BRONCHOPNEUMONIA
1
3. PATOFISIOLOGI
Sebagian besar penyebab bronkopneumonia adalah mikroorganisme
(jamur, bakter, virus) dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon
(minyak tanah, bensin dan sejenisnya). Serta aspirasi ( masuknya isi lambung
ke dalam saluran napas). Awalnmya mikroorganisme akan masuk melalui
percikan ludah ( droplet) infasi ini akan masuk ke saluran pernapasan atas dan
menimbulkan reaksi imunologis dari tubuh. Reaksi ini menyebabkan
peradangan, dimana saat terjadi peradangan ini tubuh akan menyesuaikan diri
sehingga timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini akan menimbulkan secret. Semakin lama secret
semakin menumpuk di bronkus sehingga aliran bronkus menjadi semakin
sempit dan pasien akan merasa sesak. Selain terkumpul di bronkus, lama
kelamaan secret akan sampai ke alveolus paru dan mengganggu system
pertukaran gas di paru.
Selain menginfeksi saluran napas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna saat ia terbawa oleh darah. Bakteri ini akan membuat flora normal
dalam usus menjadi agen pathogen sehingga timbul masalah GI tract.
PATHWAY
2
4. GEJALA KLINIS
A. Pnemonia bakteri
Gejala :
- Rinitis ringan
- Anoreksia
- Gelisah
Berlanjut sampai:
- Demam
- Malaise (tidak nyaman)
- Nafas cepat dan dangkal.
- Ekspirasi berbunyi.
- Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan
- Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan
- Leukositosis
- Foto thorak pneumonia lebar
B. Pnemonia Virus
Gejala awal
- Batuk
- Rhinitis
Berkembang sampai
- Demam ringan, batuk ringan dan malaise sampai demam tinggi batuk
hebat dan lesu.
- Emfisema obstruktif
- Ronkhi basah.
C. Pneumonia mikroplasma
- Demam
- Sakit kepala
- Menggigil
- Anoreksia
3
Berkembang sampai
- Rhinitis alergi
- Sakit tenggorokan batuk kering berdarah
- Area konsolidasi pada pemeriksa thorak.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
- Leukosit meningkat 15.000-40.000/mm3
- Laju endap darah meningkat 100mm
- ASTO meningkat pada infeksi streptococcus.
- GDA menunjukkan hipoksemia tanpa hiperkapnea atau retensi CO2
- Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin terdapat albumin urin ringan
karena peningkatan suhu tubuh.
B. Pemeriksaan Radiologi
- Terlihat bercak- bercak pada bronkus hingga lobus.
6. PENATALAKSANAAN
a. Antibiotic seperti ; penisilin, eritromicin, kindomisin, dan sefalosforin.
b. Terapi oksigen (O2)
c. Nebulizer, untuk mengencerkandahak yang kental dan pemberian
bronkodilator.
d. Istirahat yang cukup
e. Kemoterafi untuk mikoplasma pneumonia dapat diberikan eritromicin 4x 500
mg/ hari atau tetrasiklin 3-4 x 500mg/ hari.
7. KOMPLIKASI
a. Atelektasis : Pengembangan paru yang tidak sempurna.
b. Emfisema : Terdapatnya pus pada rongga pleura.
c. Abses paru : pengumpulan pus pada jaringan paru yang meradang.
d. Infeksi sistomik
e. Endokarditis : peradangan pada endokardium.
f. Meningitis : Peradangan pada selaput otak.
4
8. PENCEGAHAN PADA ANAK
a. Hindari anak dari paparan asap rokok, polusi dan tempat keramaian yang
berpotensi penularan.
b. Hindari kontak anak dengan penderita ISPA
c. Membiasakan pemberian ASI
d. Segera berobat jika terjadi demam, batuk, dan pilek, terlebih disertai suara
sesak dan sesak pada anak.
e. Imunisasi Hb untuk kekebalan terhadapa hameophilus influenza.
