Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN


“Ketahanan Nasional”
Prof. Dr . A. Purba, dr.,MS.,AIFO

Disusun Oleh :
Oktavianus Benardi
200110180218

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat,
rahmat, dan Anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Ketahanan Nasional” tepat pada waktunya. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Isi
dari makalah ini adalah pemaparan tentang Kasus Pertahanan Nasional Di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi kesempurnaan tugas makalah ini. Akhir kata penulis
mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang berperan dalam penyusunan
tugas makalah ini.

Bandung, 10 Oktober 2018

Oktavianus Benardi

2
Ketahanan Nasional di Indonesia

Latar belakang
Sejak Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa dan
negara Indonesia tidak luput dari berbagai gejolak dan ancaman dari dalam negeri
maupun luar negeri yang nyaris membahayakan kelangsungan hidup bangsa dan
negara. Meskipun demikian, bangsa dan negara Indonesia telah mampu
mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatannya terhadap .ancaman dari luar antara
lain agresi militer Belanda dan mampu menegakkan wibawa pemerintah dengan
menumpas gerakan separatis, pemberontakan PKI, DI/TII bahkan merebut kembali
Irian Jaya.Dengan posisi geografis, potensi sumber ke-kayaan alam, serta besarnya
jumlah dan kemampuan penduduk yang dimilikinya, Indonesia menjadi ajang
persaingan kepentingan dan perebutan pengaruh negara-negara besar dan adikuasa.
Hal tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan dampak
negatif terhadap segenap aspek kehidupan dan mempengaruhi, bahkan
membahayakan, kelangsungan hidup dan eksistensi Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan, Negara Kesatuan
Republik Indonesia masih tetap tegalc berdiri sebagai satu bangsa dan negara yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat. Hal tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia
memiliki keuletan dan ketangguhan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam
mengatasi setiap bentuk tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan dari mana pun
datangnya. Dalam rangka menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa kini dan di
masa yang akan datang, bangsa Indonesia harus tetap memilild keuletan dan
ketangguhan yang perlu dibina secara konsisten dan berkelanjutan. Republik
Indonesia bukanlah negara kekuasaan yang penyeleng-garaannya didasarkan atas
kekuasaan semata sehingga menciptakan sistem dan pola kehidupan politik yang
totaliter, melainkan negara hkum. Di dalam negara hukum, penyelenggaraan
kekuasaan dibenarkan dan diatur menurut hukum yang berlaku. Hukum sebagai

3
pranata sosial disusun bukan untuk kepentingan golongan atau perorangan, tetapi
untuk kepentingan seluruh rakyat dan bangsa sehingga dapat menjaga ketertiban
seluruh masyarakat. Republik Indonesia adalah negara yang memiliki UUD 1945
sebagai konstitusinya. Dalam semangat konstitusi tersebut, kekuasaan pemerintah
tidak bersifat absolut atau tidak tak terbatas. Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, sedangkan
penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan dituangkan lebih lanjut ke dalam
kelembagaan tinggi negara dan tata kelembagaan negara. Sistem negara bersifat
demokratis. Sifat ini tercermin dalam proses pengambilan keputusan yang bersumber
dan mengacu kepada kepentingan serta aspirasi rakyat. Dengan demikian kondisi
Kehidupan Nasional merupakan pencerminan Ketahanan Nasional yang didasari oleh
landasan idiil Pancasila, landasan konstitusional UUD 1945, dan landasan visional
Wawasan Nusantara. Ketahanan Nasional adalah kondisi yang harus dimiliki dalam
semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4
Kasus Ketahanan Nasional di Indonesia
Analisis : Kasus Ketahanan Nasional
(Ambalat, Sengketa Indonesia – Malaysia)

 Konsesi minyak oleh Malaysia di wilayah Indonesia


Pada 16 Februari 2005 Pemerintah Indonesia telah memprotes pemberian konsesi
minyak di Ambalat, Laut Sulawesi (wilayah Indonesia) kepada Shell, perusahaan
minyak Belanda oleh Pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak nasionalnya,
Petronas. Berita tersebut diklarifikasi oleh Departemen Luar Negeri RI (Deplu)
melalui siaran pers tanggal 25 Februari 2005, yang kemudian menimbulkan reaksi
keras dari berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Suatu kejutan spontanitas
kemudian terjadi di mana-mana. Tanpa menunggu komando, masyarakat di berbagai
kota berdemonstrasi dan menghimpun sukarelawan untuk menghadapi Malaysia.
Kemarahan tersebut dipicu oleh berbagai perasaan kecewa terhadap sikap Malaysia
antara lain dalam masalah TKI dan terlepasnya pulau Sipadan – Ligitan dari
kekuasaan RI bulan Desember 2002

