1. Peter Eisenman
Peter Eisenman merupakan arsitek yang secara efektif menggabungkan tulisan
dan desain. Eisenman selalu mencari pembenaran linguistik dan filosofis untuk
arsitektur. Bahkan Eisenman telah mengembangkan pendekatan desain yang
dipengaruhi oleh teori linguistik dan argumen filosofis poststruktural pada saat
pameran Dekonstruktivisme di Museum seni modern. Peter Eisenman pernah menulis
sebuah esai yang diterbitkan dalam edisi Juli 1987 arsitektur majalah Jepang dan
urbanisme. Eisenman menulis esai yang isinya menyatakan bahwa arsitektur adalah
batu bata dan mortir, dimana arsitektur menepati janji akan kenyataan dan
kebenarannya juga keasliannya. Dengan sebuah kebenaran merupakan barang yang
dikelola oleh komite, diproduksi oleh penulis, dan dijual oleh juru bicara media.
Ingatan akan nilai, nostalgia merupakan salah satu sumbernya yang mana kita hidup
di dunia yang relatif tetapi menginginkan substansi yang absolut, hal itu merupakan
sesuatu yang tidak terbantahkan. Hasil karya Peter Eisenman terbukti sentral dalam
pendekatan arsitektur baru. Tahun 1978, Eisenman menjadi seorang dekonstruksionis
dan pada saat itu pula Eisenman menjalani psikoanalisis. Kedua kejadian itu saling
memperkuat satu sama lain sehingga bangunan, tulisan dan teori semuanya dapat
bercampur menjadi satu seolah-olah dapat menjadi terobosan nyata, namun dengan
estetika yang tetap seperti abstrak. Peter Eisenman pernah mengikuti kompetisi di
Universitas Ohio pada tahun 1983 dan berhasil menjadi juara kompetisi dengan
desain Wexner Center untuk Seni Visual. Kompetisi tersebut, memberikan
kesempatan kepada Peter Eisenman untuk membuat sebuah desain dengan
menggunakan skala kelembagaan daripada skala domestik. Peter Eisenman juga
seorang arsitek yang membuat sebuah alat konvensional untuk mengatur ketertiban
dalam membuat desain, namun pada kenyataannya, Peter Eisenman sendiri yang
menerapkannya dengan tidak konvensional.
2. Bernard Tschumi
Bernard Tschumi adalah seorang arsitek, penulis dan pendidik, khususnya
berkaitan dengan konsentrasi ‘dekonstruksi’. Lahir pada 25 Januari 1944 di
Lausanne,Swiss. Bernard Tshumi adalah tokoh yang memprakarsai penerapan
dekonstruksi dalam arsitektur. Dibantu oleh mantan muridnya, yaitu: Zaha Hadid dan
Peter Eisenman untuk memperkenalkan dekonstruksi melalui pameran
“Deconstruction Architecture”. Konsep desain Tschumi memang tidak se-ekstrem
Zaha Hadid, Peter Eisenman ataupun Daniel Libeskind, namun memiliki sebuah
konsep pemikiran yang khas. Menurutnya arsitektur suatu bangunan bukanlah
merupakan suatu kesatuan dari susunan masa, dan bukan juga keterpaduan dari suatu
fungsi, struktur, estetika, tetapi merupakan anti sintesa yang berlawanan antara satu
dengan yang lainnya.
Dia juga berpendapat bahwa Arsitektur dekonstruksi mencakup hal hal yang
bersifat konfilik dari pada menggambarkan suatu objek dengan perbangindan masa
sebenarnya, yang secara singkat berartikan setiap karya nya tidak berskala dan tidak
dapat diukur dengan tepat.
3. Zaha Hadid
Zaha hadid merupakan seorang arsitek yang berhasil menjuarai kompetisi di
Hong kong, tepatnya di daerah Kowloon. Kompetisi tersebut bernama ‘The Peak
Club’. Pada saat kompetisi tersebut, Zaha Hadid membawakan sebuah konsep desain
layaknya pisau yang sedang merusak. Desain yang diusulkan pada saat itu lebih
mendekati gaya suprematis geologi. Desain yang dibuat oleh Zaha Hadid pada saat
kompetisi tersebut mempunyai ciri kualitas pesan formal. Secara konseptual,
bangunan yang dibuat oleh Zaha Hadid terdiri dari tumpukan tabung horisontal. Tidak
mempunyai hierarki yang jelas di antara bagian-bagiannya. (Papadakis.1988).
Dalam membuat desain, Zaha Hadid mempunyai seorang tutor yang bernama Rem
Koolhas. Kehadiran Rem Koolhas sangat penting bagi Zaha Hadid, karena desain
yang dibawakan oleh Zaha Hadid kebanyakan terpengaruh oleh Rem Koolhas.
