Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

MENINGITIS TUBERKULOSIS

Oleh:
Dwi Fitria Nova 1840312453

Preseptor:
dr. Syarif Indra, Sp. S

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUDP DR M.DJAMIL PADANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Meningitis adalah inflamasi pada selaput (meningens) dan/atau
cairan serebrospinal yang mengelilingi dan melindungi otak serta medulla
spinalis. Meningitis menjadi penyakit yang serius dan perlu perhatian.
Meningitis dapat terjadi pada seluruh kelompok umur, baik orang dewasa, anak-
anak, bahkan pada bayi. Penyakit ini ditandai dengan adanya nyeri kepala,
demam, dan kekakuan pada leher.1
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit endemis di negara-negara
berkembang dan merupakan masalah besar.2 Penyebab tuberkolusis adalah kuman
mycobacterium tuberculosis (MTB). Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan
sudah mengidap penyakit TB laten. Penderita TB laten ini tidak memperlihatkan
gejala klinis, namun memiliki risiko untuk berkembang menjadi penyakit TB
aktif.3
Meningitis TB merupakan manifestasi infeksi tuberkulosis yang paling
berat dan menimbulkan kematian dan kecacatan pada 50% penderitanya, angka
kejadian meningitis TB merupakan 1% dari seluruh kasus TB. Berdasarkan WHO
Global TB Report 2016, estimasi insiden TB di Indonesia adalah 1.020.000
orang. Enam negara dengan insidens TB tertinggi didunia secara berurutan dari
yang paling tinggi adalah India, Indonesia, Cina, Nigeria, pakistan, dan Afrika
Selatan yang menyumbang 60% dari tottal insidens TB secara global. Adapun
jumlah kematian akibat TB di Indonesia diperkirakan berjumlah 61.000 per
tahunnya, diperkirakan sebagian besar disebabkan oleh meningitis TB.4
Selain itu, meningitis tuberkulosis sering menyerang kelompok dengan
resiko tinggi seperti: anak-anak dengan tuberkulosis primer serta orang dengan
imunodefisisensi yang disebabkan oleh usia lanjut, malnutrisi, dan kelainan
seperti HIV dan kanker. Penyakit ini sering diasosiasikan dengan tingginya
frekuensi sekuele neurologis dan mortalitas jika tidak ditatalaksana dengan baik. 2
Oleh karena itu, penulis merasa perlu membahas tentang Meningitis Tuberkulosis.

2
1.2 Rumusan Masalah

Penulisan case report ini dibatasi pada definisi, epidemiologi, etiologi, faktor
resiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis dari meningitis tuberkulosis.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan case report ini antara lain sebagai berikut:
a. Sebagai salah satu syarat dalam menjalani kepaniteraan klinik di bagian ilmu
penyakit saraf RSUP dr. M. Djamil Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
b. Menembah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi, faktor resiko, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, dan prognosis
meningitis tuberkulosis

1.4 Metode Penulisan


Penulisan case report session ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Meningitis Tuberkulosis


2.1 Definisi
Meningitis didefinisikan sebagai sebuah infeksi yang menyebabkan radang
pada selaput meningens. Selaput meningens terdiri dari tiga lapis membaran (dura
mater, arachnoid mater, dan pia mater) yang berfungsi melapisi kanal vertebra dan
tengkorak serta melindungi otak dan sumsum tulang belakang.5
Meningitis tuberkulosis merupakan suatu radang selaput meningens yang
disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis (salah satu spesies
mikrobakteri). Meningitis TB ini berkaitan dengan penyakit tuberkulosis.6
2.2 Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis merupakan penyebab ketujuh dari kematian dan
kecacatan pada seluruh dunia. pada tahun 1997, meningitis tuberkulosis adalah
bentuk kelima tersering dari tuberkulosis. WHO memperkirakan sepertiga dari
penduduk dunia telah terinfeksi tuberkulosis. Pada tahun 2005, kasus baru
tuberkulosis di seluruh dunia diperkirakan mencapai 8,8 juta dengan 7,7 juta
kasus berasal dari Asia dan Afrika. 1,6 juta meninggal akibat tuberkulosis
termasuk 195.000 pasien dengan HIV.7
Meningitis tuberkulosis sering terjadi pada anak-anak terutama yang
berusia di bawah 5 tahun. Pada orang dewasa, penyakit ini lebih sering menyerang
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 2:1.7
2.3 Etiologi dan faktor resiko
Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini merupakan bakteri batang gram positif yang bersifat aerob serta
memiliki dinding tebal yang tersusun dari lemak, peptidoglikan, dan
arabinomanan.8
Faktor risiko tinggi untuk menderita penyakit ini antara lain orang dengan
HIV/ AIDS, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan obat-obatan terlarang, diabetes
mellitus, penggunaan kortikosteroid, keganasan, dan pasien yang dirawat dalam
waktu yang lama.7