 RI akan selesaikan dengan cara damai


Belajar dari pengalaman dan menyimak kejadian yang sebenarnya, makna konflik
blok Ambalat bukankah sekedar persoalan benar-salah atau kalah-menang. Namun
harus diselesaikan dengan jernih dan proporsional. Langkah Presiden SBY yang pada
8 Maret 2005 melakukan peninjauan langsung ke wilayah Ambalat yang
disengketakan itu sangat tepat. Peninjauan tersebut juga melengkapi komunikasi
Presiden SBY dengan Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi yang
membuahkan kesamaan pendapat bahwa persengketaan di Ambalat harus dapat
diatasi dengan cara damai.

Sebaiknya bagaimana pendirian Indonesia? Menghadapi Malaysia, Indonesia tidak

5
boleh lengah sedetikpun atau mundur selangkahpun. Bersamaan dengan itu harus
pula dapat dibuktikan bahwa Blok Ambalat dan Ambalat Timur adalah wilayah
Indonesia. Sengketa di Ambalat tidak akan terlepas dari ekses perebutan pulau
Sipadan – Ligitan. Agar tidak terulang nasib kekalahan Indonesia dalam kasus
Sipadan – Ligitan, maka untuk menetapkan keabsahan status kawasan Ambalat tidak
diperlukan dialog basa-basi. Secara substansial, posisi Indonesia sudah cukup kuat.
Namun dalam praktik harus tetap pada tingkat kewaspadaan tinggi, mengingat fakta
bahwa sejujurnya Indonesia telah “kecolongan” atas lepasnya pulau Sipadan –
Ligitan sebagai akibat dari suatu “kelalaian”. Sehubungan dengan penegasan Presiden
SBY bahwa konflik Ambalat diselesaikan melalui cara damai, kata kuncinya adalah
bagaimana Indonesia berkemampuan dalam berdiplomasi. Faktor ini sangat penting
manakala Indonesia tidak ingin mengulangi pengalaman pahit atas kekalahan dalam
sengketa Sipada – Ligitantersebut.

 Indonesia negara kepulauan

Perlu disadari bahwa melalui suatu perjuangan panjang Indonesia telah resmi menjadi
salah satu dari sedikit negara kepulauan (archipelagic state) di dunia berdasarkan
Konvensi Hukum Laut Internasional atau UNCLOS (The United Nations Convention
on the Law of the Sea) tahun 1982. Sebagai perwujudannya, maka dibuat UU
No.6/1996 tentang Perairan Indonesia untuk menggantikan UU Prp No.4/1960.
Amanat dalam UNCLOS 1982 antara lain adalah keharusan Indonesia membuat peta
garis batas, yang memuat kordinat garis dasar sebagai titik ditariknya garis pangkal
kepulauan Indonesia. Namun dalam UU No.6/1996 tidak memuat peta garis batas
Indonesia. Kewajiban ini tidak segera dilakukan oleh Indonesia, namun justru
Malaysia yang berinisiatif membangun fasilitas dan kemudian mengklaim Sipadan –
Ligitan sebagai bagian dari wilayahnya. Ini hanya mungkin bisa terjadi sebagai akibat
dari “kelalaian” dan terbukti, sebagaimana dikatakan oleh Malaysia, kedua pulau
tersebut tidak diurus oleh Indonesia. Apa yang dilakukan Malaysia dapat diterima dan
bahkan memperkuat pertimbangan Mahkamah Internasional (International Court of

6
Justice/ICJ) untuk menetapkan Malaysia sebagai negara yang berhak atas pulau
Sipadan dan Ligitan. Kabarnya Malaysia juga berusaha melakukan hal serupa
terhadap Pulau Natuna, dengan cara membangun pulau tersebut sebagai daerah tujuan
wisata.

