Cover Css
Cover Css
Oleh:
Silvya Anindita
G1A219044
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan laporan jurnal CSS yang berjudul “CLOPIDOGREL DAN
ASPIRIN PADA STROKE ISKEMIK AKUT DAN TIA BERESIKO TINGGI”. Tulisan
ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di
Bagian Saraf RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.
Terwujudnya laporan jurnal CSS ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan
dorongan berbagai pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. Idrat Riowastu, Sp. S sebagai pembimbing.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus CSS ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua pihak. Semoga tulisan ini
dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan kedokteran dan kesehatan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Riwayat Penyakit Dahulu :
Nama : Ny. A
Umur : 65 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Marida Surya Dharma RT 17 Kenali Asam Bawah
Pekerjaan : IRT
No RM : 02119415
MRS : 23 Maret 2019 jam 09.55
Ruang Perawatan : Bedah
DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
.
1. Kelemahan 23 Maret 2019 Nyeri Ulu hati 23 Maret
Anggota gerak 2019
kiri sejak bangun
tidur subuh tadi
(03.00) dominan
kaki kiri (6 jam
SMRS)
2. Paralisis N.VII 23 Maret 2019 Pusing berputar 26 Maret
dextra tipe perifer 2019
3. Paralisis N.XII 23 Maret 2019
dextra tipe sentral
2
1. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota
gerak sebelah kiri dominan bawah setelah bangun tidur pukul 03.00 dini
hari (±6 jam SMRS).
2. Riwayat penyakit Sekarang
a. Lokasi Anggota gerak bagian kiri dominan bawah
b. Onset Mendadak
c. Kualitas Tangan kiri dan kaki kiri terasa lemah dan berat
untuk diangkat. Bisa diangkat namun tidak bisa
menahan terlalu lama.
c. Kuantitas Pasien membutuhkan bantuan orang lain untuk
melakukan aktifitas
d. Kronologi Pasien datang ke RSUD Abdul Manap
Jambi dengan keluhan merasa berat untuk
diangkat pada anggota gerak kiri terutama
bawah. Berdasarkan autoanamnesis dengan
pasien, Kelemahan ini dirasakan tiba-tiba saat
pasien baru bangun tidur dalam posisi berbaring
sekitar jam 03.00 (6 jam SMRS) ketika pasien
hendak berdiri. Saat kejadian pasien sadar dan
merasakan kaki dan tangannya berat untuk
digerakan sehingga pasien dipapah untuk
berdiri. Sebelumnya pasien masih bisa
beraktifitas seperti biasa, bisa berjalan normal
dan tidak memakai tongkat ataupun dipapah.
Kejadian ini baru pertama kali dialami pasien.
Pasien mengeluh lidah terasa berat bila
digerakkan sehingga bicara menjadi pelo,
namun pasien masih bisa menjawab pertanyaan
dengan tepat. Kesulitan menelan (+), mual (+),
muntah (-), nyeri kepala (-), pusing (+),
gangguan penglihatan atau penglihatan kabur
(-),gangguan pendengaran (-), gangguan
3
pengecapan (-), nyeri ulu hati (+), sering lupa
(-), kejang (-), riwayat trauma kepala (-). Buang
air kecil dan buang air besar tidak ada
keluhan.
e. Faktor memperberat Hipertensi
f. Faktor memperingan -
g.Gejala yang menyertai Bicara pelo, mulut merot kiri, pusing (=), nyeri
ulu hati (+)
4
6. Riwayat Kebiasaan :
Riwayat merokok (-)
Kebiasaan jalan santai sekitar 15 menit setiap pagi
2. Status Generalis
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, ± 3
mm/± 3 mm, refleks cahaya (+/+), katarak -/-
THT : Dalam batas normal
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris ka=ki
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, gallop (-),murmur(-)
Paru :
5
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
Perkusi : Fremitusvokal sama kiri dan kanan, Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi :Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
Inferior :Akral hangat, edema (-)/(-), sianosis (-)/(-)
3. Status Psikitus
Cara berpikir : Baik
Perasaan hati : Biasa
Tingkah laku : Normoaktif
Ingatan : Baik
Kecerdasan : Baik
4. Status Neurologi
a. Kepala
Bentuk : Normochepal
Nyeri tekan : (-)
Simetri : (+)
Pulsasi : (+)
b. Leher
6
Sikap : Normal
Pergerakan : baik
c. Tanda Rangsang meningeal :
Kaku kuduk :-
Brudzinsky 1 :-
Brudzinsky 2 : -|-
Brudzinsky 3 : -|-
Brudzinsky 4 : -|-
Guillain Sign : -|-
Edelmann test : -|-
Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350 / >1350
d. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Normal Normal
Objektif (dengan
Normal (normosmia) Normal (normosmia)
bahan)
N II (Optikus)
Tajam penglihatan 6/60 6/60
Lapangan pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endotalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk, besar Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
langsung
reflex konvergensi + +
7
reflex konsensual + +
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata Normal Normal
ke bawah-dalam
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N V (Trigeminus)
Motorik
Membuka mulut Normal
Mengunyah Normal
Mengigit Normal
Sensibilitas Muka
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
Reflek Kornea Normal Normal
Reflek Masseter Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
Diplopia Tidak ada Tidak ada
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Linia glabela dextra Simetris
tidak ada
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Normal
Bersiul Normal Normal
Senyum Plica nasolabial Normal
dextra mendatar
Sensasi lidah 2/3 Normal Normal
depan
N VIII (Vestibularis)
Suara berbisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test + +
Weber test Tidak ada lateralisasi
Swabach test Normal Normal
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Normal
8
Sensibilitas faring Normal
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Tidak dilakukan
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Memalingkan kepala Normal
Mengangkat bahu Normal Normal
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Deviasi ke kanan
dijulurkan
Atropi papil -
Tremor lidah -
Disartria +
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Normal Normal
Refleks
Reflek kulit perut atas Normal Normal
Reflek kulit perut tengah Normal Normal
9
Reflek kulit perut bawah Normal Normal
Reflek kremaster tidak dilakukan tidak dilakukan
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -
10
Sensibilitas
Raba Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Thermi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks Fisiologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
e. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
f. Alat Vegetatif
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
11
g. Koordinasi, gait dan keseimbangan
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Romberg Test : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Ataxia : Tidak dilakukan
Rebound Phenomena : Tidak dilakukan
h. Pemeriksaan Penunjang :
12
a. Darah rutin : tanggal 23 Maret 2019
- WBC : 14 103/mm3 (4-10 103/mm3)
- RBC : 4,75 106/mm3 (3,5-5,5 106/mm3)
- HGB : 14 g/dl (11-15 g/dL)
- HCT : 41,8 % (35-50 %)
- PLT : 243 103/mm3 (100-300 103/mm3)
- GDS : 110 mg/dl
IV. RINGKASAN
S:
• Pasien perempuan berusia 65 tahun tahun datang dengan keluhan
kelemahan anggota gerak kiri dominan bawah sejak jam 03.00 subuh
tadi ± 6 jam SMRS.
