Anda di halaman 1dari 14

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan di masa

mendatang adalah pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta

didik. Karena untuk menghadapi perkembangan teknologi yang semakin

pesat dituntut sumber daya manusia yang handal, yang memiliki kemampuan

dan keterampilan serta kreatifitas yang tinggi. Namun di sisi lain, pelajaran

matematika bagi kebanyakan orang, hingga saat ini masih menjadi momok

yang menakutkan dan dianggap sulit. Tak terkecuali bagi para peserta didik

yang duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sikap mereka

yang terkadang acuh tak acuh terhadap pelajaran Matematika, menjadikan

pelajaran ini seakan semakin dijauhi oleh siswa. Pelajaran Matematika hanya

akan dipelajari jika itu bisa membuatnya lulus dari ujian akhir sekolah.

Padahal, Matematika itu merupakan kunci dari semua mata

pelajaran. Ia memiliki sesuatu yang bisa melayani berbagai macam ilmu. Jika

seseorang bisa mempelajari Matematika dengan baik, maka ia juga akan

sukses dalam pelajaran lainnya. Untuk itu, guru-guru Matematika dan orang

tua memiliki peran penting dalam merubah persepsi anak didiknya terhadap

pelajaran Matematika ini. Selama ini fakta di lapangan menunjukkan proses

pembelajaran yang terjadi masih berpusat pada guru, suasana kelas cenderung

teacher-centered sehingga siswa menjadi pasif. Siswa lebih sering hanya


2

diberikan rumus-rumus yang siap pakai tanpa memahami makna dari rumus-

rumus tersebut (Trianto, 2010:6). Siswa sudah terbiasa menjawab pertanyaan

dengan prosedur rutin, sehingga ketika diberikan masalah yang sedikit

berbeda maka siswa akan kebingungan. Pembelajaran matematika selama ini

kurang memberikan kesempatan pada siswa untuk memahami matematika

yang sedang mereka pelajari. Fokus utama dari pembelajaran matematika

selama ini adalah mendapatkan jawaban. Para siswa menyandarkan

sepenuhnya pada guru untuk menentukan apakah jawabannya benar.

Sehingga setiap pelajaran matematika yang disampaikan di kelas lebih

banyak bersifat hafalan. Memang dimungkinkan siswa memperoleh nilai

yang tinggi, tetapi mereka bukanlah pemikir yang baik di kelas dan akan

kesulitan dalam menyelesaikan masalah-masalah matematika terutama untuk

soal-soal pemecahan masalah (problem solving).

Hal ini sejalan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sumarmo

(1987) mengatakan bahwa ”Baik secara keseluruhan maupun dikelompokkan

menurut tahap kognitif siswa, skor kemampuan pemahaman dan penalaran

matematis sangat rendah. Dikarenakan kurangnya pemahaman konsep-konsep

matematika. Siswa akan kesulitan memahami dan menyelesaikan soal-soal

yang merupakan alat untuk melihat prestasi belajar siswa”.

Fakta di lapangan, rata-rata nilai pelajaran matematika yang

diperoleh peserta didik masih terbilang rendah. Berikut disajikan nilai rata-

rata matematika yang diperoleh peserta didik pada Ujian Nasional.


3

Tabel 1.1

Rata-rata Nilai Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika SMK Negeri

10 Bandung Tahun Pelajaran 2012 – 2018 (skor 0 – 100)

Rata-rata Nilai
Tahun
Ujian Nasional
Pelajaran
Matematika
2012 – 2013 44
2013 – 2014 38
2014 – 2015 56
2015 – 2016 33
2017 – 2018 35

Catatan : KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) = 76


Sumber : Kurikulum SMK Negeri 10 Bandung

Dari perolehan nilai yang masih rendah, maka timbul persepsi

peserta didik tentang pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu

mata pelajaran yang dianggap sulit, membosankan, bahkan menyeramkan.

Persepsi ini muncul akibat pengalaman siswa dalam belajar matematika.

Pembelajaran matematika sering dilakukan dengan cara guru menjelaskan

materi. Setelah itu, siswa dihadapkan pada sejumlah permasalahan yang

terdapat dalam buku pegangan siswa atau lembar kerja siswa. Kadang-kadang

guru menuliskan pertanyaan di papan tulis. Siswa menjawab pertanyaan

dengan menggunakan rumus atau prosedur yang telah dijelaskan guru

Pendapat (Van de Walle, 2007:3) yang menyatakan bahwa “para

siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun

pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya”. Ranty


4

(http://matematika.upi.edu/index.php/) menambahkan bahwa “Salah satu

kecenderungan yang menyebabkan sejumlah siswa gagal menguasai dengan

baik pokok-pokok bahasan dalam matematika adalah karena siswa tidak

memiliki pemahaman akan persoalan matematika yang diberikan”.

