Anda di halaman 1dari 164

Forestry Research and Development Agency (FORDA)

Ministry of Forestry
In cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility

FOREST
CARBON
PARTNERSHIP
F A C I L I T Y

REDD+ READINESS PREPARATION


The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)

Strategi
Prosiding Monitoring & Pelaporan
Workshop

Plot
SampelPermanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Bogor, Oktober 2013


Forestry Research and Development Agency (FORDA)
Ministry of Forestry
In cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility

FOREST
CARBON
PARTNERSHIP
F A C I L I T Y

REDD+ READINESS PREPARATION


The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF)

Prosiding
Workshop

Strategi
Monitoring & Pelaporan

Plot
Sampel
Permanen
di Propinsi Nusa Tenggara Barat

Bogor, Oktober 2013

Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Editor:
1. Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga
2. Ir. Achmad Pribadi, M.Sc
3. M. Zahrul Muttaqin, M.Sc.For
4. Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc
5. Mega Lugina, S.Hut, M.Sc.For

ISBN: 978-602-7672-41-3

© 2013 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan,


Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak,
mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-
komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut:
Ginoga, K.L., Pribadi, A., Muttaqin, M.Z., Arifanti, V.B., dan Lugina, M. (eds). 2013. Prosiding
Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, Bogor, Indonesia.

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan – Kementerian Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, Indonesia
Telp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924
Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id; website: http://www.puspijak.org

ii
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding “Workshop
Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat”.
Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul Strategi Monitoring
PSP di Tingkat Provinsi yang dilaksanakan di Mataram pada tanggal 7-8 Mei 2013.
Kegiatan workshop ini merupakan kelanjutan kegiatan kerjasama FCPF
sebagaimana telah disampaikan dalam surat No. S. 360/VIII/P3PIK-2/2012 dan
Surat Perintah Kerja Swakelola No. 360/SPK/VIII/P3PIK-DIPA/2012 tentang
pelaksanaan kegiatan kerjasama FCPF REDD+ Readiness Preparation “Pembuatan
Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan Data dan Monitoring
Perubahan Carbon Stock di HKm Santong, KHDTK Rarung dan Hutan
Mangrove Propinsi Nusa Tenggara Barat” yang merupakan upaya penyediaan data
dan monitoring stok karbon di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Tujuan dari workshop ini adalah mendukung strategi dan kebijakan daerah
dalam implementasi pencapaian RAD dan SRAP Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan prosiding ini.
Semoga prosiding ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin.

Ambon, Oktober 2013


Kepala Puslitbang Perubahan Iklim
dan Kebijakan,

Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga, M.Sc


NIP. 19640118 199003 2 001

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat iii
Daftar Isi
Kata Pengantar..............................................................................iii
Daftar Isi........................................................................................v
Rumusan Workshop.....................................................................vii
1. Pendahuluan..............................................................................1
1.1 Latar belakang................................................................................................... 3
1.2 Tujuan workshop.............................................................................................. 4
1.3 Hasil yang diharapkan..................................................................................... 4
1.4 Pembicara dan tema.......................................................................................... 4
1.5 Penyelenggaraan workshop.............................................................................. 5
1.6 Sambutan-sambutan......................................................................................... 5
2. Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD
dan SRAP Provinsi..................................................................13
2.1 Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk mencapai target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) ......... 15
2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk monitoring karbon
hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012 ...................................................... 17
2.3 Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat
untuk mencapai target penurunan emisi (Pengalaman Pembangunan
Plot Sample Permanent/PSP) ...................................................................... 19
2.4 Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem
perhitungan karbon nasional ........................................................................ 20
3. Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi
dan partisipatif di Provinsi......................................................23
3.1 Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan
dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat ................................................. 25
3.2 Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan ............ 26
3.3 Dukungan data kegiatan untuk menyusun Strategi Monitoring PSP ....... 28
3.4 Peran masyarakat dalam monitoring karbon ................................................ 29
4. Kesimpulan dan Rekomendasi.................................................31
4.1 Kesimpulan..................................................................................................... 33
4.2 Rekomendasi.................................................................................................. 33
Lampiran..................................................................................... 35

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat v
Rumusan Workshop
Ringkasan hasil diskusi panel dan Focus Group Discussion yang dilaksanakan
selama dua hari pelaksanaan Workshop adalah sebagai berikut:
1. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi yang sebenarnya
harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi penurunan
REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara untuk
membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi
yang terpercaya dan transparan.Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan
REDD+ adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat
untuk pengukuran, pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan
bahwa suatu negara secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masing-
masing. Prinsip MRVharus diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam
pelaksanaan REDD+, yang didekati dari tingkat nasional dengan implementasi
di tingkat sub-nasional.
2. Pada tahun 2012 Puspijak dan Dinas Kehutanan dalam rangka FCPF telah
membangun 33 Plot Sample Permanent yang tersebar di tiga lokasi di pulau
Lombok yaitu di Hkm Santong sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung sebanyak 15
plot, dan di Hutan Mangrove Jerowaru sebanyak 9 plot. Tantangan berikutnya
adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat
dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan
semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan ditingkat provinsi
dalam suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di update
secara berkala.
3. Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ini diharapkan mampu
meningkatkan pemahaman sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon
yang berkelanjutan, sehingga monitoring carbon stock setiap tahun dan selanjutnya
dapat diketahui perubahannya untuk wilayah Nusa Tenggara Barat.
4. Peran Workshop Strategi Monitoring PSP ini diharapkan dapat menjawab
pertanyaan apa kontribusi PSP untuk perhitungan stok karbon, bagaimana
metode monitoring PSP tersebut , bagaimana persepsi para pihak, apakah
laporan monitoring emisi/ serapan karbon dapat mendukung penyusunan RAD
dan SRAP. Dengan kata lain peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi
celah berupa dukungan (kebijakan/teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk
implementasi REDD+ dalam waktu dekat.
5. Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/ GRK melalui
perencanaan strategis, pembuatan konsensus dan koordinasi, selain itu

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat vii
pemerintah daerah juga dapat mendorong keterlibatan publik maupun swasta
dari berbagai sektor untuk concern terhadap Perubahan Iklim.
6. Upaya-upaya mitigasi perubahan iklim sudah diusulkan oleh pemerintah daerah
yang mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian. Untuk
sektor kehutanan, usulan mitigasi berupa moratorium logging (Perda No.
3/2010 (RTRWP)), penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan
alam (Inpres No. 10 / 2011), rehabilitasi lahan seluas 63.000 ha, Pengamanan
hutan dan upaya lainnya dalam mitigasi perubahan iklim.
7. Dari PSP yang dibangun di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Cadangan karbon
terbesar di HKm Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan
hutan terdegradasi. Untuk lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar
terdapat pada plot yang mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot
vegetasi campuran. Untuk PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru Lombok
Timur karbon tertinggi terdapat pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti
hutan mangrove vegetasi sedang dan karbon terendah terdapat di mangrove
vegetasi rusak.
8. Strategi yang diperlukan dalam rangka keberlanjutan PSP adalah menyediakan
alokasi anggaran APBD bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan
PSP yang lebih mewakili NTB.
9. INCAS (Indonesia National Carbon Accounting System) memiliki tujuan untuk
membuat informasi karbon nasional yang sesuai dengan kriteria international
dan mengintegrasikan seluruh inisiatif karbon di semua unit. Modul INCAS
terdiri dari empat komponen yaitu 1) Biomass Classification, 2) Land cover change
analysis 2000-2009; 3) Bagaimana hutan terdegradasi (hutan primer sekunder)
didasarkan pada intensitas gangguan; 4) Carbon Stock Estimation (5 carbon pool).
Data yang diperlukan meliputi remote sensing data dan ground data (PSP).
10. Progres kegiatan INCAS yang sudah dilakukan yaitu meliputi wilayah
Kalimantan, Sumatera dan Papua. Sementara itu, Sulawesi serta Maluku dan
Jawa sudah hampir selesai. Saat ini sudah ada estimasi awal emisi dan removal
di Kalimantan seperti kelas biomassa per tahun. INCAS juga bisa digunakan
untuk MRV REDD+ dan mendukung Forest Monitoring System serta mendesain
kuantifikasi impact perubahan lahan.
11. LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) merupakan lembaga
yang mengembangkan Bank Data penginderaan jauh dengan tujuan untuk
membentuk bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam
mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan metadata
dan penginderaan jauh wilayah Indonesia. Melalui Inpres No. 6 Tahun 2012
tentang tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian, LAPAN diperintahkan

viii Rumusan Workshop


untuk menyediakan data satelit inderaja resolusi tinggi dengan lisensi pemerintah
Indonesia.
12. Salah satu prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/
Non-Hutan Tahunan dan Perubahannya. Dari hasil analisis citra dapat diketahui
perubahan lahan baik clearing maupun replanting, groundcheck diperlukan untuk
memastikan apakah lahan tes masih memiliki kesesuaian dengan analisis citranya.
Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana PSP berikutnya,
dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP
13. Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh
IAFCP. Kegiatan INCAS meliputi:Land cover data, Climate data, Biomass and
growth, Soil including peat, Land use and land management.
14. Peran LAPAN dalam INCAS, yaitu: 1) Mengumpulkan data dari tahun 90-
an sampai dengan tahun 2012, 2) Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai
pendukung, 3) Penguatan SDM (kursus ke Australia dan sebaliknya).
15. National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang
kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan
penutupan lahan/penggunaan lahan. Komponen NFI meliputi Penaksiran
(Pembuatan PSP dan TSP diseluruh tipe kawasan hutan), Pemantauan dan
Pemetaan Sumber Daya Hutan.
16. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon Hutan di NTB, meliputi:
a. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal
dari hutan
b. Mengacu pada Rencana Aksi Daerah Prov. NTB
c. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021
d. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll
17. BPKH bertugas untuk memberikan dukungan data. Kepastian data dari PSP/
TSP membutuhkan kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Adanya kepastian kawasan hutan
b. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang
c. Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupan
d. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll
18. Saat ini BPKH Wilayah VIII Denpasar telah melakukan Inventarisasi
Biogeofisik. Inventarisasi biogeofisik bertujuan untuk mengetahui dan
memperoleh data dan informasi mengenai potensi, karakteristik, bentang alam,
serta informasi lainnya pada suatu wilayah KPH, maka dilaksanakan kegiatan

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat ix
inventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui survei yang merupakan
salah satu kegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP, hasil inventarisasi
tersebut dapat digunakan antara lain sebagai dasar untuk pembagian blok dan
petak serta untuk penyusunan rencana pengelolaan. Plot biogeofisik yang telah
dibangun di Pulau Lombok yaitu dalam rangka pembangunan KPH Rinjani
Timur dan di Sumbawa dalam rangka pembangunan KPH Ampang.
19. Persepsi dan pengetahuan masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena
ada keterbatasan berupa kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara
pemahaman dengan pengelolaan.
20. Peran masyarakat dalam monitoring karbon adalah sebagai “penguasa hutan” di
NTB. Peran masyarakat menjadi kunci dalam monitoring dan evaluasi karbon
dengan meneliti lahannya sendiri. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat
bisa dijadikan simpul dalam monitoring karbon.

x Rumusan Workshop
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Deforestasi dan degradasi hutan belakangan ini sangat erat dikaitkan dengan isu
lingkungan, khususnya isu pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim.
Perubahan iklim terjadi dengan proses yang panjang akibat meningkatnya konsentrasi
Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) di atmosfer. Sekitar 20%
dari seluruh emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya
sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang
tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok
dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan
hutan dalam mengurangi emisi CO 2 diatmosfir melalui aktivitas fisiologi-nya.
Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa
hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan
CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi
produktivitas hutan (Heriansyah,2005).
Pengukuran stok karbon dapat dilakukan melalui pengukuran langsung di
lapangan dan/atau memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Untuk memperoleh
data stok karbon dan perubahannya dengan pengukuran langsung di lapangan, maka
perlu dibangun Petak Ukur Permanen/Permanent Sampling Plot (PSP) yang dapat
merepresentasikan dinamika pertumbuhan biomasa dari berbagai penggunaan lahan
khususnya hutan.
Informasi mengenai karbon hutan menjadi penting dalam kegiatan REDD+.
Hal tersebut terkait dengan salah satu persyaratan dalam mekanisme perdagangan
karbon dalam REDD+ untuk menghitung potensi karbon secara Measureable,
Reportable danVerifiable (MRV) yang comparable, koheren, lengkap dan akurat. Untuk
menanggapi hal tersebut maka diperlukan suatu sistem atau mekanisme pengelolaan
karbon hutan secara berkelanjutan.
Pada tahun 2012, Indonesia melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama
dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) telah membangun sejumlah PSP di
5 (lima) lokasi kegiatan FCPF, yaitu di Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Pengukuran biomassa dan karbon
hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di kelima lokasi tersebut.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset
daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dengan atau tanpa
dana bantuan dari FCPF. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menyelaraskan
semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan di tingkat Propinsi dalam
suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-update secara berkala.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 3
Untuk itu diperlukan suatu lokakarya yang melibatkan stakeholder di daerah
untuk membahas strategi monitoring PSP secara berkelanjutan serta untuk merancang
blue print usulan sistem dan mekanisme monitoring PSP dan karbon hutan di tingkat
Propinsi.

1.2 Tujuan Workshop


Tujuan lokakarya ini adalah untuk (1) merumuskan strategi pengelolaan PSP
secara berkelanjutan, (2) merancang blue print sistem monitoring karbon hutan, (3)
merumuskan pengintegrasian data Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang akan dibangun,
(4) menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di tingkat
provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan (5) memberikan masukan untuk
pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan
tingkat propinsi.

1.3 Hasil yang Diharapkan


Tersusunnya strategi pengelolaan PSP berkelanjutan, terancangnya blue print
sistem monitoring karbon hutan, terintegrasinya data Sistem Pemantauan Hutan
Nasional (NFMS) dengan Sistem Monitoring Karbon Hutan tingkat propinsi yang
akan dibangun, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab
para pihak di tingkat propinsi dalam pemantauan karbon hutan dan adanya masukan
untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon
hutan tingkat propinsi.

1.4 Pembicara dan Tema

1.4.1 Sesi Pertama


1. Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk
Mencapai Target Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) oleh Ir. Akhmad
Makchul, M.Si
2. Lesson Learned dari Pembangunan PSP Untuk Monitoring Karbon Hutan Pada
Kegiatan FCPF Tahun 2012 oleh Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc
3. Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat Untuk
Mencapai Target Penurunan Emisi (Pengalaman Pembangunan Plot Sample
Permanent/PSP) oleh Ir. Andi Pramaria, M.Si

4 Pendahuluan
4. Data dan Informasi Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Sistem Perhitungan
Karbon Nasional oleh Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.

1.4.2 Sesi Kedua


1. Integrasi NFI Ke Dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan
Dibangun DiProvinsi Nusa Tenggara Barat oleh Ir. Iman Santosa, M.Sc
2. Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring Karbon Hutan oleh Dr.
Haruni Krisnawati
3. Dukungan Data Kegiatan untuk Menyusun Strategi Monitoring PSP oleh I
Gusti Rakha Wisnu
4. Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon oleh Dr. Markum

1.5 Penyelenggaraan Workshop


Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Propinsi Nusa Tenggara
Barat ini di ikuti oleh peserta yang berasal dari unsur pemerintah, swasta, LSM dan
perguruan tinggi. Pada acara ini narasumber-narasumber yang mempresentasikan
makalahnya adalah: Dr. Ir. Kirsfianti L . Ginoga (Kapuspijak Kementerian
Kehutanan), Ir. Abdul Hakim, MM (Kadishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir.
Akhmad Makchul, MSi (BAPPEDA Propinsi Nusa Tenggara Barat), Virni Budi
Arifanti, S.Hut, M.Sc (Peneliti pada Puspijak Kementerian Kehutanan), Ir. Andi
Pramaria, M.Si (Dishut Propinsi Nusa Tenggara Barat), Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan
Sukentyas Estuti Siwi, M.Si (LAPAN), Ir. Iman Santosa, M.Sc (Ditjen Planologi
Kementerian Kehutanan), Dr. Haruni Krisnawati (Forda/IAFCP), BPKH Wil
VIII Denpasar, Dr. Markum (Transform). Moderator sesi pertama pada workshop
ini yaitu Ir. Achmad Pribadi, M.Sc sedangkan pada sesi kedua yaitu Ir. Andi Pramaria,
M.Si

1.6 Sambutan-sambutan

1.6.1 Sambutan Kepala Dinas Kehutanan provinsi NTB


Yth Ibu Kepala Pusat Litbang Perubahan Iklim dan Kebijakan,
Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok,
Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten,
Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai
Wilayah Kerja di NTB,

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 5
Rekan-Rekan LSM, Dan Masyarakat Pengelola HKm, serta
Bapak Dan Ibu, hadirin sekalian,

Ass. Wr. Wb,

Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kepala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan yang telah
memfasilitasi lokakarya “Strategi Monitoring PSP untuk Perhitungan Karbon di
Pulau Lombok”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan
kegiatan terdapat beberapa kekurangan.

Hadirin sekalian,

Luas kawasan hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan hasil tata batas
tercatat ±1.070.000 ha atau mencapai 53% dari luas wilayah daratan NTB. Kawasan
hutan tersebut, kaya akan keanekaragaman hayati dan karbon. Karbon yang tersimpan
di hutan memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Deforestasi
dan degradasi hutan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan
iklim global, sementara konservasi karbon dan peningkatan stok karbon melalui
penanaman, akan mempertahankan dan meningkatkan stok karbon, serta menekan
emisi gas rumah kaca terutama CO2 di atmosfer.

Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) telah


mengembangkan mekanisme karbon terkait untuk pasar wajib. Setelah konsep AR-
CDM yang dianggap kurang berhasil, mekanisme saat ini yang sedang dikembangkan
adalah menyertakan REDD (pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi)
sebagai mekanisme karbon terkait penanganan pemanasan global. REDD awalnya
difokuskan pada pencegahan deforestasi dan degradasi, tetapi kemudian juga
termasuk konservasi hutan, pengelolaan hutan lestari dan peningkatan cadangan
karbon sebagai REDD+. REDD+ adalah mekanisme dimana pengurangan emisi
yang sebenarnya harus dicapai, sehingga negara diminta untuk mengkuantifikasi
penurunan REDD+. Oleh karena itu, merupakan prioritas utama bagi negara-negara
untuk membangun sistem monitoring perubahan kondisi hutan atau penurunan emisi
yang terpercaya dan transparan. Salah satu elemen kunci untuk pelaksanaan REDD+
adalah pengembangan sistem yang transparan, lengkap dan akurat untuk pengukuran,
pelaporan dan verifikasi (MRV). Sistem ini adalah jaminan bahwa suatu negara
secara efektif akan memenuhi komitmen mitigasi masing-masing. Prinsip MRV harus
diterapkan untuk estimasi pengurangan emisi dalam pelaksanaan REDD+, yang
didekati dari tingkat nasional dengan implementasi di tingkat sub-nasional.

6 Pendahuluan
Hadirin sekalian,

Sampai 2012, REDD+ masih dalam fase persiapan. Selama fase ini indonesia telah
menunjukkan kemajuan untuk pengembangan mekanisme REDD+. Beberapa
inisiatif telah dilaksanakan untuk mendukung REDD+ termasuk pengembangan
kegiatan percontohan (Demonstration Activity/DA) dan penandatanganan Letter of
Intent (LOI) antara pemerintah RI dan Pemerintah Norwegia. Indonesia juga telah
membuat komitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% dari BAU (businnes as usual)
pada tahun 2020, termasuk kontribusi dari mekanisme REDD+. Di bawah koordinasi
UKP4 (Unit Kerja Pembantu Presiden untuk Pengawasan Pembangunan), Indonesia
masih dalam proses pengembangan sistem MRV untuk tingkat nasional.

Melalui kerjasama dengan PUSPIJAK, pada tahun 2012 telah dibangun 33 plot
sample permanent yang tersebar di tiga lokasi di Pulau Lombok yaitu di Santong
sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung 15 plot, dan di Jerowaru di lokasi Mangrove
9 plot. Pengukuran biomasa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah
dilaksanakan di ketiga lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana
pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara
berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil
pengukuran biomasa dan karbon hutan di tingkat provinsi dalam suatu sistem yang
terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-up date secara berkala.

Untuk itu maka diselenggarakan lokakarya ini yang bertujuan untuk merumuskan
strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, merancang sistem monitoring
karbon hutan, merumuskan pengintegrasian data sistem pemantauan hutan nasional
(NFMS) dengan sistem monitoring karbon hutan tingkat provinsi yang akan
dibangun, menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di
tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan, memberikan masukan untuk
pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan
tingkat provinsi.

Hadirin sekalian,

Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menuangkan kebijakan
moratorium logging dengan pembatasan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari
hutan alam. Produksi hasil hutan kayu hanya dimungkinkan dari kegiatan penanaman.
Hal ini dimaksudkan untuk mendorong upaya-upaya rehabilitasi, restorasi dan
konservasi sehingga akan meningkatkan carbon stock.

Pada dasarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan
penyimpanan karbon, seperti upaya reboisasi, pembangunan Hkm, pembangunan
HTR, pembangunan HTI, upaya restorasi hutan, dan lain-lain.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 7
Di sisi lain kita juga telah berupaya untuk menahan laju degradasi dan deforestasi
hutan dan lahan melalui pengamanan hutan, penyuluhan, penyadaran masyarakat,
dan lain-lain. Permasalahannya adalah kita belum mempunyai kemampuan untuk
menghitung carbon stock serta peningkatan carbon yang berasal dari kegiatan
rehabilitasi, restorasi dan konservasi.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut, maka melalui lokakarya Strategi Monitoring dan
Pelaporan Plot Sample Permanent ini, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman
sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga dapat
dimonitor carbon stock setiap tahun dan selanjutnya diketahui perubahan kondisi
karbon di wilayah NTB.