4
2.4 Patofisiologi

Dalam perjalanannya meningitis TB terjadi melalui 2 tahap. Mula-mula


bakterimia membawa basil tuberculosis ke sirkulasi serebral dan menyebabkan
terbentuknya lesi primer tuberculosis di otak yang dapat mengalami dorman dalam
waktu lama. Pada tahap kedua meningitis tuberculosis terjadi akibat pelepasan basil
Mycobacterium tuberculosis ke dalam ruang meningen dari lesi subependimen atau
subpial (terutama di fisura sylvii). 9
Proses patologi yang dapat menyebabkan deficit neurologis pada meningitis
tuberculosis adalah :
a. Eksudat dapat menghambat aliran cairan serebrospinal yang menghasilkan
hidrosefalus.
Reaksi radang mengakibatkan terbentuknya eksudat kental, serofibroma dan
gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuklear,
limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblas. Eksudat ini tidak terbatas
di dalam ruang subarachnoid saja, tetapi terutama terkumpul di dasar tengkorak.
Eksudat juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang
jaringan otak di bawahnya, sehingga mengakibatkan terjadinya proses meningo-
ensefalitis. Eksudat juga dapat menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi,
foramen Luschka sehingga terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan
tekanan intrakranial.10,11
b. Granuloma dapat menyatu membentuk tuberkulosis atau abses sehingga
menghasilkan tanda neurologis fokal.
Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak
oleh penyebaran hematogen, tetapi melalui pembentukan tuberkel-tuberkel kecil
(beberapa milimeter sampai 1 sentimeter) berwarna putih. Tuberkel-tuberkel ini
bisa terdapat pada permukaan otak, selaput otak, sumsum tulang belakang, tulang.
Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan masuk ke dalam ruang subarachnoid
dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus. Secara mikroskopik
tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-tuberkel di bagian lain
dari kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan dikelilingi oleh sel-sel raksasa,
limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai penutup atau
kapsul.10,11i

5
c. Vaskulitis obliteratif dapat menyebabkan sindorma infark dan stroke.
Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh darah yang berjalan
dalam ruang subarachnoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan,
sehingga selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama
pada bagian korteks, medula oblongata dan ganglia basalis yang kemudian
mengakibatkan perlunakan otak dengan segala akibatnya.10,11
2.5 Manifestasi Klinis
Menurut Lincoln, Manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa
dikelompokkan dalam tiga stadium :12
a. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
- Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
- Gejala yang tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan
neurologis
- Demam yang tidak terlalu tinggi
- Rasa lemah
- Nafsu makan menurun (anorexia),
- Nyeri perut
- Sakit kepala,
- tidur terganggu
- Mual, muntah, konstipasi
b. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
- Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.
- Adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas
lengkung serebri.
- Kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+)
- Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan
mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus,
gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis dapat menyebabkan gangguan fokal, saraf
kranial dan medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan
karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark
bilateral atau edema otak yang berat.