5
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut Wilson dan Thompson, 1990 pneumonia sering terjadi pada
musim hujan dan awal musim semi. Selain itu pemeliharaan kesehatan dan
kebersihan lingkungan yang kurang juga bisa menyebabkan kita menderita
sakit. Lingkungan pabrik atau banyak asap dan debu ataupun lingkungan
dengan anggota keluarga perokok.
f. Imunisasi.
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi beresiko tinggi untuk
mendapat penyakit infeksi saluran pernapasan atas atau bawah karena
system pertahanan tubuh yang tidak cukup kuat untuk melawan infeksi
sekunder.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
Riwayat gizi buruk atau meteorismus (malnutrisi energi protein = MEP).
3) Pemeriksaan persistem.
a. Sistem kardiovaskuler.
Takikardi, iritability.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, retraksi dada, melaporkan anak sulit bernapas, pernapasan
cuping hdidung, ronki, wheezing, takipnea, batuk produktif atau non
produktif, pergerakan dada asimetris, pernapasan tidak teratur/ireguler,
kemungkinan friction rub, perkusi redup pada daerah terjadinya konsolidasi,
ada sputum/sekret. Orang tua cemas dengan keadaan anaknya yang
bertambah sesak dan pilek.
c. Sistem pencernaan.
Malas minum atau makan, muntah, berat badan menurun, lemah.
d. Sistem eliminasi.
Biasanya menderita diare, atau dehidrasi, mungkin belum memahami alasan
menderita diare sampai terjadi dehidrasi (ringan sampai berat).
6
e. Sistem saraf.
Demam, kejang, sakit kepala yang ditandai dengan menangis terus pada
anak-anak atau malas minum, ubun-ubun cekung.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Tonus otot menurun, lemah secara umum,
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Turgor kulit menurun, membran mukosa kering, sianosis, pucat, akral
hangat, kulit kering, .
i. Sistem penginderaan.
Tidak ada kelainan.
4) Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
Secara laboratorik ditemukan lekositosis, biasanya 15.000 - 40.000 / m
dengan pergeseran ke kiri. LED meninggi. Pengambilan sekret secara
broncoskopi dan fungsi paru-paru untuk preparat langsung; biakan dan test
resistensi dapat menentukan/mencari etiologinya. Tetapi cara ini tidak rutin
dilakukan karena sukar. Pada punksi misalnya dapat terjadi salah tusuk dan
memasukkan kuman dari luar. Foto roentgen (chest x ray) dilakukan untuk
melihat :
Komplikasi seperti empiema, atelektasis, perikarditis, pleuritis, dan OMA.
Luas daerah paru yang terkena.
Evaluasi pengobatan
Pada bronchopnemonia bercak-bercak infiltrat ditemukan pada salah satu
atau beberapa lobur.
Pada pemeriksaan ABGs ditemukan PaO2 < 0 mmHg.
7
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi
sputum ditandai dengan adanya ronchi, dan ketidakefektifan batuk.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi pada jaringan paru
(perubahan membrane alveoli) ditandai dengan sianosis, PaO2 menurun, sesak
nafas.
3. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi terhadap infeksi saluran nafas
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, mengigil, akral teraba panas.
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme sekunder terhadap demam dan proses infeksi ditandai dengan nafsu
makan menurun, BB turun, mual dan muntah, turgor kulit tidak elastis.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2
dengan kebutuhan oksigen ditandai dengan tidak mampu berpartisipasi dalam
kegiatan sehari-hari sesuai kemampuan tanpa bantuan.
6. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu
tubuh,kehilangan cairan karena berkeringat banyak, muntah atau diare.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan resiko terpajan bakteri pathogen
3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Tujuan dan criteria hasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…)
diharapkan jalan nafas pasien efektif dengan criteria hasil : jalan nafas paten, tidak ada
bunyi nafas tambahan, tidak sesak, RR normal (35-40x/menit), tidak ada penggunaan otot
bantu nafas, tidak ada pernafasan cuping hidung
INTERVENSI RASIONAL
1. Observasi TTV terutama respiratory rate Memberi informasi tentang pola pernafasan
pasien, tekanan darah, nadi, suhu pasien.
