Anda di halaman 1dari 10

PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN RISIKO PADA INDUSTRI

NASIONAL
1. PENDAHULUAN
Sesuai dengan perencanaan program Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia,
maka dilakukan persiapan sistem manajemen proyek khususnya sistem manajemen risiko
proyek konstruksi. Ada beberapa risiko konstruksi yang dapat timbul, salah satu
diantaranya adalah keterlambatan pasokan material. Oleh karena itu, salah satu sistem
yang harus diperhatikan adalah penerapan sistem manajemen risiko pada industri nasional
itu sendiri. Keberhasilan konstruksi PLTN sangat ditunjang oleh kemampuan industri
nasional dalam manufakturing dan pemasokan komponen/material. Kinerja industri dinilai
dari minimalnya risiko yang timbul. Hal ini tergambar dari strategi industri dalam
meningkatkan efisiensi, kapasitas produksi, kualitas produksi, dan restrukturisasi industri
yang berakibat pada pengurangan pengeluaran biaya dan pencegahan kegagalan teknis.
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan survei/kunjungan teknis ke beberapa
industri nasional, konsultansi teknis dengan nara sumber, kajian literatur dan penelusuran
website. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui risiko yang terjadi pada industri
nasional sehingga risiko yang terjadi dapat dipetakan dan dikendalikan dengan baik dan
menjadi pembelajaran dan masukan bagi industri nasional untuk berkembang lebih maju
dan mempersiapkan diri sebaik mungkin dalam menghadapi rencana pembangunan PLTN
di Indonesia. Dari hasil studi diharapkan bahwa risiko industri dapat diminimalisir dengan
adanya penerapan sistem manajemen risiko yang baik di dalam manajemen industri itu
sendiri dan juga kebijakan pimpinan perusahaan, para pengambil keputusan dan para
pemangku kepentingan yang dapat mengelola risiko dengan baik sehingga efisiensi dan
efektifitas hasil produk/material dapat berjalan dengan baik. Penerapan sistem manajemen
risiko harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan. Manfaat dari hasil studi ini
diharapkan dapat memberikan masukan kepada para pimpinan puncak, pengambil
keputusan, pemangku kepentingan, calon owner, dan para peneliti yang mengkaji
manajemen risiko PLTN sehingga dapat dibuat dan diaplikasikan sebagai suatu bagian
integral dari dokumen panduan manajemen risiko yang terkait dengan program PLTN di
Indonesia sedemikian rupa sehingga semua sumber risiko dapat diidentifikasi dan
diantisipasi seawal mungkin sejak fase pra-konstruksi PLTN.
2. PEMAHAMAN RISIKO
Risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Sangat penting untuk mengetahui
berapa besar kemungkinan dari suatu kejadian dan berapa besar konsekuensi/akibat
kerugian yang ditimbulkan dari kejadian tersebut. Jika risiko harus dihadapi, maka yang
harus dilakukan adalah membuat kemungkinan kejadian sedemikian kecilnya, membuat
dampak kejadian sedemikian kecilnya, dan atau mencari sumber pendanaan untuk
membiayai kerugian. Sistem manajemen risiko sangat penting dilakukan untuk mengelola
risiko-risiko yang mungkin timbul. Risiko tidak selalu tetap. Risiko yang baru dapat timbul,
risiko yang ada dapat berubah menjadi hilang serta prioritas risiko dapat berubah dalam
suatu sistem manajemen proyek. Risiko merupakan ketidakpastian yang dapat menjadi
suatu harapan positif (positive outcome) dan harapan negatif (negative outcome).
Identifikasi risiko dapat dilakukan dengan mengidentifikasi sebab dan efek (apa yang
terjadi dan apa yang akan terjadi) atau efek dan sebab (apa harapan yang dihindari atau
didorong dan bagaimana masing-masing dapat terjadi).
Ada beberapa definisi risiko yang diperoleh yakni:
- Risiko merupakan suatu kejadian (event) dari suatu proses bisnis atau proyek, dimana
manusia yang mengelolanya tidak dapat memperhitungkan dengan pasti dampak maupun
besaran yang ditimbulkannya (PMI – USA) [1] . Prosiding Seminar Nasional Pengembangan
Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 70 - Risiko adalah suatu kesempatan dan sesuatu yang terjadi yang akan
mempunyai sebuah dampak pada sasaran (AS/NZS 4360:2004) [1,2] .
- Risiko diukur dengan melihat konsekuensi yang mungkin terjadi, dan besarnya
probabilitas terjadinya risiko, sehingga konsep risiko selalu mencakup dua elemen yaitu
frekuensi/ probabilitas dan konsekuensi (AS/NZS HB 143 : 19) [1,2] .
- Risiko adalah kombinasi probabilitas sebuah kejadian dan konsekuensinya (AIRMICInggris)
[3] .
- Dalam konteks Manajemen Proyek, risiko adalah efek kumulatif dari terjadinya kejadian
yang tidak pasti yang bersifat adversal/merugikan dan mempengaruhi tujuan proyek
(Wideman, R Max) [1] .
- Risiko didefinisikan sebagai efek gabungan dari kemungkinan dialaminya suatu kejadian
(hazard) yang tidak menyenangkan dan besarnya (magnitude) dari kejadian tersebut
(British Standard no. 4778, 1979) [1] .
- Pengurangan risiko (Risk Reduction): tindakan-tindakan yang diambil untuk mempelajari
kemungkinan, konsekuensi negatif atau yang terkait dengan sebuah risiko.
- Penerimaan Risiko (Risk Retention) : penerimaan dari suatu kehilangan/kerugian atau
manfaat dari suatu risiko khusus.
- Pembagian risiko (Risk Sharing): pembagian risiko terhadap pihak lain terhadap suatu
kerugian/kehilangan atau manfaat dari suatu risiko khusus.
- Pengalihan Risiko (Risk Transfer) : Suatu pengalihan risiko terhadap pihak lain untuk
mengantisipasi kehilangan/kerugian.
- Pemangku Kepentingan (Stakeholder): Orang-orang dan organisasi yang dapat
mempengaruhi, dipengaruhi oleh, atau merasa dirinya sendiri untuk dipengaruhi oleh
suatu keputusan, aktivitas atau risiko.