 Peta Malaysia tahun 1979


Taktik/strategi coba-coba yang membuat Malaysia berhasil dalam perebutan Sipadan
– Ligitan sekali lagi sedang dilakukan untuk meraup Blok ND 6 (Y) dan ND 7 (Z)
sebagai bagian wilayahnya. Malaysia hanya merubah sebutan tempat tersebut untuk
membuat kesan beda dengan wilayah garapan Indonesia, yaitu Blok Ambalat dan
Ambalat Timur. Manuver Malaysia tidak saja dengan memberikan konsesi minyak di
blok tersebut kepada Shell, namun juga tindakan provokasi di batas perairan wilayah
kedua negara sekaligus mengganggu pembangunan mercu suar di Karang Unarang
milik Indonesia. “Keberanian” Malaysia dalam hal ini berbekal asumsi atas “rumus”
yang dibuatnya sendiri dengan menarik garis pantai dari wilayah teritorial laut pulau
Sipadan – Ligitan. Padahal berdasarkan UNCLOS Malaysia adalah bukan negara
kepulauan dan tidak berhak menarik garis pangkal dari titik-titik terluar pulau-pulau
terluar sebagaimana dimiliki negara kepulauan seperti Indonesia. Ulah Malaysia
mengklaim Sipadan – Ligitan kemudian Blok Ambalat dan East Ambalat, semata-
mata berdasarkan peta 1979 yang diterbitkan secara sepihak dan sudah diprotes oleh
Indonesia serta beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Adanya protes tersebut dan
setelah diberlakukannya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, seharusnya
Malaysia sudah tidak lagi menggunakan peta tersebut. Namun setelah berhasil
merebut pulau Sipadan dan Ligitan maka Malaysia berani “mencoba” melangkah
maju lagi. Target yang dituju adalah kepemilikan Blok ND 6 dan ND 7 yang kaya
dengan kandungan minyak tersebut. Spekulasi Malaysia selanjutnya adalah mencari
celah-celah agar Indonesia mau diajak berunding dan bilamana perlu hingga ke
Mahkamah Internasional. Di Den Haag nanti, Malaysia punya “bargaining position”
atas peran Shell, perusahaan minyak Belanda. Sebagai perusahaan transnasional, pasti

7
dibalik Shell terdapat kekuatan lain yang cukup berbobot dan berpengaruh.
Sedangkan Indonesia hanya sendirian dan tidak mempunyai “bargaining position”
yang menjanjikan.

 Tumpang tindih “lahan” penjualan


Indonesia sebetulnya tidak harus bersusah payah menghadapi kasus Ambalat,
seandainya sejak awal secara konsisten tetap mengawasi dan mengikuti
perkembangan terhadap konsesi yang telah diberikan kepada beberapa perusahaan
minyak asing di Blok Ambalat dan Ambalat Timur. Di kawasan tersebut sejak tahun
1967 Indonesia telah membuka peluang bisnis kepada perusahaan minyak seperti
Total Indonesie PSC, British Petroleum, Hadson Bunyu BV, ENI Bukat Ltd. dan
Unocal, yang selama ini tidak ada reaksi apapun dari Malaysia. Jelasnya kegiatan
Indonesia telah berlangsung jauh sebelum rekayasa Malaysia yang secara unilateral
membuat peta tahun 1979. Ada semacam kejanggalan bahwa pada tahun 1967
Pertamina memberikan konsesi minyak kepada Shell, namun oleh Shell kemudian
diberikan lagi kepada perusahaan minyak ENI (Italia). Petunjuk ini perlu untuk
diketahui, mengingat ada nuansa kesamaan dengan pemberian konsesi minyak oleh
Petronas kepada Shell yang sekarang sedang diributkan itu. Pada saat ini Blok
Ambalat dikelola ENI sejak tahun 1999 dan East Ambalat oleh Unocal (AS) tahun
2004 (Desember). Timbul pertanyaan, mengapa sampai terjadi tumpang tindih bahwa
Malaysia dapat “menjual” asset negara lain yang adalah sebagai pemilik yang sah?
Lagipula yang menjadi obyek masih sedang aktif dikelola. Sekali lagi Indonesia telah
“kecolongan” akibat “kelalaian” juga.

