Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1   Latar Belakang

Proses pembelajaran dengan mengaplikasikan berbagai model-model pembelajaran yang


bertujuan untuk meningkatkan minat, motivasi, aktivitas, dan hasil belajar. Hasil belajar
siswa dapat diketahui meningkat atau rendah setelah dilaksanakan sebuah evaluasi. Proses
evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran bersifat kuantitatif sedangkan
penilaian bersifat kualit’atif. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan
tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Keputusan dan pendapat akan
dipengaruhi oleh kesan pribadi dari yang membuat keputusan.
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan
salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah
dengan tes. Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan
saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa.
Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian
yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada
gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa
sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memb,erikan motivasi untuk selalu
meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, penulis membahas dalam makalah ini
mengenai prinsip dan alat evaluasi.

1. 2     Rumusan Masalah
1. Apa saja prinsip evaluasi?
2. Apa saja alat evaluasi?
1. 3   Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami prinsip-prinsip evaluasi.
2. Untuk mengetahui dan memahami alat-alat evaluasi.

BAB II
PEMBAHASAN
2. 1   Prinsip Evaluasi
prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :
1.      Komprehensif
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau menyeluruh, baik aspek
personalnya, materialnya, maupun aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya dituju¬kan
pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja,
tetapi juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk aspek material dan
operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.
2.      Komparatif
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus dilaksanakan secara
bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh dalam mengevaluasi keberhasilan guru
dalam mengajar, harus bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan
bahkan, dengan pihak murid. Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat mencapai
keobyektifan dalam mengevaluasi.
3.      Kontinyu
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan program.
Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan
rencana sampai dengan tahap laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat
memonitor setiap saat atas keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu.
Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan, sedangkan aktivi-tas yang gagal
dicari jalan lain untuk mencapai keberhasilan.
4.      Obyektif
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenyataan yang ada. Katakanlah yang
hijau itu hijau dan yang merah itu merah. Jangan sampai mengatakan yang hijau itu kuning,
dan yang kuning itu hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam mengajar,
maka katakanlah bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang berhasil
dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu kurang berhasil. Untuk mencapai
keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari data dan fakta inilah dapat
mengolah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang
dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.
5.      Berdasarkan Kriteria yang Valid
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-kriteria tertentu. Kriteria
yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten dengan tujuan yang telah dirumuskan.
Kriteria ini digunakan agar memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas
supervisi pendidikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti kriteria yang
dibuat harus mempertimbangkan hakikat substansi supervisi pendidikan.
6.      Fungsional
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan
langsungnya adalah dapatnya hasil evaluasi digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi,
sedangkan kegunaan tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk
penelitian atau keperluan lainnya.
2. 2   Alat Evaluasi
Secara garis besar, teknik atau alat  Evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi
2 macam, yaitu: teknik tes dan teknik non-tes. Untuk keperluan evaluasi diperlukan alat
evaluasi yang bermacam- macam, seperti kuisioner, tes, skala, format observasi, dan lain-
lain. Khusus untuk evaluasi hasil pembelajaran alat evaluasi yang paling banyak digunakan
adalah tes. Pembahasan evaluasi hasil pembelajaran lebih menekankan pada pemberian nilai
terhadap skor hasil tes.
1.      Tes
Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara
meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek
yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya , sekaligus dapat
membandingkan antara seseorang dengan orang lain.
Tes adalah suatu cara atau alat untuk  mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas
atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga
menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut.
Sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes mempunyai fungsi, yaitu:
a.       Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian
terhadap seperangkat tujuan tertentu.
b.      Untuk menentukan kedudukan atau seperangkat siswa dalam kelompok, tentang
penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran.
Tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar
peserta didik yaitu:
a.  Tes seleksi
Tes seleksi sering dikenal dengan tes saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan dalam
rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon
peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes. Tes
seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti
oleh calon. Sifatnya yaitu menyeleksi atau melakukan penyaringan.
b.   Tes awal
Tes awal dikenal pre-test. Tes awal dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh
manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta
didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang
sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Setelah tes awal berakhir, sebagai tindak
lanjutnya adalah (a) jika dalam tes awal itu semua materi yang dinyatakan dalam tes sudah
dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi yang telah dinyatakan dalam tes awal
tidak akan diajarkan lagi, dan (b) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru
sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh
para peserta didik tersebut.
c.    Tes akhir
Tes akhir dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai
dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir adalah bahan-bahan
pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik. Jika hasil tes
akhir itu lebih baik daripada tes awal maka dapat diartikan bahwa program pengajaran telah
berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya.
d.  Tes Diagnostik
Tes Diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian perlakuan
yang tepat. Tes diagnostik juga digunakan untuk mengetahui sebab kegagalan peserta didik
dalam belajar, oleh karena itu dalam menyusun butir-butir soal seharusnya menggunakan
item yang memiliki tingkat kesukaran rendah.
e.   Tes Formatif
Tes Formatif adalah tes untuk mengetahui sejauhmana siswa telah terbentuk setelah
mengikuti suatu program tertentu. Tes formatif adalah tes yang digunakan untuk mengetahui
atau melihat sejauhmana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu
program pelajaran.

