REVIEW PAIPER Virlologi
REVIEW PAIPER Virlologi
Oleh:
1
PENDAHULUAN
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif sebagai pencegahan terhadap
penyakit infeksi.13HBsAg adalah antigen yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B.
Vaksin antigen dapat dimurnikan dari plasma orang dengan infeksi virus hepatitis B
kronis atau diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan. Vaksin yang tersedia di
Amerika Serikat menggunakan teknologi DNA rekombinan untuk mengekspresikan
HBsAg dalam ragi, yang kemudian dimurnikan dari sel-sel dengan teknik pemisahan
biokimia dan biofisik. Vaksin hepatitis B berlisensi di Amerika Serikat diformulasikan
untuk mengandung 10-40 mg protein HBsAg / mL. Sejak Maret 2000, vaksin hepatitis
B yang diproduksi untuk distribusi di Amerika Serikat tidak mengandung thimerosal
sebagai pengawet atau hanya mengandung komponen sisa.
3
juga dalam kombinasi tetap dengan vaksin lainnya. Vaksinasi hepatitis B universal yang
dicantumkan ke dalam program imunisasi wajib nasional di beberapa negara
menunjukkan bahwa pemberian vaksin virus hepatitis B dapat secara efektif
menurunkan prevalensi hepatitis B di negara-negara tersebut pada 1-2 dekade
pascavaksinasi.
1.1 PENDAHULUAN
4
Cheung, dkk.2 membagi mekanisme transmisi vertikal hepatitis B dalam tiga masa
kehamilan, yaitu: 1) saat konsepsi yang mana terjadi infeksi germ-line; 2) saat
kehamilan melalui kontaminasi darah materna maupun transmisi transplasenta; dan 3)
saat kelahiran melalui ruptur membran dan persalinan per vagina. Tingkat transmisi
melalui ketiga mekanisme tersebut berkaitan dengan status HBeAg positif dan kadar
Hepatitis B Virus (HBV) DNA yang tinggi (Cheung, 2000).
Korban yang transmisi perinatal mencapai 70-90% pada ibu dengan HBsAg positif
dan HBeAg positif tanpa adanya imunoprofilaksis.3,4 Transmisi ini terjadi karena
proses kelahiran, yaitu ketika terjadi mikrotransfusi atau terdapat kontak antara darah
ibu dan mukosa bayi saat kontraksi. Korioamnionitis, ancaman persalinan preterm dan
penggunaan alat bantu persalinan juga dapat meningkatkan risiko transmisi hepatitis B.2
Sementara itu, transmisi transplasenta jarang terjadi dan diperkirakan hanya berkisar 5-
15% dari seluruh kehamilan dengan hepatitis B. Hepatitis B e antigent (HbeAg)
merupakan struktur virus hepatitis B satu-satunya yang dapat menembus sawar darah
plasenta karena memiliki berat molekul yang kecil. Oleh karena terdapat reaksi silang
terhadap antigen e dan antigen c dalam pengenalan antigen, maka transfer HBeAg
melalui plasenta akan menyebabkan imunotoleransi fetus terhadap Hepatitis B core
Antigent (HbcAg). Hal inilah yang dapat menyebabkan infeksi hepatitis B kronik
setelah kelahiran (Law, 2001).
5
1.1.3 PERANAN ANTIVIRUS berupa Vaksin DALAM PENCEGAHAN
TRANSMISI VERTIKAL Hepatitis B
Buku pedoman European Association for the Study of the Liver (EASL) 25
menyebutkan bahwa pencegahan transmisi vertikal ditujukan terutama pada ibu hamil
dengan HBeAg atau dengan kadar HBV DNA sangat tinggi. EASL merekomendasikan
penggunaan lamivudin, tenofovir dan telbivudin pada trimester ketiga dan dihentikan
pada tiga bulan post partum. The Asian Pacific Association for the Study of the Liver
(APASL) 26 merekomendasikan lamivudin dan telbivudin pada trimester ketiga
kehamilan untuk mencegah transmisi vertikal hepatitis B pada ibu hamil dengan serum
HBV DNA tinggi. Pada konsensus penatalaksanaan hepatitis B yang diterbitkan oleh
Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI)27 disebutkan bahwa penggunaan antivirus
pada wanita hamil harus mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari terapi
tersebut. PPHI merekomendasikan pemberian antivirus pada ibu hamil dengan serum
HBV DNA lebih dari 106 IU/mL pada trimester ketiga untuk mencegah transmisi
vertikal atau pada kondisis dekompensasi hati berat.
