Gambar 4.1.
Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus Sebelum dan Sesudah
Breakthrough pada Sumur Produksi
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999
)
Pada awalnya ruang pori yang terdapat pada batuan reservoir diisi oleh air,
namun ketika terjadi migrasi minyak ke batuan reservoir menyebabkan
perpindahan sebagian air formasi dan mengurangi jumlahnya ke saturasi residual.
Ketika ditemukan, ruang pori reservoir diisi oleh saturasi water connate dan
saturasi minyak. Semua percobaan di laboratorium dirancang untuk menyamakan
saturasi di reservoir, proses peningkatan kurva tekanan kapiler dengan
pemindahan fasa wetting (air) dengan fasa nonwetting (minyak dan gas) disebut
proses drainage.
Proses aliran lainnya yaitu pengembalian proses drainage dengan
perpindahan fasa nonwetting (minyak dan gas) dengan fasa wetting (air) yang
disebut proses imbibisi. Proses saturasi dan desaturasi sebuah core dengan fasa
nonwetting disebut capillary hysteresis.
Perbedaan saturasi dan desaturasi dari kurva tekanan kapiler sangat
berhubungan berdasarkan peningkatan maupun penurunan sudut kontak yang
berbeda pada suatu padatan. Pada system air formasi - crude oil, wettabilitasnya
akan berubah terhadap waktu.
Pada gambar diatas menerangkan distribusi reservoir yang terdiri dari air,
minyak dan gas. Saturasi secara bertahap berubah dari 100% air pada zona air
hingga saturasi water irreducible pada arah vertikal diatas zona air, area vertikal
menyatakan zona transisi yang didefenisikan sebagai ketebalan vertikal dimana
harga saturasi berkisar dari 100% ke irreducible water saturation. Konsep
utamanya yaitu adanya perubahan secara cepat harga saturasi pada zona transisi
minyak - air yang diakibatkan oleh efek tekanan kapiler. Demikian juga saturasi
total (minyak dan air) secara perlahan berubah pada zona minyak hingga saturasi
water connate pada zona gas cap, hal yang sama dimana munculnya transisi
antara minyak dan zona gas. WOC didefinisikan sebagai kedalaman terbawah
reservoir dimana muncul 100% saturasi air, sedangkan GOC kedalaman minimum
pada saat 100% saturasi liquid (minyak dan air) muncul pada reservoir.
Perubahan saturasi fluida tidak akan dialami oleh bagian reservoir yang
tidak tersapu oleh fluida pendesak, apabila fluida yang didesak di depan front
lebih dari satu fluida seperti minyak dan gas, mka distribusi saturasi yang terletak
di depan front akan lebih kompleks jika dibandingkan dengan ruang hanya
terdapat satu fluida saja. Seperti suatu injeksi air ke reservoir minyak dengan
mekanisme pendorong gas terlarut (solution gas drive reservoir).
Minyak dan gas yang terdapat di dalam reservoir keduanya akan dapat
bergerak, tetapi karena viskositas gas lebih kecil dari minyak, maka pada
umumnya mobilitas gas akan lebih besar dari mobilitas minyak.
Ketidakseragaman mobilitas fluida ini akan membentuk suatu zona tertentu di
depan front yang mempunyai saturasi minyak yang besar karena telah
ditinggalkan oleh gas yang bergerak lebih cepat, zona ini disebut “oil bank”.
Gambar 4.5.
Tipe Kurva Permeabilitas Relatif untuk system Gas-Oil-Water
(Ahmed.Tarek,”Advanced Reservoir Engineering”,2006)
4.1.1.4.2. Pengaruh Kebasahan Batuan
Perbandingan Kro/Krw digunakan sebagai ukuran wetabilitas batuan, bila
harga perbandingan yang rendah mengidentifikasikan bahwa batuan lebih bersifat
water wet, sebaliknya bila perbandingan lebih besar maka batuannya
kemungkinan bersifat oil wet.
Harga lain dari wetabilitas dapat digambarkan dari kurva permeabilitas
relatif minyak-air. Titik potong pada harga saturasi air pada saat minyak dan air
mempunyai permeabilitas relatif yang sama adalah lebih besar untuk batuan
water-wet daripada oil-wet.
Gambar 4.6.
Korelasi antara Sudut Kontak dan Permeabilitas Relatif End Point
(Willhite,G.Paul,”Waterflooding”,SPE.1986)
end point minyak turun pada saat yang sama harga end point air dan gas akan naik
bersamaan dengan naiknya temperatur.
Viskositas air dalam reservoir biasanya mencapai range antara 0,1 sampai 1000
cp, dalam penentuang perbandingan minyak dan air dengan menggunakan
viskositas minyak sebesar 0,5 cp maka perbandingan mobilitas pada injeksi air
mempunyai range antara 0,024 sampai 3,5 untuk system water wet dan 0,15
sampai 4,2 untuk system oil wet. Kebanyakan di lapangan perbandingan mobilitas
selama injeksi air didapat range antara 0,02 sampai 2,00 cp.
Gambar 4.7.
Hubungan Viskositas Minyak dengan Mobility Ratio Air-Minyak pada
Viskositas Air = 0,5 cp
(Forrest.F.Craigh,”The Reservoir Engineering Aspec of Waterfloodint”,SPE.1971)
M=
λD
=
( μ)
displacing
(4-5)
λd
( kμ )displaced
Dimana :
λD : mobilitas fasa pendesak(displacing) di belakang front
λd : mobilitas fasa yang didesak (displaced) didepan front.
Hasil perhitungan yang diperoleh berdasarkan persamaan (3-5) dapat
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
Apabila M > 1 : maka tidak menguntungkan dalam proses penyapuan
Kondisi ini, air mengalir lebih cepat daripada minyak. Air
yang mengalir di belakang front lebih cepat dibandingkan
minyak yang di depan front. Akibatnya air tidak dapat
mendesak minyak secara effisien sehingga air lebih
dahulu terproduksi pada sumur produksi.
Apabila M = 1 : ketahanan mengalir di dalam reservoir untuk kedua
macam fluida adalah sama.
Apabila M < 1 : menguntungkan untuk proses penyapuan.
Air dapat menyapu minyak lebih effisien sehingga dapat
meningkatkan perolehan minyak.
Dalam proyek waterflooding dengan kondisi mobilitas ratio (M < 1 ),
maka pola yang digunakan didesain dengan sumur injeksi yang lebih banyak
dibandingkan sumur produksi. Harga mobility ratio yang paling umum pada
proyek waterflooding berkisar antara 0.02 sampai 0.2
Untuk pendesakan torak persamaan mobilitas rationya sebagai berikut
k rw
M=
( ) μw ¿
S
(4-6)
k ro
( ) μo wi
S
Dimana :
k rw
λD : λw = ( )
μw ¿
S mobilitas fasa pendesak(displacing )
k ro
λd : λo = ( )
μo wi
S mobilitas fasa yang didesak (displaced)
M=
( ) S
μ w wbt
(4-7)
k ro
( )μo wi
S
4.1.3. Faktor Perolehan Minyak
4.1.3.1. Efisiensi Pendesakan
Efisiensi pendesakan adalah perbandingan antara volume hidrokarbon
yang dapat didesak dari pori-pori dengan volume hidrokarbon total dalam pori-
pori tersebut. Dalam prakteknya efisiensi pendesakan merupakan fraksi minyak
atau gas yang dapat didesak setelah dilalui oleh front dan zona transisinya.
Rata - rata saturasi minyak (So) tergantung dari sifat proses pendesakan,
khususnya apakah pendesakan tersebut tercampur atau tidak. Pendesakan
tercampur dapat digunakan untuk mengurangi saturasi minyak sampai tingkat
yang rendah sehingga efisiensi pendesakannya tinggi, jika dibandingkan dengan
injeksi tak tercampur.
Pada kasus pendesakan linier, contohnya media berpori berbentuk silinder
kemudian semua pori-pori di belakang front dapat diisi oleh fluida pendesaknya,
maka efisiensi volumetrik akan mencapai 100% dan hubungan umum yang
menunjukkan efisiensi pendesakan adalah sebagai berikut :
S oi −S¿
Ed = (4-8)
Soi
dimana :
Ed = efisiensi pendesakan, fraksi
Soi = saturasi minyak mula (pada awal pendesakan), fraksi volume pori-pori
Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh persamaan:
(Ed)BT = Soi −¿ ¿ ¿ (4-9)
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya
zona transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu
akan diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak
irreducible dan efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan
persamaan:
(Ed)max = Soi −¿ ¿ ¿ (4-10)
4.1.3.1.1. Teori Frontal Advance
Pada saat fluida didesak oleh fluida yang lain yang tidak bercampur
dengan fluida pendesak, prosesnya disebut proses tak tercampur. Air dan gas
padad tekanan rendah merupakan concoh pendesakan tidak tercampur.
Permukaan antara fluida yang didesak dengan fluida pendesak disebut
flood front, bergerak melalui media berpori hingga mencapai breakthrough sumur
produksi, pergerakan floodfront dan distribusi saturasi fluida dapat ditentukan
dengan menggunakan teori frontal advance. Tujuannya yaitu untuk membentuk
kurva fraksional flow dari fluida pendesak dengan saturasinya.
Untuk pendesakan satu dimensi di dalam media berpori, fraksi aliran
fluida pendesak adalah:
M λ Δ ρgsinα λ1 ∇ Pc
f1 = − 1 + (4-11)
1+ M v ( 1+ M ) v (1+ M )
λ1 k r 1 μ 2
M= = (4-12)
λ2 k r 2 μ 1
dimana:
M = perbandingan mobilitas antara fluida pendesak dengan fluida yang didesak
λ1 = mobilitas fluida pendesak, m2/Pa s
λ2 = mobilitas fluida yang didesak, m2/Pa s
∆ρ = perbedaan densitas antara dua fluida, kg/m3
v = kecepatan superficial (permukaan), m/s
g = kecepatan gravitasi, m/s2
α = sudut kemiringan, derajat
∇Pc = gradien tekanan kapiler
kr1 = permeabilitas relatif fluida pendesak,
kr2 = permeabilitas relatif fluida yang didesak
μ1 = viskositas fluida pendesak, Pa s
μ2 = viskositas fluida yang didesak, Pa s
Fraksi aliran adalah fungsi dari saturasi sepanjang variasi permeabilitas
relatif. Plot antara fraksi aliran versus saturasi fluida pendesak disebut kurva
fraksi aliran (fractional flow curve), yang biasanya berbentuk kurva– S. Bentuk
sebenarnya dari kurva ini dan posisinya tergantung dari kurva permeabilitas
relatif, viskositas fluida, densitas, sudut kemiringan dan hubungan saturasi-
tekanan kapiler. Kemajuan front pendesakan tak tercampur dapat ditentukan
dengan menghitung saturasi fluida pendesak sebagai fungsi waktu dan jarak dari
slope kurva fractional flow.
Termasuk juga waktu breakthrough pada saat fluida pendesak tiba di
ujung media berpori dan kemudian terproduksi water cut. Gambar 4.9.
menggambarkan saturasi pada saat breakthrough sedangkan Gambar 4.10.
menunjukkan profil saturasi air sebelum, pada saat dan setelah breakthrough.
Saturasi fluida pendesak rata-rata sebelum breakthrough ditentukan dengan
material balance untuk media berpori, setelah breakthrough ditentukan dengan
perluasan tangen terhadap kurva fractional flow pada satu titik yang
menghubungkan kondisi di ujung jalan keluar.
Hal ini dapat dilakukan pada waktu yang berbeda-beda sampai harga
producing cut (yang sama dengan harga f1 pada ujung jalan keluar) tercapai batas
yang telah ditentukan.
