Anda di halaman 1dari 20

I.

Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa dapat mengetahui cara menghitung jenis-jenis leukosit.
b. Tujuan Instruksional Khusus
1. Mahasiswa dapat melakukan hitung jenis leukosit dengan baik dan
benar.
2. Mahasiswa dapat membedakan jenis-jenis leukosit

II. Metode
Diff count

III. Prinsip
Apusan darah diamati dengan mikroskop binokuler pada pembesaran objektif
100x dengan penambahan oil imersi. Diff count dilakukan pada counting area
dimana eritrosit menyebar merata. Bentuk-bentuk leukosit dihitung hingga
100 sel.

IV. Dasar Teori


A. Darah

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian yaitu plasma darah dan
sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit dan trombosit.
Volume darah secara keseluruhan adalah satu per dua belas berat badan atau kira-kira
lima liter. Sekitar 55% adalah plasma darah, sedang 45% sisanya terdiri dari sel
darah. Fungsi utama darah dalam sirkulasi adalah sebagai media transportasi,
pengaturan suhu, pemeliharaan keseimbangan cairan, serta keseimbangan basa
eritrosit selama hidupnya tetap berada dalam tubuh. Darah terdiri daripada beberapa
jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain
berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut
plasma darah. (Widayati, dkk, 2010).
Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk
medium cairan darah yang disebut plasma darah.

a. Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99% dari jumlah korpuskula).
Eritrosit tidak mempunyai nukleus sel ataupun organela, dan tidak
dianggap sebagai sel dari segi biologi. Eritrosit mengandung hemoglobin
dan mengedarkan oksigen. Sel darah merah juga berperan dalam
penentuan golongan darah. Orang yang kekurangan eritrosit menderita
penyakit anemia. Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%),
bertanggung jawab dalam proses pembekuan darah.
b. Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas
untuk memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya
oleh tubuh, misal virus atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak
memiliki bentuk yang tetap. Orang yang kelebihan leukosit menderita
penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan leukosit menderita
penyakit leukopenia.
c. Plasma darah
Pada dasarnya adalah larutan air yang mengandung : albumin, bahan
pembeku darah, immunoglobin (antibodi), hormon, berbagai jenis protein,
berbagai jenis garam.

B. Leukosit

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik
(granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam
sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, Yang tidak mempunyai
granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Granula
dianggap spesifik bila secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada
sebagian besar precursor (pra zatnya) (Caroline, Astrid. 2013).

Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral


organisme terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan
melalui proses diapedesis. Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos
antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Bila memeriksa
variasi Fisiologi dan Patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah
absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil (Caroline, Astrid.
2013).

Leukosit memiliki bentuk khas, nukleus, sitoplasma dan organel, semuanya


bersifat mampu bergerak pada keadaan tertentu. Leukosit merupakan unit yang aktif
dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang
(granulosit, monosit dan sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit
dan sel-sel plasma). Setelah dibentuk sel-sel ini diangkut dalam darah menuju
berbagai bagian tubuh untuk digunakan Kebanyakan sel darah putih ditranspor secara
khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius

Adapun jenis-jenis dari leukosit antara lain:

