Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,

sekarang ini juga banyak sekali masalah kesehatan yang muncul di masyarakat.

Dari hari kehari semakin banyak muncul berbagai macam penyakit infeksi

ataupun penyakit lainnya, salah satunya adalah penyakit tonsilitis atau yang sering

kita kenal dengan radang amandel. Tonsilitis adalah inflamasi atau pembengkakan

akut pada tonsil atau amandel. Organisme penyebabnya yang utama meliputi

Streptococcus atau Staphylococcus 1.

Tonsilitis adalah suatu peradangan pada tonsil atau amandel yang dapat

menyerang semua golongan umur. Tonsilitis akut sering menimbulkan

komplikasi. Bila tonsilitis akut sering kambuh walaupun penderita telah mendapat

pengobatan yang memadai, maka perlu diingat kemungkinan terjadinya tonsilitis

kronik. Faktor berikut ini mempengaruhi berulangnya tonsilitis: rangsangan

menahun (misalnya rokok, makanan tertentu), cuaca, pengobatan tonsilitis yang

tidak memadai dan higiene rongga mulut yang kurang baik2.

Tonsilitis akut merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada saluran

napas bagian atas, terutama pada anak – anak. Insiden tertinggi terjadi pada usia 4

– 5 tahun. Pada usia sekolah, insiden tertingginya adalah usia 6 – 12 tahun 3.

Terdapat beberapa klasifikasi tonsilitis yaitu tosilitis akut, tonsilitis

membranosa dan tonsilitis kronik. Tonsilitis akut dibagi menjadi dua yaitu

Tonsilitis viral dan Tonsilitis bakterial. Pada tonsilitis viral penyebab yang paling

1
sering adalah Epstein Barr virus, sedangkan tonsilitis bakterial disebabkan kuman

grup A Streptococcus 4.

Gejala tonsilitis akut berupa nyeri tenggorokan yang semakin parah jika

penderita menelan dan nyeri sering kali dirasakan ditelinga karena tenggorokan

dan telinga memiliki persarafan yang sama. Gejala lainnya berupa demam, tidak

enak badan, sakit kepala, mual dan muntah 5.

Mengingat angka kejadian tonsilitis yang cukup tinggi di masyarakat serta

dampak yang cukup besar akibat dari infeksinya pada penderitanya, penulis

tertarik untuk membuat tulisan tentang tonsilitis ini. Diharapkan dengan adanya

tulisan ini dapat menjadi referensi sekaligus sebagai bahan bacaan untuk

memperluas wawasan tentang penyakit tonsilitis.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi, Embriologi Dan Fisiologi Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh

jaringan ikat dengan kriptus di dalamnya. tonsil terdiri dari 3 macam yaitu tonsil

faringeal(adenoid), tonsil palatina 6.

Tonsil terdiri dari jaringan limfoid yang dilapisi oleh epitel respiratori 7.

Cincin Waldeyer merupakan jaringan limfoid yang membentuk lingkaran di faring

yang terdiri dari :

a. Tonsil faringeal (adenoid)7

b. Tonsil palatina (tonsil faucial)7

c. Tonsil lingual (tosil pangkal lidah)7

d. Tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil).7

Gambar 2.1. Letak anatomi tonsil yang membentuk cincin Waldeyer (Snow,

2003)

3
 Embriologi

Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke

II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk

fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel.

Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian,

sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan

janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat

epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan

ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal

dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil.

Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring.

Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur

yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar

limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding

posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius.

Secara histologis, lapisan pada tonsil terbagi atas tiga zona. Ketiga zona

tersebut adalah sebagai berikut :

a. Reticular cell epithelium

Lapisan squamous, di dalamnya terdapat antigen presenting cell (Sel M) yang

mentransfer antigen ke dalam organ limfoid8,6

b. Extrafolicular area

Terdiri atas sel sel T (Limfosit T)8,6

c. Limphoid follicle

Terdiri atas mantle zone (sel-B matur) dan germinal center (sel-B aktif) 8.

4
Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam

fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot

palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval

dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang

meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa

tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil

ini terletak di lateral orofaring dengan dibatasi oleh:

a. Lateral → muskulus konstriktor faring superior

b. Anterior → muskulus palatoglosus

c. Posterior → muskulus palatofaringeus

d. Superior → palatum mole

e. Inferior → tonsil lingual

Tonsil palatina memiliki 2 lapisan (lateral dan medial) serta memiliki 2

kutub (kutub atas dan kutub bawah. Berikut ini penjelasan dari bagian bagian 5 :

a. Lapisan medial

Lapisan ini ditutupi oleh epitel squamous bertingkat non-keratinizing yang

berlekuk masuk ke dalam substansi tonsil dan membentuk kripta. Pintu

masuk dari 12 – 15 kripta dapat terlihat pada lapisan medial ini. Salah satu

dari kripta tadi, yang terletak dekat dengan kutub atas merupakan kripta

dengan ukuran paling besar dan dalam yang dikenal dengan crypta magna

atau intratonsillar cleft. Kripta dapat diisi oleh material seperti sel epitel,

bakteri, atau debris makanan8,9.

5
b. Lapisan lateral

Lapisan ini ditutupi oleh kapsul berupa jaringan fibrosa. Diantara kapsul dan

bagian dalam tonsil terdapat jaringan ikat longgar yang menjadi batas saat

dilakukan tonsilektomi. Tempat ini juga merupakan tempat pengambilan

sampel nanah pada penderita peritolsillar abscess. Beberapa serat otot

palatoglossus dan otot palatopharingeal juga melekat pada kapsul tonsil6.

c. Kutub atas

Bagian ini memanjang sampai pallatum mole. Lapisan medialnya ditutupi

oleh lipatan semilunar, yang memanjang diantara pilar anterior dan posterior,

dan menutupi fossa supratonsilar6.

d. Kutub bawah

Bagian ini melekat pada pangkal lidah. Lipatan triangular dari membran

mukosa memanjang dari pilar anterior sampai bagian anteroinferior dari

tonsil dan menutupi anterior pillar space. Tonsil dipisahkan dari lidah oleh

tonsillolingual sulcus yang sering menjadi tempat terjadinya keganasan 5.

6
Gambar 2.2. Gambaran anatomi tonsil palatina (Dhingra, 2005)

Gambar 2.3. Anatomi tonsil palatina dan komponen disekitarnya (Probst, 2006)

Tonsil palatina mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis

eksterna, melalui cabang-cabangnya1,2, yaitu :

a. A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya

b. A. tonsilaris dan A. palatina asenden.