 Memenangkan perundingan
Dari catatan tersebut di atas, inti persoalan timbulnya konflik adalah akibat akal-
akalan Malaysia yang bersikukuh dengan peta tahun 1979 dan berbuntut perolehan
hak atas Sipadan – Ligitan. Malaysia juga tidak jujur dalam memaknai secara utuh
Konvensi Hukum Laut Internasional 1982 yang juga telah ikut ditandatanganinya.
Menanggapi protes Indonesia, Malaysia menjawab (25 Februari 2005) bahwa yang

8
sedang disengketakan itu adalah perairan Malaysia. Meskipun menyatakan ingin
menghindarkan konfrontasi dengan Indonesia, namun dalam berbagai kesempatan
Menlu Malaysia, Syed Hamid Albar mengatakan bahwa Malaysia tidak akan
berkompromi soal kepentingan teritorial dan kedaulatan. Posisi Malaysia cukup jelas,
yaitu tidak konfrontasi dengan Indonesia namun mengajak berunding dan harus
melindungi keutuhan teritorial. Sedangkan Indonesia berkewajiban untuk menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tibalah saatnya sekarang kedua
negara bertetangga dan serumpun ini saling berhadapan untuk mempertahankan
kepentingan nasionalnya. Perhitungan Malaysia tentu merujuk pengalaman masa
lalunya untuk kembali memenangkan perundingan dengan Indonesia. Mengantisipasi
bilamana terjadi perundingan, diperkirakan akan terdapat tiga kemungkinan. Yaitu
pertama, Indonesia tetap dapat mempertahankan haknya; kedua, Malaysia berhasil
merebut Ambalat; atau ketiga, berunding dengan difasilitasi oleh pihak ketiga.
Apabila gagal semuanya, bukan tidak mungkin bisa terjadi perang. Namun yang
terakhir ini tentu sulit karena keduaanya terikat kepada kesepakatan Asean. Dalam
hal mengundang pihak ketiga, dari pengalaman Sipadan – Ligitan kemungkinan
Indonesia akan dirugikan. Pertemuan bilateral antara Menlu RI dan Menlu Malaysia
pada Mei 2005 hasilnya belum banyak diketahui oleh publik. Indonesia masih harus
dapat memilih secara tepat beberapa alternatif apakah perundingan bilateral saja,
melalui jasa High Counsel Asean, Tribunal UNCLOS atau ke Mahkamah
Internasional (International Court of Justice). Pemerintah juga harus melengkapinya
dengan berbagai peraturan yang memperkuat posisi Indonesia di arena perundingan
nanti. Seperti dimaklumi, Peraturan Pemerintah (PP) No.38 Tahun 2002 tentang
Daftar Kordinat Geografi Titik-titik Pangkal Kepulauan Indonesia juga disiapkan saat
menghadapi persidangan kasus Sipadan – Ligitan di Mahkamah Internasional, namun
kurang manfaat karena kalah berpacu dengan waktu. Sekarang PP tersebut harus
segera diubah karena di dalamnya masih ada Sipadan dan Ligitan.

9
ANALISIS KASUS TERORISME DI INDONESIA DARI SUDUT
PANDANG KETAHANAN NASIONAL

1. Akar Masalah Terorisme Atas Nama Agama di Indonesia

Menilik berbagai persoalan aktual yang ada dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara dewasa ini, baik di lapangan ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum
maupun ideologi dan agama, tampak sekali bahwa pemerintah dan negara ini telah
gagal. Demikian disampaikan Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ismail
Yusanto, kepada Rakyat Merdeka Online, beberapa saat lalu (Kamis, 26/1).

Hal tersebut merupakan kelemahan yang terjadi di Negeri ini sehingga Teroris
yang dengan kecerdasannya mampu memanfaatkan situasi Negara Indonesia yang
lemah di berbagai lini. Itu pun disebabkan karena sasaran aksi teroris umumnya
terhadap manusia maupun obyek lainnya bertujuan untuk menyoroti kelemahan
sistem dan atau pilihan secara seksama untuk menghindari reaksi negatif dari publik
atau telah dirancang untuk menghasilkan reaksi publik yang positif atau simpatik.

2. Peran Media Masa Terhadap Terorisme

“Media cukup efektif dalam membangun kesadaran warga mengenai suatu


masalah (isu).” Lindsey (1994) berpendapat, “Media memiliki peran sentral dalam
menyaring informasi dan membentuk opini masyarakat.” Sedangkan para pemikir
sosial seperti Louis Wirth dan Talcott Parsons menekankan pentingnya media massa
sebagai alat kontrol sosial.

Sedangkan menurut Timbul Siahaan, salah satu sasaran strategis teroris antara
lain Menggunakan media masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan tujuan
politik teroris.