Dalam sistem manajemen risiko, ada 4 metode identifikasi risiko yang dapat dilakukan
yakni metode pertama dengan cara melakukan analisis data historis atau rekaman data
baik data primer maupun data sekunder dari industri . Metode kedua dengan melakukan
pengamatan dan survei secara on the spot. Metode ketiga yakni melakukan pengacuan
(benchmarking) dengan cara mencari informasi ke perusahaan lain yang memiliki
kesamaan dengan dengan obyek yang sedang diamati. Metode keempat adalah bertanya
kepada ahli untuk memperoleh pendapat ahli dengan cara wawancara langsung[4].
Sumber informasi risiko dapat berupa sumber internal dan sumber eksternal antara lain
informasi dari dokumen internal perusahaan (laporan keuangan, strategi dan rencana
jangka panjang, standard dan prosedur operasi, dokumen SDM dan lain-lain), dokumen
eksternal (media massa, hasil publikasi data, dokumen dari pemasok dan lain-lain), pihak
internal perusahaan, dan pihak eksternal perusahaan (konsumen, pemasok, pengamat,
tenaga ahli, pemasok peralatan, pesaing dan lain-lain)

3. PEMBAHASAN
Pada pengkajian risiko untuk konstruksi PLTN, ada berbagai macam risiko potensial yang
timbul. Risiko-risiko yang timbul tersebut antara lain dapat disebabkan karena
keterlambatan pasokan material atau komponen dari industri nasional untuk kebutuhan
kontruksi PLTN. Oleh karena itu, salah satu sistem yang harus dikaji adalah penerapan
sistem manajemen risiko pada industri nasional itu sendiri. Keberhasilan program
pembangunan PLTN tidak terlepas dari keberhasilan kinerja industri nasional dalam proses
manufakturing dan pemasokan komponen/material untuk PLTN. Penilaian kinerja
keberhasilan industri terhadap pengurangan risiko-risiko yang timbul dapat dilihat dari cara
pelaksanaan strategi industri terhadap peningkatan efisiensi, peningkatan kapasitas
produksi, pengembangan hasil produk/material dan restrukturisasi industri dengan tujuan
untuk pencegahan pembengkakan biaya dan pencegahan kegagalan teknis. Segala jenis
risiko potensial harus dikaji untuk mengantisipasi kejadian buruk yang tidak diinginkan.
Pengalaman industri nasional khususnya industri manufakturing dan jasa konstruksi, sangat
penting perannya dalam mendukung kelancaran proses konstruksi PLTN Pertama di
Indonesia. Risiko-risiko yang timbul atau terjadi selama kegiatan operasional pada industri
nasional tersebut sangat berpengaruh dalam proses konstruksi PLTN. Faktor koordinasi dan
komunikasi sangat dibutuhkan antara industri manufakturing yang memasok
komponen/material, dengan industri konstruksi sipil yang membangun PLTN.
Pada makalah ini diberikan beberapa contoh risiko potensial yang dapat terjadi
berdasarkan pengalaman industri nasional

