Anda di halaman 1dari 28

ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

Posted on June 3, 2014 by velozshop


ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
   A.            Teori Thorndike
Edward l. Thorndike (1874-1949) mengemukan
beberapa hukum belajar yang dikenal dengan
sebutan law of effect. Menurut  hukum ini belajar
akan lebih berhasil bila respon murid terhadap
suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang
atau kepuasan teori belajar stimulus respon yang
dikemukakan oleh thorndike ini disebut juga
koneksionisme,teori ini mengatakan bahwa pada
hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat
beberapa dalil:
1.Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Yaitu menerangkan bagaimana kesiapan seorang
anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang
anak yang mempunyai kecenderungan untuk
bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan
kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut,
maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi
dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan
tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
1.Hukum Latihan (Law Of Exercise) dan
Hukum Akibat (Law Of Effect).
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan
stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan
akan semakian kuat. Sedangkan makin jarang
hubungan stimulus respon dipergunakan maka
makin lemahnya hubungan yang terjadi.
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa
kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari
guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan
anak cenderung untuk berusaha melakukan atau
meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru
yang memberi senyuman wajar terhadap jawaban
anak, akan semakin menguatkan konsep yang
tertanam pada diri anak. Kata-kata “ Bagus”,
“Hebat” , ”Kau sangat teliti” dan semacamnya
akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan
meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
Disamping itu, Thorndike mengutamakan pula
bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa
tergantung dari kualitas dan kuantitas Stimulus-
Respon (SR) dalam pelaksanaan kegiatan belajar
mengajar. Makin banyak dan makin baik kualitas
S-R itu (yang diberikan guru) makin banyak dan
makin baik pula hasil belajar siswa.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan
belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
1.Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu,
guru sebaiknya mengambil contoh yang
sekiranya sudah sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam
sekitar akan lebih dihayati.
2.Metode pemberian tugas, metode latihan (drill
dan practicc) akan lebih cocok. Karna siswa
akan lebih banyak mendapatkan stimulus
sehingga respons yang diberikan pun akan
lebih banyak.
3.Dalam kurikulum, materi disusun dari materi
yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan
tingkat kelas dan tingkat sekolah. Penguasaan
materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk
dapat menguasai materi yang lebih sukar.
 
     B.            Teori Skinner
Dalam bagian ini akan diuraikan teori belajar
menurut skinner. Burhus Frederic Skinner
menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam
proses belajar. Penguatan dapat dianggap sebagai
stimulus positif, jika penguatan tersebut seiring
dengan meningkatnya perilaku anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Untuk
mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi
positif, guru perlu mengetahui psikologi yang
dapat digunakan untuk memperkirakan dan
mengendalikan tingkah laku anak.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa
baik ( menunjang efektivitas pencapaian tujuan)
harus segera diberikan penguatan positif agar
respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal
perbuatan baik itu dipertahankan.
 
     C.            Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan
pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai.
Ia membedakan belajar menemukan dengan
belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya.
Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan
oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu
saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara
belajar menghafal dengan belajar bermakna.
Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi
yang sudah diterimanya, tetapi pada belajar
bermakna materi yang diperoleh itu dikembangkan
dengan keadaan lain sehingga belajar lebih
dimengerti. Selanjutnya bahwa Ausubel
mengemukan bahwa metode ekspositori adalah
metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini
dikemukan berdasarkan hasil penelitiannya.
Belajar menerima maupun menemukan sama-sama
dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
Misalnya dalam mempelajari konsep Pitagoras
tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir
c2= b2+a2 sudah disajikan, tetapi jika siswa
memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-
sisi sebuah segitiga siku-sikuakan lebih bermakna.
 
    D.            Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua
objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa,
yaitu objek langsung dan objek tidak langsung.
Objek tak langsung antara lain kemampuan
menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar
mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan
tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan
objek lansung berupa fakta, keterampilan, konsep,
dan aturan.
Fakta adalah objek matematika yang tinggal
menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut,
dan notasi-notasi matematika lainnya.
Kemampuan berupa memberikan jawaban dengan
tepat dan cepat,misalnya melakukan pembagian
bilangan yang cukup besar dengan bagi
kurang,menjumlahkan pecahan,melukis sumbu
sebuah ruas garis.
Konsep adalah ilmu abstrak yang memungkinkan
kita dapat mengelompokkan objek ke dalam
contoh dan noncontoh misalkan konsep, bujur
sangkar, bilangan prima, himpunan, dan fektor.
Aturan adalah objek yang paling abstrak yang
berupa sifat dan teorema. Menurut Gagne, belajar
dapat dikelompokkan menjadi delapan titik belajar
yaitu: belajar isyarat , stimulus respon, rangkaian
gerak, rangkaian verbal, membedakan,
pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan
pemecahan masalah.
Dalam pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah
yang harus dilakukan. Yaitu :
1.Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih
jelas.
2.Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih
operasional.
3.Menyusun hipotesis hipotesis alternattif dan
prosedur kerja yang diperkirakan baik.
4.Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk
memperoleh hasilnya.
5.Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
Psikologi Pembelajaran Matematika
1.      Aliran Psikologi Tingkah laku