Akhirnya, sekali lagi saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Kapuspijak
serta seluruh jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memfasilitasi pertemuan
ini. Semoga dapat bermanfaat.

Demikian, terima kasih.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

KEPALA DINAS KEHUTANAN PROV. NTB,

Ir. ABDUL HAKIM, MM

1.6.2 Sambutan Kapuspijak


Yth Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTB,

Yth Bapak-Bapak Kepala Bappeda Kabupaten/Kota Se Pulau Lombok,

Yth Bapak-Bapak Kepala Dinas yang Menangani Urusan Kehutanan Kabupaten,

Bapak Kepala Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kehutanan yang Mempunyai


Wilayah Kerja di NTB,

Rekan-Rekan LSM, dan Masyarakat Pengelola HKm, serta

Bapak dan Ibu, hadirin sekalian,

Ass. Wr. Wb,

Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi NTB yang telah memberikan ijin kami untuk mengadakan

8 Pendahuluan
lokakarya “Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Tingkat Provinsi Nusa
Tenggara Barat”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan
kegiatan terdapat beberapa kekurangan.

Hadirin sekalian,

Lokakarya Monitoring Dan Pelaporan Permanen Sampel Plot Di Propinsi NTB


dilaksanakan untuk mendukung visi Kementerian Kehutanan Tahun 2011-2014 dalam
penyelenggaraan pembangunan hutan yang lestari untuk kesejahteraan masyarakat
yang berkeadilan. Dalam mencapai tujuan tersebut, telah dibuat 6 kebijakan prioritas
(2011-2014) yang tertuang dalam Permenhut No. P.57/Menhut-II/2011 Tentang
Rencana Kerja Kementerian Kehutanan Tahun 2012. Visi ini sejalan dengan tujuan
kegiatan REDD+ di Indonesia yaitu Hutan lestari masyarakat sejahtera berkelanjutan.
Untuk mencapai visi tersebut, Kementerian Kehutanan sudah membuat 6 (enam)
kebijakan prioritas terkait pembangunan kehutanan dan kaitannya dengan REDD+
di Indonesia. Ke-6 kebijakan tersebut adalah:
1. Pemantapan kawasan hutan. Kaitan program ini dengan REDD+ adalah
semakin mantap kawasan hutan baik dari aspek informasi geospasial dan tematik
kehutanan, ijin pinjam pakai kawasan hutan, rencana makro perlindungan dan
konservasi SDA, tata batas, penunjukkan kawasan hutan provinsi serta penetapan
wilayah KPH, maka semakin mudah untuk dilakukan pemantauan dan resiko
yang rendah dalam melaksanakan kegiatan REDD+.
2. Rehabilitasi hutan dan peningkatan daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS).
Kaitan program ini dengan REDD+ adalah dengan dilaksanakannya program ini,
diharapkan adanya peningkatan serapan dan simpanan karbon untuk mendukung
kegiatan REDD+.
3. Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan. Kaitan program ini
dengan REDD+ adalah dengan terjaminnya keamanan hutan dari kegiatan
perambahan dan illegal logging serta kebakaran hutan, diharapkan akan terjadi
penurunan emisi dari terjaganya hutan.
4. Konservasi keanekaragaman hayati/biodiversity. Kaitan program ini dengan
REDD+ adalah keanekaragaman hayati merupakan penyangga ketahanan
ekologis dan penggerak ekonomi riil sehingga dapat berperan dalam
meningkatkan simpanan karbon, terjaganya flora dan fauna dari kepunahan
(menjaga keseimbangan ekosistem) dan meningkatkan nilai jasa lingkungan.
5. Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industri kehutanan. Kaitan program ini
dengan REDD+ adalah hasil ekonomi dari pemanfaatan hutan, demand kayu
dan perijinan usaha pemanfaatan hutan.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 9
6. Pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Kaitan program ini dengan REDD+
adalah meningkatkan produktivitas lahan dengan melibatkan masyarakat sekitar
hutan sebagai tenaga kerja.
Hadirin sekalian,

Tantangan bagi REDD+ merupakan tantangan bagi pembangunan kehutanan


Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya. Pemanasan global bukan
hanya masalah lokal, namun juga masalah global. Indonesia terus berupaya dalam
mengatasi masalah perubahan iklim yang ditandai dengan meratifikasi UNFCCC
dan Kyoto Protokol. Beberapa instansi/ lembaga baik pemerintah maupun swasta
pada tingkat internasional sudah menyusun dan melakukan berbagai penelitian
maupun kajian dalam rangka implementasi REDD+. Beberapa Lembaga/ instansi
tersebut diantaranya: CIFOR, WRI, Down To Earth, dan Puspijak (Kementerian
Kehutanan). Kajian mengenai REDD+ dari masing-masing Lembaga/ instansi
tersebut adalah:
1. CIFOR (2009), mengkaji tentang teknologi, pembayaran, akuntabilitas dan
pendanaan dari kegiatan REDD+
2. WRI (2010), mengkaji tentang Real/Emission additionality, leakage, permanent/
temporary, MRV dari kegiatan REDD+
3. Down to Earth (2010), mengkaji tentang politik, konservasi vs masyarakat, hak,
konflik dan keadilan, korupsi dari kegiatan REDD+
4. Puspijak (2010), mengkaji tentang status lahan, kapasitas lokal (Pemerintah dan
Masyarakat), distribusi manfaat, dan kelembagaan dari kegiatan REDD+.
Keputusan COP-16 Tentang REDD+adalah berupa perangkat implementasi
REDD+ yang dielaborasi pada COP-17.

Kegiatan awal dalam menyusun perangkat tersebut adalah perlu diketahui lebih
dahulu National Forest Reference Level (NFRL)/National Forest Reference Emission
Level (NFREL) yang merupakan penyatuan dari FRL/FREL dari setiap daerah
(Sub-national level/ Demonstrastion Activities/DA).

Dasar penilaian kegiatan REDD+ yang kredibel dan transparan adalah dengan
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaporan REDD+. Hal tersebut
perlu memperhatikan bagaimana pengalihan emisi ditangani dan perlu adanya
pengintegrasian sistem monitoring di level sub-nasional ke sistem monitoring hutan
nasional.

10 Pendahuluan
Tahap selanjutnya adalah dengan membuat rancangan Strategi Aksi Nasional
(STRANAS)/ National Action Plan (NAP). Tahap berikutnya yang juga merupakan
mandat dalam COP 16 adalah pembangunan Sistem Informasi Safeguards. Safeguard
yang dilaksanakan dapat melalui penerapan hukum adat dan penyuluhan agar
masyarakat terjamin kesejahteraannya. Tahap terakhir dalam penyusunan perangkat
ini adalah mekanisme pembayaran/payment mechanism yaitu pendanaan berkelanjutan
untuk pembiayaan/investasi dan mekanisme distribusi pembayaran REDD+, dimana
perlu dipastikan siapa saja yang menikmati manfaat dari REDD+. Secara keseluruhan,
perangkat ini harus didukung dengan efektivitas kebijakan dan kelembagaan,
penegakan aturan, pembangunan sistem insentif, sistem pengaman dan efisiensi
sistem administrasi.

Hadirin sekalian,

Peta kebijakan yang mendukung kegiatan REDD+ berupa kebijakan kehutanan dan
non kehutanan. Berbagai lembaga dan kebijakan sudah dibentuk untuk mendukung
komitmen pengurangan emisi meskipun kita sebagai negara berkembang bukan
merupakan kontributor emisi terbesar. Perangkat hukum yang tersedia dalam upaya
mendukung kegiatan REDD+ di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.

PetaKKebijakanè
E M EN T ER I A NKehutanan dan Non Kehutanan
K E HU T A N A N

Permenhut No.
14 /2004 ttg AR
CDM
Permenhut No. Permenhut No.
10/2010 dan Permenhut No.
Permenhut No. 30/20 09 20/2012 ttg
(REDD+)dan 51/2010 ttg
68 ttg DA KebijakanPrioritas Penyelenggaraan
36/2009 (panrap
dan Renstra Kmnhut Karbon Hutan
karbon)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Inpres Fase 1 Fase 2 Fase 3
DNPI: 10/2011
Inpres 46/2008 Perpres Perpres
61/2011 71/2011
Kepres 19, NAP Inventarisasi
Kepres 25/2011
Kepres 5/2013è Satgas Perpres
REDD+ 32/2011
MP3EI

Bagaimana konkretnya pada 2014? Perlu sinergi semua sumber daya dan energi,
nasional maupun sub nasional.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 11
Saat ini telah dibentuk beberapa strategi nasional REDD+ yang dibentuk oleh
Satgas REDD+, dimana strategi ini menganalisis gap dan usulan tindak lanjut untuk
mengatasi gap tersebut. Gap dan Usulan tindak lanjut tersebut tersaji pada Tabel 1
berikut.

No Gap Usulan Tindak Lanjut


1 Institutions/Instrument • Lembaga REDD+
• Instrumen Pendanaan
• Lembaga MRV
2 Penguatan Kebijakan dan • Reform RTR
Peraturan • Reform tenurial
• Managemen hutan dan gambut
• Monitoring dan Penguatan Hutan
• Moratorium 2 tahun
3 Program Strategis • Manajemen lanskap berkelanjutan
• ImpleEkon bdsk Man sberdaya berkl
• Konservasi dan Rehabilitasi
4 Paradigma dan Budaya • Penguatan hutan dan tatakelola lahan
• Kampanye nasional: “Selamatkan hutan indonesia”
• Pengembangan insentif
5 Partisipasi Masyarakat • Interaksi dan Strategi utk Stakeholder Partisipasi
• Implementasi Padiatapa
• Kerangka Safeguards dan Sistem Informasi
• Benefit Sharing

Peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada: bagaimana
metode monitoring, bagaimana persepsi dari para pihak, apa dukungan monitoring
emisi/ serapan karbon dalam mendukung RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran
lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/
teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu
dekat.

12 Pendahuluan
BAB 2
Strategi Monitoring PSP
untuk Mencapai Target
RAD dan SRAP Provinsi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 13
2.1 Strategi dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (GRK)
Oleh: Ir. Akhmad Makchul, M.Si (Kabid Tata Ruang dan Rencana Bappeda
Provinsi NTB)

RAD merupakan turunan dari RAN Penurunan GRK. NTB sudah menindaklanjuti
dengan Peraturan Gubernur No.51/2013. Ada tiga dokumen perencanaan yang
merupakan turunan rencana nasional:
1. RPJP 2005-2025: mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah yang didukung
kelestarian dan keberlanjutan lingkungan
2. RPJMD 2009-2013: menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya alam dan
lingkungan hidup
3. RTRW Provinsi NTB: NTB sebagai pusat agribisnis dan pariwisata (yang bisa
berhasil bila pengelolaan ekologi berhasil dengan baik) mengedepankan prinsip
pembangunan berkelanjutan
NTB sudah memiliki PERDA tentang tata ruang yang berfokus pada dua sektor
unggulan yaitu agrobisnis dan pariwisata. Hal ini diwujudkan dalam bentuk
pembangunan pusat pengembangan agrobisnis, kawasan pengembangan pariwisata,
pusat pengembangan kelautan dan perikanan.
Untuk pembangunan daerah berbasis SDA berkelanjutan, diwujudkan dengan
program pembangunan daerah NTB berbasis SDA berkelanjutan tahun 2009-2013
seperti:
1. Gerakan NTB hijau dengan sasaran tidak menambah luas lahan kritis di provinsi
NTB. Penutupan lahan kritis meningkat 315.000 ha melalui HTR, HKm, yang
diharapkan meningkatkan produk hutan dan jasa lingkungan.
2. Gerakan ruang hijau dengan sasaran memperbesar ruang terbuka hijau.
3. Gerakan kawasan PERMATA (Perlindungan Mata Air) pada tahun 1987 sekitar
70-an, tahun 2008 menjadi 178.
4. Memantapkan program “Desa Mandiri Pangan”
5. Pengembangan “Desa Mandiri Energi”
6. Pencanangan NTB sebagai “Provinsi Bumi Sejuta Sapi”
7. Meluncurkan “Pasar Tani”
8. Revitalisasi Penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan
perikanan.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 15
Pemerintah daerah dapat berperan dalam pengurangan emisi/GRK melalui
perencanan strategis, pembuatan konsesus dan koordinasi. Pemda dapat mendorong
keterlibatan publik, swasta untuk konsen terhadap Perubahan Iklim
Sumber emisi di NTB per sektor adalah sebagai berikut:
1. Sektor pertanian (gas metan karbon dioksida dll),
2. Sektor kehutanan (lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, alih fungsi
lahan),
3. Sektor energi (emisi gas buang kendaraan bermotor, kebakaran hutan dll),
tranportasi (pembakaran bahan bakar fosil), sektor industri dan limbah
Untuk mengatasi hal tersebut, disampaikan usulan mitigasi di bawah ini yang
mencakup sektor energi, transportasi, kehutanan dan pertanian.

2.1.1 Sektor Energi


1. Program kemitraan konservasi energi
2. Efisiensi peralatan rumah tangga
3. Penyediaan dan pengelolaan energi baru dan terbarukan dan konservasi energi
4. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi energi
5. Pengalihan minyak tanah ke energi dan lain-lain

2.1.2 Sektor Transportasi


1. Peremajaan angkutan umum
2. Penerapan manajemen parkir
3. Pengadaan sistem BRT/Semi BRT
4. Car free day
5. Membangun non motorized transport dan lain-lain

2.1.3 Sektor Kehutanan


1. Moratorium logging
2. Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan pada hutan alam
3. Rehabilitasi seluas 63 000 ha
4. Pengamanan hutan dan lain-lain

2.1.4 Sektor Pertanian: Penggunaan Lahan dengan Sedikit Air dan lain-lain
Strategi implementasi untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
1. Memetakan lembaga yang dimiliki oleh Provinsi NTB
2. Identifikasi sumber pendanaan yang mungkin
3. Jadwal implementasi masing-masing usulan aksi
4. Strategi sosialisasi aksi mitigasi
Yang sekarang dilakukan adalah sosialisasi RAD ke kabupaten dan kota sehingga
dalam monev bisa dilihat masing-masing kabupaten harus mengurangi emisi.

2.2 Lesson Learned dari Pembangunan PSP untuk


Monitoring Karbon Hutan pada Kegiatan FCPF Tahun
2012
Oleh: Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc

Pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan GRK 60% emisi di


Indonesia disebabkan oleh perubahan lahan dan kebakaran gambut. Perpres No.
61/2011 tentang RAN-GRK mengamanatkan Pemerintah Provinsi untuk menyusun
RAD GRK. Hampir semua provinsi sudah selesai menyusun RAD GRK. Dalam
rangka mendukung pelaksanaan REDD+, perhitungan cadangan karbon harus
memiliki akurasi yang dapat diterima termasuk oleh dunia internasional.
Puspijak mendapat dana dari FCPF untuk mendukung pembangunan kesiapan
REDD+ di Indonesia. Dalam kerangka ini jarus dapat diketahui berapa cadangan
karbon hutan, untuk itu telah dibangun PSP dalam rangka menghitung cadangan
karbon. Telah dibangun beberapa PSP di berbagai tipe hutan di Indonesia dan akan
dibangun data base cadangan karbon dari berbagai tipe hutan.
Tujuan pembangunan PSP yang dilakukan oleh FCPF-Puspijak tahun 2012
adalah:
1. Membangun PSP di berbagai tipe hutan di tingkat provinsi
2. Membangun database cadangan karbon untuk setiap tipe hutan di tingkat
provinsi
3. Melakukan monitoring cadangan karbon hutan di tingkat provinsi
Output dari kegiatan pembangunan PSP ini adalah:
1. Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan karbon di tingkat provinsi
2. Tersedianya database pertumbuhan pohon pada berbagai tipe hutan
3. Tersedianya database cadangan biomasa dan karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB,
serasah, nekromas, tanah) di tingkat provinsi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 17
Terdapat 5 kriteria dalam pemilihan lokasi PSP, yaitu: aman, aksesibilitas, keterwakilan,
keberlanjutan, status kawasan.
Pada tahun 2012, FCPF-Puspijak telah melaksanakan pembangunan PSP di
lima provinsi dengan berbagai tipe hutan. Kelima provinsi tersebut diantaranya
sebagai berikut:
1. Provinsi Sumatera Barat telah membuat 15 PSP yang mewakili tipe hutan
sekunder, agroforestry dan semak belukar.
2. Provinsi Sumatera Selatan telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam
primer, sekunder, hutan rakyat dan hutan gambut sekunder.
3. Provinsi Sulawesi Utara telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan pantai,
hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut.
4. Provinsi Nusa Tenggara Barat telah membuat 22 PSP yang mewakili hutan
pantai, hutan dataran tinggi, hutan dataran rendah dan hutan lumut.
5. Provinsi Maluku telah membuat 12 PSP yang mewakili hutan alam primer dan
sekunder.
Metode pelaksanaan pembangunan PSP yaitu: 1) Stratifikasi lapangan, 2)
Pembangunan PSP, 3) Pengukuran biomasa pada 5 karbon pool (permukaan atas
tanah, permukaan bawah tanah, serasah dan tumbuhan bawah, tanah, dan kayu mati/
nekromas).
Monitoring PSP akan dilaksanakan dari DIPA Puspijak 2013, tahun berikutnya
dapat dilaksanakan oleh daerah. Paska 2014 siapa yang mendanani dan siapa yang
menglelola pasca 2014.
Cadangan karbon di Nusa Tenggara Barat. Cadangan karbon terbesar di HKm
Santong yaitu di hutan primer, diikuti hutan sekunder dan hutan terdegradasi. Untuk
lokasi di KHDTK Rarung, cadangan karbon terbesar terdapat pada plot yang
mewakili ekosistem ampupu dan yang terendah pada plot vegetasi campuran. Untuk
PSP di lokasi hutan mangrove Jerowaru, Lombok Timur karbon tertinggi terdapat
pada hutan mangrove vegetasi rapat, diikuti hutan mangrove vegetasi sedang dan
karbon terendah terdapat di mangrove vegetasi rusak.
Cadangan karbon di Ambon. Cadangan karbon terbesar yaitu di hutan primer
Pulau Ambon sebesar 445 ton C/ha dan karbon terendah di hutan sekunder Pulau
Seram.
Cadangan karbon di Sumatera Selatan. Hasil perhitungan yang dilaporkan
belum selesai dan masih merupakan hasil dalam bentuk berat basah biomasa. Masih
perlu menyelesaikan perhitungan biomasa kering dan cadangan karbon dari kelima
pool karbon.

18 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Monitoring PSP atau pengukuran ulang di tahun 2013 akan dilaksanakan
dengan sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013. Untuk tahun-tahun
berikutnya monitoring PSP diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait dengan
pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH,
dll.) Untuk itulah besok kita akan melakukan FGD pasca 2014, akan sayang sekali
jika PSP tidak dilakukan pengukuran ulang.
Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015) dilakukan setiap 3 tahun
sekali. Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para pihak terkait dan
Puspijak.
Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran
biomasa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon
hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat
sekitarnya.

2.3 Program dan Kebijakan Pemerintah Provinsi Nusa


Tenggara Barat untuk Mencapai Target Penurunan Emisi
(Pengalaman Pembangunan Plot Sample Permanent/
PSP)
Oleh: Ir. Andi Pramaria, M.Si

Ada beberapa kesepakatan tingkat internasional terkait dengan komitmen


penurunan emisi. Indonesia sepakat untuk menurunkan emisinya sebesar 26% dengan
usaha sendiri dan 41% jika ada bantuan internasional. Untuk menjaga komitmen
tersebut dibuatlah RAN (Perpres No. 61/2011). Di Provinsi Nusa Tenggara Barat
ditindaklanjuti dengan dibuatnya RAD (ditetapkan dengan Keputusan Gubernur
No. 51/2012). Oleh karenanya RAD GRK perlu didukung oleh semua pihak
Sumber emisi di sektor kehutanan: kebakaran hutan, penebangan pohon,
perubahan penggunaaan kawasan hutan.
1. Besaran emisi sektor kehutanan 14,89 juta ton CO2/tahun.
2. Baseline emisi 2011 14892550 emisi CO2 per tahun.
3. Skenario penurunan: mengembalikan 30% hutan lahan kering sekunder dan
penggunaan lain menjadi hutan lahan kering primer;
4. 225 sekitr 5jutaan CO2
5. Skenario kebijakan: moratorium logging, penundaan izin baru
Implementasi untuk mengurangi emisi di Provinsi Nusa Tenggara Barat:
1. Moratorium logging tertuang dalam Perda No. 3/2010 (RTRWP).

