Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rizqan Putera

NIM : PO.62.20.1.18.111
Prodi : DIII Keperawatan Reguler XXI C
Matkul : Keperawatan Medikal Bedah II

TUGAS 1

Penatalaksanaan/ Prosedur pada Pasien Stroke

Penatalaksanaan stroke dilakukan berdasarkan jenis stroke. Penatalaksanaan stroke


biasanya dimulai dengan penanganan akut dalam kondisi emergensi dan dilanjutkan dengan
rehabilitasi pasien jangka panjang. Selain itu, pemilihan jenis terapi juga dilihat dari waktu
masuk layanan kesehatan dan onset dari stroke. Stroke memiliki jendela terapi tiga sampai
enam jam. Beberapa hal yang harus dilakukan pada kegawatdaruratan stroke adalah sebagai
berikut:

1. Lakukan intubasi bila pasien tidak sadar (Glasgow Coma Scale <8). Pastikan jalan napas
pasien aman jika intubasi tidak dapat dilakukan
2. Jika pasien mengalami hipoksia (saturasi oksigen di bawah 94%), berikan oksigen. Mulai
dari pemberian 2 liter per menit menggunakan nasal kanul dan tingkatkan hingga 4 liter
per menit sesuai kondisi pasien
3. Elevasi kepala 30o tetapi penelitian terbaru mempertanyakan posisi kepala mana yang
lebih baik, apakah elevasi kepala atau tidak
4. Intubasi bila stupor atau koma atau terjadi gagal nafas[29,30]

A. Stroke Iskemik
Terapi stroke iskemik bertujuan untuk mempertahankan jaringan pada ischemic
penumbra. Terapi yang dapat diberikan mencakup pemberian recombinant tissue-type
plasminogen activator (rtPA), aspirin, antikoagulan, dan terapi suportif. Antihipertensi tidak
lagi disarankan karena justru menyebabkan keluaran yang buruk.
1. rtPA
Pemberian rtPA (recombinant tissue-type plasminogen activator) merupakan pilihan
yang biasa dilakukan sebagai upaya revaskularisasi sebagai agen trombolisis. Pemberian
trombolisis harus dipertimbangkan pada stroke iskemik. Pemberian recombinant tissue-
type plasminogen activator harus segera dilakukan dalam 3 jam sejak onset terjadinya
stroke dan kemungkinan stroke hemoragik telah disingkirkan.
Berdasarkan the National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS),
Kontraindikasi absolut penggunaan rtPA yaitu:
 Perdarahan intrakranial akut
 Riwayat perdarahan intracranial
 Hipertensi tidak terkontrol
 Trauma kepala serius atau stroke dalam 3 bulan terakhir
 Trombositopenia dan koagulopati
 Menggunakan low-molecular-weight heparin (LMWH)
 Menggunakan inhibitor thrombin direk
 Menggunakan inhibitor faktor Xa
 Hipoglikemia atau hiperglikemia parah (<50 atau >400 mg/dL)
 Perubahan radiografik iskemik yang lebih cepat

Sedangkan, kontraindikasi relatif adalah sebagai berikut:

 Usia lanjut (>75 tahun)


 Stroke ringan atau perbaikan gejala stroke
 Stroke berat dan koma
 Operasi besar dalam 14 hari sebelumnya
 Penusukan arteri pada pembuluh darah yang tidak dapat terkompresi
 Perdarahan gastrointestinal dan genitourinaria dalam 21 hari sebelumnya
 Kejang
 Infark miokardial dalam 3 bulan terakhir
 Lesi struktural pada sistem saraf pusat
 Demensia

2. Aspirin
Penggunaan antiplatelet juga direkomendasikan oleh The American Heart
Association/American Stroke Association tahun 2018. Pemberian aspirin diberikan 24-48
jam setelah onset. Pada pasien yang mendapat r-tPA, pemberian aspirin dilakukan
setelah 24 jam. Dosis yang dapat diberikan adalah 160-325mg. Risiko perdarahan akibat
penggunaan aspirin terjadi berhubungan dengan dosis yang diberikan. Perdarahan yang
paling sering terjadi adalah perdarahan gastrointestinal. Walau demikian, hal ini sangat
jarang terjadi.