2. Auskultasi area dada atau paru, catat Crekcels, ronkhi dan mengi dapat terdengar
hasil pemeriksaan saat inspirasi dan ekspirasi pada tempat
8
konsolidasi sputum
3. Latih pasien batuk efektif dan nafas Memudahkan bersihan jalan nafas dan
dalam ekspansi maksimum paru
4. Lakukan suction sesuai indikasi Mengeluarkan sputum pada pasien tidak
sadar atau tidak mampu batuk efektif
5. Memberi posisi semifowler atau supinasi Meningkatkan ekspansi paru
dengan elevasi kepala
6. Anjurkan pasien minum air hangat Air hangat dapat memudahkan pengeluaran
secret
Kolaborasi :
Diagnosa 2
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan (..x..) diharapkan ventilasi pasien tidak
terganggu dengan KH : GDA dalam rentang normal ( PO2 = 80 – 100 mmHg, PCO2
= 35 – 45 mmHg, pH = 7,35 – 7,45, SaO2 = 95 – 99 %), tidak ada sianosis, pasien
tidak sesak dan rileks.
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi, kedalaman,- Memberi informasi tentang pernapasan
kemudahan bernapas pasien. pasien.
2. Observasi warna kulit, membran Kebiruan menunjukkan sianosis.
mukosa bibir.
3. Berikan lingkungan sejuk, nyaman,- Untuk membuat pasien lebih nyaman.
ventilasi cukup.
9
4. Tinggikan kepala, anjurkan napas- Meningkatkan inspirasi dan pengeluaran
dalam dan batuk efektif. sekret.
5. Pertahankan istirahat tidur. - Mencegah terlalu letih.
6. Kolaborasikan pemberian oksigen- Mengevaluasi proses penyakit dan
dan pemeriksaan lab (GDA) mengurangi distres respirasi.
Diagnosa 3
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan
suhu pasien turun atau normal (36,5 – 37,5C) dengan KH: pasien tidak gelisah,
pasien tidak menggigil, akral teraba hangat, warna kulit tidak ada kemerahan.
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh pasien - Data untuk menentukan intervensi.
2. Pertahankan lingkungan tetap sejuk - Menurunkan suhu tubuh secara radiasi.
3. Berikan kompres hangat basah pada - Menurunkan suhu tubuh secara konduksi.
ketiak, lipatan paha, kening (untuk
sugesti)
4. Anjurkan pasien untuk banyak - Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan
minum penguapan cairan tubuh meningkat,
sehingga diimbangi dengan intake cairan
yang banyak
5. Anjurkan mengenakan pakaian yang - Pakaian yang tipis mengurangi penguapan
minimal atau tipis cairan tubuh
6. Berikan antipiretik sesuai indikasi -Antipiretik efektif untuk menurunkan
demam
7. Berikan antimikroba jika disarankan - Mengobati organisme penyebab
Diagnosa 4
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (...x...) diharapkan
kebutuhan nutrisi pasien adekuat dengan KH: nafsu makan pasien meningkat, BB
10
pasien ideal, mual muntal berkurang, turgor kulit elastis, pasien tidak lemas
Intervensi Rasional
1. Kaji penyebab mual muntah pasien Untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Berikan perawatan mulut Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan
3. Bantu pasien membuang atau Sputum dapat menyebabkan bau mulut
mengeluarkan sputum sesering yang nantinya dapat menurunkan nafsu
mungkin makan
4. Anjurkan untuk menyajikan Membantu meningkatkan nafsu makan
makanan dalam keadaan hangat
5. Anjurkan pasien makan sedikit tapi Meningkatkan intake makanan
sering
6. Kolaborasikan untuk memilih Memenuhi gizi dan nutrisi sesuai dengan
makanan yang dapat memenuhi keadaan pasien
kebutuhan gizi selama sakit
Diagnosa 5:
Tujuan dan K.H : setelah diberikan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan
toleransi pasien terhadap aktifitas meningkat dengan KH : pasien mampu