10
Sasaran fisik bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital seperti
pembangkit energi, instalasi komunikasi, kawasan industri, pariwisata dan sarana
transportasi

3. Cara Ketahanan Nasional Mengantisipasi Atau Mencegah Terjadinya


Terorisme Atas Nama Agama Tertentu Di Bumi Nusantara

Pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Heriyadi Irawan


mengatakan, terorisme merupakan bentuk penyerangan non militer, yang tidak
terlihat dan dirasakan. Ini memerlukan kerja lebih dari sekedar berpolitik. Sebab,
kerja terorisme tertutup dan dibutuhkan unit lainnya.

“Secara umum jaringan terorisme mempunyai jalur internasional. Masalahnya, di


Indonesia dan sejumlah kawasan terorisme membawa-bawa agama. Ini perlu
pemahaman tentang gerakan ini,” terangnya.

Terorisme, menurutnya, dipahami suatu aktivitas yang lebih complicated dari


sekedar idiologi semata, karena pelaku terorisme mencampur-adukan kaidah-kaidah
agama dengan idiologi. Terorisme di Indonesia dibahas di Jakarta International
Defence Dialogue.

Dijelaskannya, para intelijen harus melakukan operasi sesuai dengan karakter


teroris. Karena itu, lanjutnya, perlu diselesaikan dengan segera RUU Intelijen agar
dapat berjalan secara bersamaan.

Sedangkan karakter teroris berdasarkan hasil studi dan pengalaman empiris dalam
menangani aksi terrorisme yang dilakukan oleh PBB antara lain, sebagai berikut:

Teroris umumnya mempunyai organisasi yang solid, disiplin tinggi, militan


dengan struktur organisasi berupa kelompok-kelompok kecil,dan perintah dilakukan
melalui indoktrinasi serta teroris dilatihan bertahun-tahun sebelum melaksanakan
aksinya.

Teroris menganggap bahwa proses damai untuk mendapatkan perubahan sulit


untuk diperoleh.

11
Teroris memilih tindakan yang berkaitan dengan tujuan politik dengan cara
kriminal dan tidak mengindahkan norma dan hukum yang berlaku.

Memilih sasaran yang menimbulkan efek psikologi yang tinggi untuk


menimbulkan rasa takut dan mendapatkan publikasi yang luas.

Sedangkan sasaran strategis teroris antara lain :

 Menunjukkan kelemahan alat-alat kekuasaan ( Aparatur Pemerintah )


 Menimbulkan pertentangan dan radikalisme di masyarakat atau segmen
tertentu dalam masyarakat.
 Mempermalukan aparat pemerintah dan memancing mereka bertindak represif
kemudian mendiskreditkan pemerintah dan menghasilkan simpati masyarakat
terhadap tujuan teroris.
 Menggunakan media masa sebagai alat penyebarluasan propaganda dan
tujuan politik teroris.
 Sasaran fisik bangunan antara lain : Instalasi Militer, bangunan obyek vital
seperti pembangkit energi , instalasi komunikasi, kawasan industri, pariwisata
dan sarana transportasi,
 Personil Aparat Pemerintah, Diplomat ,Pelaku bisnis dan Personil lawan
politik.

Jadi, sasaran aksi teroris yang umumnya terhadap manusia maupun obyek
lainnya harus mampu dijaga dengan system yang lebih baik dari system teroris yang
bertujuan untuk menyoroti kelemahan sistem dan atau pilihan secara seksama untuk
menghindari reaksi negatif dari publik atau telah dirancang untuk menghasilkan
reaksi publik yang positif atau simpatik,

4. Solusi Masalah Terorisme Atas Nama Agama Tertentu di Indonesia

Beberapa aksi-aksi terror yang terjadi, telah mendorong Pemerintah Indonesia


untuk menyatakan perang melawan terorisme dan mengambil langkah-langkah

12
pemberantasan serius dengan dikeluarkannya berbagai kebijakan, baik berupa
Instruksi, Peraturan Pemerintah maupun Perundang-undangan, serta perangkat
lainnya seperti pembentukan satuan anti teror di Polri dan anti teror lainnya yang
telah terbentuk sebelumnya di TNI.