Efisiensi pendesakan minyak (ED), jika terdapat dua fluida di dalam proses
pendesakan tak tercampur (immiscible) seperti yang digambarkan di atas, dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Ś0 Boi
ED = 1- (4-13)
Ś 0 i Bo
dimana :
Ś0 = saturasi minyak rata-rata
Ś0 i = saturasi minyak awal rata-rata
Bo = faktor volume formasi minyak, RB/STB
Boi = faktor volume formasi minyak awal, RB/STB
Gambar 4.9.
Profil Saturasi Sebelum Breakthrough
(Ahmed.Tarek,”Advanced Reservoir Engineering”,2006)
Gambar 4.10.
Profil Saturasi dalam Setelah Breakthrough
(Ahmed.Tarek,”Advanced Reservoir Engineering”,2006)
λ2 Δ ρg
Ng = (4-15)
u
Gambar 4.11.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
Gambar 4.12.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Gaya Gravitasional
terhadap Efisiensi Pendesakan
(Willhite, G. Paul, 1986, “Waterflooding”, Third Printing, SPE, Richardson, Texas)
Jika harga (Ng sin α) besar, gaya gravitasional akan cukup berpengaruh
kuat terhadap kurva fraksi aliran. Harga positif yang lebih tinggi dari Ng sin α
menurunkan fraksi aliran fluida pendesak pada saturasinya. Jadi pengaruh gaya
gravitasional positif sama dengan pengaruh mobilitas rasio yang kecil.
Pada pola sumur yang teratur, efisiensi tersebut dapat diperkirakan sebagai
fungsi dari bentuk pola, volume pori yang diinjeksikan dan perbandingan
mobilitas. Kegiatan perolehan minyak tahap lanjut tidak semuanya menggunakan
pola sumur teratur, sehingga efisiensi penyapuan areal akan menurun dengan
adanya coverage factor.
Coverage factor (faktor cakupan) adalah perbandingan sederhana antara
volume reservoar didalam pola sumur yang teratur dengan volume reservoar total,
seperti terlihat pada Gambar 4.14. Volume reservoar digunakan sebagai pengganti
areal untuk memasukkan variasi ketebalan lapisan.
Efisiensi penyapuan areal pada volume pori yang telah diinjeksi, akan
berkurang dengan naiknya perbandingan mobilitas. Perbandingan mobilitas akan
meningkat dengan naiknya volume yang telah diinjeksikan, sehingga harga akhir
untuk efisiensi penyapuan areal akan diambil pada harga volume pori yang telah
diinjeksikan dihubungkan dengan limiting cut yang ditentukan dalam produksi.
Hal yang perlu dicatat adalah daerah harga efisiensi penyapuan yang
ditentukan dari korelasi tidak dapat menunjukkan beberapa anisotropi (variasi
permeabilitas directional) atau heterogenitas. Untuk kasus dimana terdapat faktor
tersebut, teknik simulasi reservoar harus dipakai untuk mendapatkan peramalan
efisiensi penyapuan areal yang memberikan hasil yang lebih baik.
Gambar 4.16.
Efisiensi Penyapuan Areal untuk Direct Line Drive
(Ahmed,Tarek,”Advanced Reservoir Engineering”,2006)
Gambar 4.19.
Pengaruh Mobilitas Rasio dan Heterogenitas terhadap
Efisiensi Penyapuan Vertikal
(Willhite, G. Paul, “Waterflooding”, Third Printing, , Texas.1986)
Jika reservoar menunjukkan variasi permeabilitas dan porositas terhadap
kedalaman, heterogenitas lapisan, flood front akan terpengaruh oleh variasi
tersebut. Fluida pendesak akan bergerak lebih cepat dilapisan dengan
permeabilitas yang tinggi dan breakthrough terjadi lebih awal dalam sumur
produksi. Gambar 4.19. menunjukkan kecenderungan adanya pengaruh tersebut.
Perbandingan mobilitas yang tinggi dan heterogenitas yang besar akan
menurunkan efisiensi penyapuan vertikal.
dimana :
s = sumbu yang searah dengan aliran
α = sudut kemiringan
ρ = massa jenis
k = permeabilitas
P = tekanan
V = laju aliran
Untuk aliran horizontal, persamaan (4-17) berubah menjadi :
−k dP
V =
⃗ (4-18)
μ ds
Jika dua macam fluida yang mengalir, misalkan air dan minyak, maka persamaan
aliran untuk masing-masing fasa menjadi :
−k w dP
V w= ( )
+ ρ g sin α
μ w ds w
(4-19)
−k d P
μ ( ds
+ ρ g sin α )
o
V =
o 0 (4-20)
o
μ o qt
Dengan cara membagi persamaan (4-22) dengan dan mendefinisikan fraksi
k0
qw
aliran fw = , maka :
qt
(4-24)
(4-25)
dPc
gradien tekanan kapiler dapat dinyatakan dalam hubungan :
ds
dPc dPc dSw
= (4-26)
ds ds w ds
dPc dS w
dimana harga diperoleh dari grafik tekanan kapiler. Akan tetapi sulit
dsw ds
diperoleh, atau tidak diketahui sama sekali. Berdasarkan hal itu untuk segi
dPc
praktisnya maka harga diabaikan. Jadi persamaan fraksi aliran mnjadi :
ds
ko A
fw = 1−0,0048 ¿¿ (4-27)
μ0 q t
Persamaan ini akan lebih sederhana bila aliran terjadi dalam arah
horizontal, α = 0.
1
fw = k ro μw (4-28)
1+
k rw μo
Bila pendesakan minyak terjadi pada temperatur konstant dengan harga
viskositas minyak dan air tertentu, maka persamaan (4-28) hanya merupakan
fungsi langsung dari saturasi.
(4-29)
Atau :
(4-30)
(4-31)
(4-32)
Maka diperoleh :
(4-34)
(4-35)
(4-37)
Gambar 4.24.
df w
- Sw max = 1- Sor sudah maju sejauh x1 (dengan Vsw α untuk Sw = 1-
dS w
Sor)
Material balance
(4-40)
(4-41)
Untuk sejumlah volume injeksi air tertentu, dimana Sw ≥ Swf persamaan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
(4-42)
(4-43)
df w
fw dan keduanya untuk front.
dS w
Samakan persamaan (4-44) ini dengan persamaan (4-42) dimuka :
(4-45)
(4-46)
Gambar 4.25.
Kurva Fraksional Flow
1
Grafik fw = f(Sw) harus diperoleh dengan persamaan fw = μ w k ro atau
1+
k rw μ o
∂ Ps
gradient tekanan kapiler, → dipenuhi hanya dibelakang front.
∂x
Swc< S´w <1-Sor→ yang dimuka front Sw<Swf;fw tidak penting.
Metode grafis Welge ini banyak dipakai untuk menghitung oil recovery.
untuk
menentukan posisi bidang dengan Sw konstan untuk Swc< S´w <1-Sor → profil
saturasi.
Pada saat breaktrough dan sesudahnya : yang dipelajari adalah kenaikan Sw pada
sumur produksi ; dalam hal ini, X = L (panjang reservoar)
Wi 1
= =W id
Persamaan diatas menjadi LA df w (4-47)
S
dS w wc |
Keterangan :
Swc = Sw pada. saat ini ditepi titik sumur produksi
Wid = air yang diinjeksikan dalam jumlah volume pori, tanpa dimensi
(1 PV = L.A.Φ).
q i PV
iwD x tbt, (iwD) = , waktu → waktu terjadinya breakthrough :
LA bt
W iDbt
tbt = (4-48)
i wD
Sesudah :
bt : L = Kta, Swc dan fwc naik terus.
Perhitungan recovery lebih sulit dilakukan karena adanya kesulitan untuk
membagi dua luas daerah yang sama, maka disempurnakan oleh Welge (dimana
front lebih dulu sampai pada sumur produksi).
1
Swc +(1+f we)
S´w = df w
S|
dS w wc
(4-49)
1
Kebalikkan dari kemiringan kurva df w
dS w( )|
Swc
untuk setiap Swe, memberikan Wid
Gambar 4.27.
Pendesakan Frontal dengan Pendesakan Torak
(Willhite, G. Paul, 1986, “Waterflooding”, Third Printing, SPE Texas.)
(4-52)
dengan minyak yang didesak melalui proses kelarutan dinamik atau kelarutan
multikontak.
**)Jadi pada saat tekanan reservoir masih tinggi (P>>) dan temperatur rendah (T<<) akan sangat menguntungkan bagi pendesakan tercampur
Gambar 4.30.
Konsep Kelakukan Fasa CO2 dan Methane pada Simple Hydrocarbon pada
Tekanan Konstan
(Stalkup Jr, Fred. Miscible Displacement. Second Printing. New York. 1984)
C. Kenaikan Densitas
Terlarutnya sejumlah CO2 dalam minyak menyebabkan kenaikan densitas,
hal yang menarik ini oleh Holm dan Josendal dimana besarnya kenaikan densitas
dipengaruhi oleh tekanan saturasinya
Meskipun demikian bila fraksi CO2 terlarut telah mencapai suatu harga
tertentu, kenaikan fraksi mol lebih lanjut akan menyebabkan turunnya densitas.
minyak sebagai suatu kenaikan tekanan, minyak dapat keluar dari larutan dengan
penurunan tekanan.
Gambar 4.33.
Tahapan pada Front Pendesak Tercampur di Dalam Reservoir
(Latil M., Bardon C., Burger J., Sourieau P. Enhanced Oil Recovery.Texas 1980)
4.2.2.6. Perkiraan Proses Injeksi
Injeksi gas kering biasanya memerlukan daerah injeksi yang luas (± 1000
acre). Reservoir yang cocok untuk injeksi ini adalah karbonat dan sandstone
dengan tingkat stratifikasi yang tinggi dan kurang heterogen. Injeksi gas yang
menguapkan berbeda dengan injeksi gas yang mengembun maupun dengan
injeksi tercampur pada kontak pertama. Pada dua metode terakhir, sejumlah kecil
dinding pelarut didesak oleh daya dorong gas dan keterpaduan pelarut tersebut
dipertahankan untuk pendesakan yang efektif. Injeksi gas yang menguapkan
bukanlah proses pendesakan dinding fluida.
Perbedaan penting lainya antara ketiga metode tersebut adalah bahwa pada
injeksi gas yang menguapkan, gas produksi dapat ditekan sampai tekanan
tercampur dan diinjeksikan kembali untuk mempertahankan pendesakan
tercampur. Dalam injeksi gas yang mengembun dan injeksi gas tercampur pada
kontak pertama, produksi pelarut menurunkan penyapuan tercampur.
Gas hidrokarbon murni banyak digunakan karena pada saat ini murah dan
tersedia dalama jumlah yang cukup. Mobility rasio pada injeksi gas yang
menguapkan secara keseluruhan lebih rendah dibandingkan dengan injeksi gas
mengembun atau injeksi tercampur pada kontak pertama.
4.2.3. Injeksi Gas yang Diperkaya
Injeksi gas diperkaya (enrich gas drive) adalah suatu usaha peningkatan
recovery minyak sisa dalam pori-pori batuan reservoir, dengan menginjeksikan
gas alam kering (relatif lebih banyak methana) yang telah diperkaya oleh
komponen intermediate (propana, butana, dan lain-lain). Tipe pendesakan ini
disebut juga “condensing gas drive”. Injeksi gas yang diperkaya dapat
dipergunakan baik untuk reservoir jenuh maupun untuk reservoir belum jenuh
dengan berat jenis lebih besar dari 20 °API dan tekanan pendesakan lebih besar
dari 1000 psia.