Van de Walle (2007:14) menambahkan hal yang paling mendasar

dalam matematika adalah matematika dapat dipahami dan masuk akal artinya:

1. Setiap hari siswa harus mendapatkan pengalaman bahwa matematika

masuk akal.

2. Para siswa siswa harus percaya bahwa mereka mampu memahami

matematika.

3. Para guru harus menghentikan cara mengajar dengan memberitahu

segalanya kepada siswa dan harus mulai memberi kesempatan kepada

siswa untuk memahami matematika yang sedang mereka pelajari.

4. Akhirnya para guru harus percaya terhadap kemampuan siswa.

Sehubungan dengan hal itu maka proses pembelajaran matematika

di kelas sudah seharusnya dilakukan perubahan. Konsep matematika harus

dibangun dengan pemahaman siswa itu sendiri. Hal yang harus dilakukan

guru adalah bagaimana mendorong siswa untuk berfikir, bertanya,

memecahkan masalah, mengemukakan ide, mendiskusikan ide bahkan

menemukan sesuatu yang baru. Sebagaimana dikemukakan Van de Walle

(2007:6) yang mengatakan bahwa “guru harus mengubah pendekatan

pengajarannya dari pengajaran berpusat pada guru menjadi pengajaran

berpusat pada siswa”. Artinya guru perlu mengubah kelas dari sekedar
5

kumpulan siswa menjadi komunitas matematika, menjadikan logika dan bukti

matematika sebagai pembenaran dan menjauhkan otoritas guru untuk

menuntaskan kebenaran. Mementingkan pemahaman daripada hanya

mengingat prosedur, mementingkan membuat dugaan, penemuan dan

pemecahan soal dan menjauhkan dari tekanan pada penemuan jawaban secara

mekanis. Mengaitkan matematika, ide-ide dan aplikasinya dan tidak

memperlakukan matematika sebagai kumpulan konsep dan prosedur yang

terasingkan.

Lebih lanjut Schonfeld (dalam Sumarmo, 2002:631) menambahkan

bahwa “Matematika merupakan proses yang aktif, dinamik, generatif dan

eksploratif, berarti bahwa proses matematika dalam penarikan kesimpulan

merupakan kegiatan yang membutuhkan pemikiran dan pemahaman tingkat

tinggi”. Artinya proses pembelajaran yang melibatkan siswa secara aktif,

dinamik dan eksploratiflah yang sesuai dengan pembelajaran matematika

sehingga meningkatkan pemahaman matematika siswa.

Salah satu cara yang dapat dilakukan guru sebagai tenaga pengajar

adalah melalui pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan saintifik

sebagaimana merupakan karakteristik dari kurikulum 2013, yang mampu

melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Pembelajaran matematika yang kurang melibatkan siswa secara aktif akan

menyebabkan siswa tidak dapat menggunakan kemampuan matematiknya

secara optimal dalam menyelesaikan masalah matematika dan tidak akan

memunculkan kreatifitas anak. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik


6

adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta

didik secara aktif mengonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-

tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,

mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik

kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang

“ditemukan”.

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman

kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi

menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana

saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh

karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk

mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui

observasi, dan bukan hanya diberi tahu. Penerapan pendekatan saintifik dalam

pembelajaran melibatkan keterampilan proses seperti mengamati,

mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.

Dalam melaksanakan proses-proses tersebut, bantuan guru diperlukan. Akan

tetapi bantuan guru tersebut harus semakin berkurang dengan semakin

bertambah dewasanya siswa atau semakin tingginya kelas siswa. Metode

saintifik sangat relevan dengan tiga teori belajar yaitu teori Bruner, teori

Piaget, dan teori Vygotsky.

Teori belajar Bruner disebut juga teori belajar penemuan. Ada

empat hal pokok berkaitan dengan teori belajar Bruner (dalam Carin & Sund,
7

1975). Pertama, individu hanya belajar dan mengembangkan pikirannya

apabila ia menggunakan pikirannya. Kedua, dengan melakukan proses-proses

kognitif dalam proses penemuan, siswa akan memperoleh sensasi dan

kepuasan intelektual yang merupakan suatau penghargaan intrinsik. Ketiga,

satu-satunya cara agar seseorang dapat mempelajari teknik-teknik dalam

melakukan penemuan adalah ia memiliki kesempatan untuk melakukan

penemuan. Keempat, dengan melakukan penemuan maka akan memperkuat

retensi ingatan. Empat hal di atas adalah bersesuaian dengan proses kognitif

yang diperlukan dalam pembelajaran menggunakan metode saintifik.