Psikologi belajar atau disebut pula dengan


teori belajar adalah teori yang mempelajari
perkembangan intelektual (mental) siswa.
Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi
tentang petunjuk bgaimana semestinya mengajar
siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar.
Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan
tujuan mengajar.
a.       Toeri Thorndike
Edward L. Thorndike (1984-1949)
mengemukakan beberapa hokum belajar yang
dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut
hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon
siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti
dengan rasa senang atau kepuasaan. Rasa senang
atau kepuasaan ini bisa timbul sebagai akibat
anaka mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya.
Teori belajar stimulus respon yang
dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga
koneksionis. Teori ini menyatakan bahwa pada
hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan
hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat
beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of
readiness), hukum latihan (law exercise) dan
hukum akibat (law of effect).
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana
kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu
kegiatan. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak atau melakukan
kegiatan tertentu dan kemudian dia benar
melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya
akan melahirkan kepuasan bagi dirinya.
Hukum latihan menyatakan bahwa jika
hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya
hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin
jarang hubungan stimulus respon dipergunakan,
maka akan makin lemah hubungan yang terjadi.
Hukum pada dasarnya menggunakan bahwa dasar 
stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu
sama lain secara kuat, jika proses pengulangan
sering terjadi, makin banyak kegiatan ini
dilakukan maka hubungan yang terjadi akan
bersifat otomotis. Seorang anak yang diahadapkan
pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan
segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai
dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Dalam hokum akibat dijelaskan bahwa
kepuasaan yang terlahir dari adanya ganjaran dari
guru akan memberikan kepuasaan bagi anak, dan
anak  cendrung untuk berusaha melakukan atau
meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru
yang memberikan senyuman wajar terhadap
jawaban anak, akan tetapi menguatkan konsep
yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “Bagus”.
“Hebat”, “Kau sangat teliti” dan semacamnya akan
merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan
meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.