a. Monosit
Monosit adalah sel darah putih yang berjumlah 1-3% dalam tubuh kita
yang merupakan baris kedua pertahanan tubuh kita terhadap infeksi
bakteri dan benda asing. Monosit adalah bagian dari kelompok sistem
kekebalan tubuh kita yang tidak mempunyai butiran halus dalam sel
(granula). Dalam melawan infeksi bakteri dan benda asing, monosit dapat
melawan walaupun ukuran bakteri dan benda asing lebih besar dengan
memakannya. 
Monosit beredar dalam darah sekitar 300-500 mikroliter darah yang
diproduksi didalam sumsum tulang manusia dan menyerbar keseluruh
tubuh dalam 3 hari dengan masuk ke jaringan tubuh tertentu yang
mengalami pematangan menjadi makrofag yang berfungsi sebagai
kekebalan tubuh. Peningkatan jumlah monosit disebut dengan
monositosis, yang dapat dijumpai pada penyakit seperti parotitis, herpes
zoster, mononucleosis, infeksiosa, toksoplasmosis, hemolitik, arthrithis,
dan masih banyak lagi. Fungsi dari monosit ini yaitu:
 Menghancurkan sel-sel asing.
 Mengangkat jaringan yang telah mati.
 Membunuh sel-sel kanker.
 Pembersih dari fagositosis yang dilakukan neutrofil.
 Meransang jenis sel darah putih yang lain dalam melindungi
tubuh.
 Menunjukkan perubahan dalam kesehatan pasien dengan banyak
sedikitnya monosit dalam tubuh. 
b. Basofil
Basofil adalah  sel darah putih yang berjumlah 0,01-0,03% dari tubuh
kita. Basofil memiliki banyak granula sitoplasmik dengan jumlah dua
lobus. Basofil merupakan kelompok dari granulosit yang dapat bergerak
keluar menuju ke jaringan tubuh tertentu. Basofil akan bekerja disaat
adanya reaksi alergi pada tubuh dengan mengeluarkan histamin, sehingga
pembuluh darah menjadi besar. Jumlah basofil akan bertambah banyak
atau meningkat jika meningkatnya jumlah alergi. Bertambah banyak
jumlah basofil disebut dengan basofilia. Fungsi dari basofil ini yaitu:
 Basofil berfungsi memberi reaksi antigen dan alergi dengan
mengaktifkan atau mengeluarkan histamin sehingga terjadi
peradangan.
 Mencegah adanya penggumpalan dalam pembuluh darah.
 Membantu dalam memperbaiki luka.
 Memperbesar pembuluh darah.
c. Neutrofil 
Neutrofil adalah Sel darah putih yang berjumlah 50-60% dalam darah
yang merupakan kelompok granulosit karna memiliki butiran halus
(granula). Neutrofil juga diakatakan sebagai polymorphonuclear
dikarenakan selnya memiliki bentuk yang aneh. dan memiliki 3 inti sel.
Neutrofil adalah sel yang paling pertama menghadang dan melawan
bakteri, virus dan benda asing lainnya yang berperan dalam proses
peradangan. Dari sifat fagosit yang dimilikinya, neutrofil menyerang
dengan menggunakan serangan respiratori yang memakai berbagai
macam substansi yang mengandung hidrogen peroksida, oksigen radikal
bebas, hipoklorit.
Neutrofil diproduksi dalam sumsum tulang dengan hasil produksi
neutrofil sekitar 100 milliar neutrofil dalam sehari, dan akan meningkat
menjadi sepuluh kali lipat jika terjadi inflamasi kuat. Setelah keluar dari
sumsum tulang, akan mengalami 6 tahap morgolis, yakni mielocit,
metameolocit, neutrofil non segmen (band), neutrofil segmen. Fungsi dari
neutrofil ini yaitu:
 Menanggapi mikroba.
 Antibiotik dalam tubuh.
 Berfungsi dalam proses peradangan.
 Menghancurkan mikro organisme dan benda asing dengan
memakannya atau fagositosis.
 Sebagai sel pertahanan tubuh dalam melawan infeksi.
 Membantu menghapuskan stimulus yang berbahaya penyebab
matinya sel (nekrosis).
 Membuat daerah yang kekurangan racun
d. Limfosit
Limfosit adalah sel darah putih berjumlah 20-25% dalam tubuh yang
merupakan jumlah terbanyak kedua setelah neutrofil. Limfosit dibentuk
di dalam sumsum tulang dan di limfa. Limfosit juga dibagi menjadi dua
macam yakni limfosit kecil dan limfosit besar. Hasil dari produksi
limfosit 1 kubik kurang lebih 8000 sel darah putih. jika sel tersebut
mengalami peningkatan atau bertambah banyak maka akan menyebabkan
penyakit leukimia atau kanker darah. Limfosit terbagi atas 6 jenis yakni
Limfosit B, Sel T Helper, Sel T sitotoksit, Sel T memori, dan Sel T
Supresor. Limfosit B memproduksi antibodi, Sel T Helper mengaktifkan
dan mengarahkan sistem kekebalan tubuh mikroorganisme, Sel T
Sitotoksit mengeluarkan bahan kimia dalam menghancurkan patogen, Sel
T memori sistem kekebalan tubuh dalam mengetahui patogen tertentu. Sel
T Supresor untuk melindungi sel normal tubuh. Fungsi dari limfosit ini
yaitu:
 Menghasilkan antibody.
 Mengaktifkan sistem kekebalan tubuh.
 Mengeluarkan bahan kimia dan menghancurkan pathogen.
 Melindungi sel normal tubuh.
 Mengetahui patogen tertentu.
 Berubah menjadi antibodi (sel Plasma).
 Melawan kanker
e. Eosinofil
Eosinofil adalah sel darah putih berjumlah 7% dari dalam sel darah
putih dan mengalami peningkatan terkait dengan adanya asma, alergi dan
demam. Eosinofil memiliki diameter 10 hingga 12 mikrometer. Eosinofil
merupakan kelompok dari granulosit yang bertugas dalam melawan
parasit yang memiliki jangka waktu 8 hingga 12 hari. Eosinofil memiliki
sejumlah zat kimiawi seperti ribonuklease, histamin, lipase, eosinofil
peroksidase dan deoksribonuklease serta beberapa macam asam
amino. Fungsi dari eosinofil ini yaitu:
 Mencegah alergi.
 Menghancurkan antigen antibody.
 Berfungsi dalam menghancurkan parasit-parasit besar.
 Berperan dalam respon alergi