Teori Piaget, menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan

pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah

suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara

intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya (Baldwin,

1967). Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan

berkembang menjadi skemata orang dewasa. Proses yang menyebabkan

terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya

adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang

mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum,

prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam

pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat

cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang

telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam
8

pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara

asimilasi dan akomodasi.

Vygotsky, dalam teorinya menyatakan bahwa pembelajaran terjadi

apabila peserta didik bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum

dipelajari namun tugas-tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuan

atau tugas itu berada dalam zone of proximal development daerah terletak

antara tingkat perkembangan anak saat ini yang didefinisikan sebagai

kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau

teman sebaya yang lebih mampu. (Nur dan Wikandari, 2000:4).

Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki karakteristik

sebagai berikut:

1. Berpusat pada siswa.

2. Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengonstruksi konsep,

hukum atau prinsip.

3. Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi

siswa.

4. Dapat mengembangkan karakter siswa.

Melalui kurikulum 2013, menyimpan harapan besar dengan adanya

pendekatan saintifik (scientific approach) dalam proses pembelajaran.

Pendekatan dengan menggunakan cara ilmiah dalam menghadapi suatu

masalah. Dengan pendekatan saintifik diharapkan mampu mempersiapkan

generasi yang berpikir kritis dan berketerampilan. Pendekatan Saintifik diatur


9

dalam Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan

Dasar dan Menengah. Pembelajaran saintifik merupakan pembelajaran yang

mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui

metode ilmiah. Dalam proses pembelajaran menyentuh tiga ranah yaitu sikap,

pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran dengan pendekatan saintifik,

ranah sikap mencangkup transformasi substansi atau materi ajar agar siswa

“tahu mengapa”. Ranah keterampilan mencangkup substansi atau materi ajar

agar siswa “tahu bagaimana”. Sedangkan ranah pengetahuan mencakup

transformasi substansi atau materi ajar agar siswa “tahu apa”.

Tahapan-tahapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

saintifik meliputi: mengamati, menanya, menalar, mencoba/mengeksplorasi,

membentuk jejaring pembelajaran atau pembelajaran kolaboratif. Adapun

dengan reward dalam pendekatan saintifik ini, dimaksudkan untuk lebih

memotivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran matematika, dimana peran

serta dan keterlibatan siswa dalam proses KBM mendapat penghargaan/

reward berupa point. Sehingga diharapkan siswa dapat mengikuti kegiatan

pembelajaran matematika sampai tuntas.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian yang mengkaji tentang “Pendekatan saintifik dengan

reward dalam meningkatkan pemahaman matematika dan persepsi siswa

dalam pembelajaran matematika kelas X SMK Negeri 10 Bandung”, dengan

harapan bahwa pendekatan saintifik dengan reward ini mampu


10

meningkatkan pemahaman matematika dan persepsi siswa terhadap

pembelajaran matematika tidak lagi menakutkan dan dianggap sulit.

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana yang tersirat dalam judul dan berdasarkan latar belakang

masalah yang telah dikemukakan sebelumnya. Sehingga yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematika siswa yang

mendapat pembelajaran pendekatan saintifik dengan reward lebih baik

dari siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan saintifik tanpa reward

dan pembelajaran langsung?

2. Bagaimana persepsi siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan

saintifik dengan reward, siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan

saintifik tanpa reward dan siswa yang mendapat pembelajaran langsung?

3. Apakah ada korelasi positif antara peningkatan kemampuan pemahaman

matematika siswa dengan perubahan persepsi siswa terhadap pembelajaran

matematika dari siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan saintifik

dengan reward, siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan saintifik

tanpa reward dan siswa yang mendapat pembelajaran langsung?

4. Bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran yang mendapat

pembelajaran pendekatan saintifik dengan reward, siswa yang mendapat

pembelajaran pendekatan saintifik tanpa reward dan siswa yang mendapat

pembelajaran langsung?
11

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan yang diajukan dalam penelitian ini, maka yang menjadi

tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemahaman matematika

siswa yang mendapat pembelajaran pendekatan saintifik dengan reward

lebih baik dari siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan

saintifik tanpa reward dan pembelajaran langsung.