1.2 KESIMPULAN
Pada daerah endemis diantaranya Asia Tenggara, transmisi hepatitis B dari ibu ke bayi
mencapai 25-30% dengan risiko infeksi mencapai 60% selama kehidupan. Dengan
demikian, diperlukan upaya pencegahan transmisi tersebut dengan memperhatikan
kemungkinan kegagalan imunoprofilaksis. Imunoprofilaksis dinilai sebagai bagian
terpenting dalam pencegahan transmisi vertikal hepatitis B dan konsekuensinya.
Beberapa antivirus yang dapat digunakan dalam upaya pencegahan tersebut diantaraya
yatu lamivudin, telbivudin dan tenofovir.
1.2.1 PENDAHULUAN
6
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan bagi masyarakat di negara
berkembang dan maju di dunia, termasuk di Indonesia. Hepatititis B kronik juga
merupakan masalah kesehatan yang besar di Asia, dimana terdapat sedikitnya 75% dari
seluruhnya 300 juta individu HBsAg positif menetap di seluruh dunia. Virus hepatitis B
telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240 juta merupakan
pengidap virus hepatitis B kronis. Di Indonesia, hepatitis B merupakan jenis hepatitis
yang paling banyak menginfeksi (21,8%) dibandingkan dengan jenis hepatitis lain tetapi
orang-orang yang juga HBeAg positif lebih infeksius karena darah mereka mengandung
titer virus hepatitis B yang tinggi (biasanya 10-109 virion / mL).
Infeksi virus hepatitis B ditularkan melalui penularan horizontal dan vertikal.4 Virus
hepatitis B dapat ditularkan melalui perkutan (misal, tusukan yang melalui kulit) atau
mukosa (misal, kontak langsung dengan membran mukosa) paparan darah infeksius
atau cairan tubuh yang mengandung darah.
Vaksinasi merupakan salah satu cara paling efektif sebagai pencegahan terhadap
penyakit infeksi.13 HBsAg adalah antigen yang digunakan untuk vaksinasi hepatitis B.
Vaksin antigen dapat dimurnikan dari plasma orang dengan infeksi virus hepatitis B
kronis atau diproduksi oleh teknologi DNA rekombinan. Vaksin yang tersedia di
Amerika Serikat menggunakan teknologi DNA rekombinan untuk mengekspresikan
HBsAg dalam ragi, yang kemudian dimurnikan dari sel-sel dengan teknik pemisahan
biokimia dan biofisik. Vaksin hepatitis B berlisensi di Amerika Serikat diformulasikan
untuk mengandung 10-40 mg protein HBsAg / mL. Sejak Maret 2000.
Vaksin hepatitis dapat diberikan sebagai formulasi tunggal antigen dan juga dalam
kombinasi tetap dengan vaksin lainnya. Vaksinasi hepatitis B universal yang
dicantumkan ke dalam program imunisasi wajib nasional di beberapa negara
menunjukkan bahwa pemberian vaksin virus hepatitis B dapat secara efektif
menurunkan prevalensi hepatitis B di negara-negara tersebut pada 1-2 dekade
pascavaksinasi yang terkena hepatitis
7
Protein Rekombinan sebagai Model Imunogen untuk Menghasilkan
Antibodi Rekombinan
1.3.1 PENDAHULUAN
8
darah yang dapat digunakan sebagai sumber vaksin. Sehingga produksi vaksin hepatitis
B dengan menggunakan plasma semakin sulit dilakukan. Kekhawatiran terhadap adanya
kontaminan pada darah terutama oleh virus berbahaya seperti HIV, menimbulkan
kekhawatiran tersendiri untuk menggunakan vaksin yang bersumber dari plasma
tersebut (Joung et al., 2004).