b.      Toeri Skinner


Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa
ganjaran penguatan mempunyai peranan yang
amat penting dalam proses belajar. Ganjaran
merupakan respon yang sifatnya mengembirakan
dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu
yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan
suatu respond an lebih mengarah kepada hal-hal
yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner menyatakan bahwa
penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap
sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut
sering dengan meningkatnya perilaku anak dalam
melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam
hal ini penguatan yang diberikan pada anak
memperkuat tindakan anak, sehingga anak
semakin sering melakukannya.
Contoh penguatan positif diantaranya adalah
pujian yang diberikan pada anak. Sikap guru yang
bergembira pada anak saat menjawab pertanyaan,
merupakan penguatan positif pula. Untuk
mengubah tingkah laku anak dari negative menjadi
positif,guru perlu mengetahui psikogi yang dapat
digunakan untuk memperkirakan (memprediksi)
dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru
didalam kelas mempunyai tugas untuk
mengarahkan anak dalam aktifitas belajar, Karena
pada saat tersebut, control berada pada guru, yang
berwenang memberikan intruksi ataupun larangan
pada anak didiknya.
Skinner menambahkan bahwa jika respon
siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian
tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar
respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal
perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan
mengatakan bahwa “bagus, pertahankan
pretasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes
yang memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa
kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi
penguatan negative agar respon tersebut tidak
diulang lagi dan berubah menjadi respon yang
sifatnya poitif, penguatan negatif ini bias berupa
teguran, peringatan, atau sangsi.
c.       Teori Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya
dan pentingnya pengulangan sebelum belajar
dimulai. Ia membedakan antar belajar menemukan
dengan belajar menerima. Pada belajar menerima
siswa hanya menerima, jadi tinggal
menghapalkannya, tetapi pada belajar menemukan
konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima
pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat
membedakan antara belajar menghafal,siswa
menghafalkan materi yang diperolehnya, tetapi
pada belajar bermaknamateri yang diperoleh itu
dikembangkan dengan keadaan lain sehingga
belajarnya lebih dimengerti.
d.      Teori Gagne
Menurut Gegne dalam belajar matematika ada
dua objek yang dapat diperoleh, yaitu objek
lansung dan objek tidak langsung. Objek tak
langsung antara lain kemampuan menyelidik dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap
positif terhadapa matematika, dan tahu bagaimana
semestinya belajar, sedangkan objek lansung
berupa fakta, keterampilan, konsep dan aturan.
Menurut Gegne, belajar dapt dikelompokkan
menjadi 8 tipe belajar yaitu :\
      Belajar isyarat
Adalah belajar yang tingkatnya paling rendah,
karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya
menyenan, atau menghindar pelajaran karena
akibat perilaku gurunya.
      Stimulus respon
Merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati
dan responnya jasmaniah. Misalnya siswa meniru
tulisan guru di papa tulis.
      Rangkain gerak
Adalah perbuatan jasmaniah terurut dari dua
kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus respon.
      Rangkain verbal
Adalah perbuatan lisan terurur dari dua kegiatan
atau lebih dalam rangka stimulus respon.
Contohnya adalah mengemukakan pendapat,
menjawab pertanyaan guru secara lisan.
      Belajar membedakan
Adalah belajar memisah-misah rangkain yang
bervariasi.
      Pembentukan konsep
Disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu
belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit
atau peritiwa untuk dijadikan suatu kelompok.
      Pembentukan aturan
      Pemecahan masalah
Dalam pemecahan masalah ada 5 langkah yang
harus dilakukan yaitu:
a.        Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas.
b.      Menyatakan masalah dalm bentul yang
operasional.
c.       Menyusun hipotesis-hipotesis alternative dan
prosedur yang diperkirakan baik.
d.      Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk
meperoleh hasilnya
e.       Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
Teori-teori Belajar Berbasis Kognitif

Psikologi kognitif adalah kajian studi ilmiah


mengenai proses-proses mental atau pikiran.
Bagaimana informasi diperoleh, dipresentasikan
dan ditransfermasikan sebagai pengetahuan.
Psikologi kognitif juga disebut psikologi
pemrosesan informasi. Tingkah laku seseorang
didasarkan pada tindakan mengenal/ memikirkan
situasi dimana tingkah laku itu terjadi.
Prinsip dasar psikologi kognitif
* Belajar aktif
* Belajar lewat interaksi sosial
* Belajar lewat pengalaman sendiri

 Teori psikologi kognitif berkembang dengan


ditandai lahirnya beberapa teori diantaranya :
a.       Teori Belajar Kognitif menurut Piaget
Dalam teorinya, ia memandang bahwa proses
berpikir sebagai aktivitas gradual dari fungsi
intelektual dari konkret menuju abstrak. Ia
memakai istilah scheme: pola tingkah laku yang
dapat diulang. Yang berhubungan dengan :
* Reflex pembawaan (bernapas, makan, minum)
* Scheme mental (pola tingkah laku yang susah
diamati, dan yang dapat diamati)

Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif


individu meliputi empat tingkat yaitu :
(1) Sensori motor, dari lahir sampai umur 2 tahun
(2) Pra operasi, dari 2 tahun sampai 7 tahun
(3) Operasi konkrit, dari sekitar 7 tahun sampai 11
tahun.
(4) Operasi formal, dari sekitar 11 tahun sampai
seterusnya.

Perkembangan kognitif individu meliputi empat


tahap menurut Piaget yaitu:
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
Menurut Piaget, bahwa belajar akan lebih berhasil
apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen
dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan
tilikan dari guru.  Guru  hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar
mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif,
mencari dan menemukan berbagai hal dari
lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget
dalam pembelajaran adalah :
         Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan
orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar
dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan
cara berfikir anak.
         Anak-anak akan belajar lebih baik apabila
dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak agar dapat berinteraksi
dengan lingkungan sebaik-baiknya.
         Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya
dirasakan baru tetapi tidak asing.
         Berikan peluang agar anak belajar sesuai
tahap perkembangannya.
         Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi
peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.

