Ministry of Forestry
In cooperation with:
Forest Carbon Partnership Facility
FOREST
CARBON
PARTNERSHIP
F A C I L I T Y
Strategi
Prosiding Monitoring & Pelaporan
Workshop
Plot
SampelPermanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
FOREST
CARBON
PARTNERSHIP
F A C I L I T Y
Prosiding
Workshop
Strategi
Monitoring & Pelaporan
Plot
Sampel
Permanen
di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Editor:
1. Dr. Ir. Kirsfianti L. Ginoga
2. Ir. Achmad Pribadi, M.Sc
3. M. Zahrul Muttaqin, M.Sc.For
4. Virni Budi Arifanti, S.Hut, M.Sc
5. Mega Lugina, S.Hut, M.Sc.For
ISBN: 978-602-7672-41-3
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan – Kementerian Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118, Indonesia
Telp/Fax: +62-251 8633944/+62-251 8634924
Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id; website: http://www.puspijak.org
ii
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas tersusunnya Prosiding “Workshop
Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Provinsi Nusa Tenggara Barat”.
Prosiding ini merupakan hasil dari workshop dengan judul Strategi Monitoring
PSP di Tingkat Provinsi yang dilaksanakan di Mataram pada tanggal 7-8 Mei 2013.
Kegiatan workshop ini merupakan kelanjutan kegiatan kerjasama FCPF
sebagaimana telah disampaikan dalam surat No. S. 360/VIII/P3PIK-2/2012 dan
Surat Perintah Kerja Swakelola No. 360/SPK/VIII/P3PIK-DIPA/2012 tentang
pelaksanaan kegiatan kerjasama FCPF REDD+ Readiness Preparation “Pembuatan
Plot Sample Permanent (PSP) sebagai Upaya Penyediaan Data dan Monitoring
Perubahan Carbon Stock di HKm Santong, KHDTK Rarung dan Hutan
Mangrove Propinsi Nusa Tenggara Barat” yang merupakan upaya penyediaan data
dan monitoring stok karbon di Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Tujuan dari workshop ini adalah mendukung strategi dan kebijakan daerah
dalam implementasi pencapaian RAD dan SRAP Propinsi Nusa Tenggara Barat.
Penghargaan dan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan prosiding ini.
Semoga prosiding ini memberikan manfaat bagi semua pihak. Aamiin.
x Rumusan Workshop
BAB 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Deforestasi dan degradasi hutan belakangan ini sangat erat dikaitkan dengan isu
lingkungan, khususnya isu pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim.
Perubahan iklim terjadi dengan proses yang panjang akibat meningkatnya konsentrasi
Gas Rumah Kaca (GRK) terutama karbondioksida (CO2) di atmosfer. Sekitar 20%
dari seluruh emisi GRK berasal dari deforestasi dan degradasi hutan.
Hutan mengabsorpsi CO2 selama proses fotosintesis dan menyimpannya
sebagai materi organik dalam biomassa tanaman. Banyaknya materi organik yang
tersimpan dalam biomassa hutan per unit luas dan per unit waktu merupakan pokok
dari produktivitas hutan. Produktivitas hutan merupakan gambaran kemampuan
hutan dalam mengurangi emisi CO 2 diatmosfir melalui aktivitas fisiologi-nya.
Pengukuran produktivitas hutan relevan dengan pengukuran biomassa. Biomassa
hutan menyediakan informasi penting dalam menduga besarnya potensi penyerapan
CO2 dan biomassa dalam umur tertentu yang dapat dipergunakan untuk mengestimasi
produktivitas hutan (Heriansyah,2005).
Pengukuran stok karbon dapat dilakukan melalui pengukuran langsung di
lapangan dan/atau memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Untuk memperoleh
data stok karbon dan perubahannya dengan pengukuran langsung di lapangan, maka
perlu dibangun Petak Ukur Permanen/Permanent Sampling Plot (PSP) yang dapat
merepresentasikan dinamika pertumbuhan biomasa dari berbagai penggunaan lahan
khususnya hutan.
Informasi mengenai karbon hutan menjadi penting dalam kegiatan REDD+.
Hal tersebut terkait dengan salah satu persyaratan dalam mekanisme perdagangan
karbon dalam REDD+ untuk menghitung potensi karbon secara Measureable,
Reportable danVerifiable (MRV) yang comparable, koheren, lengkap dan akurat. Untuk
menanggapi hal tersebut maka diperlukan suatu sistem atau mekanisme pengelolaan
karbon hutan secara berkelanjutan.
Pada tahun 2012, Indonesia melalui Kementerian Kehutanan bekerjasama
dengan Forest Carbon Partnership Facility (FCPF) telah membangun sejumlah PSP di
5 (lima) lokasi kegiatan FCPF, yaitu di Propinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan,
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara dan Maluku. Pengukuran biomassa dan karbon
hutan yang mencakup 5 pool karbon telah dilaksanakan di kelima lokasi tersebut.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana pengelolaan PSP yang telah menjadi aset
daerah tersebut dapat dilakukan secara berkelanjutan di masa depan, dengan atau tanpa
dana bantuan dari FCPF. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana menyelaraskan
semua data hasil pengukuran biomassa dan karbon hutan di tingkat Propinsi dalam
suatu sistem yang terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-update secara berkala.
4 Pendahuluan
4. Data dan Informasi Penginderaan Jauh Untuk Mendukung Sistem Perhitungan
Karbon Nasional oleh Ir. Rubini Jusuf, M.Si dan Sukentyas Estuti Siwi, M.Si.
1.6 Sambutan-sambutan
Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kepala
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan yang telah
memfasilitasi lokakarya “Strategi Monitoring PSP untuk Perhitungan Karbon di
Pulau Lombok”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan
kegiatan terdapat beberapa kekurangan.
Hadirin sekalian,
Luas kawasan hutan Provinsi Nusa Tenggara Barat berdasarkan hasil tata batas
tercatat ±1.070.000 ha atau mencapai 53% dari luas wilayah daratan NTB. Kawasan
hutan tersebut, kaya akan keanekaragaman hayati dan karbon. Karbon yang tersimpan
di hutan memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Deforestasi
dan degradasi hutan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perubahan
iklim global, sementara konservasi karbon dan peningkatan stok karbon melalui
penanaman, akan mempertahankan dan meningkatkan stok karbon, serta menekan
emisi gas rumah kaca terutama CO2 di atmosfer.
6 Pendahuluan
Hadirin sekalian,
Sampai 2012, REDD+ masih dalam fase persiapan. Selama fase ini indonesia telah
menunjukkan kemajuan untuk pengembangan mekanisme REDD+. Beberapa
inisiatif telah dilaksanakan untuk mendukung REDD+ termasuk pengembangan
kegiatan percontohan (Demonstration Activity/DA) dan penandatanganan Letter of
Intent (LOI) antara pemerintah RI dan Pemerintah Norwegia. Indonesia juga telah
membuat komitmen untuk mengurangi emisi sebesar 26% dari BAU (businnes as usual)
pada tahun 2020, termasuk kontribusi dari mekanisme REDD+. Di bawah koordinasi
UKP4 (Unit Kerja Pembantu Presiden untuk Pengawasan Pembangunan), Indonesia
masih dalam proses pengembangan sistem MRV untuk tingkat nasional.
Melalui kerjasama dengan PUSPIJAK, pada tahun 2012 telah dibangun 33 plot
sample permanent yang tersebar di tiga lokasi di Pulau Lombok yaitu di Santong
sebanyak 9 plot, KHDTK Rarung 15 plot, dan di Jerowaru di lokasi Mangrove
9 plot. Pengukuran biomasa dan karbon hutan yang mencakup 5 pool karbon telah
dilaksanakan di ketiga lokasi tersebut. Tantangan berikutnya adalah bagaimana
pengelolaan PSP yang telah menjadi aset daerah tersebut dapat dilakukan secara
berkelanjutan di masa depan, dan bagaimana menyelaraskan semua data hasil
pengukuran biomasa dan karbon hutan di tingkat provinsi dalam suatu sistem yang
terkomputerisasi agar dapat dimonitor dan di-up date secara berkala.
Untuk itu maka diselenggarakan lokakarya ini yang bertujuan untuk merumuskan
strategi pengelolaan PSP secara berkelanjutan, merancang sistem monitoring
karbon hutan, merumuskan pengintegrasian data sistem pemantauan hutan nasional
(NFMS) dengan sistem monitoring karbon hutan tingkat provinsi yang akan
dibangun, menyamakan persepsi tentang peran dan tanggungjawab para pihak di
tingkat provinsi dalam pemantauan karbon hutan, memberikan masukan untuk
pengembangan kebijakan terkait pengelolaan PSP dan pemantauan karbon hutan
tingkat provinsi.
Hadirin sekalian,
Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah menuangkan kebijakan
moratorium logging dengan pembatasan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari
hutan alam. Produksi hasil hutan kayu hanya dimungkinkan dari kegiatan penanaman.
Hal ini dimaksudkan untuk mendorong upaya-upaya rehabilitasi, restorasi dan
konservasi sehingga akan meningkatkan carbon stock.