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 19
2. Penundaan izin penggunaan kawasan hutan alam (Inpres No. 10 / 2011)
3. Mempertahankan luas kawasan hutan (Perda No. 1 / 2010)
4. Penurunan kebakaran hutan.
Permasalahan dan solusi:
1. Kebijakan masih bersifat temporary belum bersifat permanen (RPJMD,INPRE,
RTRW, dll)
2. Kebijakan dan program belum bersifat pengarusutamaan penurunan emisi GRK
3. Perubahan kondisi hutan primer dan hutan sekunder ke penggunaan lain akibat
gangguan keamanan hutan, masih berlangsung karena kebutuhan lahan dan
kebutuhan kayu, sementara kemampuan masih terbatas (dana, SDM).
Implementasi pengukuran karbon di HKm Santong. Luas Hkm Santong ijinnya
700 ha tetapi kenyataannnya 1056 ha. Luas hutan mangrove di Jerowaru 75.98 ha.
Cadangan karbon pada hutan mangrove rapat sebesar 2888,9 ton.
Masukan yang diperoleh selama pembangunan PSP adalah:
1. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan,
2. Penambahan PSP pada kawasan lainnya untuk akurasi data,
3. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna
menjaga komitmen
Strategi keberlanjutan yang diperlukan adalah menyediakan alokasi anggaran APBD
bagi kegiatan monitoring PSP dan perluasan pembuatan PSP yang lebih mewakili
NTB

2.4 Data dan Informasi Penginderaan Jauh untuk


Mendukung Sistem Perhitungan Karbon Nasional
Oleh: Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.

Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh bertujuan untuk membentuk


bank data penginderaan jauh nasional. Bank data berperan dalam mengumpulkan,
memelihara, memutakhirkan dan mendistribusikan meta data dan penginderaan jauh
wilayah Indonesia.
LAPAN dapat menyediakan data satelit dari resolusi rendah sampai dengan
tinggi (di bawah 4 meter), menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam
bentuk meta data/riwayat data, memberi supervisi terkait penginderaan jauh, dan
memberi masukan kepada pemerintah mengenai pengadaan, pengelolaan terkait
penginderaan jauh.

20 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Inpres No. 6 tahun 2012: tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian.
Inpres ini memerintahkan kepada LAPAN menyediakan data satelit inderaja resolusi
tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia.
Data yang diterima di Stasiun Bumi Pare-Pare dan Jakarta sudah sejak tahun
80-an dan sudah dapat mengakuisisi data dari beberapa satelit penginderaan jauh.
Saat ini dengan tiga stasiun bumi (Rumpin, Jakarta dan Pare-pare) dapat dicover
seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh
IAFCP.
Kegiatan INCAS meliputi: land cover data, climate data, biomass and growth, soil
including peat, land use and land management.
Peran LAPAN dalam INCAS:
1. Mengumpulkan data dari tahun 90-an sd. 2012
2. Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung
3. Penguatan SDM (kursus ke Asutralia dan sebaliknya)
Kelompok kerja dalam INCAS, dimulai sejak tahun 2012. Ada dua working group
dalam kegiatan ini, yaitu1) remote sensing dan 2) perubahan penutupan lahan.
Untuk land cover change diambil data dari landsat (yang telah diseleksi) dengan
beberapa langkah:
1. Scene selection
2. Ortho-rectification & terrain illmunitaion correction
3. Cloud masking and mosaicing
4. Tresholding to map

2.4.1 Pengumpulan Data


Pemetaan land cover change dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Wall-to-wall coverage (forest and non-forest estate)
2. Perubahan penutup lahan tahunan (to produce accurate change products at 25 m for
Indonesia)
3. Ketersediaan data yang kontinyu terkait dengan konsistensi time-series
4. Verifiable and transparent
5. Konsistensi dalam penggunaan istilah-istilah kehutanan atau metodologi
Prioritas kerja LAPAN adalah Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan
Tahunan dan Perubahannya, diantaranya:

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 21
1. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009 (dilaksanakan pada
2009-2013),
2. Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan 1990-1999
(dilaksanakan pada 2013-2014).
Dari hasil analisis citra dapat diketahui perubahan lahan baik clearing dan replanting,
groundcheck diperlukan untuk memastikan apakah lahan tes masih memiliki keseuaian
dengan analisis citranya. Penginderaan jauh dapat membantu untuk meletakan dimana
PSP berikutnya, dan memonitoring perkembangan perubahan lahan di sekitar PSP.
Tahun 2012 keluar Inpres No.6/2012 tentang penyediaan, penggunaan,
pengendalian kualitas, penggunaan dan distribusi data satelit penginderaan jauh
resolusi tinggi. Cakupan citra landsat Indonesia yaitu 225 scene. Lingkup pekerjaan
pada bulan Mei 2012 Sumatera, November 2011 Kalimantan, Desember 2012 Papua.
Data penginderaan jauh memiliki peran sangat penting dalam mendukung
kegiatan perhitungan karbon secara nasional.

22 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
BAB 3
Pengembangan Sistem
Monitoring PSP yang
Terintegrasi dan Partisipatif
di Provinsi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 23
3.1 Integrasi NFI ke dalam Sistem Monitoring Karbon
Hutan yang Akan Dibangun di Provinsi Nusa Tenggara
Barat
Oleh: Ir. Iman Santosa, M.Sc

National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang
kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan
lahan/penggunaan lahan.

3.1.1 Komponen NFI


1. Penaksiran,
2. Pemantauan dan
3. Pemetaan SDH

3.1.2 Penaksiran SDH


Penaksiran SDH, dilakukan dengan:
1. Pembuatan PSP dan TSP,
2. Dibangun di seluruh tipe kawasan hutan
Pemantauan SDH adalah kegiatan untuk menyediakan data spasial penutupan/
penggunaan lahan dengan batuan teknologi penginderaan jauh (menggunakan
landsat 7 ETM+, penafsiran dilakukan tiap 3 tahun, penutupan/penggunaan lahan
menggunakan 23 kelas). Pemetaan SDH dilakukan dengan pemetaan dengan skala
1:250000

3.1.3 Pemantauan Hutan Nasional


1. Dilatarbelakangi oleh Cancun Agreement (COP ke-16 tahun 2010)
2. Data yang tersedia: batas NKRI, penutupan/penggunaan lahan, laju deforestasi
3. Penyebaran PSP/TSP
4. Peta citra satelit
5. Dapat diakses di www.dephut.go.id
6. Sejalan dengan UU ketersediaan informasi publik
Pengembangan Sistem Monitoring karbon Hutan di NTB, meliputi:
1. Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock karbon yang berasal
dari hutan

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 25
2. Mengacu pada RAD Provinsi NTB
3. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021
4. Memerlukan kesiapan perangkat keras, lunak dll

3.1.4 Sinkronisasi Data


1. Spasial,
2. Numerik,
3. Tipe vegetasi,
4. Periodisasi data harus disinkronisasi
Analisis data untuk RAD GRK menggunakan stock different analysis.

3.2 Potensi Aplikasi INCAS sebagai Sistem Monitoring


Karbon Hutan
Oleh: Dr. Haruni Krisnawati

INCAS atau Indonesia Carbon Accounting System adalah sebuah sistem perhitungan
karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah
Australia, dimulai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhitungan karbon
Australia NCAS (Full Carbon Accounting Model) yang dikembangkan di Australia
dan sudah mendapat pengakuan internasional. Saat ini metode tersebut dikalibrasi,
disesuaikan dengan kondisi hutan di Indonesia.
Untuk skala nasional yang dihasilkan dari INCAS dapat menjadi input bagi
pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan atau untuk
mendukung kebijakan dan untuk memantau kondisi hutan berdasarkan stok karbon.
Dari PSP kita bisa mendapatkan banyak informasi tidak hanya karbon tetapi
juga kenakeragaman hayati (flora dan fauna).Untuk skala internasional hasil dari
INCAS ini dapat menjadi bahan pelaporan kepada UNFCCC. Peran PSP adalah
memberikan informasi terkait faktor emisi, yang dilakukan melalui inventarisasi hutan.

3.2.1 Desain INCAS


1. Desain utk skala nasional.
2. Mampu mengukur/menghitung emisi setiap tahun.
3. Mencakup 5 karbon pools.
4. Menghasilkan pengukuran untuk semua green house gasses (ke depan).
5. Informasi bisa digunakan untuk skala internasional, nasional, sub nasional,
district, site.
6. Memberikan ruang untuk beberapa skenario manajemen aktivitas yang
dilaksanakan di lapangan.
7. Berusaha konsisten secara spasial dan temporal.

3.2.2 Modul INCAS


1. Klasifikasi biomasa, yaitu INCAS didesain untuk memonitor emisi melalui
perubahan tutupan lahan dan karbon stok. Terdapat 23 klasifikasi lahan
(Kementerian Kehutanan), inilah yang diadopsi di INCAS. Bonita similar
dengan klasifikasi biomasa yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memonitor
perubahan tutupan lahan.
2. Analisis perubahan lahan, untuk melihat perubahan tutupan lahan tahunan,
dimulai tahun 2000 mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3. Pemetaan kelas gangguan hutan, untuk melihat bagaimana hutan itu mengalami
gangguan.
4. Pendugaan stok karbon, pada lima pool karbon.

3.2.3 Data yang Dibutuhkan


1. Remote sensing data utk analisis perubahan lahan secara tahunan,
2. Ground data/ data lapangan/data pengukuran yang minimal diperlukan untuk
INCAS:
3. Iklim (curah hujan, suhu, lamanya penyinaran)
4. Data inventarisasi: MRV – baplan, IMP – BUK
5. Tanah soil/peat: kementan, wetland
6. Iklim: BMKG
7. Landuse and management: pemanenan, kebakaran
Data dari PSP dibutuhkan dalam kelompok data “biomass and growth”, sedapat
mungkin data dari lapangan tetap digunakan karena lebih akurat dibandingkan data
dari sumber sekunder dari peneliti lain.
INCAS berusaha membangun sistem dengan mengintegrasikan sistem yang
sudah ada. Di Australia penyusunan NCAS dilaksanakan selama 10 tahun, status
kemajuannya sebagai berikut:
1. Sudah diselesaikan analisis perubahan tutupan lahan di Kalimantan, Sumatera,
Sulawesi dan Papua (2000-2009).
2. Ke depan akan dikerjakan analisis tutupan lahan untuk Maluku dan Jawa.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 27
3. Pilot system peta dan klasifikasi biomassa di Kalimantan.
4. Membangun kelas biomasa dan peta biomasa untuk Kalimantan.
5. Mengintegrasi analisis tutupan lahan tahunan dan klasifikasi biomasa untuk
Kalimantan.
6. Menduga gain and loss kelas biomasa tahunan di Kalimantan.
7. Menduga emisi dan removal tahunan melalui kelas biomasa tahunan di Kalimantan.
8. Beberapa kali menyelenggarakan workshop mengenai penggunaan model-model
karbon untuk mengintegrasikan pengelolaan skenario untuk membangun full
carbon accounting untuk perhitungan emisi.
Perhitungan karbon dan model pelaporan, meliputi:
1. Mengintegrasikan perubahan tutupan lahan dan data perubahan stok karbon.
2. Perangkat pendugaan yang fleksibel
3. Menghitung emisi GRK total tahunan menggunakan skenario-skenario

3.2.4 Output
Inventarisasi GRK nasional untuk sektor lahan.
Hasil INCAS dapat digunakan untuk:
1. Sentral komponen kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar untuk
perdagangan karbon.
2. Dapat mendukung pemantauan hutan nasional dengan memberikan pengambil
keputusan bagaimana mengelola emisi GRK dan mengelola lahan/hutan.
3. Mengkuantifikasi dampak kebijakan pengelolaan lahan pada masa lampau,
sekarang, dan masa yang akan datang.
4. Memberikan dasar scientific dan teknik bahwa Indonesia mampu menghasilkan
dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendiri di forum internasional.
5. Dapat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hutan nasional.
6. Menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan internasional UNFCCC,
REDD+, inventarisasi Gas Rumah Kaca nasional.
7. Memberikan input yang diperlukan untuk membangun skenario REL.
8. Memonitor perubahan tahunan emisi dan penyerapan sektor lahan

3.3 Dukungan data Kegiatan untuk Menyusun Strategi


Monitoring PSP
Oleh: I Gusti Rakha Wisnu

28 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi


Tupoksi BPKH adalah Dukungan data. Luas kawasan hutan di Bali 130.686
ha, NTB I juta ha. Untuk memperoleh kepastian data dari PSP/TSP dibutuhkan
kemantapan kawasan hutan. Kawasan hutan yang mantap harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Adanya kepastian kawasan hutan
2. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang
3. Diketahui letak lokasi, luas dan kondisi penutupan
4. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan dll

3.3.1 National Forest Inventory


1. Telah dimulai sejak 1989
2. Melalui new inisitif akan terdapat 88 plot, yang sudah dikerjakan 70 plot (PSP/
TSP)
3. Perbedaan dengan plot Puspijak karena BPKH menggunan pendekatan kisi grade
setiap 20 km, melalui new inisiatif menjadi setiap 10 km.

3.3.2 Inventarisasi Biogeofisik


Pelaksanaannya hampir mirip dengan TSP/PSP, perbedaannya hanya dilakukan
pada PSP nya, tujuannya adalah untuk penyusunan rencana pengelolaan KPH.
Jarak antar plot biogeofisik adalah 5 km x 5 km. Pembangunan plot biogeofisik di P.
Lombok dalam rangka pembangunan KPH Rinjani Timur dan di Sumbawa adalah
dalam rangka pembangunan KPH Ampang. Pembangunan plot biogeofisik di NTB
dianggap sudah mencukupi. Rencana tahun 2013 akan dilaksanakan re enumerasi
terhadap plot-plot yang ada di Lombok, Sumbawa dan Bali.

3.4 Peran Masyarakat dalam Monitoring Karbon


Oleh: Dr. Markum
Diperkirakan minimal 60% luas kawasan hutan (500 000 ha) sudah dikelola
masyarakat. Masyarakat sudah menjadi bagian dari penguasa hutan di daerah karena
masyarakat yang sepenuhnya memiliki akses dan kekuasaan di kawasan hutan di
daerah dengan sistem relasi dan aturan hukum lokal. Persepsi dengan pengetahuan
masyarakat tentang hutan cukup baik, namun karena ada keterbatasan berupa
kebutuhan ekonomi maka terjadi kontradiksi antara pemahaman dengan pengelolaan.
Perubahan cadangan karbon turun di tahun 2009 pada beberapa jenis tutupan
lahan hutan. Terbesar di hutan primer. Faktor emisi di Lombok 3,35 ton per hektar,
di DAS Jangkok yang kondisinya relatif masih baik. Perubahan penggunaan lahan
akan berakibat pada perubahan cadangan karbon dan keanekaragaman hayati

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 29
Tantangan ke depan:
1. Mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan yang
baik
2. Menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang memiliki nilai
dan dihargai dengan baik
3. Persepsi dan pengetahuan masyarakat menjadi motivasi dalam praktek HKm
4. Menentukan kriteria yang bisa diterima berupa cadangan karbon ideal
5. Daerah dengan cadangan karbon yang tinggi belum tentu dapat memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat
Peluang dan peran masyarakat dalam transaksi karbon
1. Permenhut No. 20/2012 memberikan ruang untuk mengembangkan Demonstration
Activities
2. Tersedianya inisiatif untuk pasar karbon
3. Pengembangan best practices untuk daerah yang berhasil baik
Peran masyarakat dalam monitoring karbon:
1. Peran masy sebagai “penguasan hutan” di NTB maka peran masyarakat menjadi
kunci
2. Peran masyarakat dengan peran monitoring dan evaluasi karbon
3. Meneliti dengan lahannya sendiri
4. Kelembagaan yang sudah eksis di masyarakat bisa dijadikan simpul

30 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi


BAB 4
Kesimpulan dan
Rekomendasi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 31
4.1 Kesimpulan
Lokakarya ini telah berhasil merumuskan strategi pengelolaan PSP secara
berkelanjutan, terciptanya persamaan persepsi tentang peran dan tanggung jawab
para pihak di tingkat Provinsi dalam pemantauan karbon hutan dan memberikan
masukan untuk pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan
karbon hutan tingkat Provinsi.

4.2 Rekomendasi
1. Perlu adanya sosialisasi RAD baik di daerah kabupaten maupun di kota dalam
rangka monitoring dan evaluasi, sehingga dapat diketahui penurunan emisi yang
harus dilakukan oleh setiap wilayah.
2. Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran
biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan
karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan
masyarakat sekitarnya.
3. Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat,
perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu
melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
4. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan
stok, tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid) untuk
akurasi data.
5. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna
menjaga komitmen.
6. Perlu melibatkan masyarakat dalam pengamanan maupun monitoring PSP.
Masyarakat pun dapat dilibatkan dalam perhitungan karbon melalui training/
transfer teknologi dari pusat ke daerah.
7. Perlu mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan
yang baik, menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang
memiliki nilai dan dihargai dengan baik.
8. Perlu adanya capacity building terkait REDD+ di daerah untuk menyiapkan
stakeholder dalam implementasi sistem monitoring karbon hutan.
9. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara
keseluruhan).
10. Pembangunan aplikasi sistem monitoring harus dibuat fleksibel atau dinamis
sesuai dengan perkembangan regulasi. Selain itu sistem yang dibuat juga harus
user friendly.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 33
11. Perlu dibentuk Bank Data/ Pusat Data dan Web Karbon PSP Provinsi NTB.
12. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan.
13. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran
serta tanggungjawab para pihak.

34 Kesimpulan dan Rekomendasi


Lampiran
Lampiran 1. Agenda Kegiatan

AGENDA KEGIATAN
LOKAKARYA STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
MATARAM, 7-8 MEI 2013
The Santosa Villas & Resort, Jl. Raya Sengigi Km. 8, Senggigi, Lombok

Waktu Agenda Pembicara Penanggungjawab

Hari I: 7 Mei 2013

08.00 – 08.30 Registrasi Panitia

08.30 – 09.00 AcaraPembukaan: Dinas Kehutanan Panitia


• Doa Propinsi Nusa
• Sambutan Pembukaan Tenggara Barat
• Pengantar Kepala Dinas
Kehutanan
Kepala Puspijak

09.00 – 12.00 Sesi 1: Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi

09.00 – 10.40 Presentasi:

1. Strategi dan Kebijakan Provinsi Ir. Makchul, M.Si Moderator:


Nusa Tenggara Barat untuk (BAPPEDA Propinsi Ir. Achmad Pribadi, M.Sc.
mencapai Target Penurunan Emisi: NTB) Notulis:
Pengalaman dari Penyusunan Bayu Subekti, SIP, M.Hum
Rencana Aksi Daerah (RAD) Mega Lugina

2. Overview Pembangunan PSP FCPF Tim Peneliti Puspijak


tahun 2012 (Virni Budi Arifanti,
S.Hut., M.Sc)

3. Program dan Kegiatan Daerah Dinas Kehutanan


untuk Mencapai Target Penurunan
Emisi: Pengalaman Pembangunan
PSP di Propinsi NTB

4. Data dan Informasi untuk LAPAN (Rubini Yusuf,


Mendukung Sistem Perhitungan Msi dan Sukentyas
Karbon Nasional (INCAS) Estuti Siwi, S.Si

10.40 – 12.00 Diskusi

12.00 – 13.30 Ishoma Panitia

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 37
Waktu Agenda Pembicara Penanggungjawab

13.30 – 16.35 Sesi 2: Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi

13.30 – 15.00 Presentasi:

1. Integrasi National Forest Inventory Direktorat Moderator:


(NFI) ke dalam Sistem Monitoring Inventarisasi dan Ir. Andi Pramaria, Mm
Karbon Hutan yang akan dibangun Pemantauan Sumber Notulis:
di Daerah Daya Hutan Virni Budi Arifanti, S.Hut., M.Sc
Galih Kartika Sari
2. Potensi aplikasi INCAS sebagai IAFCP (Dr. Haruni
sistem monitoring karbon hutan Krisnawati)

3. Dukungan data kegiatan untuk BPKH Wilayah VIII


menyusun Strategi Monitoring PSP Denpasar

4. Peran dan tanggungjawab Suyono, SE


masyarakat di tingkat Provinsi (Transform)
dalam pelaksanaan sistem
monitoring karbon hutan

15.00 – 16.00 Diskusi

16.00 – 16.35 Pembentukankelompok FGD dan Dinas Kehutanan Propinsi NTB


briefing untukhari ke-2

Hari II: 8 Mei 2013

09.00 – 12.00 FGD FasilitatorKelompok 1


Kelompok 1: Notulis: Bayu Subekti, S.IP,
Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat M.Hum
Provinsi

Kelompok 2: FasilitatorKelompok 2
Rancangan Sistem Monitoring Karbon Notulis: Galih Kartika Sari,
Hutan Tingkat Provinsi S.Hut, MAP

12.00 – 13.00 Ishoma Panitia

13.00 – 14.00 Sidang Pleno Moderator: Ir. Andi Pramaria,


Mm

14.00 – 14.15 Perumusan Hasil Lokakarya Bayu Subekti, SIP, M.Hum


Virni Budi Arifanti, S.Hut, MSc

14.15 – 14.30 Penutupan Panitia

38 Agenda Kegiatan
Lampiran 2. Presentasi

1. Strategi dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat


dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK)

STRATEGI DAN KEBIJAKAN


PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
DALAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
(GRK)

Oleh:
Ir. Akhmad Makchul, MSi.
Bappeda Provinsi NTB

ISU TERKAIT PENGELOLAAN SUMBERDAYA


ALAM DI NTB
 Lahan kritis
 Ilegal Logging
 Tingginya alih fungsi lahan
 Kerusakan ekosistem hutan, lahan dan pesisir
 Penurunan kuantitas dan kualitas sumberdaya air.
 Bencana banjir dan kekeringan
 Perubahan Iklim & Pemanasan Global meningkatnya suhu
maksimum sebesar 0,70 C dan suhu rata-rata minimum terjadi
peningkatan sebesar 1,20 C. Nusa Tenggara Barat merupakan
Provinsi dengan kenaikkan suhu sangat tinggi di Indonesia.

