Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manajemen terpadu balita sakit (MTBS) adalah modul yang


menjelaskan secara rinci cara menerapkan proses keterpaduan pelayanan
dalam menangani balita sakit yang datang kefasilitas rawat jalan.
Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi promotif dan preventif.
Sekitar 70% kematian anak dibawah 5 tahun disebabkan oleh pneumonia,
diare, malaria, campak, dan malnutrisi. Di Indonesia, angka kematian
bayi (AKB) 50/1000 kelahiran hidup, dan angka kematian anak balita
(AKABA) 64/1000 kelahiran hidup (Surkesnas, 2001).

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan pendekatan


keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke
fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya
kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, infeksi
telinga, malnutrisi, dan upaya promotif dan preventif yang meliputi
imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang
bertujuan untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak balita serta
menekan morbiditas karena penyakit tersebut (Pedoman Penerapan
Manajemen Terpadu Balita Sakit di Puskesmas, Modul-7. 2004). Balita
(bawah lima tahun) yaitu anak umur 0-5 tahun (tidak termasuk umur 5
tahun) (MTBS, Modul 1, 2004).

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian MTBS


MTBS singkatan dari Manajemen Terpadu Balita Sakit
atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI dalam bahasa
Inggris) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana
balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-5 tahun (balita) secara
menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu
pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan MTBS merupakan
upaya yang ditujukan untuk menurunkan kesakitan dan kematian sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan anak balita di unit rawat jalan
kesehatan dasar seperti Puskesmas, Pustu, Polindes, Poskesdes, dll.
Bila dilaksanakan dengan baik, upaya ini tergolong lengkap untuk
mengantisipasi penyakit-penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi
dan balita. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya kuratif
(pengobatan), preventif (pencegahan), perbaikan gizi, imunisasi dan
konseling (promotif). Badan Kesehatan Dunia WHO telah mengakui bahwa
pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan negara-negara
berkembang dalam upaya menurunkan kematian, kesakitan dan
kecacatan pada bayi dan balita.
MTBS dalam kegiatan di lapangan khususnya di Puskesmas
merupakan suatu sistem yangmempermudah pelayanan serta meningkatkan
mutu pelayanan.
Di bawah ini dapat dilihat penjelasan MTBS merupakan suatu sistem.
1. Input
a. Balita sakit datang bersama kelaurga diberikan status pengobatan dan
formulir MTBS Tempat dan petugas : Loket, petugas kartu
2. Proses
a. Balita sakit dibawakan kartu status dan formulir MTBS.

2
b. Memeriksa berat dan suhu badan
c. Apabila batuk selalu mengitung napas, melihat tarikan dinding dada
dan mendengar stridor
d. Apabila diare selalu memeriksa kesadaran balita, mata cekung,
memberi minum anak untuk melihatapakah tidak bias minum atau
malas dan mencubit kulit perut untuk memeriksa turgor
e. Selalu memerisa status gizi, status imunisasi dan pemberian kapsul
Vitamin A Tempat dan petugas : Ruangan MTBS, case manager
(Bidan yang telah dilatih MTBS)
3. Output
Klasifikasi yang dikonversikan menjadi diagnosa, tindakan berupa
pemberian terapi dan konseling berupa nasehat pemberian makan, nasehat
kunjungan ulang, nasehat kapan harus kembali segera. Konseling lain
misalnya kesehatAn lingkungan, imunisasi, Konseling cara perawatan di
rumah. Rujukan diperlukan jika keadaan balita sakit membutuhkan
rujukan.
Praktek MTBS memliliki 3 komponen khas yang menguntungkan yaitu:
a. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan dalam tatalaksana balita
sakit (petugas kesehatan non-dokter yang telah terlatih MTBS
dapat memeriksa dan menangani pasien balita)
b. Memperbaiki sistem kesehatan (banyak program
kesehatan terintegrasi didalam pendekatan MTBS)
c. Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam perawatan di
rumah dan upaya pencarian pertolongan balita sakit (berdampak
meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan kesehatan)

2.2 Tujuan MTBS


1. Menurunkan secara bermakna angka kematian dan kesakitan yang terkait
penyakit tersering pada balita.
2. Memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan
kesehatan anak.