6
- Gejala : Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah
- Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
o disorientasi
o bingung
o kejang
o tremor
o hemibalismus / hemikorea
o hemiparesis / quadriparesis
o penurunan kesadaran
- Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
o Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI,
dan VII
o Tanda: - strabismus - diplopia
o ptosis - reaksi pupil lambat
o gangguan penglihatan kabur

c. Stadium III (koma / fase paralitik)


- Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama ± 2-3 minggu
- Gangguan fungsi otak semakin jelas.
- Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau
strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi.
- Gejala:
o Pernapasan irregular
o Demam tinggi
o Edema papil
o Hiperglikemia
o Kesadaran makin menurun, irritable dan apatik,
mengantuk, stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan
spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama
sekali.
o Nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur

7
o Hiperpireksia
o akhirnya, pasien dapat meninggal.

Manifestasi klinis yang terjadi pada anak-anak dan dewasa berbeda. Pada
anak-anak biasanya gejala awal tidak khas seperti demam, batuk, muntah,
malaise, dan penurunan berat badan. Durasi dari gejala tersebut biasanya lebih
dari enam hari. Kejang pada anak lebih sering daripada dewasa. Sedangkan pada
dewasa biasanya gejala prodromal bersifat gradual selama + 1-2 minggu dan bisa
memburuk dengan adanya sakit kepala yang meningkat, kaku kuduk, muntah,
kebingungan, dan koma.10,13

Tabel 2.1 Gejala, Manifestasi Klinis Dan Hasil CSF Pada Anak Dan Dewasa. 10

2.6 Diagnosis
Diagnosa meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, peme
riksaan fisik, dan pemeriksaan penunjuang.14
a. Anamnesis

8
Pasien meningitis tuberkulosa biasanya datang dengan nyeri kepala
yang semakin memburuk disertai dengan demam. Demam pada meningitis
tuberkulosa tidak setinggi demam pada meningitis bakterialis. Kadang jug
a terdapat keluhan lain berupa anoreksia, malaise, perubahan kesadaran, ke
jang, dan kelemahan satu sisi. 14
Anamnesis juga diarahkan pada riwayat kontak dengan penderita
tuberkulosis, keadaan sosio-ekonomi, imunisasi, dan sebagainya.11
Meningitis tuberkulosis dapat bermanifestasi sebagai satu-satunya infeksi
TB atau dapat juga bersamaan dengan infeksi pulmonal atau
ekstrapulmonal lainnya. Pada pasien dengan meningitis tuberkulosis
terdapat tanda dan gejala meningitis yang khas termasuk sakit kepala,
demam, dan kaku kuduk, meskipun tanda rangsang meningeal mungkin
belum terlihat pada tahap awal.9
b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tergantung pada stadium penyakit. Pada pemeri


ksaan dapat ditemukan, adanya penurunan kesadaran, tanda rangsang meni
ngen, tanda peningkatan TIK dan adanya kelumpuhan nervus kranialis.14
c. Laboratorium14
 Dari pemriksaan darah rutin dapat ditemukan peningkatan LED hin
gga 80%
 Untuk Diagnostik, cairan LCS dapat diperiksa dengan melakukan p
unksi lumbal
- Warna: biasanya xanthochrom atau juga dapat ditemukan dala
m bentuk jernih
- Jumlah Sel: terjadi peningkatan sel 100 hingga 500 sel/μl. Sel
mononuclear lebih banyak dibandingkan sel polimorfonuklear
- Protein: terjadi peningkatan proterin hingga 200 mg/mm3
- Glukosa: Glukosa menurun pada pemeriksaan LCS meningiti
s tuberkulosa. Untuk nilai normal gula darah LCS ±60% gula d
arah plasma
- Untuk kultur dengan BTA dapat ditemukan kuman Mycobact
erium tuberculosis

9
d. Radiologi 15
 Foto toraks: dapat digunakan untuk mencari ada atau tidaknya
tuberkulosis paru sebelumnya atau yang masih aktif. Dapat juga m
enunjukkan gambaran limfadenopati dan infiltrate.
 CT Scan kepala dan MRI pada daerah basal otak : gambaran penye
ngatan pada basal meningeal dan adanya hidrosefalus.