2. Mengetahui bagaimana persepsi siswa yang mendapat pembelajaran

pendekatan saintifik dengan reward, siswa yang mendapat pembelajaran

pendekatan saintifik tanpa reward dan siswa yang mendapat pembelajaran

langsung.

3. Mengetahui apakah ada korelasi positif antara peningkatan kemampuan

pemahaman matematika siswa dengan perubahan persepsi siswa terhadap

pembelajaran matematika dari siswa yang mendapat pembelajaran

pendekatan saintifik dengan reward, siswa yang mendapat pembelajaran

pendekatan saintifik tanpa reward dan siswa yang mendapat pembelajaran

langsung.

4. Mengetahui bagaimana aktivitas siswa selama pembelajaran yang

mendapat pembelajaran pendekatan saintifik dengan reward, siswa yang

mendapat pembelajaran pendekatan saintifik tanpa reward dan siswa yang

mendapat pembelajaran langsung.


12

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi para guru untuk menerapkan pendekatan

saintifik dengan reward yang memperhatikan peningkatan kemampuan

pemahaman dan perubahan persepsi siswa dalam bidang matematika.

2. Sebagai alternatif pembelajaran yang diharapkan dapat membuat siswa

lebih aktif dalam penemuan sendiri akan konsep-konsep matematika dan

mengoptimalkan pemahaman dan meningkatkan kesukaan terhadap

matematika, tidak lagi dipandang menakutkan dan sulit.

3. Sebagai bahan informasi dalam mendesain bahan ajar matematika yang

berorientasi pada aktifitas siswa.

4. Bahan informasi lanjutan bagi peneliti lainnya yang dapat digunakan

sebagai bahan untuk pengembangan dalam inovasi proses belajar dan

usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.

E. Definisi Operasional

1. Pendekatan saintifik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu

pendekatan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis

dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah, yaitu

mengamati, menanya, menalar, mencoba/mengeksplorasi, membentuk

jejaring pembelajaran atau pembelajaran kolaboratif dengan

menyentuh tiga ranah yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan.


13

2. Pemberian reward adalah alat pendidikan represif yang bersifat

menyenangkan dan membangkitkan atau mendorong anak untuk berbuat

sesuatu yang lebih baik terutama bagi anak yang malas. Pemberian

reward berupa hadiah nilai tambahan (angka) yang berkisar dari 0 – 10.

Tabel 1.2

Kriteria reward berupa angka yang dikelola oleh peneliti

Angk Diperuntukkan
Keterangan
a
Jawaban siswa benar (lisan/tulisan) dan Latihan soal-soal dalam

10 menjawab/ mengumpulkan pada gelombang pembelajaran dan test.

pertama.
Jawaban siswa benar dan mengumpulkan Latihan soal-soal dalam
9
pada gelombang kedua. pembelajaran.
Latihan soal-soal dalam

Jawaban siswa benar dan mengumpulkan pembelajaran dan tugas/ PR


8
pada gelombang ketiga. dengan jawaban benar yang

dikumpulkan tepat waktu


Latihan soal-soal di kelas dan

Jawaban siswa benar dan mengumpulkan tugas/ PR dengan jawaban benar


7
menyusul (pada hari lain) yang dikumpulkan tidak tepat

waktu/ tugas susulan.


Latihan soal-soal dalam
6 Jawaban siswa kurang tepat/ salah
pembelajaran, tugas/ PR, atau test.
Latihan soal-soal dalam
0 Tidak ada jawaban
pembelajaran, tugas/ PR, atau test.

3. Pembelajaran Langsung adalah pendekatan pembelajaran matematika

yang yang berpusat pada guru dan siswa menerima informasi secara pasif,
14

materi pelajaran disajikan secara rapi, sistematis dan lengkap. Perilaku

atau keterampilan matematika siswa dikembangkan atas dasar latihan

soal.

4. Pemahaman matematika adalah kemampuan untuk memahami konsep

matematika, mengaplikasikan konsep, melakukan algoritma (prosedur)

secara fleksibel, akurat dan efisien dan tepat dalam pemecahan masalah,

dan menjelaskan keterkaitan antar konsep.

5. Persepsi adalah tanggapan gambaran atau kesan tentang suatu obyek yang

diperoleh oleh individu melalui panca indera, kemudian diorganisasi,

diinterpretasi, dan dievaluasi, sehingga memperolah makna (arti) tentang

suatu obyek, sedang yang menjadi obyek persepsi dalam penelitian ini

adalah mata pelajaran matematika kelas X SMK.

Anda mungkin juga menyukai