Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK MENULAR

JUDUL :

MASALAH KESEHATAN JIWA

KELOMPOK 9 :

1 Aprianjen Kekado 5 Herpriy Batukh


2 Alantinus I. Suryadi 6 Isabella A. Andari
3 Delto L.Tanesab 6 Puspita A. Kalla
4 Foni Bell 8 Sonia Mantolas

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Masa Esa, atas berkah, rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Masalah Penyakit
Jiwa” dengan baik.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari  berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu  penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Harapan
penulis semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan  pengalaman bagi para pembaca dan
untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi
lebih baik lagi.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Kupang, Februari 2020

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................3
BAB I.PENDAHULUAN..........................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................5

BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................6

A. Pengertian Masalah Kesehatan Jiwa..............................................................6


B. Gambaran Umum Masalah Kesehatan Jiwa...................................................7
C. Epidemiologi Masalah Kesehatan Jiwa..........................................................11
D. Patofisiologi Masalah Kesehatan Jiwa...........................................................12
E. Faktor Resiko Masalah Kesehatan Jiwa.........................................................13
F. Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa............................................................14
G. Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa.....................................................16

BAB III.PENUTUP....................................................................................................19

A. Kesimpulan.....................................................................................................19
B. Saran ..............................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………20


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang memungkinkan
setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun 1992 tentang
kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera
fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau
kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk dikatakan
sehat, seseorang harus berada pada suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang bebas dari
gangguan, seperti penyakit atau perasaan tertekan yang memungkinkan seseorang
tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari serta
berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Masalah Kesehatan Jiwa ?
2. Bagaimana Gambaran Umum Masalah Kesehatan jiwa ?
3. Apa itu Epidemiologi Masalah Kesehatan Jiwa ?
4. Aapa itu Patofisiologis Masalah Kesehatan Jiwa ?
5. Apa saja Faktor Resiko Masalah Kesehatan Jiwa ?
6. Apa saja Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa ?
7. Bagaimana Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa ?

C. Tujuan

1. Mengetahui apa itu Masalah Kesehatan Jiwa


2. Mengetahui Gambaran Umum Masalah Kesehatan jiwa
3. Mengetahui Epidemiologi Masalah Kesehatan Jiwa
4. Mengetahui Patofisiologis Masalah Kesehatan Jiwa
5. Mengatahui Faktor Resiko Masalah Kesehatan Jiwa
6. Mengetahui Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa
7. Mengetahui Penanggulangan Masalah Kesehatan Jiwa
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kesehatan Jiwa


Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No 23 tahun
1992 tentang kesehatan). Sedangkan menurut WHO (2005) kesehatan adalah suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari
penyakit atau kecacatan. Dari dua defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk
dikatakan sehat, seseorang harus berada pada suatu kondisi fisik, mental dan sosial yang
bebas dari gangguan, seperti penyakit atau perasaan tertekan yang memungkinkan
seseorang tersebut untuk hidup produktif dan mengendalikan stres yang terjadi sehari-
hari serta berhubungan sosial secara nyaman dan berkualitas.
Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau
bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya kualitas
hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996 tentang
kesehatan jiwa adalah sebagai suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan itu berjalan
secara selaras dengan keadaan orang lain. Selain itu, pakar lain mengemukakan bahwa
kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi mental yang sejahtera (mental wellbeing) yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif, sebagai bagian yang utuh dan kualitas
hidup seseorang dengan memperhatikan semua segi kehidupan manusia. Dengan kata
lain, kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, tetapi merupakan
sesuatu yang dibutuhkan oleh semua orang, yang mempunyai perasaan sehat dan bahagia
serta mampu menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana
adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Sumiati dkk,
2009).
B. Gambaran Umum Masalah Keshatan Jiwa

1. Gambaran Umum Masalah Kesehatan Jiwa di Dunia

Tabel diatas merupakan Prevalensi gangguan mental di 14 negara.

Hampir semua penelitian menunjukan prevalensi depresi lebih tinggi wanita dibandingkan pria,
dengan rasio antara 1,5:1 dan 2:1. Gangguan mental menyumbang 13% dari beban global
penyakit dan akan naik hingga 15% pada tahun 2030. Di tingkat global, jumlah orang berusia 60
tahun ke atas akan meningkat dari 606 juta pada tahun 2000 menjadi 1,9 miliar pada tahun 2050.
Data diatas merupakan jumlah kunjungan kesehatan mental rawat jalan pada tahun 2001
samapai 2006. Layanan perawatan primer untuk kesehatan mental terus bertambah. Pada
tahun 1993, 929 kasus rawat jalan. Pada tahun 2002, jumlah kasus meningkat 25% . pada
tahun 2006, lebih dari 14.000 pasien.

