Hakekat Iman
Hakekat Iman
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan
jiwa. Tanda-tanda adanya iman adalah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman
itu.
Ketika ada orang yang berusaha memegang teguh nilai-nilai agama, terlontarlah
ucapan orang lain kepadanya: "Tidak usah sok suci kamu. Iman itu yang penting di
dalam hati." Ilustrasi ini sangat mungkin pernah kita alami. Benarkah demikian?
Cukupkah untuk dikatakan sebagai orang yang beriman hanya dengan keyakinan yang
ada di dalam hati?
Pembahasan seputar iman adalah sangat penting, sebab iman menjadi satu istilah
yang syar'i dan agung di dalam syariat. Secara bahasa iman berarti pembenaran
(tashdiq) yang pasti dan tidak terkandung keraguan di dalamnya. Pembenaran yang
dimaksud dari iman ini meliputi dua perkara, yaitu membenarkan segala berita,
perintah, dan larangan, serta melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan- larangan-Nya.
Adapun secara istilah, Ahlus Sunnah wal Jamaah berpemahaman bahwa iman adalah
ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan anggota badan.
Sebagian mereka ada pula yang mendefinisikan iman dengan 'ucapan dan amalan'
atau 'ucapan, amalan, dan niat' namun semua pengertian tentang iman ini tidaklah
saling bertentangan.
Ibnu Taimiyyah t berkata: "Mereka (para salaf dan imam- imam As-Sunnah)
terkadang mengatakan bahwa iman adalah 'ucapan dan amalan' atau iman adalah
'ucapan, amalan, dan niat', terkadang juga mengatakan bahwa iman adalah 'ucapan,
amalan, niat, dan mengikuti As- Sunnah', tapi adakalanya mengatakan bahwa iman itu
'ucapan dengan lisan, keyakinan dengan hati, dan amalan dengan anggota badan', dan
semua makna iman di atas adalah benar adanya."
Sementara yang menyatakan iman sebagai 'ucapan, amalan, dan niat', dikarenakan
suatu amalan tidaklah dapat dikatakan sebagai amalan kecuali dengan adanya niat.
Karena itu ditambahlah kata niat padanya. Kemudian yang menambahkan kata
'mengikuti As-Sunnah' ke dalam makna iman, karena hal tersebut tidaklah dicintai
oleh Allah l kecuali dengan mengikuti As-Sunnah." (Kitabul Iman hal. 162-163)
Iman jika disebutkan secara mutlak dalam kalam Allah l dan Rasul-Nya, maka akan
mencakup penunaian atas hal-hal yang diwajibkan dan meninggalkan perkara-perkara
yang haram. Allah l berfirman:
َّب إِلَ ْي ُك ُم ْا ِإل ْي َمانَ َو َزيَّنَهُ فِي قُلُوبِ ُك ْم
َ ير ِمنَ ْاألَ ْم ِر لَ َعنِتُّ ْم َولَ ِك َّن هللاَ َحب
ٍ َِوا ْعلَ ُموا أَ َّن فِي ُك ْم َرسُو َل هللاِ لَوْ يُ ِطي ُع ُك ْم فِي َكث
ََّاش ُدون
ِ ك هُ ُم الر َ ُ
َ ِق َوال ِعصْ يَانَ أولئ ْ ُ ْ ْ ُ ْ ُ َ
َ َو َك َّرهَ إِل ْيك ُم الكف َر َوالفسُو
"Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalangan kamu ada Rasulullah. Kalau ia menuruti
(kemauan) kamu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu akan mendapat
kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kapada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang
lurus." (Al- Hujurat: 7)
Allah l berfirman:
َ ِإِنَّ َما َكانَ قَوْ َل ْال ُم ْؤ ِمنِينَ إِ َذا ُدعُوا إِلَى هللاِ َو َرسُولِ ِه لِيَحْ ُك َم بَ ْينَهُ ْم أَ ْن يَقُولُوا َس ِم ْعنَا َوأَطَ ْعنَا َوأُولَئ
َك هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون
"Sesungguhnya jawaban orang- orang mukmin bila mereka dipanggil kepada Allah
dan Rasul- Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan
'kami mendengar dan kami patuh'. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung."
(An-Nur: 51)
Dari sini nampak jelas adanya keterkaitan yang kuat antara iman dengan amal. Karena
itu di dalam Al-Qur`an, Allah l banyak menguraikan persoalan ini. Di antaranya Allah
l berfirman:
َإِنَّ َما ي ُْؤ ِمنُ بِآيَاتِنَا الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِّكرُوا بِهَا خَرُّ وا ُس َّجدًا َو َسبَّحُوا بِ َح ْم ِد َربِّ ِه ْم َوهُ ْم الَ يَ ْستَ ْكبِرُون
َ إِنَّ َما يَ ْستَأْ ِذنُكَ الَّ ِذينَ ال. َالَ يَ ْستَأْ ِذنُكَ الَّ ِذينَ ي ُْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْاآل ِخ ِر أَ ْن يُ َجا ِهدُوا بِأ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَ ْنفُ ِس ِه ْم َوهللاُ َعلِي ٌم بِ ْال ُمتَّقِين
َت قُلُوبُهُ ْم فَهُ ْم فِي َر ْيبِ ِه ْم يَت ََر َّد ُدون ْ َي ُْؤ ِمنُونَ بِاهللِ َو ْاليَوْ ِم ْاآل ِخ ِر َوارْ تَاب
"Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta
izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin
kepadamu hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian,
dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya."
(At-Taubah: 44-45). Dan ayat-ayat lainnya.
Ahlus Sunnah wal Jamaah meyakini bahwa iman yang diserukan Allah l kepada
hamba- Nya adalah Islam yang Allah l jadikan sebagai dien-Nya. Ini menunjukkan
adanya keterkaitan pula antara iman dengan Islam.
Al-Imam Az-Zuhri t dan yang lainnya dari kalangan Ahlus Sunnah mengatakan:
"Amal masuk dalam kategori iman, sedangkan Islam adalah bagian dari iman."
(Majmu'ul Fatawa, 7 /254)
Iman, Islam, dan amal shalih seringkali penyebutannya dibarengkan dalam Kitabullah
dan Sunnah Rasulullah n. Terkadang iman juga disatukan penyebutannya dengan
orang- orang yang berilmu. Hal ini mengisyaratkan bahwa orang- orang yang berilmu
masuk dalam jajaran orang-orang yang beriman. Allah l berfirman:
"Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang
mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan
perempuan yang benar, laki- laki dan perempuan yang sabar , laki-laki dan
perempuan yang khusyu', laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan
perempuan yang berpuasa, laki- laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki- laki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah, Allah
telah menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar." (Al-Ahzab: 35)
Allah l berfirman:
"Lalu Kami keluarkan orang- orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth
itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang
yang berserah diri (muslimin)." (Adz- Dzariyat: 35- 36)
Nabi n bersabda: "Islam adalah engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak
diibadahi kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, dan haji ke Baitullah jika engkau telah
memiliki kemampuan untuk itu."