berpartisipasi dalam kegiatan sehari – hari sesuai kemampuan tanpa bantuan, pasien
mampu mempraktekkan teknik, penghematan energy, TTV stabil (S = 36,5°C –
37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR = 35 -40 x/ menit)
Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat kelemahan dan - Sebagai informsdi dalam menentukan
toleransi pasien dalam melakukan intervensi selanjutnya
kegiatan
2. Berikan lingkungan yang tenang dan - Menghemat energy untuk aktifitas dan
periode istirahat tanpa ganguan penyembuhan
3. Bantu pasien dalam melakukan - Oksigen yang meningkat akibat aktifitas
11
aktifitas sesuai dengan kebutuhannya
Kolaborasi : -
4. Berikan oksigen tambahan Mengadekuatkan persediaan oksigen
Diagnosa 6
Tujuan dan KH : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama (…x…) diharapkan
volume cairan tubuh pasien seimbang dengan KH : membrane mukosa pasien
lembab, turgor kulit baik, pengisian capiler cepat / < 3detik, input dan output
seimbang, pasien tidak muntah. Pasien tidak diare, TTV normal (S = 36,5°C –
37,5°C, N = 75 – 100x/menit, RR = 35 -40 x/ menit)
Intervensi Rasioanl
1. Observasi TTV @ 2- 4 jam, kaji- Peningkatan suhu menunjukkan
turgor kulit. peningkatan metabolic
2. Pantau intake dan output cairan - Mengidentifikasi kekurangan volume
cairan
Diagnosa 7
Tujuan dan KH : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan infeksi tidak terjadi dengan KH: klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi, menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi, jumlah
leukosit dalam batas normal, menunjukkan perilaku hidup sehat
12
Intervensi Rasioanl
1. Kaji suhu badan 8 jam Mendeteksi adanya tanda dari infeksi
2. Monitor tanda dan gejala infeksi Mempermudah untuk penanganan jika
sistemik dan lokal infeksi terjadi
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa Panas, kemerahan merupakan tanda dari
terhadap kemerahan, panas infeksi
4. Ajarkan pasien dan keluarga tanda Dengan melibatkan keluarga tanda
dan gejala infeksi infeksi lebih cepat diketahui
Kolaborasi
5. Berikan terapi antibiotik Antibiotik efektif untuk mencegah
penyebaran bakteri
4. IMPLEMENTASI
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah di buat sebelumnya.
5. EVALUASI
Dx 1 :
- Jalan nafas pasien efektif
- Tidak ada bunyi nafas tambahan
- Jalan nafas pasien paten
- Pasien tidak sesak
- RR normal (30-40x/menit)
- Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
- Tidak ada pernafasan cuping hidung
Dx 2 :
- Ventilasi pasien tidak terganggu
- GDA normal
PO2 = 80-100mmHg
PCO2 = 35-45mmHg
13
pH = 7,35-7,45
SaO2 = 95%-99%
- Tidak ada sianosis
- Tidak ada sesak
- Pasien terlihat rileks
Dx 3 :
- Suhu pasien normal (36,5-37,50C)
- Pasien tidak gelisah
- Pasien tidak menggigil
- Akral teraba hangat
Dx 4 :
- Kebutuhan nutrisi pasien adekuat
- Nafsu makan pasien meningkat
- Pasien tidak mual muntah
- Turgor kulit elastic
- BB pasien ideal
- Pasien tidak lemas
Dx 5 :
- Toleransi pasien terhadap aktivitas meningkat
- Pasien mampu berpartisipasi dalam kegiatan sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan tanpa bantuan
- Pasien mampu mempraktekkan penghematan energy
- TTV stabil : S = 36,5-37,50C
N = 100-120x/menit
RR = 30-40x/menit
Dx 6 :
- Volume cairan pasien adekuat/seimbang
- Membran mukosa pasien lembab
14
- Turgor kulit elastis
- TTV stabil : S = 36,5-37,50C
N = 100-120x/menit
RR = 30-40x/menit
- CRT < 3 detik
Dx 7 :
- klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- jumlah leukosit dalam batas normal
- menunjukkan perilaku hidup sehat
15
DAFTAR PUSTAKA
16