C. Diferensiasi Leukosit (Jenis-Jenis Leukosit)


Hitung jenis leukosit digunakan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis
leukosit. Terdapat lima jenis leukosit, yang masing-masingnya memiliki fungsi yang
khusus dalam melawan patogen. Sel-sel itu adalah neutrofil, limfosit, monosit,
eosinofil, dan basofil. Hasil hitung jenis leukosit memberikan informasi yang lebih
spesifik mengenai infeksi dan proses penyakit.  Hitung jenis leukosit hanya
menunjukkan jumlah relatif dari masing-masing jenis sel. Untuk mendapatkan jumlah
absolut dari masing-masing jenis sel maka nilai relatif (%) dikalikan jumlah leukosit
total (sel/μl). Pemeriksaan preparat ulas/apusan darah memberikan informasi lebih
lanjut mengenai morfologi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit (Mills 1998).
Tabel 1. Perbandingan jumlah eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah

Sel Sel/µL (rata- Kisaran normal


rata)

Sel darah putih 9000 4000-11000


total

Netrofil 5400 3000-6000

Eosinofil 275 150-300

Basofil 35 00-100

Limfosit 2750 1500-4000

Monosit 540 300-600

Eritrosit pada pria 5,4 x 106  


Eritrosit pada 4,8 x 106  
wanita

Trombosit 300.000 200.000-500.000

Hitung jenis leukosit berbeda tergantung umur. Pada anak limfosit lebih
banyak dari neutrofil segmen, sedang pada orang dewasa kebalikannya. Hitung jenis
leukosit juga bervariasi dari satu sediaan apus ke sediaan lain, dari satu lapangan ke
lapangan lain. Kesalahan karena distribusi ini dapat mencapai 15%. Bila pada hitung
jenis leukosit, diperoleh  eritrosit berinti lebih dari 10 per 100 leukosit, maka jumlah
leukosit/µl perlu dikoreksi. Berikut ini merupakan beberapa hasil yang mungkin
diperoleh pada hitung jenis leukosit:
a. Netrofilia
Netrofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil melebihi nilai
normal. Penyebab biasanya adalah infeksi bakteri, keracunan bahan kimia
dan logam berat, gangguan metabolik seperti uremia, nekrosia jaringan,
kehilangan darah dan kelainan mieloproliferatif.
Banyak faktor yang mempengaruhi respons netrofil terhadap infeksi,
seperti penyebab infeksi, virulensi kuman, respons penderita, luas
peradangan dan pengobatan. Infeksi oleh bakteri seperti Streptococcus
hemolyticus dan Diplococcus pneumoniae menyebabkan netrofilia yang
berat, sedangkan infeksi oleh Salmonella typhosa dan Mycobacterium
tuberculosis tidak menimbulkan netrofilia. Pada anak-anak netrofilia
biasanya lebih tinggi dari pada orang dewasa. Pada penderita yang lemah,
respons terhadap infeksi kurang sehingga sering tidak disertai netrofilia.
Derajat netrofilia sebanding dengan luasnya jaringan yang meradang
karena jaringan nekrotik akan melepaskan leukocyte promoting substance
sehingga abses yang luas akan menimbulkan netrofilia lebih berat
daripada bakteremia yang ringan. Pemberian adrenocorticotrophic
hormone (ACTH) pada orang normal akan menimbulkan netrofilia tetapi
pada penderita infeksi berat tidak dijumpai netrofilia.
Rangsangan yang menimbulkan netrofilia dapat mengakibatkan
dilepasnya granulosit muda keperedaran darah dan keadaan ini disebut
pergeseran ke kiri atau shift to the left.
Pada infeksi ringan atau respons penderita yang baik, hanya dijumpai