Tabel 1. Beberapa Contoh Risiko Potensial yang Dapat Terjadi pada Beberapa Industri
Nasional

NO. Nama Industri Bidang Usaha identifikasi Risiko


1. PT.Semen Gresik Manufaktur Semen -Risiko Kapasitas produksi
-Risiko Kompetisi bisnis
-Risiko sinergi holding
-Risiko kegagalan cost reduction
-Risiko keterbatasan suplai atau kenaikan
harga energi listrik
-Risiko suplai dan kualitas batubara
-Risiko likuiditas
-Risiko nilai tukar valuta asing
-Risiko lingkungan dan sosial
-Risiko Pengelolaan dan kompetensi SDM
-Risiko distribusi dan transportasi

2. PT.Krakatau Steel Manufaktur Baja -Risiko Strategik


-Risiko operasional
-Risiko Financial
-Risiko Lingkungan
-Risiko Kekurangan bahan baku
-Risiko kekurangan energi
-Risiko kekurangan /kehilangan aset
-Risiko fluktuasi nilai tukar mata uang
-Risiko Pesaing bisnis
-Risiko regulasi international
-Risiko kebijakan pemerintah
-Risiko Ketenagakerjaan

3. PT.Nusantara Turbin Manufaktur Turbin -Risiko suku cadang yang datang telat
-Mesin Bubut Tidak sesuai spesifikasi
-Risiko ketidakjujuran pekerja
-Risiko barang cacat

