Anda di halaman 1dari 5

Zidan Syamsul Alam (21th)

Mahasiswa - Bandung
Pada masa kini, kebudayaan dan peradaban menjadi wakil pertarungan
ideologis guna menjadi yang superior dan mendominasi. Kebudayaan dan peradaban
sudah tidak orisinil secara nilai sebab beberapa kebudayaan mengalami transformasi
bahkan dekandensi nilai, kekhasan kebudayaan terbagi-bagi menjadi potongan puzzle
kecil sehingga melahirkan suatu peradaban yang jauh dari orisinalitas dan
terkontaminasi dengan corak-corak pemikiran barat. Barat dengan siasatnya berusaha
memasukkan nilai-nilai pemikirannya kepada bangsa-bangsa lain terhadap
kebudayaan sampai tingkatan tertinggi yaitu peradaban, hegemonisasi pemikiran
barat yang diklaim lebih unggul dan hebat menuntut bangsa-bangsa lain menjadi
konsumen akan barat. Kebudayaan dan peradaban barat yang sudah mendominasi
kini akan menjadi kiblat peradaban di dunia, sehingga bangsa-bangsa lain akan
terbelenggu dan berpatokan kepada apa saja yang dilakukan oleh barat akan dianggap
sesuatu yang berharga.
Dalam perkembangan suatu sistem kenegaraan, barat mengklaim diri sebagai
kampiun yang berhasil membawa negaranya menjadi negara maju, tentu ini akan
berdampak terhadap bangsa-bangsa muslim untuk meniru keberhasilan mereka.
Propaganda melalui media guna menyusupkan visualiasasi ideologi-ideologinya
tersebut bersifat primer dan wajib diikuti. Kecenderungan untuk meniru dan
mengimplementasikan ideologi barat yang sarat akan liberal dan berujung akan
sekularisme, padahal ini dapat membuat kaum muslimin tertinggal jauh sebab apa
yang mereka anut suatu fatamorgana yang bias akan keberhasilan sejati.
Sekularisme merupakan akar dari kejauhan dari agama dan anak kandung
barat yang memiliki kontruksi peradaban dari Yunani kuno sebagai dasar-dasar
berpikir atau akal , Yahudi dan Kristen menguatkan secara elemen keimanan secara
supranatural, Roma merupakan tiang dalam penegakkan hukum. Latin, Jerman,
Celtic, dan Nordik cerminan nilai-nilai tradisi dan kemajuan ilmu. Sekularisme
senantiasa memisahkan dualisme metafisik secara form dan matter dan imbasnya
kehidupan menjadi terpisah secara sakral maupun profan. Mempromosikan satu tertib
sosial yang berjarak dengan agama. Hal ini merupakan suatu kontradiksi dan
berbahaya bagi ummat muslim, berjarak terhadap agama merupakan ketiadaan akan
nilai-nilai amal perbuatan secara menyeluruh, maksudnya tidak ada satu aktivitas
selama manusia bernafas tidak berkaitan dengan agama, bahkan tiap kegiatan yang
dilakoni akan diminta pertanggung jawabnya ini merupakan keharusan bahwa Islam
tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan.
Dalam sejarahnya sekularisme pertama kali digaungkan oleh George Jacob
Holyoake, dalam konteknya menguatkan peranan akan kebebasan berpikir dan
melepaskan dominasi gereja dalam memetakan peradaban. Praktek hegemoni gereja
atas rasio masyarakat mengakibatkan konflik yang panjang antara rasionalisme dan
metafisika, tokoh sekuler menganggap bahwa agama hanya memberikan suatu
jawaban permasalahan realitas dengan asbtrak, berbeda jika negara dipisahkan maka
jawaban secara saintisme yang akan muncul dan jauh dari abstraksi agama. Tentu ini
tidak sejalan dengan Islam.
Setiap individu dengan naluriah ingin memiliki suatu landasan dalam aktivitas
kehidupannya, saat ini sering terjadi pertikaian ideologi dan isme-isme yang
menunjang lahirnya sekularisme. Pada dasarnya tiap individu cenderung membela
dan mempertahankan ideologisnya akibat dari penafsiran pandangan dunia sebagai
kontruksi berpikir. Ideologi memiliki sederet perintah dan larangan, mengajak