netrofilia ringan dengan sedikit sekali pergeseran ke kiri. Sedang pada
infeksi berat dijumpai netrofilia berat dan banyak ditemukan sel muda.
Infeksi tanpa netrofilia atau dengan netrofilia ringan disertai banyak sel
muda menunjukkan infeksi yang tidak teratasi atau respons penderita
yang kurang.
Pada infeksi berat dan keadaan toksik dapat dijumpai tanda
degenerasi, yang sering dijumpai pada netrofil adalah granula yang lebih
kasar dan gelap yang disebut granulasi toksik. Disamping itu dapat
dijumpai inti piknotik dan vakuolisasi baik pada inti maupun sitoplasma
b. Eosinofilia
Eosinofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah eosinofil melebihi
nilai normal. Eosinofilia terutama dijumpai pada keadaan alergi. Histamin
yang dilepaskan pada reaksi antigen-antibodi merupakan substansi
khemotaksis yang menarik eosinofil. Penyebab lain dari eosinofilia
adalah penyakit kulit kronik, infeksi dan infestasi parasit, kelainan
hemopoiesis seperti polisitemia vera dan leukemia granulositik kronik.
c. Basofilia
Basofilia adalah suatu keadaan dimana jumlah basofil melebihi nilai
normal. Basofilia sering dijumpai pada polisitemia vera dan leukemia
granulositik kronik. Pada penyakit alergi seperti eritroderma, urtikaria
pigmentosa dan kolitis ulserativa juga dapat dijumpai basofilia. Pada
reaksi antigen-antibodi basofil akan melepaskan histamin dari granulanya.
d. Limfositosis
Limfositosis adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah
limfosit melebihi nilai normal.  Limfositosis  dapat disebabkan oleh
infeksi virus seperti morbili, mononukleosis infeksiosa; infeksi kronik
seperti tuberkulosis, sifilis, pertusis dan oleh kelainan limfoproliferatif
seperti leukemia limfositik kronik dan makroglobulinemia primer.
e. Monositosis
Monositosis adalah suatu keadaan dimana jumlah monosit melebihi
nilai normal. Monositosis dijumpai pada penyakit mieloproliferatif seperti
leukemia monositik akut dan leukemia mielomonositik akut; penyakit
kollagen seperti lupus eritematosus sistemik dan reumatoid artritis; serta
pada beberapa penyakit infeksi baik oleh bakteri, virus, protozoa maupun
jamur.
Perbandingan antara monosit : limfosit mempunyai arti prognostik
pada tuberkulosis. Pada keadaan normal dan tuberkulosis inaktif,
perbandingan antara jumlah monosit dengan limfosit lebih kecil atau
sama dengan 1/3, tetapi pada tuberkulosis aktif dan menyebar,
perbandingan tersebut lebih besar dari 1/3.
f. Netropenia
Netropenia adalah suatu keadaan dimana jumlah netrofil kurang dari
nilai normal. Penyebab netropenia dapat dikelompokkan atas 3 golongan
yaitu meningkatnya pemindahan netrofil dari peredaran darah, gangguan
pembentukan netrofil dan yang terakhir yang tidak diketahui
penyebabnya.
Termasuk dalam golongan pertama misalnya umur netrofil yang
memendek karena drug induced. Beberapa obat seperti aminopirin
bekerja sebagai hapten dan merangsang pembentukan antibodi terhadap
leukosit. Gangguan pembentukan dapat terjadi akibat radiasi atau obat-
obatan seperti kloramfenicol, obat anti tiroid dan fenotiasin; desakan
dalam sum-sum tulang oleh tumor. Netropenia yang tidak diketahui
sebabnya misal pada infeksi seperti tifoid, infeksi virus, protozoa dan
rickettisa; cyclic neutropenia, dan chronic idiopathic neutropenia.