3
Menurut data Riskesdas tahun 2007, penyebab kematian perinatal 0
–7 hari terbanyak adalah gangguan/kelainan pernapasan (35,9 %),
prematuritas (32,4 %), sepsis (12,0 %).Kematian neonatal 7 – 29 hari
disebabkan oleh sepsis (20,5 %), malformasi kongenital (18,1 %) dan
pneumonia (15,4 %). Kematian bayi terbanyak karena diare (42 %) dan
pneumonia (24 %), penyebab kematian balita disebabkan diare (25,2 %),
pneumonia (15,5 %) dan DBD (6,8 %).
Penyakit-penyakit terbanyak pada balita yang dapat di tata laksana
dengan MTBS adalah penyakit yang menjadi penyebab utama kematian,
antara lain pneumonia, diare, malaria, campak dan kondisi yang diperberat
oleh masalah gizi (malnutrisi dan anemia). Langkah pendekatan pada MTBS
adalah dengan menggunakan algoritma sederhana yang digunakan oleh
perawat dan bidan untuk mengatasi masalah kesakitan pada Balita. Bank
Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang cost
effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh
Infeksi Pernapasan Akut (ISPA), diare, campak malaria, kurang gizi, yang
sering merupakan kombinasi dari keadaan tersebut
Keberhasilan penerapan MTBS tidak terlepas dari adanya monitoring
pasca pelatihan, bimbingan teknis bagi perawat dan bidan, kelengkapan
sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan MTB termasuk kecukupan
obat-obatan. Namun, hal tersebut seringkali dihadapkan pada keterbatasan
alokasi dana, sehingga diperlukan suatu metode lain untuk meningkatkan
ketrampilan bidan dan perawat serta dokter akan MTBS melalui
komputerisasi atau yang lebih dikenal dengan ICATT (IMCI Computerize
Adaptation Training Tools), yaitu suatu aplikasi inovatif software berbasis
komputer untuk MTBS yang mempunyai 2 tujuan:
1. Untuk adaptasi pedoman MTBS
2. Untuk pelatihan MTBS melalui komputer memeriksa tanda-tanda
bahaya umum seperti:
a. Apakah anak bisa minum/menyusu?
b. Apakah anak selalu memuntahkan semuanya?

4
c. Apakah anak menderita kejang?
2.3 Menanyakan Keluhan Utama
Beberapa jenis pertanyaan yang penting untuk diajukan terkait dengan
Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya, menilai diare dan
klasifikasinya, menilai demam dan klasifikasinya, serta menilai masalah
telinga dan klasifikasinya.
1. Menilai batuk atau sukar bernapas dan klasifikasinya
Setelah memeriksa tanda bahaya umum, ditanyakan kepada ibu
apakah menderita batuk atau sukar bernapas, jika anak batuk atau sukar
bernapas, sudah berapa lama, menghitung frekuensi napas, melihat
tarikan dinding dada bawah ke dalam, dan melihat dan dengar adanya
stridor. Kemudian dilakukan klasifikasi apakah anak menderita
pneumonia berat, pneumonia atau batuk bukan pneumonia.

Pada klasifikasi pneumonia ini dapat dikelompokkan menjadi 3


yaitu:

a. Diklasifikasikan pneumonia berat apabila adanya tanda bahaya


umum, tarikan dinding dada kedalam, adanya stridor.
b. Adanya pneumonia apabila ditemukan tanda frekuensi napas yang
sangat cepat.
c. Klasifikasi batuk bukan pneumonia apabila tidak ada pneumonia,
yang ada hanya keluhan batuk.

2. Menilai diare dan klasifikasinya


Setelah memeriksa batuk atau suka bernapas, petugas menanyakan
kepada ibu apakah anak menderita diare, jika anak diare, tanyakan sudah
berapa lama, apakah beraknya berdarah (apakah ada darah dalam tinja).
Langkah berikutnya adalah memeriksa keadaan umum anak, apakah anak
letargis atau tidak sadar, apakah anak gelisah dan rewel/mudah marah;
melihat apakah mata anak cekung, memeriksa kemampuan anak untuk
minum: apakah anak tidak bisa minum atau malas minum, apakah anak

5
haus minum dengan lahap; memeriksa cubitan kulit perut untuk
mengetahui turgor: apakah kembalinya sangat lambat (lebih dari 2 detik)
atau lambat. Setelah penilaian didapatkan tanda dan gejala diare, maka
selanjutnya diklasifikasikan apakah anak menderita dehidrasi berat,
ringan/sedang, tanpa dehidrasi, diare pesisten berat, diare persisten atau
disentri.