7
c. A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden.

d. A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal.

e. A. faringeal asenden.

Sumber perdarahan daerah kutub bawah tonsil 1:

a. Anterior : A. lingualis dorsal.

b. Posterior : A. palatina asenden.

c. Diantara keduanya: A. tonsilaris.

Sumber perdarahan daerah kutub atas tonsil:

a. A. faringeal asenden

b. A. palatina desenden.

Gambar 2.4. Sistem perdarahan tonsil palatina (Pulungan, 2005)

Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan

limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut

tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau

8
kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di

bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai

kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di

nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat

meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid

bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai

ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresI10

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh

ligamentum glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini

terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla

sirkumvalata10

Fossa tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah

otot palatoglosus, batas posterior adalah otot palatofaringeus dan batas lateral atau

dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Berlawanan dengan

dinding otot yang tipis ini, pada bagian luar dinding faring terdapat nervus ke IX

yang merupakan nervus glosofaringeal 7

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna,

yaitu 1) arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri

tonsilaris dan arteri palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan

cabangnya arteri palatina desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri

lingualis dorsal; 4) arteri faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior

diperdarahi oleh arteri lingualis dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina

asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub

atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal asenden dan arteri palatina desenden 4.

9
Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari

faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan

pleksus faringeal7.

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah

bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus

sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju

duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan

sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada. Tonsil bagian bawah

mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus glosofaringeal) dan juga

dari cabang desenden lesser palatine nerves7.

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit.

Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan

limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang.

Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM,

IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di

jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4

area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel

limfoid dan pusat germinal pada folikel ilmfoid 2.

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk

diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2

fungsi utama yaitu :

1. Menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif

2. Sebagai organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan

antigen spesifik 6.

10
Gambar 2.5. Anatomi Faring dan Tonsil (Snow, 2003)

2.2 Definisi

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin Waldeyer. Tonsilitis disebabkan peradangan pada tonsil yang diakibatkan

oleh bakteri, virus, dan jamur6. Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang

merupakan bagian dari cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan

kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga mulut yaitu : tonsil faringeal

( adenoid ), tonsil palatina ( tosil faucial), tonsil lingual ( tosil pangkal lidah ),

tonsil tuba Eustachius ( lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil 12,20.

2.3 Klasifikasi

Berdasarkan perjalanan penyakitnya, tonsilitis dapat diklasifikasikan

menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut 18,19 :

11
1. Tonsilitis Akut

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A streptokokus β

hemolitikus, pneumokokus, streptokokus viridan, dan streptokokus pyogenes.

Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif6,10. Bentuk

tonsilitis akut dengan detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila

bercak-bercak detritus ini menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan

terjadi tonsilitis lakunaris. Bercak detritus ini dapat melebar sehingga

terbentuk membran semu (pseudomembrane) yang menutupi tonsil6.

Tonsilitis akut merupakan suatu inflamasi akut yang terjadi pada tonsilla

palatina, yang terdapat pada daerah orofaring disebabkan oleh adanya infeksi

maupun virus. Tonsilitis akut dapat dibagi menjadi17 :

 Acute superficial tonsilitis, biasanya disebabkan oleh infeksi virus dan

biasanya merupakan perluasan dari faringitis serta hanya mengenai

lapisan lateral.

 Acute folicular tonsilitis, infeksi menyebar sampai ke kripta sehingga

terisi dengan material purulen, ditandai dengan bintik – bintik kuning

pada tonsil

 Acute parenchymatous tonsilitis, infeksi mengenai hampir seluru bagian

tonsil sehingga tonsil terlihat hiperemis dan membesar6,

 Acute membranous tonsilitis, merupakan stase lanjut dari tonsilitis

folikular dimana eksudat dari kripta menyatu membentuk membran di

permukaan tonsil 5.

Ada beberapa macam penyakit yang termasuk dalam tonsillitis

membranosa beberapa diantaranya yaitu Tonsilitis difteri, Tonsilitis septic,

12
serta Angina Plaut Vincent, penyakit kelainan darah seperti leukemia akut,

anemia pernisiosa, neutropenia maligna serta infeksi mononucleosis,

proses spesifik luas dan tuberculosis, infeksi jamur moniliasis,

aktinomikosis dan blastomikosis, serta infeksi virus morbili, pertusis, dan

skarlatina.

Gambar 2.6.

Gambaran Acute

parenchymatous

tonsilitis

(Dhingra, 2005)

2. Tonsilitis Kronis

Tonsilitis kronis adalah peradangan tonsil yang menetap sebagai akibat infeksi
11
akut atau subklinis yang berulang . Ukuran tonsil membesar akibat

hiperplasia parenkim atau degenerasi fibrinoid dengan obstruksi kripta tonsil,

namun dapat juga ditemukan tonsil yang relatif kecil akibat pembentukan

sikatrik yang kronis. Durasi maupun beratnya keluhan nyeri tenggorok sulit

dijelaskan13,16. Biasanya nyeri tenggorok dan nyeri menelan dirasakan lebih

dari 4 minggu dan kadang dapat menetap 13 . Tonsilitis kronis adalah suatu

kondisi yang merujuk kepada adanya pembesaran tonsil sebagai akibat infeksi

tonsil yang

berulang9.

13
2.4 Etiologi

Tonsilitis disebabkan oleh infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.

Tonsil berfungsi untuk membuat limfosit, yaitu sejenis sel darah putih yang

bertugas membunuh kuman yang masuk ke dalam tubuh melalui mulut 15. Tonsil

akan berubah menjadi tempat infeksi bakteri maupun virus, sehingga

membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis14. Penyebab tonsilitis adalah

infeksi kuman Streptococcus beta Hemolyticus, Streptococcus viridans, dan

Streptococcus pyogenes. Streptococcus pyogenes merupakan patogen utama pada

manusia yang menimbulkan invasi lokal, sistemik dan kelainan imunologi pasca

streptococcus11.

Tabel 2.1. Etiologi terjadinya tonsilitis (Campisi, 2003)

Dari beberapa studi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa

Streptococcus β Hemolitikus Grup A merupakan penyebab utama dari tonsilitis

14
dengan persentase sekitar 15 – 30% dari semua jenis bakteri 13. Beberapa etiologi

lain yang juga cukup tinggi insidennya dalah menyebabkan terjadinya tonsilitis

adalah Haemophyllus influenza Staphylococcus aureus dan Streptococcus

Pyogens3.

