KANKER SERVIKS
1.1 PENDAHULUAN
Kanker serviks merujuk pada berbagai jenis keganasan pada jaringan serviks atau mulut
ende dengan tipe terbanyak yaitu karsinoma sel skuamosa. Kanker serviks merupakan
kanker terbanyak kedua pada wanita yang menyebabkan angka mortalitas yang tinggi.
Kanker serviks disebabkan oleh virus Human Papilloma Virus (HPV) terutama tipe 16
dan 18 yang dapat ditularkan melalui hubungan seksual. Kanker serviks merupakan
kanker yang dapat dicegah dengan melakukan skrining secara rutin dan melakukan
vaksinasi HPV.
Beberapa ender risiko dapat meningkatkan kemungkinan terkena kanker serviks, di
antaranya ender ender , perilaku seksual, dan riwayat infeksi menular seksual. Data
WHO pada tahun 2012 menyebutkan bahwa sekitar 270.000 wanita meninggal karena
penyakit ini. Pemeriksaan penunjang seperti Pap Smear dan Inspeksi Visual Asam Asetat
(IVA) dapat membantu menegakkan diagnosis.
Pemilihan penatalaksanaan dilakukan berdasar stadium kanker serviks. Modalitas
tatalaksana di antaranya adalah operatif, kemoterapi, dan radioterapi.
1.2 Patogenesis
Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area mulut ende. Serviks merupakan
bagian terbawah dan ujung dari ende atau uterus. Serviks menghubungkan antara uterus
dan liang vagina. Serviks memiliki dua bagian yaitu ektoserviks yang merupakan bagian
luar serviks dan endoserviks yang merupakan bagian dalam serviks.
Ektoserviks ditempati oleh sel skuamousa yang pipih dan tipis. Sedangkan bagian
endoserviks yang merupakan bagian dalam serviks, ditempati oleh sel kolumnar. Area
tempat dimana ektoserviks bertemu dengan endoserviks dinamakan area transformasi (T-
zone). Area transformasi ini merupakan tempat pertama kali terjadinya perkembangan sel
abnormal atau lesi pra kanker di serviks. Kanker serviks memiliki dua tipe histopatologi
yaitu karsinoma sel skuamosa (squamous cell carcinoma) dan adenokarsinoma
(adenocarcinoma). Jenis kanker serviks yang terbanyak adalah tipe karsinoma sel
skuamosa (squamous cell carcinoma) yaitu sekitar 80-90% dari semua kasus kanker
serviks.
Kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus Human ender e Virus (HPV) tipe tertentu
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Dua tipe virus HPV yaitu tipe 16 dan 18
merupakan tipe terbanyak yang menyebabkan lesi pra kanker dan kanker serviks.[2]
Virus HPV 16/18 menyebabkan 70% kasus kanker serviks di dunia dengan rincian 41% -
67% menyebabkan lesi kanker high-grade dan 16 – 32% menyebabkan lesi kanker low-
grade. Selain virus HPV tipe 16/18, tipe virus HPV lain yang menyebabkan kanker
serviks di dunia diantaranya virus HPV 31, 33, 35, 45, 52 dan 58. Keenam tipe virus HPV
ini menjadi penyebab 20% kasus kanker serviks di dunia
1.3 Etiologi
Etiologi kanker serviks terbanyak adalah infeksi virus HPV terutama tipe 16 dan 18.
Tetapi, tidak semua wanita yang menderita infeksi virus HPV berkembang menjadi
kanker serviks. Beberapa ender risiko lain mempengaruhi perkembangan infeksi virus
HPV ini menjadi kanker serviks.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya kanker serviks di antaranya:
1) Faktor ender : Wanita yang memiliki saudara kandung atau saudara kembar yang
menderita kanker serviks 2x lebih tinggi berisiko terkena kanker serviks.
2) Perilaku seksual : berhubungan pertama kali pada saat usia muda, berganti-ganti
pasangan dalam melakukan hubungan seksual, berhubungan seksual dengan
pasangan yang sering berganti-ganti pasangan, riwayat penyakit menular seksual.
3) Kondisi ender kekebalan tubuh yang rendah seperti status gizi yang buruk,
infeksi HIV dan kondisi lain yang menyebabkan sistem imunitas turun. Penderita
HIV berisiko 5x lebih tinggi terkena kanker serviks.
4) Merokok
Keterbatasan fasilitas untuk melakukan skrining atau pemeriksaan pap smear secara rutin.
Tipe virus HPV yang menginfeksi : Infeksi virus HPV tipe 6 dan 11 umumnya hanya
menyebabkan terjadinya penyakit kondiloma dan lesi epitel skuamousa yang ringan (low
grade squamous epithelial lesion) dan tidak pernah ditemukan menjadi penyebab kanker
serviks. Sedangkan infeksi virus HPV tipe 16 dan 18 menyebabkan 70% kasus kanker
serviks di dunia.