Apabila tekanan injeksi lebih rendah dari 1000 Psia, maka gasnya harus
lebih diperkaya. Injeksi gas diperkaya ini lebih rumit mekanismenya
dibandingkan dengan injeksi gas kering tekanan tinggi. Disini harus ada
persediaan gas yang cukup selama proses injeksi, dan sementara pengkayaan gas
cukup mahal biayanya. Oleh sebab itu, proses injeksi ini tidak dapat diterapkan
pada semua reservoir.
4.2.3.1. Sifat-Sifat Gas yang Diperkaya
Ketercampuran antara minyak reservoir dengan gas injeksi dalam proses
pendorong gas yang mengembun dicapai dengan perpindahan rnassa di tempat
(in-situ), hidrokarbon-berat-molekul-menengah (intermediete-molecular-weight-
hydrocarbons), seperti etana, propana, dan butana dari gas injeksi yang
mengandung material-material tersebut ke dalam minyak pada front injeksi.
Sifat-sifat gas yang diperkaya ini dapat diketahui dari gas-gas yang
termasuk dalam gas diperkaya, yaitu gas alam kering (relatif lebih banyak
methana) yang telah diperkaya oleh komponen intermediate (propana, butana, dan
lain-lain).
Untuk komposisi gas yang sesuai, minyak dapat menjadi kaya dengan
material-material tersebut yang menyebabkan ketercampuran antara gas injeksi
dan minyak diperkaya. Gas injeksi yang mengandung hidrokarbon-berat-molekul-
menengah dalam konsentrasi yang relatif tinggi disebut gas diperkaya.
Tekanan dan konsentrasi gas injeksi yang dipersyaratkan untuk
ketercampuran pendorong gas yang mengembun tergantung pada :
Komposisi hidrokarbon-berat-molekul-menengah yang dikandung dalam
gas diperkaya.
Temperatur reservoir
4.2.3.2. Sumber Gas yang Diperkaya
Gas yang diperkaya pada umumnya selalu di blended dengan perluasan
lapangan separator gas atau sisa gas dari lapangan minyak gas dengan berat
hidrokarbon molekul menengah. Separator di lapangan dapat diatur untuk
menghasilkan gas separator dengan komposisi yang cukup untuk mencapai
percampuran. Gas alam yang sesuai untuk injeksi harus diperkaya dengan
hidrokarbon dengan molekul menengah untuk mencapai pendesakan tercampur
tekanan reservoir yang diharapkan.
Lapangan separator gas dan gas sisa dari lapangan minyak gas juga
sumber yang potensial untuk mendorong gas.
4.2.3.3. Keuntungan dan Kerugian Injeksi Gas yang Diperkaya
Keuntungan penggunaan injeksi gas yang diperkaya antara lain :
Sangat baik untuk seluruh minyak sisa
Percampuran dapat dilakukan kembali jika terjadi kehilangan di reservoir
Ukuran slug yang besar memperkecil problem-problem yang akan terjadi
dalam perencanaan slug
Sedangkan kekurangan dari penggunaan injeksi gas yang diperkaya :
Gravity Override terjadi formasi yang tipis
Harga gas yang mahal
Penjarian viskositas mempengaruhi disipasi slug
Pada diagram ini kemudian ditarik garis lurus antara titik G dan titik O
yang berarti terjadi proses injeksi, sedangkan Gambar 4.35. menggambarkan apa
yang terjadi di reservoir selama pendesakan.
Gambar 4.35.
Pendesakan Gas Dalam Reservoir
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Keterangan Gambar 4.35.
I = zone minyak yang mula-mula didesak
II = gas yang terurai terdiri dari komponen intermediate dan belum terlarut
III = oil bank yang mobile
Bila injeksi yang diperkaya dimulai, proses pertama adalah tipe non-
miscible (minyak O kontak dengan gas G seperti keadaan 1). Pendesakan
selanjutnya dapat dilihat bahwa minyak yang telah diperkaya meninggalkan zona
kontak (minyak dibelakang front maju lebih banyak hingga mencapai miscible)
dengan gas injeksi, dan selanjutnya didorong ke depan oleh gas untuk bercampur
dengan zona minyak di depannya. Demikian langsung terus hingga keseluruhan
komposisi minyak tercampur dengan gas yang diinjeksikan.
Untuk injeksi gas yang diperkaya, parameter operasi adalah tekanan dan
komposisi injeksi gas (yang diperkaya dengan propana dan butana seperti yang
ditunjukkan oleh titik L pada Gambar 4.36.
Gambar 4.37.
Operasi Pelaksanaan Injeksi Gas Yang Diperkaya
(Dr. Ir. Septoranto S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.38.
Diagram Terner Pencampuran Antara N2 dengan Crude Oil
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.40.
Mekanisme Injeksi Gas Inert (N2)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.41.
Recovery Minyak dari Berbagai Pendesakan Kimia
(Green W. Don. and Willhite Paul G. Enhanced Oil Recovery. 2003)
1. Komposisi Minyak
Beberapa hasil pengamatan yang penting sehubungan dengan komposisi
minyak serta pengaruhnya terhadap mekanisme injeksi alkalin dapat dilihat pada
Tabel IV-2.
2. Komposisi Air Formasi dan Air Injeksi
Kadar padatan yang terlarut yaitu berupa senyawa garam atau berupa ion
bebas baik pada air formasi maupun pada injeksi air sama-sama mempengaruhi
terhadap mekanisme injeksi dan konsumsi alkalin. Reaksi antara NaOH dengan
ion kalsium dan magnesium akan membentuk sabun kalsium dan magnesium,
akan tetapi keduanya bukan zat aktif permukaan, sehingga akan mengurangi slug
NaOH dan tegangan antar muka akan naik dengan keberadaan kedua ion tersebut.
Hasil percobaan di laboratorium menyatakan bahwa kadar kalsium yang diijinkan
pada air injeksi adalah 70 ppm dan ion magnesium sampai 700 ppm, sedangkan
kadar kalsium yang diijinkan pada air formasi sampai 500 ppm.
Pada jumlah tertentu garam NaCl berguna untuk menjunjung mekanisme
dalam injeksi alkalin juga berguna untuk mengurangi konsumsi NaOH.
Kegaraman di reservoir diperlukan pada proses perubahan kebasahan, yaitu
membuat batuan reservoir cenderung menjadi oil-wet, sedangkan pada konsentrasi
yang lebih besar diperlukan untuk terjadinya emulsi air dalam minyak. Pengaruh
NaCl terhadap tegangan antarmuka, Jennings menyatakan bahwa dibawah 20000
ppm, adanya NaCl pada air injeksi bukan saja membuat tegangan antarmuka tetap
rendah akan tetpai juga dapat menurunkan keperluan akan konsentrasi NaOH.
4.3.1.3. Perencanaan Laboratorium
Perencanaan Laboratorium dalam injeksi alkaline atau kaustik perlu untuk melihat
lapangan-lapangan yang prospektif. Perencanaan Laboratorium perlu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :
1. Bilangan Asam
Untuk kandidat yang bagus, bilangan asamnya kira-kira 0.5 mg
KOH/gram minyak mentah. Disamping itu sampel juga harus bebas dari pemecah
emulsi, inhibitor, atau bahan kimia lapangan minyak lainnya.
2. Penurunan tegangan antarmuka
Tegangan antarmuka antara minyak mentah dengan padatan kaustik harus
kurang dari 0.01 dyne/cm. Pengukuran dapat menggunakan spinning drop (pada
kondisi tekanan-temperatur ambient dengan dead oil) atau pendant drop
apparatus (pada kondisi tekanan-temperatur reservoir dengan live oil). Fluida
yang digunakan dalam pengukuran harus mewakili fluida reservoir dan air injeksi
yang akan dipakai.
3. Perubahan kebasahan
Jika reservoir basah minyak, NaOH dapat menjadikan basah air.
Imbibition test atau pengukuran sudut kontak dapat digunakan untuk mempelajari
kebasahan.
4. Pembentukan emulsi
Untuk mempelajari pembentukan emulsi dengan padatan NaOH,
percobaan yang sederhana adalah dengan mengocok padatan NaOH pada volume
dan konsentrasi yang sudah diketahui dengan minyak mentah pada tabung gelas.
Tipe emulsi yang terbentuk ditentukan dan viscositasnya diketahui.
5. Film kaku
Beberapa minyak mentah dapat membentuk film kaku pada bidang kontak
dengan air asin. Hal ini bisa dipelajari dengan menggunakan sudut kontak atau
tegangan antarmuka.
6. Reaksi antar batuan reservoir dengan mineral
Jenning dan Johnson (1974) merekomendasikan prosedur untuk
menentukan reaktifitas kaustik batuan reservoir sebagai berikut :
a. Membersihkan sekitar 600 gr yang telah dihaluskan dengan ekstraksi toluen
dan mengeringkannya.
b. Membentuk pasir yang kering dan bersih per berat (W) menjadi silinder
dengan panjang 18 in dan diameter 1.25 in. Menjenuhi pasir tersebut dengan
air destilasi dan menentukan PV-nya.
c. Setelah penjenuhan dengan air destilasi, maka dilakukan injeksi padatan
kaustik (NaOH) dengan konsentrasi C.
d. Melanjutkan injeksi kaustik sampai pH effluent dari kolom mendekati pH
padatan injeksi. Mengukur volume total padatan effluent yang terkumpul
pada titik ini.
e. Reaktivitas batuan kaustik (R), kemudian mengukur dengan menggunakan
persamaan :
R = 100 (V – PV) C/ W (4-54)
Keterangan :
R = meq NaOH yang dikonsumsi tiap 100 gram batuan
V = milimeter
PV = milimeter
C = meq NaOH/ml
W = gram batuan
Selama uji pendesakan diatas, data-data berikut harus didapat :
1. Permeabilitas
2. pH dan konsentrasi NaOH dalam air produksi
3. Pembentukan emulsi, sifat-sifat rheologi, dan stabilitasnya
4. Perolehan minyak sebagai fungsi dari PV yang diinjeksikan
4.3.1.4. Mekanisme Injeksi Alkaline
Meskipun injeksi alkalin adalah proses yang sederhana dan relatif tidak
mahal dalam pelaksanaannya, tetapi memiliki mekanisme pendesakan yang
kompleks. Beberapa mekanisme yang ada yaitu penurunan tegangan antarmuka,
emulsifikasi, perubahan kebasahan dan penghancuran rigid interfacial film.
Akibat dari mekanisme-mekanisme tersebut secara makroskopis adalah
adanya perbaikan areal dan volumetric sweep efficiency, yaitu dengan perubahan
mobilitas ratio atau perubahan permeabilitas minyak-air. Sedangkan secara
mikroskopis adalah merubah minyak yang tidak dapat bergerak (immobile) dalam
media berpori menjadi dapat bergerak (mobile), yaitu dengan emulsifikasi dan
penurunan tegangan permukaan.
A. Penurunan Tegangan Antarmuka
Taber membuat hubungan antara perubahan bilangan kapiler dengan
perubahan saturasi minyak. Bilangan kapiler didefinisikan dengan persamaan
sebagai berikut :
μV
Nc = (4-55)
σ
Pada injeksi air, harga bilangan kapiler sekitar 10-6. Untuk meningkatkan
perolehan minyak, maka harga ini harus dinaikkan menjadi lebih besar dari 10-4.
Bila viskositas dan kecepatan konstan, maka untuk menaikkan bilangan kapiler
dilakukan dengan menurunkan tegangan antarmuka sampai ribuan kali atau lebih.
Kebanyakan minyak mempunyai tegangan antar muka 25 dyne/cm, sedang
dengan injeksi alkalin dapat mencapai 0,001 dyne/cm.