15
Gambar 2.7. Gambaran tonsilitis akut. Etiologi disebabkan oleh (a)

Streptococcus beta hemoliticus grup A (b) Lesi eksudatif terlihat pada kedua

tonsil (c) Infeksi mononukleosis (Onerci, 2009)

2.5 Bakteriologi Tonsilitis

Bakteri di dalam saluran tenggorok bayi akan mulai muncul sejak

pemberian makanan melalui mulut. Bakteri tersebar di dinding faring permukaan

tonsil maupun ke rongga mulut. Bakteri di dalam tenggorok pada umumnya

adalah flora normal14. Flora normal di tenggorok terdiri dari bakteri gram positif

dan gram negatif baik yang aerob maupun anaerob. Bakteri anaerob seperti

Actinomyces, Nocardia, dan Fusobacterium mulai ditemukan pada usia 6 sampai

8 bulan. Bacteroides, Leptotrichia, Propioni bacterium, dan Candida muncul

sebagai flora rongga mulut. Populasi Fusobacterium akan meningkat dengan

terbentuknya gigi9.

Bakteri aerob termasuk; Streptococcus non hemolyticus, Streptococcus

mitis, Streptococcus spp, Staphylococcus non coagulatif, Gemella haemolysans,

Neisseria spp dan lain-lain. Kondisi yang menguntungkan dari host terhadap

perkembangan bakteri dapat mengakibatkan terjadinya perubahan flora normal

menjadi patogen9.

Peranan bakteri anaerob pada tonsilitis sulit dijelaskan. Bakteri anaerob

merupakan flora normal pada tonsil. Tidak ditemukan perbedaan bakteri anaerob

pada tonsil yang sehat dengan tonsilitis akut. Pada tonsilitis kronis juga tidak

ditemukan perbedaan bermakna antara bakteri anaerob di permukaan tonsil

16
dengan di inti tonsil. Namun demikian secara invitro ditemukan sinergi antara

bakteri anaerob dan pertumbuhan Streptococcus β hemolyticus group A. Bakteri

anaerob mempengaruhi pertumbuhan bakteri patogen9.

Peranan bakteri anaerob penghasil β laktamase seperti Bacteroides

fragilis, Fusobacterium spp, dapat menurunkan penetrasi penisilin terhadap

bakteri patogen. Bakteri anaerob penghasil β laktamase yang resisten terhadap

penisilin dapat melindungi organisme patogen dimaksud. Pemeriksaan

bakteriologi terhadap tonsil kanan dan tonsil kiri tidak ditemukan perbedaan6,9.

Gambar 2.8. Gambaran cherry red tounge general. Mengindikasikan infeksi

Streptococcus beta hemoliticus Grup A (Onerci, 2009)

2.6 Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil

berperan sebagai filter yang menyelimuti bakteri ataupun virus yang masuk dan

membentuk antibodi terhadap infeksi6,7. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila

epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial mengadakan reaksi. Terdapat

pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini

secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut

17
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas,

suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis falikularis2.

Pada tonsilitis akut dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga

menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga

sakit menelan dan demam tinggi. Sekresi yang berlebih membuat pasien

mengeluh sakit menelan, tenggorokan akan terasa mengental. Tetapi bila penjamu

memiliki kadar imunitas antivirus atau antibakteri yang tinggi terhadap infeksi

virus atau bakteri tersebut, maka tidak akan terjadi kerusakan tubuh ataupun

penyakit. Sistem imun selain melawan mikroba dan sel mutan, sel imun juga

membersihkan debris sel dan mempersiapkan perbaikan jaringan2.

Gambar 2.9. Tonsilitis akut dengan folikel pada tonsil (Snow, 2003)

Infeksi berulang pada tonsilitis akut sering tejadi pada pengobatan yang

tidak adekuat. Hal terjadi dikarenakan kemampuan bakteri untuk bertahan pada

lingkungan intraseluler di dalam kripta tonsil, sehingga tidak terkena paparan

antibiotik yang diberikan pada pasien. Dengan begitu bakteri tersebut dapat

berkembang biak dan menyebabkan reinfeksi kembali 4. Mekanisme lain yang

dapat menjelaskan kejadian ini adalah karena penetrasi antibiotik ke dalam tonsil

18
yang rendah akibat jaringan parut karena infeksi tonsilitis. Selain itu juga adanya

flora normal yang menghasilkan enzim protektif dan membentuk lapisan biofilm

juga dapat menghalangi penetrasi dari antobiotik ke dalam tonsil 15.

Gambar 2.10. Pembesaran tonsil. Disebabkan oleh (A) Tonsilitis berulang (B)

Pada pasien Obstructive Sleep Apnea (C) Unilateral hipertrofi tonsil (Alasil,

2011)

Tonsilitis kronis adalah suatu keadaan dimana penyakit terjadi secara

berulang diikuti oleh episode serangan akut atau keadaan subklinis dari suatu

infeksi yang persisten, biasanya terjadi akibat penatalaksanaan yang kurang

adekuat. Terminologi tonsilitis berulang/recurrent merupakan keadaan yang

hampir sama dengan tonsilitis kronis17. Akan tetapi pada keadaan tonsilitis

berulang, ada suatu keadaan dimana tonsil kembali ke keadaan normal secara

makroskopis dan histologis diantara dua serangan. Hal ini yang membedakannya

dengan tonsilitis kronis dimana keadaan ini tidak ditemukan16.

Pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang yang

menyebabkan epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses

penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan

19
mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh

detritus. Infiltrasi bakteri pada epitel jaringan tonsil akan menimbulkan radang

berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear serta terbentuk detritus yang terdiri

dari kumpulan leukosit, bakteri yang mati, dan epitel yang lepas5.

Patofisiologi tonsilitis kronis adalah akibat adanya infeksi berulang pada

tonsil maka pada suatu waktu tonsil tidak dapat membunuh semua kuman

sehingga kuman kemudian menginfeksi tonsil. Pada keadaan inilah fungsi


1,11
pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi tempat infeksi . Proses radang

berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis,

sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut

yang akan mengalami pengerutan sehingga kripta melebar. Secara klinik kripta ini

tampak diisi oleh detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil

dan akhirnya menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fossa tonsilaris.

Proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfa submandibula5.