3. Antikoagulan
Berdasarkan European Stroke Organization, pemberian antikoagulan seperti heparin
tidak memberikan keuntungan pada keluaran stroke. [34] Hal ini juga didukung oleh The
American Heart Association/American Stroke Association yang menyatakan bahwa
pemberian antikoagulan pada stroke akut tidak diindikasikan.

4. Terapi Suportif
Cek apakah terdapat hipoglikemi atau hiperglikemia, karena memiliki gejala yang mirip
dengan stroke. Keadaan hipoglikemi dan hiperglikemia harus segera diatasi.
Hipoglikemia dapat diatasi dengan dekstrosa 40%, sedangkan hiperglikemia dapat
diatasi dengan pemberian insulin drip.

5. Antihipertensi
Pada aliran darah otak yang buruk, pembuluh darah pada otak kehilangan fungsi
vasoregulator, sehingga untuk mempertahankan tekanannya, pembuluh tersebut
bergantung pada Mean Arterial Pressure (MAP) dan cardiac output. Penggunaan
antihipertensi dapat mengurangi perfusi dan memperparah kejadian iskemi.

B. Stroke Hemorrhagik
Kunci penanganan stroke hemorrhagik adalah menghentikan perdarahan, penanganan
tekanan tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan komplikasi seperti kejang.
1. Penghentian Perdarahan
Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien menggunakan
antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal.

2. Kontrol Tekanan Darah


Kontrol tekanan darah dengan cara menurunkan tekanan darah 15-20% bila tekanan
darah >180/>120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan bertambahnya volume darah di
intrakranial. Kontrol tekanan darah ini pada kondisi akut (24 jam pertama) sebaiknya
dilakukan secara bertahap. Penurunan tekanan darah sistolik <140 mmHG ditemukan
tidak memiliki manfaat dan bahkan menunjukkan tanda-tanda kerugian.

3. Penanganan Tekanan Tinggi Intrakranial


Penanganan tekanan tinggi intrakranial dapat menggunakan mannitol bolus IV 0,25-1
gram / kg berat badan per 30 menit, dan dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg berat badan
per 30 menit selama 3-5 hari.

4. Pembedahan
Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan. Tindakan bedah dilakukan
dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak perdarahan. Sebuah meta analisis
mengenai penatalaksanaan bedah pada perdarahan intraserebral supratentorial spontan
menunjukkan hasil yang baik apabila operasi dilakukan 8 jam saat iktus, hematoma 20-
50 mL, Glasgow Coma Scale 9-12, dan usia pasien 50-69 tahun. Pasien dengan
hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat dilakukan tindakan bedah.

5. Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg iv. Tata laksana untuk
keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik.

6. Rehabilitasi
Pada pasien dengan stroke, dibutuhkan unit khusus yang terdiri berbagai disiplin ilmu
untuk keluaran pasien yang lebih baik. Terapi rehabilitasi ini dapat terdiri dari terapi
bicara, fisioterapi, konseling psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim tersebut harus
meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi, fisioterapis, dan
terapis bicara dan bahasa.
TUGAS 2

Penatalaksanaan/ Prosedur Pada Pasien Kejang

A. Pengertian Kejang
Kejang adalah gejala yang timbul dari efek langsung atau tidak langsung dari penyakit
sistem saraf pusat (SSP) atau disfungsi otak. Disfungsi otak tersebut dapat disertai
dengan motorik, sensorik dan gangguan otonom tergantung pada daerah otak yang
terlibat baik organ itu sendiri atau penyebaran ke organ yang lain.