b.      Teori Belajar Kognitif menurut Brunner


Jorome Brunner dalam teorinya menyatakan
bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika
proses pengajaran diarahkan pada konsep-konsep
dan struktur-struktur yang terbuat dalam pokok
bahasan yang diajarkan, disamping hubungan yang
terkait antar konsep-konsep dan struktur-struktur.
Teori Brunner menyatakan bahwa anak harus
berperan secara aktif dalam belajar di kelas.
Maksud dari Discovery Learning yaitu siswa
mengorganisasikan metode penyajian bahwa
dengan cara dimana anak dapat mempelajari bahan
itu, sesuai dengan tingkat kemampuan anak.
Brunner mengemukakan bahwa dalam proses
belajarnya anak melewati 3 tahap, yaitu:
1.      Tahap enaktif
Dalam tahap ini anak secara langsung terlihat
dalam memnipulasi (mengotak-atik) objek.
2.      Tahap ikonik
Dalam tahap ini keigiatan yang dilakukan anak
berhbungan dg mental, yang merupakan gambaran
dari objek-objek yang dimanipulasinya. Anak
tidak langsung memanipulasi objek seperti yang
dilakukan siswa dalam tahap enaktif.
3.      Tahap simbolik
Dalam tahp ini anak memainpulasi symbol-simbol
atau lambing-lambang objek tertentu. Anak tidak
lagi terkait dengan objek-objek pada tahap
sebelumnya. Siswa pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan
terhadap objek riil.

