TINJAUAN PUSTAKA
World Health Organization (WHO) pada Oktober 1999 saat 30th Regional Health
Indonesia dilakukan tidak lama setelah itu. Namun perundangan secara jelas yang
melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1507 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pelayanan dan Tseting HIV/AIDS secara Sukarela (Depkes RI, 2005). Kini
layanan VCT telah banyak dilakukan di berbagai daerah di Indonesia baik itu oleh
pihak pemerintah maupun pihak swasta, dimana pelayanan VCT oleh pihak
swasta telah diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 04 Tahun 2002
tentang Laboratorium Klinik Swasta (LKS) (Depkes RI, 2002). Selain itu aturan
lain mengenai Tim Pelatih Konseling dan Testing HIV Secara Sukarela diatur
dalam Keputusan Menkes RI No. 060 tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Provinsi Bali sendiri telah memiliki beberapa fasilitas layanan VCT yang
Denpasar adalah layanan VCT di Yayasan Kerti Praja (YKP). YKP merupakan
infeksi HIV dan infeksi menular seksual (IMS). Sejak tahun 2000 YKP telah
7
8
membuka klinik VCT terakreditasi pertama di Indonesia. Klinik VCT ini terbuka
untuk umum dan mengajak seluruh individu dengan tingakt risiko tinggi HIV
(utamanya pekerja seks) untuk melakukan test HIV reguler dan konseling setiap
Hingga saat ini layanan VCT di Klinik Amertha YKP telah melayani total
17.010 klien dengan jumlah kasus negatif sebanyak 15.549 dan kasus positif
dapat memutuskan untuk melakukan tes HIV atau tidak, dimana keputusan yang
diambil oleh individu tersebut merupakan keinginan dari dalam dirinya sendiri
tanpa paksaan dan hasil tes sepenuhnya dirahasiakan dari pihak lain. Konseling
HIV/AIDS yang bertujuan untuk perubahan perilaku ke arah perilaku lebih sehat
membutuhkan VCT antara lain: mereka yang ingin mengetahui status HIVnya
karena merasa telah melakukan tindakan yang berisiko untuk tertular HIV, mereka
yang telah tertular HIV dan keluarganya, mereka yang membutuhkan VCT untuk
9
Penerimaan
terhadap
status HIV
positif Memotivasi
Perencanaan perubahan
masa depan perilaku
Pencegahan
Normalisasi transmisi
dari stigma ibu-anak
HIV
VCT
Dukungan Pencegahan,
sosial dan skrining, dan
komunitas penanganan
(grup HIV) IMS
Penanganan
Akses untuk awal infeksi
kondom Akses ke oportunistik
pelayanan
kesehatan (ARV,
anti TB)
b. Tes HIV
Secara konvensional tes HIV dilakukan dengan mendeteksi antibodi HIV.
Jika seseorang memiliki antibodi terhadap HIV di dalam darahnya, hal ini
berarti orang itu telah terinfeksi HIV. Kini berbagai varian tes antibodi
(ELISA), Western Blot dan tes lainnya yang prinsip penggunaannya lebih
mudah dan harga lebih terjangkau. Hasil test HIV dapat digolongkan ke
1. Non Reaktif
Hasil tes non reaktif menunjukkan bahwa tidak terdeteksi antibodi di
dalam darah. Hasil ini dapat mempunyai beberapa arti yakni individu
dalam kondisi ini individu tersebut berada dalam status window period
atau 6 berikutnya.
2. Reaktif
Hasil tes reaktif menunjukkan bahwa antibodi HIV terdeteksi di dalam
darah. Hasil ini menunjukkan bahwa individu dengan hasil tes HIV
reaktif berarti telah terinfeksi HIV, tetapi belum tentu individu tersebut
siapa saja yang boleh mengetahui hasil tes. Sedangkan untuk hasil tes
3. Intermediate
Hasil tes intermediate menunjukkan hal sebagai berikut: individu
empat faktor. Faktor pertama yakni faktor lingkungan yang memiliki pengaruh
terbesar yakni sebesar 45%. Yang kedua yakni faktor perilaku berpengaruh
sebesar 30%, karena sehat atau tidaknya lingkungan kesehatan individu, keluarga,
dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Pelayanan
merupakan faktor yang telah dibawa oleh manusia sejak lahir berperan sebesar 5%
saja (Sudarma, 2008). Bila status HIV positif dihubungkan dengan teori Blum,
maka beberapa faktor yang berpengaruh terhadap status HIV seseorang adalah
sebagai berikut:
1. Faktor Lingkungan
Hal-hal yang termasuk ke dalam faktor lingkungan dan berhubungan dengan
status HIV positif seseorang, meliputi individu itu sendiri dan karakteristik
wilayah tempat tinggal dan suku atau asal seseorang. Penjelasan lebih lanjut
a. Usia
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kelompok usia tertentu memiliki
dilakukan oleh Jilia Roza pada klien VCT di RSUD Mandau Riau
menyebutkan bahwa dari total 38 klien VCT dengan status HIV 36 orang atau
Penelitian lainnya dilakukan oleh Hutapea dkk pada pasien dengan status
pada kelompok umur 30-39 tahun yakni sebesar 58,6% (Hutapea dkk, 2012).