Degradasi lingkungan
Kemiskinan khususnya di daerah pertanian lahan
kering, kawasan sekitar hutan dan pesisir

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 39
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB

RPJPD 2005 - 2025


 Mewujudkan kemandirian dan daya
saing daerah, yaitu terwujudnya
kemampuan dinamis mengembangkan
diri dan profesionalisme masyarakat yang
didukung kelestarian dan keberlanjutan
pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup serta berkembangnya
kearifan lokal, sebagai daya mampu
keunggulan relatif terhadap wilayah lain.

■ Mewujudkan pembangunan berkelanjutan,


yaitu pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam, lingkungan hidup dan
sumberdaya buatan bagi keberhasilan
pembangunan kesejahteraan generasi masa kini
dengan memperhitungkan secara cermat dan
bertanggungjawab bagi kelangsungan hidup
dan kehidupan generasi mendatang.

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB

RPJMD 2009 - 2013


 Menumbuhkan Ekonomi Berbasis Sumberdaya
Lokal dan Mengembangkan Investasi dengan
mengedepankan Prinsip Pembangunan
Berkelanjutan;

 Melakukan Percepatan Pembangunan Infrastruktur


Strategis dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi

40 Presentasi
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB

RTRW PROVINSI NTB


PROVINSI NTB SEBAGAI
PUSAT PENGEMBANGAN AGROBISNIS DAN PARIWISATA
diwujudkan dalam bentuk :
- pusat pengembangan agrobisnis;
- kawasan pengembangan pariwisata;
- pusat pengembangan kelautan dan
perikanan;
- simpul transportasi regional,
nasional dan internasional.

Program Pembangunan Daerah NTB


BERBASIS SDA BERKELANJUTAN
Tahun 2009 – 2013
■ Gerakan NTB Hijau
Program Sekolah Hijau dan pengembangan Hutan Cadangan
Energi.
■ Gerakan Ruang Hijau
Ruang Hijau merupakan singkatan dari “Ruang Hunian Ideal
(yang dibentuk dengan) Jalan mantap, Air lestari, dan Utilitas
yang memadai”
■ Gerakan Kawasan PERMATA
Gerakan Kawasan PERMATA adalah suatu upaya PERlindungan
MATa Air (PERMATA)
■ Memantapkan program "Desa Mandiri Pangan“
■ Pengembangan Desa Mandiri Energi (DME)
■ Pencanangan NTB sebagai Provinsi Bumi Sejuta Sapi.
■ Meluncurkan "Pasar Tani", sebagai model pengembangan pasar
khusus bagi produk unggul
■ Revitalisasi penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan,
perkebunan dan perikanan.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 41
Peningkatan
hasil hutan
bukan kayu &
jasa lingkungan

Pendukung
Peningkatan pembangunan
lapangan kerja sektor lain
400 ribu
orang Penutupan lahan
kritis meningkat
315 ribu Ha
(HTR, HKm Ha,
HTI, Sylopasture dll

Pengurangan
Peningkatan
pemanasan
kualitas & kuantitas
global & efek
sumberdaya air
rumah kaca

KEBIJAKAN NASIONAL
 Peraturan Presiden No. 61, tentang
Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk
pengurangan GRK (RAN-GRK), dapat
dianggap sebagai Strategi
Pembangunan nasional yang Rendah
Emisi.
 Peraturan Presiden No.71 sebagai
Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca tingkat Nasional.

42 Presentasi
PERGUB 51/2012 Ttg. RAD
GRK Provinsi NTB
 Ketentuan Umum
 Ruang Lingkup
 Kedudukan RAD GRK dlm Kebijakan
Pembangunan Daerah
 Dokumen RAD
 Monev RAD GRK
 Ketentuan Penutup

SUMBER-SUMBER GAS RUMAH KACA (GRK)

Sumber: WRI/WBCSD GHG Protocol Corporate Standard, Chapter 4 (2004).

Jenis – jenis Emisi GRK : CO2, SF6, CH4, N2O, HFCs, PFCs

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 43
KAITANNYA DENGAN PERUBAHAN IKLIM, SEKTOR KEHUTANAN DAPAT
BERFUNGSI SEBAGAI PENGEMISI KARBON (EMITTER) DAN PENYERAP KARBON
(SINKER),

Sumber : emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006)

Mengapa perlu....??

 Perubahan iklim merupakan perubahan yang terjadi pada iklim baik secara
langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang
mempengaruhi komposisi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfir
secara global dan berakibat terjadinya variasi iklim alami dalam periode waktu
tertentu
 Jumlah emisi CO2 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 1,55 ton karbon (5,67 ton
CO2 – eq) per kapita. Angka ini dapat mencapai sebesar 3,22 ton karbon per
kapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan peningkatan
PDRM jika tidak dilakukan mitigasi atau kegiatan berjalan seperti biasanya
(business as usual). Pada sektor-sektor yang memproduksi emisi CO2 yang
tinggi, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk mengurangi emisi GRK
sampai menjadi 26% pada tahun 2020 (Kesepakatan Internasional
Copenhagen, 2009).
 Pemerintah daerah dapat berperan serta dalam pengurangan emisi GRK dalam
konteks pembangunan berkelanjutan di daerah melalui perencanaan strategis,
pembuatan konsensus dan peran koordinasi.
 Pemerintah daerah dapat mendorong keterlibatan publik dan swasta untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap dampak perubahan iklim.

44 Presentasi
Sumber Emisi di Provinsi NTB
Sektor Pertanian
 Sumber emisi (1) emisi metana (CH4), (2) emisi karbondioksida (CO2) dan (3) emisi
dinitrogen oksida (N2O).
Sektor Kehutanan
 Sumber emisi : lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar dan
perambahan hutan serta alih fungsi lahan (land use change).
Sektor Energi
 Emisi gas buang dari kendaraan bermotor (60-70%) , industri (10-15% ) dan dari
permukiman atau rumah tangga, kebakaran hutan maupun pembakarn sampah (30-
35%).
 Untuk Provinsi NTB, sumber emisi berasal dari penggunaan bahan bakar untuk
pembangkit listrik oleh PLN dan PT. Newmont (pertambangan).
Sektor Transportasi
 Sumber emisi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan minyak
pelumas dan penggunaan refrigeran di sistem pengkondisian udara pada kendaraan.
Sektor Industri
 Emisi dari industri : pembakaran bahan bakar untuk melakukan proses produksi
 Emisi dari sektor energi : pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan listrik
Sektor Pengelolaan Limbah
 berasal dari sampah domestik dan limbah cair domestik.

Usulan Mitigasi
Energy :
 Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi
 Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga.
 Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan
Konservasi Energi
 Pemanfaatan Kotoran Ternak menjadi energi
 Pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG secara penuh
 Penyusunan klasifikasi data potensi dan cadangan panas bumi untuk
ketenagalistrikan dan pemanfaatan langsung energi panas bumi
 Penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi
 Penyusunan kebijakan tentang panas bumi dan air tanah
 Penggunaan bahan bakar nabati (BBN)
 Perhitungan dan pembaruan faktor emisi pada sistem grid
ketenagalistrikan

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 45
Usulan Mitigasi
Transportasi :
 Pengembangan Pengendalian Analisis Dampak Lalu Lintas/TIC
 Peremajaan Armada Angkutan Umum
 Membangun Non Motorized Transport /NMT (Pedestrian dan Jalur
Sepeda)
 Campaign Education at School
 Penerapan Manajemen Parkir
 Penerapan Congestion Charging dan Road Pricing
 Pelatihan dan Sosialisasi Eco Driving
 Pengadaan Sistem BRT/semi BRT
 Pemasangan Converter Kit pada Mobil Dinas
 Menaikkan Uang Muka Kredit Sepeda Motor dan Pajak Progresif
Kendaraan Pribadi
 Car Free Day dan Menutup Transportasi Bermotor di Pusat
Keramaian

Usulan Mitigasi
Industri
 Strategi inti Aksi mitigasi yang dicanangkan
untuk sektor industri NTB ini terdiri atas 3
kegiatan inti yakni: (a) Peningkatan Teknologi
Proses, (b) Pengusahaan Bahan Bakar
Alternatif terutama mengarah ke gasifikasi,
dan (c) Peningkatan Efisiensi dan Mutu
Proses Produksi.

46 Presentasi
Usulan Mitigasi
Kehutanan
 Moratorium logging.
 Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan
pada hutan alam.
 Rehabilitasi hutan dan lahan seluas 63.000
ha/3 tahun.
 Pengamanan hutan.
 Penurunan kebakaran hutan.
 Implementasi NTB Hijau.

Usulan Mitigasi
Pertanian
(1) Perluasan areal penanaman padi dengan sistem tanpa (sedikit)
penggenangan (sistem SRI-system rice intensification),
(2) Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar,
(3) Penerapan precission farming atau pemupukan sesuai kebutuhan,
(4) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon
dalam tanah,
(5) Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi dan pupuk organik,
(6) Optimasi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan
indeks pertanaman, termasuk pemanfaatan lahan secara optimal,
(7) Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/
terdegradasi berkelanjutan melalui tatakelola air dan ameliorasi yang
menurunkan emisi GRK,
(8) Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisi
GRK dari ternak, dan
(9) Perluasan penggunaan varietas padi rendah emisi gas CH4.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 47
Usulan Mitigasi
Pengelolaan Limbah
 Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Persampahan
 Minimasi Sampah dengan prinsip 3R
 Peningkatan Sarana-Prasarana Persampahan
 Penyusunan Perencanaan Pengelolaan Air Limbah
 Pembangunan prasarana Waste Water Treatment
Pemukiman
 Pengendalian Banjir
 Pengelolaan Badan Air
 Pemberdayaan Kesehatan Lingkungan dan Masyarakat
 Monitoring dan Evaluasi
 Program/Kegiatan Non-teknis RAD-GRK Sektor Limbah

Upaya MITIGASI MENURUNKAN EMISI


1. Aktivitas mitigasi, mengembalikan fungsi lahan ke fungsi aslinya (terutama
mengembalikan fungsi lahan ke hutan lahan kering primer) akan
berpotensi men-squester karbon dalam tubuh tanaman/tanah dalam
jumlah yang sangat signifikan (1.030.633 ton CO2/th)
2. Jika 30% lahan penggunaan lain dikembalikan ke fungsi ke pertanian lahan
kering campuran dan agroforestry, maka paling tidak akan mengurangi
emisi sebesar masing-masing 19.561,8 ton CO2 eq/th (30% dari 65.206
ton/th) dan 13.169,1 ton CO2 eq/th (30% dari 43.897 ton/th)
3. Jika penurunan emisi masing-masing ditargetkan 30% pada perubahan
penggunaan lahan ke original landuse ke hutan lahan kering primer, hutan
lahan kering sekunder, lahan kering campuran, semak belukar, pertanian
lahan kering dan perkebunan, maka diperkirakan akan terjadi
pengurangan emisi sebesar 490.632,3 ton CO2/th. Jika
angka ini diproyeksi selama 5 tahun pertama dan 5
tahun kedua, maka akan terjadi penurunan emisi
sebesar 22% (4.906.323 ton) dari prediksi total emisi
tahun 2021, yaitu dari 22.338.825 ton (prediksi emisi
tanpa upaya mitigasi) menjadi 17.432.502 ton CO2 eq

48 Presentasi
Strategi Implementasi
(1) memetakan lembaga-lembaga yang
dimiliki Provinsi NTB,
(2) mengidentifikasi sumber dana yang
mungkin,
(3) menyusun jadwal implementasi masing-
masing usulan aksi mitigasi, dan
(4) strategi sosialisasi aksi mitigasi.

HASIL ANALISIS BAU


BASELINE BERBASIS LAHAN
POKJA KEHUTANAN
(PERGUB 51 / 2012)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 49
 Permasalah : Alih fungsi lahan hutan
 Analisis Emisi : Total emisi CO2 eq
1.747.754 ton/ha (soft ware abacus, 2012)
hasil dari perubahan penggunaan lahan
hutan
 Lembaga/stakeholders (Kemenhut, Pemda
Prov./Kab, Dinas Kehutanan Pertanian,
UPT Kemenhut, PDAM, Ponpes,Pengusaha
kayu, NGO, PT, Sekolah dan masy

Jumlah dan sumbangan emisi dari perubahan penggunaan


lahan yang dikelompokkan berdasarkan original land use

Original land use (yang berada dalam zona Emisi (ton CO2 eq/Th) ke Sumbangan emisi
No
kawasan hutan) penggunaan lahan lain (%)

1 Hutan lahan kering primer 1.030.633 58,97

2 Hutan Lahan Kering Sekunder 282.161 16,14

3 Pertanian Lahan Kering Campur 171.689 9,82

4 Semak Belukar 150.958 8,64

5 Pertanian Lahan Kering 65.206 3,73

6 Perkebunan 43.897 2,51

7 Sawah 2.503 0,14

8 Hutan Mangrove Primer 707 0,04

9 Total Emisi CO2 eq/tahun 1.747.754 100

10 Total Sequestrasi CO2 eq/tahun 258.499

11 Net Emisi CO2 eq/tahun 1.489.255

Sumber Data : SOFTWARE ABACUS

50 Presentasi
2. Lesson Learned dari pembangunan PSP untuk monitoring karbon
hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012

LESSON LEARNED DARI PEMBANGUNAN PSP UNTUK


MONITORING KARBON HUTAN PADA KEGIATAN FCPF
TAHUN 2012

Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi


Mataram, 7-8 Mei 2013

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN


PERUBAHAN IKLIM DAN KEBIJAKAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 51
LATAR BELAKANG

• Perubahan iklim  pemanasan global terjadi akibat


peningkatan emisi GRK
• Emisi Indonesia pada 2006: 1,76 Gt CO2e
• 60% emisi di Indonesia berasal dari perubahan tutupan lahan
dan kebakaran gambut
• Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK
sebesar 26% dengan kemampuan sendiri atau 41% dengan
bantuan internasional
• Perpres No. 61/2011 tentang RAN GRK mengamanatkan
Pemprov untuk menyusun RAD GRK
• Pentingnya informasi cadangan karbon dalam penyusunan
RAD GRK

LATAR BELAKANG

 The Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) adalah


program yang didanai oleh 18 lembaga donor dan
dikoordinasikan oleh World Bank.
 Dalam rangka mendukung pelaksanaan REDD+ ,
perhitungan cadangan karbon harus berdasarkan
tingkat kerincian yang tinggi untuk meningkatkan
akurasi perhitungan.
 Pembangunan Petak Ukur Permanen/Permanent
Sampling Plots (PSPs) dilakukan untuk meningkatkan
kualitas data nasional dan regional dalam rangka
mendukung sistem MRV dalam perhitungan karbon
dan emisi.

52 Presentasi
TUJUAN

• Membangun PSP di berbagai tipe hutan di


tingkat Provinsi
• Membangun database cadangan karbon untuk
setiap tipe hutan di tingkat Provinsi
• Melakukan monitoring cadangan karbon
hutan di tingkat Provinsi

OUTPUT
• Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan
karbon di tingkat Provinsi
• Tersedianya database pertumbuhan pohon
pada berbagai tipe hutan
• Tersedianya database cadangan biomasa dan
karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB, serasah,
nekromas, tanah) di tingkat Provinsi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 53
KRITERIA PEMILIHAN LOKASI PSP
(1) keamanan
(2) aksesibilitas
(3) keterwakilan
(4) keberlanjutan
(5) status kawasan

LOKASI PEMBANGUNAN PSP FCPF

1. SUMATERA BARAT
3. SULAWESI UTARA

2. SUMATERA SELATAN 5. MALUKU

4. NTB

54 Presentasi
JUMLAH DAN TIPE LOKASI PSP (2012)
• 15 PSP
SUMATERA BARAT • Ht. sekunder, agroforestry, semak belukar

• 12 PSP
SUMATERA SELATAN • Hutan alam primer, sekunder, hutan rakyat,
hutan gambut sekunder
• 22 PSP
SULAWESI UTARA • Hutan pantai, ht. dat. tinggi, ht. dat. rendah, ht.
lumut

• 33 PSP
NTB • HKm, KHDTK dan hutan mangrove

• 12 PSP
MALUKU • Hutan alam primer dan sekunder

METODE
• Stratifikasi Lapangan
• Pembangunan Permanent Sampling Plot (PSP)
• Pengukuran biomasa 5 pool karbon :
1. Permukaan atas tanah
2. Permukaan bawah tanah
3. Serasah dan Tumbuhan bawah
4. Tanah
5. Kayu mati (nekromas)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 55
20 m

Plot establishment for trees inventory 10 m


and destructive sampling of selected 5m
20 m

trees 2m 10 m
1 m 2 m5 m
1m

50 m
20 m
1m x 1m = litter, undergrowth
2m x 2m = seedlings (DBH < 2,5 cm)
5m x 5m = saplings (DBH 2,5 – 9,9 cm) 10 m
20 m
10m x 10m = poles (DBH 10,0 – 19,9 cm) 5m
2m 10 m
20m x 20m = trees (DBH ≥ 20,0 cm) 1 m 2 m5 m
= canopy coverage measurement 1m

50 m
20 m
= transect line for dead wood

10 m
20 m
5m
2m 10 m
1 m 2 m5 m
1m

HASIL PEMBANGUNAN PSP


SUMATERA BARAT
Hutan Nagari Simancuang, Kab. Solok Selatan

56 Presentasi
SUMATERA BARAT

C stock (MgC/ha)
21.26 Hutan Sekunder muda

85.69
198.08 Hutan Sekunder 1200 mdpl

95.59 Hutan Sekunder 800 mdpl

139.34 Agroforestri kayu manis

Semak belukar/kebun
tradisional

HASIL PEMBANGUNAN PSP


SULAWESI UTARA
CA Tangkoko-Dua
Saudara, KPHP
Poigar dan HL
Gunung Tumpa

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 57
SULAWESI UTARA

C stock (tC/ha)

142.72 120.83 Hutan pantai

Hutan Dataran Rendah

135.94 153.38
Hutan Pegunungan

Hutan Lumut

HASIL PEMBANGUNAN PSP


NUSA TENGGARA BARAT
HKm Santong, Kab. Lombok
Utara; KHDTK Rarung, Kab.
Lombok Tengah; dan hutan
mangrove di Jerowaru, Kab.
Lombok Timur

58 Presentasi
NUSA TENGGARA BARAT

Cadangan Karbon di HKm Santong

Cadangan Karbon di hutan mangrove Jerowaru

HASIL PEMBANGUNAN PSP


MALUKU

KPHP Unit IV Kab.


Seram Bagian
Barat dan KPHL
Unit XIV Kota
Ambon

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 59
MALUKU

C stock (tC/ha)

251.806 224.941 Hutan Primer P. Seram


Hutan Sekunder P. Seram
185.013
Hutan Primer Ambon
455.573
Hutan Sekunder Ambon

HASIL PEMBANGUNAN PSP


SUMATERA SELATAN

Kota Pagar Alam,


Kab. Empat
Lawang, Kab.
Banyuasin, Kab.
Musi Banyuasin
dan PT REKI

60 Presentasi
SUMATERA SELATAN

 Hasil perhitungan yang dilaporkan BELUM


SELESAI dan masih merupakan hasil dalam
bentuk berat basah biomassa.
 Masih perlu menyelesaikan perhitungan
biomassa kering dan cadangan karbon dari
kelima pool karbon

MONITORING PSP
• Monitoring PSP tahun 2013 akan dilaksanakan dengan
sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013
• Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSP
diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait
dengan pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian
Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.)
• Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015)
dilakukan setiap 3 tahun sekali
• Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para
pihak terkait dan Puspijak

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 61
SISTEMATIKA PELAPORAN
• KATA PENGANTAR
• DAFTAR ISI
• DAFTAR TABEL
• DAFTAR GAMBAR
• DAFTAR LAMPIRAN

BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan

SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 2. METODOLOGI
BAB 3. KONDISI UMUM PSP
A. Deskripsi lokasi dan spesifikasi PSP
B. Aksesibilitas dan keamanan
C. Tipe ekosistem
D. Status kawasan dan kepemilikan
E. Kondisi sosekbud masyarakat
F. Keberlanjutan Pengelolaan PSP

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN


 Persamaan alometrik lokal

62 Presentasi
SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Biomassa Atas Permukaan
B. Perhitungan Biomassa Bawah Permukaan (Nisbah Pucuk
Akar)
C. Perhitungan Serasah
D. Perhitungan Nekromas
E. Perhitungan Karbon Organik Tanah
F. Perhitungan Total Biomassa

BAB 5. PENUTUP

DATABASE PSP : Biomasa atas permukaan

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 63
DATABASE PSP :Biomasa bawah permukaan

DATABASE PSP : Biomasa Nekromas

64 Presentasi
DATABASE PSP : Biomasa Serasah

DATABASE PSP : Biomasa Tanah

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 65
DATABASE PSP : Cadangan karbon 5
pool karbon

SARAN
• Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran
biomasa hutan di tingkat masyarakat
• Perlu dilakukan monitoring cadangan karbon
hutan secara periodik
• Perlu melibatkan pengelola kawasan dan
masyarakat sekitarnya
• Perlu membangun PSP di kawasan yang belum
terwakili ekosistemnya

66 Presentasi
TERIMAKASIH

3. Program dan kebijakan pemerintah provinsi Nusa Tenggara Barat


untuk mencapai target penurunan emisi: pengalaman pembangunan
Plot Sample Permanen (PSP

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 67
LATAR BELAKANG
 KESEPAKATAN INTERNASIONAL (PROTOKOL KYOTO, COP 12
MONTREAL, COP 13 BALI, COP 15 DI COPENHAGEN, G-20 DI
PITTBURG, DLL), ADANYA KESADARAN TERHADAP PERUBAHAN
LINGKUNGAN (CLIMATE CHANGE), SEHINGGA PERLU
MENURUNKAN EMISI GAS RUMAH KACA
 INDONESIA BERKOMITMEN UNTUK MENURUNKAN EMISI GRK
SEBESAR 26% DENGAN KEMAMPUAN SENDIRI ATAU 41%
DENGAN BANTUAN INTERNASIONAL
 KOMITMEN TERSEBUT DIWUJUDKAN PADA TAHUN 2020 SHG
PERLU DIBUAT ROAD MAP (RENCANA AKSI) PENURUNAN EMISI
GRK
 PERPRES NO 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL
PENURUNAN EMISI GRK, MENGAMANATKAN PEMPROV DAN
PEMKAB/PEMKOT UNTUK MENYUSUN RAD GRK
 SEKTOR KEHUTANAN SANGAT POTENSIAL KARENA PENYUMBANG
TERBESAR (74-86%) PENGHASIL EMISI SEHINGGA PERUBAHAN
KONDISI HUTAN AKAN BERPENGARUH BESAR
 RAD GRK PERLU DIDUKUNG KEBIJAKAN YANG BERSIFAT JANGKA
PANJANG UNTUK MENUNJUKAN KOMITMEN PEMPROV NTB.