g. Limfopenia
Pada orang dewasa limfopenia terjadi bila jumlah limfosit kurang dari
nilai normal. Penyebab limfopenia adalah produksi limfosit yang
menurun seperti pada penyakit Hodgkin, sarkoidosis; penghancuran yang
meningkat yang dapat disebabkan oleh radiasi, kortikosteroid dan obat-
obat sitotoksis; dan kehilangan yang meningkat seperti pada thoracic duct
drainage dan protein losing enteropathy.
h. Eosinopenia dan lain-lain
Eosinopenia terjadi bila jumlah eosinofil kurang dari nilai normal. Hal
ini dapat dijumpai pada keadaan stress seperti syok, luka bakar,
perdarahan dan infeksi berat; juga dapat terjadi pada hiperfungsi korteks
adrenal dan pengobatan dengan kortikosteroid.
Pemberian epinefrin akan menyebabkan penurunan jumlah eosinofil
dan basofil, sedang jumlah monosit akan menurun pada infeksi akut.
Walaupun demikian, jumlah basofil, eosinofil dan monosit yang kurang
dari normal kurang bermakna dalam klinik. Pada hitung jenis leukosit
pada pada orang normal, sering tidak dijumlah basofil maupun eosinofil.

D. Sediaan Apus Darah Tepi


Preparat darah apus tepi merupakan pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan
penyaring. Pemeriksaan darah rutin terdiri dari hemoglobin, jumlah lekosit, hitung
jenis lekosit, dan laju endapan darah. Pemeriksaan penyaring terdiri dari gambaran
darah tepi, jumlah eritrosit, hematokrit, indeks eritrosit, jumlah retikolosit, dan
trombosit. Pereparat darah apus tepi ini meliputi 2 bagian pemeriksaan yaitu
pemeriksaan hitung jenis sel darah putih (termasuk pemeriksaan rutin) dan gambaran
sel darah serta unsur-unsur lain antara lain parasit, sel ganas dan lain-lain. Sediaan
apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk
mendapatkan hasil yang baik (Budiwiyono I, 1995)
Menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu sediaan hapus darah tipis dan
sediaan hapus darah tebal. Sediaan hapus darah mempunyai kegunaan dalam bidang
parasitologi dan hematologi. (Ismid IS, 2000)
Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler
atau vena. Dihapuskan pada kaca obyek pada keadaan tertentu dapat pula digunakan
darah EDTA. ( Tjokronegoro A ,1996 )
Ciri-ciri sediaan apus yang baik :
a. Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya1/2 sampai
2/3 panjang kaca.
b. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu
eritrosit tersebar rata berdekatan dan tidak saling bertumpukan.
c. Pinggir sediaan rata, tidak berlubang-lubang atau bergaris-garis.
d. Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau
ujung sedimen.
Teknik pemeriksaan apus darah tepi yaitu, sediaan apus darah terdiri atas
bagian kepala dan bagian ekor. Pada bagian kepala sel-sel bertumpuk-tumpuk
terutama eritrosit, sehingga bagian ini tidak dapat dipakai untuk pemeriksaan
morfologi sel. Eritrosit sebaiknya diperiksa di bagian belakang ekor, karena disini
eritrosit terpisah satu sama lain. ( Pendidikan Ahli Madya Analis Kesehatan, 1996 )

V. Pra Analitik

Alat :
1. Obyek glass.
2. Spreader.
3. Rak pengecatan.
4. Mikroskop.
Bahan :
1. Darah vena + antikoagulan EDTA atau darah segar (kapiler/vena, segera
dibuat apusan dan dicat).
1. Cat Wright.
2. Cat Giemsa.
3. Emersi oil.
4. Alkohol mikroskop.