Beliau bersabda lagi: "Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta beriman kepada qadar
(taqdir) yang baik dan buruknya." (HR. Muslim, Abu Dawud, dan lainnya dari
shahabat Abu Hurairah z)
"Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada
orang-orang yang kafir): 'Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut
ketetapan Allah, sampai hari berbangkit, maka inilah hari berbangkit itu akan tetapi
kamu selalu tidak meyakininya'." (Ar- Rum: 56)
ٍ يَرْ فَ ِع هللاُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا ِم ْن ُك ْم َوالَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِع ْل َم َد َر َجا
ت
"Allah akan meninggikan orang- orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." (Al-Mujadilah: 11)
"Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: 'Kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami...'." (Ali 'Imran: 7)
َلَ ِك ِن الرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم ِم ْنهُ ْم َو ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ي ُْؤ ِمنُونَ بِ َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْيكَ َو َما أُ ْن ِز َل ِم ْن قَ ْبلِك
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: "Ketika kata iman dan Islam menyatu
penyebutannya maka Islam adalah amalan- amalan yang dzahir seperti dua kalimat
syahadat, shalat, zakat, dan shaum serta haji dan yang lainnya. Sedangkan iman
adalah apa yang ada dalam hati seperti beriman kepada Allah l, malaikat- malaikat-
Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari akhir serta yang lainnya." (Majmu'ul
Fatawa, 7 /14)
Adakalanya kata iman disebutkan tersendiri tanpa dibarengi kata Islam, amal shalih,
maupun kata- kata lainnya. Dalam keadaan ini maka secara otomatis telah masuk ke
dalamnya Islam dan amal shalih. Nabi n bersabda: "Iman itu ada 63 atau 73 cabang.
Yang paling afdhal adalah ucapan Laa ilaha illallah dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah cabang dari iman." (HR.
Muslim, dan juga Al-Bukhari serta yang lainnya dari Abu Hurairah z)
Seluruh hadits yang menyebutkan amalan-amalan yang baik sebagai bagian dari iman
menunjukkan akan hal ini.
Islam adalah dien. Dan kata "dien" merupakan bentuk mashdar1 (kata kerja yang
dibendakan) dari asal kata ُ يَ ِد يْن- َ دَانyang bermakna tunduk dan merendah.
Dien Islam yang Allah l ridhai dan utus dengannya para Rasul adalah penyerahan diri
hanya kepada-Nya saja. Maka landasannya di dalam hati ialah ketundukan kepada
Allah l dengan beribadah hanya kepada- Nya saja, tanpa kepada yang lain.
Barangsiapa menyembah-Nya dan menyembah ilah yang lain, tidaklah menjadi
seorang muslim. Dan barangsiapa enggan menyembah-Nya bahkan menyombongkan
diri dari beribadah kepada-Nya, maka tidaklah menjadi seorang muslim. Intinya,
Islam adalah berserah diri kepada Allah l, tunduk kepada-Nya dan beribadah hanya
kepada-Nya. Kemudian, pada prinsipnya, Islam adalah bagian dari bab amalan yakni
amalan hati dan anggota badan.
Oleh sebab itu Nabi n menafsirkan kata 'iman' dengan keimanan hati dan
ketundukannya, yakni beriman kepada Allah k, malaikat-malaikat- Nya, kitab-kitab-
Nya, dan rasul- rasul-Nya. Sedangkan kata 'Islam' Nabi n tafsirkan dengan
penyerahan/penerimaan (istislam) yang khusus yakni terhadap bangunan-
bangunannya (mabani) yang lima. Demikianlah dalam seluruh pernyataan beliau n
ketika menafsirkan iman dengan itu dan Islam dengan ini. (Ibnu Taimiyyah t, seperti
dalam Majmu' Fatawa, 7 /178)
"Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang- orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)."
(Al-Fath: 4)
َ ار إِالَّ َمالَئِ َكةً َو َما َج َع ْلنَا ِع َّدتَهُ ْم إِالَّ فِ ْتنَةً لِلَّ ِذينَ َكفَرُوا لِيَ ْستَ ْيقِنَ الَّ ِذينَ أُوتُوا ْال ِكت
ََاب َويَ ْزدَا َد الَّ ِذين َ َو َما َج َع ْلنَا أَصْ َح
ِ َّاب الن
آ َمنُوا إِي َمانًا...
"Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat dan orang kafir,
supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang
beriman bertambah imannya...." (Al-Muddatstsir: 31)
َفَأ َ َّما الَّ ِذينَ آ َمنُوا فَزَا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َوهُ ْم يَ ْستَب ِْشرُون
"Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya, sedang
mereka merasa gembira." (At- Taubah: 124)
َت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ زَ ا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون ْ َإِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هللاُ َو ِجل
ْ َت قُلُوبُهُ ْم َوإِ َذا تُلِي
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-
Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kapada Rabb- nyalah mereka
bertawakal." (Al- Anfal: 2)
ق هللاُ َو َرسُولُهُ َو َما زَا َدهُ ْم إِالَّ إِي َمانًا َوتَ ْسلِي ًما َ َولَ َّما َرأَى ْال ُم ْؤ ِمنُونَ ْاألَحْ َز
َ اب قَالُوا هَ َذا َما َو َع َدنَا هللاُ َو َرسُولُهُ َو
َ ص َد
"Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan- golongan yang bersekutu itu,
mereka berkata: 'Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita. Dan
benarlah Allah dan Rasul-Nya.' Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada
mereka kecuali iman dan ketundukan." (Al-Ahzab: 22)
Dari 'Umair bin Habib, berkata: "Iman itu bertambah dan berkurang." Ia ditanya:
"Apa tanda bertambah dan berkurangnya?" Beliau menjawab: "Jika kita ingat Allah,
lalu memuji dan menyucikan-Nya, maka itulah bertambahnya. Dan bila kita lalai,
melupakan dan tidak menghiraukan-Nya, maka itulah tanda berkurangnya." (Atsar ini
diriwayatkan oleh Al- Imam Abu 'Utsman Ash-Shabuni t dalam 'Aqidatus Salaf
Ashabil Hadits hal. 266)