20
Gambar 2.11. Gambaran tonsilitis kronis. Tidak ada kriteria diagnostik yang jelas

untuk tonsilitis kronis. Kripta tonsil yang dalam, debris putih pada kripta, dan

vaskularisasi pada pilar anterior tampak pada tonsilitis kronis. Debris putih terdiri

dari sisa sisa makanan yang dapat menyebabkan halitosis (Onerci, 2009)

2.7 Manifestasi Klinis

Gejala pada tonsillitis akut adalah rasa gatal/ kering ditenggorokan,

anoreksia, otalgia, tonsil membengkak. Dimulai dengan sakit tenggorokan yang

ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang muntah. Pada tonsillitis dapat

mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluarnya nanah pada lekukan

tonsil1.

21
Tanda klinisnya dijumpai tonsil membengkak dan meradang. Tonsila

biasanya bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini

mungkin keabu-abuan dan kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul, membentuk

membran dan pada beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan local 17 .

Berikut ini adalah tanda dan gejala yang dialami oleh pasien yang

menderita tonsilitis akut, yaitu sebagai berikut ini17 :

1. Tanda

a. Napas berat dan lidah yang licin

b. Hiperemis pada pilar, uvula dan palatum mole

c. Kemerahan dan bengkak pada tonsil disertai dengan gambaran bintik

bintik kuning yang merupakan gambaran material purulen pada kripta

yang terbuka (acute folicular tonsilitis). Kedua tonsil dapat membesar

hingga dapat bertemu pada midline orofaring.

d. Pembesaran dari KGB jugulodigastrikus

2. Gejala

Gejala yang sering ditemui berupa kesulitan dalam menelan, gangguan fonasi,

respirasi dan pendengaran. Selain itu gejala yang dapat muncul antara lain :

a. Sakit tenggorokan

b. Sakit menelan

c. Perubahan suara (serak)

d. Sakit pada telinga

e. Snoring (akibat obstruksi jalan napas atas)

f. Napas berbau

22
g. Gangguan pendengaran

h. Pasien tampak sangat sakit

(Dhingra, 2005)

Pada pemeriksaan, terdapat dua macam gambaran tonsil dari Tonsilitis

Kronis yang mungkin tampak14,17, yakni :

1. Tampak pembesaran tonsil oleh karena hipertrofi dan perlengketan ke

jaringan sekitar, kripte yang melebar, tonsil ditutupi oleh eksudat yang

purulen atau seperti keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil tetap kecil, mengeriput, kadang-kadang

seperti terpendam di dalam tonsil bed dengan tepi yang hiperemis, kripte

yang melebar dan ditutupi eksudat yang purulen.

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan

mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan

medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :

T0         : Tonsil sudah diangkat

T1         : Tonsil masih di dalam fossa tonsil

T2         : Tonsil keluar dari fossa tonsil tapi belum melewati garis tengah antara

pinggir

lateral faring-uvula

T3         : Tonsil sudah melewati garis tengah namun tidak sampai uvula

T4         : Tonsil sudah mencapai uvula atau lebih

23
2.8 Diagnosis Banding

Gejala yang paling sering dialami oleh penderita tonsilitis adalah disfagia

dan pembesaran pada tonsil. Berikut ini beberapa penyakit yang bisa menjadi

diagnosis banding dari tonsilitis17 :

 Hipertrofi tonsil

 GERD (Gastro Esophageal Reflux)

 Leukemia

 Limphoma of the head and neck

 NPC (Nasopharingeal carcinoma)

 Tumor ganas tonsil

(Shah, 2014)

Gambar 2.12. Diagnosis banding nyeri saat menelan (Ludman, 2007)

24
Gambar 2.13. Gambaran hipertrofi tonsil (a) Tonsil kanan yang mengalami

hipertrofi (b) Kissing tonsils, tonsil menyebabkan Obstructive Sleep Apnea (OSA)

(Onerci, 2009)

2.9 Penatalaksanaan Tonsilitis

Pemeriksaan kultur bakteri penyebab tonsilitis rekuren maupun tonsilitis

kronis perlu dilakukan untuk mengetahui bakteri penyebab sebagai bukti empiris

dalam penatalaksanaan tonsilitis. Terdapat perbedaan bakteri pada permukaan

tonsil dengan bakteri di dalam inti tonsil sehingga perlu dilakukan pemeriksaan

swab permukaan tonsil maupun pemeriksaan dari inti tonsil. Swab dari inti tonsil

didapatkan dari tonsil yang telah dilakukan tonsilektomi9.

25
Untuk pasien yang menderita tonsilitis akut, berikut ini penatalaksanan

yang dapat diberikan, yaitu6,12 :

1. Antibiotik golongan penisilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur

atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin

atau klindomisin.

2. Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid

untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.

3. Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi

kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.

4. Pemberian antipiretik.

Indikasi dilakukannya pemberian antibiotik pada pasien dengan infeksi

pada tonsil dan saluran napas adalah sebagai berikut 19 :

1. Akut tonsilitis disertai dengan gejala sistemik

2. Unilateral peritonsilitis

3. Memiliki riwayat demam reumatik

4. Keadaan immunosupresi

Penatalaksanaan tonsilitis akut dengan memperbaiki higiene mulut,

pemberian antibiotika spektrum luas selama 1 minggu dan Vitamin C dan B

kompleks 18. Pada beberapa penelitian menganjurkan pemberian antibiotik lebih

dari 5 hari. Pemberian antibiotik secepatnya akan mengurangi gejala dan tanda

lebih cepat. Meskipun demikian, tanpa antibiotik, demam dan gejala lainnya dapat

berkurang selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala lainnya dapat berkurang

26
selama 3-4 hari. Pada demam rematik, gejala dapat bertahan sampai 9 hari selama

pemberian terapi5.

Untuk tonsilitis bakteri, penisililin merupakan antibiotik lini pertama

untuk tonsilitis akut yang disebabkan bakteri Group A Streptococcus B

hemoliticus (GABHS). Walaupun pada kultur GABHS tidak dijumpai, antibiotik

tetap diperlukan untuk mengurangi gejala. Jika dalam 48 jam gejala tidak

berkurang atau dicurigai resisten terhadap penisilin, antibiotik dilanjutkan dengan

amoksisilin asamklavulanat sampai 10 hari 6. Pada tonsillitis kronik dilakukan

terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur/hisap dan terapi radikal

dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak

berhasil 6.

Pada tonsilitis yang berulang, penggunaan antibiotik ciprofloxacin dan

gentamisin perlu dipertimbangkan. Hal ini karena organisme yang sering

menyebabkan infeksi berulang ini adalah Pseudomonas aeruginosa dan beberapa

bakteri lain yang sensitif terhadap ciprofloxacin dan gentamisin 11. Pada pasien

anak, penggunaan amoxicillin atau kombinasi amoxicillin-asam klavulanat adalah

pilihan pertama pada tonsilitis berulang, dimana penggunaan ciprofloxacin

menjadi kontraindikasi3,6.