Pada dasarnya telah banyak upaya yang dilakukan dalam rangka peningkatan
penyimpanan karbon, seperti upaya reboisasi, pembangunan Hkm, pembangunan
HTR, pembangunan HTI, upaya restorasi hutan, dan lain-lain.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut, maka melalui lokakarya Strategi Monitoring dan
Pelaporan Plot Sample Permanent ini, diharapkan mampu meningkatkan pemahaman
sekaligus memfasilitasi dalam perhitungan karbon yang berkelanjutan, sehingga dapat
dimonitor carbon stock setiap tahun dan selanjutnya diketahui perubahan kondisi
karbon di wilayah NTB.
Akhirnya, sekali lagi saya sampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Kapuspijak
serta seluruh jajaran Kementerian Kehutanan yang telah memfasilitasi pertemuan
ini. Semoga dapat bermanfaat.
Pertama tama perkenankan saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Kepala
Dinas Kehutanan Provinsi NTB yang telah memberikan ijin kami untuk mengadakan
8 Pendahuluan
lokakarya “Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP di Tingkat Provinsi Nusa
Tenggara Barat”, sekaligus permohonan maaf, jika ternyata dalam penyelenggaraan
kegiatan terdapat beberapa kekurangan.
Hadirin sekalian,
Kegiatan awal dalam menyusun perangkat tersebut adalah perlu diketahui lebih
dahulu National Forest Reference Level (NFRL)/National Forest Reference Emission
Level (NFREL) yang merupakan penyatuan dari FRL/FREL dari setiap daerah
(Sub-national level/ Demonstrastion Activities/DA).
Dasar penilaian kegiatan REDD+ yang kredibel dan transparan adalah dengan
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaporan REDD+. Hal tersebut
perlu memperhatikan bagaimana pengalihan emisi ditangani dan perlu adanya
pengintegrasian sistem monitoring di level sub-nasional ke sistem monitoring hutan
nasional.
10 Pendahuluan
Tahap selanjutnya adalah dengan membuat rancangan Strategi Aksi Nasional
(STRANAS)/ National Action Plan (NAP). Tahap berikutnya yang juga merupakan
mandat dalam COP 16 adalah pembangunan Sistem Informasi Safeguards. Safeguard
yang dilaksanakan dapat melalui penerapan hukum adat dan penyuluhan agar
masyarakat terjamin kesejahteraannya. Tahap terakhir dalam penyusunan perangkat
ini adalah mekanisme pembayaran/payment mechanism yaitu pendanaan berkelanjutan
untuk pembiayaan/investasi dan mekanisme distribusi pembayaran REDD+, dimana
perlu dipastikan siapa saja yang menikmati manfaat dari REDD+. Secara keseluruhan,
perangkat ini harus didukung dengan efektivitas kebijakan dan kelembagaan,
penegakan aturan, pembangunan sistem insentif, sistem pengaman dan efisiensi
sistem administrasi.
Hadirin sekalian,
Peta kebijakan yang mendukung kegiatan REDD+ berupa kebijakan kehutanan dan
non kehutanan. Berbagai lembaga dan kebijakan sudah dibentuk untuk mendukung
komitmen pengurangan emisi meskipun kita sebagai negara berkembang bukan
merupakan kontributor emisi terbesar. Perangkat hukum yang tersedia dalam upaya
mendukung kegiatan REDD+ di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
PetaKKebijakanè
E M EN T ER I A NKehutanan dan Non Kehutanan
K E HU T A N A N
Permenhut No.
14 /2004 ttg AR
CDM
Permenhut No. Permenhut No.
10/2010 dan Permenhut No.
Permenhut No. 30/20 09 20/2012 ttg
(REDD+)dan 51/2010 ttg
68 ttg DA KebijakanPrioritas Penyelenggaraan
36/2009 (panrap
dan Renstra Kmnhut Karbon Hutan
karbon)
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Inpres Fase 1 Fase 2 Fase 3
DNPI: 10/2011
Inpres 46/2008 Perpres Perpres
61/2011 71/2011
Kepres 19, NAP Inventarisasi
Kepres 25/2011
Kepres 5/2013è Satgas Perpres
REDD+ 32/2011
MP3EI
Bagaimana konkretnya pada 2014? Perlu sinergi semua sumber daya dan energi,
nasional maupun sub nasional.
Peran lokakarya PSP ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada: bagaimana
metode monitoring, bagaimana persepsi dari para pihak, apa dukungan monitoring
emisi/ serapan karbon dalam mendukung RAD dan SRAP. Dengan kata lain peran
lokakarya PSP ini diharapkan dapat mengisi celah berupa dukungan (kebijakan/
teknologi/kapasitas) yang diperlukan untuk implementasi REDD+ dalam waktu
dekat.
12 Pendahuluan
BAB 2
Strategi Monitoring PSP
untuk Mencapai Target
RAD dan SRAP Provinsi
RAD merupakan turunan dari RAN Penurunan GRK. NTB sudah menindaklanjuti
dengan Peraturan Gubernur No.51/2013. Ada tiga dokumen perencanaan yang
merupakan turunan rencana nasional:
1. RPJP 2005-2025: mewujudkan kemandirian dan daya saing daerah yang didukung
kelestarian dan keberlanjutan lingkungan
2. RPJMD 2009-2013: menumbuhkan ekonomi berbasis sumber daya alam dan
lingkungan hidup
3. RTRW Provinsi NTB: NTB sebagai pusat agribisnis dan pariwisata (yang bisa
berhasil bila pengelolaan ekologi berhasil dengan baik) mengedepankan prinsip
pembangunan berkelanjutan
NTB sudah memiliki PERDA tentang tata ruang yang berfokus pada dua sektor
unggulan yaitu agrobisnis dan pariwisata. Hal ini diwujudkan dalam bentuk
pembangunan pusat pengembangan agrobisnis, kawasan pengembangan pariwisata,
pusat pengembangan kelautan dan perikanan.
Untuk pembangunan daerah berbasis SDA berkelanjutan, diwujudkan dengan
program pembangunan daerah NTB berbasis SDA berkelanjutan tahun 2009-2013
seperti:
1. Gerakan NTB hijau dengan sasaran tidak menambah luas lahan kritis di provinsi
NTB. Penutupan lahan kritis meningkat 315.000 ha melalui HTR, HKm, yang
diharapkan meningkatkan produk hutan dan jasa lingkungan.
2. Gerakan ruang hijau dengan sasaran memperbesar ruang terbuka hijau.
3. Gerakan kawasan PERMATA (Perlindungan Mata Air) pada tahun 1987 sekitar
70-an, tahun 2008 menjadi 178.
4. Memantapkan program “Desa Mandiri Pangan”
5. Pengembangan “Desa Mandiri Energi”
6. Pencanangan NTB sebagai “Provinsi Bumi Sejuta Sapi”
7. Meluncurkan “Pasar Tani”
8. Revitalisasi Penyuluh pertanian, kehutanan, peternakan, perkebunan dan
perikanan.
2.1.4 Sektor Pertanian: Penggunaan Lahan dengan Sedikit Air dan lain-lain
Strategi implementasi untuk mewujudkan hal tersebut adalah:
1. Memetakan lembaga yang dimiliki oleh Provinsi NTB
2. Identifikasi sumber pendanaan yang mungkin
3. Jadwal implementasi masing-masing usulan aksi
4. Strategi sosialisasi aksi mitigasi
Yang sekarang dilakukan adalah sosialisasi RAD ke kabupaten dan kota sehingga
dalam monev bisa dilihat masing-masing kabupaten harus mengurangi emisi.
18 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Monitoring PSP atau pengukuran ulang di tahun 2013 akan dilaksanakan
dengan sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013. Untuk tahun-tahun
berikutnya monitoring PSP diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait dengan
pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH,
dll.) Untuk itulah besok kita akan melakukan FGD pasca 2014, akan sayang sekali
jika PSP tidak dilakukan pengukuran ulang.
Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015) dilakukan setiap 3 tahun
sekali. Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para pihak terkait dan
Puspijak.
Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran
biomasa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan karbon
hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat
sekitarnya.
20 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
Inpres No. 6 tahun 2012: tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian.
Inpres ini memerintahkan kepada LAPAN menyediakan data satelit inderaja resolusi
tinggi dengan lisensi Pemerintah Indonesia.
Data yang diterima di Stasiun Bumi Pare-Pare dan Jakarta sudah sejak tahun
80-an dan sudah dapat mengakuisisi data dari beberapa satelit penginderaan jauh.
Saat ini dengan tiga stasiun bumi (Rumpin, Jakarta dan Pare-pare) dapat dicover
seluruh wilayah Indonesia.
Saat ini Lapan bekerjasama dalam kegiatan INCAS yang dilaksanakan oleh
IAFCP.
Kegiatan INCAS meliputi: land cover data, climate data, biomass and growth, soil
including peat, land use and land management.