4. Frank Gehry
Frank Gehry telah mengembangkan ruang PostModern dari Charles Moore dan
lainnya dengan fase karyanya yang dikonsolidasikan dalam percakapan rumahnya
tahun 1978, telah menyadarkannya karena telah menjadi genre populer dan norma
profesional. Dengan Gehry memproduksi furnitur kardus dan lampu ikan Formica,
banyak komisi bangunan dan instalasi seni, pameran kelilingnya yang dimulai di
Walker Art Gallery pada tahun 1986, restoran ikan di Jepang atau pencakar langit
ikan diusulkan untuk Newyork, dan penerimaannya sebagai orang Amerika
terkemuka avant-gardist oleh Progessive Architecture dan House and Garden, dengan
semua produksi dan pujian ini orang dapat berbicara luas tentang penerimaan estetika
Dekonstruksionis. Frank Gehry disebut-sebut perasaannya merupakan pewaris dari
Modernisme Paris Baudelaire, Duchamp dan Le Corbusier.
Metode Dekonstruksi Gehry kadang-kadang bisa sangat harfiah, karena Gehry akan
menghancurkan bangunan yang sudah ada menjadi beberapa bagian, meninggalkan
elemen-elemen dari karyanya sendiri yang belum selesai dan seperti pada furnitur
kardusnya yang hancur, lalu membuat perumpamaan estetika dari permukaan yang
kasar dan hancur. Akar dari pendekatan ini mungkin berasal dari seperti yang mereka
lakukan dengan Eisenman.
Sebagian ironi ini menjelaskan penggunaan motif ikan yang ekstensif. Sejak kecil ia
selalu mendapatkan penghinaan ‘pemaka ikan’. 50 tahun kemudian ia diminta untuk
merancang objek untuk produk Formica yang disebut Colorcore. Dalam suasana putus
asa yang didapatkannya di masa lalu, Gehry melemparkan material yang tegang ke
lantai dan mendekonstruksi menjadi potongan-potongan dengan tepian yang robek
atau patah. Dari bagian-bagian yang tidak sempurna / sempurna ini ia membuat
timbangan lampu yang akan melapisi lapisan kaca dan memecahkannya untuk
menghasilkan bentuk transformasi transformatif.
Ikan sebagai tanda representasi Gehry telah dianalisis untuk nada Kristen-Freudian.
Ini adalah gambar yang ramah yang akan direspon oleh orang-orang dengan kasih
sayang, seperti yang mereka lakukan pada bangunan gajah dan dinosaurus (hewan
lain yang telah dibangun berkali-kali sebagai volume yang layak huni). Hal itu
menjadi lambang Gehry sebagai seniman dan arsitek. Dalam pengertian ini ikan
dalam simbol sempurna untuk arsitektur dekonstruksi seperti Frank Gehry, justru
karena itu adalah non sequitur yang absurd. Jadi banyak arsitek dekonstruksi
mendekonstruksi semua asumsi yang ada dan menunjukkan bahwa tidak ada dasar
yang alami dan mutlak untuk gaya arsitektur.
Intinya arsitektur dekonstruksi selalu tergantung pada makna dari apa yang
sebelumnya dibangun. Ia selalu mengedepankan pengalaman dan emosional yang ia
peroleh termasuk halnya norma yang ia peroleh selama hidupnya, sebuah asumsi dan
ideologi yang dominan dikuasainya sendiri . Hal ini lah yang membuatnya menjadi
salah satu tokoh arsitektur Dekonstruksionis sejati.
Kekurangan Gehry adalah bahwa karyanya menjadi benar-benar sewenang-wenang
dan pahatan yang hermetis, merujuk hanya pada keinginan komposisi. Intervensinya
yang paling sukses, seperti pengamanan Museum Aerospace di Los Angels,
berhubungan langsung dengan fungsi dan konteks perkotaan. Selain itu, Museum
Dirgantara yang dirancang oleh Gehry juga memiliki ciri khas. Ini adalah sikap klasik
dari sebagian besar Dekonstruksi, yang membuat kontak dengan apa yang ada secara
kontras dan agresif.
5. Rem Koolhas
Dasar-dasar yang dipakai oleh Rem Koolhas dalam mendesain bangunannya
terletak pada konsep kombinasi tipologi. Dari beberapa karyanya membuktikan
bahwa tipologi menjadi suatu acuan utama dalam menampilkan masa, blok bangunan
dan fasad bangunan diwarnai dengan keadaan yang abstrak yang terdiri dari kotak-
kotak kaca yang disusun secara repetitif dan tiba-tiba dipecahkan oleh beraneka
macam motif grafis seperti balkon-balkon, bentukan segitiga merah, dan kotak-kotak
biru, hal ini bertujuan untuk kepentingan artistik agar bangunan menjadi lebih
memiliki daya jual.
6. Daniel Libeskind
Daniel Libeskind adalah seorang arsitek praktisi dan teoritisi yang terkemuka
dengan pemikiran dekonstruksi pada masa perkembangan arsitektur kontemporer.
Kaberhasilannya dalam dunia arsitektur bukan diawali dengan sebagai praktisi,
melainkan sebagai akademisi dan teoritikus yang mengeksplorasi ide-ide arsitektural
yang akhirnya menemukan karakter pengembangan ide arsitektural dalam kerangka
wacana teoritik. Ketertarikannya terhadap ilmu-ilmu di luar arsitektur seperti
linguistik, filosofi, matematika dan musik yang selalu dikaitkan ke dalam teori dan
prinsip desain menjadikan topik ini menarik untuk dilakukan eksplorasi lebih dalam
secara sistematis.
Karya Arsitektur Dekonstruksi
Rem Koolhas, The Netherland Dance Theater, The Hague, Netherlands, 1984-87.