27
Tabel 2.2. Uji kepekaan antibiotik terhadap bakteri patogen penyebab tonsilitis

(S) Sensitif (I) Intermediate (R) Resisten (Pulungan, 2005)

Tonsilektomi merupakan prosedur operasi yang praktis dan aman, Namun

hal ini bukan berarti tonsilektomi merupakan operasi minor karena tetap

memerlukan keterampilan dan ketelitian yang tinggi dari operator dalam

pelaksanaannya7. Di Amerika Serikat, karena kekhawatiran komplikasi,

tonsilektomi digolongkan pada operasi mayor. Di Indonesia, tonsilektomi

digolongkan pada operasi sedang karena durasi operasi pendek dan teknik tidak

sulit. Indikasi dilakukannya tonsilektomi dapat dibagi menjadi19 :

1. Indikasi absolut

a. Infeksi tenggorokan berulang yang terjadi :

a. Tujuh kali atau lebih dalam satu tahun

28
b. Lima kali per tahun dalam dua tahun

c. Tiga kali per tahun dalam tiga tahun

d. Dua minggu atau lebih tidak masuk sekolah atau kerja dalam satu

tahun

b. Abses peritonsilar. Pada anak, tonsilektomi dilakukan 4-6 minggu setelah

abses diobati. Pada dewasa, serangan kedua abses peritonsilar merupakan

indikasi asolut.

c. Tonsilitis yang menyebabkan kejang demam

d. Hipertrofi tonsil yang menyebabkan :

a. Obstruksi saluran napas (sleep apnea)

b. Sulit menelan

c. Gangguan artikulasi suara

e. Suspek keganasan. Pembesaran tonsil unilateral kemungkinan limfoma

pada anak, dan kemungkinan karsinoma epidermoid pada dewasa.

Sebelumnya harus dilakukan dahulu biopsi eksisional.

2. Indikasi relatif5

a. Karies difteri yang tidak respon dengan pemberian antibiotik

b. Karies streptococcus , yang mungkin menjadi sumber infeksi lainnya

c. Tonsilitis kronis dengan halitosis yang tidak respon dengan terapi

medikamentosa

d. Tonsilitis streptococcus berulang pada pasien dengan valvular heart

disease.

3. Bagian dari operasi lain18

a. Palatofaringoplasti yang dilakukan karena adanya sleep apnea syndrome.

29
b. Neurektomi glossofaringeal. Tonsil diangkat terlebih dahulu baru

kemudian nervus glossofaringeal diangkat dan bed of tonsil tetap

ditinggalkan.

c. Pengangkatan prosessus stiloideus

Tabel 2.3. Teknik – teknik tonsilektomi (Dhingra, 2005)

Beberapa perawatan yang harus dilakukan pada pasien yang telah

menjalani tonsilektomi adalah sebagai berikut18 :

1. Perawatan awal

 Pasien tetap dikondisikan dalam keadaan “Posisi Koma” sampai efek

anestesi hilang

 Awasi tanda – tanda perdarahan dari hidung dan mulut

 Awasi tanda – tanda vital pasien

2. Diet

 Saat pasien sudah sadar, pasien dapat mulai diberikan makanan cair,

seperti susu dingin atau es krim. Kulum – kulum es batu juga dapat

30
mengurangi rasa nyeri. Diet diberikan bertahap mulai dari makanan lunak

sampai makanan biasa/solid. Pemberian puding, jelli, dan telur rebus

dapat diberikan pada hari kedua post-operasi.

3. Oral hygine

 Pasien diberikan obat kumur 3 – 4 kali sehari. Mulut dibersihkan dengan

air bersih setiap selesai makan

4. Analgesik

 Nyeri, biasanya terjadi secara lokal pada tenggorokan yang dapat

menjalar ke telinga, dapat diredakan dengan analgesik lemah, seperti

paracetamol. Analgesik dapat diberikan setengah jam sebelum pasien

makan.

5. Antibiotik

 Antibiotik yang sesuai dapat diberikan secara injeksi /oral selama sekitar

satu minggu

 Pasien dapat dipulangkan 24 jam setelah operasi jika tidak ada komplikasi

dan dapat beraktivitas normal kembali 2 minggu setelah operasi.

(Dhingra, 2005)

31
Gambar 2.14. Tonsil yang sudah diangkat beserta kapsulnya (Onerci, 2009)

2.10 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien yang menderita

tonsilitis adalah sebagai berikut6,18,19 :

1. Abses peritonsil

Infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil dan mengenai jaringan sekitarnya.

Abses biasanya terdapat pada daerah antara kapsul tonsil dan otot-otot yang

mengelilingi faringeal bed. Hal ini paling sering terjadi pada penderita dengan

serangan berulang. Gejala penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi

yang berat, dan trismus. Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi

abses18.

2. Abses parafaring

Gejala utama adalah trismus, indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus

mandibula, demam tinggi, dan pembengkakan dinding lateral faring sehingga

menonjol ke arah medial. Abses dapat dievakuasi melalui insisi servikal17.

32
3. Abses intratonsilar

Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi tonsil. Biasanya

diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular akut. Dijumpai nyeri

lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat membesar dan merah.

Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika dan drainase abses jika

diperlukan, selanjutnya dilakukan tonsilektomi6.

4. Tonsilitis kronis dengan serangan akut

Biasanya terjadi karena tatalaksana tonsilitis akut yang tidak adekuat. Infeksi

kronis dapat terjadi pada folikel limfoid tonsil dalam bentuk mikroabses19.

5. Otitis Media Akut

Serangan berulang otitis media akut berkaitan erat dengan serangan berulang

dari tonsilitis akibat infeksi yang menjalar melalui tuba eustachius8.

6. Tonsilolith (kalkulus tonsil)

Tonsilolith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta diblokade oleh

sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan magnesium kemudian

tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu tersebut dapat membesar

secara bertahap dan kemudian dapat terjadi ulserasi dari tonsil. Tonsilolith

lebih sering terjadi pada dewasa dan menambah rasa tidak nyaman lokal atau

foreign body sensation. Hal ini didiagnosa dengan mudah dengan melakukan

palpasi atau ditemukannya permukaan yang tidak rata pada perabaan16.