Pada klasifikasi ini termasuk klasifikasi diare dengan dihindari yang


terbagi menjadi 3 kelompok yaitu:

a. Dehidrasi berat apabila ada tanda dan gejala seperti letargis atau tidak
sadar, mata cekung, turgor kulit jelek sekali.
b. Klasifikasi dehidrasi ringan/sedang dengan tanda seperti gelisah, rewel
,mata cekung, haus, turgor jelek.
c. Klasifikasi diare tanpa dehidrasi apabila tidak cukup tanda adanya
dehidrasi.
d. Klasifikasi diare persisten, untuk klasifikasi diare ini ditemukan
apabila diarenya sudah lebih dari 14 hari dengan dikelompokkan
menjadi 2 kategori yaitu diare persisten berat ditemukan adanya tanda
dehidrasi dan diare persisten apabila tidak ditemukan adanya tanda
dehidrasi.
e. Klasifikasi disentri, pada klasifikasi disentri ini juga termasuk
klasifikasi diare secara umum akan tetapi apabila diarenya disertai
dengan darah dalam tinja atau diarenya bercampur dengan darah.
3. Menilai demam dan klasifikasinya. 
Demam merupakan masalah yang sering dijumpai pada anak kecil.
Tanyakan kepada ibu apakah anak demam, selanjutnya periksa apakah
anak teraba panas atau mengukur suhu tubuh dengan termometer.
Dikatakan demam jika badan anak teraba panas atau jika suhu badan 37,5
derajat celcius atau lebih. Jika anak demam, tentukan daerah resiko
malaria: resiko tinggi, resiko rendah atau tanpa resiko malaria. Jika daerah

6
resiko rendah atau tanpa resiko malaria, tanyakan apakah anak dibawa
berkunjung keluar daerah ini dalam 2 minggu terakhir. Jika ya, apakah
dari resiko tinggi atau resiko rendah malaria kemudian tanyakan sudah
berapa lama anak demam. Jika lebih dari 7 hari apakah demam terjadi
setiap hari, lihat dan raba adanya kaku kuduk, lihat adanya pilek, apakah
anak menderita campak dalam 3 bulan terakhir, lihat adanya tanda-tanda
campak: ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh dan terdapat salah satu
gejala berikut: batuk, pilek atau mata merah.
Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita penyakit berat
dengan demam, malaria atau demam mungkin bukan malaria. Jika anak
menderita campak saat ini atau 3 bulan terakhir: lihat adanya luka di
mulut, apakah lukanya dalam atau luas, lihat apakah matanya bernanah,
lihat adakah kekeruhan pada kornea mata. Kemudian klasifikasikan
apakah anak menderita campak, campak dengan komplikasi berat, atau
campak dengan komplikasi pada mata atau mulut. Jika demam kurang dari
7 hari, tanyakan apakah anak mengalami perdarahan dari hidung atau gusi
yang cukup berat, apakah anak muntah: sering, muntah dengan darah atau
seperti kopi; apakah berak bercampur darah atau berwarna hitam; apakah
ada nyeri ulu hati atau anak gelisah; lihat adanya perdarahan dari hidung
atau gusi yang berat, bintik perdarahan di kulit (petekie), periksa tanda-
tanda syok yaitu ujung ekstrimitas teraba dingin dan nadi sangat lemah
atau tak teraba. Kemudian klasifikasikan apakah anak menderita Demam
Berdarah Dengue (DBD), mungkin DBD atau demam mungkin bukan
DBD.
4. Menilai masalah telinga dan klasifikasinya
Setelah memerisa dalam , petugas menanyakan kepada ibu apakah
telinganya. Jika anak mempunyai masalah telinga tanyakan apakah telinga
nya sakit, lihat apakah nanah ada keluar dari telinga, raba adakah
pembangkakan nyeri di belakang telinga. Kemudian klasifikasikan apakah
anak menderita mostoiditis, infeksi telinga akut, infeksi telinga kronis atau
tidak ada infeksi telinga.