2. Gambaran Umum Masalah Kesehatan Jiwa Di Indonesia


Gangguan kejiwaan atau gangguan mental masih menjadi perhatian pemerintah
Indonesia saat ini. Berikut merupakan data hasil Riskesdas mengenai kesehatan jiwa
di Indonesia tahun 2018.
Dari data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (Riskesdas Kemenkes)
diatas, dapat disimpulkan bahwa prevalensi rumah tangga dengan anggota yang
menderita skizofrenia atau psikosis sebesar 7 per 1000 dengan cakupan pengobatan
84,9 persen. Sebanyak 282.654 rumah tangga atau 0,67 persen masyarakat di
Indonesia mengalami Skizofrenia/Psikosis. Skizofrenia merupakan gangguan mental
yang terjadi dalam jangka panjang. Sedangkan Psikosis merupakan kondisi di mana
penderitanya mengalami kesulitan membedakan kenyataan dan imajinasi

Data Riskesdas Kemenkes diatas telah membuktikan bahwa prevalensi Gangguan


Mental Emosional (GME) sebesar 9,8 persen dari total penduduk berusia lebih dari
15 tahun. Prevalensi ini menunjukkan peningkatan sekitar enam persen dibanding
pada 2013. Melambungnya angka tersebut mengakibatkan rendahnya kualitas serta
produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM). Oleh karena itu, persoalan kesehatan
jiwa tidak bisa dianggap sepele. Perlu dicegah dan dikendalikan dengan upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Perlu adanya upaya kesehatan secara
komprehensif dengan mendorong perlibatan serta tanggung jawab bersama semua
aktor pembangunan secara inklusi, tidak hanya berbasis fasilitas kesehatan, individu,
dan keluarga, namun juga komunitas di dalam satu wilayah.
Prevalensi depresi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2018 diketahui bahwa, hanya 9% penderita depresi yang minum obat
atau menjalani pengobatan medis. Sedangkan 91% penderita tidak minum obat atau
tidak menjalani pengobatan medis.

3. Gambaran Umum Masalah Kesehatan Jiwa Di NTT


Dari tabel di atas diperlihatkan bahwa secara umum prevalensi gangguan mental
emosional 14.5%. Prevalensi tertinggi di Manggarai (32.4%). Ngada (27.9%) dan Sumba
Barat (22,6%). Prevalensi terendah di Kabupaten Kupang (4.4%). Kota Kupang (5.3%)
dan Sikka (6.2%)

C. Epidemiologi Kesehatan Jiwa

Berdasarkan UU No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, Kesehatan jiwa


merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental,
spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif dan mampu memberikan kontribusi
untuk komunitasnya.

1. Epidemiologi Penyakit Jiwa berdasarkan Orang


Penyakit jiwa lebih rentan terjadi pada orang-orang yang mudah emosional, depresi dan
kecemasan yang berlebih. Kecemasan atau depresi yang berlebih dikarenakan beberapa
faktor, seperti faktor biologis serta ekonomi dan lingkungan yang berkaitan dengan
perilaku.
2. Epidemiologi penyakit jiwa berdasarkan Tempat
Penyakit jiwa lebih cenderung terjadi di kota-kota besar dibandingkan di pedesaan.
Berdasarkan Riskesdas 2013 diketahui gangguan jiwa berat secara nasional sebesar 1,7%
(per mil) atau sebanyak 1.728 orang. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental
emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6%), Sulawesi Selatan (9,3%), Jawa
Barat (9,3%), dan yang paling terendah di Provinsi Lampung (1,2%).
3. Epidemiologi penyakit jiwa berdasarkan Waktu
Semakin sering orang-orang atau individu mengalami atau merasakan stress yang
berlebihan akan lebih mempercepat resiko orang tersebut terkena gangguan jiwa.
Penyakit jiwa tidak mengenal waktu, dapat terjadi seiring berjalannya waktu dan
keterpaparan individu dengan hal-hal atau faktor resiko yang memungkinkan dapat
mempercepat penyakit jiwa.
D. Patofisiologi Masalah Kesehatan Jiwa

Gejala dan tanda gangguan mental tergantung pada jenis gangguan yang dialami.
Penderita bisa mengalami gangguan pada emosi, pola pikir, dan perilaku. Beberapa
contoh gejala gangguan mental adalah:

1) Delusi, yaitu meyakini sesuatu yang tidak nyata atau tidak sesuai dengan fakta
yang sebenarnya.
2) Halusinasi, yaitu sensasi ketika seseorang melihat, mendengar, atau merasakan
sesuatu yang sebenarnya tidak nyata.
3) Suasana hati yang berubah-ubah dalam periode-periode tertentu.
4) Perasaan sedih yang berlangsung hingga berminggu-minggu, bahkan berbulan-
bulan.
5) Perasaan cemas dan takut yang berlebihan dan terus menerus, sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari.
6) Gangguan makan misalnya merasa takut berat badan bertambah, cenderung
memuntahkan makanan, atau makan dalam jumlah banyak.
7) Perubahan pada pola tidur, seperti mudah mengantuk dan tertidur, sulit tidur, serta
gangguan pernapasan dan kaki gelisah saat tidur.
8) Kecanduan nikotin dan alkohol, serta penyalahgunaan NAPZA.
9) Marah berlebihan sampai mengamuk dan melakukan tindak kekerasan.
10) Perilaku yang tidak wajar, seperti teriak-teriak tidak jelas, berbicara dan tertawa
sendiri, serta keluar rumah dalam kondisi telanjang.

Selain gejala yang terkait dengan psikologis, penderita gangguan mental juga dapat
mengalami gejala pada fisik, misalnya sakit kepala, sakit punggung, dan sakit maag.

Penyebab Gangguan Mental


Belum diketahui secara pasti apa penyebab gangguan mental. Namun, kondisi ini
diketahui terkait dengan faktor biologis dan psikologis, sebagaimana akan diuraikan di
bawah ini:
a. Faktor biologis (atau disebut gangguan mental organik)
1) Gangguan pada fungsi sel saraf di otak.
2) Infeksi, misalnya akibat bakteri Streptococcus.
3) Kelainan bawaan atau cedera pada otak.
4) Kerusakan otak akibat terbentur atau kecelakaan.
5) Kekurangan oksigen pada otak bayi saat proses persalinan.
6) Memiliki orang tua atau keluarga penderita gangguan mental.
7) Penyalahgunaan NAPZA dalam jangka panjang.
8) Kekurangan nutrisi.

b. Faktor psikologis
1. Peristiwa traumatik, seperti kekerasan dan pelecehan seksual.
2. Kehilangan orang tua atau disia-siakan di masa kecil.
3. Kurang mampu bergaul dengan orang lain.
4. Perceraian atau ditinggal mati oleh pasangan.
5. Perasaan rendah diri, tidak mampu, marah, atau kesepian.

E. Faktor Resiko Masalah Kesehatan Jiwa


Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa alam dalam kehidupan yang
meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Persitiwa-
peristiwa tersebut bisa berupa kekerasan dalam tumah tangga, pelecahan pada anak, atau
stress berat jangka panjang. Jika kesehatan mental tertanggu, maka akan timbul gangguan
mental atau penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam
menangani stress, berhubungan dengan orang lain, membuat atau mengambil keputusan,
dan dapat memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri. Berikut adalah beberapa faktor
resiko masalah kesehatan jiwa menurut (Riskesdas, 2013) :

1) Senyawa kimia alami pada otak yang bernama neurotransmiter memegang


peranan penting bagi kesehatan mental seseorang. Perubahan reaksi kimia ini
dapat berdampak kepada mood dan berbagai aspek kesehatan mental.
2) Memiliki keluarga sedarah dengan riwayat sakit jiwa. Gen-gen tertentu dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami sakit jiwa. Kemunculannya
dapat terpicu oleh persoalan hidup yang mungkin saja sebelumnya dialami
penderita sakit jiwa.
3) Paparan virus, racun, minuman keras, dan obat-obatan saat berada dalam
kandungan dapat dihubungkan dengan penyebab sakit jiwa.
4) Pada beberapa kasus, ketidakseimbangan hormon dapat berpengaruh kepada
kesehatan mental.
5) Mengalami kejadian traumatis, seperti pernah mengalami pemerkosaan atau
menjadi korban bencana alam.
6) Menggunakan obat-obatan terlarang.
7) Menjalani kehidupan yang penuh tekanan, seperti kesulitan keuangan,perceraian,
atau kesedihan akibat adanya anggota keluarga yang meninggal.
8) Mengalami penyakit kronis, seperti kanker.
9) Mengalami kerusakan otak.
10) Memiliki sedikit atau bahkan tidak punya teman dan merasa sendiri.
11) Pernah mengalami sakit jiwa sebelumnya.