Peran LAPAN dalam INCAS:
1. Mengumpulkan data dari tahun 90-an sd. 2012
2. Mengumpulkan data resolusi tinggi sebagai pendukung
3. Penguatan SDM (kursus ke Asutralia dan sebaliknya)
Kelompok kerja dalam INCAS, dimulai sejak tahun 2012. Ada dua working group
dalam kegiatan ini, yaitu1) remote sensing dan 2) perubahan penutupan lahan.
Untuk land cover change diambil data dari landsat (yang telah diseleksi) dengan
beberapa langkah:
1. Scene selection
2. Ortho-rectification & terrain illmunitaion correction
3. Cloud masking and mosaicing
4. Tresholding to map
22 Strategi Monitoring PSP untuk Mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
BAB 3
Pengembangan Sistem
Monitoring PSP yang
Terintegrasi dan Partisipatif
di Provinsi
National Forest Inventory (NFI) adalah kegiatan untuk memperoleh data tentang
kondisi sumber daya hutan di tingkat nasional yang mencakup perubahan penutupan
lahan/penggunaan lahan.
INCAS atau Indonesia Carbon Accounting System adalah sebuah sistem perhitungan
karbon yang disusun oleh Kementerian Kehutanan atas inisiasi dari pemerintah
Australia, dimulai sejak tahun 2009. INCAS mengadopsi sistem perhitungan karbon
Australia NCAS (Full Carbon Accounting Model) yang dikembangkan di Australia
dan sudah mendapat pengakuan internasional. Saat ini metode tersebut dikalibrasi,
disesuaikan dengan kondisi hutan di Indonesia.
Untuk skala nasional yang dihasilkan dari INCAS dapat menjadi input bagi
pelaporan dalam usaha pengurangan emisi dan juga dasar bagi kebijakan atau untuk
mendukung kebijakan dan untuk memantau kondisi hutan berdasarkan stok karbon.
Dari PSP kita bisa mendapatkan banyak informasi tidak hanya karbon tetapi
juga kenakeragaman hayati (flora dan fauna).Untuk skala internasional hasil dari
INCAS ini dapat menjadi bahan pelaporan kepada UNFCCC. Peran PSP adalah
memberikan informasi terkait faktor emisi, yang dilakukan melalui inventarisasi hutan.
3.2.4 Output
Inventarisasi GRK nasional untuk sektor lahan.
Hasil INCAS dapat digunakan untuk:
1. Sentral komponen kerangka MRV untuk REDD+ yang merupakan dasar untuk
perdagangan karbon.
2. Dapat mendukung pemantauan hutan nasional dengan memberikan pengambil
keputusan bagaimana mengelola emisi GRK dan mengelola lahan/hutan.
3. Mengkuantifikasi dampak kebijakan pengelolaan lahan pada masa lampau,
sekarang, dan masa yang akan datang.
4. Memberikan dasar scientific dan teknik bahwa Indonesia mampu menghasilkan
dasar perhitungan dengan data dan kemampuan sendiri di forum internasional.
5. Dapat diangkat sebagai sistem monitoring karbon hutan nasional.
6. Menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan internasional UNFCCC,
REDD+, inventarisasi Gas Rumah Kaca nasional.
7. Memberikan input yang diperlukan untuk membangun skenario REL.
8. Memonitor perubahan tahunan emisi dan penyerapan sektor lahan
4.2 Rekomendasi
1. Perlu adanya sosialisasi RAD baik di daerah kabupaten maupun di kota dalam
rangka monitoring dan evaluasi, sehingga dapat diketahui penurunan emisi yang
harus dilakukan oleh setiap wilayah.
2. Kita banyak mendapat saran untuk melakukan pelatihan tentang pengukuran
biomassa hutan di tingkat masyarakat, perlu dilakukan monitoring cadangan
karbon hutan secara periodik dan perlu melibatkan pengelola kawasan dan
masyarakat sekitarnya.
3. Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran biomassa hutan di tingkat masyarakat,
perlu dilakukan monitoring cadangan karbon hutan secara periodik dan perlu
melibatkan pengelola kawasan dan masyarakat sekitarnya.
4. Diperlukan pengukuran stok karbon secara time series untuk melihat perubahan
stok, tipe ekosistem hutan yang belum terwakili (hutan kering/semi arid) untuk
akurasi data.
5. Intervensi kebijakan yang lebih kuat dalam rangka penurunan emisi GRK guna
menjaga komitmen.
6. Perlu melibatkan masyarakat dalam pengamanan maupun monitoring PSP.
Masyarakat pun dapat dilibatkan dalam perhitungan karbon melalui training/
transfer teknologi dari pusat ke daerah.
7. Perlu mewujudkan HKm dengan tanaman yang memiliki layanan lingkungan
yang baik, menjadikan praktek PHBM yang berhasil sebagai daerah yang
memiliki nilai dan dihargai dengan baik.
8. Perlu adanya capacity building terkait REDD+ di daerah untuk menyiapkan
stakeholder dalam implementasi sistem monitoring karbon hutan.
9. Pengamanan PSP harus terintegrasi (lokasi dimana PSP berada secara
keseluruhan).
10. Pembangunan aplikasi sistem monitoring harus dibuat fleksibel atau dinamis
sesuai dengan perkembangan regulasi. Selain itu sistem yang dibuat juga harus
user friendly.
AGENDA KEGIATAN
LOKAKARYA STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
MATARAM, 7-8 MEI 2013
The Santosa Villas & Resort, Jl. Raya Sengigi Km. 8, Senggigi, Lombok
09.00 – 12.00 Sesi 1: Strategi Monitoring PSP untuk mencapai Target RAD dan SRAP Provinsi
13.30 – 16.35 Sesi 2: Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang terintegrasi dan partisipatif di Provinsi
Kelompok 2: FasilitatorKelompok 2
Rancangan Sistem Monitoring Karbon Notulis: Galih Kartika Sari,
Hutan Tingkat Provinsi S.Hut, MAP
38 Agenda Kegiatan
Lampiran 2. Presentasi
Oleh:
Ir. Akhmad Makchul, MSi.
Bappeda Provinsi NTB
Degradasi lingkungan
Kemiskinan khususnya di daerah pertanian lahan
kering, kawasan sekitar hutan dan pesisir
40 Presentasi
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PROVINSI NTB
Pendukung
Peningkatan pembangunan
lapangan kerja sektor lain
400 ribu
orang Penutupan lahan
kritis meningkat
315 ribu Ha
(HTR, HKm Ha,
HTI, Sylopasture dll
Pengurangan
Peningkatan
pemanasan
kualitas & kuantitas
global & efek
sumberdaya air
rumah kaca
KEBIJAKAN NASIONAL
Peraturan Presiden No. 61, tentang
Rencana Aksi Nasional Indonesia untuk
pengurangan GRK (RAN-GRK), dapat
dianggap sebagai Strategi
Pembangunan nasional yang Rendah
Emisi.
Peraturan Presiden No.71 sebagai
Pelaksanaan Inventarisasi Gas Rumah
Kaca tingkat Nasional.
42 Presentasi
PERGUB 51/2012 Ttg. RAD
GRK Provinsi NTB
Ketentuan Umum
Ruang Lingkup
Kedudukan RAD GRK dlm Kebijakan
Pembangunan Daerah
Dokumen RAD
Monev RAD GRK
Ketentuan Penutup
Jenis – jenis Emisi GRK : CO2, SF6, CH4, N2O, HFCs, PFCs
Sumber : emisi dan serapan GRK untuk sektor Agriculture, Forestry and Land Use (AFOLU) (Sumber: IPCC 2006)
Mengapa perlu....??
Perubahan iklim merupakan perubahan yang terjadi pada iklim baik secara
langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang
mempengaruhi komposisi dan konsentrasi emisi gas rumah kaca di atmosfir
secara global dan berakibat terjadinya variasi iklim alami dalam periode waktu
tertentu
Jumlah emisi CO2 di Indonesia tergolong tinggi, yaitu 1,55 ton karbon (5,67 ton
CO2 – eq) per kapita. Angka ini dapat mencapai sebesar 3,22 ton karbon per
kapita pada tahun 2050 mengikuti pertumbuhan penduduk dan peningkatan
PDRM jika tidak dilakukan mitigasi atau kegiatan berjalan seperti biasanya
(business as usual). Pada sektor-sektor yang memproduksi emisi CO2 yang
tinggi, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan untuk mengurangi emisi GRK
sampai menjadi 26% pada tahun 2020 (Kesepakatan Internasional
Copenhagen, 2009).
Pemerintah daerah dapat berperan serta dalam pengurangan emisi GRK dalam
konteks pembangunan berkelanjutan di daerah melalui perencanaan strategis,
pembuatan konsensus dan peran koordinasi.
Pemerintah daerah dapat mendorong keterlibatan publik dan swasta untuk
meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap dampak perubahan iklim.
44 Presentasi
Sumber Emisi di Provinsi NTB
Sektor Pertanian
Sumber emisi (1) emisi metana (CH4), (2) emisi karbondioksida (CO2) dan (3) emisi
dinitrogen oksida (N2O).