• Keluhan muncul mendadak pada saat pasien bangun tidur dalam posisi
berbaring.
• Pasien tidak mengalami penurunan kesadaran pada saat kejadian.
• Bicara pelo (+), mulut merot (+) nyeri kepala, pusing (+), nyeri ulu hati
(+), mual (-), muntah (-), kejang (-), gangguan penglihatan (-), anggota
badan mengalami penurunan sensasi disangkal, buang air kecil dan
buang air besar tidak ada gangguan.
• Keluhan kelemahan anggota gerak kiri ini pertama kali diaalami.
• Riwayat Pengobatan Penyakit Dahulu : keluhan yang sama (-), hipertensi
(+) terkontrol, dislipidemia (-), hiperuricemia (-)
• Riwayat Penyakit keluarga : hipertensi (+) pada kakak pasien
• Riwayat Pengobatan hipertensi : captropil 25 mg
O:
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 170/120 mmHg
Nadi : 96 kali/ menit
Respirasi : 24 kali/ menit, pernapasan regular
Suhu : 36,9 °C
13
a. Nn.Caranialis:
Nervus Cranialis VII : Paresis N. VII sinistra perifer
Nervus Cranialis XII : Paresis N. XII sinistra sentral (Lidah deviasi ke
kiri)
Refleks Fisiologis
Biseps ++ ++
Triseps ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++
Refleks Patologis
Hoffman-Tromner - -
Refleks Fisiologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
14
Refleks Patologis
Babinsky - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Schaefer - -
Rosolimo - -
Mendel-Bechtrew - -
Bing - -
Klonus paha - -
Klonus kaki - -
15
Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih : diabetes,
angina, penyakit pembuluh darah
Skor > 1 : perdarahan
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark cerebri
P:
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
- Elevasi kepala 30 derajat
- Latihan anggota gerak (Fisioterapi)
Medikamentosa :
- IVFD Asering 20 gtt/i
- Inj. Citicoline 1 gr/12 jam IV
16
- Inj. Omeprazole 1 Amp/12 jam IV
- Inj. Mecobalamin 1 Amp/8 jam IV
- Inj. Furosemid 2 Amp IV
- PO Amlodipin 1x5 mg
- PO Aspilet loading 4 tab 80 mg lanjut 1x1 tab
V. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
17
Onset V5M6) N.XII tipe Inj. Citicoline 1 gr/12
hari ke 2 - TD: 170/90 sentral + jam IV
mmHg Hipertensi Inj. Omeprazole 1
- N: 82 x/m Grade 2 Amp/12 jam IV
- RR: 24 x/m Inj. Mecobalamin 1
- T: 35,5˚C Amp/8 jam IV
Kekuatan PO Amlodipin 1x5 mg
4 5 PO Aspilet 1x80 mg
3 5
O2 3L/i
25 Maret Lemah - KU: Tampak Hemiparesis IVFD Asering 20 gtt/I
2019 anggota lemah. dextra tipe Inj. Citicoline 1 gr/12
gerak - Kesadaran: spastik ec. jam IV
Rawatan sebelah kiri Compos mentis SNHdengan Inj. Omeprazole 1
hari ke-3 Tangan - GCS : 15 (E4 paresis N.VII Amp/12 jam IV
Onset kesemutan V5M6) N.XII tipe Inj. Mecobalamin 1
hari ke 3 - TD: 160/90 sentral + Amp/8 jam IV
mmHg Hipertensi PO Amlodipin 1x5 mg
- N: 80 x/m Grade 2 +CTS
PO Aspilet 1x80 mg
- RR: 21 x/m
Garbapentin 1x300 mg
- T: 36,2˚C
Kekuatan
4+ 5
3 5
26 Maret Lemah - KU: Tampak Hemiparesis IVFD Asering 20 gtt/I
2019 anggota membaik. dextra tipe Inj. Citicoline 1 gr/12
gerak - Kesadaran: spastik ec. jam IV
Rawatan sebelah kiri Compos mentis SNHdengan Inj. Omeprazole 1
hari ke-3 Pusing - GCS : 15 (E4 paresis N.VII Amp/12 jam IV
Onset berputar V5M6) N.XII tipe Inj. Mecobalamin 1
hari ke 3 - TD: 140/90 sentral + Amp/8 jam IV
mmHg Hipertensi PO Amlodipin 1x5 mg
- N: 81 x/m Grade 2
PO Aspilet 1x80 mg
- RR: 20 x/m
18
- T: 36,3˚C Garbapentin 1x300 mg
Kekuatan (stop)
4+ 5 Betahistin 3x2 tab
3 5
27 Maret Lemah - KU: Tampak Hemiparesis IVFD Asering 20 gtt/I
2019 anggota membaik. dextra tipe Inj. Citicoline 1 gr/12
gerak - Kesadaran: spastik ec. jam IV
Rawatan sebelah kiri Compos mentis SNHdengan Inj. Omeprazole 1
hari ke-4 - GCS : 15 (E4 paresis N.VII Amp/12 jam IV
Onset V5M6) N.XII tipe Inj. Mecobalamin 1
hari ke 4 - TD: 160/90 sentral + Amp/8 jam IV
(BLPL) mmHg Hipertensi PO Amlodipin 1x5 mg
- N: 84 x/m Grade 2
PO Aspilet 1x80 mg
- RR: 21 x/m
Garbapentin 1x300 mg
- T: 36,4 ˚C
(stop)
Kekuatan
Betahistin 3x2 tab
4+ 5
3 5
Edukasi
Latihan anggota gerak
kiri sesering mungkin
Tidur telentang
Istirahat cukup
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
19
setelah memisahkan diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum,
mempercabangkan arteri oftalmika untuk nervus optikus dan retina, akhirnya
bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak,
sistem ini memberi darah bagi lobus frontalis, parietalis dan beberapa bagian
lobus temporalis. Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan
kiri yang berpangkal di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui
kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal, masuk rongga kranium
melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing sepasang
arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya
bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri,
pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian
medial lobus temporalis. Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-
cabang yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling
berhubungan dengan cabang-cabang arteri serebri lainya.1
20
dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis
dicurahkan menuju ke jantung.1
3.1.2 Fisiologi
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem
vertebrabasilaris terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum
dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi
terutama 3 faktor. Dua faktor yang paling penting adalah tekanan untuk
memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena, dan tahanan
21
(perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah
sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).1 Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan faktor
kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol) untuk menguncup
bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah
sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan
sistolik antara 50-150 mmHg).1
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga
di antaranya seperti kadar/tekanan parsial CO2 dan O2 berpengaruh
terhadap diameter arteriol. Kadar/tekanan parsial CO 2 yang naik, PO2
yang turun, serta suasana jaringan yang asam (pH rendah),
menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial CO 2
turun, PO2 naik, atau suasana pH tinggi, maka terjadi vasokonstriksi.
Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan
koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya trombosis,
aliran darah lambat, akibat ADO menurun.1
22
tanda gangguan fokal atau global sesuai dengan daerah di otak yang
terganggu. (crs kating)
Stroke non hemorrhage adalahmerupakan proses terjadinya iskemia
akibat emboli dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan.
Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008)
.
3.1.2 Epidemiologi (kak zetri)
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering oleh karena itu
merupakan indikasi penting untuk perawatan di rumah sakit serta
merupakan penyebab ketidak mampuan pada kebanyakan penduduk negara
industri. Dari penelitian di Amerika Serikat mengenai insiden semua tipe
stroke (iskemik dan hemoragik), pada tahun 1980-1984 terdapat insiden
semua tipe stroke rata-rata per tahun adalah 135/100.000, menunjukkan
adanya peningkatan sebesar 17% dari periode 5 tahun sebelumnya tetapi
bila dibandingkan dengan 1950-1954 terdapat penurunan sebesar 46%. Bila
dibedakan atas subtype stroke-nya maka didapat peningkatan insiden infark
serebral dan perdarahan intraserebral tetapi tidak terdapat perubahan insiden
perdarahan subarachnoid selama periode 1980-1984. Agaknya peningkatan
insiden tersebut juga ditemui dalam laporan Widjaja D, yang mendapati
insiden stroke hemoragik di Laboratorium/UPF Ilmu Ilmu Penyakit Saraf
FK Unair/RSUD Dr. Soretomo Surabaya pada 1986 dan 1987, sebesar
25,9%-41,6% dari semua penyakit pembuluh darah otak (1986, 25,9%
menjadi 41,9% pada 1987). Kelainan insiden ini terutama pada perdarahan
intraserebral dari 22,7% menjadi 37,9%.2
Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan
53% kali-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60
tahun). Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.4
3.1.3 Etiologi
23
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering
disebabkan oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu,
stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral.
Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju
otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada
terjadinyakematian neuron dan infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat
berasal dari“plaqueathersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus
yang melekat pada intima arteri akibattrauma tumpul pada daerah
leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
a) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian
kanan dan bagian kiriatrium atau ventrikel.
b) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang
meninggalkan gangguan padakatup mitralis.
c) Fibrilasi atrium
d) Infarksio kordis akut
e) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
f) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
a) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
b) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
c) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit
“caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombivalvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial
miksoma.Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan oleh infark
24
miokard dan 85 persen diantaranya terjadi pada bulan pertama setelah
terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil(termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis
yang paling sering adalah titik percabangan arteriserebral utamanya
pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri
dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga
meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
25
menjadi kurang kuat, meskipunmasih penting dan bisa
diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Jenis Kelamin Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebihsering
pada laki-laki berbanding perempuan, perbedaan jenis
kelaminbahkan lebih tinggi sebelum usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke
antara kembar monozigotik dibandingkan dengan
pasangan kembar laki-laki dizigotik yangmenunjukkan
kecenderungan genetik untuk stroke. Pada 1913penelitian
kohort kelahiran Swedia menunjukkan tiga kali
lipatpeningkatan kejadian stroke pada laki-laki yangibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan
dengan laki-laki tanpariwayat ibu yang mengalami stroke.