VI. Analitik
1. Semua alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan.
2. Pilihlah kaca obyek yang bertepi betul-betul rata untuk digunakan sebgai
"kaca penghapus" atau boleh digunakan "spreader".
3. Letakkan satu tetes kecil darah pada +- 2-3 MM dari ujung kaca objek di
depan tetes darah.
4. Tarik spreader ke belakang sehingga menyentuh tetes darah, tunggu sampai
darah menyebar pada sudut tersebut.
5. Dengan gerak yang mantap doronglah spreader sehingga terbentuk apusan
darah sepanjang 3-4 cm pada kaca objek. Darah harus habis sebelum spreader
mencapai ujung lain dari kaca objek.
6. Hapusan darah tidak boleh terlalu tipis atau terlalu teba;( ketebalan ini dapat
diatur dengan menggunakan sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan
menggeser. Makin besar sudut atau makin cepat menggeser, makin tipis
apusan darah yang dihasilkan).
7. Biarkan apusan darah mengering di udara.
8. Tulis identitas pada bagian preparat tebal ( bagian kepala).
9. Letakkan sediaan apusan darah yang telah kering pada rak pengecatan.
10. Genangi dengan methanol selama 2 menit.
11. Buang sisa cat dan cuci dengan air mengalir.
12. Genangi dengan larutan giemsa 1:1 selama 2 menit.
13. Buang sisa cat dan cuci dengan air mengalir.
14. Kering anginkan.
15. Periksa di bawah mikroskop obyektif 40 x atau 100 x + emersi oil dalam 100
sel leukosit.

VII. Pasca Analitik

No Jenis Leukosit Persentase (%)


1 Eosinofil 1-4 %
2 Basofil 0-1 %
3 Stab 2-5 %
4 Segment 36-66 %
5 Limfosit 22-40 %
6 Monosit 4-8 %

VIII. Hasil Pengamatan

Lp
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 %
Sel
Basofil 0%
Eosinofil I 1%
Stab/Batang II III IIII II II I I II 18%
Segmen IIII IIII IIII IIII I IIII IIII IIII II III IIII IIII 47%
Limfosit II I III II IIII I II I II 18%
Monosit I III II I III II III I 16%
Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100

 Foto jenis-jenis Leukosit yang diperoleh


Eosinofil Monosit

Neutrofil Segmen

Neutrofil Batang Limfosit


IX. Pembahasan

Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme
terhadap zat-zat asing. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui
proses diapedesis. Leukosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-
sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Leukosit memiliki bentuk
khas, nukleus, sitoplasma dan organel, semuanya bersifat mampu bergerak pada
keadaan tertentu. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh.