F. Pencegahan Masalah Penyakit Jiwa

1. Hindari stres
Stess adalah suatu kondisi yang dinamis saat seorang individu yang dihadapkan pada
peluang,tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang diinginkan oleh
individu itu dan yang hasilnya dipandang tidak pasti dan tidak penting oleh individu
tersebut. Stress terjadi ketika individu dihadapkan dengan masalah atau peristiwa
yang mereka anggap membahayakan ketentraman kondisi fisik dan psikologi mereka.
Stres juga dapat memicu seseorang dapat mengalami gangguan jiwa. Hal-hal yang
harus dilakukan agar dapat terhindar dari stress yang dapat meneyebabkan gangguan
jiwa adalah dengan melakukan pola hidup sehat seperti : mengonsumsi makanan
yang bergizi, melakukan olahraga secara rutin,istirahat yang cukup, batasi
mengonsumsi minuman beralkohol dan berkafein, batasi merokok dan penggunaan
NAPZA, banyak mengonsumsi air putih dll.
2. Melakukan Konseling dengan orang-orang sekitar
Jika ada masalah, jangan disimpan atau disembunyikan. Ceritakanlah pada orang
yang dapat kita percaya misalnya : Orang tua, suami, isteri, sahabat, dokter, psikolog,
guru dll. Dengan mengeluarkan ganjalan hati itu akan meringankan beban dalam
batin, serta dapat membantu melihat masalah dari segi yang lebih objektif.
3. Memupuk rasa sosialitas atau kesosialaan
Jika terlalu sibuk dengan diri sendiri atau terlalu terlibat dalam kesulitan-kesulitan
sendiri, cobalah melakukan sesuatu demi kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Hal
ini akan menumbuhkan rasa harga diri, rasa berpartisipasi dalam masyarakat dan bisa
memberikan makna atau suatu nilai. Perbuatan tersebut dapat membuat kita kepada
penelitian terhadap diri sendiri, distansi diri dan introspeksi dan rasa lebih cepat
mengeluarkan kita dari gangguan batin serta ketegangan. Semua itu akn dapat
menumbuhkan rasa kehangatan, rasa simpati dan rasa kasih sayang kepada sesama
manusia dan akan memupuk kesehatan jiwa dan raga.
4. Jangan mengganggap diri terlalu super.
Ada rang yang takut memutuskan sesuatu, karena ia merasa tidak dapat mencapainya
sesuai dengan apa yang ia inginkan. Biasanya ia mengiginkan kesempurnaan dalam
segala hal yang ia lakukan, maka kecenderungan-kecenderungan seperti ini
merupakan pangkal permulaan dari kegagalan. Kegagalan tersebut yang akan menjadi
pemicu seorang mengalami stess yang tinggi sehingga dapat meneyebabkan
gangguan jiwa terhadap dirinya.
5. Menerima segala kritik dengan lapang dada.
Salah satu cara untuk sehat secara batin adalah dapat menerima kritik dari orang lain.
Orang lain yang mengkritik kita merupakan orang yang menginginkan perbaikan
pada diri kita. Orang yang berbuat sesuatu akan banyak menerima kritikan dan ia
dapat belajar dari pengalaman. Hanya orang-orang yang dapat belajar dari
pengalaman yang dapat maju dan sehat secara jiwa dan mentalnya.
6. Bersikap religius
Dengan selalu memelihara kebersihan jiwa serta bersikap religius adalah sangat
membantu dalam proses pencegahan penyakit kejiwaan. Sikap ini pada dasarnya
adalah bertindak yang positif, dan menjauhi pekerjaan-pekerjaan yang negatif serta
menyerahkan diri pada Yang Maha Kuasa. Sikap berkomunikasi dengan Yang Maha
Kuasa mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk kesehatan fisik dan terutama
kesehatan mental.

G. Penganggulangan Masalah Kesehatan Jiwa

Menurut Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ (K) dari Perhimpuan Dokter Spesialis


Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), bila gejala itu sudah diidentifikasi, salah satu titik
penting untuk memulai pengobatan adalah keberanian keluarga untuk menerima
kenyataan. Mereka juga harus menyadari bahwa gangguan jiwa memerlukan pengobatan
sehingga tidak perlu dihubungkan kepercayaan yang macam-macam. Terapi bagi
penderita gangguan jiwa bukan hanya pemberian obat dan rehabilitasi medik, namun
diperlukan peran keluarga dan masyarakat dibutuhkan guna resosialisasi dan pencegahan
kekambuhan.

Berikut ini adalah beberapa pengobatan gangguan jiwa yang bisa dilakukan, di antaranya:

1. Psikofarmakologi

Penanganan penderita gangguan jiwa dengan cara ini adalah dengan memberikan terapi
obat-obatan yang akan ditujukan pada gangguan fungsi neuro-transmitter sehingga
gejala-gejala klinis tadi dapat dihilangkan. Terapi penyembuhan sakit jiwa ini diberikan
dalam jangka waktu relatif lama, bisa berbulan-bulan hingga memakan waktu bertahun-
tahun.