Sektor Kehutanan
Sumber emisi : lahan kritis, kebakaran hutan, ladang berpindah, penebangan liar dan
perambahan hutan serta alih fungsi lahan (land use change).
Sektor Energi
Emisi gas buang dari kendaraan bermotor (60-70%) , industri (10-15% ) dan dari
permukiman atau rumah tangga, kebakaran hutan maupun pembakarn sampah (30-
35%).
Untuk Provinsi NTB, sumber emisi berasal dari penggunaan bahan bakar untuk
pembangkit listrik oleh PLN dan PT. Newmont (pertambangan).
Sektor Transportasi
Sumber emisi berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, penggunaan minyak
pelumas dan penggunaan refrigeran di sistem pengkondisian udara pada kendaraan.
Sektor Industri
Emisi dari industri : pembakaran bahan bakar untuk melakukan proses produksi
Emisi dari sektor energi : pembakaran bahan bakar untuk menghasilkan listrik
Sektor Pengelolaan Limbah
berasal dari sampah domestik dan limbah cair domestik.
Usulan Mitigasi
Energy :
Penerapan Program Kemitraan Konservasi Energi
Peningkatan efisiensi peralatan rumah tangga.
Penyediaan dan Pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan
Konservasi Energi
Pemanfaatan Kotoran Ternak menjadi energi
Pengalihan pemakaian minyak tanah ke LPG secara penuh
Penyusunan klasifikasi data potensi dan cadangan panas bumi untuk
ketenagalistrikan dan pemanfaatan langsung energi panas bumi
Penetapan wilayah kerja pertambangan (WKP) panas bumi
Penyusunan kebijakan tentang panas bumi dan air tanah
Penggunaan bahan bakar nabati (BBN)
Perhitungan dan pembaruan faktor emisi pada sistem grid
ketenagalistrikan
Usulan Mitigasi
Industri
Strategi inti Aksi mitigasi yang dicanangkan
untuk sektor industri NTB ini terdiri atas 3
kegiatan inti yakni: (a) Peningkatan Teknologi
Proses, (b) Pengusahaan Bahan Bakar
Alternatif terutama mengarah ke gasifikasi,
dan (c) Peningkatan Efisiensi dan Mutu
Proses Produksi.
46 Presentasi
Usulan Mitigasi
Kehutanan
Moratorium logging.
Penundaan ijin penggunaan kawasan hutan
pada hutan alam.
Rehabilitasi hutan dan lahan seluas 63.000
ha/3 tahun.
Pengamanan hutan.
Penurunan kebakaran hutan.
Implementasi NTB Hijau.
Usulan Mitigasi
Pertanian
(1) Perluasan areal penanaman padi dengan sistem tanpa (sedikit)
penggenangan (sistem SRI-system rice intensification),
(2) Pengembangan teknologi pengelolaan lahan tanpa bakar,
(3) Penerapan precission farming atau pemupukan sesuai kebutuhan,
(4) Penggunaan pupuk organik untuk meningkatkan simpanan karbon
dalam tanah,
(5) Pemanfaatan limbah pertanian untuk energi dan pupuk organik,
(6) Optimasi lahan pertanian dengan meningkatkan produktivitas dan
indeks pertanaman, termasuk pemanfaatan lahan secara optimal,
(7) Perluasan areal pertanian dan perkebunan di lahan tidak produktif/
terdegradasi berkelanjutan melalui tatakelola air dan ameliorasi yang
menurunkan emisi GRK,
(8) Pengembangan teknologi biogas dan pakan untuk mengurangi emisi
GRK dari ternak, dan
(9) Perluasan penggunaan varietas padi rendah emisi gas CH4.
48 Presentasi
Strategi Implementasi
(1) memetakan lembaga-lembaga yang
dimiliki Provinsi NTB,
(2) mengidentifikasi sumber dana yang
mungkin,
(3) menyusun jadwal implementasi masing-
masing usulan aksi mitigasi, dan
(4) strategi sosialisasi aksi mitigasi.
Original land use (yang berada dalam zona Emisi (ton CO2 eq/Th) ke Sumbangan emisi
No
kawasan hutan) penggunaan lahan lain (%)
50 Presentasi
2. Lesson Learned dari pembangunan PSP untuk monitoring karbon
hutan pada kegiatan FCPF tahun 2012
LATAR BELAKANG
52 Presentasi
TUJUAN
OUTPUT
• Terbangunnya PSP untuk monitoring cadangan
karbon di tingkat Provinsi
• Tersedianya database pertumbuhan pohon
pada berbagai tipe hutan
• Tersedianya database cadangan biomasa dan
karbon di 5 carbon pools (AGB, BGB, serasah,
nekromas, tanah) di tingkat Provinsi
1. SUMATERA BARAT
3. SULAWESI UTARA
4. NTB
54 Presentasi
JUMLAH DAN TIPE LOKASI PSP (2012)
• 15 PSP
SUMATERA BARAT • Ht. sekunder, agroforestry, semak belukar
• 12 PSP
SUMATERA SELATAN • Hutan alam primer, sekunder, hutan rakyat,
hutan gambut sekunder
• 22 PSP
SULAWESI UTARA • Hutan pantai, ht. dat. tinggi, ht. dat. rendah, ht.
lumut
• 33 PSP
NTB • HKm, KHDTK dan hutan mangrove
• 12 PSP
MALUKU • Hutan alam primer dan sekunder
METODE
• Stratifikasi Lapangan
• Pembangunan Permanent Sampling Plot (PSP)
• Pengukuran biomasa 5 pool karbon :
1. Permukaan atas tanah
2. Permukaan bawah tanah
3. Serasah dan Tumbuhan bawah
4. Tanah
5. Kayu mati (nekromas)
trees 2m 10 m
1 m 2 m5 m
1m
50 m
20 m
1m x 1m = litter, undergrowth
2m x 2m = seedlings (DBH < 2,5 cm)
5m x 5m = saplings (DBH 2,5 – 9,9 cm) 10 m
20 m
10m x 10m = poles (DBH 10,0 – 19,9 cm) 5m
2m 10 m
20m x 20m = trees (DBH ≥ 20,0 cm) 1 m 2 m5 m
= canopy coverage measurement 1m
50 m
20 m
= transect line for dead wood
10 m
20 m
5m
2m 10 m
1 m 2 m5 m
1m
56 Presentasi
SUMATERA BARAT
C stock (MgC/ha)
21.26 Hutan Sekunder muda
85.69
198.08 Hutan Sekunder 1200 mdpl
Semak belukar/kebun
tradisional
C stock (tC/ha)
135.94 153.38
Hutan Pegunungan
Hutan Lumut
58 Presentasi
NUSA TENGGARA BARAT
C stock (tC/ha)
60 Presentasi
SUMATERA SELATAN
MONITORING PSP
• Monitoring PSP tahun 2013 akan dilaksanakan dengan
sumber pendanaan dari DIPA Puspijak tahun 2013
• Untuk tahun-tahun berikutnya monitoring PSP
diharapkan dapat dilaksanakan oleh pihak terkait
dengan pengukuran karbon hutan (Balai Penelitian
Kehutanan, Dinas Kehutanan, BPKH, dll.)
• Monitoring dan pelaporan PSP pasca FCPF (2015)
dilakukan setiap 3 tahun sekali
• Laporan hasil monitoring PSP diserahkan kepada para
pihak terkait dan Puspijak
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Tujuan
SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 2. METODOLOGI
BAB 3. KONDISI UMUM PSP
A. Deskripsi lokasi dan spesifikasi PSP
B. Aksesibilitas dan keamanan
C. Tipe ekosistem
D. Status kawasan dan kepemilikan
E. Kondisi sosekbud masyarakat
F. Keberlanjutan Pengelolaan PSP
62 Presentasi
SISTEMATIKA PELAPORAN
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Perhitungan Biomassa Atas Permukaan
B. Perhitungan Biomassa Bawah Permukaan (Nisbah Pucuk
Akar)
C. Perhitungan Serasah
D. Perhitungan Nekromas
E. Perhitungan Karbon Organik Tanah
F. Perhitungan Total Biomassa
BAB 5. PENUTUP
64 Presentasi
DATABASE PSP : Biomasa Serasah
SARAN
• Perlu adanya pelatihan tentang pengukuran
biomasa hutan di tingkat masyarakat
• Perlu dilakukan monitoring cadangan karbon
hutan secara periodik
• Perlu melibatkan pengelola kawasan dan
masyarakat sekitarnya
• Perlu membangun PSP di kawasan yang belum
terwakili ekosistemnya
66 Presentasi
TERIMAKASIH
KEBAKARAN HUTAN
PENEBANGAN POHON
PERUBAHAN PENGGUNAAN KAWASAN
HUTAN (LEGAL DAN ILLEGAL)
68 Presentasi
BESARAN EMISI SEKTOR KEHUTANAN
(DARI PENGGUNAAN LAHAN)
Emisi (ton CO2 eq/Th)
Original land use (yang berada Sumbangan
No ke penggunaan lahan
dalam zona kawasan hutan) emisi (%)
lain
1 Hutan lahan kering primer 10.306.330 58,97
2 Hutan Lahan Kering Sekunder 2.821.610 16,14
3 Pertanian Lahan Kering Campur 1.716.890 9,82
4 Semak Belukar 1.509.580 8,64
5 Pertanian Lahan Kering 652.060 3,73
6 Perkebunan 438.970 2,51
7 Sawah 25.030 0,14
8 Hutan Mangrove Primer 7.070 0,04
9 Total Emisi CO2 eq/tahun 17.477.540 100
10 Total Sequestrasi CO2 eq/tahun 2.584.990
11 Net Emisi CO2 eq/tahun 14.892.550
BASELINE EMISI
70 Presentasi
SKENARIO KEBIJAKAN
MORATORIUM LOGGING
PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN
KAWASAN HUTAN UTAMANYA HUTAN
ALAM
MEMPERTAHANKAN KAWASAN HUTAN
(LUAS DAN KONDISI)
PENURUNAN KEBAKARAN HUTAN
MENINGKATKAN UPAYA RHL
MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN
IMPLEMENTASI
MORATORIUM LOGGING, TERTUANG DALAM PERDA N0 3 TAHUN
2010 (RTRWP).