f.   Tes Sumatif
Tes Sumatif yaitu tes yang dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok program
atau sebuah program yang lebih besar. Tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan
umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akahir semester, catur wulan atau akhir
semester. Tes sumatif ini diarahkan kepada tercapai tidaknya tujuan-tujuan intruksional
umum.
2.      Teknik Nontes
Teknik nontes sangat penting dalam mengevaluasi siswa pada ranah afektif dan
psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan asfek kognitif. Teknik
penilaian nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Teknik
peniaian ini umunya untuk menilai keperibadian anak secara menyeluruh meliputi sikap,
tingkah laku, sifat, sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan
kegiatan belajar dalam pendidkan baik individual maupun secara kelompok.
Yang tergolong teknik non tes adalah :
a.       Skala bertingkat (rating scale)
Skala yang menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap suatu hasil
perkembangan. Contoh : kecenderungan seseorang terhadap jenis kesenian tertentu.
b.      Kuesioner
Kuesioner juga sering dkenal dengan nama angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah
berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh seseorang yang akan diukur (responden).
Adapun macam-macam kuesioner dapat ditinjau dari beberapa segi, di antaranya :
c.       Daftar cocok (chek list)
Adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat),  dimana responden yang
dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok ( √ ) di tempat yang sudah disediakan.
d.      Wawancara (interview)
Adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari
responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu :
1)      Interview bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan
pendapatnya tanpa dibataasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subyek evaluasi.
2)      Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh subyek evaluasi dengan cara
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu.
e.       Pengamatan (observasi)
Adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara
teliiti serta pencatatan secara sistematis. Ada tiga macam ovservasi yaitu,
1)         Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu
pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi
partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan kelompok,
bukan hanya pura-pura. Dengan demikian, ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa
yang dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati.
2)         Observasi sistematik yaitu di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara
sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka
dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian maka
pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.
3)         Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok.
Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa
sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.[8]
Pengamatan atau observasi sebagai alat atau teknik evaluasi harus memiliki sifat-sifat
tertentu yaitu :
1)      harus dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran yang telah dirumuskan.
2)      Direncanakan secara sistematis.
3)      Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan.
4)      Dapat diperiksa validitas , reliabilitas dan ketelitiannya.[9]
BAB III
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
1. Prinsip-prinsip evaluasi yaitu komprehensif, komparatif, kontinyu, obyektif, criteria yang
valid, fungsional, diagnostik, keterpaduan, keterlibatan peserta didik, koherensi, pedagogis,
dan akuntabel.
2. Jenis-jenis alat evaluasi yaitu tes berupa (tes awal, tes akhir, tes seleksi, tes diagnostik, tes
formatif, tes sumatif, tes intelegensi, tes kemampuan, tes kepribadian, tes hasil belajar, tes
sikap, tes individual, tes kelompok, power tes, speed tes, verbal tes, nonverbal tes, tes tertulis,
dan tes lisan) dan nontes berupa (studi kasus, skala penilaian, inventory, dan kuesioner)

3.2.     Saran
Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca mengenai makalah ini. Karena
penulis menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. Suharsimi, 2013,  Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,Jakarta: Bumi Aksara


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Banyak tenaga pengajar sekarang yang mudah menyerah dalam proses
pentranferan ilmu kepada muridnya, dikarenakan mereka tidak mengetahui
bagaimana menggunakan cara untuk mencapai dan menemukan kemampuan sejauh
mana sudah dimiliki oleh siswa tentang materi yang telah pengajar pelajari kepada
sang murid.
1.2 Rumusan Masalah
1.  Apaitu pengertian tes?
2.  Bagaimanakah persyaratan dari tes tersebut?
3.  Bagaimanakah ciri-ciri tes yang baik?