manusia menggapai tujuan tersebut. Sebab manusia memiliki esensi dan harkat serta
jiwa yang melekat pada identitas, hukum dan ketentuan lain. Disilah peranan
keimanan sebagai sebab pertama dalam bertindak dalam dominasi ideologis barat
yang berujung sekularisme.
Islam bukan suatu agama totemisme bahkan sakramentalisme, jauh
didalamnya Islam merupakan ruh yang melekat pada jiwa seorang muslim dalam
mengejawantahkan keimanannya. Artinya, Islam tidak berkutat dalam ritual-ritual
saja tetapi dianjurkan untuk melakukan amal perbuatan secara horizontal maupun
vertikal. Terlalu mendiskreditkan jika Islam dinilai hanya sebagai simbol kebendaan
atau ritual, perlu dipahami Islam memiliki nilai-nilai ideologis yang terkandung
sebagai ide dalam sistem keyakinan. Islam perlu dipahami sebagai gerakan
kemanusiaan, historis, intelektual bukan sebagai gudang informasi. Setiap aktivitas
muslim harus bernilai ibadah sebagai perwujudan keimanan, dalam bentuk tingkah
laku yang melahirkan aksi-aksi progesif dan kemashalatan ummat.
Menilik dalam perdebatan tentang Dasar Negara Republik Indonesia di
Majelis Konstituante, dimana seorang tokoh Muhammadiyah yaitu Kasman
Singodimedjo memaparkan nilai Islam sebagai Dasar Negara yang tidak dapat
dipisahkan. Pertama, Islam adalah Universal dari Allah bahwa dalam ( QS Al hujarat
: 13) Islam telah mengatur akan suatu kemajemukan dalam masyarakat dan itu
merupakan sunnatullah supaya antar individu kenal-mengenal dan menghargai serta
memperhatikan akan kewajibannya dengan setertib-tertibnya. Kedua, Islam
menganjurkan kepada manusia untuk menggunakan akalnya untuk menyelidiki segala
isi jagat raya ( QS Ali Imran : 190 ) Ketiga, Islam mewajibkan demokrasi
berdasarkan musyawarah yang mendudukan kebenaran dan hak. Keempat, Islam
mewajibkan pemimpin negara untuk bertanggung jawab kepada rakyat dan Tuhan
(QS An-nisa : 36 ), Kelima , Islam menegakkan kemerdekaan lahir dan batin serta
menolak eksploitasi dalam bentuk apapun dan Keenam¸ Islam memberantas
kemelaratan dan menegakkan lahir dan batin atas dasar hidup keragaman antar
golongan. Beberapa point yang disampaikan menunjukkan bahwa Islam sangat
menjunjung kecerdasan tanpa dogma, mendekatkan akan keilmuan, menjunjung hak
individual dan komunal dan keseteraan masyarakat. Hal ini membutikkan bahwa
Islam tidak dapat disekulerkan, nilai-nilai Islam harus menjadi Way of life.
Penangkalan Sekularisme dilakukan dengan menerapkan ajaran Islam secara
komprehensif dan intregral untuk seluruh persoalan masyarakat di zaman modern.
Islam ajaran revolusioner, yang membedakan Islam dengan agama besar
Kristen yaitu sentralisasi dan universalis Islam, penganut Kristen menganggap
ajarannya universal tetapi tidak bersifat sentral sebab seluruh kehidupan manusia
harus ditumpukkan pada ajaran Kristen. Kristen menerima dikotomisasi kehidupan
temporal dan kehidupan spritiual berdasarkan doktrin dan praktek kristiani yang
cukup terkenal :” Rander unto Caesar the things which are Caesar’s and unto God
the things which are God’s”. Kesalahan terbesar yang tanpa disadari yaitu memahami
ajaran Islam dengan referensi Kristen. Islam telah membawa watak revolusioner sejak
kelahirannya, rekontruksi sosial dan moral pada seluruh dimensi kehidupan manusia.
References
Kasman Singodimedjo, A. M., & Anshari, M. (2017). Menuju Republik Indonesia Berdasarkan
Islam. Bandung: Sega Arsy.

Madjid, N. (1982). Islam Doktrin & Peradaban. Jakarta: Paramadina.

Rais, A. (2004). Hubungan antara Politik & Dakwah. Bandung: Mujahid.

Syariati, A. (1993 ). Ideologi Kaum Intelektual, Suatu Wawasan Islam. Bandung: Mizan .

Anda mungkin juga menyukai