IDENTIFIKASI SUMBER EMISI


SEKTOR KEHUTANAN

 KEBAKARAN HUTAN
 PENEBANGAN POHON
 PERUBAHAN PENGGUNAAN KAWASAN
HUTAN (LEGAL DAN ILLEGAL)

68 Presentasi
BESARAN EMISI SEKTOR KEHUTANAN
(DARI PENGGUNAAN LAHAN)
Emisi (ton CO2 eq/Th)
Original land use (yang berada Sumbangan
No ke penggunaan lahan
dalam zona kawasan hutan) emisi (%)
lain
1 Hutan lahan kering primer 10.306.330 58,97
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2.821.610 16,14
3 Pertanian Lahan Kering Campur 1.716.890 9,82
4 Semak Belukar 1.509.580 8,64
5 Pertanian Lahan Kering 652.060 3,73
6 Perkebunan 438.970 2,51
7 Sawah 25.030 0,14
8 Hutan Mangrove Primer 7.070 0,04
9 Total Emisi CO2 eq/tahun 17.477.540 100
10 Total Sequestrasi CO2 eq/tahun 2.584.990
11 Net Emisi CO2 eq/tahun 14.892.550

BASELINE EMISI

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 69
SKENARIO PENURUNAN
 MENGEMBALIKAN 30% HUTAN LAHAN
KERING SEKUNDER DAN PENGGUNAAN LAIN
KE HUTAN LAHAN KERING PRIMER
(FUNGSI).
 MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN
LAIN KE HUTAN LAHAN KERING SEKUNDER
(REKLAMASI & KEWAJIBAN PENANAMAN).
 MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN
LAIN KE PERTANIAN LAHAN KERING
CAMPURAN (PEMBANGUNAN
AGROFORESTRY).
 MENGEMBALIKAN 30% LAHAN PENGGUNAAN
LAIN KE PERKEBUNAN.

TARGET PENURUNAN EMISI


Emisi (ton CO2
Skenario usulan
eq/tahun) dari original
Original land use penurunan emisi
landuse ke penggunaan
(ton CO2 eq/tahun)
lain
22% dari emisi =
Hutan lahan kering primer 10.306.330
2.267.393

Hutan Lahan Kering Sekunder 2.821.610 22% dari emisi = 620.754

Pertanian Lahan Kering


1.716.890 22% dari emisi = 377.716
Campuran
Semak Belukar 1.509.580 22% dari emisi = 332.108
Pertanian Lahan Kering 652.060
Perkebunan 438.970
Sawah 25.030
Hutan Mangrove Primer 7.070
Total Emisi (ton CO2
17.477.540
eq/tahun)
Net Emisi (ton CO2 eq/tahun) 14.892.550 4.914.542

70 Presentasi
SKENARIO KEBIJAKAN
 MORATORIUM LOGGING
 PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN
KAWASAN HUTAN UTAMANYA HUTAN
ALAM
 MEMPERTAHANKAN KAWASAN HUTAN
(LUAS DAN KONDISI)
 PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN
 MENINGKATKAN UPAYA RHL
 MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN

IMPLEMENTASI
 MORATORIUM LOGGING, TERTUANG DALAM PERDA N0 3 TAHUN
2010 (RTRWP).
 TIDAK MEMBERI IZIN ATAU MEREKOMENDASIKAN
PENEBANGAN DALAM KAWASAN HUTAN (IPK, IUPHHK, DLL)
 PENEBANGAN HANYA DIMUNGKINKAN DARI HASIL PENANAMAN
(HTI, HTR DAN HKm)
 PENGAWASAN PEREDARAN HASIL HUTAN, SVLK DAN
PENGETATAN PENERBITAN IPKTM
 PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN ALAM (INPRES
10 TAHUN 2011)
 TIDAK MEMBERI IZIN ATAU REKOMENDASI PENGGUNAAN/
PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PADA HUTAN ALAM
 PENGAWASAN IZIN YANG TELAH DITERBITKAN SESUAI
DENGAN YANG DIIZINKAN
 PENGENDALIAN PEMANFAATAN/PENGGUNAAN HUTAN NON
PROSEDURAL

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 71
IMPLEMENTASI
 MEMPERTAHANKAN LUAS KAWASAN HUTAN (PERDA NO 1
TAHUN 2010, RPJMD)
 PENGUATAN STATUS YURIDIS KAWASAN HUTAN MELALUI
PROSES PENGUKUHAN HUTAN (PENUNJUKAN, TATA
BATAS, PEMETAAN DAN PENETAPAN)
 PENGUATAN BATAS FISIK KAWASAN HUTAN
(PEMASANGAN PAL BATAS, REKONSTRUKSI DAN
PENEGASAN BATAS)
 PEMASANGAN TANDA LARANGAN, PETUNJUK DAN
RAMBU-RAMBU
 SOSIALISASI BATAS KAWASAN HUTAN
 PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN
 OPERASI PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN
 KERJASAMA BERBAGAI PIHAK

IMPLEMENTASI
 MENINGKATKAN RHL (PERDA NO 1 TAHUN 2010,
RPJMD)
 PENGEMBANGAN HKm, HTR, HTI, DLL
 KERJASAMA BERBAGAI PIHAK BIDANG RHL JIFPRO,
KOICA, WWF, DLL
 REHABILITASI (PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN)
DENGAN DANA DAK
 PENYEDIAAN BIBIT (KBR, KBS, PONPES, BAKTI
SOSIAL, BANSOS, PENGHIJAUAN LINGKUNGAN, DLL)
 MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN
 PRE-EMPTIF, PREVENTIF, REPRESIF (SOSIALISASI,
PATROLI, OPERASI)
 KERJASAMA MASYARAKAT (LANG-LANG)
 PENEGAKAN HUKUM (PROSES HUKUM
PELANGGARAN)

72 Presentasi
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI
Baseline dan Perkiraan Penurunan Emisi CO2 Sektor
Kehutanan di NTB
25.000.000
22.338.825

20.000.000
22 %
Emisi CO2 eq (Ton)

14.892.550
17.424.284
15.000.000

14.892.550

10.000.000

7.446.275
Baseline Emisi
5.000.000
Emisi hasil Mitigasi

-
2006-2011 2011-2016 2016-2021
Tahun

PERMASALAHAN DAN SOLUSI


 KEBIJAKAN MASIH BERSIFAT TEMPORER, BELUM BERSIFAT
PERMANEN (RPJMD, INPRES, RTRW, DLL). DIPERLUKAN PERDA
SEBAGAI REGULASI JANGKA PANJANG.
 KEBIJAKAN DAN PROGRAM MASIH BELUM BERSIFAT
PENGARUSUTAMAAN PENURUNAN EMISI GRK (PERTAMBANGAN,
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN, DLL). PRIORITAS PROGRAM
PADA KEGIATAN YANG MEMPERTIMBANGKAN PENURUNAN EMISI
GRK
 PERUBAHAN KONDISI HUTAN PRIMER DAN HUTAN SEKUNDER KE
PENGGUNAAN LAIN AKIBAT GANGGUAN KEAMANAN HUTAN,
MASIH BERLANGSUNG KARENA KEBUTUHAN LAHAN DAN
KEBUTUHAN KAYU, SEMENTARA KEMAMPUAN MASIH TERBATAS
(DANA, SDM). PENUNDAAN IZIN, PENINGKATAN PENGAMANAN
HUTAN, PENGEMBANGAN AGROFORESTRY.
 MENINGKATKAN FUNGSI HUTAN SEKUNDER KE PRIMER DAN
PENGGUNAAN LAIN KE FUNGSI HUTAN PERLU PEMAHAMAN DAN
PARTISIPASI SEMUA PIHAK. SOSIALISASI DAN PEMASANGAN PSP
UNTUK PERHITUNGAN KARBON (BASELINE)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 73
IMPLEMENTASI PENGUKURAN KARBON

 LOKASI HKm SANTONG


 KHDTK RARUNG
 MANGROVE JEROWARU

METODOLOGI
1. STRATIFIKASI (PENUTUPAN VEGETASI)
PRIMER
A.
B. SEKUNDER
C. TERDEGRADASI
TERKECUALI PADA KHDTK RARUNG DIDASARKAN PADA JENIS
2. BENTUK PLOT
BUJUR SANGKAR UKURAN 20X20 M UNTUK POHON, 10X10 M
UNTUK TIANG, 5X5 M UNTUK PANCANG DAN 1X1M UNTUK SEMAI,
SERESAH DAN TUMBUHAN BAWAH
3. PENGUKURAN BIOMASSA
A. ATAS PERMUKAAN TANAH
BIOMASSA POHON, TIANG DAN PANCANG
BIOMASSA TUMBUHAN BAWAH
BIOMASSA SERESAH
BIOMASSA POHON MATI DAN KAYU MATI
B. KARBON ORGANIK TANAH
TANAH MINERAL KERING
TANAH MINERAL MANGROVE

74 Presentasi
BENTUK PSP
20X20 M TINGKAT POHON

10X10 M
TINGKAT
TIANG

5X5 M
TINGKAT
PANCANG

1X1 M
TINGKAT
SEMAI
DAN
TUMBUHA
N BAWAH

LOKASI HKm SANTONG

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 75
LOKASI KHDTK RARUNG

LOKASI HUTAN MANGROVE


JEROWARU

76 Presentasi
HASIL SANTONG
LUAS KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KAWASAN SANTONG.
No Kawasan Hutan Luas (Ha) Luas (%)
1 Kawasan Hutan Primer 50,78 4,80
2 Kawasan Hutan Sekunder 962,85 91,12
3 Kawasan Hutan Terdegradsasi 42,96 4,06
Total Luas 1.056,59 100

LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI KAWASAN HKM


SANTONG.
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Lokasi Koordinat PSP Keterangan
Permanent X Y
1 Santong Primer 1 8 ° 19’ 20,1’’ 116° 18’ 30,4’’
Kawasan Hutan
2 Santong Primer 2 8 ° 19’ 12,7’’ 116° 18’ 45,0’’
Primer
3 Santong Primer 3 8° 19’ 23,4’’ 116° 18’ 43,2’’
4 Santong Sekunder 1 8° 19’ 33,2’’ 116° 18’ 33,4’’
Kawasan Hutan
5 Salut Sekunder 2 8° 17’ 27,1’’ 116° 19’ 52,2’’
sekunder
6 Salut Sekunder 3 8° 17’ 47,8’’ 116° 19’ 47,3’’
7 Santong Terdegradasi 1 8° 19’ 35,7’’ 116° 18’ 57,4’’
Kawasan Hutan
8 Santong Terdegradasi 2 8° 19’ 44,9’’ 116° 18’ 24,9’’
terdegradasi
9 Salut Terdegradasi 3 8° 17’ 42,2’’ 116° 19’ 48,6’’

HASIL SANTONG
 CADANGAN KARBON
TERTINGGI PADA HUTAN
SEKUNDER (962,85HA)
SEBESAR 91.737,14 HA
 CADANGAN KARBON PADA
HUTAN PRIMER (50,78 HA)
SEBESAR 8.221,28 TON
 CADANGAN PADA KAWASAN
TERDEGRADASI (42,96 HA)
SEBESAR 3.537,18 TON
 TOTAL CADANGAN HKm
SANTONG (1.056,59 HA)
SEBESAR 103.495,60 TON

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 77
HASIL KHDTK RARUNG
LUAS KAWASAN HUTAN KHDTK RARUNG
BERDASARKAN JENIS VEGETASI.
No Kawasan Hutan Berdasarkan Vegetasi Luas (Ha) Luas (%)
1 Mahoni (Swietenia macrophylla) 5,00 1,53
2 Gaharu (Gyrinops vesteegii) 4,53 1,39
3 Klicung (Dyospiros malabarica) 3,29 1,01
4 Bajur (Pterospermum javanicum) 1,41 0,43
5 Rajumas (Duabanga moluccana) 5,00 1,53
6 Cendana (Santallum album) 0,54 0,17
7 Jukut (Euginia polyantha) 0,92 0,28
8 Ampupu (Eucalypthus urophylla) 7,92 2,43
9 Kemiri (Aleurites moluccana) 1,37 0,42
10 Vegetasi Campuran 295,88 90,80
Jumlah 325,86 100

LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI


KAWASAN KHDTK RARUNG.
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Lokasi Koordinat PSP Keterangan
Permanent Y X
1 Mahoni 9053840 422343 Vegetasi Homogen
2 Vegetasi Campuran 1 9054067 422167 Vegetasi Campuran
3 Klicung 9054193 422225 Vegetasi Homogen
4 Bayur 9054234 422394 Vegetasi Homogen
5 Rajumas 9054141 422418 Vegetasi Homogen
6 Sonokeling 9054977 422806 Vegetasi Homogen
7 Jukut 9054591 422468 Vegetasi Homogen
8 Ampupu 1 9054608 422551 Vegetasi Homogen
9 Vegetasi Campuran 2 9056324 424192 Vegetasi Campuran
10 Waru 9056905 424205 Vegetasi Homogen
11 Vegetasi Campuran 3 9056793 424245 Vegetasi Campuran
12 Dadap 9056211 423988 Vegetasi Homogen
13 Kemiri 9054871 422635 Vegetasi Homogen
14 Vegetasi Campuran 4 9055448 423168 Vegetasi Campuran
15 Ampupu 2 9055097 422911 Vegetasi Homogen

78 Presentasi
HASIL KHDTK RARUNG
cadangan karbon di
Kawasan Hutan KHDTK
Rarung sebesar 47.566
Ton dengan luas
keseluruhan kawasan
hutan seluas 325,86 Ha

SUMBANGAN KARBON SETIAP KOMPONEN


BIOMASSA DI KAWASAN KHDTK RARUNG

No Nama Plot Kontribusi Sumber Karbon (%)


(Pohon, Tumbuhan Seresah Tanah
Tiang, Bawah
Pancang) Tegakan
1 Mahoni 55,37 2,72 0,66 41,24
2 Vegetasi Campuran 1 25,14 0,44 2,98 71,43
3 Klicung 39,05 0,13 4,88 55,94
4 Bayur 68,85 0,41 2,35 28,40
5 Rajumas 53,58 0,64 1,81 43,97
6 Sonokeling 25,50 1,16 1,53 71,80
7 Jukut 61,28 0,67 1,69 36,36
8 Ampupu 1 74,38 0,20 1,27 24,15
9 Vegetasi Campuran 2 43,25 0,76 2,76 53,23
10 Waru 33,90 0,33 0,90 64,86
11 Vegetasi Campuran 3 46,47 0,13 1,44 51,95
12 Dadap 26,55 0,35 2,68 70,41
13 Kemiri 50,06 0,97 1,44 47,53
14 Vegetasi Campuran 4 42,77 0,58 1,04 55,60
15 Ampupu 2 37,93 0,97 1,61 59,49

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 79
HASIL MANGROVE JEROWARU
LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT (PSP) DI
KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU
No Kawasan Hutan Mangrove Luas (Ha) Luas (%)

1 Hutan Mangrove Primer 28,65


37,71
2 Hutan Mangrove Sekunder 31,5
41,46
3 Hutan Mangrove Terdegradsasi 15,83
20,83
Total Luas 75,98 100

LOKASI KOORDINAT PLOT SAMPLING PERMANENT DI


KAWASAN HUTAN MANGROVE JEROWARU
No. Plot Klasifikasi Plot Sampling Lokasi Koordinat PSP Keterangan
Permanent X Y
1 Mangrove Vegetasi Rapat 1 444586 9016945
Kawasan Hutan
2 Mangrove Vegetasi Rapat 2 444784 9016943
mangrove Primer
3 Mangrove Vegetasi Rapat 3 445066 9017512
4 Mangrove Vegetasi Sedang 1 444987 9017589
Kawasan Hutan
5 Mangrove Vegetasi Sedang 2 444969 9017730
Mangrove sekunder
6 Mangrove Vegetasi Sedang 3 445562 9017837
7 Mangrove Vegetasi Rusak 1 445580 9017966 Kawasan Hutan
8 Mangrove Vegetasi Rusak 2 445471 9017953 Mangrove
9 Mangrove Vegetasi Rusak 3 444700 9016942 terdegradasi

HASIL JEROWARU
 CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE RAPAT/PRIMER
2.888,6 TON
 CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE RAPAT SEDANG
2.658,2 TON
 CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE TERDEGRADASI
SEBESAR 793,8 TON.
 TOTAL CADANGAN KARBON
UNTUK MANGROVE
JEROWARU SEBESAR 6.340,6
TON

80 Presentasi
MASUKAN
 DIPERLUKAN PENGUKURAN STOK
KARBON SECARA TIME SERIES UNTUK
MELIHAT PERUBAHAN
 PENAMBAHAN PSP PADA KAWASAN
LAINNYA UNTUK AKURASI DATA
 INTERVENSI KEBIJAKAN YANG LEBIH
KUAT DALAM RANGKA PENURUNAN
EMISI GRK, GUNA MENJAGA KOMITMEN
NEGARA
 MEMASUKAN MEKANISME CARBON
TRADE SECARA VALUNTARY DENGAN
MEMBANGUN WEB KHUSUS

STRATEGI KEBERLANJUTAN
 MENYEDIAKAN ALOKASI ANGGARAN
(APBD) BAGI KEGIATAN MONITORING
PSP, DAN PERLUASAN PEMBUATAN
PSP YG LEBIH MEWAKILI NTB
 MENGINTEGRASIKAN MONITORING
PSP DENGAN KEGIATAN
INVENTARISASI
 MENDORONG KETERLIBATAN
BERBAGAI PIHAK TERKAIT

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 81
TERIMA
KASIH

4. Data dan informasi penginderaan jauh untuk mendukung sistem


perhitungan karbon nasional

Ir. Rubini Jusuf, MSi.


Sukentyas Estuti Siwi, MSi.
Pusat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

Disampaikan pada “Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ditingkat Propinsi”
Mataram, Nusa Tenggara Barat 7 Mei 2013

82 Presentasi
OUTLINE
• Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh
Nasional di LAPAN
• Inpres No. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan,
Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan
Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi
Tinggi
• Fasilitas dan data satelit penginderaan jauh yang
diterima oleh LAPAN saat ini.
• Peran LAPAN dalam Indonesia’s National Carbon
Accounting (INCAS)
• Penutup

Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh


di LAPAN

Akuisisi data
dan Teknologi
Stasiun Bumi
Penginderaan
Jauh

Bank Data
Penginderaan
Jauh Nasional
(BDPJN)
Pengolahan Pengelolaan
Data Data
Penginderaan Penginderaan
Jauh Jauh

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 83
Tujuan Bank Data Penginderaan Jauh Nasional
1. Mengumpulkan, memelihara, memutakhirkan, dan mendistribusikan metadata dan
data penginderaan jauh wilayah Indonesia.
2. Menyediakan data satelit (resolusi spasial rendah sampai tinggi) dengan tutupan
awan minimal/bebas awan setiap tahun untuk seluruh wilayah Indonesia.
3. Menyediakan informasi mengenai kualitas data dalam bentuk metadata dan/atau
riwayat data, seperti sistem proyeksi dan sistem koordinat, level koreksi geometri,
level koreksi radiometri, waktu pemotretan, lokasi pemotretan, cakupan
pemotretan, persentase tutupan awan, dan hak cipta.
4. Memberi supervisi terkait pemanfaatan data penginderaan jauh.
5. Memberi masukan kepada Pemerintah terkait kebijakan pengadaan, pemanfaatan,
dan penguasaan teknologi dan data penginderaan jauh satelit.
6. Membangun sistem akses data spasial yang terintegrasi dengan sistem akses
Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN) dan menyediakan akses data spasial kepada
masyarakat sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
7. Menjadi wakil nasional dalam kerjasama penyediaan data penginderaan jauh secara
internasional.
8. Menyediakan fasilitas pengolahan data penginderaan jauh bagi para pengguna diluar
LAPAN.

Inpres No.6 Tahun 2012


Tentang Penyediaan, Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan
Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi

84 Presentasi
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...)
Kepada:
1. Para Menteri;
2. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
5. Para Gubernur;
6. Para Bupati dan Walikota;
Untuk sesuai tugas dan fungsi masing-masing
PERTAMA:
Menggunakan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi yang disediakan oleh
Badan Informasi Geospasial berdasarkan data satelit penginderaan jauh resolusi
tinggi dengan ukuran piksel lebih kecil dan/atau sama dengan 4 (empat)
meter yang disediakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
KEDUA:
Menyampaikan rencana kebutuhan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi untuk
pelaksanaan program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya kepada Badan Informasi
Geospasial melalui Rapat Koordinasi Penyediaan Data Satelit Penginderaan
Jauh Resolusi Tinggi.

Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...)


KETIGA: Khusus kepada:
1. Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional untuk:
a. menyediakan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi dengan lisensi
Pemerintah Indonesia;
b. meningkatkan kapasitas dan operasi sistem akuisisi data satelit
penginderaan jauh resolusi tinggi;
c. melaksanakan penyediaan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan;
d. melakukan pengolahan atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi
berupa koreksi radiometrik dan spektral;
e. membuat metadata atas data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia;
f. melakukan penyimpanan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi; dan
g. bersama Kepala Badan Informasi Geospasial melakukan pengendalian
kualitas terhadap data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 85
Persyaratan permohonan Citra Tegak Satelit
Penginderaan Jauh Resolusi Tinggi (CRSPJRT)

• Surat permohonan yang ditandatangani oleh pejabat


minimal Eselon-2 atau setara;
• ToR/Proposal kegiatan untuk penggunaan data tsb;
• Lokasi dan cakupan (koordinat) data yang dibutuhkan;
• Tanggal akuisisi data yang dibutuhkan;
• Copy RKAKL/Dokumen anggaran;
• Kontak person yang dapat dihubungi.

Data yang diterima di Stasiun Bumi


Parepare dan Jakarta

86 Presentasi
Data penginderaan jauh yang diterima LAPAN
saat ini
• Data sumberdaya alam (SB Parepare dan SB Rumpin):
• Terra/Aqua MODIS
• NPP VIIRS
• Landsat-7
• SPOT-5 dan SPOT-6
• Landsat Data Continuity Mission (LDCM)/Landsat-8
• Data lingkungan dan cuaca (SB Jakarta):
Landsat-7
Terra • NOAA-19
• Feng Yung-3A
• MTSAT-1R

SPOT-6
Aqua LDCM

SPOT-5

Stasiun Bumi Penginderaan Jauh LAPAN

SB Jakarta

BPJ Parepare
SB Rumpin

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 87
Informasi Tingkat Kehijauan Vegetasi
(Sumber: data Aqua/Terra MODIS, res. 250 m)

Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009)

88 Presentasi
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009,
Kadipaten, Jawa Barat)

Data SPOT-6 (res. 1.5 m, 17 Mar 2013, Kadipaten, Jawa Barat)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 89
Fasilitas Pengolahan dan Pengelolaan Data
Penginderaan Jauh Jakarta

Peran LAPAN dalam INCAS


1. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit Landsat (tahun 1990-2012)
untuk seluruh wilayah Indonesia sebagai data utama.
2. Mengumpulkan data penginderaan jauh satelit resolusi tinggi sebagai data
pendukung.
3. Melaksanakan pengolahan data Landsat untuk penutupan lahan hutan/non-
hutan serta perubahan penutupan lahan hutan/non-hutan tahunan.
4. Melaksanakan peningkatan kapasitas SDM, litbang, serta infrastruktur terkait
metodologi dan pengolahan data penginderaan jauh satelit Landsat.
5. Berperan aktif dalam mensosialisasikan kegiatan INCAS dalam
pertemuan/seminar/lokakarya baik di dalam maupun luar negeri
6. Berperan aktif memberi serta memberi masukan pada Pemerintah terkait
pemanfaatan data penginderaan jauh satelit untuk mendukung peta
penutupan lahan di Indonesia.
7. Dalam melaksanakan kegiatan di atas, LAPAN bekerjasama dengan CSIRO
(Australia).

90 Presentasi
Kelompok kerja dalam INCAS

 Jangka waktu program 2009-2014.

 LAPAN  Remote Sensing Working


Group  Perubahan penutupan lahan
(Land Cover)

 Kementerian Kehutanan (Badan Litbang


Kehutanan dan Dirjen Planologi) 
menghitung biomasa dan karbon pada
berbagai jenis penutupan lahan (Land
Cover) dan perubahannya berdasarkan
waktu.

Land Cover Change Processing

Requirements:
• Spatial resolution of 25 m
• Accuracy of ≥ 95% (for Carbon tracking)
• Pass international verification

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 91
1. Pengumpulan Data
 Data Landsat Indonesia
(tahun 1990-2012), sumber :
1. Thailand (GISTDA),

2. USA (USGS),
Citra Resolusi Tinggi (aerial 3. Geoscience Australia (GA),
… photos, Ikonos, Quickbird, 4. LAPAN
Worldview1/2, SPOT5/6)  Data resolusi tinggi (Ikonos,
… Quickbird, WorldView, dan
membantu dalam survey
Geo-Eye) dari berbagai
lapangandan
Cakupan citra Landsat Indonesia 225 validasi
scene
sumber  cek lapangan dan
validasi

Ketersediaan Data
• Landsat (1990-1999): 4000 scene
• Landsat (2000-2009): 4300 scene
• Landsat (2010-2012): 2100 scene
• Citra Resolusi Tinggi Kalimantan : 53 scene
• Citra Resolusi Tinggi Sumatera : 70 scene
• Citra Resolusi Tinggi Papua : 62 scene
• Citra Resolusi Tinggi Sulawesi : 79 scene
Citra Resolusi Tinggi Quickbird
Pankromatik

2. Pemetaan Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan dan


Perubahannya

 Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2000-2009


(dilaksanakan pada 2009-2013),
 Penutupan lahan untuk seluruh wilayah Indonesia 2010-2012 dan
1990-1999 (dilaksanakan pada 2013-2014).

NOV 2011
MAY 2012

DEC 2012

Selesai Sedang berlangsung Persiapan

92 Presentasi
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan
(Kalimantan, 2000-2009)

Perubahan Penutupan Lahan Kalimantan (2000-2009)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 93
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan
(Sumatera, 2000-2009)

94 Presentasi
Perubahan Penutupan Lahan Sumatera (2000-2009)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 95
Contoh Monitoring Permanent Sampling Plot (PSP)

Klasifikasi Hutan/Non-Hutan
Citra Landsat Tahun 2009 Tahun 2009

Citra Quickbird Tahun 2009 Citra SPOT-6 Tahun 2013

Penutup
• Data penginderaan jauh memiliki peran yang
sangat penting dalam mendukung kegiatan
perhitungan karbon secara nasional.
• LAPAN memiliki kemampuan dari sisi
infrastruktur dan SDM serta siap membantu
dan bekerjasama dengan instansi lain untuk
tercapainya tujuan kegiatan ini.

96 Presentasi
PUSAT TEKNOLOGI DAN DATA PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
Jl. LAPAN NO. 70, PEKAYON, PASAR REBO
JAKARTA TIMUR 13710
TEL: (021) 871-0786. FAX: (021) 871-7715
Website: www. lapan.go.id
Email: bankdata@lapan.go.id

5. Integrasi NFI ke dalam sistem monitoring karbon hutan yang akan


dibangun di provinsi Nusa Tenggara Barat

INTEGRASI NFI KE DALAM


SISTEM MONITORING KARBON HUTAN
YANG AKAN DIBANGUN DI
PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Iman Santosa Tj.


Direktorat Inventarisasi dan Pemantauan Sumberdaya Hutan
Ditjen Planologi Kehutanan – Kementerian Kehutanan

LOKAKARYA
STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
Mataram, 7-8 Mei 2013
1

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 97
OUTLINE

I. Pendahuluan
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon
Hutan (SMKH) NTB
V. Integrasi NFI – PSP Balitbang – SMKH NTB
VI. Penutup

I. Pendahuluan

1. Invetarisasi Hutan nasional (NFI) merupakan kegiatan untuk


memperoleh data tentang kondisi sumberdaya hutan di tingkat
nasional, yang mencakup perubahan penutupan/penggunaan
lahan, potensi SDH, pertumbuhan riap, analisis citra digital serta
pemetaannya.

2. Hasil kegiatan NFI dapat membantu pemantauan karbon hutan,


baik tingkat nasional maupun provinsi.

3. Data NFI perlu diintegrasikan dengan Sistem Monitoring Karbon


Hutan di tingkat provinsi.

98 Presentasi
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)

Terdiri dari 3 komponen pokok:

1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment )

2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring)

3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS)

1. Penaksiran SDH (Forest Resource Assessment )


a. Dilakukan dengan membuat Permanent Sample Plot (PSP) dan
Temporary Sample Plot (TSP)
b. Tujuan:
TSP : Pendugaan potensi sumberdaya hutan (volume,
kondisi tegakan, distribusi dan keanekaragaman jenis)
PSP : Pemantauan perubahan SDH dan Riap pertumbuhan
c. Letak:
Di seluruh kawasan hutan, prioritas pada ketinggian dibawah
1000 m dpl, pada hutan lahan kering dataran rendah, rawa,
dan mangrove dan tersebar sistematik ( 20 km x 20 km).

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 99
2. Pemantauan SDH (Forest Resource Monitoring)
a. Bertujuan untuk menyediakan data spasial (data citra) penutupan/penggunaan
lahan dengan bantuan teknologi penginderaan jauh.
b. Citra Satelit yang terutama digunakan ialah Citra Landsat 7 ETM +.
c. Penafsiran dilaksanakan setiap 3 tahun (2000 sd 2009), setiap tahun
(2011 dst).
d. Penutupan/Penggunaan Lahan : 23 kelas. (Hutan : 7, Non Hutan:15)

3. Pemetaan SDH (Forest Resource Mapping/GIS/DIAS)


a. Menganalisis dan memetakan tutupan hutan serta menghitung/
rekalkulasi dan memetakan deforestasi dan degradasi hutan
b. Pemetaan dengan skala 1 : 250.000.

100 Presentasi
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)

1. Latar belakang pengembangan SPHN (NFMS)

Cancun Agreements (COP 16 Tahun 2010)


Section at Decision 1/CP.16 (I)

Developing Country Parties

a. National strategy/action plan


b. National forest reference emission level/ reference level
c. Develop modalities on robust and transparent
national forest monitoring system (NFMS)
d. System Information Safeguards
8

2. Sistem Pemantauan Hutan Nasional Indonesia

 Dibangun berdasarkan keputusan Cancun Agreements


 Data yang tersedia:
- Batas NKRI
- Penutupan/Penggunaan Lahan (2000, 2003, 2006, 2009, 2011)
- Laju Deforestasi (2003-2006, 2006-2009, 2009-2011)
- Penyebaran PSP/TSP
- Peta Citra Satelit (Landsat 2009 & 2011, MODIS)
 Tersedia Buku Tamu
 Ditampilkan secara on line:
www.dephut.go.id
 Sejalan dengan UU No. 14 tahun 2008 ttg Keterbukaan Informasi
Publik

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 101
3. Indonesian NFMS on line (www.dephut.go.id)

10

IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon


Hutan Provinsi NTB

1 Sistem untuk memantau emisi, serapan dan sediaan/stock


karbon yang berasal dari hutan (5 CPs ?) di Provinsi NTB.

2. Mengacu pada RAD Penurunan Emisi GRK Prov. NTB.


(Pergub NTB No. 51 Tahun 2012)

3. Dilaksanakan setiap tahun selama 2013-2021 (?).

4. Memerlukan kesiapan SDM, Perangkat Keras, Perangkat


Lunak, Data, Prosedur dan keterlibatan masyarakat.

5. Mengintegrasikan seluruh data yang diperlukan.

11

102 Presentasi
Skema Pengembangan SMKH Prov. NTB

PSP
NFI BALITBANG

SISTEM
MONITORING
KARBON
HUTAN
PROV. NTB

SSUMBER
INCAS
LAIN

12

V. Integrasi NFI – PSP Balitbanghut - SMKH NTB

Tujuan:
Tersedianya satu data/informasi mengenai karbon hutan di

Provinsi NTB yang lengkap, akurat, tepat waktu serta diacu

bersama oleh semua instansi dan masyarakat.

Tahapan:
1. Identifikasi Kebutuhan Data
2. Identifikasi Ketersediaan Data
3. Sinkronisasi Data (Format, Periodisasi dll).
4. Pengolahan/Analisis Data
5. Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi

13

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 103
1 dan 2. Identifikasi Kebutuhan & Ketersediaan Data
NO Kebutuhan Data Pokok Ketersediaan Data
SMKH Prov. NTB
NFI PSP Balitbanghut Sumber Lain
1 2 3 4 5
1 Wil. Administrasi Pemerintahan - - Pemda Prov/Kab.
2 Status Kawasan Hutan V V BPKH VIII Denpasar
3 Penutupan/Penggunaan Lahan V V LAPAN/INCAS
4 Tipe Vegetasi/Ekosistem - V LIPI (?)
(termasuk HKm, Agroforestri dll)
5 Potensi SDH V - -
6 Pertumbuhan pohon V V -
7 Cadangan Biomasa (5 CPs) - V -
8 Cadangan Karbon (5 CPs) - V -
9 Deforestasi & Degradasi V - -
10 Reforestasi/Revegetasi V - BPDAS PROV. NTB
11 Kebakaran Hutan/Titik panas - - Kemhut Pusat, Dishut Prov/Kab.
TNGR, BKSDA Prov. NTB
12 Perambahan kawasan/Ladang - - s.d.a.
berpindah
13 Penebangan Liar - - s.d.a.
14 Jenis tanah - - Kemtan/BBPSDLP
14

3. Sinkronisasi Data:
a. Spasial : Koreksi citra, Proyeksi peta, skala peta, legenda dll.
b. Numerik : Satuan data:
- Penanaman: Batang => luas tanaman (ha)
- Hotspots => jumlah kebakaran, luas areal terbakar.
- Emisi/serapan/stok karbon (ton CO2 eq.)
c. Tipe vegetasi/Ekosistem vs Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan.
d. Periodisasi Data:
(1). SMKH : Setiap tahun
(2). PSP (Balitbang) : Setiap tahun (2013-2014)
Setiap 3 tahun (2015 dst)
(3). NFI : Setiap tahun ( PL, Enumerasi)
Setiap 5 tahun (Re- Enumerasi)

15

104 Presentasi
Matriks Sandingan/Reklasifikasi
Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi dan Kelas Penutupan Lahan

No Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi Kelas Penutupan Lahan


PSP di Prov. NTB Ditjen Planologi Kehutanan
Badan Litbang Kehutanan

1 Kawasan hutan primer Hutan lahan kering primer

Vegetasi homogen

Vegetasi campuran

2 Kawasan hutan sekunder Hutan lahan kering sekunder

Kawasan hutan terdegradasi

3 Kawasan hutan mangrove primer Hutan mangrove primer

4 Kawasan hutan mangrove sekunder Hutan mangrove sekunder

Kawasan hutan mangrove


terdegradasi

17

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 105
4. Pengolahan/Analisis Data
=> Metode “Stock Difference”
a. Pendugaan Cadangan Karbon
X
Cadangan Dugaan
DA Karbon/Ha Cadangan
= Karbon

CO 2 eq.

b. Pendugaan Emisi Karbon

DA FE EMISI

CO2 eq.

18

5. Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi

a. Instansi berwenang -> BAPPEDA Prov. NTB


b. Periodisasi : Tahunan
c. Cara penyajian :
Cetakan dan Digital/Media on line (www.ntbprov.go.id)

19

106 Presentasi
VI. P e n u t u p

Keberhasilan Integrasi NFI dengan Sistem Monitoring Karbon


Hutan di Provinsi Nusa Tenggara Barat memerlukan komitmen
dan dedikasi yang tinggi dari semua pihak yang terlibat.
Komitmen dan dedikasi tersebut akan tercermin dari kordinasi
dan sinkronisasi data/informasi, baik lintas sektor
pembangunan maupun lintas adminstrasi pemerintahan
(instansi vertikal dan dinas otonom).

20

Terimakasih,
Selamat berdiskusi

21

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 107
6. Potensi aplikasi INCAS sebagai sistem monitoring karbon hutan

Potensi aplikasi INCAS


sebagai sistem monitoring karbon hutan

Haruni Krisnawati
FORDA/IAFCP

Disampaikan pada Lokakarya Strategi Monitoring PSP di Tingkat Provinsi


Mataram, 7-8 Mei 2013

INCAS: what is it?


• INCAS is carbon accounting system designed to Measure (M) emissions
from Indonesia’s forests at the national scale (wall-to-wall) on an annual
basis.
• Depending on the Indonesian Government’s desires - these can then be
Reported (R) to organisation who have an interest in managing GHG
emissions. Reporting can be:
- Domestically – to support policy development, implementation and
monitoring; and/or;
- Internationally – eg. UNFCCC, REDD+, carbon markets or emissions
reductions treaties.
• These reported emissions levels can then be Verified (V) to support the
credibility of these numbers.
- The level of verification and credibility depends on the purpose of the
reporting – eg. Carbon markets will likely require high-level of reporting
and credibility; domestic reporting could be less stringent.

108 Presentasi
INCAS Characteristics

To ensure the system will meet international and domestic policy


requirements, the INCAS design includes:
• Wall-to-wall coverage
• Ability to report emissions annually
• All carbon pools and greenhouse gases
• Reporting at fine spatial scales
• Scalable to allow nesting
• Able to test different land use and management scenarios
• Spatially and temporally consistent

The goal of INCAS is to provide monitoring and reporting for the land sector components of
Indonesian MRV System

Accounting for Emission Profile – land based sector

Activity Emission Net


data factor emission

Changes X Changes in
= CO2-eq
in Forest Area Carbon stocks
(land-uses and (land-uses and
management management
activities) activities)

Satellite land monitoring Forest inventory/Field GHG inventory


system measurement

IPCC GPG, 2003; IPCC GL 2006

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 109
INCAS modules
A Biomass Classification Land Cover Change Analysis B

Classification of forests into groups (biomass Annual time-series defining areas of:
classes) that best explain the variation of
▪ Deforestation (permanent loss of forest cover)
biomass in undisturbed forest condition
 Degradation (forest clearance
and regeneration or partial
removal)
Carbon
Accounting
and
E Reporting
C Forest Disturbance Class Mapping Model Carbon Stock Estimation D
(ICARM)
Map forest disturbance classes at Carbon stock estimates for each biomass
known date class (incl. growth/loss rate):
- Minimal disturbance • Aboveground biomass
- Moderate disturbance • Belowground biomass
- Heavy disturbance • Litter
• Debris
• Soil

INCAS – Methodology

Internationally reviewed
carbon accounting model

Biomass Calibrate to Indonesian C-stock


A D
Class conditions Estimates

Indonesian Carbon
Accounting and
Annual Land E
B Map change in forest area for
Reporting Model
Cover Change (ICARM)
Disturbance each year by biomass class
C
Develop ICARM scenarios
(management activities)

Run & check ICARM scenarios


(management activities)

Area change by biomass class ICARM output


by year C stock change by biomass class

INCAS output
C stock change by year

110 Presentasi
Data needed

• Remote sensing data


• Ground data Land cover
change

Land use
Climate and
mngement
Carbon
accounting
model

Biomass Soil
and including
Growth peat

System - Progress

• Annual land cover change analysis has been completed for Kalimantan, Sumatra,
Papua and nearly Sulawesi, showing land-cover change through time for the period
2000-09 - Aim to complete national level, ‘wall-to-wall’, processing from 2000 to
the present day (year)
• Development of the Pilot System over Kalimantan
• Development of the biomass class and map for Kalimantan – key input to pilot
system
• Integration of annual land cover change analysis and biomass classification for
Kalimantan
• Early estimates of annual gain and loss by biomass class for Kalimantan
• Early estimates of annual emissions and removals by biomass class for Kalimantan
• Training workshops on the use of carbon models – incorporating management
scenarios to generate a full account for carbon emissions

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 111
Annual land cover change analysis

Forest in 2000
Clearing in 2000-2001
Clearing in 2001-2002
Clearing in 2002-2003
Clearing in 2003-2004
Clearing in 2004-2005
Clearing in 2005-2006
Clearing in 2006-2007
Clearing in 2007-2008
Clearing in 2008-2009
Replanting in 2000-2001
Replanting in 2001-2002
Replanting in 2002-2003
Replanting in 2003-2004
Replanting in 2004-2005
Replanting in 2005-2006
Replanting in 2006-2007
Replanting in 2007-2008
Replanting in 2008-2009
Multiple Changes
Non Forest
Lake

Biomass classification analysis

Data used for analysis:


- Biomass data (Forest inventory/
field measurement data)
- Landsat satellite imageries
- Land use/land cover map
- Land system map
- Digital elevation map
- Soil and peatland map
- Climate data
- Research data (monograph on
allometrics)

112 Presentasi
Early estimates of annual emissions & removals for Kalimantan
emissions removals (CO2 Mt)

Carbon Accounting & Reporting Model


Annual Land Cover Change Area • Integrates land cover
change and carbon stock
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2005 2005 2008

Mangrove
change data
Swamp

Dryland
• Flexible forecasting tool
• Calculates total annual
Carbon Stock Change greenhouse gas emissions
using land management
scenarios
• Output: Land sector
account of Indonesia’s
national greenhouse gas
inventory

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 113
What can INCAS be used for?
• Central component of a MRV framework for REDD+ - regulatory basis for
carbon trading
• Support National Forest Monitoring System to make informed decisions on
how best to manage Indonesia’s GHG emissions and forest/land
management
• Designed to quantify impact of past, current and future Indonesian
policies and land management practices
• Provide scientific and technical basis to promote Indonesia’s national
interests in international forums and policy development
• Designed to produce outputs required for international emissions
reporting (UNFCCC, REDD+, National GHG Inventories)
• Provide inputs required to establish credible Reference Emission Level
scenarios
• Designed to monitor annual changes in emissions and removals for the
land sector.