1.3.1 HASIL
Hasil ekspresi protein dari E. coli inang dapat dilihat pada Penampakan pita protein
target diperjelas dengan melakukan pengenceran sampel 10x. Hasil SDS-PAGE
menunjukkan bahwa protein rekombinan diproduksi paling banyak oleh E. coli BL21.
Hal ini terlihat dari pita protein target pada penggunaan inang tersebut paling tebal.
Pemisahan terhadap hasil sonikasi untuk mengetahui bahwa protein rekombinan yang
dihasilkan dalam bentuk terlarut (soluble), menggunakan sentrifugasi dan filterisasi
dengan filter ukuran 0,22 µm. Kelarutan protein rekombinan ini sangat penting untuk
mempermudah proses pemurnian. Hasil yang diperoleh baik larutan maupun pelet
dimasukkan ke dalam gel akrilamid. Kelarutan dari protein rekombinan yang dihasilkan
diperlihatkan oleh adanya pita-pita protein target pada bagian supernatan. Sebaliknya
dengan hasil SDSPAGE dari pelet bakteri yang tidak memperlihatkan adanya pita-pita
dari protein target menjadi indikator bahwa protein rekombinan tersebut berada dalam
bentuk tak larut (insoluble). Penelitian ini telah menguji ekpresi plasmid rekombinan
dengan menggunakan E. coli DH5α serta E. coli BL21. E. coli DH5α merupakan bakteri
inang yang umum dipergunakan untuk tujuan kloning dan memperbanyak plasmid,
sedangkan E. coli BL21 merupakan inang yang umum terlihat intensitas pita protein
cukup tinggi. Hal ini antara lain disebabkan oleh fusi dengan gluthathion-S-transferase
(GST). Maeng et al. (2001) yang melakukan ekspresi gen virus hepatitis B secara
parsial diikuti dengan menggabungkan gen tersebut (fusi) dengan gen penyandi enzim
gluthation-Stransferase (GST) untuk meningkatkan ekspresi dan kelarutan antigen
permukaan hepatitis B pre-S2 pada E. coli menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
tingkat ekspresi antigen pre-S1 yang digabung dengan GST. Berbagai macam affinity
tag, seperti GST dan polyhistidin, dapat digunakan untuk meningkatkan ekspresi dan
memfasilitasi pemurnian antigen rekombinan. Hasil pemurnian fusi HB-100 dan GST
dalam penelitian ini menunjukkan bahwa antigen rekombinan yang diperoleh setelah
9
pemurnian relatif murni dan dalam jumlah yang cukup untuk dapat digunakan dalam
aplikasi (assay) selanjutnya. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
Plasmid pGEX-HB100 berhasil diekspresi baik pada bakteri E. coli BL21 maupun E.
coli DH5α. Namun ekspresi pada bakteri E. coli BL21 menghasilkan protein
rekombinan lebih tinggi. Protein rekombinan GST-HB100 yang telah diekspresikan
oleh E. coli tersebut berhasil dipurifikasi.
1.4.1 PENDAHULUAN
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus sampai tinggi (3-17%), dan menjadi
negara ke 3 Asia hepatitis B (VHB) sampai saat ini masih merupakan yang penderita
hepatitis B kroniknya paling banyak. masalah kesehatan dunia, karena dapat
mengakibat- Vaksinasi merupakan strategi paling efektif dan kan penyakit hati serius
mulai dari hepatitis fulminan aman untuk mengendalikan serta eradikasi infeksi VHB.
sampai karsinoma hepatoselular. Diperkirakan sekitar 2 Indonesia telah melaksanakan
pemberian vaksinasi miliar penduduk dunia pernah terinfeksi virus hepatitis hepatitis B
secara rutin dalam Program Pengembangan B, dan 360 juta orang sebagai pengidap
(carier) HBsAg Imunisasi (PPI) sejak tahun 1992. dan 220 juta (78%) diantaranya
terdapat di Asia. Lima Vaksin Hepatitis B yang digunakan saat ini berasal ratus ribu
hingga 750 ribu orang diduga akan meninggal.