7. Kista tonsilar

33
Disebabkan oleh blokade kripta tonsil dan terlihat sebagai pembesaran

kekuningan di atas tonsil. Sangat sering terjadi tanpa disertai gejala. Dapat

dengan mudah didrainasi2.

8. Fokal infeksi dari demam rematik dan glomerulonefritis.

Anti-streptokokal antibodi meningkat pada 43% penderita Glomerulonefritis

dan 33% diantaranya mendapatkan kuman Streptokokus beta hemolitikus pada

swab tonsil yang merupakan kuman terbanyak pada tonsil dan faring. Hasil ini

megindikasikan kemungkinan infeksi tonsil menjadi patogenesa terjadinya

penyakit Glomerulonefritis5,6,14.

Gambar 2.15. Tonsitolith yang sudah diangkat (Onerci, 2009)

2.11 Prognosis

Tonsilitis biasanya dapat sembuh dalam waktu beberapa hari dengan

beristirahat dan pengobatan suportif15. Penanganan gejala klinis

34
dapat membuat penderita Tonsilitis lebih nyaman bila antibiotika diberikan untuk

mengatasi infeksi. Antibiotik tersebut harus dikonsumsi sesuai arahan demi

penatalaksanaan yang lengkap, bahkan bila penderita telah mengalami perbaikan

dalam waktu yang singkat. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi

bahwa penderita mengalami infeksi saluran nafas lainnya. Infeksi yang sering

terjadi yaitu infeksi pada telinga dan sinus. Pada kasus-kasus yang jarang,

tonsilitis dapat menjadi sumber dari infeksi serius seperti demam rematik atau

pneumonia6,14.

2.12 Pencegahan

Bakteri dan virus penyebab Tonsilitis dapat dengan mudah menyebar dari

satu penderita ke orang lain. Tidaklah jarang terjadi seluruh keluarga atau

beberapa anak pada kelas yang sama datang dengan keluhan yang sama,

khususnya bila Streptokokus pyogenase adalah penyebabnya. Risiko penularan

dapat diturunkan dengan mencegah terpapar dari penderíta Tonsilitis atau yang

memiliki keluhan sakit menelan. Gelas minuman dan perkakas rumah tangga

untuk makan tidak dipakai bersama dan sebaiknya dicuci dengan menggunakan

air panas yang bersabun sebelum digunakan kembali. Sikat gigi yang talah lama

sebaiknya diganti untuk mencegah infeksi berulang6. Karier Tonsilitis seharusnya

sering mencuci tangan mereka untuk mencegah penyebaran infeksi pada orang

lain9.

35
BAB III

LAPORAN KASUS

ANAMNESA PRIBADI

Nama :M

Umur : 18 Tahun

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Status Kawin : Belum menikah

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Alamat : Dusun XXX MEDAN

Suku : Jawa

No. RM : XX-XX-XX

ANAMNESA PENYAKIT

Keluhan Utama : Nyeri menelan di tenggorokan

Telaah :

Pasien datang dibawa oleh ibunya ke poli THT RSU Haji Medan dengan

keluhan nyeri menelan dan rasa ada yang mengganjal ditenggorokan sejak 6

Bulan yang lalu. Dalam satu bulan pasien merasakan nyeri dua kali. Bila nyeri

timbul, pasien merasakan badannya mulai panas. Amandel nyeri setelah pasien

mengkonsumsi es krim dan minuman dingin. Pasien juga tidur mendengkur,tetapi

hal ini dirasakan sejak 5 bulan terakhir ini.

Sejak + 2 bulan sebelum masuk rumh sakit, nyeri saat menelan semakin

sering dirasakan os. Selain keluhan nyari menelan, os. juga mengeluh susah

menelan, baik makanan biasa ataupun makanan lunak. Tenggorokan terasa

36
berlendir (+), terasa kering (-), sulit membuka mulut (-). Demam (+). Demam

hilang timbul tanpa disertai menggigil. Batuk berdahak (+), pilek (+). + 1 minggu

sebelum masuk rumah sakit, os merasa keluhan semakin memberat. Os juga

merasakan nyeri tenggorokan saat menelan air liur. Keluhan demam (-), batuk (-),

pilek (-).Ibu pasien mengaku nafas anaknya juga terkadang bau.

Riwayat penyakit terdahulu : Tidak ada

Riwayat penggunaan obat : Tidak ada

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

Riwayat alergi obat : Tidak ada

Riwayat kebiasaan : Konsumsi minuman dingin

STATUS PRESENT

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Heart rate : 80x/menit

Respiratory rate : 16x/menit

Temperature : 380c

STATUS LOKALISATA

A. TELINGA KANAN KIRI


- DAUN TELINGA
1. Bisul DBN DBN
2. Luka DBN DBN
3. Nyeri tekan DBN DBN
4. Kelainan DBN DBN
kongenital
5. Cairan DBN DBN

- LIANG TELINGA

37
1. Luas DBN DBN
2. Benjolan DBN DBN
3. Cairan DBN DBN
4. Darah DBN DBN
5. Polip DBN DBN
6. Serumen DBN DBN
7. Corpus Alienum DBN DBN
8. Nanah DBN DBN
9. Granulasi DBN DBN
10. Fistula Mastoid DBN DBN
- MEMBRAN
TIMPANI
1. Warna Putih mutiara Putih mutiara
2. Atrofi DBN DBN
3. Bulging DBN DBN
4. Perforasi DBN DBN
5. R.cahaya + +
6. Refraksi DBN DBN
B. HIDUNG KANAN KIRI

- RHINOSKOPI
ANTERIOR
Cavum Nasi
1. Nanah DBN DBN
2. Darah DBN DBN
3. Kista DBN DBN
4. Polip DBN DBN
5. Corpus alienum DBN DBN
6. Massa /Tumor DBN DBN
- SELAPUT LENDIR
1. Permukaan Licin Licin
2. Warna Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
- CONCHA
1. Inferior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

38
2. Medial Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
3. Superior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
- MEATUS NASI
1. Inferior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
2. Medial Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
3. Posterior Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai

- SEPTUM NASI
1. Deviasi Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
2. Hematoma Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
- SINUS
PARANASAL
1. Frontalis Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
2. Maksilaris Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
3. Etmoid Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
4. Spenoid Tidak dapat dinilai Tidak dapat dinilai
C. RONGGA MULUT
- LIDAH DBN
- GIGI DBN
- BIBIR DBN
- PALATUM MOLE
1. Warna Merah Muda
- FARING
1. Selaput Merah muda
2. Benjolan -