http://www.amalsoleh.com/2017/12/hubungan-iman-ilmu-amal-dalam-islam.html
http://www.islamiyyah.mywibes.com/Hakekat%20iman
https://koswara.wordpress.com/2007/03/19/karakteristik-orang-orang-yang-beriman/
https://suaramuslim.net/10-karakteristik-orang-beriman-edisi-1/
https://suaramuslim.net/10-karakteristik-orang-beriman-edisi-2/
https://suaramuslim.net/10-karakteristik-orang-beriman-edisi-3-habis/
2. Orang yang beriman tidak akan izin untuk tidak ikut berjihad.
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin
kepadamu untuk tidak ikut berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah
mengetahui orang-orang yang bertakwa.Sesungguhnya yang akan meminta izin
kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari
kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam
keraguannya. (QS.9:44-45)
3. Mereka selalu mendengar dan taat jika Allah dan rasul-Nya memanggil
mereka untuk melaksanakan suatu perbuatan.
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah
dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan.
“Kami mendengar, dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang
beruntung.”(QS.24:51)
8. Cinta kepada Allah, bersikap lemah lembut terhadap sesama muslim dan
tegas kepada kaum kafir.
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan
Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia
Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui. “(QS.5:54)
9. Mereka tidak mempunyai pilihan lain terhadap apa yang telah ditetapkan
oleh Allah dan rasul-Nya, kecuali hanya taat,tunduk dan berserah diri kepada-
Nya
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang
mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada
bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. “(QS.33:36)
Banyak hadits sahih Rasulallah yang membahas tentang karakteristik orang beriman.
Seseorang mungkin bertanya: Mengapa Rasulallah SAW menggambarkan
karakteristik orang beriman? Jawabannya adalah: Karena manusia selalu menyanjung
dirinya; manusia terus-menerus mengeluh tentang hidupnya, meskipun mereka
mengagungkan kecerdasannya.
Pujian adalah bagian dari sifat manusia; orang mengaku bahwa ia adalah orang
beriman, tetapi jika Anda membaca hadits sahih yang menyebutkan ciri-ciri orang-
orang beriman, Anda harus membandingkan antara karakteristik tersebut dan diri
Anda, dan mengetahui apa saja karakteristik ini ada pada Anda.
Sebagai contoh, jika seseorang mengaku bahwa ia memegang gelar s1 dari jurusan
bahasa Inggris – ini adalah dugaan – lalu kita memintanya untuk membaca beberapa
baris dalam bahasa Inggris, tetapi dia tidak bisa membacanya, lalu kita
mengungkapkan sebuah ekspresi, tapi dia tidak paham, lalu kita memintanya untuk
menulis dalam bahasa Inggris, tapi ia tidak bisa … ini menandakan bahwa ia
berbohong telah lulus s1 dari jurusan bahasa Inggris, karena ia tidak bisa
membuktikan pengakuannya.
Inti dari pelajaran kita saat ini adalah karakteristik dari orang-orang beriman,
sebagaimana dinyatakan dalam Riyadhus-Shalihin, yang dianggap sebagai salah satu
buku terbaik yang menggabungkan hadist sahih Rasulallah. Berikut ini adalah
beberapa karakteristik orang beriman:
Nabi Muhammad SAW berkata: “Urusan orang yang beriman itu sangat
menakjubkan. Seluruh perkaranya baik. dan itu hanya milik orang yang beriman.
Jika ia meraih kesenangan, ia bersyukur, dan itu kebaikan baginya. Jika ia ditimpa
kesulitan, ia bersabar, dan itu menjadi kebaikan baginya.” (HR Muslim)
Dalam keadaan lapang, kebanyakan orang memuji dan bersyukur kepada Allah, tetapi
ketika mereka menghadapi masalah, banyak yang tidak mempercayai Allah dan mulai
mengabaikan ibadah.
Orang yang beribadah berubah sesuai perubahan kondisinya adalah bukan orang
mukmin sejati, seperti yang dikatakan Nabi Muhammad (saw), dan peringatan Allah
terhadap orang semacam ini:
“Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut
(nya) yang bertakwa. Mereka tidak (menjadi) lemah karena bencana yang
menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada
musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” (3: 146; 33: 10-2; 33:23)
Ini berarti: Jika tingkat keimanan Anda kepada Allah berubah, ibadah Anda, atau
kelurusan Anda sesuai dengan perubahan kondisi dan status Anda, maka Anda akan
menghilangkan kepercayaan Anda pada Allah, Padahal seorang mukmin sejati
ditandai dengan penjelasan Nabi :
“Jika kebajikan terjadi padanya, ia mengucap syukur untuk itu dan itu adalah baik
baginya, Jika sesuatu yang buruk terjadi padanya, ia bersabar dengannya, dan itu
adalah baik baginya. ini tidak berlaku untuk siapa pun kecuali orang beriman.”
Jika keadaan sudah berubah, Anda harus menyingsingkan lengan baju Anda dan
memperbaharui iman Anda kepada Allah, karena seorang mukmin sejati tidak pernah
berubah dengan perubahan keadaan.
“Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, maka jika dia
memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia
bebrbalik kebelakang. Dia rugi di dunia dan akhirat. Itulah kerugian yang nyata.”
(22:11)
Allah menguji orang-orang yang beriman dengan ujian dan cobaan yang sesuai.
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan
‘Kami telah beriman,’ dan mereka tidak diuji?” (29:2)
Jika pasar dalam kondisi yang baik, Anda akan menemukan pedagang ceria dan
senang, ia berbicara tentang Rasulullah (saw), dan ia berbicara tentang perbuatan
baik. Tetapi jika kondisi pasar tidak baik, ia kehilangan semangat untuk melakukan
hal yang sama dengan kondisi pasar yang baik. Seorang mukmin sejati seharusnya
tidak terpengaruh oleh keadaan apapun, karena ia berhubungan dengan Pencipta alam
semesta, ia berhubungan dengan Allah; ini adalah tawar-menawar pertama.
Seorang mukmin memiliki empat musuh. Orang beriman yang iri hati, orang munafik
yang pembenci, Setan yang menyimpang, orang kafir yang memusuhi. Jika orang
beriman iri satu sama lain, maka tingkat iman mereka dikatakan rendah.