Mekanisme ini berkaitan dengan bilangan asam, gravitasi dan viscositas.
Bilangan asam adalah sejumlah miligram Kalium hidroksida (KOH) yang
diperlukan untuk menetralisasikan satu gram minyak mentah (ph menjadi 7.0).
Untuk hasil yang baik setidaknya mempunyai bilangan asam 0,5 mg KOH/gr
minyak mentah atau lebih.
B. Emulsifikasi
Pada pH, konsentrasi NaOH dan salinitas yang optimum serta konsentrasi
asam pada minyak di reservoir uang mencukupi akan menyebabkan terjadinya
emulsifikasi di formasi. Hasil penelitian laboratorium menunjukkan bahwa
dengan menginjeksikan emulsi minyak dalam air (water in oil emulsion) hasilnya
akan lebih baik dibanding injeksi dengan air. Peningkatan perolehan minyak yang
sama dapat terjadi jika emulsi tersebut dapat dibangkitkan di formasi.
Ada dua sistem pengaliran emulsi, yaitu emulsifikasi entrainment
(emulsifikasi dan penderetan) serta emulsifikasi entrapment (emulsifikasi dan
penjebakan). Emulsifikasi entrainment yaitu bila emulsi yang terjadi akibat reaksi
NaOH dengan minyak di reservoir, kemudian emulsi tersebut masuk ke dalam air
injeksi dan mengalir bersamanya sebagai minyak-minyak yang halus. Alkalin
mempunyai sifat dapat mencegah minyak menempel pada permukaan pasir.
Kondisi tersebut diperlukan selama penderetan kontinyu terjadi untuk
mempertahankan tegangan antar muka yang rendah saat campuran bergerak
melewati reservoir.
Emulsifikasi entrapment yaitu bila emulsi tersebut selama proses pengalirannya
ada sebagaian yang terperangkap kembali sehingga sedikit menghambat
bergeraknya air injeksi, dam mobility air injeksi menjadi berkurang. Maka akan
memperbaiki efisiensi penyapuan vertikal dan horisontal. Keuntungan lain pada
emulsifikasi ini adalah sifat pergerakan front-nya :
1. Bersamaan dengan terjadinya perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil
wet, di dekat front bagian belakang yang mengandung sedikit emulsi akan
terbentuk film (lamella).
2. Terbentuknya lamella akan menghambat aliran injeksi pada pori-pori,
mengakibatkan gradien tekanan yang besar di belakang front.
3. Pada saat lamella melalui kerongkongan pori, ia akan pecah, menjadikan
gradien saturasi yang tajam di daerah front.
C. Perubahan Kebasahan
Tenaga kapiler cenderung untuk menahan minyak pada media berpori. Hal
ini dapat dikurangi, dihilangkan atau diubah dengan mekanisme perubahan
kebasahan. Pada injeksi alkalin ada dua kemungkinan terjadinya perubahan
kebasahan, yaitu perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet dan
sebaliknya.
1. Perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-wet
Mekanisme yang terjadi pada perubahan kebasahan dari water-wet menjadi oil-
wet, sebagai berikut :
a. Pada saat konsentrasi zat perubah kebasahan naik, batuan water-wet
berubah jadi oil-wet, akibatnya tenaga kapiler akan mendorong minyak
pada kerongkongan pori yang lebih sempit.
b. Pada saat yang bersamaan zat perubah itu akan menurunkan tegangan
antarmuka, akibatnya minyak akan pecah dan menjalar sepanjang
kerongkongan pori.
c. Bila zat perubah kebasahan tersebut turun, batuan mulai berubah lagi
menuju water-wet sehingga mengakibatkan minyak menjadi retak-retak
sepanjang kerongkongan pori.
d. Bila batuan tadi sudah menjadi water-wet kembali, maka minyak yang
retak-retak akan pecah dan lepas dari batuan, kemudian mengalir melalui
kerongkongan pori bersama air injeksi.
2. Perubahan kebasahan oil-wet menjadi water-wet
Banyak peneliti yang menyatakan bahwa kenaikan perolehan minyak pada
perubahan kebasahan adalah dari oil-wet menjadi water-wet. Hal penting pada
perubahan kebasahan ini adalah perubahan permeabilitas relatif minyak dan air
yang menyertainya, dimana hal ini akan membantu terhadap perbaikan mobilty
ratio penginjeksian atau akan menurunkan WOR, sehingga terjadi kenaikan
perolehan minyak.
D. Peleburan Rigic Interfacial Film.
Beberapa hidrokarbon mempunyai kecenderungan untuk membetuk rigid
interfacial film. Film ini akan hancur dan masuk ke dalam minyak, tetapi
prosesnya sangat lambat. Bila film ini masuk ke dalam ruang pori yang kecil,
maka ia akan melipat membentuk simpul-simpul yang mengakibatkan minyak
tidak dapat keluar dari media berpori. Dengan injeksi alkalin, padatan film akan
pecah atau larut terbawa gerakan minyak sisa.
4.3.2. Injeksi Polimer
Injeksi polimer pada dasarnya merupakan injeksi air yang disempurnakan.
Penambahan polimer ke dalam air injeksi dimaksudkan untuk memperbaiki sifat
fluida pendesak, dengan harapan perolehan minyaknya akan lebih besar. Injeksi
polimer dapat meningkatkan perolehan minyak yang cukup tinggi dibandingkan
dengan injeksi air konvensional. Akan tetapi mekanisme pendesakannya sangat
kompleks dan tidak dipahami seluruhnya.
Jika minyak reservoir lebih sukar bergerak dibandingkan dengan air
pendesak, maka air cenderung menerobos minyak, hal ini akan menyebabkan air
cepat terproduksi, sehingga effisiensi pendesakan dan recovery minyak rendah.
Pada kondisi reservoir seperti diatas, injeksi polimer dapat digunakan. Polymer
yang terlarut dalam air injeksi akan mengentalkan air, mengurangi mobilitas air
dan mencegah air menerobos minyak.
Dua hal yang perlu diperhatikan dalam injeksi polimer adalah
heterogenitas reservoir dan perbandingan mobilitas fluida reservoir.
4.3.2.1. Perbandingan Mobilitas
Meskipun tidak terdapat heterogenitas reservoir, effisiensi penyapuan
dapat menjadi rendah karena adanya perbandingan mobilitas yang tidak
menguntungkan. Mobilitas fluida dalam reservoir didefinisikan sebagai
permeabilitas media terhadap fluida dibagi dengan viscositas fluida.
Cara umum yang digunakan untuk menentukan perbandingan mobilitas
adalah menggunakan permeabilitas efektif air pada saturasi minyak sisa dan
permeabilitas efektif minyak pada saturasi air interstitial, yang dinyatakan :
Kw @ Sor
μw
M=
Ko @ Swi
μo
(4-56)
Polimer dapat memperbaiki perbandingan mobilitas, sehingga dapat
meningkatkan effisiensi penyapuan dan juga effisiensi pendesakan dalam
reservoir.
4.3.2.2. Karakteristik Polimer
Karakteristik polimer diantaranya terdiri dari kimiawi polimer, rheologi
dan ukuran polimer.
A. Kimiawi Polimer
Ada dua tipe dasar polimer yang saat ini banyak digunakan untuk EOR
yaitu polysacharide dan poliacrylamide. Jenis polysacharide yang digunakan
Gambar 4.43.
Rumus Dasar Acrylamide
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Polyacrylamide relatip lebih tahan terhadap serangan bakteri, zat ini
efektif bila digunakan pada reservoir yang mempunyai salinitas 1%. Pada
reservoir dengan harga salinitas yang tinggi, polyacrylamide akan kehilangan
kemampuan untuk mengentalkan air. Polyacrylamide atau "biopolymer", dibuat
dari proses fermentasi dengan menggunakan bakteri. Salah satu bakteri yang
Gambar 4.44.
digunakan adalah Xanthomonas campestris atau biasa disebut "Xantan gum".
Rumus
Polysacharide lebihDasar tahanPolymer terhadapSecara shearKimiawidegradation dan salinitas
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
C. Ukuran Polimer
Ukuran polimer dapat ditentukan secara matematis atau melakukan
percobaan. Flory (1953) merumuskan untuk polimer non-ionik :
√ r−2=8(Wη)1/ 2 (4-58)
Sedangkan untuk polimer linier :
√ r−2=6 √ s−2 (4-59)
Keterangan:
W = berat molekul polimer
μ−μ s
η = viscositas minyak intrinsic = lim
c→ 0 cμ s
s = radius putaran molekul polimer
μ = viscositas larutan polimer
μs = viscositas pelarut
c = konsentrasi polimer
4.3.2.3. Perencanaan Laboratorium
Desain laboratoriun yang efektif dan terstruktur dapat membantu
suksesnya injeksi polymer di lapangan. Uji coba yang dilakukan untuk
menentukan parameter reservoir dan efektivitas polymer adalah sebagai berikut :
1. Mengukur porositas dan permeabilitas core terhadap nitrogen.
2. Menjenuhi core dengan air reservoir (connate water).
3. Injeksi dengan minyak mentah reservoir sampai saturasi air sisa tercapai.
4. Mengukur mobilitas terhadap minyak.
5. Injeksi dengan air reservoir sampai saturasi minyak sisa tercapai.
6. Mengukur mobilitas terhadap air.
7. Injeksi dengan larutan polymer yang akan diuji.
8. Injeksi dengan minyak mentah sampai saturasi air sisa tercapai.
9. Injeksi dengan air reservoir sampai saturasi minyak sisa tercapai.
10. Mengukur mobilitas terhadap air.
11. Injeksi dengan minyak mentah sampai saturasi air sisa tercapai.
12. Ukur mobilitas terhadap minyak.
Analisis Kelayakan
Analisis kelayakan pada dasarnya adalah pertimbangan ekonomis dengan
membandingkan harga perolehan minyak yang diharapkan akibat injeksi polymer
dengan biaya yang digunakan untuk melakukan injeksi polymer tersebut.
Teknik yang umum dipakai adalah dengan memperkirakan perolehan
minyak yang diharapkan melalui injeksi air yang kontinyu menggunakan salah
satu prosedur perhitungan yang sudah umum (Dykstra-Parsons, Johnson,
Buckley-Leverett, dan lain sebagainya). Penghitungan tersebut kemudian diulang
untuk injeksi polymer menggunakan modifikasi sifat-sifat aliran yang diharapkan.
Perbedaan perolehan minyak merupakan penambahan minyak karena injeksi
polymer.
4.3.2.4. Mekanisme Injeksi Polymer
Seperti halnya pada metode lainnya dalam proyek peningkatan perolehan
minyak, maka saat fluida diinjeksikan masuk ke dalam sumur dan kontak pertama
terjadi maka mekanisme mulai bekerja. Dengan adanya penambahan sejumlah
polimer ke dalam air, akan meningkatkan viskositas air sebagai fluida pendesak,
sehingga mobilitas air sendiri menjadi lebih kecil dari semula dengan demikian
mekanisme pendesakan menjadi lebih efektif.
Polimer ini berfungsi untuk meningkatkan efisiensi penyapuan dan invasi,
sehingga Sor yang terakumulasi dalam media pori yang lebih kecil akan dapat
lebih tersapu dan terdesak. Dalam usaha proyek polimer flooding ini
membutuhkan analisa dan kriteria yang tepat terhadap suatu reservoir, oleh karena
itu studi pendahuluan merupakan faktor yang penting.
Gambar 4.45.