13
dengan tahun 2006 jumlah orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) pada
kelompok umur 15-49 tahun (dewasa) adalah sebesar 37,2 juta atau 94,2%
dari jumlah total 39,5 juta. Data-data tersebut menunjukkan bahwa proporsi
klien VCT dengan status HIV positif terbanyak berada pada kelompok usia
produktif hal ini berarti usia produktif memiliki peran besar dalam penularan
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin atau gender menjadi isu yang sangat sensitif terhadap kejadian
sebelumnya yang tidak condong terhadap salah satu gender seperti misalnya
penelitian oleh Hutapea dkk pada klien VCT di RSU HKBP Baliage
menunjukkan bahwa dari 145 sampel klien dengan status HIV positif
ditemukan bahwa sebanyak 109 orang atau 75,2% berjenis kelamin laki-laki
(Hutapea dkk, 2012). Sedangkan menurut WHO proporsi antara laki-laki dan
menyatakan bahwa pada tahun 2010 terdapat 39% kasus baru HIV/AIDS
untuk perempuan dan sebesar 61% untuk laki-laki. Namun hingga Desember
meskipun proporsi tetap lebih banyak pada jenis kelamin pria namun terdapat
peningkatan kasus baru pada jenis kelamin wanita dari semula 39% menjadi
14
44% dimana perempuan lebih rentan untuk terjangkit HIV karena peran
Indonesia, 2012).
c. Status Perkawinan
Perkawinan merupakan hubungan Berdasarkan penelitian Roza pada klien
VCT RSUD Mandau Riau pada tahun 2012 dimana dari 38 klien dengan
status HIV positif klien dengan status perkawinan menikah memiliki proporsi
terbanyak untuk status HIV positif yakni sebesar 4,4% (Roza, 2013).
Penelitian lainnya adalah oleh Hutapea pada klien VCT RSUD Baliage
menunjukkan bahwa dari 145 sampel dengan status HIV positif dari tahun
2012). Faktor risiko HIV terkait dengan status perkawinan adalah masalah
istri yang mendapat transmisi dari suaminya, akibat suami yang tidak setia
peningkatan kasus baru HIV pada anak seiring dengan meningkatnya kasus
d. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang berkaitan erat dengan pengetahuan seseorang,
tentang HIV. Studi kohort longitudinal sejak tahun 1992 pada populasi di
distrik Rakai, Uganda yang dilakukan oleh Kirunga dan Ntozi menunjukkan
bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat pendidikan dengan status HIV
15
dimana dari 389 sampel dengan status HIV positif sebanyak 203 sampel
e. Pekerjaan
Munadhir menyebutkan bahwa kelompok yang rentan tertular HIV/AIDS
2011) Hal ini menguatkan hasil penelitian oleh Suarmiartha (dalam Gunawan,
tetap (Gunawan, 2001). Studi lainnya yakni oleh Hutapea dkk pada klien
VCT RSUD Baliage menunjukkan dari 145 sampe dengan HIV positif
f. Tingkat Penghasilan
Menurut studi kohort longitudinal sejak tahun 1992 pada populasi di distrik
Rakai, Uganda yang dilakukan oleh Kirunga dan Ntozi menunjukkan bahwa
terdapat korelasi positif antara tingkat penghasilan dengan status HIV dimana
dari 389 sampel dengan status HIV positif sebanyak 199 sampel tergolong ke
(Kirunga&Notzi, 1997).
16
bila dibandingkan dengan masyarakat di pedesaan yang masih kental dan kuat
dalam menganut norma dan etika, sehingga hal ini berhubungan dengan
(Roza, 2014)
2. Faktor Perilaku
Perilaku merupakan suatu kegiatan aktifitas organisme atau makhluk hidup
dalam subjek-subjek rentan untuk tertular HIV seperti contoh pekerja seks,
waria, gay, gigolo, laki-laki pembeli seks maupun istri dengan pasangan yang
telah terinfeksi HIV. Data oleh Unicef Indonesia menunjukkan bahwa pada
dari setengah pengguna narkoba suntik yakni 41% yang secara konsisten
hubungan seksual komersial terakhir mereka. Sekitar 40% laki-laki usia subur
17
yang berhubungan seks dengan lebih dari satu pasangan menyatakan tidak
ini menunjukkan kelompok dengan risiko tinggi tidak diikuti dengan perilaku
untuk melakukan seks yang aman (dengan menggunakan kondom) dan hal ini
b. Transmisi Penularan
Transmisi penularan HIV berkaitan erat dengan etiologi seseorang terinfeksi
HIV yakni: melakukan seks vaginal berisiko, melakukan seks anal berisiko,
perinatal dari ibu ke anak. Penelitian oleh Hutapea dkk pada klien VCT di
RSUD Baliage menunjukkan dari 145 sampel positif HIV AIDS proporsi
transfusi darah, dan 2,59% tidak diketahui sebabnya (Ditjen PP&PL Depkes
RI, 2006). Data lainnya yakni dari Unicef Indonesia menunjukkan pada tahun
narkoba suntik, 22% pada waria transgender, 10% pada perempuan pekerja
seks dan 8,5% pada laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki
c. Orientasi seksual
Orientasi seksual merupakan pola ketertarikan seksual emosional terhadap
menunjukkan dari 145 sampel positif HIV sebanyak 66,9% memiliki orientasi
Gangamma dkk mengenai risiko HIV pada pemuda pemudi gay, lesbian,
memiliki partner hubungan seks lebih dari satu orang, yaitu 72,0% memiliki
yakni 68,3% hanya memiliki satu orang partner hubungan seksual. Hal ini
kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan terdiri atas empat hal yakni dari
dan rehabilitatif terdiri atas: kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
masyarakat.
4. Faktor Genetik
Faktor genetik berperan penting dalam transmisi HIV/AIDS sebab salah satu
etiologi dari infeksi HIV adalah transmisi perinatal yakni dari ibu ke anak,
dimana apabila seorang ibu telah terjangkit virus HIV dan kemudian
melahirkan bayi secara normal serta terjadi kontak cairan tubuh maka anak