Jadi karakter kedua orang beriman adalah mencintai dan membantu sesama saudara
Muslim, merasakan rasa sakit dan suka cita mereka, bahagia atas kebahagiaan saudara
yang lain. Jika saudara Muslim Anda mendapatkan sesuatu yang baik, berhasil dalam
pekerjaannya atau pernikahan, atau mendapat penghargaan atau lulus sarjana, dan
Anda merasa bahagia untuknya, maka Anda adalah mukmin sejati. Adapun orang
munafik, Allah berfirman:
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu
mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan
bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan
kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka
kerjakan.” (3:120)
Bila Anda menggambarkan seseorang sebagai “mukmin”, ini berarti bahwa ia adalah
orang yang berakhlak baik, karena jika ia tidak sopan, orang akan membenci agama
ini karena dia, dan tidak akan mendapatkan ridha Allah sebagai imbalan. Selain itu,
perilakunya dengan keluarganya di rumah menunjukkan tingkat moralitasnya, seperti
Nabi, saw, mengatakan:
Tidak ada pengawasan pada manusia di rumahnya; ia tidak takut apa-apa. Jika dia
berakhlak baik dan memperlakukan keluarganya dengan baik, maka pasti ia
berperilaku baik dengan orang lain. Dan sebaliknya, jika dia baik dan sopan dengan
orang-orang di luar rumahnya, tapi pemarah di rumah, ini berarti bahwa kebaikan dan
kesopanan tersebut bukanlah moral yang akan memuaskan Allah, karena itu adalah
kepentingan diri sendiri yang bergantung pada kecerdasan seseorang dan manfaatnya.
Nabi saw bersabda:
“Seorang mukmin yang berperilaku baik mencapai pahala yang sama dengan orang
yang sering berpuasa dan shalat qiyamul lail.” (At-Tirmidzi, 108)
Dibagian pertama dari artikel ini, sebelumnya, telah disebutkan 3 karakteristik orang
beriman, diantaranya: orang beriman tidak akan berubah keimanannya dalam keadaan
apapun, orang beriman mencintai dan melindungi saudara seimannya, dan orang
beriman memiliki akhlak yang baik. Dan selanjutnya, karakteristik yang disebutkan
Nabi SAW yang tertulis dalam hadits shahih adalah:
“Orang mu’min yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya, ibarat buah
jeruk manis, rasanya enak dan baunya harum. Sedangkan orang mu’min yang tidak
membaca Al-Qur’an tetapi mengamalkan isinya, ibarat buah kurma, rasanya enak
dan manis tetapi tidak ada baunya. Adapun perumpamaan orang munafik yang
membaca Al-Qur’an, maka ibarat minyak wangi, baunya harum tetapi rasanya pahit.
Sedangkan orang munafik yang tidak membaca Al-Qur’an, ibarat buah kamarogan,
rasanya pahit dan baunya busuk.” (Al-Bukhari & Muslim, 5)
Ini berarti bahwa membaca Al-Quran adalah salah satu syarat keimanan; Quran harus
bersemi didalam hati orang mukmin; Quran adalah kalam Allah; Quran adalah jalan
yang lurus, dan orang mukmin menyembah Allah dengan membaca Al-Quran.
Kabar gembira untuk para pembaca Al-Qur’an, sebagaimana Nabi saw mengatakan:
“Dia yang memahami Al-Quran, Allah akan memberikan dia kenikmatan dalam
pikirannya sampai ia meninggal.”
“Seorang mukmin adalah saudara bagi mukmin yang lain. Oleh karena itu tidak
halal baginya untuk mengalahkan saudaranya dalam tawar menawar ketika
saudaranya membeli sesuatu, atau melamar seorang wanita ketika saudaranya telah
melakukannya, kecuali ia memberinya izin.” (Ibnu Majah, 2331)
Ini adalah karakteristik mukmin sejati: Jika saudara Muslimnya melakukan transaksi
jual beli, maka Anda harus tidak ada hubungannya dengan transaksi itu sampai hal itu
selesai dilakukan. Jika Anda mengetahui bahwa saudara Anda mendapat penawaran
yang bagus dalam jual beli, dan Anda ikut dalam transaksi tersebut dengan
menawarkan pembeli dengan harga yang lebih rendah dan lebih kompetitif, ini berarti
Anda bukan seorang mukmin sejati. Nenek moyang kita juga tidak akan
melakukannya; jika pembeli datang ke pedagang, ia akan menjual barangnya dengan
baik, tetapi jika pembeli lain datang, dia akan mengatakan kepadanya “Aku sudah
menjual barangku ke pembeli pertama, silakan pergi dan membeli dari pedagang
disebelah saya” (ingin menguntungkan tetangganya). Ini adalah salah satu
karakteristik orang mukmin sejati; Anda tidak harus melangkahi saudara seimanmu,
atau melamar wanita yang telah dilamar oleh saudaramu, karena tindakan ini
bertentangan dengan keimanan.
“Seorang mukmin tidak akan jatuh pada lubang yang sama dua kali” (Al-Bukhari &
Muslim, 27)
Imam Syafi’i berkata: “Saya tidak pernah memberikan kesempatan musuhku untuk
menipu saya dua kali”
“Hai orang-orang yang beriman, bersiap siagalah kamu, dan majulah (ke medan
pertempuran) berkelompok-kelompok, atau majulah bersama-sama! (4:71)
Seorang mukmin sejati harus cerdas, hati-hati, dan tidak mudah ditipu, seperti Umar
bin Al-Khattab berkata: “Saya tidak licik, dan seorang yang licik tidak bisa menipu
saya”
Ini berarti bahwa saya tidak kejam untuk menipu dan merugikan orang lain. Di sisi
lain, saya tidak naif untuk mudah tertipu.
Ini berarti; jika Allah mencintai Anda, Dia akan membuat orang mencintaimu juga,
karena hati para hamba (Allah) ada diantara jari-jemari Sang Maha Pemurah (Ar-
Rahman).
Mitra muslim, berlanjut merujuk pada karakteristik Orang Beriman sesuai hadits
shahih selanjutnya, yakni:
“Seorang mukmin bukanlah orang yang suka mengutuk ..” (At-Tirmidzi, 2019)
Orang beriman harus mengontrol lidahnya; ia tidak harus mengutuk, menghina, atau
mengatakan sesuatu yang cabul atau hal-hal kotor. Beberapa orang mengatakan
bahwa Anda akan merasa berat untuk menjadi seorang manusia sejati …… .. Apakah
itu benar-benar termasuk karakteristik seorang mukmin sejati? Tentu saja tidak,
karena itu bertentangan dengan Sunnah. Apapun situasinya, Anda tidak perlu
mengatakan hal-hal vulgar atau kasar, hanya ingat sabda Nabi (saw): “Seorang
mukmin bukanlah orang yang suka mengutuk, menghina atau berkata vulgar dan
cabul.”
cabul berarti sama halnya dengan hal-hal yang tidak bisa ditolerir dari kata-kata kasar,
fitnah, kutukan, dan pencemaran nama baik.