Thank You
The INCAS team

114 Presentasi
7. Dukungan data untuk menyusun strategi monitoring PSP

Oleh
Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Wilayah VIII

BPKH mempunyai tugas melaksanakan pemantapan kawasan


hutan, penilaian perubahan status dan fungsi hutan serta
penyajian data dan informasi sumber daya hutan.

Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah VIII Denpasar


menangani 2 Wilayah Provinsi yakni :
1. Provinsi Bali dengan luas Kawasan Hutan dan Perairan yang
telah ditunjuk dan ditetapkan olah Menteri Kehutanan dan
Perkebunan No. 433/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 seluas
130.686,01 Ha

2. Provinsi Nusa Tenggara Barat mempunyai kawasan hutan


seluas 1.046.959 yang ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No. 598/Menhut-II/2009 tentang
Penunjukan Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan di
Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 115
Ciri kawasan hutan mantap :
1. Adanya kepastian kawasan hutan
2. Status kawasan yang bebas konflik jangka panjang.
3. Diketahui letak, lokasi, luas dan kondisi penutupan
lahannya.
4. Permanen dan dibatasi oleh batas alam/buatan yang
permanen.
5. Diakui secara de-jure dan de-facto (legal dan
legitimate) oleh seluruh pemangku kepentingan,
6. Adanya rencana pengelolaan serta pengelola
kawasan (KPH).

116 Presentasi
National Forest Inventory (NFI)
 Kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional Indonesia telah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1989.
 Salah satu komponen dari IHN adalah pengumpulan data
lapangan melalui pembuatan Temporary Sample
Plots/Permanent Sample Plots (TSP/PSP) pada setiap grid 20
km x 20 km di seluruh kawasan hutan Indonesia (kecuali P.
Jawa) dengan ketinggian sampai dengan 1000 dpl.
 Di dalam plot IHN terdapat plot contoh sementara (Temporary
Sample Plot – TSP) dan plot contoh permanen (Permanent
Sample Plot – PSP).
 TSP diukur hanya 1 (satu) kali untuk mengetahui kondisi
potensi tegakan pada saat itu (current standing stock).
 Sedangkan PSP diukur ulang dalam selang waktu 4 sampai 5
tahun untuk memperoleh gambaran kondisi hutan yang terus
berubah secara dinamis.

Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)


Tujuan NFI :
 Untuk menyediakan informasi lokasi dan distribusi
tipe hutan dan penggunaan lahan
 Untuk membangun dan mengembangkan Sistem NFI
dalam pemantauan sumber daya hutan
 Untuk menaksir volume kayu, pertumbuhan dan hasil
hutan dan dinamikanya per tipe hutan, jenis pohon
atau kelompok jenis

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 117
Kerangka Plot Contoh
9 tract – klaster plot
7 8 9

4 5 6

1 2 3

118 Presentasi
Perencanaan dan Pembinaan Prakondisi Penge

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 119
Inventarisasi Biogeofisik
 Untuk mengetahui dan memperoleh data dan
informasi mengenai potensi, karakteristik,
bentang alam, serta informasi lainnya pada suatu
wilayah KPH maka dilaksanakan kegiatan
inventarisasi hutan. Kegiatan tersebut dilakukan
melalui survei yang merupakan salah satu
kegiatan tata hutan di wilayah KPHL dan KPHP,
hasil inventarisasi tersebut dapat digunakan
antara lain sebagai dasar untuk pembagian blok
dan petak serta untuk penyusunan rencana
pengelolaan.

• Penempatan Plot Contoh di lapangan dilakukan dengan


teknik sistematik sampling dengan awal random
(Systematic Sampling with Random Start)
• Jarak antar plot sejauh 5 km x 5 km, baik pada easting
maupun northing. Apabila sudah terdapat permanent
sample plot inventarisasi hutan nasional di wilayah KPH
maka peletakan plot sampling lapangan inventarisasi
hutan wilayah kelola KPH dapat berjarak 2,5 km x 2,5
Km, 1,25 Km x 1,25 Km atau sampai maksimal 625 m x
625 m dari PSP inventarisasi hutan nasional yang telah
ada
• Plot contoh diletakkan pada semua stratifikasi hutan
yang ada dengan jumlah plot proporsional dengan luas
stratanya.

120 Presentasi
Peta Sebaran PSP Pada Penutupan Lahan Tahun 2010
di Provinsi NTB

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 121
ENUMERASI TAHUN 2012

No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan
1 2 7 8 9 10 11 12

Pulau Lombok
1 KPHL Rinjani Timur Hutan Lindung 460000 9075000 Sambilia Sambilia Lombok Timur
2 KPHK TN Gn. Rinjani Taman Nasional 430000 9075000 Akar-akar Bayan Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 530000 9055000 Sape Hutan Rhee Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 545000 9050000 Mokong Moyo Hulu Sumbawa
3 KPH Serojang Hutan Lindung 490000 9000000 Sekongkang Atas Jereweh Sumbawa Barat
4 KPH Serojang Hutan Lindung 480000 9010000 Sekongkang Bawah Jereweh Sumbawa Barat
5 KPHL Matayang Hutan Lindung 495000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
6 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 505000 9035000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
7 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9035000 Tepas Taliwang Sumbawa Barat
8 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 520000 9035000 Klawis Lunyuk Sumbawa
9 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 540000 9005000 Mohong Moyo Hulu Sumbawa
10 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9005000 Padasuka Lunyuk Sumbawa
11 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 535000 9005000 Lunyuk Ode Lunyuk Sumbawa
12 KPHP Plampang Hutan Produksi 570000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
13 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 620000 9025000 Jotang Empang Sumbawa
14 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 630000 9035000 Mata Empang Sumbawa
15 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9040000 Riwo Woja Dompu
16 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9050000 Kwangko Kempo Dompu
17 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 655000 9025000 Huu Huu Dompu
18 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 665000 9035000 Adu Huu Dompu
19 KPHK Tambora Cagar Alam 635000 9070000 Boro Sanggar Bima
20 KPHP Tambora Utara Hutan Produksi 600000 9095000 Kawinda Nae Sanggar Bima
21 KPHL Soromandi Hutan Lindung 650000 9070000 Mbuju Kilo Dompu
22 KPHL Soromandi Hutan Lindung 665000 9080000 Sampongu Donggo Bima
23 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9025000 Paradowane Monta Bima

122 Presentasi
RENCANA ENUMERASI TAHUN 2013

No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan
1 2 7 8 9 10 11 12

Pulau Lombok
1 KPHK TN G. Rinjani Taman Nasional 445000 9065000 Karang banu Aikmel Lombok Tengah
2 KPHL Mareje Aikbulak Hutan Lindung 425000 9065000 Tanah Beak Batukliang Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 535000 9045000 Sempe Moyo Hulu Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 525000 9045000 Batu Dulang Batu Lanteh Sumbawa
3 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9045000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
4 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 505000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
5 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9015000 Jamu Lunyuk Sumbawa
6 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
7 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9025000 Lebin Ropang Sumbawa
8 KPHL Ropang Hutan Lindung 555000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
9 KPHP Plampang Hutan Produksi 575000 9030000 Maronge Plampang Sumbawa
10 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 635000 9065000 Taa Kempo Dompu
11 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 630000 9065000 Tolo Lako Kempo Dompu
12 KPHK Tambora Cagar Alam 610000 9080000 Doro Peti Pekat Dompu
13 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 605000 9075000 Doro Peti Pekat Dompu
14 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 600000 9085000 Doro Peti Pekat Dompu
15 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9045000 Campa Woha Bima
16 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 670000 9045000 Woro Bolo Bima
17 KPHP Waworada Hutan Produksi 690000 9040000 Doro Belo Bima
18 KPHP Waworada Hutan Produksi 705000 9025000 Karumbu Wawo Bima
19 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9055000 Teta Wawo Bima
20 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9045000 Tarlawi Wawo Bima
21 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 710000 9045000 Mangge Sape Bima
22 KPHP Maria Hutan Produksi 710000 9065000 Ntoke Wera Bima
23 KPHP Maria Hutan Produksi 715000 9065000 Pai Wera Bima

RENCANA RE ENUMERASI TAHUN 2013

No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Kabupaten Keterangan


1 2 3 4 5 6 7

Pulau Bali
Batu Kau (RTK.4)
1 HL 290000 9075000 Tabanan
Abang Agung (RTK.8)
2 HL 330000 9085000 Karangasem
Bali Barat (RTK.19)
3 HPT 220000 9100000 Buleleng
Bali Barat (RTK.19)
4 HL 240000 9090000 Jembrana
Bali Barat (RTK.19)
5 HL 250000 9090000 Jembrana

Pulau Lombok
Gunung Rinjani (RTK.1)
1 HL 410000 9065000 Lombok Barat
Gunung Rinjani (RTK.1)
2 HL 450000 9080000 Lombok Timur

Pulau Sumbawa
G.Tambora (RTK.53)
1 CA 600000 9080000 Dompu
Dodo jaranpusang (RTK.64)
2 HL 540000 9020000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
3 HL 560000 9020000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
4 HL 550000 9010000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
5 HPT 580000 9020000 Sumbawa
Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
6 HL 520000 9055000 Sumbawa
Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
7 HL 510000 9050000 Sumbawa

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 123
Penutupan Lahan Provinsi NTB
No Penutupan Lahan PL ID Luas (hektar)
1 Hutan Lahan Kering Primer 2001 454.394,62
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2002 308.739,89
3 Hutan Mangrove Primer 2004 4.509,14
4 Hutan Mangrove Sekunder 20041 7.455,91
5 Hutan Tanaman 2006 2.598,16
6 Belukar 2007 567.138,06
7 Belukar Rawa 20071 694,83
8 Pemukiman 2012 13.505,84
9 Transmigrasi 20122 190,51
10 Tanah Terbuka 2014 18.349,77
11 Pertambangan 20141 1.572,13
12 Savana 3000 5.805,54
13 Pertanian Lahan Kering 20091 109.275,09
14 Pertanian Lahan Kering Campur 20092 300.821,16
15 Sawah 20093 151.413,51
16 Tambak 20094 12.860,10
17 Bandara 20121 477,92
18 Tubuh Air 5001 5.336,39
Jumlah 1.965.138,55

Perbedaan PSP Sistem Inventarisasi Hutan Nasional dengan


Sistem Monitoring Karbon Hutan
No. Kegiatan PSP Sistem Pemantauan Hutan PSP Sistem Monitoring Karbon
Nasional di daerah Tingkat Provinsi
1 Pengumpulan Data Jenis Pohon, Tinggi Pohon, Bentuk a. Permukaan Tanah
Lahan, Pertumbuhan dan Volume. (Biomassa Pohon,
Tumbuhan Bawah,
Nekromassa, Seresah)

b. Di Dalam Tanah (Biomassa


Akar, Bahan Organik
Tanah)

Ditempatkan pada areal berhutan Plot permanen (transek


2 Penempatan PSP dengan jarak tertentu pengukuran) terutama di hutan
yang dipilih untuk diusulkan
dalam REDD+

3 Ukuran PSP 100 x 100 m 100 x 20

4 Monitoring 5 Tahun sekali 2 Tahun sekali

5 Pelaksana Monitoring UPT. Pusat (BPKH) -

6 Sumber Dana Monitoring DIPA Pusat -

124 Presentasi
Pengintegrasian Sistem NFI dengan Sistem
Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi
 Menggunakan kajian yang telah di akui hasilnya,
terhadap perhitungan perkiraan cadangan Karbon
Hutan di atas permukaan tanah, sehingga data PSP
Sistem NFI dapat digunakan.
 BPKH selaku pelaksana kegiatan NFI di daerah
mensupport data Enumerasi PSP dan Inventarisasi
Biogeofisik.

TERIMAKASIH

BALAI PEMANTAPAN KAWASAN HUTAN WILAYAH VIII


DENPASAR

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 125
8. Peran masyarakat dalam monitoring karbon

Presentasi Acara Lokakarya Dinas Kehutanan Prov NTB


Mataram – Selasa, 7 Mei 2013

PERAN MASYARAKAT DALAM


MONITORING KARBON

Oleh
Markum

MATERI PENYAJIAN
1. FAKTA-FAKTA
PENTING
2. MASALAH AKTUAL
3. TANTANGAN KE
DEPAN
4. PELUANG BISA
DIAMBIL
5. PERAN
MASYARAKAT
DALAM
MONITORING
KARBON

126 Presentasi
1. FAKTA-FAKTA PENTING
 SAAT INI DI NTB TELAH DIBERIKAN IJIN
PENCADANGAN AREAL HKm SELUAS
14.836,5 Ha, dan 15.252,3 MASIH DALAM
PROSES USULAN

 DIPERKIRAKAN 60 % LUAS HUTAN


LINDUNG DAN PRODUKSI SAAT INI
SUDAH DIKELOLA OLEH MASYARAKAT
(SEBAGIAN BESAR NON IJIN)

 MASYARAKAT SAAT INI SUDAH


MENJADI BAGIAN DARI “PENGUASA”
HUTAN DI DAERAH (NILAI EMPIRIS
LEBIH KUAT DARIPADA NORMATIF)

PERKEMBANGAN PRAKTIK HKM (KASUS DI KAWASAN HUTAN SESAOT)


Perkembangan perluasan HKm
4000

3500
Dari luas total HKm 3672 Ha, 90 % adalah luas
Hkm non program
3000

2500
Luas (Ha)

2000

1500

1000

500

0
1996 1998 2010

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 127
FAKTA-FAKTA PENTING (LANJ)

 PERSEPSI DAN PENGETAHUAN


MASYARAKAT TENTANG
KONSERVASI HUTAN CUKUP BAIK
(HUTAN SEBAGAI FUNGSI
HIDROLOGI, PENAHAN EROSI,
STABILITAS LINGKUNGAN)

 BEBERAPA LOKASI MENUNJUKKAN


PRAKTIK HKm YANG BAIK,
TERUTAMA DALAM HAL NILAI
CADANGAN KARBON (DI ATAS 150
TON/HA)

RATA-RATA CADANGAN KARBON DI KAWASAN HUTAN LOMBOK (DAS


JANGKOK)
Tutupan Hutan Cadangan Karbon (ton/ha)

Hutan Primer 457

Hutan Primer Terganggu 261

Hutan Tegakan Mahoni Rapat 462

Hutan Tegakan Kemiri 170

Agroforestri Kompleks 150

Agroforestri sederhana 68

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

128 Presentasi
Komposisi Penyusun Cadangan C

1% 1% 2%

26% Pohon

Tanah

Seresah
70%
Bawah Tegakan

Nekromasa

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

MASALAH
 PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DARI HUTAN PRIMER ATAU SEKUNDER
KE PHBM SELALU BERDAMPAK PADA
PENAMBAHAN EMISI
 PRAKTIK HKM SEBAGIAN BESAR DI
DOMINASI OLEH TANAMAN DENGAN
NILAI KARBON RENDAH (TANAMAN
YANG MEMILIKI BJ RENDAH)
 PRAKTIK HKM MEMILIKI TINGKAT
KEANEKARAGAMAN VEGETASI
RENDAH SAMPAI SEDANG
 IMPLIKASINYA ADALAH CADANGAN
KARBON DAN TINGKAT SEKUESTRASI
KARBON RENDAH

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 129
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

Perubahan Jumlah cadangan karbon Aktual di DAS Jangkok tahun 1995 dan 2009
4,500,000

4,000,000

3,500,000

3,000,000
Juml C (ton)

2,500,000 Lahan Terbuka


VegJarang/Belukar
2,000,000 Agroforestri/HKm
Hutan Pinus
1,500,000
Hutan Alam

1,000,000

500,000

0
1995 2009
Tahun

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

130 Presentasi
b. Estimasi Jumlah Emisi akibat perubahan tutupan lahan (1995-2009)

Tutupan Lahan EMISI TAHUN

1995-2000 2000-2006 2006-2009 1995-2009

Emisi, ton 120,496 84,739 60,132 250,821

Sequestrasi, ton (9,289) (4,200) (1,690) (12,625)

Net emisi, ton 99,927 60,846 39,971 223,485

Tingkat emisi, ton/ha 6 3.61 2.40 12.79

Faktor emisi, ton/ha/th 1.2 0.60 0.60 0.91


Faktor emisi,
tonCO2/ha/th 4.3 2.21 2.20 3.35

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

KLASIFIKASI BJ SPESIES
45

40
BJ > 0.9
35

30 BJ 0.75-0.9
Jumlah spesies

25
BJ 0.6-0.75
20

15 BJ < 0.6

10

0
HP HPT HK HM AGM AGS
Penggunaan Lahan

Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 131
PERUBAHAN RAGAM SPESIES PADA BERBAGAI TUTUPAN
LAHAN
AGS
HM
AGM
HK
HPT

HP

1 39 68
Jumlah Spesies
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)

Tanaman yang di tanam pada HKm


Berat Jenis
Nama Tanaman (gr/cm3) INP (0-200%)
Pisang 0,05 55.7
Kopi 0,6 16.9
Kakao 0,45 19.6
Duku 0,80 8.7
Rambutan 0,90 16.2
Durian 0,56 21.4
Dadap 0,31 29.0
Mahoni 0,6 4.2
Aren 0.3 11.3
Kemiri 0,36 7.4
Nangka 0,70 2.0
Alpukat 0,6 1.2
Kaliandra 0,7 0.6
Kepundung 0,79 1.0
Piling 0,80 0.6
Kelapa 0,3 1.2
Sengon 0,37 2.3
Mangga 0,68 0.3

132 Presentasi
TANTANGAN KE DEPAN
 BAGAIMANA MEWUJUDKAN
PRAKTEK HKM DENGAN
MENGINTRODUSIR TANAMAN YANG
MEMILIKI LAYANAN LINGKUNGAN
YANG BAIK (AIR
KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN
KARBON) DAN MENDUKUNG NILAI
EKONOMI
 BAGAIMANA MENJADIKAN
PRAKTEK PHBM YANG BERHASIL,
SEBAGAI KAWASAN YANG MEMILIKI
NILAI DAN DIHARGAI
 BAGAIMANA PERSEPSI DAN
PENGETAHUAN MASYARKAAT
TENTANG KONSERVASI MENJADI
MOTIVASI DALAM PRAKTEK HKM
 BAGAIMANA MENENTUKAN
KRITERIA YANG BISA DITERIMA
BERAPA CADANGAN KARBON IDEAL
UNTUK HKM

Pengalaman Masyarakat Mengukur Karbon


(Sesaot dan Batukliang)

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 133
Contoh HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Rendah
(70 – 100 ton/ha)

Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Sedang


(100 – 150 ton/ha)

134 Presentasi
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Tinggi
(>150 – 225 ton/ha)

PELUANG PERAN MASY DALAM TRANSAKSI KARBON

 PERMENHUT No. P.20/Menhut.II/2012 tentang


Penyelenggaraan Karbon Hutan, dimana ada ruang
untuk mengembangkan “Demonstration Activities”
 Dukungan dan tersedianya inisiatif untuk “Pasar
Karbon” dari beberapa lembaga dalam konteks
penghargaan terhadap Praktik pengelolaan hutan
yang baik.
 Pengembangan Best Practices untuk Lokasi-lokasi
yang berhasil baik, sebagai Pusat Informasi dan
Pembelajaran layanan lingkungan

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 135
PERAN MASYARAKAT DALAM MONITORING KARBON
 SEBAGIAN BESAR KAWASAN HUTAN DI NTB SUDAH DIKELOLA
OLEH MASYARAKAT, MAKA PERAN MASYARAKAT MENJADI
KUNCI UTAMA DALAM PROSES PENINGKATAN NILAI
CADANGAN KARBON DAN MENGURANGI TINGKAT EMISI

 DALAM KAITAN DENGAN PERAN MONEV KARBON, (1)


PENYEDIA DAN SUMBER DATA EMPIRIS DENGAN MENETAPKAN
LOKASI-LOKASI TERTENTU (PADA BERBAGAI KERAGAMAN
PENGGUNAAN LAHAN) SEBAGAI DEMPLOT DAN BASIS DATA

 (2) PENELITI DI LAHANNYA SENDIRI, DENGAN MEMBEKALI


PENGETAHUAN PRAKTIS DAN SEDERHANA MENGENAI CARA
MENGUKUR DAN MENGHITUNG KARBON

 (3) KELEMBAGAAN YANG SUDAH EKSIS DI MASYARAKAT


(TERKAIT DENGAN PHBM) BISA DIJADIKAN SIMPUL UNTUK
UPDATE INFORMASI KARBON DI LOKASI/KAWASAN MASING-
MASING

TERIMA KASIH

136 Presentasi
Lampiran 3. Notulensi Diskusi

Sesi Pertama

Pertanyaan:

1. Lolita (Universitas Mataram)


a. Pada tahun 2020 reforestasi akan turun 22%, dikhawatirkan target penurunan
forestasi tidak tercapai pada 2020. Padahal pendanaan masih berasal dari dana
dalam negeri
b. Strategi monitoring dan pelaporan, datanya sulit. Bagaimana provinsi
memfasilitasi kabupaten untuk perolehan data. Padahal teknik perolehannya
sama dan pelaporan hanya dari kabupaten.
2. Nana (Unram)
a. Program bumi sejuta sapi, kebijakan sejuta sapi menimbulkan ekses bagi upaya
mitigasi PI. Bagaimana upaya mengatasinya?
b. Ada kriteria pemilihan monitoring PSP, sepertinya perlu dibuat indikator
dengan bobot dan skoring
c. Perlu ada citra tahun 1990-2012 adalah citra yang dibutuhkan untuk mengukur
abrasi. Apakah data yang dimilki LAPAn dapat dikases secara gratis
3. Yus Andana (BLH Prov.)
Pengembalian 30% hutan sekunder ke primer, berapa luasan aktualnya?