Riwayat keluarga juga tampaknyaberperan dalam
kematian stroke antara populasi Kaukasia kelas menengah
atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan,
diabetes meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar
dua kali lipat hingga tiga kali lipat berbanding orang-
orang tanpa diabetes. Diabetes dapat
mempengaruhiindividu untuk mendapat iskemia serebral
melalui percepatanaterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan,
efek lokal padamikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun
memiliki lebih dari dua kali lipat risiko stroke
dibandingkan dengan mereka yang fungsi jantungnya
normal.
26
Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi:
Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko
stroke sebesar 17 kali.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkandengan
stroke, seperti prolaps katup mitral, patent foramen ovale,
defek septum atrium, aneurisma septum atrium,dan lesi
aterosklerotik dan trombotik dari ascending aorta.
Karotis bruits Karotis bruits menunjukkan peningkatan risiko kejadian
stroke, meskipun risiko untuk stroke secara umum, dan
tidak untuk stroke khusus dalam distribusiarteri dengan
bruit.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angkastudi,
menunjukkan bahwa merokok jelasmenyebabkan
peningkatan risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan
denganjumlah batang rokok yang dihisap, dan
penghentianmerokok mengurangi risiko, dengan resiko
kembali seperti bukan perokok dalam masa lima tahun
setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke
hematokrit ketikahematokrit melebihi 55%. Penentu utamaviskositas
darah keseluruhan adalah dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan
peranan penting. Ketika meningkat viskositas hasil
daripolisitemia, hyperfibrinogenemia, atau
paraproteinemia, biasanya menyebabkan gejala umum,
27
sepertisakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan penglihatan
kabur.Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauhkurang
umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit
akibattrombositosis. Perdarahan Intraserebral dan
subarachnoidkadang-kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risikountuk
tingkat fibrinogen stroke trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga
dan kelainan telah dicatat, seperti antitrombin III dan kekurangan
systempembekuan protein Cserta protein S dan berhubungan dengan vena
thrombotic.
Hemoglobinopathy Sickle-cell disease :
Dapat menyebabkan infark iskemik atau hemoragik,
intraserebral dan perdarahan subaraknoid, venasinus dan
trombosis vena kortikal. Keseluruhan kejadian stroke
dalam Sickle-cell disease adalah 6-15%.
28
menurun dengan bertambahnya usia.Kolesterol berkaitan
dengan perdarahan intraserebralatau perdarahan
subarachnoid. Tidak adahubungan yang jelas antara
tingkat kolesterol daninfark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkanmeningkatkan
risiko stroke pada wanita muda. Penurunan kandungan
estrogen menurunkan masalah ini,tetapi tidak dihilangkan
sama sekali. Ini adalah faktor risiko paling kuat pada
wanita yang lebih dari 35 tahun .Mekanisme diduga
meningkatkoagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, danperdarahan
subarakhnoid dikaitkan denganpenyalahgunaan alkohol
pada orang dewasa muda. Mekanisme dimanaetanol
dapat menghasilkan stroke termasuk efek pada
darahtekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit,dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol
bisa menyebabkanmiokardiopati, aritmia, dan perubahan
di darah aliran otakdan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body massindexs,
obesitas telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskansebagian
oleh adanya hipertensi dan diabetes.Sebuah berat relatif
lebih dari 30% di atas rata-ratakontributor independen ke-
atherosklerotik infark otak berikutnya.
Penyakit Karena bisa menyebabkan robeknya pembuluh darah.
pembuluh darah
perifer
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark
serebralmelalui pengembangan perubahan inflamasi
29
dalamdinding pembuluh darah. Sifilis meningovaskular
dan mucormycosis dapat menyebabkan arteritis otak dan
infark.
Homosistinemia Predisposisi trombosis arteri atau vena di otak.Estimasi
atauhomosistinuria risiko stroke di usia muda adalah 10-16%.
30
Klasifikasi stroke dapat berdasarkan gambaran klinik, patologi anatomi,
sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-
beda ini perlu sebabb mempengaruhi cara pengobatan, preventif, dan
prognosisnya, walaupun patogenesisnya serupa.
Klasifikasi modifikasi Marshall
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke Non Hemorargik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak. Berdasarkan jenis stroke non hemoragic
berdasarkan perjalanan klinisnya :
TIA (Transient Ischemic Attack )
Serangan akut defisit neurologi fical yang berlangsung singkat,
kurang 24 jam dan sembuh tanpa gejala sisa
RIND (Residual Ischemik Neurologi Deficit)
Sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24 jam dan sembuh
sempurna dalam waktu kkurang dari 3 mminggu
Completed Stroke
Stroke dengan deficit neurologi berat dan menetap dalam waktu 6
jam, dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu lebih dari
3 minggu.
Progressive Stroke
Stroke dengan deficit neurologis focal yang terjadi bertahap dsan
mencapai puncaknya dalam waktu 24 – 48 jam (sistem karotis) atau
96 jam (sistem VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam
watu 3 minggu.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan,
yaitu:
a. Stroke Non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak.
Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus
31
dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika
aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit atherosklerosis
b. Stroke Non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,
melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung
dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri
atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau
menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, fibrilasi
atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung
berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.
b. Stroke Hemorrhage
Stroke hemoragik terjadi sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke Pada
stroke hemoragik keluarnya darah arteri ke dalam ruang interstitial otak
sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan
mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi
apabila susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul
perdarahan di dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid. 14
, dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung
ke dalam jaringan otak. Beberapa penyebab perdarahan intraserebrum:
perdarahan intraserebrum hipertensif; perdarahan subarakhnoid (PSA)
pada ruptura aneurisma sakular (Berry), ruptura malformasi arteriovena
(MAV), trauma; penyalahgunaan kokain, amfetamin; perdarahan akibat
tumor otak; infark hemoragik; penyakit perdarahan sistemiktermasuk
terapi antikoagulan (Price, 2005).