“Jiwa seorang mukmin terikat pada utangnya sampai dibayar lunas atas namanya”
(At-Tirmidzi, 1079)
Ini berarti bahwa masalah utang adalah sesuatu yang berkaitan dengan hak-hak para
hamba (Allah). Beberapa ulama mengatakan: “Hak-hak Allah didasarkan pada
kelonggaran dan pengampunan, sedangkan hak-hak manusia yang perlu
dipersoalkan.”
Kebanyakan orang berpikir bahwa jika mereka pergi haji, mereka akan kembali
sebagai bayi yang baru lahir (bebas dari segala dosa) …. Nah, hal ini hanya berkaitan
dengan terhapusnya dosa-dosa Anda kepada Allah, tapi itu tidak berlaku untuk dosa-
dosa antara Anda dan hamba (Allah), karena dosa-dosa itu tidak akan diampuni,
kecuali oleh orang yang bersangkutan dan taubat.
Beberapa orang berpikir sengaja tidak mau melunasi hutang mereka, karena menurut
mereka kreditur adalah orang yang sangat kaya dan pelunasan hutang kita tidak akan
mempengaruhi kekayaannya, sehingga mereka menunda-nunda penyelesaian utang
mereka. Ini bukan karakteristik mukmin sejati karena jiwa orang beriman terikat pada
utangnya sampai dibayar atas namanya. Bahkan untuk orang yang mati syahid, yang
mengorbankan jiwanya demi Allah, Allah mengampuni segala dosanya, kecuali
utangnya.
Ketika Nabi (saw) berdoa untuk sahabatnya yang mati syahid, beliau sering
mengatakan:
“Apakah dia punya utang?” Jika mereka mengatakan ya, katanya “berdoa
untuknya”, tetapi jika ada seseorang mengambil tanggung jawab untuk membayar
utangnya, Nabi (saw) berdoa untuk orang yang membayar hutang tersebut.
Jabir meriwayatkan bahwa ada seorang laki-laki meninggal dan mereka dan
memandikannya, memberikan wewangian dan mengkafaninya. Kemudian mayat
tersebut dibawa ke Rasulullah (saw) dan meminta Rasulallah untuk memimpin doa
pemakaman baginya.
Rasul mengatakan: “Buatlah doa pemakaman untuk sahabat kalian,” dan pergi
meninggalkan mereka. Abu Qatadah mengambil tanggung jawab untuk membayar
utang, berkata, “Dua dinar adalah tanggung jawab saya.”
Dia menjawab, “Ya,” maka Nabi (saw) memimpin doa pemakaman baginya.
Sehari kemudian ia bertanya Abu Qatadah: “Apa sudah selesai perihal dua dinar?”
Hari berikutnya ia kembali kepada Nabi dan berkata, “Saya telah membayar lunas
hutangnya.”
Rasul Allah (saw) mengatakan: “Sekarang kulitnya telah menjadi dingin.” (An-
Nasa’i, 1962)
Ini berarti siksa kubur dapat dituntaskan dengan menyelesaikan utang tidak hanya
dengan kata-kata tetapi tindakan.
Ada beberapa tipe kekuatan; ada kekuatan uang, kekuatan pengaruh… dll. Seorang
mukmin yang kuat dapat melakukan banyak perbuatan baik yang tidak dapat
dilakukan mukmin yang lemah. Seorang mukmin yang kaya bisa melakukan banyak
perbuatan amal dan dermawan yang tidak bisa dilakukan mukmin miskin. Seorang
Muslim yang terdidik lebih dermawan daripada orang-orang Muslim tidak
berpendidikan.
Keunggulan adalah salah satu ciri dari seorang mukmin sejati, mukmin yang kuat
lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, namun Nabi (saw),
yang telah diberi kebijaksanaan, mengatakan: “dan ada kebaikan di tiap orang
mukmin”; ini berarti bahwa ada kebaikan dalam semua mukmin apakah mereka
lemah, miskin atau yang tidak berpendidikan, tetapi dengan kekuatan dan kemampuab
keuangan, administrasi, dan intelektual, Anda dapat mencapai banyak perbuatan baik
dan dermawan.
Sebagai contoh: Jika seorang ayah yang lemah mengalahkan anaknya dengan tongkat,
akankah anaknya menaruh dendam terhadap tongkat? Tentu saja tidak, demikian pula
seorang mukmin yang menganggap bahwa setiap orang yang merugikan dirinya atau
menyebabkan dia tersakiti akan dibalas Allah agar dia kembali ke jalan yang benar.
Ketika Anda percaya pada Allah SWT, Anda tidak akan menyimpan dendam, karena
dendam itu mendasar pada politeisme. Allah berfirman:
Maka janganlah kamu menyeru (menyembah) Tuhan selain Allah, nanti kamu
termasuk orang-orang yang diadzab. (26:213)
Ya Allah, tunjukkanlah yang benar itu benar untuk kami dan bermanfaat
1. HAL –HAL YANG DAPAT MERUSAK IMAN
2. NIFAQ
1. Pengertian nifaq
Nifaq artinya berbeda antara hati dan perbuatan atau berbeda antara lahirdan batin, di
mulut mengatakan beriman sedang hakekatnya ia ingkar. Nifaq yang dilakukan orang
maka pelakunya disebut munafiq. Allah swt. berfirman : Artinya : “Diantara manusia
ada yang mengatakan; “Kami beriman kepada Allah dan Hari Kemudian”, padahal
mereka itu sesungguhnya bukan
Contoh sifat dan perbuatan nifaq ialah berdusta, ingkar janji dan melanggar amanat
(khianat). Hal ini pernah disinggung oleh Rasulullah saw. dalam hadits berikut :
Artinya : “Tanda-tanda orang munafiq ada tiga; apabila berkata ia bohong/dusta,
apabila berjanji ia mengingkari dan apabila dipercaya (mendapat amanat) ia
berkhianat H.R. Bukhori Muslim.
1. Bahaya Nifaq
1. Pelaku nifaq tidak lain pendusta yang akan mengibuli orang-orang yang mau percaya
kepadanya.
2. Orang munafiq akan rusak imannya karena pada saat ia nifaq maka dalam dirinya lupa akan
Allah swt. yang senantiasa mengawasinya.Orang munafiq akan mengakibatkan hatinya sering
tidak tenang terhadap orang lain karena dianggap orang lain pun mendustainya.