Saat ini dituntut suatu pemahaman tentang pertahanan dan keamanan yang
terintegrasi dari seluruh komponen bangsa serta adanya upaya yang sungguh untuk
melakukan perubahan atas doktrin pertahanan dan keamanan serta pola pendekatan
atas masalah pertahanan dan keamanan, guna mengantisipasi dan mencegah
terulangnya aksi terroris di Indonesia. Ada sebuah pemikiran yang diilhami oleh
pernyataan Menteri Pertahanan RI Prof. DR. Yuwono Sudarsono, MA. tentang
Pertahanan Militer ( Military Defence) dan Pertahanan Nir Militer (Non Military
Defence ). Pem-bangunan yang seimbang dari kedua hal tersebut dapat mencegah
terjadinya kegiatan teroris di Indonesia, misalnya Pembangunan Pertahanan Militer
yakni meningkatkan profesionalisme para perajurit TNI / Aparat Pemerintah dalam
menjaga kedaulatan wilayah NKRI dari setiap ancaman termasuk ancaman teroris,
tentunya pembangunan tersebut juga harus dilengkapi dengan alat peralatan antara
lain peralatan yang dapat mendeteksi setiap keluar masuknya orang maupun barang
yang dapat digunakan untuk aksi teror, disamping tentunya modernisasi alat utama
sistem senjata.

Sedangkan untuk pembangunan pertahanan nir militer dilaksanakan melalui


pembangunan ketahanan nasional di bidang idiologi, politik, ekonomi dan sosial
budaya yang pada akhirnya akan menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera, serta masyarakat yang cinta tanah air dan bangga atas dirinya sebagai anak
bangsa Indonesia . Dengan kata lain pembangunan yang seimbang dari Pertahanan
Militer dan Pertahanan Nir Militer merupakan pembangunan dibidang kesejahteraan
dan pertahanan dan keamanan yang seimbang dan dapat menangkal aksi teroris di
Indonesia.

13
Simpulan

Negara Indonesia adalah negara yang solid terdiri dari berbagai suku dan
bangsa, terdiri dari banyak pulau-pulau dan lautan yang luas. Jika kita sebagai warga
negara ingin mempertahankan daerah kita dari ganguan bangsa/negara lain, maka kita
harus memperkuat ketahanan nasional kita. Ketahanan nasional adalah cara paling
ampuh, karena mencakup banyak landasan seperti : Pancasila sebagai landasan ideal,
UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan Wawasan Nusantara sebagai landasan
visional, jadi dengan demikian katahanan nasional kita sangat solid.
Ketahanan nasional hanya dapat terwujud kalau meliputi seluruh segi
kehidupan bangsa yang biasanya kita namakan aspek social kehidupan, meliputi
Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya dan Hankam. Juga meliputi aspek alam,
yaitu Geografi, Penduduk dan Kekayaan Alam. Di lingkungan Lembaga Ketahanan
Nasioanal seluruh segi kehidupan bangsa dinamakan Astra Gatra, terdiri dari Panca
Gatra (social) dan Tri Gatra (Alam). Seluruhnya itu harus selalu diusahakan untuk
memberikan peranannya dalam perwujudan Kesejahteraan dan Keamanan.
Salah satu pengaruh yang dapat mengancam ketahanan nasional yaitu
kekayaan alam seperti sumber daya energi. Bila kita mencermati kelangkaan energi
yang terjadi saat ini dapat menjadi sebuah ancaman yang serius bagi Negara kesatuan
republik Indonesia di masa yang akan datang. Dikatakan demikian karena hal tersebut
akan dapat mengganggu jalannya pembangunan Nasional yang berkelanjutan dan
pada akhirnya nanti mengancam ketahanan nasional.Sebagaimana yang tercantum
dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945, tujuan pembangunan Nasional
adalah: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan.

14
Keamanan nasional yang mendukung suasana kondusif dalam mewujudkan
tujuan pembangunan nasional sangat diperlukan, dimana sistem keamanan nasional
meliputi keamanan individu,kebebasan,jiwa dan harta individu dan keluarganya;
keamanan publik yang berkaitan dengan pemeliharaan keamanan penyelenggaraan
pemerintah Negara,pelayanan dan pengayoman terhadap rakyat dan masyarakat;
keamanan internal yang menyangkut pemeliharaan keamanan dalam negeri meliputi
seluruh perikehidupan rakyat, masyarakat, bangsa dan Negara; pertahanan nasional
yang meliputi pemeliharaan keamanan kemerdekaan bangsa, kedaulatan Negara,
keutuhan wilayah Negara dan keamanan vital national interest pada umumnya.

15
16

Anda mungkin juga menyukai