Makalah Pai Fixs
Makalah Pai Fixs
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kehadiran agama islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin
terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama
mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Al-
Qur’an dan hadits. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal
pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam
memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial,
menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, mencintai
kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Urutan sumber Hukum Islam
Sumber hukum yang telah disepakati oleh para ulama figih adalah Al-Qur’An dan Al-Sunnah.
Sedangkan yang lainnya; Ijma, Qiyas, Ishtishhab, Istihsan, Mashlahah mursalah, Saddu zdara’I, Uruf,
hukum bagi umat sebelum kita adalah mazdhap shahabi, ada yang menggunakan dan ada pula yang
tidak menggunakan.
Bila diurutkan, maka sumber itu urutannya yaitu
Al-Qur’an
Al-Sunnah
Ijtihad, yang meliputi pada ; Al-Ijma, Al-Qiyas, Al-Ishtishhab, Al-Mashlahah Mursalah, Saddu
Zdara’I, Ishtisan, Uruf, Syar’un Man Qablana, MazdhabShahabi.
Urutan sumber hukum diatas berdasarkan dialog Nabi saw dengan Muadz ketika beliau di utus
ke Yaman menjadi Gubernur disana.
“Bagaimana engkau memberi keputusan jika dihadapkan kepadamu sesuatu yang harus diberi
keputusan?”. Ia menjawab “aku akan putuskan dengan kitab Allah”. Sabda Rasullulah “ jika engkau
tidak dapatkan dalam kitab Allah?”. Iya menjawab “Dengan Sunnah Rasullulah.” Nabi bertanya “
Jika tidak ada dalam Sunnah Rasullulah?”. Ia menjawab “Aku akan berijtihad dengan pendapatku
dan seluruh kemampuanku.” Maka Rasululahlah merasa lrga dan berkata “ Segala puji bagi Allah
yang telah memberi taufiq kepada utusan Rasullulah (Muadz) dalam hal yang diridhai oleh
Rasullulah saw.”
2
Adapun bidang-bidang lain yang pengaturannya bersifat umum, memberi peluang kepada
manusia untuk berpikir, itu sangat bermanfaat karena memberi peluang kepada masyarakat dan
manusia untuk berubah dan lebih baik lagi.
c. Al-Qur’an dalam Menetapkan Hukum
Prinsip yang digunakan dalam menetapkan hukum Al-Qur’an;
1) Memberikan kemudahan dan tidak menyulitkan
Ditemui dalam Al-Qur’an hukum-hukum yang bersifat Azimah (kemestian) dan hukum
Rukhsha (kelonggaran, keringanan), misalnya kewajiban untuk shaum tetapi dalam keadaan
sakit dan dalam perjalanan boleh berbuka dan mengqadanya.
2) Menyedikitkan tuntutan
Hal ini ditunjukan dalam firman Allah swt:
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang
jika diterangkan kepadamu akan menyusahkan kamu dan jika kamu menanyakan diwaktu Al-
Qur’an itu diturunkan, niscaya akan diterangkan kepadamu, Allah memaafkan (kamu) tentang
hal-hal itu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”
(QS.Al-Maidah : 101)
3) Bertahap dalam menterapkan hukum
Hal ini dapat ditunjukan dengan beberapa contoh : haramnya minum minuman keras dan
perjudian proses larangannya sampai tiga kali 10.
Dalam surat Al-Baqarah:219 disebutkan bahwa dosa minum khamer dan bermaisir lebih besar
dari pada manfaatnya, kemudian diperkuat kembali dengan dalam surat An-Nisa:43
disebutkan tidak boleh mendekati shalat jika mabuk, dan diharamkan dalam surat Al-
Maidah:60 disebutkan pentahapan diperlukan agar tidak ada goncangan kejiwaan dan
kewajiban-kewajiban bisa dilaksanakan dengan mantap.