KANKER OVARIUM
1.1 Pendahuluan
Kanker ovarium merupakan keganasan pada ovarium yang menyebabkan angka
mortalitas yang tinggi. Angka mortalitas yang tinggi ini berhubungan dengan sulitnya
deteksi dini kanker ovarium karena tidak adanya gejala spesifik pada stadium awal.
Berdasarkan jenis histologinya, kanker ovarium dibagi menjadi tipe epitelial, tumor
stromal, tumor sel germinal, karsinoma peritoneal primer dan metastasis tumor ovarium.
Kanker ovarium memiliki etiologi multifaktorial dengan faktor genetik sebagai faktor
yang berperan penting. Faktor genetik yang berperan dalam kanker ovarium adalah
adanya mutasi pada gen BRCA1 dan 2.
Anamnesis gejala pada kanker ovarium umumnya bersifat tidak spesifik sehingga
menyulitkan deteksi dini pada pasien, misalnya mudah lelah, perut kembung, sesak napas,
dan penurunan berat badan. Walau demikian, dapat digali faktor yang meningkatkan
risiko kanker ovarium, seperti riwayat kanker pada keluarga dan riwayat penggunaan obat
hormonal. Pada pemeriksaan fisik, dapat ditemukan adanya efusi pleura, asites, serta
massa pada pelvis atau abdomen.
1.2 Patogenesis
Patofisiologi kanker ovarium berhubungan dengan adanya mutasi pada gen BRCA1 dan
BRCA2.
Mutasi Gen BRCA1 dan BRCA2
Kanker ovarium berkaitan dengan faktor genetik yaitu mutasi pada gen BRCA1 dan
BRCA2. Gen BRCA1 berperan penting dalam perbaikan DNA, kontrol siklus reproduksi
sel, mitosis, remodelling kromatin dan regulasi transkripsi. Gen BRCA2 berperan penting
dalam rekombinasi homolog dan perbaikan DNA.[2] Mutasi genetik ini dapat
meningkatkan risiko perubahan sel epitel normal menjadi kanker. Selain mutasi genetik,
lingkungan mikro juga berpengaruh dalam patogenesis dari kanker epitel ovarium.
Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan satu diantara faktor angiogenesis
yang penting dalam kanker ovarium. Faktor angiogenesis lain di antaranya adalah
fibroblast growth factor, angiopoietin, endothelin, Interleukin (IL)-6, IL-8, protein
makrofag kemotaksis dan platelet derived growth factors.
1.3 Etiologi
Etiologi spesifik kanker ovarium belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat faktor-
faktor yang berperan terhadap terjadinya kanker ovarium, misalnya faktor genetik, usia,
penggunaan terapi hormon pada wanita menopause, infertilitas dan nuliparitas.
Faktor risiko genetik yang diduga berkaitan erat dengan kanker ovarium terutama tipe sel
kanker epitel adalah mutasi pada gen TP53, BRCA1 dan BRCA2. Mutasi gen BRCA juga
dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker lain seperti kanker payudara (BRCA1 dan
BRCA2), kanker prostat (BRCA2), melanoma (BRCA2) dan kanker endometrium
(BRCA1). Selain mutasi gen BRCA, mutasi gen lain yang terlibat dalam perbaikan DNA
juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium diantaranya adalah RAD51C,
RAD51D, BRIP1, BARDI, PALB2, CHEK2, MRE11A, RAD50 dan ATM.
3.Biopsi
Biopsi dilakukan dengan mengumpulkan sel sitologi untuk mendeteksi
sel-sel kanker. Untuk pasien yang didiagnosis setelah tes lain tidak bisa, perlu
biopsi. Metode pengumpulan Biopsi: operasi, laparoskopi, aspirasi jarum
halus (FNA).
4. Pencitraan
(1) USG vagina: diagnosis kanker ovarium adalah alat skrining penting, dapat
menentukan hubungan antara ukuran tumor, sifat, lokasi, dan adanya ascites
dan uterus. Untuk kanker ovarium pada populasi berisiko tinggi dan
ketidaknyamanan atau gejala, seperti perdarahan perut, kami
merekomendasikan bahwa cek ini.
(2) CT dan MRI: kanker ovarium untuk menentukan ukuran, sifat, situs
metastasis dan menemukan kelenjar getah bening panggul atau aorta
meningkat untuk membantu.
1.6 Pencegahan
Kanker ovarium sulit untuk dicegah karena penyebabnya belum diketahui. Namun,
ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menurunkan risiko terkena kanker
ovarium, yaitu:
1.1 Pendahuluan
Bartolinitis adalah Infeksi pada kelenjar bartolin atau bartolinitis juga dapat
menimbulkan pembengkakan pada alat kelamin luar wanita. Biasanya, pembengkakan
disertai dengan rasa nyeri hebat bahkan sampai tak bisa berjalan. Juga dapat disertai
demam, seiring pembengkakan pada kelamin yang memerah.