Mekanisme Injeksi Polimer
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
dalam pengatur aliran air untuk memberikan dispersi yang seragam. Persiapan ini
menyebabkan polimer kontak dengan aliran air yang berputar (swirling stream)
didalam alat funnel-shaped. Jenis merk dagang perawatan tersebut itu adalah
GACO dan Dow mixer. Laju feed polimer untuk pencampuran diatur dengan
sebuah speed feed anger. Laju alir perlu diatur untuk memberikan kebutuhan
percampuran di dalam funnel. Air yang tersisa setelah tercapai konsentrasi
polimer yang diinginkan dimasukkan ke dalam pencampur sebagi aliran by pass
yang bercampur dengan dispersi polimer dibagian bawah alat pencampur (mixer).
Perlakuan terhadap polimer kering yang disimpan di dalam feed hopper
umumnya dilakukan dengan salah satu jarak sebagai berikut. Dalam skala operasi
kecil, karung-karung seberat 50 pounds polimer dimasukkan ke dalam feed hoper
atau ke dalam storage bin dan dialirkan ke feed hoper secara pneumatik (pompa
angin).
Gambar 4.46.
pemakan oksigen (oxygen scavenger) atau biosida bila diperlukan. Polymer yang
telah tercampur dalam tangki diinjeksikan secara langsung dengan menggunakan
pompa jenis positive displacement. Jika dikhawatirkan akan terjadi penyumbatan
permukaan (face plugging) di sumur injeksi, well head cartridge filter bisa
digunakan untuk memastikan polimer yang telah diinjeksikan tidak terdapat
penggumpalan gel dari polimer dengan konsentrasi tinggi.
Persiapan larutan polimer dari polimer emulsi atau dari persediaan tidak
begitu kompleks. Hanya dibutuhkan pengukuran air dan penambahan zat-zat
kimia. Cairan polimer seringkali dapat disempurnakan dengan mixer statis atau
mixer in-line tanpa memakai tangki pencampur yang besar. Konsentrasi polimer
yang tinggi disimpan di dalam sebuah tangki dengan menggunakan pompa dengan
ukuran untuk mengontrol kecepatan polimer yang masuk ke dalam mixer.
B. Sistem Injeksi Polimer
Injeksi fluida ke dalam reservoir melalui beberapa sumur umumnya
dilakukan dengan memakai sistim manifold. Umumnya digunakan pompa positive
displacement untuk menginjeksikan fluida ke dalam reservoir, laju aliran
volumetris totoal dapat dikontrol untuk melihat program injeksi secara
keseluruhan. Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran
relatif dapat ditentukan dengan flow resistance (daya tahan aliran) dalam masing-
masing sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang terkontrol, dibutuhkan
jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur.
Dalam beberapa kasus, jika fluida yang diinjeksikan adalah air atau slug
tercampur (miscible slug), throttling valve sederhana dapat untuk mengatur aliran
fluida. Jika sejumlah sumur menerima fluida dari satu pompa dalam jumlah besar,
alat-alat pengontrol tersebut menjadi tidak stabil karena seluruh sistim saling
berhubungan. Perubahan sedikit saja dari alat throttling (katup penyumbat) pada
satu sumur menyebabkan perubahan aliran di semua sumur yang lain karena laju
alir total tetap konstan. Namun sistim ini tetap bekerja jika cukup monitoring
terhadap laju injeksi pada masing-masing sumur.
Injeksi polimer polycrylamide memerlukan larutan khusus dalam masalah
pengontrolan laju injeksi. Polimer-polimer tersebut rentan terhadap penurunan
shear pada saat melewati throttling valve. Cara yang umumya digunakan untuk
mengontrol rate (kecepatan) adalah penempatan tubing panjang dengan diameter
relatif kecil. Karena polimer-polimer sedikit sensitif terhadap viscous shear
daripada viscoelastic shear di dalam pipa orifice atau peralatan yang serupa,
tubing-tubing tersebut menyempurnakan sasaran (tujuan) kontrol aliran tanpa
menurunkan kualitas polimer.
Diameter tubing dihitung berdasarkan shear rate untuk laju alir yang
diinginkan, sedangkan panjang coil (tubing) dihitung berdasarkan tekanan yang
harus dihilangkan sebelum memasukkan wellhead.
Gambar 4.47.
Diagram Sistem Manifold Distribusi Injeksi Fluida
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
A. Adsorbsi
Persoalan yang dijumpai pada injeksi surfactant adalah adsorbsi batuan
reservoir terhadap larutan surfactant. Adsorbsi batuan reservoir pada slug
surfactant terjadi akibat gaya tarik-menarik antara molekul-molekul surfactant
dengan batuan reservoir dan besarnya gaya ini tergantung dari besarnya afinitas
batuan reservoir terhadap surfactant. Jika adsorbsi yang terjadi kuat sekali, maka
surfactant yang ada dalam slug surfactant menjadi menipis, akibatnya kemampuan
untuk menurunkan tegangan permukaan minyak-air semakin menurun.
Mekanisme terjadinya adsorbsi adalah sebagai berikut, surfactant yang
dilarutkan dalam air yang merupakan microemulsion diinjeksikan ke dalam
reservoir. Slug surfactant akan mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air,
sekaligus akan bersinggungan dengan permukaan butiran batuan. Pada saat terjadi
persinggungan ini molekul-molekul surfactant akan ditarik oleh molekul-molekul
batuan reservoir dan diendapkan pada permukaan batuan secara kontinyu sampai
mencapai titik jenuh. Akibatnya kualitas surfactant menurun karena terjadi
adsorbsi sehingga mengakibatkan fraksinasi, yaitu pemisahan surfactant dengan
berat ekivalen rendah didepan dibandingkan dengan berat ekivalen tinggi.
B. Konsentrasi Slug Surfactant
Konsentrasi surfactant juga berpengaruh besar terhadap terjadinya adsorbsi
batuan reservoir pada surfactant. Makin pekat konsentrasi surfactant yang
digunakan, maka akan semakin besar adsorbsi yang diakibatkannya mencapai
titik jenuh.
C. Clay
Terdapatnya clay dalam reservoir harus diperhitungkan karena clay dapat
menurunkan recovery minyak, disebabkan oleh sifat clay yang suka air (Lyophile)
menyebabkan adsorbsi yang terjadi besar sekali. Untuk reservoir dengan salinitas
rendah, peranan clay ini sangat dominan.
D. Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak-air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam-garam tertentu, NaCl
akanmenyebabkan penurunan tegangan permukaan minyak-air tidak efektif lagi.
Hal ini disebabkan karena ikatan kimia yang membentuk NaCl adalah ikatan ion
yang sangat mudah terurai menjadi ion Na+ dan ion Cl-, begitu juga halnya dengan
molekul-molekul surfactant. Di dalam air ia akan mudah terurai menjadi ion
RSO3- dan H+. Konsekuensinya bila pada operasi injeksi surfactant terdapat garam
NaCl, maka akan membentuk HCl dan RSO3Na, dimana HCl dan RSO3Na buakan
merupakan zat aktif permukaan dan tidak dapat menurunkan tegangan permukaan
minyak-air.
Selain mempengaruhi tegangan permukaan minyak-air, garam NaCl juga
mengakibatkan fraksinasi surfactant yang lebih besar, sampai batuan reservoir
tersebut mencapai titik jenuh.
Gambar 4.48.
Diagram Sistem Perlakuan Air
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
4.3.3.3. Bahan-Bahan yang Digunakan Dalam Injeksi Surfactant
Penentuan kuantitas dan kualitas surfactant yang digunakan untuk injeksi
perlu diketahui agar residu oil yang tertinggal bisa didesak dan diproduksikan
dengan cara menurunkan tegangan permukaan minyak-air. Untuk memperbaiki
kondisi reservoir yang tidak diharapkan, yang dapat menghambat operasi injeksi
surfactant, maka perlu ditambahkan bahan-bahan kimia lain seperti kosurfactant
dan larutan NaCl. Setelah kuantitas dan kualitas surfactant serta additive
ditentukan, maka dilakukan pencampuran larutan. Larutan ini dapat berbentuk
larutan biasa atau dalam bentuk microemulsion.
A. Klasifikasi Surfactant
Surfactant dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu :
1. Anion
1.1. Garam-Asam Carboxylic
a. Garam sodium dan potasium dari asam lemak rantai lurus (soaps).
b. Garam sodium dan potasium dari asam lemak minyak kelapa.
c. Garam sodium dan potasium dari asam minyak tall.
d. Garam amine.
e. Acylated polypeptides.
1.2. Garam Asam Sulfonat
a. Linear alkyl benzen sulfonat (LAS).
b. Hygher alkyl benzen sulfonat.
c. Benzen, toluen, xylen dan cumenesulfonat.
d. Lignusulfonat.
e. Petroleum sulfonat
f. N-acyl-n-alkyltaurates.
g. Parafin sulfonat (SAS). Secondary n-alkyltaurates.
h. Alfa olefin sulfonat (AOS).
i. Ester sulfosuccinate.
j. Alkyl napthalen sulfonat.
k. Isethionates.
l. Garam ester dari phosporic dan polyphosporic.
m. Perfluorinated anion.
2. Kation
a. Amine rantai panjang dan garam-garamnya.
b. Diamines dan polyamines dan garam-garamnya.
c. Garam Quartenary Ammonium.
d. Polyoxythelenated Amine rantai panjang.
e. Quarternized Polyoxythelenated rantai panjang.
f. Amine Oxides.
3. Nonion
a. Polyoxythelenated Alkylphenols, alkylphenol ethoxylates.
b. Polyoxythelenated rantai lurus alkohol, alkohol ethoxylates.
c. Polyoxythelenated mercaptans
d. Rantai panjang asam Ester Carboxylic.
e. Alakanolamine kondensat, Alkanolamides.
f. Tertiery Acetylenic Glicol.
4. Amphoterik
Surfactant jenis ini mengandung dua atau lebih aspek jenis lain. Sebagai contoh
amphoterik mungkin mengandung anion group dan non polar group. Surfactant
jenis ini tidak pernah digunakan dalam perolehan minyak. Termasuk dalam
surfactant ini adalah jenis-jenis aminocarboxylic.
B. Kuantitas Surfactant
Kuantitas surfaktan adalah penentuan volume surfaktan yang dibutuhkan
dalam pendesakan agar residual oil yang tertinggal dapat didesak dengan cara
menurunkan tegangan permukaan. Slug surfaktan yang digunakan jangan terlalu
banyak karena tidak ekonomis dan sebaliknya jangan terlalu sedikit karena
mengakibatkan permukaan minyak tak semuanya dilalui.
Penentuan slug surfaktan ini dapat dilakukan di laboratorium atau dengan
cara lain seperti yang telah dikemukakan oleh Taylor dan dikembangkan oleh
Aris. Cara ini menunjukkan hubungan antara jarak yang ditempuh dengan
konsentrasi larutan surfaktan, yaitu :
∂c ∂2 c
=k 2 (4-60)
∂t ∂x
Keterangan :
C = konsentrasi, fraksi volume surfaktan.
T = waktu pendesakan, detik.
k = koefisien dispersi, cm2/dt.
x = jarak, cm.
Core yang diinjeksi dengan surfaktan kemudian dicatat seberapa jauh jarak
yang ditempuh surfaktan, dimulai dari titik injeksi sampai injeksi mencapai 10%
dan 90% pore volume.
Solusi dari Persamaan (4-60) adalah sebagai berikut x
x1
( ( ))
C=0.5 1−erf
2 √ KT
(4-61)
Keterangan :
1 X 90−X 10
K= (
t 3.625 ) (4-62)
X90 dan X10 adalah jarak yang ditempuh surfaktan bertepatan dengan
injeksi surfaktan mencapai 90 dan 10 % pore volume dari titik injeksi. Untuk
aplikasi lapangan, maka volume surfaktan yang diperlukan dapat ditentukan dari :
Vsf = C x Vp
Keterangan :
Vsf = volume surfaktan yang diperlukan, %PV.