2. Psikoterapi

Terapi gangguan jiwa yang harus diberikan apabila penderita telah diberikan terapi
psikofarmaka dan telah mencapai tahapan di mana kemampuan menilai realitas sudah
kembali pulih dan pemahaman diri sudah baik.

Psikoterapi ini bermacam-macam bentuknya antara lain psikoterapi suportif dimaksudkan


untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus
asa.
Psikoterapi re-eduktif dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang
maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan di waktu lalu. Sedangkan psikoterapi
rekonstruktif dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah
mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit.

Sementara psikologi kognitif, dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif


(daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai- nilai
moral etika. Psikoterapi perilaku dimaksudkan untuk memulihkan gangguan perilaku
yang terganggu menjadi perilaku yang mampu menyesuaikan diri, psikoterapi keluarga
dimaksudkan untuk memulihkan penderita dan keluarganya (Maramis, 1990)

3. Terapi psikososial

Terapi penyembuhan sakit jiwa ini dimaksudkan agar penderita mampu kembali


beradaptasi dengan lingkungan sosialnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak
tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban keluarga. Penderita selama
menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengonsumsi obat psikofarmaka
(Hawari, 2007).

4. Terapi psikoreligius

Terapi gangguan jiwa lainnya adalah terapi keagamaan. Terapi ini berupa kegiatan ritual
keagamaan seperti sembahyang, berdoa, mamanjatkan puji-pujian kepada Tuhan,
mendengar ceramah keagamaan, atau kajian kitab suci. Serangkaian penelitian terhadap
pasien pasca epilepsi menemukan bahwa, sebagian besar mengungkapkan pengalaman
spiritualnya dengan menemukan kebenaran tertinggi karena merasa berdekatan dengan
cahaya Ilahi.

5. Rehabilitasi

Penyembuhan sakit jiwa yang paling banyak dilakukan adalah program rehabilitasi. Hal
ini penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali ke keluarga dan masyarakat.
Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi) rehabilitasi.
Dalam program rehabilitasi dilakukan berbagai kegiatan antara lain; dengan terapi
kelompok yang bertujuan membebaskan penderita dari stres dan dapat membantu agar
dapat mengerti sebab dari kesukaran serta membantu terbentuknya mekanisme
pembelaan yang lebih baik dan dapat diterima oleh keluarga/masyarakat. Selain itu,
menjalankan ibadah keagamaan bersama, kegiatan kesenian, terapi fisik berupa olahraga,
keterampilan, berbagai macam kursus, bercocok tanam, dan rekreasi (Maramis, 1990).

Pada umumnya program rehabilitasi ini berlangsung antara 3-6 bulan. Secara berkala
dilakukan evaluasi paling sedikit dua kali yaitu evaluasi sebelum penderita mengikuti
program rehabilitasi dan evaluasi pada saat si penderita akan dikembalikan ke keluarga
dan ke masyarakat (Hawari, 2007). Selain itu, peran keluarga adalah sesuatu yang
penting dalam penyembuhan sakit jiwa ini. Keluarga adalah orang-orang yang sangat
dekat dengan pasien dan dianggap paling banyak tahu kondisi pasien serta dianggap
paling banyak memberi pengaruh pada pasien.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesehatan jiwa adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari kesehatan atau
bagian integral dan merupakan unsur utama dalam menunjang terwujudnya
kualitas hidup manusia yang utuh. Kesehatan jiwa menurut UU No 23 tahun 1996
tentang kesehatan jiwa adalah sebagai suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik, intelektual dan emosional yang optimal dari seseorang dan
perkembangan itu berjalan secara selaras dengan keadaan orang lain.
Penyembuhan sakit jiwa yang paling banyak dilakukan adalah program
rehabilitasi. Hal ini penting dilakukan sebagi persiapan penempatan kembali ke
keluarga dan masyarakat. Program ini biasanya dilakukan di lembaga (institusi)
rehabilitasi.

B. Saran
Kritik dan Saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

Suliswati, 2005 Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Ranimpi, Yulius Yusak. 2009. Kemiskinan Dan Kesehatan Mental Di Nusa Tenggara
Timur. Diskusi Program Profesional UKSW

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes
RI

WHO. (2009). Improving health system and service for mental health: WHO Library
Cataloguing-in-Publication Data.

World Health Organization, World Organization of National Colleges, Academiies, &


Academic Associations of General Practitioners/Family Physicians. (2008).
Integrating mental health into primary care: a global perspective. World Health
Organization.

Anda mungkin juga menyukai