1.3 Manfaat Penulisan


1.   Dapat Menjelaskan pengertian dari tes.
2.   Dapat Menjelaskan persyaratan dari tes.
3.   Dapat Menguraikan ciri-ciri tes yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Tes
Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Prancis
kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang
mengartikan sebagai sebuah  piring yang dibuat dari tanah
Seorang ahli bernama James Ms. Cattel,pada tahun 1890 telah
memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui buku yang
berjudul Mental Test and Measurument. Banyak ahli yang mengembangkan tes ini
untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah tes inteligensi yang
disusun oleh seorang Prancis bernama Binet, yang kemudian dibantu
penyempurnaannya oleh Simon, sehingga tes tersebut dikenal dengan tes Binet-
Simon (tahun 1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-
bedakan menurut inteligensinya. Dari inilah kita kenal dengan istilah: umur
kecerdasan (mental age), umur kalender (cronologial age), dan indeks kecerdasan.
Sebelum sampai kepada uraian yang lebih jauh, maka akan diterangkan dahulu
arti dari beberapa istilah yang berhubungan dengan tes ini.
1)  Tes
Tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau
mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara atau aturan-aturan yang sudah
ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan
misalnya: Melingkari salah satu huruf didepan pilihan jawaban, menerangkan,
mencoret jawaban yang salah, dan sebagainya.
2.)  Testee
(Dalam istilah bahasa Indonesia tercoba), adalah responden yang sedang mengerjakan
tes. Orang inilah yang dinilai dan diukur, baik mengenai kemampuan, minat, bakat,
pencapaian, dan sebagainya.
3.) Tester
(Dalam istilah indonesia pencoba) adalah orang yang diserahi untuk melaksanakan
pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain tester adalah subjek
evaluasi, tugas tester adalah:
a.  Menpersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan.
b.  Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan.
c.  Menerangkan cara mengerjakan tes.
d.  Mengawasi responden mengerjakan tes.
e.  Memberikan tanda-tanda waktu.
f.    Mengumpulkan pekerjaan responden.
g.  Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan (jika ada).

2.2 Persyaratan Tes


Dalam buku dasar-dasar evaluasi pendidikan pada awal pembahasan
disebutkan mengukur panjang sisi meja dengan menggunaka karet elasti yang diulur-
ulur sama halnya dengan tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dapat
dipercaya. Apabila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluasi atau tes,
maka dapat disajikan dalam situasi berikut ini:
Seorang guru yang belum berpengalaman dalam bidang menyusun tes,
mengadakan tes bahasa Indonesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang
dan beberapa pertanyaan yang bermaksud untuk mengukur kemampuam siswa
menangkap isi bacaan tersebut. Kemudian siswa disuruh untuk mengambil beberapa
kata sukar dari bacan itu dan menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung, guru
menungguinya dengan teliti dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
saling bekerja sama. Tes berjalan dengan tertib.
Dari contoh diatas yang kurang baik adalah tesnya, pertanyaan disusun dengan
kurang cermat. Para siswa dibebaskan untuk memilih kata-kata yang sukar dan
menerangkannya. Dengan demikian akan perdapat banyak sekali variasi jawaban
sehingga guru akan menjumpai kesulitan pada saat menilai. Guru tidak dapat
memperoleh gambaran tentang tingkatan kemampuan siswanya.
Dari contoh dan keterangan diatas dengan singkat dapat dikaatakan bahwa
sumber persyaratan tes didasarkan atas dua hal:
Pertama  : menyangkut mutu tes
Kedua     : menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan.
Walaupun dalam pelaksanaan tes sudah diusahakan mengikuti aturan tentang
suasana, cara, dan prosedur yang telah ditentukan namun tes ini sendiri mengandung
kelemahan. Gilbert sax (1980) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut:
1)  Adakalanya tes (secara psikologis tepaksa) menyinggung pribadi seseorang walaupun
secara tidak disengaja.
2)  Tes menimbulkan kecemasan sehingga mempengaruhi hasil belajar yang murni. Di dalam
penelitiannya,Kirkland menyimpulkan bahwa:
a)  Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar siswa.
b)  Murid yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan
anak yang berkemampuan tinggi.
c)  Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengadministrasiannya, mengurangi timbulnya
kecemasan dalam tes.
d)  Bila soal bersifat ingatan, maka simurid akan mendapat hasil yang baik. Akan tetapai
hasilnya tidak baik bila soalnya bersifat pikiran.
e)  Anak perempuan mempunyai kecemasan yang tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.
3)  Tes mengkategorikan siswa secara tetap
Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang membedakancap kepada siswa
menurut kelompok atau katagorinya, misalnya A termasik pandai, sedang, atau kurang.
Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak jelek hasil tes
selanjutnya.
4)  Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siswa
     Dengan rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang kurang pandaihanya
melihat pada kalimat secara sepintas. Cara seperti ini boleh jadi menguntungkannya karena
bisa mengefektifkan waktu. Siswa yang pandai, karena terlalu hati-hati mempertimbangkan
susunan kalimat, dapat terjebak pada suatu butir ted dan merekapun bisa kehilangan banyak
waktu.
5)  Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas
Manusia mempunyai seperangkat sifat yang tidak semuanya tepat diukur
melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat-sifat manusia, adakalanyalebih cocok
diketahui melalui pengalaman secara cermat. Beberapa sifat lain mungkin perlu diukur
dengan berbagai instrumen yang bukan tes.
3.1 Ciri-Ciri Tes Yang Baik
 Sebuah tes yang dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi
persyaratan tes, yaitu memiliki:
1)  Validitas
Sebelum mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti
istilah dari “Validitas” dengan “Valid” . Validitas merupakan sebuah kata benda. Sedangkan
“valid” merupakan kata sifat. Dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru
mengatakan : “tes ini baik karena sudah validalitas” jelas kalimat tersebut tidak tepat. Yang
benar adalah: “tes ini sudah baik karena sudah memiliki validalitas yang tinggi”.
Sebuah data dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan kenyataan senyatanya. Sebagao
contoh, informasi tentang seseorang bernama A menyebutkan bahwa dia orang yang pendek
karena tingginya tidak lebih dari 140cm. Data tentang si A dikatakan valid apabila memang
sesuai dengan kenyataannya.
Secara garis besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris.
a)  Validitas logis
Kata “logis” berasal dari kata “logika” yang berarti penalaran. Dengan makna demikian
validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah
instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Misalnya membuat
sebuah karangan, jika penulis sudah mengikuti aturan mengarang, tentu secara logis
karangannya sudah baik.
b)  Validitas empiris
Kata “empiris” yang artinya pengalaman. Sebuah insrumen dapat dikatakan memiliki
validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalamannya. Misalnya dalam kehidupan sehari-
hari seseorang dapat dikatakan jujur apabiladalam pengalaman dibuktikan bahwa orang
tersebut memang jujur.
2)  Reliabilitas
Reabilitas diambil dari kata reabilityyang artinya dapat dipercaya. Seorang dikatakan dapat
dipercaya jika orang tersebut selalu bicara benar, tidak berubah-ubah pembicaraannya dari
waktu ke waktu.
Contoh:
NAMA SISWA TES PERTAMA TES KEDUA
Amin           6        7
Ali           5,5        6,6
Ahmad           8        9
Yasin           5        6
Yusuf           6        7
Elvi           7        8