Gambar 2.1 Tuberkulosis milier pada orang dewasa dengan meningitis


tuberkulosis16

Gambar 2.2 Gambaran CT scan pada penderita meningitis tuberkulosis. a. tanpa

10
kontras: menunjukan dilatasi ventrikel b. setelah kontras: menunjukan
peningkatan (hiperdens) dari sisterna basal16

11
2.7 Penatalaksanaan
 Penderita sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif
 Perawatan penderita meliputi kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan
gizi, posisi penderita, perawatan kandung kemih, dan defekasi
 Medikamentosa
o Isoniazid (INH) 10-20 mg/ KgBB/hari (anak), 400 mg/hari
(dewasa)
o Rifampisin 10-20 mg/KgBB/hari, dosis 600 mg/hari (dewasa)
o Etambutol 25 mg/KgBB/hari hingga 150 mg/hari
o PAS (Para-Amino-Salicilyc acid) 200 mg/KgBB/hari dibagi dalam
3 dosis, dapat diberikan sampai 12 g/hari
o Streptomisin IM kurang lebih 3 bulan dengan dosis 30-50
mg/KgBB/hari
o Kortikosteroid: Prednison 2-3 mg/KgBB/hari, 20 mg/hari dibagi
dalam 3 dosis selama 2-4 minggu kemudian diteruskan dengan
dosis 1 mg/KgBB/hari selama 1-2 minggu. Atau: deksametason IV
dengan dosis 10 mg setiap 4-6 jam, bila membaik dapat diturunkan
menjadi 4 mg/ 6 jam.
 Operatif: pemasangan VP Shunt atau EVD16

2.8 Prognosis
Adanya hidrosefalus, gangguan kesadaran, tuberkulosis di tempat lain
memiliki angka mortalitas yang tinggi. Sedangkan usia tua, perubahan kesadaran,
hidrosefalus, keparahan meningitis tuberkulosa, keterlambatan pemberian obat
anti tuberkulosis akan berakibat pada prognosis yang buruk bagi penderita
meningitis tuberkulosis.17

12
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 22 tahun
Suku bangsa : Minang
Alamat : Padang Panjang
Pekerjaan : Wiraswasta

Alloanamnesis : (istri)
Seorang pasien, Tn. A, laki-laki, umur 22 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 14 Februari 2020 dengan:

Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Penurunan kesadaran sejak tiga hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan
dirasakan berangsur-angsur awalnya pasien masih dapat dibangunkan
kemudian saat ini pasien tidak dapat dibangunkan. Pasien tidak menyahut
dan hanya membuka mata ketika dipanggil oleh keluarga sejak 16 jam
yang lalu.
 Demam ada sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, menggiggil tidak
ada, berkeringat banyak tidak ada .
 Nyeri kepala ada sejak 2 minggu ini, terasa seperti ditusuk-tusuk.
 Kejang tidak ada.
 Batuk batuk ada, hilang timbul sejak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit,
batuk terkadang berdahak terkadang tidak, meningkat sejak 1 bulan ini .
 Sesak nafas ada sejak 5 bulan yang lalu, hilang timbul.
 Lemah anggota gerak tidak ada

13
 Trauma kepala tidak adaa
 BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien sudah dikenal menderita TB paru sejak 5 bulan yang lalu, sudah
mengkonsumsi obat anti TB namun tidak tuntas karena sudah merasa sehat
 Riwaat infeksi gigi, telinga dan sinus tidak ada
 Riwayat turun berat badan ada, tidak diketahui berapa kilogram.
 Riwayat keganasan tidak ada
 Riwayat DM sebelumnya tidak ada
 Riwayat hipertensi sebelumnya tidak ada