1. Perdarahan intraserebral ( PIS )
Perdarahan intraserebral disebut juga perdarahan intraparenkim
atauhematoma intrakranial yang bukan disebabkan oleh trauma.
32
Stroke jenis ini terjadikarena pecahnya arteri otak. Hal ini
menyebabkan darah bocor ke otak dan menekan bangunan-
bangunan di otak. Peningkatan tekanan secara tibatiba menyebabkan
kerusakan sel-sel otak di sekitar genangan darah. Jika jumlah darah
yang bocor meningkat dengan cepat, maka tekanan otak meningkat
drastis. Hal ini menyebabkanhilangnya kesadaran bahkan dapat
menyebabkan kematian. Penyebab perdarahanintraserebral yang
paling sering adalah hipertensi dan aterosklerosis serebral
karena perubahan degeneratif yang disebabkan oleh penyakit ini bias
anya dapatmenyebabkan ruptur pembuluh darah.
2. Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan subarakhnoid terjadi ketika pembuluh darah di luar
otak mengalami ruptur dan masuk ke dalam ruangan subarachoid.
Hal ini menyebabkandaerah di antara tulang tengkorak dan otak
dengan cepat terisi darah. Seorang dengan
perdarahan dapat mengalami nyeri kepala yang muncul secara tiba-
tiba dan berat,sakit pada leher, serta mual dan muntah. Peningkatan
tekanan yang mendadak di luar otak dapat menyebabkan hilangnya
kesadaran dengan cepat bahkan kematian.
3.1.6 Patofisiologi
3.1.7 Gejala Klinis
Gejala klinik tergantung lokalisasi daerah pembuluh darah otak yang
mengalami gangguan.
1. Sistem Carotis
Disebut stroke hemisferik. Gejala yang timbul sangat mendadak.
Jarang mengalami penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas.
Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi
substrat kesadaran yaitu Formatio Reticularis di garis tengah dan
sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Fungsi vital umumnya
baik.
33
Pada pemeriksaan neurologis, saraf otak yang sering terkena
adalah :
34
kemungkinan lain yang mungkin bertanggung jawab untuk gejala ini.
Kondisi lain yang dapat serupa stroke meliputi:
o Tumor otak
o Abses otak
o Sakit kepala migrain
o Perdarahan otak baik secara spontan atau karena trauma
o Meningitis atau encephalitis
o Overdosis karena obat tertentu
o Ketidakseimbangan calcium atau glukosa dalam tubuh dapat juga
menyebabkan perubahan sistem saraf yang serupa dengan stroke.
Pada evaluasi stroke akut, banyak hal akan terjadi pada waktu yang
sama. Pada saat dokter mencari informasi riwayat pasien dan melakukan
pemeriksaan fisik, perawat akan mulai memonitor tanda-tanda vital pasien,
melakukan tes darah dan melakukan pemeriksaan EKG
(elektrokardiogram).
Bagian dari pemeriksaan fisik yang menjadi standar adalah penggunaan
skala stroke. The American Heart Association telah mempublikasikan suatu
pedoman pemeriksaan sistem saraf untuk membantu penyedia perawatan
menentukan berat ringannya stroke dan apakah intervensi agresif mungkin
diperlukan.
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka
langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis
yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk
keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti
mungkin. Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan
antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.
35
Tabel 3.2 Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark (Anamnesis)
36
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
37
1. Laboratorium
- Pemeriksaan darah rutin
- Pemeriksaan kimia darah lengkap
Gula darah sewaktu
Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim
SGOT/SGPT/CPK dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta
total lipid)
- Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
Waktu protrombin
APTT
Kadar fibrinogen
D-dimer
INR
Viskositas plasma
2. Foto Thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi
kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan
memperburuk prognosis.
3. Computerized tomography (CT scan) Otak
untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu
pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan.
Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam
otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan
penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
o jenis patologi
o lokasi lesi
o ukuran lesi
o menyingkirkan lesi non vaskuler
4. MRI scan
38
Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik
untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit,
MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian
selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk
pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis
tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak
dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI.
5. Metode lain teknologi MRI
suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk secara spesifik melihat
pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan pipa atau injeksi),
suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic Resonance Angiogram).
Metode MRI lain disebut dengan diffusion weighted imaging (DWI)
ditawarkan di beberapa pusat kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area
abnormal beberapa menit setelah aliran darah ke bagian otak yang
berhenti, dimana MRI konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai
lebih dari 6 jam dari saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang
tidak dapat mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test
garis depan untuk mengevaluasi pasien stroke.
6. Computerized tomography dengan angiography
menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan,
gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang
aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran
darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih,
CT angiography menggeser angiogram konvensional.
7. Conventional angiogram
suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-kadang digunakan untuk
melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam
arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan
sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram
memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi
39
ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benar-
benar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika
sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-
kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika
pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan
untuk dilakukan.
8. Carotid Doppler ultrasound
suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang
menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan
penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang
mensuplai darah ke otak).
9. Tes jantung
tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada
pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes
dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan peralatan
microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal
achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama
dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel
pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama
jantung yang abnormal.
10. Tes darah
tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan
untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya
arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat
meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga
diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang
dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes
darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan
abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan.
Tabel 3.5 Perbedaan Jenis Stroke Dengan Menggunakan Alat Bantu.
40
Tabel 3.6 Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik
Tabel 3.7 Karakteristik MRI Pada Stroke Hemoragik Dan Stroke Infark
41
3.1.9 Tatalaksana
Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses
rawat jalan di luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus
menerus sampai optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan
pada stroke non hemoragis dibedakan menjadi :
I.Pengobatan Umum
Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B, yaitu
1. Breathing
Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup
baik. Fungsi paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang,
maka jantung harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan
oksigen hanya perlu bila kadar oksigen dalam darah berkurang.