- TONSIL
1. Permukaan Kasar Kasar
2. Besar T2 T2
3. Plika anterior DBN DBN
4. Kripta Melebar Melebar
5. Lakuna DBN DBN
D. KELENJAR LIMFE Tidak dijumpai benjolan Tidak dijumpai benjolan
E. RHINOSKOPI

39
ANTERIOR
1. Koana Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Torus Tubarius Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
3. Konka Inferior Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan
dan Media
4. Dinding Posterior Tidak dilakukan pemeriksaan Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSA BANDING

1. Tonsilitis Kronis

2. Tumor Tonsil

3. Limfoma

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DARAH RUTIN Tanggal 06-

03-2020

DARAH

Darah Rutin

Hemoglobin 15,7 gr/dL 13.2 – 17.3

Hitung eritrosit 4,9 6/µl 4,4-5.9

Hitung Leukosit 10,440 / µl 4,000 – 11.000

Hematokrit 43.0% 40 – 52

Trombosit 279.000 /µl 150000 – 440000

Index Eritrosit

MCV 88.3 fL 80 - 100

MCH 30.2 pg 26 – 34

MCHC 34.2% 32 – 36

40
Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 2% 1–3

Basofil 0% 0–1

N. stab 0% 2–6

N. seg 52 % 53 – 75

Limfosit 37 % 20 – 45

Monosit 6% 4–8
FUNGSI HATI

Bilirubin Total 0,64 mg/dL 0.3 – 1

Bilirubin Direk 0,11 mg/dL < 0,25

AST (SGOT) 38 U/l < 40

ALT (SGPT) 30 U/l < 40


FUNGSI GINJAL

Ureum 20 mg/dl 20 – 40

Kreatinin 0.83 mg/dl 0,6 – 1,1


GLUKOSA DARAH

Glukosa darah sewaktu 88 mg/dl <140

DIAGNOSA KERJA

1. Tonsilitis Kronik

TINDAKAN

Rencana operasi Tonsilektomi teknik Diseksi dengan general anastesi pada

tanggal 07-03-2020

TERAPI

41
Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500 mg / 8jam

Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

Inj. Dexametason 1/2 amp/12 jam

PERSIAPAN OPERASI

1. Masuk IGD Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapatkan ruang rawat

inap sehari sebelum jadwal operasi dilakukan dan membawa seluruh hal-

hal penting yang diperlukan

2. Puasa 8 jam sebelum operasi

3. Di IGD akan dipasang IVFD RL 20 gtt/I + Abocat 18 + threeway

4. Jaga kebersihan

5. Berdoa

FOLLOW UP PRE-OPERASI

Tanggal 07-03-2020

S : Tenggorokan terasa mengganjal dan nyeri saat menelan yang sudah

dirasakan selam 6 bulann ini, dan memberat dalam 1 minggu terakhir.

O :

TTV :Sensorium : Compos mentis

TD : 120/80 mmhg

42
HR : 80x/i

RR : 18x/i

T : 36,5C

A : Tonsilitis Kronik

P : IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Ranitidine 50 mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500 mg /8 jam

TINDAKAN OPERASI

1. Pasien dalam posisi supine dengan ETT dan Infus terpasang.

2. Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala

sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.

3. Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.

4. Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial.

5. Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari

fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan

menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat.

6. Perdarahan dirawat.

7. Operasi selesai.

FOLLOW UP POST-OPERASI

1. Hari Pertama, Tanggal 08-03-2020

S : nyeri post operasi (+), Tenggorokan mengganjal (-)

43
O : HR : 120/80mmHg Nadi : 80x/menit

RR : 16X/menit Suhu : 37ºc

A : Post-op Tonsilektomi

P : IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Ranitidine 50mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500mg /8 jam

Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

Inj. Dexametason 5mg /12 jam

2. Hari Kedua, Tanggal 09-03-2020

S : nyeri post operasi (+), Tenggorokan mengganjal (-)

O : HR : 120/80mmHg Nadi : 80x/menit

RR : 16X/menit Suhu : 37ºc

A : Post-op Tonsilektomi

P : IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Dexametason 5mg /12 jam

Inj. Ranitidine 50mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500mg /8 jam

Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

3. Hari Ketiga, Tanggal 10-03-2020

S : nyeri post operasi (-), Tenggorokan mengganjal (-)

O : HR : 120/80mmHg Nadi : 80x/menit

44
RR : 16X/menit Suhu : 37ºc

A : Post-op Tonsilektomi

P : IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Dexametason 5mg /12 jam

Inj. Ranitidine 50mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500mg /8 jam

Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

FOLLOW UP PULANG

Pasien pulang, Tanggal 10-03-2020

S : Nyeri post op berkurang

O : HR : 120/80mmHg Nadi : 80x/menit

RR : 16X/menit Suhu : 37ºc

A : Post-op Tonsilektomi

P : IVFD RL 20 gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500 mg / 12 jam

Inj. Dexametason 5mg /12 jam

Inj. Ranitidine 50mg / 12 jam

Inj. Asam traneksamat 500mg /8 jam

Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam

KONTROL ULANG

45
Pasien kontrol kembali ke poli THT Rumah Sakit Haji Medan Tanggal 17-03-

2020

46
BAB IV

DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Anamnesa Gejala pada tonsillitis Kronik  Odynophagia (+)

Tonsilitis Kronik adalah rasa gatal/ kering  Berdahak, Purulen (+)

ditenggorokan, anoreksia, otalgia,

tonsil membengkak.

Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan, terdapat Inspeksi :

Tonsilitis Kronik dua macam gambaran tonsil dari  Permukaan kasar (+)

Tonsilitis Kronis yang mungkin  Kripta melebar (+)

tampak, yakni :  Ukuran Tonsil


1. Tampak pembesaran tonsil oleh T2  : Tonsil keluar dari
karena hipertrofi dan perlengketan fossa tonsil tapi belum
ke jaringan sekitar, kripte yang melewati garis tengah
melebar, tonsil ditutupi oleh antara pinggir lateral
eksudat yang purulen atau seperti faring-uvula
keju.

2. Mungkin juga dijumpai tonsil

47
tetap kecil, mengeriput, kadang-

kadang seperti terpendam di dalam

tonsil bed dengan tepi yang

hiperemis, kripte yang melebar dan

ditutupi eksudat yang purulen.