TIDAK MEMBERI IZIN ATAU MEREKOMENDASIKAN
PENEBANGAN DALAM KAWASAN HUTAN (IPK, IUPHHK, DLL)
PENEBANGAN HANYA DIMUNGKINKAN DARI HASIL PENANAMAN
(HTI, HTR DAN HKm)
PENGAWASAN PEREDARAN HASIL HUTAN, SVLK DAN
PENGETATAN PENERBITAN IPKTM
PENUNDAAN IZIN PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN ALAM (INPRES
10 TAHUN 2011)
TIDAK MEMBERI IZIN ATAU REKOMENDASI PENGGUNAAN/
PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN PADA HUTAN ALAM
PENGAWASAN IZIN YANG TELAH DITERBITKAN SESUAI
DENGAN YANG DIIZINKAN
PENGENDALIAN PEMANFAATAN/PENGGUNAAN HUTAN NON
PROSEDURAL
IMPLEMENTASI
MENINGKATKAN RHL (PERDA NO 1 TAHUN 2010,
RPJMD)
PENGEMBANGAN HKm, HTR, HTI, DLL
KERJASAMA BERBAGAI PIHAK BIDANG RHL JIFPRO,
KOICA, WWF, DLL
REHABILITASI (PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN)
DENGAN DANA DAK
PENYEDIAAN BIBIT (KBR, KBS, PONPES, BAKTI
SOSIAL, BANSOS, PENGHIJAUAN LINGKUNGAN, DLL)
MENINGKATKAN PENGAMANAN HUTAN
PRE-EMPTIF, PREVENTIF, REPRESIF (SOSIALISASI,
PATROLI, OPERASI)
KERJASAMA MASYARAKAT (LANG-LANG)
PENEGAKAN HUKUM (PROSES HUKUM
PELANGGARAN)
72 Presentasi
PERKIRAAN PENURUNAN EMISI
Baseline dan Perkiraan Penurunan Emisi CO2 Sektor
Kehutanan di NTB
25.000.000
22.338.825
20.000.000
22 %
Emisi CO2 eq (Ton)
14.892.550
17.424.284
15.000.000
14.892.550
10.000.000
7.446.275
Baseline Emisi
5.000.000
Emisi hasil Mitigasi
-
2006-2011 2011-2016 2016-2021
Tahun
METODOLOGI
1. STRATIFIKASI (PENUTUPAN VEGETASI)
PRIMER
A.
B. SEKUNDER
C. TERDEGRADASI
TERKECUALI PADA KHDTK RARUNG DIDASARKAN PADA JENIS
2. BENTUK PLOT
BUJUR SANGKAR UKURAN 20X20 M UNTUK POHON, 10X10 M
UNTUK TIANG, 5X5 M UNTUK PANCANG DAN 1X1M UNTUK SEMAI,
SERESAH DAN TUMBUHAN BAWAH
3. PENGUKURAN BIOMASSA
A. ATAS PERMUKAAN TANAH
BIOMASSA POHON, TIANG DAN PANCANG
BIOMASSA TUMBUHAN BAWAH
BIOMASSA SERESAH
BIOMASSA POHON MATI DAN KAYU MATI
B. KARBON ORGANIK TANAH
TANAH MINERAL KERING
TANAH MINERAL MANGROVE
74 Presentasi
BENTUK PSP
20X20 M TINGKAT POHON
10X10 M
TINGKAT
TIANG
5X5 M
TINGKAT
PANCANG
1X1 M
TINGKAT
SEMAI
DAN
TUMBUHA
N BAWAH
76 Presentasi
HASIL SANTONG
LUAS KAWASAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI KAWASAN SANTONG.
No Kawasan Hutan Luas (Ha) Luas (%)
1 Kawasan Hutan Primer 50,78 4,80
2 Kawasan Hutan Sekunder 962,85 91,12
3 Kawasan Hutan Terdegradsasi 42,96 4,06
Total Luas 1.056,59 100
HASIL SANTONG
CADANGAN KARBON
TERTINGGI PADA HUTAN
SEKUNDER (962,85HA)
SEBESAR 91.737,14 HA
CADANGAN KARBON PADA
HUTAN PRIMER (50,78 HA)
SEBESAR 8.221,28 TON
CADANGAN PADA KAWASAN
TERDEGRADASI (42,96 HA)
SEBESAR 3.537,18 TON
TOTAL CADANGAN HKm
SANTONG (1.056,59 HA)
SEBESAR 103.495,60 TON
78 Presentasi
HASIL KHDTK RARUNG
cadangan karbon di
Kawasan Hutan KHDTK
Rarung sebesar 47.566
Ton dengan luas
keseluruhan kawasan
hutan seluas 325,86 Ha
HASIL JEROWARU
CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE RAPAT/PRIMER
2.888,6 TON
CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE RAPAT SEDANG
2.658,2 TON
CADANGAN KARBON PADA
MANGROVE TERDEGRADASI
SEBESAR 793,8 TON.
TOTAL CADANGAN KARBON
UNTUK MANGROVE
JEROWARU SEBESAR 6.340,6
TON
80 Presentasi
MASUKAN
DIPERLUKAN PENGUKURAN STOK
KARBON SECARA TIME SERIES UNTUK
MELIHAT PERUBAHAN
PENAMBAHAN PSP PADA KAWASAN
LAINNYA UNTUK AKURASI DATA
INTERVENSI KEBIJAKAN YANG LEBIH
KUAT DALAM RANGKA PENURUNAN
EMISI GRK, GUNA MENJAGA KOMITMEN
NEGARA
MEMASUKAN MEKANISME CARBON
TRADE SECARA VALUNTARY DENGAN
MEMBANGUN WEB KHUSUS
STRATEGI KEBERLANJUTAN
MENYEDIAKAN ALOKASI ANGGARAN
(APBD) BAGI KEGIATAN MONITORING
PSP, DAN PERLUASAN PEMBUATAN
PSP YG LEBIH MEWAKILI NTB
MENGINTEGRASIKAN MONITORING
PSP DENGAN KEGIATAN
INVENTARISASI
MENDORONG KETERLIBATAN
BERBAGAI PIHAK TERKAIT
Disampaikan pada “Lokakarya Strategi Monitoring dan Pelaporan PSP ditingkat Propinsi”
Mataram, Nusa Tenggara Barat 7 Mei 2013
82 Presentasi
OUTLINE
• Pengembangan Bank Data Penginderaan Jauh
Nasional di LAPAN
• Inpres No. 6 tahun 2012 tentang Penyediaan,
Penggunaan, Pengendalian Kualitas, Pengolahan, dan
Distribusi Data Satelit Penginderaan Jauh Resolusi
Tinggi
• Fasilitas dan data satelit penginderaan jauh yang
diterima oleh LAPAN saat ini.
• Peran LAPAN dalam Indonesia’s National Carbon
Accounting (INCAS)
• Penutup
Akuisisi data
dan Teknologi
Stasiun Bumi
Penginderaan
Jauh
Bank Data
Penginderaan
Jauh Nasional
(BDPJN)
Pengolahan Pengelolaan
Data Data
Penginderaan Penginderaan
Jauh Jauh
84 Presentasi
Inpres No.6 tahun 2012 (lanj...)
Kepada:
1. Para Menteri;
2. Panglima Tentara Nasional Indonesia;
3. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia
4. Para Kepala Lembaga Pemerintah Non-Kementerian;
5. Para Gubernur;
6. Para Bupati dan Walikota;
Untuk sesuai tugas dan fungsi masing-masing
PERTAMA:
Menggunakan citra tegak satelit penginderaan jauh resolusi tinggi yang disediakan oleh
Badan Informasi Geospasial berdasarkan data satelit penginderaan jauh resolusi
tinggi dengan ukuran piksel lebih kecil dan/atau sama dengan 4 (empat)
meter yang disediakan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.