3. orang munafiq selalu tidak mantap dalam menghadapi berbagai urusan.
4. Karena perbuatan nifaqnya, maka batinnya akan tersiksa.
5. Perbuatan nifaq akan disiksa oleh Allah berupa kesengsaraan dunia dan akhirat.
1. FASIQ
2. Pengertian Fasiq
Fasiq berarti orang yang meninggalkan kewajiban yang diperintahkan Allah swt. dan
Rasulnya atau dengan kata lain suka mengerjakan perintah tetapi senang melanggar
larangan agama. Perbuatan fasiq jelas akan merusak keimanannya, sebab Fasiq
merupakan perbuatan yang melanggar garis perintah dan larangan agama. Lebih dari
itu orang yang meninggalkan kewajiban dari Allah sama saja ia tidak mau patuh
berbakti kepadaNya. Dalam Al Qur’an disebutkan :
Artinya : “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu
Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Merekaitulah orang-orang
yang fasiq. QS. Al Hasyr : 19
mestinya ia melaksanakan sholat justru ia gunakan waktu itu untuk hal-hal lain,
di bulan Romadlon ia tidak berpuasa padahal ia tahu puasa itu wajib namun ia
pergaulan antara pria dan wanita. Islam telah memberikan batasan tertentu,
akan tetapi pergaulan dilakukannya tanpa batas ala barat yang tidak Islami.
1. Bahaya fasiq
1. PE RBUATAN DOSA
2. Pengertian perbuatan dosa
Dosa adalah segala perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. dan RasulNya, berupa
pelanggaran terhadap larangan serta tidak menjalankan kewajiban yang telah
ditetapkan baik dalam kaitannya dengan hubungan antara manusia dengan Allah swt.
maupun hubungan antara manusia dengan manusia lainnya atau sesama makhluq.
Berbuat dosa berarti menyalahi aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Al Qur’an
maupun Al Hadits, sedang pengertian dosa secara lebih mendalam seperti tersurat
dalam hadis berikut :
Artinya : “Dosa itu adalah sesuatu yang membikin tidak tenang didalam hatimu, dan
kamu tidak senang bila sesuatu itu diketahui oleh orang lain. HR. Muslim. Untuk
mengetahui kenapa seseorang terjerumus pada perbuatan dosa perhatikan hadis
berikut :
Artinya : “Bekunya air mata karena banyaknya dosa, banyaknya dosa karenalupa akan
kematian, lupa akan kematian karena panjangnya anganangan,panjangnya angan-
angan karena senang pada dunia (terlalu) sedangkan senang pada dunia merupakan
sumber perbuatan dosa (kerusakan)
Perbuatan dosa baik dalam kaitan hubungan antara manusia dengan Allah swt.
maupun antara manusia dengan manusia lainnya atau sesama makhluq,minimal bisa
terjadi dalam tiga cara yaitu :
1. dilakukan dalam hati misalnya syirik, riya, takabur, iri hati, nifaq dan lainlain.
2. dilakukan dengan ucapan misalnya mencaci, berbohong, menghina memfitnah,
membicarakan aib orang lain, dan lain-lain.
3. dilakukan dalam bentuk perbuatan misalnya tidak shalat, memukul orang,berzina, mencuri,
makan dan minum sesuatu yang haram dan lain-lain.Perbuatan dosa sangat membahayakan
diri dan orang lain, oleh karena semua perintah maupun larangan Agama pada dasarnya
sangat terkait dengan eksistensi diri dan orang lain. Setiap perbuatan dosa dalam bentuk
apapun pasti akan membawa danpak negatif secara individual maupun sosial. Pelanggaran
terhadap perintah shalat (kesalahan niat dalam shalat), akan membawa dampak sosial yang
luas, sebab shalat memiliki fungsi antara lain mencegah diri dari perbuatan kotor dan tercela
(dosa). Dengan demikian,maka bagi mereka yang tidak menegakkan shalat maka secara
otomatis akan kesulitan untuk terhindar dari segala bentuk perbuatan dosa tersebut.Berbuat
dosa berarti merusak imannya kepada Allah swt. dan RasulNya, menjadikan orang yang
melakukannya selalu tidak tenang dan khawatir serta dapat menghapus kebaikan-kebaikan
yang telah dilakukannya, disamping itu akan dibalas oleh Allah swt. dengan siksaan yang
pedih kelak di akhirat. Semua bentuk perbuatan dosa baik yang dilakukan oleh hati,
perkataan maupun perbuatan, di kalangan Ahlus Sunnah digolongkan menjadi dua, yaitu
4. Dosa kecil,
Yaitu segala bentuk dosa yang bisa hilang atau diampuni dan dihapus dengan sebab
melakukan perbuatan baik (ibadah) yang sama nilainya atau bahkan lebih tinggi
nilainya,Contoh : puasa hari Arofah dapat menghapus dosa seperti disabdakan oleh
Nabi saw :
Artinya : “Dari Abi Qotadah, bersabda Nabi saw. puasa hari Arofah itu menghapus
dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satutahun yang akan datang” HR.
Muslim .
1. Dosa besar ,
Dosa besar adalah segala bentuk pelanggaran berupa tidak menjalankan kewajiban
yang telah ditetapkan serta pelanggaran terhadap larangan baik dalam masalah
hubungan antara manusia dengan Allah swt. Maupun hubungan antara manusia
dengan manusia lainnya atau sesama makhluq yang diancam dengan siksa atau
diancam masuk neraka oleh Allah swt., cara menghapusnya ( cara memohon ampun )
harus melalui Taubat Nashuha. Berdasar keterangan Al Qur’an maupun Hadis ada
beberapa pelanggaran yang masuk dalam klasifikasi dosa besar, diantaranya adalah
syirik, takabbur, berani kepada kedua orang tua, menjadi saksi palsu, minum khamr
(mengkonsumsi narkoba), berjudi, membunuh, zina, fitnah, tidak menegakkan shalat
5 waktu, tidak mengeluarkan zakat maal, menyalah gunakan harta anak yatim, tidak
menunaikan Haji ketika telah mampu dan lain-lain. Dalam kaitan dengan dosa besar
ini secara lebih kongkrit, perhatikan ayat Al Qur’an dan hadis berikut :
Secara sederhana syirik adalah suatu bentuk perbuatan, perkataan serta sikap yang
mengarah kepada kategori menyekutukan Allah swt. dalam arti menganggap ada
kekuatan lain yang menandingi/menyamai kekuasaan Allah swt. atau menganggap
ada kekuatan lain yang mendukung kekuatan dan kekuasaan Allah swt. Syirik pada
dasarnya disamping merupakan bentuk pengingkaran terhadap keberadaan Allah swt.
juga merupakan pelecehan kepada Allah swt. Karena menganggap ada kekuatan lain
yang menandingi/menyamai kekuatan Allah swt. Oleh karenanya, maka dosa syirik
termasuk dosa yang tidak terampunan. Syirik juga merupakan bentuk pengingkaran
terhada surat Al Ikhlas sebagaiberikut :
Artinya :“1. Katakanlah : “Dialah Allah, yang Maha Esa”. 2. Allah swt. Adalah Tuhan
yang kepadaNya bergantung segalanya. 3. Dia tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. 4. Dan tidak ada sesuatupun yang setara denganNya .