4. PT.Amarta Karya Konstruksi Sipil -Resiko spesifikasi teknis tidak sesuai


-Risiko bahan baku
-risiko desain tidak jelas
-Risiko harga bahan berfluktuasi

Berdasarkan pengalaman risiko dari beberapa industri nasional tersebut di atas, maka dapat
dibedakan antara sumber risiko yang berasal dari risiko internal dan risiko eksternal. Risiko internal
berasal/terjadi pada industri nasional itu sendiri sedangkan risiko eksternal berasal dari luar
manajemen industri. Risiko internal merupakan risiko dimana pihak industri nasional dapat
melakukan pengendalian dari dalam misalnya jadwal, proses manufaktur, perkiraan biaya, tugas
dan tanggungjawab personel, ketersediaan Sumber Daya Manusia, keselamatan dan kesehatan
kerja, dan lain-lain. Sedangkan risiko eksternal adalah risiko yang terjadi diluar kendali industri dan
dapat mempengaruhi kinerja pihak industri misalnya tindakan kebijakan pemerintah, perubahan
hukum dan peraturan, alasan politik dan keamanan dalam negeri, persyaratan-persyaratan teknis
dan perijinan, perubahan nilai tukar mata uang asing, perubahan harga material, perubahan suku
bunga, ketersediaan bahan baku oleh pemasok, kekurangan energi, ketersediaan infrastruktur,
masalah sosial dan lingkungan, dan lain-lain. Komitmen, komunikasi, koordinasi, dan kerjasama dari
pimpinan puncak industri nasional dengan para pemangku kepentingan diharapkan dapat
meminimalisir atau menghilangkan risiko serta kerugian yang timbul akibat risiko. Dalam upaya
meningkatkan kinerja industri maka perlu dilaksanakan pengelolaan risiko secara terus menerus.
Industri nasional harus mengoptimalkan fungsi dan peran manajemen risiko pada seluruh struktur
organisasi manajemen risiko melalui Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V,
2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ISSN 1979-1208 74
pengelolaan manajemen risiko yang tepat dan komprehensif sehingga dapat meminimalisir potensi
risiko dan kerugian yang mungkin terjadi. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh industri
semacam PT. Semen Gresik, selain komitmen untuk menerapkan manajemen risiko secara
berkesinambungan di seluruh proses bisnis dan pengelolaan manajemen, juga telah dibangun
lingkungan internal industri yang dapat menerapkan “budaya risiko” untuk mendukung kinerja dan
pencapaian tujuan industri yang sesungguhnya. Budaya risiko pada prinsipnya hampir sama dengan
budaya keselamatan yakni sikap prilaku baik individu maupun organisasi untuk melakukan tindakan
pencegahan dan penanganan risiko yang memadai sesuai dengan persyaratan yang terkait dengan
risiko. Budaya risiko harus diterapkan di setiap kegiatan industri. Komitmen para pimpinan puncak
industri terhadap penerapan manajemen risiko sangat diharapkan bagi kemajuan dan
pengembangan industri nasional. Kebijakan manajemen risiko digunakan sebagai dasar
pengambilan keputusan strategis dan juga untuk pengelolaan risiko industri secara menyeluruh.
Peningkatan pengelolaan risiko dapat dilakukan dengan implementasi manajemen risiko dalam
setiap kebijakan strategis dan operasional industri, pedoman manajemen risiko, struktur organisasi,
dan pengembangan manajemen risiko di setiap industri. Keberhasilan kinerja industri nasional tidak
terlepas dari keberhasilan dalam meminimalkan risiko dalam proses manufaktur, pasokan bahan
baku dan tentunya pasokan komponen/material. Pembangunan PLTN sangat membutuhkan
industri yang handal dan berdaya saing tinggi dengan industri asing. Kinerja industri untuk
mengurangi risiko yang timbul dapat dilakukan dengan cara pelaksanaan strategi industri terhadap
peningkatan efisiensi, peningkatan kapasitas produksi, pengembangan hasil produk/material dan
restrukturisasi industri dengan tujuan untuk pengurangan pengeluaran biaya dan pencegahan
kegagalan teknis. Oleh karena hal tersebut, maka salah satu sistem yang harus benar - benar
diperhatikan adalah penerapan sistem manajemen risiko pada industri nasional itu sendiri.
Berdasarkan pengalaman industri yang telah ditunjukkan dalam tabel 1, diharapkan pengalaman
tersebut dapat menjadi pembelajaran dan sebagai bahan masukan untuk mempersiapkan industri
nasional yang berkualitas, berdaya saing tinggi dan berpotensi dalam penyiapan
komponen/material bagi proyek konstruksi PLTN pertama di Indonesia.
Berdasarkan pengalaman sistem manajemen risiko dari beberapa industri nasional seperti PT.
Semen Gresik, PT. Krakatau Steel dan lain-lain maka beberapa hal/upaya yang dilakukan untuk
pengembangan manajemen risiko dan peningkatan pengelolaan risiko pada industri antara lain:
1. Melakukan identifikasi, pemetaan, pengukuran, analisis, pengelolaan, pemantauan dan
pengendalian risiko dalam setiap tahap proses kegiatan industri secara berkelanjutan dan terus
menerus.
2. Melakukan pengurangan risiko, pembagian risiko atau pengalihan risiko pada setiap tahap
kegiatan industri untuk meminimalkan atau menghilangkan risiko yang terjadi.
3. Melakukan komitmen, komunikasi, koordinasi, konsultansi dan kerjasama antar manajemen di
dalam industri itu sendiri secara efektif dan efisien terhadap penerapan sistem manajemen risiko di
setiap kegiatan manajemen.
4. Melakukan penerapan sistem manajemen risiko dalam setiap proses kegiatan industri, baik
dalam setiap kebijakan strategis maupun kegiatan operasional.
5. Melakukan review, penyempurnaan dan penerapan kebijakan manajemen risiko dan prosedur
jaminan mutu secara berkala dan terus menerus.
6. Membuat pedoman/panduan manajemen risiko bagi industri nasional yang belum menerapkan
sistem manajemen risiko serta melakukan penyempurnaan pedoman/panduan manajemen risiko
bagi industri yang telah memilikinya.
7. Membuat dan menyempurnakan struktur organisasi manajemen risiko yang menunjukkan tugas,
wewenang dan tanggungjawab antar unit kerja sistem manajemen risiko yang terkait dengan
pengelolaan risiko industri. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat
Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ISSN 1979-1208 75
8. Melakukan sosialisasi penerapan manajemen risiko pada seluruh personel di setiap tahapan
proses dan kegiatan bisnis industri.
9. Membuat kontrak jangka panjang dengan pihak industri lokal maupun industri asing untuk
pasokan bahan baku sehingga meminimalkan risiko dan menjamin kelangsungan kebutuhan bahan
baku .
10. Mengembangkan dan menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) dan Sistem Manajemen Lingkungan untuk mencegah kerusakan aset, kebakaran dan
kecelakaan personel.
11. Menjalin komunikasi dan koordinasi dengan sesama industri sejenis dengan berperan aktif
dalam kegiatan asosiasi industri nasional.
12. Menerapkan budaya keselamatan bagi setiap personel di lingkungan industri sehingga risiko
kecelakaan dapat diminimalisir ataupun dihilangkan pada setiap tahap kegiatan industri.
13. Melakukan program manajemen perawatan terhadap seluruh aset industri secara berkala
sehingga dapat dijaga secara optimal serta memelihara SDM yang kompeten dengan pemberian
kompensasi yang sesuai dengan keahlian yang dimiliki.
14. Menerapkan budaya risiko dan budaya keselamatan bagi setiap personel sehingga risiko dapat
dihilangkan atau diminimalisir pada setiap tahap kegiatan industri.
15. Melakukan manajemen pengadaan barang atau penyediaan suku cadang secara berkala untuk
mengantisipasi risiko kekurangan barang dan suku cadang.