Riwayat penyakit keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama Riwayat penyakit
stroke tidak ada
 Tidak ada anggota keluarga yang menderita batuk lama dan mengkonsumsi obat
lama
 Riwayat DM dikeluarga tidak ada
 Riwayat Hipertensi dikeluarga tidak ada
 Riwayat keganasan dikeluarga tidak ada

Riwayat pribadi dan sosial


 Pasien merupakan seorang pegawai swasta di fotopopy salah satu
universitas negeri di Padang
 Riwayat merokok, alkohol dan tatto disangkal

PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Berat
Kesadaran : Soporous
Nadi/ irama : 127x/menit
Pernafasan : 28x/menit
Tekanan darah : 100/60 mmHg

14
Suhu : 37,3oC
Keadaan gizi : Gizi kurang

Status neurologikus

1. GCS: E2M2V2= 6
2. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : ada
 Brudzinsky I : tidak ada
 Brudzinsky II : tidak ada
 Tanda Kernig : ada

Tinggi badan : 162 cm


Berat badan : 51 kg
Turgor kulit : baik
Kulit dan kuku : pucat tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening
Leher : tidak teraba pembesaran KGB
Aksila : tidak teraba pembesaran KGB
Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB
Torak
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan. Pergerakan dinding dada kanan sama
dengan kiri
Palpasi : fremitus tidak dapat dinilai
Perkusi : redup
Auskultasi : SN bronkovesikuler, ronkhi +/+, wheezing tidak ada
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis kuat angkat 1 jari LMCS RIC VI
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : irama reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit

15
Palpasi : hepar dan lien tak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : sulit dinilai
Palpasi : sulit dinilai
3. Tanda peningkatan tekanan intracranial: tidak ada
 Pupil isokor, diameter 3m/3mm , reflek cahaya +/+, papil edema tidak
ada
 Muntah proyektil tidak ada
4. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Objektif (dengan bahan) Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Lapangan pandang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Melihat warna Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Funduskopi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Gerakan bulbus Dolls eye bergerak Dolls eye bergerak
Strabismus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Nistagmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Ekso/endotalmus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Refleks konvergensi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

16
N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Dills eye bergerak Dolls eye bergerak
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Menggerakkan rahang Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Menggigit Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Mengunyah Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensorik
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Divisi maksila
- Refleks masetter (+) (+)
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
 Divisi mandibula
- Sensibilitas Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Simetris
Sekresi air mata Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Fissura palpebra Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menggerakkan dahi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menutup mata Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mencibir/ bersiul Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Memperlihatkan gigi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Hiperakusis Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Plica nasolabialis Tidak dapat diperiksa

17
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Detik arloji Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Rinne tes Tidak dapat diperiksa
Weber tes Tidak dapat diperiksa
Schwabach tes Tidak dapat diperiksa
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus
- Pendular Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
- Vertikal Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
- Siklikal Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Pengaruh posisi kepala Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak dapat diperiksa
Refleks muntah (Gag Rx) (+)

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak dapat diperiksa
Uvula Tidak dapat diperiksa
Menelan Tidak dapat diperiksa
Suara Tidak dapat diperiksa
Nadi Reguler, 115x/menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Menoleh ke kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kanan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Mengangkat bahu kiri Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak bisa diperiksa
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak bisa diperiksa
Tremor Tidak dapat diperiksa
Fasikulasi Tidak dapat diperiksa

18
Atropi Tidak dapat diperiksa

5. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Tidak dapat Tes jari hidung Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Romberg tes Tidak dapat Tes hidung jari Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Reboundphenomen Tidak dapat Supinasi-pronasi Tidak dapat
diperiksa diperiksa
Test tumit lutut Tidak dapat
diperiksa

6. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Reguler
Duduk Tidak dapat dinilai
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak dapat
berjalan Tremor diperiksa
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)
(-)

c. Ekstremitas Superior Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Kekuatan Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Tropi Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa
Tonus Tidak dapat diperiksa Tidak dapat diperiksa

7. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas nyeri Tidak dapat diperiksa
Sensiblitas termis Tidak dapat diperiksa
Sensibilitas kortikal Tidak dapat diperiksa
Stereognosis Tidak dapat diperiksa
Pengenalan 2 titik Tidak dapat diperiksa
Pengenalan rabaan Tidak dapat diperiksa

8. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Tidak dapat diperiksa Triseps ++ ++
Laring Tidak dapat diperiksa KPR ++ ++

19
Masetter Tidak dapat diperiksa APR ++ ++
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak diperiksa
 Atas Tidak dapat diperiksa Cremaster Tidak diperiksa
 Tengah Tidak dapat diperiksa Sfingter Tidak diperiksa
 Bawah Tidak dapat diperiksa

b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Lengan Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Tungkai (-) (-)

9. Fungsi otonom
- Miksi : terpasang kateter
- Defekasi : normal
- Sekresi keringat: normal
10. Fungsi luhur : Baik
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Tidak dapat Reflek glabela (-)
diperiksa
Fungsi intelek Tidak dapat Reflek snout (-)
diperiksa
Reaksi emosi Tidak dapat Reflek menghisap (-)
diperiksa
Reflek memengang (-)
Reflek palmomental (-)

Pemeriksaan laboratorium
Darah
Rutin :
Hb : 11.5 gr/dl
Leukosit : 15.600/mm3
Trombosit : 331.000/mm3
Ht : 35%

Kimia darah :

20
Ureum : 39 mg/dl
Kreatinin : 0.8 mg/dl
Na/K/Cl : 142/3,0/93

Pemeriksaan tambahan
 CXR: CTR <55%, segmen aorta normal, segmen pulmonal normal,
cardiac wrist (-), infiltrat (+), cranialisasi (-)
Kesan: Bronkopneumoni

21
 Brain CT Scan Tampak pelebaran ventrikel lateral dan cisterna
Kesan: Hidrosefalus

22
Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran (soporous)
Diagnosis Topik : Meningitis TB
Diagnosis Etiologi : Bakterial TB paru
Diagnosis Sekunder : CAP

Diagnosis Banding
Meningitis viral( cari penyebab infeksi lainnya)

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ed malam
Quo ad fungsionam : malam

Terapi :
Umum :
 Elevasi kepala 30 derajat
 O2 NRM 6L/menit NRM
 IVFD NaCl 0,9% 12 jam/kolf
 Diet TKTP 1700 kkal

Khusus :
 Ceftriaxone 2x2gr (iv)
 Levofloxacin 1x 750 mg (iv)
 Dexametasone 4x10mg (iv)
 Paracetamol 3x 700 (po)
 Omeprazole 1x40mg
 Acetazolamid 4x 250
 KSR 2x60 mg (po)
 Nebu ventolin 4x

23
 Nebu flumucyl 2x

Follow Up tanggal 27 Februari 2020


S/ Pasien penurunan kesadaran, sesak nafas (+), demam (-), kejang (-)
O/ KU : berat, Kesadaran : soporous, TD : 100/60, HR : 127, RR :28, T : 37.3
SN : GCS 6 (E2M2V2)
Peningkatan TIK (-), TRM (+)
Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, Dolls eye meneuver
bergerak
Motorik : Lateralisasi tidak jelas
Sensorik : sulit dinilai
A/ Meningitis TB
Hidrosefalus
CAP
P/ Awasi tanda vital
Umum :
 Elevasi kepala
 IVFD NaCL 0,9% 8 jam/kolf
 O2 NRM 6l/’
 Diet TKTP 1700 kkal
 Balance cairan

Khusus :
 R/H/Z/E : 600/300/1200/1000
 Vit B6 1x50 gr po
 Cefepime 3x1 gr
 Levofloxasin 1x700 mg (iv)
 Dexametasone 4x10mg
 Acetazolamid 4x250mg
 Flumucyl nebu 3x
 Ventolyn nebu 3x
 Omeprazole 2x 40mg (iv)