C = fraksi volume surfaktan yang diperlukan.
Vp = volume pori-pori total resrvoir, satuan volume.
Dari pengalaman di lapangan, penentuan volume slut surfaktan dengan
cara diatas akan mendapatkan hasil optimum sekitar 5 sampai 10 pore volume.
C. Kualitas Surfactant
Kualitas surfaktan adalah efektivitas kerja dari surfaktan untuk
menurunkan tegangan permukaan antara air-minyak, sehingga residual oil yang
tertinggal dapat didesak dan diproduksikan.
Surfaktan didefinisikan sebagai molekul yang mencari tempat diantara dua
cairan yang tak dapat bercampur dan mempunyai kemampuan untuk mengubah
kondisi.
Bahan utama dari surfaktan ini adalah Petroleum Sulfonate, dimana zat ini
dihasilkan dari sulfonatisasi minyak mentah (distilasi minyak). Petroleum
sulfonate mempunyai daya afinitas terhadap air dan minyak. Molekul ini
mempunyai dua bagian, satu bagian larut dalam minyak dan satu bagian lainnya
larut dalam air. Surfaktan yang mempunyai daya afinitas kuat terhadap minyak
disebut oil-soluble (mahagoni) dan yang kuat terhadap air disebut water soluble
(green acid), bila digambarkan adalah sebagai berikut :
Tabel IV-3.
Bahan Dasar Injeksi Surfactant
(Gale W.W. and Sandvick E.I. Tertiary Surfactant Flooding: Petroleum Sulfonate Composition- Efficacy Studies 1973)
Dari pengalaman di lapangan, penggunaan Cosurfaktan ini, ternyata dapat
meningkatkan recovery minyak sampai 20%. Hal ini disebabkan karena selain
ikut mendesak, surfaktan juga turut melarutkan minyak.
Zat tambahan lain yang sering dipakai adalah larutan elektrolit NaCl yang
digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak cocok
dengan komposisi slug surfaktan.
D. Pelarut dan Aditive
Pelarut utama surfactant adalah air dan minyak. Sulfonate yang merupakan
hasil industri penyulingan suatu campuran zat-zat kimia disebut Petroleum
Feedstock, dilarutkan dalam minyak atau air sehingga membentuk micelle-micelle
yang merupakan microemulsion dalam air atau minyak. Micelle-micelle berfungsi
sebagai medium yang miscible baik terhadap minyak atau air. Larutan yang
menggunakan air atau minyak sebagai pelarutnya, tergantung pada bentuk larutan
yang dikehendaki, apakah aqueous solution atau microemulsion (oil-external atau
water-external microemulsion).
Dalam sistem aqueous solution, pelarut utamanya adalah air. Sedangkan
untuk oil-external adalah minyak, dan water-external pelarut utamanya adalah air.
Sebagai zat tambahan dalam slug surfactant digunakan kosurfactant, umumnya
adalah alkohol. Cosurfactant sering digunakan karena mrmpunyai banyak fungsi
dalam sistem pendesakan, antara lain viscositas larutan dapat diatur dengan
cosurfactant untuk kontrol mobilitas. Dari pengalaman di lapangan, penggunaan
cosurfactant ini dapat meningkatkan recovery minyak sampai 20 %. Hal ini
disebabkan karena selain ikut mendesak, cosurfactant turut melarutkan minyak.
Zat tambahan lain yang sering digunakan adalah larutan elektrolit NaCl
yang digunakan sebagai preflush, untuk menggerakkan air formasi yang tidak
compatible dengan komposisi slug surfactant.
E. Sistem Pencampuran
Untuk mencampur komponen-komponen menjadi slug surfactant,
diperlukan sistem penanganan yang tepat, antara lain harus memakai water
treatment dan sistem pencampuran slug surfactant. Fasilitas water treatment
diperlukan untuk menghilangkan kation-kation yang merugikan seperti Ca2+, Mg2+
dan ion besi dengan ion-ion natrium dari pelembut air (water softener).
4.3.3.4. Pertimbangan dan Batasan Pemakaian Surfactant
Dasar pertimbangan yang digunakan untuk memilih metoda pendesakan
surfactant pada suatu reservoir yang diperoleh dari data empiris diantaranya
meliputi :
1. Sifat fisik fluida reservoir yang terdiri dari : gravity minyak, viskositas minyak,
komposisi dan kandungan chloridanya.
2. Sifat fisik batuan reservoir yang terdiri dari : saturasi minyak sisa, tipe
formasinya, ketebalan, kedalaman, permeabilitas rata-rata dan temperaturnya.
Sedangkan syarat-syarat dan batasan-batasan yang digunakan dalam pemilihan
metoda pendesakan surfactant dapat dirinci sebagai berikut :
1. Kualitas crude oil
Gravity > 25 °API
Viskositas < 30 cp
Kandungan klorida < 20000 ppm
Komposisi diutamakan minyak menengah ringan (Light Intermediate)
2. Surfactant dan polimer
Ukuran dari slug adalah 5 – 15% dari volume pori (PV) untuk sistim
surfactant yang tinggi konsentrasinya sedangkan untuk yang rendah
besarnya 15 – 50% dari volume pori (PV).
Konsentrasi polimer berkisar antara 500 – 2000 mg/i
Volume polimer yang diinjeksikan kira-kira 50% dari volume pori.
3. Kondisi reservoir
Saturasi minyak >30% PV
Tipe fomasi diutamakan sandstone
Ketebalan formasi > 10 ft
Permeabilitas > 20 md
Kedalaman < 8000 ft
Temperatur < 175 °F
4. Batasan lain
Penyapuan areal oleh water floding sebelum injeksi surfactant diusahakan
lebih besar dari 50%
Diusahakan formasi yang homogen
Tidak terlalu banyak mengandung anhydrite, gypsum atau clay.
Salinitas lebih kecil dari 20000 ppm dan kandungan ion divalen (Ca dan
Mg) lebih kecil dari 500 ppm.
4.3.3.5. Perencanaan Laboratorium
Beberapa desain laboratorium yang ada :
1. Hill et ell dari Shell (1973) melakukan tiga prosedur seleksi yang berbeda :
Pengukuran tegangan antarmuka pada antar muka crude oil-sulfonat
yang larut dalam air
Seleksi (penyaringan) mikroskopik, merupakan metode kualitatif yang
mendeteksi penurunan yang besar dalam tegangan antarmuka diantara
lerutan air dengan minyak
Uji pendesakan, teknik dan prosedur konvensional digunakan dalam
uji coba ini.
2. Marathon
Surfactant yang digunakan untuk proyek di M-1 Illionis dibuat di Robinson
Refinery dan Denver Research Centre. Beberapa variabel yang diteliti untuk
mendapatkan optimasi slug meliputi bahan baku, additive bahan kimia,
konsentrasi surfactant, pH, kation molekul sulfonat, serta tipe dan tingkat
cosurfactant. Batasan pada desain ini antara lain adalah bahwa slug dibuat di
Robinson Refinery, viscositas slug tidak lebih dari 40 cp, dan penyangga (buffer)
mobilitas menggunakan poliakrilamid dow (polymer).
Uji desain dilakukan pada kondisi reservoir. Semua uji injeksi menggunakan
sampel batuan reservoir yang diambil dari reservoir. Crude oil yang digunakan
yaitu minyak sweet Illionis diambil dari empat tempat yang berbeda dalam satu
daerah dan memiliki API 360, viscositas 5 – 6 cp pada temperatur 720 F. Fluida
micellar – polymer diinjeksi ke dalam sumur 1/8 in dengan laju injeksi konstan.
4.3.3.6. Mekanisme Injeksi Surfactant
Larutan surfactant yang merupakan microemulsion yang diinjeksikan ke
dalam reservoir, mula-mula bersinggungan dengan permukaan gelembung-
gelembung minyak melalui film air yang tipis, yang merupakan pembatas antara
batuan reservoir dan gelembung-gelembung minyak. Surfactant memulai
perannya sebagai zat aktif permukaan untuk menurunkan tegangan permukaan
minyak-air. Pertama sekali molekul-molekul surfactant yang mempunyai rumus
kimia RSO3H akan terurai dalam air menjadi ion-ion RSO3- dan H+. Ion-ion
RSO3- akan bersinggungan dengan gelembung-gelembung minyak, ia akan
mempengaruhi ikatan antara molekul-molekul minyak dan juga mempengaruhi
adhesion tension antara gelembung-gelembung minyak dengan batuan reservoir,
akibatnya ikatan antara gelembung-gelembung minyak akan semakin besar dan
adhesion tension semakin kecil sehingga terbentuk oil bank didesak dan
diproduksikan.
Pada operasi di lapangan, setelah slug surfactant diinjeksikan kemudian
diikuti oleh larutan polimer. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
fingering dan chanelling. Karena surfactant + cosurfactant harganya cukup mahal,
di satu pihak polymer melindungi bank ini sehingga tidak terjadi fingering
menerobos zone minyak dan di lain pihak melindungi surfactant bank dari
terobosan air pendesak.
Agar slug surfactant efektivitasnya dalam mempengaruhi sifat kimia fisika
sistem fluida di dalam batuan reservoir dapat berjalan baik, maka hal-hal diatas
harus diperhatikan. Misalnya mobilitas masing-masing larutan harus dikontrol.
Mobilitas slug surfactant harus lebih kecil dari mobilitas minyak dan air
didepannya.
Pelaksanaan di lapangan untuk injeksi surfactant meliputi sistem perlakuan
terhadap air injeksi, sistem pencampuran slug surfactant dan sistem injeksi fluida.
A. Sistem Perlakuan Terhadap Air Injeksi
Fasilitas perlakuan terhadap air injeksi akan sangat bergantung pada
persediaan air untuk injeksi dan keperluan-keperluan lain. Dalam beberapa kasus,
kebutuhan perlakuan minimum terhadap filtrasi air dilakukan melalui penyaringan
tekanan bumi diatomaeous.
Jika air dipakai sebagai slug tercampur (miscible slug) atau formasi
polimer, proses penyaringan air dilakukan dengan penukaran ion water softener.
Langkah ini digunakan untuk menghilangkan bermacam-macam kation
pengganggu dengan ion-ion sodium dari regin di dalam water softener.
B. Sistem Percampuran Slug Surfactant
Komponen-komponen slug tercampur (miscible) mempunyai komposisi
berbeda-beda pada kebanyakan rumus-rumus dari micellar. Kebanyakan slug
terdapat paling sedikit terdiri dari empat komponen berbeda : petroleun sulfonat,
fasa cairan (encer), hidrokarbon dan cosurfactant. Semua komponen tersebut
kecuali cosurfactant, diukur didalam tangki pencampur yang luas dimana mereka
tercampur sampai menjadi homogen.
Filtrasi diperlukan slug yang umumnya memanas sebelum dipompa
melewati filter. Dengan memanaskan lebih dahulu mempunyai beberapa maksud,
menstabilkan slug, memperbaiki penyaringan yang menyebabkan turunnya
viskositas slug dan mengurangi kemungkinan terendapkannya parafin di dalam
sumur injeksi. Setelah filtrasi, Cosurfactant yang hampir selalu alkohol, terukur di
dalam slug. Cosurfactant menaikkan kesetabilan micellar dan secara serempak
merubah viskositas untuk memenuhi kebutuhan mobilitas di dalam reservoir. Slug
tersebut biasanya ditempatkan di dalam tangki penyimpanan preinjection sebelum
diijeksikan di dalam sumur. Sebuah pompa positive displacement digunakan
untuk mengnjeksikan slug pada laju alir seperti sebelumnya.