2. Blood
a. Tekanan darah
Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan
darah ke otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah
meningkat dan secara spontan akan menurun secara gradual.
Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan
perfusi yang justru menambah iskemik lagi.
42
b. Komposisi darah
Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk
metabolisme otak. Bila terdapat polisitemia harus dilakukan
hemodilusi. Pemberian infus glukosa harus dihindari karena akan
menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang mempermudah
terjadinya edem dan karena hiperglikemia menyebabkan
perburukan fungsi neurologis dan keluaran. Keseimbangan
elektrolit harus dijaga.
3. Bowel
Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi
karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu
diberikan melalui nasogastric tube.
4. Bladder
Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi
retensio urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang
kondom kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.
5. Brain
Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema
otak, dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya
bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol.
Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan
Diphenylhydantion atau Carbamazepin.
II. Pengobatan Khusus
Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak
semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal
mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat
banyak. Yang penting adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang
disebut daerah penumbra.
Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan
tetapi tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat.
Daerah inilah yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali.
43
Untuk keperluan tersebut maka aliran darah di daerah tersebut harus
diperbaiki.
Menurut hukum Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang
peranan penting. Viskositas darah dipengaruhi oleh :
Hematokrit
Plasma fibrinogen
Rigiditas eritrosit
Agregasi trombosit
1. Trombolisis
Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah
pemakaian r-TPA (Recombinant - Tissue Plasminogen Activator) yang
diberikan pada penderita stroke iskemik dengan syarat tertentu baik i.v
maupun arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke,
dalam dosis 0,9 mg/kg (max 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan bolus IV sedangkan sisanya diberikan dalam 1 jam.
2. Antikoagulan
Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine).
Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi dan
mencegah atau memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi
trombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan
embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada
penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan
embolus.
3. Anti agregasi trombosit
Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga
mencegah terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh
darah. Obat ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak
digunakan adalah asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg – 1,3
gram/hari. Akhir-akhir ini digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250
mg.
4. Neuroprotektor
44
Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-
sel terutama di daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan
mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat ischemic
cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citikolin, nimodipin,
pentoksifilin
5. Anti edema
Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol
20%, larutan gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu.
Dapat pula menggunakan kortikosteroid.
45
4) Mencegah stroke berulang dini dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke terapi dengan heparin.
2. Protokol penatalaksanaan stroke non hemoragik akut
a. Pertimbangan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB (dosis maksimum 90 mg)
10% di berikan bolus intravena sisanya diberikan per drip dalam wakti
1 jam jika onset di pastikan <3 jam dan hasil CT scan tidak
memperlihatkan infrak yang luas.
b. Pemantauan irama jantung untuk pasien dengan aritmia jantung atau
iskemia miokard, bila terdapat fibrilasi atrium respons cepat maka
dapat diberikan digoksin 0,125-0,5 mg intravena atau verapamil 5-10
mg intravena atau amiodaron 200 mg drips dalam 12 jam.
c. Tekanan darah tidak boleh cepat-cepat diturunkan sebab dapat
memperluas infrak dan perburukan neurologis. Pedoman
penatalaksanaan hipertensi bila terdapat salah satu hal berikut :
1) Hipertensi diobati jika terdapat kegawat daruratan hipertensi
neurologis seperti, iskemia miokard akut, edema paru kardiogenik,
hipertensi maligna (retinopati), nefropati hipertensif, diseksi aorta.
2) Hipertensi diobati jika tekanan darah sangat tinggi pada tiga kali
pengukuran selang 15 menit dimana sistolik >220 mmHg, diastolik
>120 mmHg, tekanan arteri rata-rata >140 mmHg.
3) Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar
15% (sistolik maupun diastolik) dalam waktu 24 jam pertama
setelah awitan. Apanila tekanan darah sistolik >220 mmHg atau
tekanan diastolik >120 mmHg. Pada pasien stroke iskmeik akut
yang akan diberikan terapi trombolitik, tekanan darah diturunkan
hingga TDS <180 mmHg dan TD<110 mmHg. Selanjutnya tekanan
darah harus dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TTD <105
mmHg selama 24 jam setelah pe,verian trombolitik. Antihipertensi
yang dapat dipakai adalah labetalol, nitroprusid, nikardipin, atau
diltiazem intravena.
4) Pasien adalah kandidat trombolisis intravena dengan rt-PA dimana
tekanan darah sistolik >180 mmHg dan diastolik >110 mmHg.
46
Dengan obat-obat antihipertensi labetalol, ACE, nifedipin.
Nifedifin sublingual harus dipantau ketat setiap 15 menit karena
penurunan darahnya sangat drastis. Pengobatan lain jika tekanan
darah masih sulit di turunkan maka harus diberikan nitroprusid
intravena, 50 mg/250 ml dekstrosa 5% dalam air (200 mg/ml)
dengan kecepatan 3 ml/jam (10 mg/menit) dan dititrasi sampai
tekanan darah yang di inginkan. Alternatif lain dapat diberikan
nitrogliserin drip 10-20 mg/menit, bila di jumpai tekanan darah
yang rendah pada stroke maka harus di naikkan dengan dopamin
atau debutamin drips.
d. Pertimbangkan observasi di unit rawat intensif pada pasien dengan
tanda klinis atau radiologis adanya infrak yang masif, kesadaran
menurun, gangguan pernafasan atau stroke dalam evolusi.
e. Pertimbangkan konsul ke bedah saraf untuk infrak yang luas.
f. Pertimbangkan scan resonasi magnetik pada pasien dengan stroke
vetebrobasiler atau sirkulasi posterior atau infrak yang tidak nyata
pada CT scan.
g. Pertimbangkan pemberian heparin intravena di mulai dosis 800
unit/jam, 20.000 unit dalam 500 ml salin normal dengan kecepatan 20
ml/jam, sampai masa tromboplastin parsial mendekati 1,5 kontrol
pada kondisi :
1) Kemungkinan besar stroke kardioemboli
2) TIA atau infrak karena stenosis arteri karotis
3) Stroke dalam evolusi
4) Diseksi arteri
5) Trombosis sinus dura Heparin merupakan kontraindikasi relatif
pada infrak yang luas. Pasien stroke non hemoragik dengan infrak
miokard baru, fibrilasi atrium, penyakit katup jantung atau
trombus intrakardiak harus diberikan antikoagulan oral (warfarin)
sampai minimal satu tahun.