4) Al-Qur’an memberikan hukum sejalan dengan kemaslahatan manusia
Ini dibuktikan dengan seringnya Al-Qur’an menyebutkan sebab atau illat hukum. Misalnya
tentang adanya pengaturan harta, yang dimaksudkan agar harta itu tidak hanya berputar
tidak hanya diantara orang kaya saja.
d. Kehujjahan Al-Qur’An
Para ulama ushul fiqh dan lainnya sepakat menyatakan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber
utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib dilaksanakan. Ada beberapa alasan yng
ditemukan ulama ushul fiqh tentang kewajiban kewajiban berhujjah dengan Al-Qur’an;
1) Al-Qur’an diturunkan kepada Rasullulah saw diketahui secara mutawatir, dan ini memberi
keyakinan bahwa Al-Qur’an itu benar-benar datang dari Allah melalui malaikat jibril kepada
Nabi Muhammad saw. Yang dikenal sebagai orang yang paling dipercaya.
2) Banyak ayat yang menyatakan bahwa Al-Qur’anitu datangnya dari Allah, diantaranya surat
An-Nahl;89 disebutkan “ Dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur’an) untuk
menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang orang
yang berserah diri.”
3) Mukzijat Al-Qur’an juga merupakan dalil yang pasti tentang kebenaran Al-Qur’andatang dari
Allah swt. Mukzijat Al-Qur’an bertujuan untuk menjelaskan kebenaran Nabi saw. yang
membawa risalah ilahi dengan satu perbuatan di luar kebiasan umat manusia.
e. Al-qur’An Dalil Kully dan Juz’i
Al-Qur’an sebagai sumber hukum utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang
terkandung didalamnya dengan cara :
3
1) Kully (global), seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci berapa kali sehari dikerjakan,
berapa kali ra’kaat untuk sekali shalat, apa hukum dan syarat shalat. Untuk hukum-hukum
yang bersifat global, umum, dan muthlaq ini, Rasullulah saw. melalui sunnahnya bertugas
menjelaskan, mengkhususkan, dan membatasinya.
2) Zuji (penjelasan rinci) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang
berkaitan dengan masalah aqidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah
pidana, hudud, dan kaffarat. Hukum-hukum yang rinci ini, menurut para ahli ushul fiqh
sebagai hukum taabbudi, yang tidak bisa dimasuki oleh logika
Namun demikian dari uraian diatas perlu dipertegas bahwa Ra’yu dapat digunakan dalam dua
hal:
1. Dalam hal-hal yang tidak ada hukumnya sama sekali.
2. Dalam hal-hal yang sudah diatur dalam nash tetapi penunjukan terhadap hukum tidak secara
pasti sehingga bisa menimbulkan keragaman pemahaman.
Adapun terhadap hukum yang eksprisit (tersurat) ada dalam nash dan memberikan petunjuk
yang pasti maka dipastikan tidak ada peranan Ra’yu sama sekali dalam arti tidak perlu lagi
menggunakan Ra’yu dan tida perlu lagi mempertanyakan hukum tersebut.
Pada dasarnya upaya memahami dan menafsirkan dengan menggunakan ra’yu terhadap Al-
Qur’an maupun AL-Hadist tersebut telah berjalan sejak generasi awam islam. Para sahabat
termasuk khurafaur rasyidin dalam beberapa hal biasa berbeda pendapat satu dengan lain dalam
menetapkan keputusan hukum. Dalam lapangan ilmu fikih ditemukan pula beribu perbedaan
pandangan antara para imam madhab seperi Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali dan lainnya. Demikian
pula yang berusaha memahami dan menerangkan maksud-maksud ayat-ayat suci Al-Qur’an, saat ini
dengan mudah menemukan sejumlah karya penafsiran yang berebeda, perbedaan itu seolah
menjadi hal biasa.
Hal yang masih belum disepakati sesungguhnya adalah apakah hakikat qat’iy dan zan’iy,
mana sajakah dalam hukum islam yang termasuk qat’iy, dan mana sajakah yang zan’iy dan manakah
batasan suatu nash disebut qat’iy dan zan’iy tersebut. Beberapa batasan itu sekalipun banyak
dikemukakan oleh para ulama namun batasan itu sulit disepakati, karena latar belakang penafsiran
yang berbeda.
5
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa landasan hukum khususnya umat islam itu ada pada Al-Quran dan Al-
Hadist jika tidak di dapat dalam itu bisa melakukan dengan menggunakan ra’yu dengan ijtihad para
ulama.