24
 KSR 2x600 mg
 Suction post nebu

Follow Up tanggal 28 Februari 2020


S/ Pasien penurunan kesadaran, sesak nafas (+), demam (+), kejang (-)
O/ KU : berat, Kesadaran : Somnolen, TD : 100/60, HR : 127, RR :28, T : 38.8
SN : GCS 10 (E3M4V2)
Peningkatan TIK (-), TRM (+)
Mata : pupil isokor, Ø 3mm/3mm, RC +/+, RK +/+, Dolls eye meneuver
bergerak
Motorik : Lateralisasi tidak jelas
Sensorik : sulit dinilai
A/ Meningitis TB
Hidrosefalus
Sepsis ec CAP
P/ Awasi tanda vital
Umum :
 Elevasi kepala
 IVFD NaCL 0,9% 8 jam/kolf
 O2 NRM 6l/’
 Diet TKTP 1700 kkal
 Balance cairan

Khusus :
 R/H/Z/E : 600/300/1200/1000
 Vit B6 1x50 gr po
 Cefepime 3x1 gr
 Levofloxasin 1x700 mg (iv)
 Dexametasone 4x10mg
 Acetazolamid 4x250mg
 Flumucyl nebu 3x
 Ventolyn nebu 3x

25
 Omeprazole 2x 40mg (iv)
 KSR 2x600 mg
 Suction post nebu

BAB IV
DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien laki-laki umur 22 tahun yang dirawat di


bangsal saraf RSUP DR. M. Djamil Padang dengan diagnosis Penurunan
kesadaran (soporous) + meningitis TB + CAP.
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penurunan kesadaran
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Namun pasien tidak menyahut saat
dipanggil dan membuka mata sejak 16 jam yang lalu l. Penurunan kesadaran
terjadi perlahan-lahan.sejak 3 minggu yang lalu. Sakit kepala dirasakan semakin
meningkat sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam ada sejak 1 bulan
yang lalu, demam hilang-timbul.
Berdasarkan penelitian Mihaja dkk, ditemukan bahwa gejala paling umum
pada meningitis tuberkulosa adalah demam (93%), sakit kepala (73%), dan
penurunan kesadaran (77%). Demam muncul akibat terjadinya proses inflamasi,
dimana dilepaskannya pirogen seperti postaglandin yang meningkatkan termostat
di hipotalamus. Pada meningitis TB inflamasi terjadi berangsur-angsur, sehingga
biasanya menyebabkan demam yang tidak tinggi. Nyeri kepala muncul akibat
tersensitisasinya saraf nyeri oleh berbagai mediator inflamasi.4
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya trias meningitis yaitu, demam,
sakit kepala, dan kaku kuduk. Pasien masuk ke IGD RSUP DR. M Djamil
Padang dengan GCS 6 dan ditemukan tanda rangsangan meningeal yang positif
berupa kaku kuduk. Tidak terdapat tanda peningkatan TIK dan kelumpuhan dari
nervus kranialis Adanya tanda rangsang meningeal menunjukan bahwa adanya
peradangan pada selaput otak.
Untuk memastikan diagnosis pasien, maka dilakukan beberapa pemeriksaan
penunjang seperti pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan radiologi. Pada

26
pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil leukositosis. Pada pemeriksaan
radiologi ditemukan gambaran infiltrat. Pada pemeriksaan CSS didapatkan cairan
CSS bewarna bening kekuningan dengan jumlah sel 15/mm3 dengan komposisi
PMN 40% dan MN -, kadar glukosa CSS 14 mg/dL, Tes none dan tes pandi dan
none tidak dapat diperiksa karena reagen tidak tersedia. Hal tersebut mendukung
ke arah meningitis tuberkulosis dimana menurut literatur disebutkan bahwa pada
meningitis TB didapatkan cairan serebrospinal yang (a) jernih, (b) pleiositosis
limfositer yang berjumlah 10-350 per mm kubik (c) kadar glukosa kurang dari
40% (d) jumlah protein yang lebih dari 40 mg% dan meningkat pada pemeriksaan
berikutnya (e) kadar CI dibawah 680 mg%. 4 Kemudian dapat dipastikan dengan
pemeriksaan kultur dan tes sensitivitas.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini baik yang suportif,
medikamentosa maupun yang non medikamentosa sudah dilakukan sesuai
tatalaksana yang ada.
Prognosis pada kasus ini adalah dubia ad malam. Prognosis berdasarkan
diagnosis pasien saat ini yaitu meningitis tuberculosis + GCS 6 memiliki risiko
kematian yang tinggi. Mortalitas pada pasien meningitis tuberkulosis terkait
dengan hidrosefalus, resistensi obat, gagal terapi, lanjut usia, kejang, penurunan
kesadaran.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. CDC. Epidemiology of Meningitis caused by N. meningitides, S.