Hitung jenis leukosit atau disebut juga dengan hitung diferensial leukosit
adalah nilai komponen-komponen sel yang menyusun sel darah putih. Hitung jenis
leukosit menentukan jumlah relatif atau persentase dari berbagai populasi leukosit
yang ada dalam darah yang dapat memberikan informasi mengenai barbagai keadaan
penyakit. Hitung diferensial leukosit ini seringkali diabaikan bila jumlah leukosit
dalam darah adalah normal dan tidak ada kelainan hematologik, baik klinis maupun
laboratoris. Namun demikian, banyak kelainan seperti keganasan, inflamasi, dan
kelainan imunologik dapat menyebabkan perubahan persentase ini, walaupun jumlah
leukosit masih dalam batas normal.
Leukosit memiliki sebuah inti yang bentuk dan ukurannya bervariasi sehingga
mudah dibedakan dengan eritrosit. Karakteristik morfologis nukleus dan sitoplasma
sel-sel ini menentukan kategori spesifik dan tingkat pematangannya. Leukosit berada
dalam sirkulasi darah untuk melintas saja menuju ke lokasi lain, mereka tidak
mempunyai fungsi di dalam pembuluh darah. Terdapat 5 jenis leukosit yang utama,
yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit. Neutrofil, eosinofil, dan
basofil dinamakan granulosit (sel-sel yang memiliki granula dalam sitoplasmanya)
atau sel-sel polimorfonuklear (PMN), yaitu sel-sel yang intinya terdiri dari beberapa
lobus. Limfosit, dan monosit tidak memiliki granula dalam sitoplasmanya, sehingga
mereka dinamakan agranulosit.
Apabila granulosit imatur meningkat dalam hitung jenis lekosit, keberadaan
ini disebut ‘pergeseran ke kiri’ (shift to the left). Istilah ini berasal dari penelitian-
penelitian awal yang menggunakan tabulasi untuk melaporkan jumlah masing-masing
jenis sel. Jenis sel diurutkan dari sel blast sebelah kiri menuju ke netrofil di sebelah
kanan. Sel imatur dalam jumlah besar menyebabkan peningkatan di kolom sebelah
kiri yang dalam keadaan normal kosong kecuali beberapa sel batang. Dengan
demikian, apabila sel imatur banyak, jumlah bergeser di kolom sebelah kiri.
Terjadinya peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya
proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis, tuberculosis,
tonsillitis, apendiktis, dll. Sedangkan penurunan jumlah leukosit (leucopenia) dapat
terjadi pada infeksi virus, malaria, dan alkoholik. Selain itu penurunan dan
peningkatan jumlah leukosit dapat disebabkan oleh mengkonsumsi jenis obat-obatan
tertentu.
Hitung jenis leukosit dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu manual
(visual) dan elektronik/otomatik. Pada praktikum dilakukan dengan metode manual
yaitu pengamatan apusan darah di bawah mikroskop, yang berarti penentuan hitung
jenis leukosit dilakukan secara mikroskopik. Untuk menghitung jenis leukosit ini,
pengamatan dilakukan pada bagian apusan sebelum ujung yang tipis (ekor). Pada
bagian tersebut sel-sel darah tersebar merata, berdekatan atau bersentuhan tetapi tidak
tumpang tindih dan area ini sering disebut counting area (zona morfologi).
Adapun cara dari praktikum ini adalah disiapkan preparat indirect yang akan
diamati kemudian diletakkan preparat pada meja objek, digunakan lensa objektif
perbesaran 10x untuk mencari lapang pandang pada daerah counting area. Daerah
counting area ini biasanya terdapat mendekati ujung lidah dari sediaan apus darah.
Setelah lapang pandang pada counting area ditemukan preparat ditetesi dengan
menggunakan oil imersi kemudian lendsa objektif dipindahkan ke perbesaran 100x
untuk mengamati lebih jelas adanya kelainan warna eritrosit yang akan dilakukan
pada pembesaran ini. Penambahan oil imersi ini bertujuan untuk menaikkan indeks
bias cahaya sehingga objek dapat terlihat dengan jelas. Setelah itu dilakukan
pengamatan terhadap kelainan bentuk dan ukuran eritrosit. Hitung jenis leukosit
dilakukan pada counting area dengan tujuan agar jenis-jenis leukosit dapat diamati
secara jelas karena penyebarannya merata. Seratus leukosit dihitung dan
diklasifikasikan melalui penggunaan push-down differential counter. Hasil hitung
jenis berdasarkan 100 sel hanya bermakna untuk keadaan normal, yaitu normal
jumlah leukosit dan normal morfologinya.
Pada praktikum hitung jenis leukosit ini, dari 5 jenis leukosit hanya ditemukan
