Anda di halaman 1dari 3

Nama: Alifah Olga H.

(071711233083) | THI | Week 4

Neoliberalisme

Dalam Great Debates keempat, terdapat perdebatan antara neoliberalisme dan neorealisme. Sebenarnya,
neorealisme dan neoliberalisme merupakan dua perspektif yang perdebatannya cukup mendominasi dalam ilmu
Hubungan Internasional sejak abad ke-20 ini (Baldwin, 2002). Seperti yang telah disinggung sebelumnya
bahwa neoliberalisme dan neorealisme merupakan salah satu dari keempat Great Debates dalam Hubungan
Internasional, neoliberalisme merupakan lawan dari teori neorealisme. Sedangkan neoliberalisme sendiri
merupakan satu dari empat teori turunan dari perspektif liberalisme (Lamy, 2001). Teori turunan pertamanya
yaitu, commercial liberalism, republican liberalism, sociological liberalism, dan yang terakhir adalah liberal
institutionalism. Sebagai pengetahuan tambahan sekilas, commercial liberalism merupakan teori yang
mendukung perdagangan bebas dan pasar kapitalis atau ekonomi kapitalis sebagai jalan atau langkah mereka
untuk menuju suatu perdamaian atau kemakmuran. Sedangkan republican liberalism merupakan teori yang
menyatakan bahwa negara demokratis lebih cenderung menghormati hak warganya dan cenderung tidak ada
keinginan untuk berperang dengan negara tetangga demokratis mereka. Teori ini saat ini dikenalkan sebagai
teori democratic peace. Teori turunan liberalisme yang ketiga adalah sociological liberalism yang berpendapat
bahwa gagasan tentang masyarakat dan proses interdependensi merupakan elemen yang penting. Teori turunan
yang terakhir adalah teori liberalism institutionslism atau yang bisa disebut dengan teori institusionalisme
neoliberal (Baldwin, 1993 dalam Lamy, 2001).
Neoliberalisme, dianggap oleh para pengamat, merupakan teori yang sangatlah cocok bagi teori-teori
yang diajukan oleh para kaum realis dan juga neorealis (Lamy, 2001 dalam Baylis, 2001). Dalam prosesnya,
neoliberalisme melewati beberapa generasi, yang salah satunya merupakan generasi ketiga. Pada generasi ketiga
ini, para ahli teori dari kaum neoliberalisme mengajukan beberapa argumen mereka yang menyatakan bahwa
dunia ini telah berubah menjadi dunia yang lebih bersifat plural dalam hal para aktor yang terlibat dalam
interaksi internasional, dan negara-negara tersebut mulai saling bergantung satu sama lain. Lamy (2001) dalam
Baylis (2001), menuliskan bahwa sifat saling ketergantungan yang kompleks, menghadirkan atau
menggambarkan dunia internasional menjadi empat karakteristik, yaitu meningkatkan keterkaitan atau
ketergantungan antara aktor negara dengan aktor non-negara, agenda baru dari isu-isu internasional yang tidak
lagi membedakan mana yang high politics dan mana yang low politics, sebuah pengakuan atas berbagai jalur
untuk berinteraksi antar aktor lintas batas nasional, dan yang terakhir adalah terjadi kemunduran dari keakuratan
kekuatan militer sebagai alat (Lamy, 2001 dalam Baylis, 2001).
Seperti halnya teori-teori lain dalam Hubungan Internasional, teori neoliberalisme ini juga memiliki
asumsi dasarnya. Namun karena neoliberalisme merupakan teori yang ada karena bentuk kritikan terhadap
neorealisme, terdapat beberapa kemiripan asumsi dasar antara neorealisme dengan neoliberalisme (Dugis,
Nama: Alifah Olga H. (071711233083) | THI | Week 4