III. Rehabilitasi
47
Rehabilitasi pasca-stroke adalah suatu upaya rehabilitasi stroke
terpadu yang melibatkan berbagai disiplin ilmu kedokteran dan
merupakan kumpulan program, termasuk pelatihan, penggunaan
modalitas alat, dan obat-obatan.
Tujuan rehabilitasi adalah :
Memperbaiki fungsi motoris, bicara dan fungsi lain yang terganggu
Adaptasi mental sosial dari penderita stroke, sehingga fungsional
otonom penderita, sosial aktif dan hubungan interpersonal menjadi
normal.
Sedapat mungkin penderita harus dapat melakukan activities of
daily living (ADL).
Jenis-jenis rehabilitasi medik, antara lain :
1) Fisioterapi
Mengobati fisik dengan menggunakan exercise, massage, ataupun
terapi dengan modalitas alat. Fisioterapi terbagi 2, yaitu fisioterapi
pasif yang dilakukan secara langsung setelah pasien terkena
serangan stroke dengan menggerakan otot secara pasif dan
fisioterapi aktif yang dilakukan segera setelah keadaan pasien stabil
dan dapat diajak berinteraksi.
2) Speech therapy
Membantu memulihkan kemampuan berbahasa dan bekomunikasi
penderita stroke dengan latihan bicara sehingga penderita stroke
dapat kembali berkomunikasi dengan orang lain.
3) Occupational therapy
Menggunakan aktivitas terapeutik dengan tujuan mempertahankan
atau meningkatkan komponen kinerja okupasional (senso-motorik,
persepsi, kognitif, sosial, dan spiritual) dan area kerja kinerja
okupasional (perawatan diri, produktivitas, dan pemanfaatan waktu
luang). Dengan kata lain, ahli terapi okupasi membantu penderita
stroke untuk melakukan aktivitas sehari-hari (seperti mandi,
makan, minum, BAB/BAK, berpakaian, dll), dan juga membantu
penderita agar dapat berinteraksi kembali dengan lingkungan
48
sekitarnya (mengelola rumah tangga, merawat orang lain, dan
rekreasi/pemanfaatan waktu luang untuk dirinya).
4) Social worker
Memperbaiki atau mengembangkan interaksi antara penderita
dengan lingkungan sosialnya sehingga penderita dapat kembali ke
lingkungan dengan baik.
5) Psikologis
Membantu penderita stroke yang cacat agar dapat menyesuaikan
diri secara emosional terhadap lingkungannya dan keadaan
cacatnya, sehingga ia dapat memberikan makna pada kehidupannya
dengan penuh arti.
Kontra Indikasi :
Penyakit sistemik yang berat
a. Insufisiensi jantung dengan dekompensasi
b. Angina pektoris
c. Gagal jantung akut
d. Reuma fase akut
Gangguan mental yang berat
3.1.10 Pencegahan
Dengan mengetahui faktor-faktor risiko dari stroke, maka ada beberapa cara
untuk mencegah stroke, antara lain :
1. Kontrol tekanan darah tinggi (hipertensi).
Salah satu hal paling penting untuk mengurangi risiko stroke adalah
untuk menjaga tekanan darah terkendali. Berolahraga, mengelola stres,
49
menjaga berat badan yang sehat, dan membatasi asupan natrium dan alkohol
adalah cara-cara untuk menjaga tekanan darah tetap terkontrol. Selain
dengan perubahan gaya hidup, dapat juga dengan mengkonsumsi obat anti
hipertensi, seperti diuretik, angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dan angiotensin reseptor blocker.
2. Turunkan kolesterol dan lemak jenuh asupan.
Makan rendah kolesterol dan lemak, terutama lemak jenuh, dapat
mengurangi plak di arteri. Selain itu, dapat juga dengan mengkonsumsi obat
penurun kolesterol.
3. Jangan merokok. Berhenti merokok mengurangi risiko stroke.
4. Kontrol diabetes mellitus.
Kita dapat mengelola diabetes dengan diet, olahraga, pengendalian berat
badan dan pengobatan. Kontrol ketat gula darah dapat mengurangi
kerusakan otak jika mengalami stroke.
5. Menjaga berat badan yang ideal.
Kelebihan berat badan lain yang memberikan kontribusi pada faktor-
faktor risiko stroke, seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung dan
diabetes mellitus.
6. Berolahraga secara teratur.
Latihan aerobik mengurangi risiko stroke dalam banyak cara. Olahraga
dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan high density lipoprotein
(HDL) kolesterol, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan
pembuluh darah dan jantung. Hal ini juga membantu menurunkan berat
badan, mengendalikan diabetes dan mengurangi stres. Olah raga secara
bertahap sampai 30 menit seperti berjalan, joging, berenang atau bersepeda
jika tidak setiap hari, 1 hari dalam seminggu.