7
Pada klasifikasi masalah telinga ini dikelompokkan menjadi 4
bagian, yaitu :
a. Klasifikasi mastoiditis apabila ditemukan adanya pembengkakan &
nyeri di belakang telinga.
b. Klasifikasi infeksi telinga akut apabila adanya cairan atau nanah yang
keluar dari telinga dan telah terjadi kurang dari 14 hari serta adanya
nyeri telinga.
c. Klasifikasi infeksi telinga kronis apabila ditemukan adanya cairan atau
nanah yang keluar dari telinga dan terjadi 14 hari lebih.
d. Klasifikasi tidak ada infeksi telinga apabila tidak ditemukan gejala
seperti di atas.
5. Memeriksa status gizi dan anemi serta klasifikasinya
Setiap anak harus di periksa status gizi nya,karna kekurangan gizi
merupakan masalah yang sering ditemukan,terutama diantara penduduk
miskin.langkah nya yaitu apakah anak tampak sangat kurus, memeriksa
pembengkakan pada kedua kaki, memeriksa kepucatan telapak tangan dan
membandingkan beret badan anak menurut umur.kemudian
mengklasifikasikan sesuai tanda dan gejala apakah gizi buruk dan
atau  anami berat,bawah garis merah (BMG) dan atau anemi, tidak BMG
dan tidak anemi.
Klasifikasi status gizi pada penentuan klasifikasi ini dibagi menjadi
3 bagian yaitu :

1) Klasifikasi gizi buruk dan atau anemia berat apabila adanya bengkak
pada kedua kaki serta pada telapak tangan ditemukan adanya
kepucatan.
2) Klasifikasi bawah garis merah dan atau anemia apabila ditemukan
tanda sebagai berikut: apabila lapak tangan agak pucat, berat badan
menurut umur di bawah garis merah.
3) Klasifikasi tidak bawah garis merah dan tidak anemia apabila tidak ada
tanda seperti di atas.

8
6. Menasehati ibu
Nasehat bagi ibu meliputi menilai cara pemberian makan anak,
anjuran pemberian makan selama sakit dan sehat, menasehati ibu tentang
masalah pemberian makan, meningkatkan pemberian cairan selama sakit,
menasehati ibu kapan harus kembali dan menasehati ibu tentang
kesehatannya sendiri.
a. Konseling pemberian makan pada anak
Lakukan evaluasi tentang cara memberikan makanan pada anak
menyatakan cara meneteki anak, berapa kali sehari apakah pada malam
hari menetek, kemudian anak mendapat makan atau minum lain,
apabila anak berat badan berdasarkan umur sangat rendah menyatakan
berapa banyak makan atau minum yang diberikan pada anak apakah
anak dapat makan sendiri dan bagaimana caranya apakah selama sakait
makan ditambah dan lain-lain.
b. Konseling pemberian cairan selama sakit
Pada konseling ini kasusnya setiap anak sakit dilakukan dengan
cara menganjurkan ibu agar memberi ASI lebih sering dan lebih lama
setiap meneteki serta meningkatkan kebutuhan cairan seperti
memberikan kuah sayur, air tajin atau air matang.
c. Konseling kunjungan ulang
Pada pemberian konseling tentang kunjungan ulang yang harus
dilakukan pada ibu atau keluarga apabila ditemukan tanda-tanda
klasifikasi berikut dalam waktu yang ditentukan ibu harus segera ke
petugas kesehatan.
7. Pemberian pelayanan tindak lanjut
Kegiatan ini berarti menentukan tindakan dan pengobatan pada
saat anak datang atau kunjungan ulang. Pelayanan pada anak yang datang
untuk tindak lanjut menggunakan kotak-kotak yang sesuai klasifikasi anak
sebelumnya. Jika anak mempunyai masalah baru lakukan penilaian,
klasifikasi dan tindakan terhadap masalah baru tersebut seperti pada bagan
penilaian dan klasifikasi.