C. Sistem Injeksi Fluida
Injeksi fluida ke dalam reservoir dengan melslui beberapa sumur
umumnya dilakukan dengan memakai sistem manifold. Karena biasanya
digunakan pompa positive displacement untuk menginjeksikan fluida di dalam
reservoir, laju aliran volumetris total dapat dikontrol, untuk melihat program
injeksi secara keseluruhan. Gambar 4.51 menggambarkan penginjeksian
surfactant ke dalam reservoir suatu lapangan.
Tanpa alat pengontrol aliran pada masing-masing sumur, aliran relatif
ditentukan dengan mengukur daya tahan aliran dalam aliran masing-masing
sumur injeksi. Untuk mengimbangi injeksi yang tak terkontrol, dibutuhkan
beberapa jenis kontrol aliran pada masing-masing sumur.
Jika fluida yang diinjeksikan adalah atau slug tercampur (miscible slug),
throttling valve sederhana cukup untuk mengukur aliran. Jika sejumlah sumur
mendapat fluida dari satu pompa dalam jumlah yang besar, alat-alat pengontrol
dapat menjadi tidak stabil karena seluruh sistem saling berhubungan. Perubahan
sedikit saja pada perawatan throttling pada sumur menyebabkan perubahan aliran
di sebuah sumur yang lainnya, karena laju alir total tetap konstan. Namun sistem
ini tetap dapat bekerja jika cukup memonitoring terhadap laju injeksi pada
masing-masing sumur.
Gambar 4.51.
Mekanisme Injeksi Surfactant
(Clark, N.J., Elements of Petroleum Reservoir. 1969)
Sedangkan Ktf sesuai dengan yang diusulkan oleh Grover dan Knudsen, yaitu :
μ0
( ())
1+
μw
Ktf = Kto Ktw (4-72)
μ0
K ¿+ K
μ w tw
Keterangan :
Kte = konduktivitas panas efektif, BTU/jam-ft-°F.
Ktr = konduktivitas panas radial formasi, BTU/jam-ft-°F.
Ktf = konduktivitas panas dari campuran fluida, BTU/jam-ft-°F.
Kto = konduktivitas panas minyak, BTU/jam-ft-°F.
Ktw = konduktivitas parnas air, BTU/jam-ft-°F.
C. Difusivitas Panas
Difusivitas panas adalah perbandingan antara konduktivitas panas dengan
hasil kali antara densitas dan kapasitas panas. Dinyatakan dalam persamaan :
α = Kh / (ρc) (4-73)
Keterangan :
α = difusifitas panas, ft2/jam.
Kh = konduktivitas panas, BTU/jam-ft-°F.
ρc = kapasitas panas volumetrik, BTU/ft3- °F
Difusivitas panas sangat dipengaruhi oleh konduktivitas panas dan
kapasitas panas. Semakin banyak jumlah panas yang di transfer, maka harga
difusivitas semakin tinggi, tetapi sebaliknya semakin tinggi konduktivitas
panasnya, maka harga difusivitas panasnya semakin kecil.
D. Pengaruh Panas Terhadap Fluida dan Batuan Reservoir
Dengan adanya penurunan viskositas maka mobilitas minyak (ko/μo) akan
bertambah besar, sehingga kecepatan aliran minyak akan bertambah besar. Bila
ditinjau dengan persamaan Darcy aliran linier, yaitu :
k o dP
Vo = - 1.127
μ o dx
(4-73)
Keterangan :
dP/dx = gradient tekanan, psi/ft.
Vo = kecepatan aliran minyak, bbl/ft2-hari.
Saturasi air irreducible bertambah besar dan saturasi minyak residual
mengecil dengan adanya kenaikan temperatur. Bertambahnya Swir, disebabkan
oleh sifat water wet batuan reservoir yang semakin kuat dengan naiknya
temperatur, sedang berkurangnya Sor dipengaruhi oleh turunnya viskositas
minyak. Selain itu juga menyelidiki pengaruh temperatur terhadap perbandingan
permeabilitas relatif air-minyak serta permeabilitas absolut.
Permeabilitas air-minyak dan permeabilitas absolut akan berkurang
dengan naiknya temperatur. Keadaan ini menunjukkan bahwa permeabilitas
batuan terhadap minyak bertambah besar sedangkan terhadap air tidak begitu
besar.
Dalam sistim air-minyak, sudut kontak akan menjadi kecil dengan naiknya
temperatur. Hal ini disebabkan oleh sistim air-minyak lebih bersifat water wet.
Dengan adanya perubahan sifat-sifat fisik fluida dan batuan reservoir akibat
kenaikan suhu, maka pengaruhnya terhadap reservoir akan meningkatkan ultimate
recovery dan laju produksi.
E. Kehilangan Panas (Heat Loss)
Dalam suatu injeksi, kehilangan panas terjadi sejak uap keluar dari
generator hingga uap tersebut mencapai reservoir. Kandungan panas uap sebagian
akan hilang dipermukaan, dalam sumur injeksi serta di lapisan cap rock dan base
rock yang berhubungan dengan pengembangan zone uap.
1. Kehilangan panas di permukaan
Fluida panas meninggalkan generator mengalir melalui stream line di
permukaan menuju ke well head. Dari keadaan ini akan terjadi kehilangan
sebagian panas yang disebabkan karena adanya perbedaan temperatur fluida di
sekelilingnya. Untuk memperkecil kehilangan panas yang terjadi, maka stream
line diberi isolasi.
Kehilangan panas dipermukaan disebabkan oleh perpindahan panas
konduksi melalui pipa dan isolasinya. Sedangkan pada bagian dalam dan luar
pipa disebabkan oleh konveksi.
Laju kehilangan panas untuk pipa berisolasi dapat dinyatakan dengan
persamaan :
Qsurface = 2 π K ins l ¿ ¿ (4-75)
Keterangan :
Kins = konduktivitas thermal isolasi, BTU/jam-ft-°F.
l = panjang pipa,ft.
Ti = temperatur dalam pipa, °F.
To = temperatur di luar pipa, °F.
ro = jari-jari luar pipa, in.
ri = jari-jari dalam dari isolasi, in.
ho = koefisien kombinasi untuk konveksi dan radiasi, BTU/jam-ft2-°F.
2. Kehilangan panas di sumur injeksi
Laju kehilangan panas di sumur injeksi ini jumlahnya lebih besar
dibandingkan di streamline. Hal ini disebabkan karena adanya perpindahan
panas dari fluida panas ke formasi di sekitar lubang sumur. Dalam proyek
injeksi uap, untuk mengurangi kehilangan panas yang lebih besar di lubang
sumur, maka digunakan tubing berisolasi. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi pengaruh panas terhadap casing yang sudah disemen.
Laju kehilangan panas di sumur injeksi dimana uap diinjeksikan melalui
tubing adalah :
2 π r ¿ μ¿ Kh l2
Qwb =
Kh+r ¿ μ ¿ (
( T st −b ) l −a
2 ) (4-76)
Keterangan :
QWb = laju kehilangan panas didasar sumur, BTU/jam.
rto = jari-jari luar tubing, rt.
μto = over-all heat transfer coeffisient, BTU/jam-ft2-°F.
Kh = konduktivitas panas formasi, BTU/jam-ft-°F.
f(t) = fungsi konduksi panas transient, tak berdimensi.
Tst = temperatur uap, °F.
b = temperatur geothermal permukaan, °F.
L = panjang tubing, ft.
a = gradient geathermal, °F/ft.
tD
D ( ( √ √ ))
Wc = 1− 1 e td erfc t D+ 2
π
−1 (4-77)
Keterangan :
tD = tak berdimensi.
α = diffusivitas panas, ft 2/hari.
t = waktu, hari.
H = ketebalan formasi, ft.
4.4.3. Jenis-Jenis Injeksi Thermal
4.4.3.1. Steam Stimulation
Proses thermal ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu injeksi steam bersiklus
(Huff and Puff) dan pemanasan lubang sumur.
4.4.3.1.1. Injeksi Steam Bersiklus (Huff and Puff)
Penurunan viskositas minyak dengan naiknya temperatur merupakan
faktor penting untuk meningkatkan laju produksi minyak. Dari persamaan aliran
radial yang dikemukakan darcy :
7.08 x k o x h x ( Pe −Pw )
Qo = ℜ (4-78)
μo x ln ( )
rw
dalam persamaan tersebut, laju produksi merupakan fungsi dari mobilitas minyak
(ko/μo), di mana dengan viskositas yang kecil laju produksi akan naik.
Huff and Puff merupakan salah satu metode stimulasi termal untuk
menaikan laju produksi minyak. Kenaikan laju produksi minyak dapat dilihat
pada Gambar 4.52.
Gambar 4.52.
Peningkatan Minyak dengan Injeksi Steam Bersiklus
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Injeksi steam bersiklus berbeda dengan steam drive. Dalam proses steam
drive, seluruh batuan reservoir dipanasi secara terus-menerus, sedangkan steam
bersiklus, steam diinjeksikan melalui sumur produksi dan penginjeksian dilakukan
dalam beberapa hari atau beberapa minggu, kemudian sumur didiamkan atau
dikenal dengan periode perendaman (soak period).
Gambar 4.53.
Stimulasi Huff-Puff
(http://www.sunshineoilsands.com/uploads/images/ops/cyclic.jpg)
dengan :
2 K he 12
x = (
M h √α )
t , tidak berdimensi.
M = ( ( 1−∅ ) Cr +S w ∅ ρw C w +S o ∅ ρ o C o ) , BTU/ft3-°F
x
2
erf (x) = ∫ exp ( −t 2 ) dt
π
√ 0
erfc (x) = 1- erf (x)
Keterangan :
A(t) = kumulatif luas daerah terpanasi pada waktu t, ft2.
Ho = laju injeksi panas, BTU/jam,
H = ketebalan reservoir, ft.
α = difusivitas panas batuan, ft2/jam.
Khe = konduktivitas panas batuan, BTU/jam-ft-°F.
∆T = Ti - Tres, °F.
Ti = temperatur injeksi, °F.
Tres = temperatur reservoir mula-mula, °F.
ɸ = porositas batuan, fraksi.
S = saturasi, fraksi.
C = panas spesifik, BTU/lb-°F.
t = waktu, jam.
erf (x) = error function dari x.
erfc (x)= complementary error function dari x.
Subscript o, w dan r masing-masing untuk minyak, air dan batuan.
Untuk model Marx den Lengenheim, maka persamaan laju pendesakan
minyak dapat dinyatakan sebagai volume zone uap di dalam reservoir, yaitu :
H ot 2x
Vst = ( M x ∆T2 )( e x ² erfc x+
√π
−1 ) (4-81)
Pada proyek injeksi uap dalam prinsip desaturasi maupun kerja torak
diambil anggapan bahwa setelah steam breakhthrough tidak ada lagi produksi
minyak. Dalam hal ini Volek den Pryor, untuk peramalan recovery menyatakan
bahwa minyak yang diproduksikan sama dengan volume zone uap sampai saat
breakhthrough yang diekuivalenkan dengan bulk volume pattern berbentuk radial
dikalikan dengan sweep efficiencynya.
Dalam hal ini Volek den Pryor mengemukakan suatu persamaan untuk
menghitung produksi kumulatif minyak (Np), dengan anggapan bahwa
reservoirnya homogen dan isotropik, ketebalan lapisan merata serta
perkembangan zone uap berbentuk radial.
hn So−Sor Vst
Np = ϕ (
ht Bo )( 5.6146 )
(4-82)
Keterangan :
Np = produksi minyak kumulatif, STB.
hn = ketebalan lapisan bersih, ft.
ht = ketebalan lapisan total, ft.