Ukuran Tonsil :

T0         : Tonsil sudah diangkat

T1         : Tonsil masih di dalam

fossa tonsil

T2         : Tonsil keluar dari fossa

tonsil tapi belum melewati garis

tengah antara pinggir lateral faring-

uvula

T3         : Tonsil sudah melewati

garis tengah namun tidak sampai

uvula

T4         : Tonsil sudah mencapai

uvula atau lebih

Penatalaksanaan Farmakologi Operatif

Tonsilitis Kronik Penatalaksanaan tonsilitis akut Tindakan Tonsilektomi

dengan memperbaiki higiene mulut, dengan tekhnik Diseksi

pemberian antibiotika spektrum Diikuti terapi farmakologi

48
luas selama 1 minggu dan Vitamin  Inj. Ceftriaxone 500

C dan B kompleks 18. Pada beberapa mg / 12 jam

penelitian menganjurkan pemberian  Inj. Ranitidine 25 mg /

antibiotik lebih dari 5 hari. 12 jam

Pemberian antibiotik secepatnya  Inj. Asam traneksamat

akan mengurangi gejala dan tanda 250 mg /12 jam

lebih cepat. Meskipun demikian,  Inj. Ketorolac 15 mg /

tanpa antibiotik, demam dan gejala 12 jam

lainnya dapat berkurang selama 3-4  Inj. Dexametason 1/2


hari. amp/12 jam

Non Farmakologi

TONSILEKTOMI

BAB V

KESIMPULAN

Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari

cincin waldeyer. Cincin waldeyer terdiri dari susunan kelenjer limfa yang terdapat

49
di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine (tonsil

faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), dan tonsil tuba eustachius (lateral

band dinding faring / gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi melalui udara (air-

bond droplets), tangan dan ciuman dapat terjadi pada semua umur terutama pada

anak.

Tonsilitis akut sering mengenai anak-anak usia sekolah, tetapi juga dapat

mengenai orang dewasa. Jarang mngenai bayi dan usia lanjut > 50 tahun.

Penyebab tersering tonsillitis akut adalah steptokokus beta hemolitikus grup A.

yaitu sekitar 50% dari kasus. Bakteri lain yang juga dapat menyebabkan tonsillitis

akut adalah Haemophilus influenza. Pada tonsillitis kronis, dapat berupa

komplikasi dan tonsillitis akut.

Tonsilitis dapat diklasifikasi menjadi tonsillitis akut, tonsillitis difteri, dan

tonsillitis kronik dengan diagnosis serta penanganan yang berbeda.

Penatalaksanaan dari tonsillitis dapat dilakukan secara konservatif maupun

operatif. Terapi konservatif dilakukan untuk mengeliminasi kusa, yaitu infeksi

dan mengatasi keluhan yang mengganggu. Bila tonsil membesar dan

menyebabkan sumbatan jalan nafas, disfagia berat, gangguan tidur, terbentuk

abses atau tidak berhasil dengan pengobatan konvensional, maka operasi

tonsilektomi perlu dilakukan dengan mempertimbangkan indikasi, kontraindikasi,

serta komplikasi yang mungkin timbul.

50
DAFTAR PUSTAKA

1. Shah, K. Udayan. 2014. Tonsilitis and Peritonsilar abcess. Emedicine,

http://emedicine.medscape.com/article/871977-overview

51
2. Farokah. 2005. Laporan Penelitian: Hubungan Tonsilitis Kronik dengan

Prestasi Belajar Siswa Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang.

FKUGM : Yogyakarta.

Hal :1-46

3. Babaiwa, U.F., Onyeagwara N.C., dan Akerele J.O. 2013. Bacterial

tonsillar microbiota and antibiogram in recurrent tonsillitis. Japan . Page :

1012-1105

4. Mal, R.K., A.F. Oluwasanmi, dan J.R. Mitchard. 2010. Tonsillar

Crypts and Bacterial Invasion of Tonsils: A Pilot Study. NEJM :

England p: 567-569

5. Dhingra, P.L., dan Shruti Dhingra. 2005. Diseases of Ear, Nose and

Throat, Fifth Edition. New Delhi : Elseiver.

6. Soepardi, E.A. et al. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; hal 223-4.

7. Snow, James B. dan John Jacob Ballenger. 2003. Ballenger’s

Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery 16th Edition. Chicago :

Williams & Wilkins.

8. Pasha, R. 2008. Otolaryngology, Head and Neck Surgery, Clinical

Reference Guide. Singular : Thompson Learning.

9. Pulungan, M.R., dan Novialdi N. 2005. Mikrobiologi Tonsilitis Kronis.

EGC : Jakarta , H: 119-198]

52
10. Probst, Rudolf., Gerhard Greves, dan Heinrich Iro. 2006. Basic

Otorhinolaryngology A Step-by-Step Learning Guide. USA: Georg

Thieme Verlag, 2006; Hal 113-9.

11. Flint, Paul W. et al. 2010. Cummings Otolaryngology Head & Neck

Surgery 5th edition. Philadelphia : Mosby Elsevier.

12. Campisi, Paolo., dan Ted L. Tewfik. 2003. Tonsilitis and its

Complications. London :Elsevier :, Page 13-16]

13. Hsieh, T.H., et al. 2011. Are empiric antibiotics for acute exudative

tonsillitis needed in children ?.

14. Onerci, T.M. 2009. Diagnosis in Otorhinolaryngology, An Illustrate

Guide. New York : Springer

15. Alasil, Saad., et al. 2011. Bacterial identification and antibiotic

susceptibility patterns of Staphyloccocus aureus isolates from patients

undergoing tonsillectomy in Malaysian University Hospital. Malaysia:

Malaysian Univ hospital

16. Ugras, Serdar., dan Ahmet Kuthulan. 2008. Chronic Tonsilitis can be

Diagnosed with Histopatologic Findings. Diunduh dari :

http://www.bioline.org.br/pdf?gm08018 [Diakses 13 November 2014]

17. Liston, S.L. 1997. Adams, Boeis dan Higler. Eds. Buku Ajar Penyakit THT

Boeis Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

18. Ludman, H., dan Patrick J.B. 2007. ABC of Ear, Nose and Throat, Fifth

Edition. Massachusetts : Blackwell Publishing Inc.

19. Darro DH.Siemens C. 2002. Indication For Tonsillectomy and

Andenoidectomy. Laryngoscope, 112 (8 Pt Suppl 100) England : NEJM : hal : 6-

10

53
20. Rusmarjono dan Efiaty Arsyad Soepardi. 2002. Penyakit serta Kelainan

Faring dan Tonsil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit THT; Edisi V; Jakarta : Balai

Pustaka FKUI; p.178 – 184

54

Anda mungkin juga menyukai