9
a. Pnemonia
Pemberian tindak lanjut pada masalah dilakukan sesudah 2 hari dengan
melakukan pemeriksaan tentang tanda adanya gejala pnemonia apabila
didapatkan tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada ke dalam
maka berikan 1 dosis antibiotika pilihan kedua atau suntikan
kloramfenikol dan segara lakukan rujukan, namun apabila frekuensi
nafas atau nafsu makan tidak menunjukkan perbaikan gantilah
antibiotika pilihan ketiga kemudianapabila nafas melambat atau nafsu
makan membaik lanjutkan pemberian antibiotika sampai 5 hari.
b. Diare persistem
Pada tindak lanjut masalah ini dilakukan sesudah 5 hari dengan cara
mengevaluasi diare apabila diare belum berhenti maka pelayanan tindak
lanjut adalah memberikan obat yang diperlukan dan apabila sudah
berhenti maka makan sesuai umur.
c. Disentri
Pelayanan tindak lanjut untuk disentri dilakukan sesudah 2 hari dengan
mengevaluasi jumlah darah dalam tinja berkurang tentang tanda disentri
apabila anak masi mengalami disentri maka lakukan tindakan sesuai
tindakan dehidrasi berdasarkan derajatnya.
d. Resiko malaria
Pelayan tindak lanjut pada resiko malaria dilkukan sesudah 2 hari
apabila demam lagi dalam 14 hari dengan melakukan penilaian sebagai
berikut: apabila ditemukan malaria oral pilihan kedua bahaya umum
atau kakuk kuduk maka lakukan tindakan sesuai protap.
e. Campak
Pelayanan tindak lanjut pada klasifikasi campak ini dilakukan sesudah 2
hari dengan mengevaluasi atau memperhatikan tentang gejala yang
pernah dimilikinya apabila mata masi bernanah maka lakukan evaluasi
kepada keluarga atau ibu dengan menjelaskan cara mengobati infeksi
mata jika sudah benar lakukan rujukan dan apabila kurang benar maka
ajari dengan benar.

10
f. Demam berdarah
Pada klasifikasi pelayanan tindak lanjut dilakukan sesudah 2 hari
dengan melakukan evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabila
ditemuakan tanda bahaya umum dan adanya kaku kuduk maka lakukan
tindakan sesui dengan pedoman tindakan pada penyakit demam
berdarah dengan penyakit berat,akan tetapi apabila ditemukan penyebab
lain dari demam berdarah maka berikan pengobatan yang sesuai dan
apabila masih ada tanda demam berdarah maka lakukan tindakan
sebagaimana tindakan demam berdarah dan dalam waktu 7 hari masi
ditemukan demam lakukan pemeriksaan lebih lanjut.
g. Masalah telinga
Pada pelanyanan tindak lanjut masalah telinga ini dilakukan sesudah 5
hari dengan mengetahui evaluasi tanda dan gejala yang ada,apabilah
pada waktukunjungan didapatkan pembengkakan dan nyeri dibelakang
telinga dan demam tinggi maka segera lakukan rujukan,dan apabilah
masih terdapat nyeri dan keluarkan cairan atau nana maka lakukan
pengobatan antibotika selama 5 hari dengan mengerinkan bagian
telinga,apabila sudah benar anjurkan tetap mempertahankan apabila
masih kurang ajari tentang cara mengeringkannya,kemudian apabila
keadaan telinga sudah tidak timbul nyeri atau tidak keluar cairan maka
lanjutkan pengobatan antibiotika sampai habis

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah suatu pendekatan
pelayanan terhadap bayi muda sakit yang dikembangkan oleh WHO.
Dengan MTBS dapat ditangani secara lengkap kondisi kesehatan bayi
muda pada tingkat pelayanan kesehatan dasar, yang memfokuskan secara
integrative aspek kuratif, preventif dan promotif termasuk pemberian
nasihat kepada ibu sebagai bagian dari pemberdayaan masyarakat untuk
meningkatkan kesehatan anak. Program MTBS ini di kembangkan untuk
mencegah tingkat kematian bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan.
3.2 Saran
Dengan mengetahui manajemen terpadu balita sakit/MTBS bisa
melaksanakan pelayanan dalam menangani balita sakit yang datang ke
fasilitas rawat jalan. Keterpaduan pelayanan tidak hanya kuratif, tapi
promotif dan preventif.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.


2. Direktorat Bina Kesehatan Anak, Depkes, salah satu materi yang
disampaikan pada Pertemuan 
3. Nasional Program Kesehatan Anak, 2009, Manajemen Terpadu Balita
Sakit.

13

Anda mungkin juga menyukai