1. Percaya kepada kekuatan lain yang lepas dari pengaruh Allah swt. Atau bahkan menandingi
kekuatan dan kekuasaan Allah swt
Contoh : percaya bahwa harta, pangkat (kekuasaan) serta penguasaan iptek yang bisa
menjadikan seseorang meraih kebahagiaan.
1. Menggantungkan nasib kepada selain Allah swt. lepas dari kebergantungannya kepada Allah
swt.
Contoh : Ketika anak sakit, orang tua bergantung kepada kecanggihan ilmu
kedokteran atau obat untuk kesembuhan anaknya, termasuk juga bergantung kepada
kesaktian paranormal dll.
1. Riya’
Riya’ adalah menampakkan kebaikan atau keutamaan diri sendiri kepada orang lain
melalui pembicaraan, tulisan, sikap dan perbuatan dengan maksud mendapat
perhatian atau pujian. Riya’ merupakan hal yang bisa melunturkan keimanan kepada
Allah swt., menghilangkan pahala dari kebaikan-kebaikan yang dilakukan serta
menjadi penghalang pertemuannya dengan Allah swt kelak.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Addzahabi, diterangkan bahwa suatu
ketika Nabi saw. ditanya tentang sesuatu yang dapat menyelamatkan kelak di akhirat.
Nabi saw. menjawab : Janganlah kamu menipu atau memppermainkan Allah
swt.Kemudian ketika Nabi saw. ditanya tentang maksud menipu atau
memppermainkan Allah swt. maka Beliau menjawab : yaitu kamu mengerjakan
perintah Allah swt. dan RasulNya bukan bertujuan untuk meraih keridhaan Allah swt.
akan tetapi untuk kepentingan selain Allah swt. Kemudian ditegaskan oleh Nabi
saw. :
Hal itu karena “Tidak seorang pun yang berteman dengan al-Quran, kecuali al-Quran
itu akan melakukan penambahan atau pengurangan, yaitu penambahan dalam
petunjuk atau pengurangan dari kebutaan. Ketahuilah bahwa tidak ada kefakiran bagi
seseorang setelah dia (berteman) dengan al-Quran, dan tidak ada kekayaan yang lebih
besar bagi seseorang setelah dia (berteman) dengan al-Quran. Karena itu, obatilah
penyakit-penyakit kalian dengannya, mintalah bantuan untuk melindungi diri kalian
dengannya. Sungguh di dalam al-Quran terdapat penyembuh untuk penyakit terbesar,
yaitu kekafiran, kemunafikan, kesalahan dan kesesatan. Dengan demikian, maka
mintalah kepada Allah dengannya, menghadaplah kepada-Nya dengan mencintainya.
Janganlah sekali-kali kalian meminta kepada makhluk-Nya dengan al-Quran.
Sungguh tidak ada hamba yang dapat menghadap kepada Allah seperti halnya orang
yang menghadap-Nya dengan al-Quran. Ketahuilah, al-Quran adalah pemberi syafaat
dan berkata jujur. Barangsiapa yang diberikan syafaat oleh al-Quran kepadanya di
hari Kiamat, maka dia pasti akan mendapat syafaat dari Allah.”
Sungguh “Orang yang membaca al-Quran dan dia seorang pemuda yang mukmin,
maka al-Quran akan bercampur dengan daging dan darahnya. Dan Allah akan
menjadikan orang tersebut bersama orang-orang mulia yang suci, dan al-Quran akan
menjadi penghalang baginya (dari api neraka) di hari kiamat kelak.”
Ada beberapa mushaf beserta tafsir singkatnya yang mudah dibawa dan banyak
memberi manfaat ketika seseorang berada dalam pengasingan.
1. Menjalankan shalat wajib tepat pada waktunya, bahkan shalat selain wajib sekalipun jika
memungkinkannya.Dalam riwayat, ketika dalam Perang Mu’tah, Nabi saw menasihati
Abdullah bin Rawahah dan berkata kepadanya, “Sungguh kamu akan mendatangi sebuah
negara yang di dalamnya jumlah orang yang sujud di sana sangatlah sedikit. Maka dari itu,
perbanyaklah kamu untuk bersujud.”
Zaid bin Syaham meriwayatkan dari Abu Abdillah, bahwa dia mendengar Abu
Abdillah berkata, “Sebaik-baik amal yang paling dicintai Allah Àzza wa Jalla adalah
shalat. Itu adalah pesan terakhir dari pesan-pesan yang disampaikan oleh para nabi.”
Imam Ali telah berwasiat kepada kita tentang shalat, beliau berkata, “Perhatikanlah
urusan shalat dan jagalah dia. Perbanyaklah menunaikannya dan mendekatlah kepada
Allah dengannya, karena sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. Tidakkah kalian mendengar jawaban
penduduk neraka ketika mereka ditanya apakah yang memasukkan kamu ke dalam
Saqar (neraka)? Mereka menjawab: Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat,” (al-Muddatstsir: 42-43).
Sesungguhnya shalat itu dapat meruntuhkan dosa seperti runtuhnya dedaunan dari
pohon dan melepaskan dosa seperti lepasnya tali dari ikatan. Rasulullah saw
mengibaratkan shalat ini dengan kamar mandi yang ada di depan pintu seseorang.
Dalam waktu sehari semalam dia mandi lima kali, maka tidak akan ada kotoran
sedikit pun yang tersisa pada dirinya.”
1. Membaca doa, munajat, dan berzikir yang mudah. Ini semua mengingatkan akan dosa dan
membawa orang untuk bertaubat, mendorong manusia untuk menjauhi keburukan, dan
menambahkan bekal kebaikan. Misalnya, doa-doaShahifah SajjadiyahImam Ali Zainal Abidin,
doa Kumail bin Ziyad, dan doa-doa bulan Ramadhan seperti doa Abu Hamzah ats-Tsumali dan
doa sahur, serta doa mingguan dan lain sebagainya.Penyucian seperti ini sangat dibutuhkan
bagi setiap Muslim terutama mereka yang berada di negara selain negara Islam.