Dari beberapa contoh risiko potensial yang dapat terjadi pada industri nasional serta beberapa
upaya untuk pengembangan sistem manajemen risiko, maka pengkajian manajemen risiko pada
industri nasional sebaiknya dirinci, dikaji dan diaplikasikan sebagai suatu bagian integral dari
dokumen panduan manajemen risiko khususnya yang terkait dengan program PLTN di Indonesia
sehingga semua sumber risiko industri nasional dapat diidentifikasi dan diantisipasi seawal mungkin
sejak fase pra-konstruksi PLTN. Identifikasi beberapa risiko potensial yang terjadi pada industri
nasional dapat menjadi bahan masukan untuk mempercepat pembenahan dan restrukturisasi
industri nasional yang memiliki daya saing tinggi dan handal untuk menuju globaliasi pasar bebas
dengan persaingan dunia usaha yang lebih maju sehingga hasil produk/komponen diakui dunia
dengan kelas dan standar kualitas yg memenuhi syarat sehingga mampu bersaing dengan produk
luar negeri. Selain itu risiko potensial yang terjadi pada industri nasional dapat dijadikan
pembelajaran dan masukan bagi para pemangku kepentingan sehingga penyiapan industri untuk
dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan PLTN di Indonesia sudah sejak awal direncanakan
dengan baik sehingga pada saat pembangunan PLTN, tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dapat
meningkat dan hasil produk industri sesuai dengan mutu yang dipersyaratkan oleh spesifikasi, kode
dan standar PLTN. Untuk peningkatan kinerja dan kemajuan industri, maka seluruh risiko dapat
dihilangkan atau diminimalkan dengan cara pengurangan risiko (Risk Reduction), penerimaan risiko
(Risk Retention), pembagian risiko (Risk Sharing) dan Pengalihan risiko (Risk Transfer). Pengurangan
risiko dapat dilakukan dengan menghindari penyebab timbulnya risiko dan meminimalisasi dampak
dari risiko seandainya terjadi. Penerimaan Risiko dilakukan karena industri dengan sadar atau
sengaja memang ingin menanggung/mempertahankan risiko dan mengelolanya sendiri. Pembagian
risiko yakni dengan cara memindahkan risiko dari perusahaan ke pihak lain yang bersedia. Biasanya
dilakukan ke anak perusahaan. Pengalihan risiko dapat dilakukan dengan cara penjaminan asuransi
bagi asset riil seperti pegawai/personel, peralatan, dan kantor. Pengurangan risiko maupun
penghilangan risiko dapat meningkatkan kinerja industri sehingga dapat berkembang lebih maju.
Penyiapan industri nasional untuk menghadapi program pembangunan PLTN di Indonesia harus
direncanakan dengan baik agar pihak industri memiliki standardisasi, kapasitas dan kemampuan
yang setara dengan kemampuan industri asing serta memiliki kinerja yang baik dan profesional agar
dapat berpartisipasi dalam pembangunan PLTN. Untuk mendorong kemampuan Prosiding Seminar
Nasional Pengembangan Energi Nuklir V, 2012 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga
Nuklir Nasional ISSN 1979-1208 76 industri nasional agar mampu berpartisipasi dalam
pembangunan PLTN di Indonesia tersebut diperlukan dukungan pemerintah dalam memberikan
bantuan dan kemudahan dalam hal pemberian insentif, kemudahan pendanaan, penyiapan
infrastruktur, standardisasi industri dan penyiapan klaster industri khusus untuk pembangunan
PLTN sehingga pengembangan industri nasional dengan kualitas produk yang sesuai dengan
spesifikasi, kode dan standar PLTN dapat terwujud dengan baik nantinya.
KESIMPULAN
a. Risiko potensial yang terjadi pada industri nasional antara lain risiko kapasitas produksi, risiko
jadwal, risiko perubahan nilai tukar mata uang asing, risiko Sumber Daya Manusia, risiko perubahan
harga material, risiko kualifikasi SDM, risiko perubahan suku bunga bank, risiko kredit, risiko finansial,
risiko lingkungan, risiko kesehatan dan keselamatan kerja, risiko strategik/kebijakan pemerintah dan
lain-lain.