pneumonia H. influenza.Tersedia pada: https://www.cdc.gov/meningitis/lab-
manual/chpt02-epi.html diakses 29 Maret 2019
2. Marx GE, Chan ED. Review Article. Tuberculous Meningitis: Diagnosis and
Treatment Overview. Hindawi Publishing Corporation, Tuberculosis
Research and Treatment, 2011;1-8
3. Chin JH. Tuberculous meningitis: diagnostic and therapeutic challenges.
Neurology Clinical Pactice, 2014;p:199-205.
4. Irman, darma. Infeksi Tuberkulosis pada Susunan Saraf Pusat. Dalam: Buku
Ajar Neurologi Jilid 1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2017.
5. Hersi K, Kondamudi NP. Meningitis. Treasure Island: StatPearls Publishing
LLC, 2017.
6. Prasad K, Singh MB, Ryan H. Corticosteroids for managing tuberculous
meningitis (review). Cochrane Database of Systematic Reviews, 2016.
7. Ramachandrand TS. Medscape: Tuberculous Meningitis. 2017. Diakses pada
27 Januari 2018 dari https://emedicine.medscape.com/article/1166190
8. Thwaites G, Chau T T H, Mai N T H, Drobniewski F, McAdam K, Farrar J.
Neurological Aspects of Tropical Disease: Tuberculous Meningitis. Journal
Neurol Neurosurg Psychiatry, 2000; 68: 289-299.
9. Pemula G, Apriliana E. penataksanaan yang teat pada meningitis tuberculosis.
Medula Universitas Lampung volume 6 Nomor 1 Desember 2016: 50
10. Torok ME. Tuberculous meningitis: advances in diagnosis and treatment.
British Medical Bulletin, 2015;113:117-131.
11. Harsono. Buku ajar neurologi klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2005.
12. Ginsberg L. Lecture Notes: Neurologi. Edisi Kedelapan. Penerbit Erlangga.
Jakarta. 2008; 122
13. Cohen D B et all. Diagnosis of Cryptococcal and Tuberculous Meningitis in a
Resource-limited African Setting. Tropical Medicine and Health, 2010; Vol.
15 No. 8: 910-917.

28
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Acuan Panduan Praktik
Klinis Neurologi.2016;192-195
15. Elvina F. Dimyati Y. H Johanes. Amelia F. update diagnosis dan
tatalaksana meningitis tuberkulosa Anak. Majalah Kaedokteran
Nusantara,volume 50 No 3. 2017. 162
16. Thwaites G E. The Diagnosis and Management of Tuberculous
Meningitis. 2002. Diakses pada 27 Januari 2018 dari http://pn.bmj.com
17. Hsu P, Yang C, Ye J, Huang P, Chiang P, Lee M. Prognostic Factors of
Tuberculous Meningitis in Adults: A 6-Year Retrospective Study at a
Tertiary Hospital in Northern Taiwan. Journal Microbiology
Immunology and Infection, 2010; 43(2): 111-118
18. George EL, Iype T, Cherian A et al. Predictors of mortality in patients
with meningeal tuberculosis. Neurol India. 2012; 60:18-22.

29

Anda mungkin juga menyukai