Penyakit hepatitis B merupakan penyakit terkena pada organ hati atau liver yang
diakibatkan oleh adanya infeksi virus hepatitis B. Penularan virus hepatitis B dapat
terjadi melalui kontak cairan tubuh penderita seperti darah dan kontak seksual tanpa
pengaman. Kontak darah bisa terjadi melalui penggunaan jarum suntik bergantian,
terkontaminasi dengan darah pada luka terbuka, ketika melakukan tatto dengan alat
tidak steril, alat cukur, dan transfusi darah yang tidak steril. Termasuk pula penularan
dari ibu yang terinfeksi hepatitis B kepada anak saat persalinan (penularan vertikal).
Hepatitis B tidak ditularkan melalui air liur.
Ketika seseorang terinfeksi hepatitis B untuk pertama kali, gejala baru bisa muncul
setelah 2 hingga 5 bulan (masa inkubasi). Gejala awal hepatitis B termasuk demam,
lemas, kehilangan nafsu makan, diare, mual, dan perut terasa tidak nyaman. Gejala bisa
berlanjut dengan kulit dan selaput mata berwarna lebih kekuningan, dan air kencing
berwarna seperti teh. Berbeda dengan hepatitis A yang pada umumnya akan sembuh
dengan baik dan tidak menyebabkan komplikasi penyakit hati kronis, penyakit hepatitis
B menjadi permasalahan yang sangat serius. Virus hepatitis B dapat berkembang
11
menjadi penyakit kronis dan sangat berpotensi untuk menyebabkan penyakit sirosis
(pengerasan hati) dan kanker hati.
Vaksin hepatitis B menjadi salah satu jenis vaksin wajib dari pemerintah yang
dicanangkan dalam program imunisasi dasar lengkap. Diawali pada tahun 1987,
pemerintah Indonesia memulai membuat sebuah pilot project selama 10 tahun (1987-
1997) untuk melakukan vaksinasi hepatitis B pada bayi yang dimulai dari provinsi NTB
dan kemudian berlanjut ke provinsi lainnya. Pada April 1997, pemerintah menetapkan
agar vaksinasi hepatitis B termasuk dalam imunisasi dasar lengkap dan menjadi
program imunisasi nasional.
Melihat dari sejarah vaksinasi hepatitis B di Indonesia, tahun pertama kali diadakan
program imunisasi hepatitis B secara nasional adalah pada tahun 1997. Kelahiran
sebelum tahun tersebut mungkin saja sudah mendapatkan vaksin hepatitis B, namun
mungkin saja juga belum. Dr. Wirajaya SpPd menyarankan agar Anda dan orang tua
Anda yang tidak mengetahui secara pasti mengenai hal ini, untuk memeriksakan darah
Anda dan berkonsultasi dengan dokter Anda agar dapat mengetahui dengan pasti
apakah telah memiliki kekebalan tubuh terhadap hepatitis B.
Selain itu, sangat disarankan bagi Anda yang berisiko tinggi tertular virus hepatitis B
untuk melakukan vaksin hepatitis B. Berikut ini adalah orang dengan risiko tinggi untuk
tertular hepatitis B:
Homoseksual/biseksual
12
Pengguna obat-obatan terlarang dengan jarum suntik
Penderita diabetes usia 19- 59 tahun, dan dipertimbangkan pada usia 60 tahun ke
atas
Dengan pemberian vaksin hepatitis B sebanyak 3 kali (suntikan pertama kali pada usia
berapapun dan dilanjutkan pada 4 minggu kemudian dan bulan ke-6 dari awal
pemberian suntikan), akan menghasilkan proteksi terhadap hepatitis B sebanyak lebih
dari 90% pada orang dewasa sehat.
13
14