7. Kelola stres.
Stres dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Juga dapat
meningkatkan kecenderungan darah membeku, yang dapat meningkatkan
risiko stroke iskemik. Menyederhanakan hidup, berolahraga dan
menggunakan teknik relaksasi untuk mengurangi stres.
8. Minum alkohol dalam jumlah sedang, atau tidak sama sekali.
Alkohol dapat menjadi faktor risiko stroke. Konsumsi alkohol
meningkatkan resiko tekanan darah tinggi dan stroke iskemik dan
perdarahan.
50
9. Jangan gunakan obat-obatan terlarang.
Banyak obat, seperti kokain, yang menjadi faktor risiko untuk TIA atau
stroke.
Selain itu, makan makanan sehat. Sebuah diet sehat otak harus mencakup:
a. Lima atau lebih porsi harian buah dan sayuran, yang mengandung zat gizi
seperti kalium, folat dan antioksidan yang dapat melindungi Anda terhadap
stroke.
b. Makanan kaya serat larut, seperti havermut dan kacang-kacangan.
c. Makanan kaya akan kalsium, mineral yang ditemukan untuk mengurangi
risiko stroke.
d. Produk kedelai, seperti tempe, miso, tahu dan susu kedelai, yang dapat
mengurangi low-density lipoprotein (LDL) kolesterol dan meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
e. Makanan kaya omega-3 asam lemak, termasuk ikan air dingin, seperti salmon,
makarel dan tuna.
3.1.11 Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan
lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang
rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas
yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan
pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan
outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang
tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian
dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang
berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome
fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi.4
Diperkirakan pada perdarahan intraserebral mortalitasnya 26-50%,
meningkat terutama pada perdarahan thalamus dan serebral yang
diameternya >3cm, dan pada perdarahan pons yang lebih dari 1 cm. Pada
pasien dengan penurunan kesadaran maka mortalitasnya 63%. Pada
beberapa literatur menyebutkan, pada pasien dengan ukuran perdarahan
kurang dari 1 lobus maka disebut perdarahan kecil, dan perdarahan besar
51
bila ukurannya lebih dari 1 lobus. Pada pasien dengan GCS saat masuk >9,
perdarahan kecil dan tekanan nadi < 40 mmHg, maka probabilitas
hidupnya 98%. Tapi pada pasien dengan GCS saat masuk 3 atau koma,
perdarahan besar dan tekanan nadinya >65 mmHg, maka probabilitas
hidupnya 8%.
52
BAB IV
ANALISIS KASUS
53
Selanjutnya ditentukan apakah stroke yang dialami Ny, A adalah stroke
iskemik atau stroke hemoragik berdasarkan tanda dan gejala klinis yang telah
diamati.
Kernig, Bridzinski ++ -
Berdasarkan tanda dan gejala klinis pada pasien Ny. A diketahui lebih
banyak mengarah pada stroke non hemoragik. Selain itu berdasarkan algoritma
stroke Gajah Maka pasien ini termasuk dalam stroke infark, yaitu : tidak
didapatkan ketiga gejala dari penurunan kesadaran, nyeri kepala dan refleks
babinski.
54
Berdasarkan Siriraj Score, pasien ini juga termasuk stroke non hemoragik
dengan skor (-2) jika disesuaikan dengan teori Siriraj score, yaitu :
55
atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak.
- Diagnosis pasien ini didasarkan karena dari anamnesis kelemahan terjadi
terjadi secara mendadak, tidak adanya nyeri kepala, dan tidak ada
penurunan kesadaran dan tidak adanya muntah, reflek patologis (-).
Adanya kelemahan pada anggota gerak sinistra disebabkan karena adanya
gangguan peredarahan darah otak berupa iskemik, infark salah satunya
disebabkan karena adanya oklusi. Oklusi bisa disebabkan karena embolus
ataupun thrombus. Oklusi akibat emboli sering mengenai cabang superior
dan inferior, sementara oklusi pada cabang-cabang yang lebih dalam
disebabkan oleh aterotrombotik. Emboli bisa berasal dari jantung ataupun
plak ateroma. Proses pembentukan ateroma ini dapat terjadi pada beberapa
kondisi, yaitu hipertensi, hiperlipidemia dan diabetes. Diduga terjadi
kerusakan di daerah motorik hemisfer kanan sehingga pasien mengalami
kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan. Pada pasien ini dirawat,
kepala diposisikan 30 derajat, dan dilakukan latihan gerak. Obat yang
diberikan adalah IVFD Asering 20 gtt/i, Inj. Citicoline 1 gr/12 jam IV, Inj.
Omeprazole 1 Amp/12 jam IV, Inj. Mecobalamin 1 Amp/8 jam IV, Inj.
Furosemid 2 Amp IV, PO Amlodipin 1x5 mg, PO Aspilet loading 4 tab 80.
Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-dihoshokoline yang
digunakan pada biosintesis membran, membatasi kematian/ disfungsi
neuron setelah lesi SSP dan mencoba untuk mempertahankan interaksi
seluler di dalam otak sehingga fungsi neuronal tidak terganggu dan
meminimalkan lesi dengan menstabilkan membran dan mengurangi
pembentukan radikal bebas.
56
BAB V
KESIMPULAN
Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai
dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Pada kasus ini stroke yang terjadi
adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik adalah stroke yang
disebabkan oleh menurunnya aliran darah ke otak akibat obstruksi pada pembuluh
darah pada suatu area otak sehingga area tersebut kekurangan nutrisi dan oksigen.
Banyak faktor resiko yang mengakibatkan seseorang terkena stroke yaitu :
Tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, gen, ras) dan dapat dimodifikasi
(riwayat stroke, penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes mellitus, TIA,
hiperdislipidemia, obesitas,merokok).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis serta
gambaran radiologis. Pencitraan dengan CT-Scan mendukung penegakan
diagnosis stroke non hemoragik.
57