KEDUA:
Menyampaikan rencana kebutuhan data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi untuk
pelaksanaan program dan kegiatan tahun anggaran berikutnya kepada Badan Informasi
Geospasial melalui Rapat Koordinasi Penyediaan Data Satelit Penginderaan
Jauh Resolusi Tinggi.
86 Presentasi
Data penginderaan jauh yang diterima LAPAN
saat ini
• Data sumberdaya alam (SB Parepare dan SB Rumpin):
• Terra/Aqua MODIS
• NPP VIIRS
• Landsat-7
• SPOT-5 dan SPOT-6
• Landsat Data Continuity Mission (LDCM)/Landsat-8
• Data lingkungan dan cuaca (SB Jakarta):
Landsat-7
Terra • NOAA-19
• Feng Yung-3A
• MTSAT-1R
SPOT-6
Aqua LDCM
SPOT-5
SB Jakarta
BPJ Parepare
SB Rumpin
88 Presentasi
Data Landsat (res. 30 m, 3 Mei 2009,
Kadipaten, Jawa Barat)
90 Presentasi
Kelompok kerja dalam INCAS
Requirements:
• Spatial resolution of 25 m
• Accuracy of ≥ 95% (for Carbon tracking)
• Pass international verification
Ketersediaan Data
• Landsat (1990-1999): 4000 scene
• Landsat (2000-2009): 4300 scene
• Landsat (2010-2012): 2100 scene
• Citra Resolusi Tinggi Kalimantan : 53 scene
• Citra Resolusi Tinggi Sumatera : 70 scene
• Citra Resolusi Tinggi Papua : 62 scene
• Citra Resolusi Tinggi Sulawesi : 79 scene
Citra Resolusi Tinggi Quickbird
Pankromatik
NOV 2011
MAY 2012
DEC 2012
92 Presentasi
Penutupan Lahan Hutan/Non-Hutan Tahunan
(Kalimantan, 2000-2009)
94 Presentasi
Perubahan Penutupan Lahan Sumatera (2000-2009)
Klasifikasi Hutan/Non-Hutan
Citra Landsat Tahun 2009 Tahun 2009
Penutup
• Data penginderaan jauh memiliki peran yang
sangat penting dalam mendukung kegiatan
perhitungan karbon secara nasional.
• LAPAN memiliki kemampuan dari sisi
infrastruktur dan SDM serta siap membantu
dan bekerjasama dengan instansi lain untuk
tercapainya tujuan kegiatan ini.
96 Presentasi
PUSAT TEKNOLOGI DAN DATA PENGINDERAAN JAUH
LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL
Jl. LAPAN NO. 70, PEKAYON, PASAR REBO
JAKARTA TIMUR 13710
TEL: (021) 871-0786. FAX: (021) 871-7715
Website: www. lapan.go.id
Email: bankdata@lapan.go.id
LOKAKARYA
STRATEGI MONITORING PSP DI TINGKAT PROVINSI
Mataram, 7-8 Mei 2013
1
I. Pendahuluan
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
IV. Pengembangan Sistem Monitoring Karbon
Hutan (SMKH) NTB
V. Integrasi NFI – PSP Balitbang – SMKH NTB
VI. Penutup
I. Pendahuluan
98 Presentasi
II. Inventarisasi Hutan Nasional (NFI)
100 Presentasi
III. Sistem Pemantauan Hutan Nasional (NFMS)
10
11
102 Presentasi
Skema Pengembangan SMKH Prov. NTB
PSP
NFI BALITBANG
SISTEM
MONITORING
KARBON
HUTAN
PROV. NTB
SSUMBER
INCAS
LAIN
12
Tujuan:
Tersedianya satu data/informasi mengenai karbon hutan di
Tahapan:
1. Identifikasi Kebutuhan Data
2. Identifikasi Ketersediaan Data
3. Sinkronisasi Data (Format, Periodisasi dll).
4. Pengolahan/Analisis Data
5. Pelaporan dan Penyajian Data/Informasi
13
3. Sinkronisasi Data:
a. Spasial : Koreksi citra, Proyeksi peta, skala peta, legenda dll.
b. Numerik : Satuan data:
- Penanaman: Batang => luas tanaman (ha)
- Hotspots => jumlah kebakaran, luas areal terbakar.
- Emisi/serapan/stok karbon (ton CO2 eq.)
c. Tipe vegetasi/Ekosistem vs Kelas Penutupan/Penggunaan Lahan.
d. Periodisasi Data:
(1). SMKH : Setiap tahun
(2). PSP (Balitbang) : Setiap tahun (2013-2014)
Setiap 3 tahun (2015 dst)
(3). NFI : Setiap tahun ( PL, Enumerasi)
Setiap 5 tahun (Re- Enumerasi)
15
104 Presentasi
Matriks Sandingan/Reklasifikasi
Kelas Ekosistem/Tipe Vegetasi dan Kelas Penutupan Lahan
Vegetasi homogen
Vegetasi campuran
17
CO 2 eq.
DA FE EMISI
CO2 eq.
18
19
106 Presentasi
VI. P e n u t u p
20
Terimakasih,
Selamat berdiskusi
21
Haruni Krisnawati
FORDA/IAFCP
108 Presentasi
INCAS Characteristics
The goal of INCAS is to provide monitoring and reporting for the land sector components of
Indonesian MRV System
Changes X Changes in
= CO2-eq
in Forest Area Carbon stocks
(land-uses and (land-uses and
management management
activities) activities)
Classification of forests into groups (biomass Annual time-series defining areas of:
classes) that best explain the variation of
▪ Deforestation (permanent loss of forest cover)
biomass in undisturbed forest condition
Degradation (forest clearance
and regeneration or partial
removal)
Carbon
Accounting
and
E Reporting
C Forest Disturbance Class Mapping Model Carbon Stock Estimation D
(ICARM)
Map forest disturbance classes at Carbon stock estimates for each biomass
known date class (incl. growth/loss rate):
- Minimal disturbance • Aboveground biomass
- Moderate disturbance • Belowground biomass
- Heavy disturbance • Litter
• Debris
• Soil
INCAS – Methodology
Internationally reviewed
carbon accounting model
Indonesian Carbon
Accounting and
Annual Land E
B Map change in forest area for
Reporting Model
Cover Change (ICARM)
Disturbance each year by biomass class
C
Develop ICARM scenarios
(management activities)
INCAS output
C stock change by year
110 Presentasi
Data needed
Land use
Climate and
mngement
Carbon
accounting
model
Biomass Soil
and including
Growth peat
System - Progress
• Annual land cover change analysis has been completed for Kalimantan, Sumatra,
Papua and nearly Sulawesi, showing land-cover change through time for the period
2000-09 - Aim to complete national level, ‘wall-to-wall’, processing from 2000 to
the present day (year)
• Development of the Pilot System over Kalimantan
• Development of the biomass class and map for Kalimantan – key input to pilot
system
• Integration of annual land cover change analysis and biomass classification for
Kalimantan
• Early estimates of annual gain and loss by biomass class for Kalimantan
• Early estimates of annual emissions and removals by biomass class for Kalimantan
• Training workshops on the use of carbon models – incorporating management
scenarios to generate a full account for carbon emissions
Forest in 2000
Clearing in 2000-2001
Clearing in 2001-2002
Clearing in 2002-2003
Clearing in 2003-2004
Clearing in 2004-2005
Clearing in 2005-2006
Clearing in 2006-2007
Clearing in 2007-2008
Clearing in 2008-2009
Replanting in 2000-2001
Replanting in 2001-2002
Replanting in 2002-2003
Replanting in 2003-2004
Replanting in 2004-2005
Replanting in 2005-2006
Replanting in 2006-2007
Replanting in 2007-2008
Replanting in 2008-2009
Multiple Changes
Non Forest
Lake
112 Presentasi
Early estimates of annual emissions & removals for Kalimantan
emissions removals (CO2 Mt)
Mangrove
change data
Swamp
Dryland
• Flexible forecasting tool
• Calculates total annual
Carbon Stock Change greenhouse gas emissions
using land management
scenarios
• Output: Land sector
account of Indonesia’s
national greenhouse gas
inventory
Thank You
The INCAS team
114 Presentasi
7. Dukungan data untuk menyusun strategi monitoring PSP
Oleh
Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH)
Wilayah VIII
116 Presentasi
National Forest Inventory (NFI)
Kegiatan Inventarisasi Hutan Nasional Indonesia telah mulai
dilaksanakan sejak tahun 1989.
Salah satu komponen dari IHN adalah pengumpulan data
lapangan melalui pembuatan Temporary Sample
Plots/Permanent Sample Plots (TSP/PSP) pada setiap grid 20
km x 20 km di seluruh kawasan hutan Indonesia (kecuali P.
Jawa) dengan ketinggian sampai dengan 1000 dpl.
Di dalam plot IHN terdapat plot contoh sementara (Temporary
Sample Plot – TSP) dan plot contoh permanen (Permanent
Sample Plot – PSP).
TSP diukur hanya 1 (satu) kali untuk mengetahui kondisi
potensi tegakan pada saat itu (current standing stock).