Vst = volume zona uap, ft3.
4.4.3.2.2.1. Sifat-Sifat Uap
Jika 1 lb pada temperatur awal ti (°F) dipanaskan pada tekanan konstan Ps
(psia), akan didapat temperatur maksimal ts, yang disebut temperatur saturasi,
sebelum berubah menjadi uap. Jumlah panas yang diserap air, hw, diberikan
dalam persamaan :
hw = Cw (ts – ti), ti ≥ 32 °F (4-83)
Cw = panas spesifik air (BTU/lb-°F) dalam range temperatur antara ti sampai ts.
Dengan suplai panas yang kontinyu, temperatur air tidak berubah sampai
seluruh air diubah menjadi uap. Jumlah panas 1 (BTU/lb) yang diperlukan untuk
mengubah air dari air cairan pada temperatur ts dan tekanan Ps menjadi uap pada
temperatur dan tekanan yang sama disebut entalpi penguapan atau panas laten
penguapan. Uap pada ts dan Ps disebut uap tersaturasi. Kandungan panasnya
merupakan entalpi uap dan diberikan dalam persamaan : hs = hw + 1.
4.4.3.2.2.2. Model-Model Studi
Perolehan minyak dengan kondisi injeksi panas yang terus menerus secara
ekonomis akan berlangsung baik sepanjang net value minyak yang didesak per
satuan waktu melebihi biaya untuk menghasilkan panas per satuan waktu. Studi
teoritis laboratorium memperlihatkan bahwa laju kehilangan panas adalah faktor
penting yang menentukan ekonomis kelayakan proyeksi injeksi uap.
Beberapa model studi yang telah dikembangkan diantaranya adalah
sebagai berikut :
A. Model Marx dan Langenheim
Anggapan-anggapan dalam model Marx dan Langenheim adalah :
Cap rock dan base rock merupakan batuan yang homogen dan isotropik
dengan ketebalan tidak terhingga.
Mekanisme panas konduksi dalam arah radial diabaikan.
Uap mendesak minyak tanpa hot water bank.
Minyak yang didesak adalah tidak kompresibel.
Laju injeksi dan kualitas uap konstan.
Pada zona uap temperatur uap seragam.
Kehilangan panas ke cap rock dan base rock hanya oleh makanisme
konduksi.
Tidak ada kehilangan panas ke dalan zone liquid di depan front kondensasi.
B. Model Willman et al
Hampir sama dengan model Marx dan Langenheim. Model ini menghitung
ukuran daerah penyapuan pada suatu waktu sejak permulaan injeksi uap. Untuk
memprediksi perolehan minyak digunakan model saturasi Buckley-Leverett.
Willman juga melakukan studi percobaan untuk memperkirakan kelakuan
lapangan pada proses injeksi panas. Kesimpulan yang didapat adalah :
Injeksi uap memiliki perolehan minyak yang lebih banyak dibandingkan
dengan injeksi air biasa.
Perolehan meningkat karena adanya penurunan viskositas dan ekspansi
panas minyak.
Injeksi digunakan khususnya untuk minyak kental karena dapat menurunkan
perbandingan viskositas minyak-air dengan tajam.
Perolehan dengan injeksi uap lebih tinggi dibandingkan dengan injeksi air
panas.
Minyak terproduksi sesaat sebelum uap breakthrough memiliki API yang
lebih rendah dibandingkan dengan OOIP karena distilasi uap.
Prosentase peningkatan dalam perolehan minyak dengan tekanan dan
temperatur uap tinggi lebih rendah dibandingkan dengan prosentase
peningkatan dalam panas yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur
uap tersaturasi tekanan tinggi
Saturasi minyak sisa setelah injeksi uap tidak tergantung saturasi minyak
awal.
Massa air yang dibutuhkan dalam bentuk uap untuk memanasi reservoir
lebih kecil daripada jika air diinjeksikan dalam bentuk cairan.
Untuk meminimalkan panas yang dibutuhkan, laju injeksi harus tinggi, pola
injeksi harus kecil dan formasi harus tebal.
Jika saturasi minyak awal tinggi, perolehan minyak tiap bbl uap yang
diinjeksi juga akan tinggi.
4.4.3.2.2.3. Kelebihan dan Kekurangan Injeksi Uap
Kelebihan Injeksi Uap :
1. Uap mempunyai kandungan panas yang lebih besar dari pada air, sehingga
efisiensi pendesakan lebih efektif.
2. Recovery lebih besar dibandingkan dengan injeksi air panas untuk jumlah
input energi yang sama.
3. Didalam formasi akan berbentuk zone steam dan zone air panas, dimana
masing-masing zone ini akan mempunyai peranan terhadap proses
pendesakan minyak ke sumur produksi.
4. Efisiensi pendesakan sampai 60 % OOIP.
Gambar 4.55.
Proses Forward Combustion
(http://www.oilfieldwiki.com/w/images/thumb/3/3b/S3.jpg/400px-S3.jpg)
A. Dry Combustion
Pada dry combustion, injeksi udara kering dilakukan melalui sumur injeksi
udara ini akan bereaksi dengan bahan bakar di reservoir, dimana campuran ini
pada temperatur tertentu akan terbakar (menyala).
Daerah didepan muka pembakaran akan naik temperaturnya dan dengan
adanya udara bercampur dengan bahan bakar, perambatan pembakaran akan
terjadi. Dibagian lain, daerah dibelakang muka pembakaran, pembakaran akan
berlangsung terus hingga bahan bakar di daerah tersebut habis.
Karena pembakaran ini akan mengambil O2 dari udara injeksi, maka udara
yang sampai didepan muka pembakaran merupakan udara sisa. Hal ini merupakan
kelemahan pemakaian dry combustion pada reservoir yang mengandung bahan
bakar dalam jumlah yang besar, karena untuk mendapatkan laju pembakaran
minimum diperlukan laju injeksi udara yang besar berarti menaikkan biaya
kompresi udara, dimana biaya ini memegang peranan penting dalam menentukan
keberhasilan proyek secara ekonomis. Di lain pihak, secara teknis, kompresor juga
memiliki kemampuan terbatas.
B. Wet Combustion
Pada wet combustion, udara yang diinjeksikan ke dalam reservoir, bukan
merupakan udara kering tetapi mengandung air. Kegunaan air yang diikutsertakan
pada udara injeksi adalah untuk menaikkan efisiensi panas.
Panas yang ditimbulkan pembakaran pada in situ combustion dimaksudkan
untuk menaikkan temperatur minyak agar viskositas minyak menurun. Zona
pembakaran bergerak lebih lambat dari pergerakan fluida, berarti dibelakang zona
pembakaran diharapkan tidak ada lagi minyak yang bergerak. Daerah dibelakang
zona pembakaran mempunyai temperatur yang sangat tinggi. Apabila dibiarkan,
panas akan menyebar ke lapisan atas dan lapisan bawah dari lapisan sasarannya,
berarti ini merupakan panas yang terbuang. Air yang terkandung dalam udara
injeksi akan menyerap panas dengan efek konduksi, kemudian terjadi penguapan.
Uap yang terjadi akan masuk ke dalam zona pembakaran dan lajunya lebih besar,
sehingga uap akan menembus muka pembakaran dan memasuki daerah yang lebih
dingin. Pada daerah yang lebih dingin ini akan terjadi lagi pelepasan panas oleh
uap air tersebut dan terjadi kondensasi. Jadi dapat dilihat bahwa panas yang
tertinggal pada batuan dibelakang zona pembakaran oleh air yang terkandung
pada udara injeksi dipindahkan ke zona di depan muka pembakaran.
C. Combination of Forward Combustion and Water Flooding (COFCAW)
Combination of Forward Combustion and Water Flooding di sebut juga
partially quenched combustion (pemadaman sebagian pembakaran). Kadar air
pada udara injeksi lebih besar dibandingkan wet combustion.
Air yang terdapat pada udara injeksi tidak akan teruapkan seluruhnya dan
air ini akan menyerap zona pembakaran hingga temperatur zona ini turun, tertapi
masih dijaga diatas suhu (panas) yang dapat melanjutkan pembakaran, dan
temperatur di depan muka pembakaran masih dapat melakukan destilasi crude oil
(mengendapkan bahan bakar pada batuan dan mengalirkan komponen ringan
hidrokarbon). Makin kecil temperatur zone combustion, makin kecil pula panas
yang hilang ke lapisan atas dan bawah dari target.
Pemadaman sebagai pembakaran disini diartikan karena tidak semua
bahan bakar yang terendap pada batuan dipakai. Penurunan temperatur zone
combustion secara terus-menerus mengakibatkan pembakaran padam sebelum
bahan bakar tersedia habis.
4.4.3.3.1.2. Reverse Combustion
Arah pergerakkan muka pembakaran pada jenis ini berlawanan dengan
arah pergerakkan udara injeksi. Penyalaan terjadi di sekitar sumur produksi,
bergerak merambat ke arah sumur injeksi. Udara yang diinjeksikan melalui sumur
injeksi membentuk cerobong-cerobong udara ke arah sumur produksi, sehingga
pembakaran dapat berlangsung di dekat sumur produksi dengan sumber O2 berasal
dari sumur injeksi.
Dilihat dari pergerakan muka pembakaran, minyak produksi reserve
combustion berbeda dengan minyak produksi forward combustion. Pada reserve
combustion minyak produksi telah mengalami pembakaran, bukan hanya efek
konduksi. Terjadinya adalah sebagai berikut, minyak di depan muka pembakaran
akan turun viskositasnya oleh efek konduksi panas dan siap untuk bergerak,
karena tekanan pada sumur injeksi lebih besar dari tekanan sumur produksi, maka
minyak bergerak ke arah sumur produksi melalui zone combustion. Seluruh
minyak yang dapat terbakar di reservoir akan terbakar pada zone combustion,
sisanya yang bergerak masuk sumur produksi. Oleh karena itu mutu minyak
produksi jenis ini lebih rendah daripada minyak produksi forward combustion.
Tetapi dilain pihak reserve combustion akan dapat memproduksi reservoir
yang mengandung minyak yang immobile semi solid, ini dapat dijelaskan oleh
proses pergerakan muka pembakaran di atas.
2T 0
( )
ti =
( ρ1 C 1 T 0 1+
B
86400 ϕ S 0 ρ0 H A0 P
B
T0
n
x )
+
B
T0
(4-84)
Keterangan :
ti = waktu penyalaan, hari.
ρi = densitas oil bearing formation, kg/m3.
ρ0 = densitas minyak, kg/m3.
C1 = spesifik heat dari oil bearing formation, . C kgcal k 0
T0 = temperatur mula-mula, °K.
A0 = konstanta, det-1 atm -1.
B = konstanta, °K.
n = eksponen tekanan.
H = panas reaksi, . 2 O kgcal k
FX = tekanan partial oksigen, atm.
= 0,209 P, dimana P adalah tekanan injeksi udara.
Gambar 4.57.
Bentuk dan Susunan Sel Bakteri
(http://xplankton.blogspot.com/2010/10/sel-bakteri.html)
Tabel IV-4.
Komposisi Kimia Sel Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.58.
Mekanisme MEOR
(Donaldson, E.C. Microbial Enhanced Oil Recovery. 1982)
Gambar 4.60.
Variasi pH Selama Proses Fermentasi Oleh Mikroba
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.61.
Pengaruh Mikroba Terhadap Permeabilitas Relatif
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)
Gambar 4.62.
Pengaruh Mikroba Terhadap Harga Saturasi Minyak Sisa (Sor)
(Dr. Ir. Septoratno S., Ir. Dedy K., M.Sc. Enhanced Oil Recovery.1999)