Dari tabel diatas hasil tes yang kedua lebih baik bila dibandingkan dengan tes pertama, dan
kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat memiliki reliabilitas
yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan oleh adanya pengalaman yang
diperoleh pada waktu pengajaran pertama. Dalam keadaan separti ini dikatakan adanya akibat
yang dibawa karena siswa telah mengalami suatu kegiatan.
3)  Objektivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah
subjektif, artinya terdapat unsur prbadi yang masuk mempengaruhi. Ada dua faktor yang
mempengaruhi subjektivitas yaitu:
a)  Bentuk tes
Tes yang berbentuk uraian, akan banyak memberi banyak kemungkinan kepada sipenilai
menurut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seorang siswa yang mengerjakan
soal-soal dari sebuah tes, akan dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang penilai.
b)  Penilai
Subjektivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa terutama dalam tes bentuk
uraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas antara lain: kesan penilai terhadap
siswa, tulisan, bahasa, waktu mengadakan penilaian, kelelahan, dan sebagainya. Untuk
menghindari atau mengurangi masuknya unsur subjektifitas dalam pekerjaan penilaian, maka
penilaian harus dilakukan dengan mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama
menyangkut masalah administrasian yaitu kontinuititas (terus menerus) dan komprehensif
(menyeluruh).
4)  Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut bersifat
praktis.mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
a)  Mudah dilaksanakan, misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi
kebebasan kapada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah
oleh siswa.
b)  Mudah memeriksanya, artinya tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman
skoringnya.
c)  Dilengkapi dengan petujuk-petujuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh
orang lain.
5)  Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis disini adalah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak
membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak, dan waktu yang lama.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Istilah tes diambil dari kata testum suatu pengertian dalam bahasa Prancis kuno
yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah alat atau
prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana,
dengan cara atau aturan-aturan yang sudah ditentukan.
2. Didalam persyaratan tes didasarkan atas dua hal yaitu: mutu tes, dan mengyangkut
pengadministrasian dalam pelaksanaan.
3. Ciri-ciri tes yang baik adalah
1)  Validitas

2)  Reliabilitas
3)  Objektivitas
4)  Praktikabilitas
5)  Ekonomis

3. 2   Saran
Dalam bidang pendidikan dan pengajaran pengetahuan kami selaku pemakalah
dan calon tenaga pendidik beserta pengajar kedepan sangatlah dangkal, apalagi dibidang
TES. Oleh sebab itu, pemakalah sangat mengharapkan masukan dari pembaca sekalian
baik mahasiswa maupun kalangan umum. Kami mengharapkan banyak masukan yang
berupa positif demi menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

     Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara, Jakarta. 2013

Anda mungkin juga menyukai