Sedangkan PSP diukur ulang dalam selang waktu 4 sampai 5
tahun untuk memperoleh gambaran kondisi hutan yang terus
berubah secara dinamis.
4 5 6
1 2 3
118 Presentasi
Perencanaan dan Pembinaan Prakondisi Penge
120 Presentasi
Peta Sebaran PSP Pada Penutupan Lahan Tahun 2010
di Provinsi NTB
No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan
1 2 7 8 9 10 11 12
Pulau Lombok
1 KPHL Rinjani Timur Hutan Lindung 460000 9075000 Sambilia Sambilia Lombok Timur
2 KPHK TN Gn. Rinjani Taman Nasional 430000 9075000 Akar-akar Bayan Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 530000 9055000 Sape Hutan Rhee Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Produksi 545000 9050000 Mokong Moyo Hulu Sumbawa
3 KPH Serojang Hutan Lindung 490000 9000000 Sekongkang Atas Jereweh Sumbawa Barat
4 KPH Serojang Hutan Lindung 480000 9010000 Sekongkang Bawah Jereweh Sumbawa Barat
5 KPHL Matayang Hutan Lindung 495000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
6 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 505000 9035000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
7 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9035000 Tepas Taliwang Sumbawa Barat
8 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 520000 9035000 Klawis Lunyuk Sumbawa
9 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 540000 9005000 Mohong Moyo Hulu Sumbawa
10 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9005000 Padasuka Lunyuk Sumbawa
11 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 535000 9005000 Lunyuk Ode Lunyuk Sumbawa
12 KPHP Plampang Hutan Produksi 570000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
13 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 620000 9025000 Jotang Empang Sumbawa
14 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 630000 9035000 Mata Empang Sumbawa
15 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9040000 Riwo Woja Dompu
16 KPHL Ampang Riwo Hutan Lindung 645000 9050000 Kwangko Kempo Dompu
17 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 655000 9025000 Huu Huu Dompu
18 KPHL Tofo Pajo Hutan Lindung 665000 9035000 Adu Huu Dompu
19 KPHK Tambora Cagar Alam 635000 9070000 Boro Sanggar Bima
20 KPHP Tambora Utara Hutan Produksi 600000 9095000 Kawinda Nae Sanggar Bima
21 KPHL Soromandi Hutan Lindung 650000 9070000 Mbuju Kilo Dompu
22 KPHL Soromandi Hutan Lindung 665000 9080000 Sampongu Donggo Bima
23 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9025000 Paradowane Monta Bima
122 Presentasi
RENCANA ENUMERASI TAHUN 2013
No KPH Fungsi Grid UTM x Grid UTM y Desa Kecamatan Kabupaten Keterangan
1 2 7 8 9 10 11 12
Pulau Lombok
1 KPHK TN G. Rinjani Taman Nasional 445000 9065000 Karang banu Aikmel Lombok Tengah
2 KPHL Mareje Aikbulak Hutan Lindung 425000 9065000 Tanah Beak Batukliang Lombok Tengah
Pulau Sumbawa
1 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 535000 9045000 Sempe Moyo Hulu Sumbawa
2 KPHP Batulanteh Hutan Lindung 525000 9045000 Batu Dulang Batu Lanteh Sumbawa
3 KPHL Brang Rea Hutan Lindung 495000 9045000 Bakat Monteh Taliwang Sumbawa Barat
4 KPHP Orong Telu Hutan Produksi 505000 9025000 Kalimantong Taliwang Sumbawa Barat
5 KPHP Brang Beh Hutan Produksi 515000 9015000 Jamu Lunyuk Sumbawa
6 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
7 KPHL Ropang Hutan Lindung 545000 9025000 Lebin Ropang Sumbawa
8 KPHL Ropang Hutan Lindung 555000 9015000 Lebangkar Ropang Sumbawa
9 KPHP Plampang Hutan Produksi 575000 9030000 Maronge Plampang Sumbawa
10 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 635000 9065000 Taa Kempo Dompu
11 KPHL Tambora Selatan Hutan Lindung 630000 9065000 Tolo Lako Kempo Dompu
12 KPHK Tambora Cagar Alam 610000 9080000 Doro Peti Pekat Dompu
13 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 605000 9075000 Doro Peti Pekat Dompu
14 KPHK Tambora Suaka Marga Satwa 600000 9085000 Doro Peti Pekat Dompu
15 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 675000 9045000 Campa Woha Bima
16 KPHP Madapangga Rompu Hutan Produksi 670000 9045000 Woro Bolo Bima
17 KPHP Waworada Hutan Produksi 690000 9040000 Doro Belo Bima
18 KPHP Waworada Hutan Produksi 705000 9025000 Karumbu Wawo Bima
19 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9055000 Teta Wawo Bima
20 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 700000 9045000 Tarlawi Wawo Bima
21 KPHL Donggomasa Hutan Lindung 710000 9045000 Mangge Sape Bima
22 KPHP Maria Hutan Produksi 710000 9065000 Ntoke Wera Bima
23 KPHP Maria Hutan Produksi 715000 9065000 Pai Wera Bima
Pulau Bali
Batu Kau (RTK.4)
1 HL 290000 9075000 Tabanan
Abang Agung (RTK.8)
2 HL 330000 9085000 Karangasem
Bali Barat (RTK.19)
3 HPT 220000 9100000 Buleleng
Bali Barat (RTK.19)
4 HL 240000 9090000 Jembrana
Bali Barat (RTK.19)
5 HL 250000 9090000 Jembrana
Pulau Lombok
Gunung Rinjani (RTK.1)
1 HL 410000 9065000 Lombok Barat
Gunung Rinjani (RTK.1)
2 HL 450000 9080000 Lombok Timur
Pulau Sumbawa
G.Tambora (RTK.53)
1 CA 600000 9080000 Dompu
Dodo jaranpusang (RTK.64)
2 HL 540000 9020000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
3 HL 560000 9020000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
4 HL 550000 9010000 Sumbawa
Dodo jaranpusang (RTK.64)
5 HPT 580000 9020000 Sumbawa
Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
6 HL 520000 9055000 Sumbawa
Pucak Ngegas Selalulegini (RTK.72)
7 HL 510000 9050000 Sumbawa
124 Presentasi
Pengintegrasian Sistem NFI dengan Sistem
Monitoring Karbon Hutan Tingkat Provinsi
Menggunakan kajian yang telah di akui hasilnya,
terhadap perhitungan perkiraan cadangan Karbon
Hutan di atas permukaan tanah, sehingga data PSP
Sistem NFI dapat digunakan.
BPKH selaku pelaksana kegiatan NFI di daerah
mensupport data Enumerasi PSP dan Inventarisasi
Biogeofisik.
TERIMAKASIH
Oleh
Markum
MATERI PENYAJIAN
1. FAKTA-FAKTA
PENTING
2. MASALAH AKTUAL
3. TANTANGAN KE
DEPAN
4. PELUANG BISA
DIAMBIL
5. PERAN
MASYARAKAT
DALAM
MONITORING
KARBON
126 Presentasi
1. FAKTA-FAKTA PENTING
SAAT INI DI NTB TELAH DIBERIKAN IJIN
PENCADANGAN AREAL HKm SELUAS
14.836,5 Ha, dan 15.252,3 MASIH DALAM
PROSES USULAN
3500
Dari luas total HKm 3672 Ha, 90 % adalah luas
Hkm non program
3000
2500
Luas (Ha)
2000
1500
1000
500
0
1996 1998 2010
Agroforestri sederhana 68
128 Presentasi
Komposisi Penyusun Cadangan C
1% 1% 2%
26% Pohon
Tanah
Seresah
70%
Bawah Tegakan
Nekromasa
MASALAH
PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN
DARI HUTAN PRIMER ATAU SEKUNDER
KE PHBM SELALU BERDAMPAK PADA
PENAMBAHAN EMISI
PRAKTIK HKM SEBAGIAN BESAR DI
DOMINASI OLEH TANAMAN DENGAN
NILAI KARBON RENDAH (TANAMAN
YANG MEMILIKI BJ RENDAH)
PRAKTIK HKM MEMILIKI TINGKAT
KEANEKARAGAMAN VEGETASI
RENDAH SAMPAI SEDANG
IMPLIKASINYA ADALAH CADANGAN
KARBON DAN TINGKAT SEKUESTRASI
KARBON RENDAH
Perubahan Jumlah cadangan karbon Aktual di DAS Jangkok tahun 1995 dan 2009
4,500,000
4,000,000
3,500,000
3,000,000
Juml C (ton)
1,000,000
500,000
0
1995 2009
Tahun
130 Presentasi
b. Estimasi Jumlah Emisi akibat perubahan tutupan lahan (1995-2009)
KLASIFIKASI BJ SPESIES
45
40
BJ > 0.9
35
30 BJ 0.75-0.9
Jumlah spesies
25
BJ 0.6-0.75
20
15 BJ < 0.6
10
0
HP HPT HK HM AGM AGS
Penggunaan Lahan
HP
1 39 68
Jumlah Spesies
Sumber : Hasil Penelitian Disertasi, Markum (2011)
132 Presentasi
TANTANGAN KE DEPAN
BAGAIMANA MEWUJUDKAN
PRAKTEK HKM DENGAN
MENGINTRODUSIR TANAMAN YANG
MEMILIKI LAYANAN LINGKUNGAN
YANG BAIK (AIR
KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN
KARBON) DAN MENDUKUNG NILAI
EKONOMI
BAGAIMANA MENJADIKAN
PRAKTEK PHBM YANG BERHASIL,
SEBAGAI KAWASAN YANG MEMILIKI
NILAI DAN DIHARGAI
BAGAIMANA PERSEPSI DAN
PENGETAHUAN MASYARKAAT
TENTANG KONSERVASI MENJADI
MOTIVASI DALAM PRAKTEK HKM
BAGAIMANA MENENTUKAN
KRITERIA YANG BISA DITERIMA
BERAPA CADANGAN KARBON IDEAL
UNTUK HKM
134 Presentasi
Contoh Praktek HKm dengan Nilai Cadangan Karbon Tinggi
(>150 – 225 ton/ha)
TERIMA KASIH
136 Presentasi
Lampiran 3. Notulensi Diskusi
Sesi Pertama
Pertanyaan:
Jawaban
1. Machful (Bappeda)
a. Ada hal-hal yang masih dianggap data yang diinput untuk strategi mitigasi,
belum sepenuhnya diyakini. Karena data yang diperoleh adalah data sekunder.