1.2 Patogenesis
Lama kelamaan cairan memenuhi kantong kelenjar sehingga disebut sebagai kista
(kantong berisi cairan). “Kuman dalam vagina bisa menginfeksi salah satu kelenjar
bartolin hingga tersumbat dan membengkak. Jika tak ada infeksi, tak akan
menimbulkan keluhan.
1.3 Etiologi
Bartolinitis disebabkan oleh infeksi kuman pada kelenjar bartolin yang terletak di
bagian dalam vagina agak keluar. Mulai dari chlamydia, gonorrhea, dan sebagainya.
Infeksi ini kemudian menyumbat mulut kelenjar tempat diproduksinya cairan pelumas
vagina
ETIOLOGI INFEKSI
a. Infeksi alat kelamin wanita bagian bawah biasanya disebabkan oleh :
Virus : kondiloma akuminata dan herpes simpleks.
Jamur : kandida albikan.
Protozoa : amobiasis dan trikomoniasis.
Bakteri : neiseria gonore.
b. Infeksi alat kelamin wanita bagian atas :
Virus : klamidia trakomatis dan parotitis epidemika.
Jamur : asinomises.
Bakteri : neiseria gonore, stafilokokus dan E.coli
Laboratorium :
Asupan servik atau vaginal discharge : Diplokokus gram negatif intraseluler lekosit.
Kriteria Minimal :
1) Riwayat kontak (+).
2) Asupan servik atau vaginal discharge : Diplokokus intraseluler lekosit gram
negatif.
Terapi :
1) Penisilin Prokain : 4,8 juta IU IM (skin test dulu), 2 hari berturut turut, atau
2) Kanamisin : 2 gram IM dosis tunggal, atau
3) Amoksisilin atau Ampisilin : 3,5 gram oral dosis tunggal (lebih poten bila
ditambahkan Probenesid 1 gram), atau
4) .Tetrasiklin cap: 4 X 500 mg selama 5 hari, atau
dosis awal 1.500 mg, dilanjutkan 4 X 500 mg selama 4 hari, atau
5) Kotrimoksasol tablet 480 : 1 X 4 tablet selama 5 hari
6) Bila ada komplikasi : Amoksisilin atau Ampisilin : 3,5 gram oral dosis tunggal
diteruskan 4 X 500 mg selama 10 hari.
7) Pengamatan dan pemberian ulang dilakukan pada hari ke 3, 7 dan 14, sesudah itu
setiap bulan selama 3 bulan.
1.6 Pencegahan
Untuk menghadang radang, berbagai cara bisa dilakukan. Salah satunya adalah gaya
hidup bersih dan sehat :
1. Konsumsi makanan sehat dan bergizi. Usahakan agar Anda terhindar dari
kegemukan yang menyebabkan paha bergesek. Kondisi ini dapat menimbulkan luka,
sehingga keadaan kulit di sekitar selangkangan menjadi panas dan lembap. Kuman
dapat hidup subur di daerah tersebut.
2. Hindari mengenakan celana ketat, karena dapat memicu kelembapan. Pilih pakaian
dalam dari bahan yang menyerap keringat agar daerah vital selalu kering.
3. Periksakan diri ke dokter jika mengalami keputihan cukup lama. Tak perlu malu
berkonsultasi dengan dokter kandungan sekalipun belum menikah. Karena keputihan
dapat dialami semua perempuan.
4. Berhati-hatilah saat menggunakan toilet umum. Siapa tahu, ada penderita radang
yang menggunakannya sebelum Anda.
5. Biasakan membersihkan diri, setelah buang air besar, dengan gerakan membasuh
dari depan ke belakang.
6. Biasakan membersihkan alat kelamin setelah berhubungan seksual.
7. Jika tidak dibutuhkan, jangan menggunakan pantyliner. Perempuan seringkali salah
kaprah. Mereka merasa nyaman jika pakaian dalamnya bersih. Padahal penggunaan
pantyliner dapat meningkatkan Kelembapan kulit di sekitar vagina.
8. Alat reproduksi memiliki sistem pembersihan diri untuk melawan kuman yang
merugikan kesehatan. Produk pembersih dan pengharum vagina yang banyak
diperdagangkan sebetulnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika digunakan berlebihan
bisa berbahaya.
9. Hindari melakukan hubungan seksual berganti-ganti pasangan. Ingat, kuman juga
bisa berasal dari pasangan Anda. Jika Anda berganti-ganti pasangan, tak gampang
mendeteksi sumber penularan bakteri. Peradangan berhubungan erat dengan penyakit
menular seksual dan pola seksual bebas.