2. Secara rutin mendatangi pusat-pusat dan lembaga Islam yang sering mengadakan hari-hari
besar dan peringatan keagamaan, hari kelahiran, majelis kesedihan, dan peringatan-
peringatan keagamaan lainnya yang dapat memberi nasihat, pengarahan, dan wawasan baik
pada bulan Ramadhan, Muharram, Shafar, ataupun pada bulan, hari serta waktu-waktu
lainnya.Kemudian hendaknya seorang mukmin segera menghidupkan peringatan-peringatan
seperti ini di rumah-rumah mereka, ketika berada di negara-negara yang sangat
membutuhkan adanya pusat lembaga Islam.
3. Menghadiri berbagai pertemuan dan muktamar Islam yang diadakan di negara-negara
tersebut serta bergabung di dalamnya.
4. Membaca kitab, majalah, serta koran-koran Islam agar dapat mengambil manfaat darinya
dan sekaligus menikmatinya sebagai khazanah keilmuan.
5. Mendengarkan berbagai macam kaset yang berisikan ceramah-ceramah Islam yang telah
disiapkan oleh para ustad dan para penceramah besar. Sebab, di dalam kaset-kaset ceramah
tersebut terdapat nasihat dan peringatan.
6. Menjauhi tempat-tempat hiburan dan kerusakan, termasuk menghindari menyaksikan acara
televisi yang buruk serta saluran khusus yang memberikan tayangan-tayangan yang tidak
sesuai dengan akidah, agama, norma, kebiasaan, tradisi, dan pemikiran kita serta peradaban
Islam.
7. Mencari sahabat yang saleh yang dapat diarahkan dan memberikan pengarahan, yang dapat
diluruskan dan memberikan pelurusan. Hendaknya memanfaatkan waktu-waktu kosong
untuk duduk bersama mereka dengan membahas sesuatu yang berguna. Hendaknya
menjauhi persahabatan dengan teman-teman yang berperilaku buruk. Imam Shadiq
meriwayatkan dari ayah-ayahnya, beliau berkata dalam sebuah hadis Rasulullah saw yang
bersabda, “Tidak seorang Muslim pun yang dapat mengambil keuntungan setelah Islam
seperti halnya saudara yang memberi keuntungan kepadanya di jalan Allah.”Maisarah
bercerita bahwa Imam Abu Ja’far Shadiq bertanya kepadanya, “Apakah kalian berbuat
hampa, berbicara, serta berkata-kata sesuka kalian?”“Benar, demi Allah, kami adalah hampa
dan berbincang-bincang serta berkata sesuka kami,” jawab Maisarah.
Lalu beliau berkata, “Ingatlah demi Allah, aku sangat berkeinginan bisa bersama
kalian ketika kalian berada di tempat-tempat tersebut. Ingatlah demi Allah, sungguh
aku sangat mencintai bau wangi ruh kalian sedangkan kalian berada dalam agama
Allah dan naungan malaikat-Nya. Maka dari itu, berusahalah dengan sikap menjaga
diri dan semangat (beribadah).”
1. Mengintrospeksi diri setiap hari atau setiap minggu tentang apa yang telah diperbuat.
Apabila yang telah diperbuat adalah kebaikan, hendaknya bersyukur kepada Allah dan
meningkatkannya lagi. Apabila yang telah diperbuat adalah keburukan, hendaknya meminta
ampun dan bertaubat kepada-Nya dan berniat untuk tidak mengulanginya lagi. Nabi
Muhammad saw telah berwasiat kepada Abu Dzar dan berkata kepadanya, “Wahai Abu Dzar,
hisablah dirimu sebelum kamu dihisab karena sesungguhnya hal itu akan meringankan
hisabmu di hari esok. Timbang-timbanglah dirimu sebelum kamu ditimbang, bersiaplah
untuk menghadapi pertunjukan besar di hari pertunjukan yang tidak ada tersembunyi bagi
Allah. Wahai Abu Dzar, tidak tergolong orang yang bertakwa hingga orang tersebut
mengintrospeksi dirinya melebihi daripada seorang sekutu terhadap sekutunya. Mengetahui
darimana asal minuman dan pakaiannya, apakah hasil dari yang halal ataukah dari yang
haram.”
Imam Kazhim berkata, “Tidak termasuk golongan kami orang yang tiap harinya tidak
melakukan hisab terhadap dirinya. Apabila telah melakukan kebaikan, dia meminta
tambahan kepada Allah Ta’ala, dan apabila telah melakukan keburukan, dia meminta
ampun kepada Allah dan bertaubat.”
1. Memerhatikan bahasa Arab sebagai bahasa al-Quran dan bahasa berbagai sumber hukum
Islam serta syariat. Di samping juga sebagai bahasa nenek moyang bagi kaum muslimin yang
menggunakan bahasa Arab sekaligus memerhatikan anak-anaknya agar tidak berbicara
dalam keluarga kecuali dengan bahasa Arab. Apabila status mereka adalah para pelajar yang
mempelajari lebih dari satu bahasa asing, maka hendaknya mereka mempelajari bahasa al-
Quran agar dapat meneruskan agama, warisan, norma, dan sejarah, serta peradaban
mereka.
2. Memerhatikan generasi baru melalui pendidikan anak-anak agar mencintai kitab Allah dan
senang membacanya dengan cara mengadakan lomba dan aktivitas lain yang dapat
mendorong untuk ke arah sana. Membiasakan mereka beribadah dan berakhlak mulia,
seperti sikap jujur, berani, tepat janji, dan mencintai orang lain. Kemudian hendaknya
mengajak mereka pergi ke lembaga dan pusat-pusat Islam sehingga mereka akan menjadi
terbiasa. Mengenalkan musuh-musuh Islam kepada mereka dan menanamkan semangat
persaudaraan Islam dalam hati mereka. Mengajak mereka bergabung dalam berbagai
peringatan dan hari-hari besar Islam. Mendidik mereka untuk mencintai kerja dan bersikap
serius serta hal-hal lain yang bisa membantu mereka untuk meningkatkan pemahaman yang
lebih baik tentang Islam. Dengan demikian, maka mereka akan bersikap yang lebih baik
dalam hidup ini sesuai dengan nilai dan prinsip Islam itu sendiri.