b. Identifikasi risiko industri nasional dapat menjadi masukan untuk mempercepat pembenahan dan
restrukturisasi industri nasional yang berdaya saing tinggi dan handal untuk menuju globaliasi pasar
bebas dengan persaingan dunia usaha yang lebih maju sehingga hasil produk/komponen diakui dunia
dengan kelas dan standar mutu yg memenuhi syarat sehingga mampu bersaing dengan produk luar
negeri.

c. Penyiapan industri untuk dapat ikut berpartisipasi dalam pembangunan PLTN di Indonesia harus
direncanakan dengan baik sehingga pada saat pembangunan PLTN, tingkat komponen dalam negeri
(TKDN) dapat meningkat dan hasil produk industri sesuai dengan mutu yang dipersyaratkan sesuai
spesifikasi, kode dan standar PLTN.

d. Pengelolaan risiko industri nasional harus diterapkan secara terus menerus agar implementasi
manajemen risiko industri dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA

[1]. PITO SUMARNO, “Risiko Bisnis Kontraktor Pelaksana Konstruksi”, mata kuliah topik khusus
dalam kontraktor, Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara.
[2]. AS/NZS, “Australian/New Zealand Standard Risk Management”, AS/NZS 4360:2004.
[3]. IRM, “A Risk Management Standard”, AIRMIC, 2002.
[4]. BRAMANTYO DJOHANPUTRO, PH.D, “Manajemen Risiko Korporat”, penerbit PPM, 2008.
[5]. PT. SEMEN GRESIK, “Menuju Era Baru (Towards a New Era)”, Laporan Tahunan, 2008.
[6]. BAGIAN HUMAS PT. SEMEN GRESIK, “Profil Perusahaan PT. Semen Gresik”, 2009.
[7]. DHARU DEWI dkk, “Studi Manajemen Risiko untuk Proyek Konstruksi Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir Pertama di Indonesia” Laporan Teknis Sub Kegiatan, Bidang Manajemen Persiapan
PLTN, PPEN – BATAN, 2009.
[8]. PT. KRAKATAU STEEL, “Risk Management”, http://www.krakatausteel.com/ diunduh tanggal 20
Mei 2012.
[9]. PT. GUNAWAN DIANJAYA STEEL TBK, “Laporan keuangan untuk periode yang berakhir 31 Maret
2012 dan 2012(UN Audited) dan 31 Desember 2011 (Audited)1 Januari 2011/31 Desember
2010”,http://202.155.2.90/corporate_actions/new_info_jsx/jenis_informasi/01_laporan_keuangan
/02_Soft_Copy_Laporan_Keuangan/ diunduh tanggal 20 Mei 2012.
[10]. PT. JAYA PARI STEEL TBK, “Laporan Keuangan 30 Juni 2011 (tidak diaudit) dan 31 Desember
2010 (Audit) serta untuk periode enam bulan yang berakhir pada tanggal 30 Juni 2011 dan 30 Juni
2010 (Tidak Diaudit)”, http://202.155.2.90/ corporate_actions/ new_info_jsx/jenis_informasi/
01_laporan_keuangan/02_Soft_Copy_Laporan_Keuangan/Laporan%20Keuangan%20Tahun%20
2011/TW2/JPRS/My%20Disc/JPRS%20-%20Lap%20Keu%202011

Anda mungkin juga menyukai