2016). Asumsi dasar dari neoliberalisme yang pertama adalah, mereka beranggapan bahwa negara merupakan
aktor utama dalam hubungan internasional, namun bukanlah satu-satunya aktor yang signifikan, negara
merupakan aktor yang rasional atau aktor instrumental yang selalu berusaha untuk memaksimalkan kepentingan
mereka dalam setiap isu yang ada. Asumsi dasar selanjutnya adalah, neoliberalis beranggapan bahwa dalam
keadaan yang kompetitif dalam sistem internasional ini, membuat negara berusaha untuk meraih keuntungan
yang bersifat absolut dari kerjasama antarnegara. Asumsi dasar yang ketiga adalah, organisasi internasional
dianggap penting kehadirannya, karena hambatan terbesar dalam suksesnya kerjasama antarnegara adalah
terjadinya kecurangan atau ketidakpatuhan. Lalu yang terakhir adalah suatu kegiatan kerjasama, tidak akan
pernah berjalan tanpa adanya atau munculnya suatu masalah, tetapi negara dapat mengalihkan loyalitasnya
kepada institusi jika pengalihan tersebut dianggap menguntungkan kedua belah pihak (Dugis, 2016).
Seperti yang telah disebutkan dalam asumsi dasar neoliberalisme, yang mereka berpendapat bahwa kita
berada dalam keadaan yang kompetitif, membuat negara berusaha untuk meraih keuntungan yang bersifat
absolut dari kerjasama antarnegara, dapat kita katakana bahwa kaum neoliberalis menganggap bahwa pada saat
itu, negara tengah berada dalam keadaan yang kompetitif. Mereka berusaha untuk mencapai atau mendapatkan
keuntungan sebanyak mungkin dari negara lain, tanpa perlu merugikan pihak lain. Lalu, setiap adanya
kerjasama, pasti aka nada yang namanya konflik. Dimana terdapat negara yang tidak mengiuti aturan yang telah
tersedia, atau melakukan suatu kecurangan. Untuk mencegah adanya kecurangan tersebut, neoliberalisme
memunculkan institusi formal sebagai yang mengelola kegiatan kerjasama agar lebih teratur, karena institusi
dapat menyediakan perjanjian yang menguntungkan semua pihak (Dugis, 2016). Sedangkan menurut
pandangan kaum neoliberalis, rezim merupakan fungsi sosial yang didasarkan pada peraturan, norma, prinsip,
dan pengambilan keputusan yang telah disepakati bersama. Dengan adanya rezim, dapat mengatur interaksi
yang terjadi pada aktor negara maupun aktor non negara dalam isu-isu seperti lingkungan dan atau masalah hak
asasi manusia (Lamy, 2001 dalam Baylis, 2001).
Dalam tujuan dan kemampuan negara, neoliberalisme mendapat kritikan dari kaum neorealis. Mereka
menganggap bahwa penilaian kaum neoliberalis terhadap tujuan dan kemampuan negara yang terlalu
menekankan kepada kepentingan, tujuan, dan informasi. Neoliberalis juga dianggap mengacuhkan pembagian
kemampuan. Ada pula yang memberikan argumennya, bahwa tingkat kepekaan suatu negara bergantung pada
keuntungan relatif yang secara signifikan mempengaruhi persepsi dari tujuan suatu negara (Baldwin, 1993).
Dari tulisan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori neoliberalisme merupakan teori yang ada karena
bentuk dari kritikan terhadap teori neorealisme. Neoliberalisme beranggapan bahwa teori-teori yang diajukan
oleh kaum neorealis tidak lagi relevan terhadap keadaan dunia saat itu. Serta kaum neorealis gagal
membuktikan teorinya, yang mengatakan bahwa perdamaian dapat diraih dengan sistem anarki. Meskipun
neoliberalisme merupakan bentuk kritik neorealisme, neoliberalisme juga tetap memiliki kesamaan terhadap
Nama: Alifah Olga H. (071711233083) | THI | Week 4

kaum neorealisme. Mereka tetap menganggap bahwa aktor utama dalam hubungan internasional adalah aktor
negara. Meskipun mereka menganggap bahwa aktor lain tetap ada dan aktor negara bukanlah satu-satunya aktor
yang penting, namun disitulah letak kesamaan antara neorealisme dan neoliberalisme.

Referensi:
Baldwin, David., 1993. Neorealism and Neoliberalism: The Contemporary Debate, Columbia University Press,
Part I & II, pp. 1-23.
Baldwin, David A. 2002. “Power and International Relations” in Walter Carlsnaes, Thomas Risse, Beth
Simmons [eds.], Handbook of International Relations. SAGE, pp. 177-191.
Dugis, Vincensio. 2016. “Neoliberalisme” dalam Vincensio Dugis, Teori Hubungan Internasional. Surabaya.
CSGS, pp. 107-123.
Lamy, Steven L. 2001. “Cpntemporary Mainstream Approaches: Neo-realism and Neo-liberalism” in; John
Baylis and Steve Smith (eds) The Globalization of World Politics, 2nd edition, Oxford, pp. 182-199.

Anda mungkin juga menyukai