4 jenis saja yaitu neutrofil, eosinofil, limfosit dan monosit sedangkan basofil tidak
ditemukan dalam 100 leukosit yang telah dihitung.
1. Neutrofil: sel ini berukuran 12-15 μl, berbentuk bulat dan berbatas tegas. Inti sel
berlobus 2 sampai 5, dihubungkan satu sama lain oleh benang kromatin. Neutrofil
dengan inti berlobus dinamakan neutrofil segmen. Kadang-kadang di daerah tepi
juga dijumpai neutrofil dengan inti berbentuk huruf C, U atau S yang dinamakan
neutrofil batang atau stab. Sitoplasma sel ini luas, terwarnai pink pucat, dan
bergranula halus yang terwarnai ungu muda. Neutrofil yang beredar di darah tepi
terbanyak adalah segmen, yaitu neutrofil yang matur, sedangkan batang atau stab
yang merupakan neutrofil imatur dapat bermultiplikasi dengan cepat selama
infeksi akut. Pada praktikum didapat jumlah neutrofil batang 18% dan neutrofil
segmen 47%, total jumlah neutrofil 65%. Dibandingkan dengan nilai rujukan
jumlah neutrofil batang melebihi nilai normal dan neutrofil segmen diperoleh
dalam jumlah yang normal.
2. Eosinofil: sel berukuran 12-15 μm dengan inti sel umumnya terdiri dari 2 lobus.
Sitoplasmanya luas, memiliki banyak granula yang besar, bulat, homogen,
terwarnai merah-jingga dan tersusun padat berkelompok. Kadang-kadang sel
tampak rusak dengan granula-granula berserakan. Pada praktikum diperoleh
jumlah eosinofil sebanyak 1% yang berarti normal.
3. Limfosit: sel ini dikenal ada dua macam berdasarkan ukurannya, yaitu limfosit
kecil dan limfosit besar. Limfosit kecil berukuran 7-10 μm (hampir sama dengan
eritrosit), bentuknya bulat. Inti sel bulat atau berlekuk, menempati sebagian besar
ruang sel, kromatin padat, terwarnai ungu donker. Sitoplasma sedikit/sempit,
terwarnai biru pucat (pada sebagian besar kasus tampak sebagai cincin tipis di
sekitar inti), dan tidak mengandung granula. Pada praktikum diperoleh jumlah
limfosit sebanyak 18 % yang berarti berada dibawah nilai rujukan.
4. Monosit: sel berukuran 15-25 μm (paling besar di antara jenis lekosit yang lain),
bentuknya ireguler. Inti sel bentuknya bervariasi (memanjang, berindentasi, atau
melipat seperti ginjal), tidak beraturan dan terwarnai ungu. Sitoplasma luas,
terwarnai biru pucat, mengandung granula-granula halus seperti debu dan
biasanya terwarnai kemerahan. Kadang-kadang tampak vakuola di dalamnya.
Monosit adalah baris pertahanan kedua terhadap infeksi bakteri dan benda asing.
Monosit berespons lambat selama fase infeksi akut dan proses inflamasi, dan
terus berfungsi selama fase kronis dari fagosit. Pada praktikum diperoleh jumlah
monosit sebanyak 16% yang menunjukkan hasil ini melebihi nilai rujukan yang
ada.
X. Kesimpulan
1. Hitung jenis leukosit secara manual dilakukan dengan cara diamati dibawah
mikroskop pada pembesaran objektif 100x (dengan oil imersi). Diff count
dilakukan pada counting area dan jenis-jenis leukosit dihitung hingga 100 sel.
2. Jenis-jenis leukosit dapat dibedakan menjadi lima leukosit yang utama, yaitu
neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan monosit.
3. Pada praktikum hitung jenis leukosit diperoleh neutrofil 65% (Normal),
eosinofil 1% (Normal), limfosit 18% (< Normal), dan monosit 16%
(Monositosis).
DAFTAR PUSTAKA
Widayati, dkk. 2010. Laporan Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia Sediaan Apus
Darah. Jakarta: Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Diakses tanggal 28 Mei
2016).
Caroline, Astrid. 2013. Hitung Kenis Leukosit. [online]. Tersedia: https://www.scribd.
com/doc/304833313/Laporan-Praktikum-Patologi-Klinik-Hitung-Jumlah-
Leukosit. (Diakses tanggal 28 Mei 2016).

Ismid, Is Suharti. 2000. Parasitologi Kedokteran. FKUI: Jakarta.


Tjokronegoro, Arjatmo dan Hendra Utama. 1996. Pemeriksaan Hematologi.
Sederhana. FKUI: Jakarta.

Budiwiyono, Imam. 1995. Prinsip Pemeriksaan Preparat Hapusan Darah Tepi. FK


UNDIP: Semarang
Effendi Z. 2003.Peranan leukosit sebagai anti inflamasi alergik dalam tubuh.
[pdf]. Tersedia:  http://library.usu.ac.id/download/fk/histologi-zukesti2.pdf

Riswanto, 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Yogyakarta: Alfamedia &


Kanal Medika.

Anda mungkin juga menyukai