B. Penatalaksanaan Pada Pasien Akibat Infeksi Otak


1. Terapi antimicrobial = penisilin, ampisilin atau kloramfenikol, sefalosporin
2. Atasi dehidrasi/ syok dengan ekspander volume cairan
3. Kontrol kejang dengan diazepam/ fenitoi
4. Atasi edema serebral dengan diuretic osmotic (monitol)
5. Baringkan penderita di tempat aman dan jauhkan dari benda berbahaya atau benda
tajam
6. Jangan memakai cara kekerasan untuk menahan gerakan penderita
7. Gunakan bantal atau alas lain untuk menyangga kepala penderita
8. Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut penderita selama kejang
9. Longgarkan pakaian yang ketat, terutama di sekitar leher penderita
10. Miringkan kepala penderita. Bila penderita muntah, posisi miring akan mencegah
muntahan masuk kedalam paru-paru
TUGAS 3

Penatalaksanaan Pada Pasien Tumor Otak Radioterapi, Pembedahan dan Kemoterapi

A. Radioterapi
Radioterapi merupakan salah satu bagian penting dari penatalaksanaan tumor otak
maligna. Radioterapi dimanfaatkan sebagai terapi kuratif definitif, adjuvant pasca
operasi, dan paliatif. Dosis radioterapi berbeda-beda tergantung clinical target volume
(CTV) yang didapatkan dari hasil pengukuran gross tumor volume menggunakan MRI
ditambah margin tertentu dalam centimeter. Berikut jenis- jenis radiotherapy :
1. Glioma
Radioterapiglioma low grade (grade I-II) menggunakan dosis 45-54 Gy dengan 1,8-2
Gy/fraksi. Glioma high grade (grade III-IV) menggunakan dosis 60 Gy dengan 2
Gy/fraksi atau 59,4Gy dengan 1,8 Gy/fraksi. Pada pasien dengan keadaan umum
yang buruk atau lanjut usia fraksinasi yang dapat digunakan adalah 34 Gy/10 fraksi,
40,5 Gy/15 fraksi, atau 50 Gy/20 fraksi dengan tujuan terapi selesai dalam durasi 2-4
minggu.
2. Meduloblastoma
Meduloblastoma dengan risiko rekurensi standar sebaiknya mendapatkan radioterapi
dengan dosis 30-36 Gy CSI (craniospinal irradiation) kemudian dilanjutkan dengan
booster pada tumor otak primer 54-55,8Gy dengan atau tanpa kemoterapi adjuvan.
3. Meningioma
Meningioma grade I diterapi dengan dosis radiasi 45-54 Gykonformal terfraksinasi.
Meningioma grade II diterapi langsung pada tumor bed dengan margin 1-2 cm. Dosis
yang digunakan adalah 54-60 Gy dalam fraksi 1,8-2 Gy. Jika tidak ada bukti invasike
parenkim otak, maka ekspansi margin sebaiknya dibatasi. Meningioma grade III
diterapi langsung pada gross tumor dan surgical bed dengan dosis 59,4 Gr dalam 1,8-
2 Gy/fraksi dan margin 2-3 cm.
4. Metastasis Otak
Dosis radioterapi untuk metastasis otak bervariasi antara 20-40 Gy dalam 5-20 fraksi.

B. Pembedahan
Terapi pembedahan termasuk dalam terapi definitif tumor otak. Reseksi tumor
direkomendasikan untuk seluruh jenis tumor otak yang operabel. Pembedahan bertujuan
untuk menegakkan diagnosis (biopsi), mengurangi tekanan intrakranial, mengurangi
kecacatan, serta meningkatkan efektivitas terapi lain. Prinsip pembedahan tumor otak
adalah membuang jaringan tumor sebanyak mungkin dengan keamanan yang maksimal.
Pada kasus tertentu pembedahan dapat ditambah dengan pemasangan shunt ventricular
dan pemasangan implant radioaktif. Setelah dilakukan pembedahan, beberapa kasus
seperti glioma high grade harus dilanjutkan dengan radioterapi dan kemoterapi. Namun
pada jenis kanker otak tertentu dengan gejala klinis menghilang total setelah
pembedahan, maka cukup dilakukan follow up MRI setiap 3-6 bulan sekali selama 5
tahun dan selanjutnya setiap tahun sekali.

C. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan terapi adjuvan yang hanya diberikan untuk kasus tumor
otak tertentu. Pemberian regimen kemoterapi dapat melalui rute intravena maupun
intratekal. Pemberian intravena lebih mudah namun obat yang sampai kejaringan otak
dan sel tumor terbatas karena adanya sawar darah otak. Kemoterapi intratekal dapat
dilakukan melalui prosedur seperti pungsi lumbal dengan cara obat disuntikkan kecairan
serebrospinal. Selain intratekal, obat kemoterapi juga dapat disuntikkan kecairan
serebrospinal melalui kateter intraventrikuler (reservoir Ommaya). Regimen kemoterapi
yang digunakan antara lain carboplatin, carmustine wafers (Gliadel), temozolomide
(Temodar), procarbazine, lomustine, dan vincristine. Berikut jenis terapi yang dapat
diberikan pada pasien tumor otak :\
1. Target Terapi
Target terapi adalah terapi yang menargetkan gen spesifik tumor atau jaringan yang
mendukung pertumbuhan tumor serta membatasi kerusakan terhadap jaringan yang
sehat. Targeted therapy menghambat kerja enzim, protein, dan faktor-faktor yang
berperan dalam proliferasi dan penyebaran sel tumor. Terapi ini masih terbatas
penggunaannya pada kasus tertentu seperti glioblastomarekuren dan astrositomasel
giant subependidimal pada pasien sklerosistuberosa. Regimen targeted therapy yang
digunakan untuk tumor otak adalah bevacizumab dan afinitor/everolimus.
2. Terapi Suportif
Terapi suportif tumor otak bertujuan untuk mengatasi gejala akut yang diakibatkan
oleh edema otak dan peningkatan tekanan intrakranial, mengurangi gejala lain seperti
kejang, dan mengoptimalkan kualitas hidup pasien.
3. Medikamentosa
Pemberian medikamentosa dapat mengatasi gejala akut akibat peningkatan tekanan
intracranial maupun kejang. Hampir semua pasien tumor otak mendapatkan
kortikosteroid karena edema vasogenik peritumoral atau edema serebri pasca
pembedahan atau radioterapi. Kortikosteroid seperti deksamethason dapat diberikan
dalam dosis bolus 10 mg intravena, kemudian dilanjutkan dengan dosis rumatan 16-
20 mg/ hari intravena dalam dosis terbagi kemudian dilakukan tapering off 2-16
mg/hari dalam dosis terbagi tergantung keadaan klinis pasien.
Antiepilepsi diberikan sebagai terapi jangka panjang terutama bagi pasien-
pasienglioma. Prinsip antiepilepsi yang diberikan adalah monoterapi dengan dosis
paling rendah untuk mengendalikan kejang. Bagi pasien tumor otak tanpa kejang,
antiepilepsiprofilaksis hanya diberikan selama perioperatif dalam waktu penggunaan
yang singkat.
4. DukunganNutrisi
Dukungan nutrisi bagi pasien tumor otak juga merupakan hal yang penting. Pasien
tumor otak yang mengalami kekurangan nutrisi sebaiknya mendapatkan terapi
dukungan nutrisi sejak 7-14 hari sebelum pembedahan hingga 7 hari setelah
pembedahan selesai. Terapi nutrisi terutama nutrisi parenteral merupakan bagian dari
terapi paliatif walaupun bukan termasuk terapi rutin pada pasien grade akhir tumor
otak. Nutrien spesifik yang dapat diberikan pada pasien tumor otak adalah branched-
chain amino acids (BCAA), asamlemak omega-3, arginin, glutamin, asamnukleat,
fruktooligosakarida, dan probiotik.
5. Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi medis diperlukan bagi pasien tumor otak untuk mengoptimalkan fungsi
tubuh untuk dapat beraktivitas sesuai dengan kemampuan yang ada serta
meningkatkan kualitas hidup pasien. Gangguan fungsi yang mungkin dialami pasien
tumor otak adalah kelemahan anggota tubuh, gangguan kognitif, gangguan visual,
dan kelainan fokal neurologis lainnya. Program rehabilitasime dispasien tumor otak
memiliki prinsip yang hamper sama dengan rehabilitasi pasien cedera kepala dan
pasien stroke.
6. Home Care
Home care/ hospice ditawarkan untuk pasien dengan angka harapan hidup <6 bulan
atau bila keadaan umum pasien buruk sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan pembedahan maupun kemoterapi. Home care juga bisa dipertimbangkan
untuk pasien dengan gangguan neurologis yang bertambah berat setelah terapi atau
pasien yang mengalami rekurensi.

Anda mungkin juga menyukai