4. Haerudin (perwakilan Masyarakat Kec. Jero Waru)


Alih fungsi hutan di Kecamatan Jero Waru, Hutan lindung dirambah menjadi
lahan perkebunan dan pertanian bahkan menanam tembakau. Terjadi kebijakan
yang bertolak belakang antara Dinas Kehutanan (menanam pohon) dan Dinas
Pertanian (pertanian tembakau). Banyak terjadi penebangan liar karena strategi
konversi peralihan minyak tanah kurang berhasil. Mohon ada sinkronisasi
kebijakan agar ada solusi bagi masyarakat.

5. Dul Basid (Fahutan Unram)


Ada beberapa sektor yang berperan menurunkan emisi, yang diturunkan menjadi
aksi. Namun ada beberapa kegiatan yang overlaping. Dengan adanya overlapping
ini, Pemda dapat memberikan prioritas kegiatan yang utama, misalnya bila sektor
energi lebih potensial maka prioritas diarahkan kepada yang lebih potensial
tersebut.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 137
TN Rinjani sudah membangun 3 plot, yang tidak hanya menghitung karbon
tapi juga kekayaan hayatinya.

6. Firman (Dishut NTB)


Khawatir karena plot dibuat di kawasan HKm dapat terjadi kerusakan sehingga
sulit diperoleh data series yang tepat.

Jawaban

1. Machful (Bappeda)
a. Ada hal-hal yang masih dianggap data yang diinput untuk strategi mitigasi,
belum sepenuhnya diyakini. Karena data yang diperoleh adalah data sekunder.
Untuk mengumpulkan data primer dibutuhkan waktu.
b. Tim yang ada saat itu, yang dilatih oleh sektor-sektor yang ada masih belum
banyak yang memahami, kebanyakan tenaga birokrat, belakangan baru
melibatkan akademisi.
c. RAD-GRK bersifat kejar tayang sehingga waktu itu yang penting jadi dulu
dengan dukungan data yang ada.
d. Data-data yang ada akan terus dievaluasi agar sesuai dengan standar validasi
data.
e. Standar monev sudah ada, setiap kabupaten harus menggunakan standar
monev yang sudah ada tersebut.
f. Permasalahan benturan antar sektor :
1) Terkait dengan kebijakan 1000 sapi, sedang diupayakan upaya untuk
mengatasi sendawa sapi sebagai sumber emisi. Direncanakan akan
dibuat plot (program BSS) dalam pengelolaan sapi untuk kesejahteraan
masyarakat, sendawa diabaikan. Perlu ada pilihan yang menguntungkan
masyarakat.
2) Pengembangan potensi panas bumi dengan mengorbankan sektor
kehutanan. Pilihannya adalah geotermal yang beroptensi dapat tetap
menjaga kelestarian hutan. Pilihannya pada kawasan tertentu saja (kawasan
yang dipilih adalah kawasan Rinjani, Mangrove di Sumbawa)
3) Pertentangan kebijakan dapat diatasi dengan kesepakatan-kesepkatan dan
analisis data yang berkelanjutan dengan alat-alat analisis yang ada.
g. Sepanjang tidak mengganggu kawasan hutan oleh masyarakat Jero Waru tidak
dapat dilakukan tindakan, kecuali bila ada kegiatan masyarakat tidak dapat
diatasi.

138 Notulensi Diskusi


2. Virni (Puspijak)
Pemilihan lokasi diserahkan kepada daerah, disesuaikan dengan kriteria
pemilihan daerah yang sudah ada/disediakan. Alangkah baiknya di kemudian
hari dapat dibuat kriteria indikator untuk pembangunan PSP.

Disadari PSP yang berhasil dibangun, tidak mewakili semua tipe hutan di
NTB diharapkan ke depan daerah dapat berinisiatif membangun PSP dengan
dukungan dana dari daerah masing-masing.

3. Rubini (LAPAN)
Data resolusi rendah gratis, data reslosi menengah dengan skala 50.000 masih
gratis, data Landsat 4 dengan resolusi 20 meter tidak gratis (lebih murah
dibandingkan dengan membeli di luar), data resolusi tinggi dengan pesyaratan
yang disesuaiakan selama ada permohonan dan persyaratan dipenuhi.

4. Andi (Dishut)
FCPF tidak memiliki dana yang cukup, sistem monitoring masih dan sedang
dicari. Dengan program BSS permasalahan sendawa sapi dapat diatasi.

Untuk menjaga plot di HKm adalah masyarakat (sudah ada komitmen masyarakat
untuk menjaga PSP yang dibangun).

Sesi Kedua

Pertanyaan:

1. Nana
a. Kepada Bu Haruni, INCAS adalah suatu tool apakah bersifat dinamik ataukah
spasial? Apa kelebihannya dibandingkan dengan tools yang lainnya?
b. Sebaiknya bu Haruni mengadakan pelatihan khusus untuk mengoperasikan
INCAS.
c. Untuk Pak Wisnu terkait data jarak antar PSP 5 km, bagaimana jika di lapangan
kita tidak memungkinkan mengambil jarak antar plot 5 km?
d. Untuk Pak Markum hasil disertasi yang didasari scientific based yang kuat, data
yang diperoleh Pak Markum sebaiknya dilengkapi.
2. Kemas UNTB
a. Pertanyaan ditujukan untuk Bu Haruni, kami melihat tugas INCAS ada
5, yang disoroti yaitu pengukuran emisi secara umum. Menurut kami yang
banyak dihasilkan adalah emisi dari industri transportasi. INCAS harusnya

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 139
dapat menghitung emisi yang disebabkan oleh transportasi karena sepertinya
pemerintah membiarkan masuknya kendaraan-kendaraan dengan alasan agar
pemasukan pajak meningkat. Pertanyaan kedua untuk pak Gusti menyangkut
masalah data, kami melihat areal kosong tapi diklaim oleh Kementerian
Kehutanan sebagai kawasan hutan, sepertinya itu bias dikembangkan untuk
komoditi perkebunan.
b. Bu Leni Di Sintong mengajukan tebang pilih untuk IUPHHK. Meskipun
pada awalnya ada kesepakatan pemeliharaan PSP. Apa yang menjadi solusi
agar masyarakat tidak mengalihfungsikan PSP tersebut untuk penebangan?
Kelompok sudah mulai dibekali dengan pengukuran karbon.
3. Samsudin Bappeda
Kepada SKPD lainnya kami memohon masuknya data untuk perbaikan RAD.
Kami di Bappeda sebagagai Sekretariat RAD untuk melakukan update data,
jangan sampai kita melakukan kira-kira. Kita perlu memperbaiki data yang sudah
ada di RAD GRK.

4. Marwih Lombok Tengah


Terkait masalah karbon khusunya PSP ada kriteria perwakilan, sangat sulit jika
kita ingin memperoleh plot yang dapat mewakili.Berapa jarak yang ideal. Ada 2
karakteristik ekosistem di NTB di barat lebih basah, sedangkan di timur lebih
kering. Klarifikasi untuk Pak Markum di Kecamatan Koppang, pelaksanaan PSP
kemarin, ada di luar HKm berijin. Terkait sosialisasi masih perlu dilakukan ke
tingkat bawah (kabupaten).

5. Agus
Terkait penghitungan karbon, setelah masyarakat tahu kandungan karbon di
tempat yang bapak ukur tadi. Apa manfaat yang diperoleh masyarakat dari
karbon yang dimiliki oleh masyarakat? Saya dengar karbon bisa dijual US$
45-75 per ton.

6. Virni
a. Ditujukan untuk Pak Iman dan Bu Haruni: bagaimana hubungan antara
INCAS dan NFMS? Jika INCAS sudah selesai apakah datanya bisa di-
share dengan provinsi yang bersangkutan?
b. Untuk Pak Iman tadi bagan link, menurut bapak untuk mengkonkretkan
bagan tersebut apa yang harus dilakukan?
Jawaban

1. Bu Haruni

INCAS dikembangkan sebagai suatu sistem menggunakan best approach


berdasarkan data yang kita punya. Memang INCAS bersifat dinamis baik
secara spasial maupun temporal agar dinamika yang terjadi di alam seperti
deforestasi, regenerasi, growth, mortality, masih banyak gap. INCAS tidak akan
pernah berakhir sebagai suatu sistem, memang jika melihat iNCAS sebagai
suatu proyek maka akan berakhir pada tahun 2014. Sesudah berdiskusi dengan
Pak Iman bagaimana mensinergikan INCAS dan NFMS paling tidak untuk
land based. Pelatihan memang sudah direncanakan, tapi jika tidak ada pendanaan
dari kerjasama ini, mungkin bisa dicari dari pendanaan lainnya. Bahwa memang
inventarisasi GRK bisa mencakup semuanya. Untuk INCAS desainnya memang
untuk LULUCF.

INCAS dikembangkan dengan pendekatan secara bertahap dan improvable


dengan data yang tersedia di Indonesia sebagai basis data. INCAS bersifat
dinamik dalam skala spasial maupun temporal, yang didesain agar dinamika yang
ada di alam (aforestasi, deforestasi, dll) dimasukan ke dalam sistem.

Sebagai sebuah sistem mestinya INCAS tidak akan berakhir (bila tidak dilihat
sebagai proyek), bila bantuan dari Australia selesai, Kementerian akan tetap
melanjutkan. INCAS dan NFMS dapat dibangun secara bersinergi. Pelatihan
sudah dimasukkan ke dalam work plan.

Inventarisasi GRK seharusnya dapat mencakup semuanya, tidak hanya yang


berbasis lahan. INCAS dibangun dengan basis LULUCF. Di Australia
dikoordinasi oleh satu lembaga, namun dikoordinasi menjadi satu national report.

2. Iman

INCAS ini tidak berhenti sebagai suatu proyek tetapi ke depan akan kita
kembangkan bersama, dimana INCAS akan kita kembangkan untuk mengisi
NFMS. Masalah konkritnya data, sebaiknya insiatif datang dari daerah, dimana
daerah merumuskan monitoring data, jika SDM kurang di sebelah mana
kurangnya dan agar kebutuhan tersebut disampaikan ke pusat agar pusat bisa
mengajukan usulan anggaran.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 141
3. Wisnu
a. Dalam pembangunan PSP/TSP diupayakan di kluster yang bervegetasi.
Dalam pelaksanaan pembangunan PSP ini berpegang kepada juknis yang
telah ditetapkan.
b. Terdapat perbedaan kawasan hutan dengan hutan, kawasan hutan adalah
kawasan yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai hutan tetap.
4. Markum
a. Dalam konteks tertentu hutan bersifat dinamis, karena setiap waktu terjadi
perubahan. Justru tanaman muda 3-5 tahun memiliki sequestrasi yang tinggi.
Manfaat setelah mengukur karbon; mencerdaskan masyarakat, saling terkait
antara karbon, fungsi hidrologis. Ada beberapa lembaga yang mulai berinisiatif
memberikan kompensasi misalnya Plan Vivo.
b. Cadangan karbon selalu dinamis. IPCCC memiliki software demikian juga
ICRAF punya REDD Abacus untuk menilai dinamika cadangan karbon
c. Karbon jangan diartikan sebagai sesuatu yang steril, pohon yang makin tua
akan berkurang kemampuan penyerapan karbonnya. Tidak masalah bila
ditebang asal manajemen pemulihannya baik.
d. Usia prima bagi suatu pohon dalam hal skuentrasinya ialah pada pohon berusia
5 tahun. Pohon berusia 20 tahun berkurang
e. Bila cadangan karbon baik, maka tata air dan keanekaragaman hayatinya akan
baik
f. Orientasi masyarakat harus diluruskan jangan melulu pada carbon trade, bila
hutan kita baik

Hasil FGD
Kelompok 1 : Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi

Strategi :

1. Langkah-langkah
2. Kiat/ Cara
3. Teknik/ Taktik
4. Siasat
5. Pola/ Model
Strategi adalah sekumpulan langkah untuk mencapai tujuan atau memecahkan
masalah

142 Notulensi Diskusi


Untuk mencapai itu memerlukan langkah, cara, teknik dan model.

Pengelolaan:

1. Cara kerja
2. Proses
3. Mengatur
4. Penanganan
Pengelolaan adalah proses dalam mengatur suatu kegiatan melalui cara kerja yang
teratur.

Strategi Monitoring PSP

PSP adalah plot yang mempunyai ukuran tertentu dan bersifat permanen.

Masalah pengelolaan PSP:

1. Lokasi dan luasan


a. PSP yang dibuat Dishut 33 PSP
b. PSP yang dibuat BPKH 88 PSP
c. Ukuran yang dibuat 20x20 m
2. Bagaimana strategi pengelolaan selanjutnya setelah FCPF berakhir?
a. Perlu adanya komitmen untuk menurunkan emisi 26 %
b. Perlu diketahui jumlah cadangan karbon yang terkandung dalam setiap PSP
untuk monitoring/ pengukuran selanjutnya
c. Siapa dan kapan? Siapa yg akan melakukan monitoring? Kapan pengukuran
sebaiknya dilakukan? Apakah 1 tahun sekali atau 5 tahun sekali?
Pengukuran sudah disepakati 3 tahun sekali.

Tanggungjawab pengelolaan mungkin Dinas Kehutanan bersama Litbang


dengan waktu 3 tahun sekali
d. Winarti dari UNRAM
Peran universitas dalam pengelolaan PSP?

Peran Universitas: pendidikan, pengabdian dan penelitian.

PSP melibatkan UNRAM dan dominan dalam pengukuran dan pengolahan


data

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 143
e. Kapan dan siapa?
Yang paling memungkinkan untuk mengawal monitoring PSP ini adalah
dengan melibatkan masyarakat. Sangat baik jika dapat melibatkan masyarakat.
f. Masalah anggaran yang bertanggungjawab adalah Dinas Kehutanan Provinsi.
g. Bagaimana Dishut memasukkan anggaran untuk kegiatan ini selanjutnya?
Akan dianggarkan dimana?
Leading sector yaitu dari pihak Dishut Provinsi, namun dalam penganggaran
perlu adanya penganggaran juga di tingkat Dinas Kota dan Provinsi (bagaimana
jika terjadi overlap). Untuk menghindari overlapping anggaran perlu dilakukan:
koordinasi untuk pembagian peran

Plot dalam KHDTK dan Jerowaru akan litbang bantu untuk monitoringnya

Penanggung jawab terkait anggaran:


a. - Apakah metode sudah ada? Apakah kota dan kabupaten sudah siap?
b. - Siapa yang akan terus memonitoring plot ini?
c. - Apakah PSP ini yang akan menjadi basis data dalam penurunan GRK?
Metode pengukuran sesuai SNI.

Adakah suatu sistem yang bisa langsung memasukkan nilai karbon tanpa rumus-
rumus agar memudahkan dalam pengukuran karbon? Ada, seperti REDD Abacus.

1. Lebih baik dibuat dulu SOP-nya, lalu bagaimana dengan anggarannya. PSP
diditipkan pada pengelola di daerah lokasi dimana PSP dibangun.

2. Pemeliharaan PSP terkait dengan keberlangsungan PSP. Pengamanan PSP harus


terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara keseluruhan).

Table 1. Matriks Strategi Monitoring PSP

No Masalah Strategi Pembiayaan Stakeholder

1 FCPF akan berakhir - Pemerintah provinsi dan - APBD Provinsi dan - Dinas Kehutanan
pada tahun 2014, tidak kabupaten bertanggung kabupaten Provinsi
bisa membiayai keber- jawab atas keberlajutan - Litbang - Dishut Kabupaten
lanjutan monitoring monitoring PSP. - Litbang
PSP - Masyarakat
- Perguruan Tinggi

144 Notulensi Diskusi


No Masalah Strategi Pembiayaan Stakeholder

2 Kesiapan SDM dalam - Sosialisasi - APBD Provinsi - Dishut Provinsi


pengukuran karbon, - Pelatihan (pengambilan - IAFCP - Perguruan Tinggi
pengambilan sampel sampel, pengukuran, - Bakorluh NTB
dan analisis data pengolahan dan anali- - Transform
sis) - Masyarakat (Santong
dan Jerowaru = @20
orang)
- LAPAN
3 PSP belum mewakili - Penambahan PSP pada - FCPF - Dishut Prov & Kab
seluruh tipe ekosistem tipe ekosistem hutan - APBD Provinsi - Litbang
di NTB yang belum terwakili - UKP4 - UKP4
(hutan kering/semi - NGO - NGO
arid) - Masyarakat
4 Pasca FCPF ada ke- Menugaskan petugas APBD Provinsi Dishut Prov & Kab
mungkinan PSP tidak terdekat dan masyarakat
terpelihara yang mengelola
5 Kurangnya koordinasi - Membentuk Bank Data/ APBD Provinsi - Dishut Prov
pemanfaatan data PSP Pusat Data PSP Provinsi - BPKH
NTB - Litbang
- Membangun Web - Perguruan Tinggi
karbon PSP NTB - NGO
- Masyarakat
- LAPAN

Kelompok 2

Rancangan Sistem Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi


1. Data biofisik:
a. Tutupan lahan : BPDAS, Dishut Prov, BPKH.
b. Biomasa 5 pool karbon : Dishut Provinsi (33 PSP), TN Rinjani, Transform,
Program Studi Kehutanan UNRAM, Fauna Flora International (DAS
Renggung  tengah & hilir DAS, Kab. Lombok Tengah), BPKH, Dishut
Provinsi bekerjasama dg ICRAF di HKm Sesaot tahun 2010, KOICA
(Dishut Provinsi cq. Pak Burhan).
c. Tanah : Dishut Provinsi (33 PSP), UNRAM (PSP), Transform, FFI, BPTP
Narmada, Dinas Pertanian, BPKH, BPDAS.
d. Gangguan hutan: kebakaran, hama penyakit, penebangan liar, dll. : Dishut
Provinsi, KPH Rinjani Barat, Dishut Kabupaten, BPTH, KPH, TN,
BKSDA.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 145
e. Pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan, rehabilitasi, dll): BLHP,
BPDAS, Dishut Provinsi/kabupaten, Konsepsi, Samantha, Santiri,
Transform, FFI, WWF, Bakorluh.
f. Hidrologi : BPDAS, BWS, BISDA Provinsi.
g. Perencanaan wilayah (RTRW) : Bappeda Provinsi/kabupaten.
h. Iklim: urah hujan, suhu, kelembaban, angin : BMKG, BISDA, Dishut
Provinsi.
2. Data sosial ekonomi:
a. Demografi (jumlah, pertumbuhan, sebaran, kerapatan penduduk, sex ratio) :
BPS Provinsi/Kabupaten, Dishut, KPH Rinjani Barat, TN Gunung Rinjani
b. Pendapatan penduduk: BPS
c. Angkatan kerja : BPS
d. Pendidikan : BPS, Dinas Pendidikan
e. Kesehatan : BPS, Dinas Kesehatan
f. Infrastruktur : BPS, PU, Bappeda
Leading instansi untuk manajemen Sistem Monitoring Karbon Hutan Provinsi
NTB : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB dan Bappeda Provinsi.

OUTPUT yang diinginkan:


a. Dinamika karbon hutan
b. Peta tutupan lahan
c. Luasan tutupan lahan
d. Citra satelit
e. Peta sebaran dan potensi karbon
f. Model proyeksi karbon berdasarkan tipe ekosistem
g. Sistem monitoring yg dinamis
3. Aplikasi harus fleksibel/dinamis dengan perkembangan regulasi.
4. Sistem harus user friendly.
SDM :

1. Perlu supervisi dari PUSAT ke Provinsi dan Kabupaten.


2. Dalam proses pembangunan sistem perlu ada pelibatan masyarakat daerah agar
ada transfer teknologi.
3. Perlu capacity building tentang REDD+.

146 Notulensi Diskusi


Mekanisme updating dan protokol database:

1. Admin : Sekretariat Pokja RAD GRK Provinsi NTB.


2. Data yang masuk adalah data mentah, output adalah data hasil analisis.
3. Untuk meminta data mentah perlu ada permintaan resmi ke Admin.
4. Sumber data yang berbeda perlu diatur dengan menunjuk wali data oleh Pokja
RAD GRK.
5. Updating data menyesuaikan dengan ketersediaan data.
6. Perlu ada komitmen updating data secara reguler kepada Pokja RAD GRK
7. Stakeholder yang mendapak hak akses :
a. Semua SKPD
b. Hasil analisis menjadi milik publik (open access)
c. Permintaan raw data harus mendapat ijin dari Admin
8. Perlu ada clustering data : open access dan restricted

Kesimpulan:
1. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan.
2. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran
serta tanggungjawab para pihak.
3. Telah berhasil mengidentifikasi sumber data bagi SMKH yang akan dibangun.
4. PPID (Pejabat Pengolah Informasi Data) di tiap SKPD anggota Pokja RAD
GRK bertindak sebagai wali data SMKH.
5. Perlu dilaksanakan capacity building untuk menyiapkan stakeholder dalam
implementasi sistem monitoring karbon hutan.

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 147
Lampiran 4. Dokumentasi

Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen


di Provinsi Nusa Tenggara Barat 149
150 Dokumentasi
Strategi
Prosiding Monitoring & Pelaporan
Workshop

Plot
SampelPermanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat

Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924
Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id; Website: www.puspijak.org

Anda mungkin juga menyukai