Untuk mengumpulkan data primer dibutuhkan waktu.
b. Tim yang ada saat itu, yang dilatih oleh sektor-sektor yang ada masih belum
banyak yang memahami, kebanyakan tenaga birokrat, belakangan baru
melibatkan akademisi.
c. RAD-GRK bersifat kejar tayang sehingga waktu itu yang penting jadi dulu
dengan dukungan data yang ada.
d. Data-data yang ada akan terus dievaluasi agar sesuai dengan standar validasi
data.
e. Standar monev sudah ada, setiap kabupaten harus menggunakan standar
monev yang sudah ada tersebut.
f. Permasalahan benturan antar sektor :
1) Terkait dengan kebijakan 1000 sapi, sedang diupayakan upaya untuk
mengatasi sendawa sapi sebagai sumber emisi. Direncanakan akan
dibuat plot (program BSS) dalam pengelolaan sapi untuk kesejahteraan
masyarakat, sendawa diabaikan. Perlu ada pilihan yang menguntungkan
masyarakat.
2) Pengembangan potensi panas bumi dengan mengorbankan sektor
kehutanan. Pilihannya adalah geotermal yang beroptensi dapat tetap
menjaga kelestarian hutan. Pilihannya pada kawasan tertentu saja (kawasan
yang dipilih adalah kawasan Rinjani, Mangrove di Sumbawa)
3) Pertentangan kebijakan dapat diatasi dengan kesepakatan-kesepkatan dan
analisis data yang berkelanjutan dengan alat-alat analisis yang ada.
g. Sepanjang tidak mengganggu kawasan hutan oleh masyarakat Jero Waru tidak
dapat dilakukan tindakan, kecuali bila ada kegiatan masyarakat tidak dapat
diatasi.
Disadari PSP yang berhasil dibangun, tidak mewakili semua tipe hutan di
NTB diharapkan ke depan daerah dapat berinisiatif membangun PSP dengan
dukungan dana dari daerah masing-masing.
3. Rubini (LAPAN)
Data resolusi rendah gratis, data reslosi menengah dengan skala 50.000 masih
gratis, data Landsat 4 dengan resolusi 20 meter tidak gratis (lebih murah
dibandingkan dengan membeli di luar), data resolusi tinggi dengan pesyaratan
yang disesuaiakan selama ada permohonan dan persyaratan dipenuhi.
4. Andi (Dishut)
FCPF tidak memiliki dana yang cukup, sistem monitoring masih dan sedang
dicari. Dengan program BSS permasalahan sendawa sapi dapat diatasi.
Untuk menjaga plot di HKm adalah masyarakat (sudah ada komitmen masyarakat
untuk menjaga PSP yang dibangun).
Sesi Kedua
Pertanyaan:
1. Nana
a. Kepada Bu Haruni, INCAS adalah suatu tool apakah bersifat dinamik ataukah
spasial? Apa kelebihannya dibandingkan dengan tools yang lainnya?
b. Sebaiknya bu Haruni mengadakan pelatihan khusus untuk mengoperasikan
INCAS.
c. Untuk Pak Wisnu terkait data jarak antar PSP 5 km, bagaimana jika di lapangan
kita tidak memungkinkan mengambil jarak antar plot 5 km?
d. Untuk Pak Markum hasil disertasi yang didasari scientific based yang kuat, data
yang diperoleh Pak Markum sebaiknya dilengkapi.
2. Kemas UNTB
a. Pertanyaan ditujukan untuk Bu Haruni, kami melihat tugas INCAS ada
5, yang disoroti yaitu pengukuran emisi secara umum. Menurut kami yang
banyak dihasilkan adalah emisi dari industri transportasi. INCAS harusnya
5. Agus
Terkait penghitungan karbon, setelah masyarakat tahu kandungan karbon di
tempat yang bapak ukur tadi. Apa manfaat yang diperoleh masyarakat dari
karbon yang dimiliki oleh masyarakat? Saya dengar karbon bisa dijual US$
45-75 per ton.
6. Virni
a. Ditujukan untuk Pak Iman dan Bu Haruni: bagaimana hubungan antara
INCAS dan NFMS? Jika INCAS sudah selesai apakah datanya bisa di-
share dengan provinsi yang bersangkutan?
b. Untuk Pak Iman tadi bagan link, menurut bapak untuk mengkonkretkan
bagan tersebut apa yang harus dilakukan?
Jawaban
1. Bu Haruni
Sebagai sebuah sistem mestinya INCAS tidak akan berakhir (bila tidak dilihat
sebagai proyek), bila bantuan dari Australia selesai, Kementerian akan tetap
melanjutkan. INCAS dan NFMS dapat dibangun secara bersinergi. Pelatihan
sudah dimasukkan ke dalam work plan.
2. Iman
INCAS ini tidak berhenti sebagai suatu proyek tetapi ke depan akan kita
kembangkan bersama, dimana INCAS akan kita kembangkan untuk mengisi
NFMS. Masalah konkritnya data, sebaiknya insiatif datang dari daerah, dimana
daerah merumuskan monitoring data, jika SDM kurang di sebelah mana
kurangnya dan agar kebutuhan tersebut disampaikan ke pusat agar pusat bisa
mengajukan usulan anggaran.
Hasil FGD
Kelompok 1 : Strategi Pengelolaan PSP di Tingkat Provinsi
Strategi :
1. Langkah-langkah
2. Kiat/ Cara
3. Teknik/ Taktik
4. Siasat
5. Pola/ Model
Strategi adalah sekumpulan langkah untuk mencapai tujuan atau memecahkan
masalah
Pengelolaan:
1. Cara kerja
2. Proses
3. Mengatur
4. Penanganan
Pengelolaan adalah proses dalam mengatur suatu kegiatan melalui cara kerja yang
teratur.
PSP adalah plot yang mempunyai ukuran tertentu dan bersifat permanen.
Plot dalam KHDTK dan Jerowaru akan litbang bantu untuk monitoringnya
Adakah suatu sistem yang bisa langsung memasukkan nilai karbon tanpa rumus-
rumus agar memudahkan dalam pengukuran karbon? Ada, seperti REDD Abacus.
1. Lebih baik dibuat dulu SOP-nya, lalu bagaimana dengan anggarannya. PSP
diditipkan pada pengelola di daerah lokasi dimana PSP dibangun.
1 FCPF akan berakhir - Pemerintah provinsi dan - APBD Provinsi dan - Dinas Kehutanan
pada tahun 2014, tidak kabupaten bertanggung kabupaten Provinsi
bisa membiayai keber- jawab atas keberlajutan - Litbang - Dishut Kabupaten
lanjutan monitoring monitoring PSP. - Litbang
PSP - Masyarakat
- Perguruan Tinggi
Kelompok 2
Kesimpulan:
1. Pokja RAD GRK sebagai pemangku sistem monitoring karbon hutan.
2. Perlu dibuat protokol pengelolaan sistem monitoring karbon hutan berdasarkan
kesepakatan para pihak yang meliputi mekanisme input, akses, sharing, dan peran
serta tanggungjawab para pihak.
3. Telah berhasil mengidentifikasi sumber data bagi SMKH yang akan dibangun.
4. PPID (Pejabat Pengolah Informasi Data) di tiap SKPD anggota Pokja RAD
GRK bertindak sebagai wali data SMKH.
5. Perlu dilaksanakan capacity building untuk menyiapkan stakeholder dalam
implementasi sistem monitoring karbon hutan.
Plot
SampelPermanen
di Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kementerian Kehutanan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor; Telp.: 0251 8633944; Fax: 0251 8634924
Email: publikasipuspijak@yahoo.co.id; Website: www.puspijak.org