, jangan dibiarkan sendiri
4) Meningatkan keluarga untuk selalu mengingatkan dan memotivasi klien untuk
minum obat teratur
MATERI PENYULUHAN

A. Definisi
1. Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
parabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetul-betulnya tidak ada
(Damaiyanti, 2012).
2. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanda ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa
stimulus eksteren: persepsi palsu. (Prabowo, 2014)

B. Karakteristik Halusinasi
Menurut (Menurut Stuart, 2007 dalam Sutejo 2017), jenis halusinasi antara lain:
1. Halusinasi pendengaran (Auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara orang, biasanya
klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya
dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya,
gambaran geometrik, gambar kartun dan/atau panorama yang luas dan kompleks.
Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan
3. Halusinasi penghidu (Olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti:
darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhirup bau harum. Biasanya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (Tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang
terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (Gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan,
merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena
atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine
7. Halusinasi Kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.        

C. Faktor Predisposisi Dan Faktor Presipitasi


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007) dalam Sutejo (2017), faktor penyebab terjadinya halusinasi
adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih
luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan
dan masalah-masalah pada system receptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).Temuan kelainan anatomi
otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan
kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan
tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan
untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

D. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku dengan
pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicarasendiri, secaratiba-tiba
marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati
sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa yang
dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan
halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999 dalamSutejo 2017):
a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala klinis:
1) Menyeriangai / tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpabicara
3) Gerakan matacepat
d. Bicara lambat
e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikandiri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

E. Fase-Fase Halusinasi
MenurutYosep (2014) ,tahapan halusinasi terdiri dari 5 tahap, yaitu :

1. Tahap I (sleep disorder)

Merupakan fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Klien merasa banyak masalah,

ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit karena banyak stressor terakumulasi. Masalah terasa

menekan karena terakumulasi sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap

masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa mengkhayal

dan menganggap lamunan-lamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah.

2. Tahap II (comforting)

Comforting, dimana halusinasi secara umum diterima sebagai sesuatu yang alami dan juga

sebagai fase menyenangkan. Karakteristik dari fase ini klien mengalami stress, cemas,

perasaan perpisahan, perasaan rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat

diselesaikan. Pada fase ini klien berperilaku tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,

menggerakkan bibir tanpasuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika

sedang asik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.

3. Tahap III (condemning)

Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan termasuk dalam psikotik ringan,

karakteristik klien pada fase ini menjadi pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,

kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri menjadi dominan, mulai merasakan

ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu dan klien ingin

mengontrolnya. Perilaku klien pada fase ini biasanya meningkatkan tanda-tanda system

syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan

halusinasinya dan tidak bias membedakan dengan realita.

4. Tahap IV (controling)

Controlling disebut juga ansietas berat, yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.

Karakteristik klien meliputi bisikan, suara, bayangan, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Tanda-tanda fisik berupa berkeringat, tremor, dan tidak

mampu memenuhi perintah.

5. Tahap V (conquering)

Conquering disebut juga fase panic yaitu klien lebur dengan halusinasinya termasuk

dalam psikotik berat. Karakteristik yang muncul pada klien meliputi halusinasi berubah

menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjad itakut, tidak berdaya,

hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan

lingkungan.

F. Cara Mengontrol Halusinasi


1. Menghardik halusinasi
2. Mengajak teman bercakap-cakap
3. Membuat kegiatan terjadwal
4. Minum obat secara teratur
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, 2003. Pedoman Asuhan Keperawan Jiwa, Semarang: RSUD Dr. Amino Gondo Utomo
Iskandar. 2015. Laporan Pendahuluan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi. Dimuat dalam
http://kuliahiskandar.blogspot.co.id/2015/01/laporan-pendahuluan-halusinasi.html, diakses
tanggal 30 November 2019
Keliat, 1995. Proses Keperawatan Jiwa Edisi I, Jakarta: EGCTim MPKP RS. Dr. Ernaldi Bahar
Prov. Sumatera Selatan, 2011. Model Asuhan Keperawatan Jiwa: Palembang
Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.Yogyakarta: NuhaMedika
Sutejo. (2017). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: PustakaBaru Press.
Yoseph, Iyus, 2009. Keperawatan Jiwa, Bandung: Rapika Aditama
DOKUMENTASI HOME VISITE

Anda mungkin juga menyukai