c.        Teori Belajar Kognitif menurut Gestall


Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang
mempunyai padanan arti sebagai   “bentuk atau
konfigurasi”. Pokok pandangan Gestalt adalah
bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan
dipandang sebagai sesuatu keseluruhan yang
terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler,  ada
enam prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1.      Hubungan bentuk dan latar (figure and gound
relationship); yaitu menganggap bahwa setiap
bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure
(bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu
obyek seperti ukuran, potongan, warna  dan
sebagainya membedakan figure dari latar
belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-
samar, maka  akan terjadi kekaburan penafsiran
antara latar dan figure.
2.      Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur
yang saling berdekatan (baik waktu maupun
ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang
sebagai satu bentuk tertentu.
3.      Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang
memiliki kesamaan cenderung akan dipandang
sebagai suatu obyek yang saling memiliki.
4.       Arah bersama (common direction); bahwa
unsur-unsur bidang pengamatan yang berada
dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi 
sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5.      Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang
cenderung menata bidang pengamatannya bentuk
yang sederhana, penampilan reguler dan
cenderung membentuk keseluruhan yang baik
berdasarkan susunan simetris dan keteraturan.
6.      Ketertutupan (closure)  bahwa orang
cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola
obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran
antara lain :
a.    Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan
memegang peranan yang penting dalam perilaku.
Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta
didik memiliki kemampuan tilikan yaitu
kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur
dalam suatu obyek atau peristiwa.
b.    Pembelajaran yang bermakna (meaningful
learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait
akan menunjang pembentukan tilikan  dalam
proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan
suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang
dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan
pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi
masalah dan pengembangan alternatif
pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta
didik hendaknya memiliki makna  yang jelas dan
logis dengan proses kehidupannya.
c.    Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa
perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya
terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi
ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang
ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan
efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang
ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah  aktivitas
pengajaran dan membantu peserta didik dalam
memahami tujuannya.
d.   Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku
individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan
dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang
diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan
situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta
didik.
e.    Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-
pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu
ke situasi lain.  Menurut pandangan Gestalt,
transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan
pengertian obyek  dari suatu konfigurasi dalam
situasi tertentu untuk kemudian menempatkan
dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan
yang tepat. Judd menekankan pentingnya
penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas
dalam pembelajaran dan kemudian menyusun
ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer
belajar akan terjadi  apabila peserta didik telah
menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu
persoalan dan menemukan generalisasi untuk
kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain.  Oleh karena itu, guru
hendaknya dapat membantu peserta didik untuk
menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
d.      Teori Belajar Kognitif menurut Brownell
W. Brownell mengemukakan bahwa belajar
matematika harus merupakan belajar bermakna
dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa
belajar pada hakekatnya merupakan suatu proses
yang bermakna. Toeri yang dikemukakan
Brownell ini sesuai dengan teori belajar-mengajar
Gestalt, yang muncul dipertengahan  tahun 1930.
Menurut teori belajar-mengajar Gestalt,
latihan hafal atau yang dikenal dengan sebutan
drill adalah sangat penting dalam kegiatan
pengajaran. Menurut Brownell anak-anak yang
berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu
memiliki kemampuan berhitung yang jauh
melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan
yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah
otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat
rumit merupakan pengaruh dan doktrin disiplin
formal.
e.       Toeri Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang
matematikawan yang memusatkan perhatiannya
pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak.
Dasar teorinya bertumpu pada teori piaget, dan
pengembangannya diorientasikan pada anak –
anak, sedemikian rupa sehingga system yang
dikembangkannya itu menarik bagi anak yang
mempelajari matematika.
Jenis berpendapat bahwa dasarnya matematika
dapat dianggap sebagai studi tentang struktur,
memisah – misahkan hubungan – hubungan
diantara struktur dan mengkategorikan hubungan –
hubungan diantara struktur – struktur. Dienes
mengemukakan bahwa tiap – tiap konsep atau
prinsip dalam matematika yang disajikan dalam
bentuk konkret akan dapat dipahami dengan baik.
Ini mengandung arti bahwa benda – benda atau
objek – objek dalam bentuk permainan akan
sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik
dalam pengajaran matematika.
f.       Teori Van Hiele
Dalam pengajaran geometri terdapat teori
belajar yang dikemukakan oleh van hiele (1954),
yang menguraikan tahap – tahap perkembangan
mental anak dalam geometri.Van  Hiele adalah
seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan
penelitian dalam pengajaran geometri. Hasil
penelitiannya itu, yang dirumuskan dalam
disertasinya, diperoleh dari kegiatan Tanya jawab
dan pengamatan.
Menurut van Hiele, tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri yaitu waktu, materi
pengajaran dan metode pengajaran yang
diterapkan, jika tata secara terpadu akan dapat
meningkatkan kemampuan anak kepada tingkatan
berpikir yang lebih tinggi.
Van Hiele mengatakan bahwa terdapat lima
tahap belajar anak dalam belajar geometri yaitu :
1.      Tahap pengenalan (visualisasi)
Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai
suatu bentuk geometri secara keseluruhan, namun
belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari
bentuk geometri yang dilihat itu.
2.      Tahap analisi
Pada tahap ini anak sudah mulai mengenal sifat-
sifat yang dimiliki benda geometri yang
diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan
keteraturan yang terdapat pada benda geometri itu.
Misalnya,disaat ia mengamati pesegi panjang, ia
telah ,mengetahui bahwa telah terdapat dua pasang
sisi yang berhadapan, dan kedua psang sisi
tersebut saling sejajar. Dalam tahap ini anak belum
mengatahui hubungan yang terkait antara satu
benda geometri dengan geometri lain.
Misalnya, anak belum  mengetahui bahwa bujur
sangkar adalah persegi panjang, bahwa bujur
sangkar adalah belah ketupat dan sebaganya.
3.      Tahap pengurutan (deduksi informal) pada
tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan
penarikan kesimpulan yang kita kenal dengan
sebutan berfikir deduktif. Satu hal yang perlu
diketahui adalah , anak pada tahap ini sudah mulai
mampu megurutkan. Misalnya, ia sudah mengenali
bahwa bujur sangkar adalah jajaran genjang,
bahwa belah ketupat adalah layang – layang. Pola
pikir anak pada tahap ini masih belum mampu
menerangkan mengapa suatu persegi panjang itu
sama panjang. Anak mungkin belum memahami
bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari segi tiga
kongruen.
4.      Tahap deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik
kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan
kesimpulan dari hal–halyang bersifat umum
menuju hal–hal yang bersifat khusus. Demikian
pula ia telah mengerti betapa pentingnya peranan
unsur – unsur yang tidak didefinisikan, disamping
un sur – unsur yang didefinisikan. Misalnya anak
sudah mulai memahami dalil. Selain itu,pada tahap
ini anak sudah mulai mampu menggunakan
aksioma atau postulat yang digunakan dalam
pembuktian.
Postulat dalam pebuktian segitiga yang sama
dan sebangun,seperti sudut–sudut–sudut, sisi–sisi–
sisi atau sudut–sisi–sudut, dapat dipahaminya,
namun belum mengerti mengapa postulat tersebut
benar dan mengapa dapat dijadikan sebagai
postulat dalam cara–cara pembuktian dua segitiga
yang sama dan sebangun (kongruen).
5.      Tahap akurasi
Dalam ini anak sudah mulai menyadari betapa
pentingnya ketetapan dari prinsip–prinsip dasar
yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya, ia
mengetahui pentingnya aksioma–aksioma atau
postulat–postulat dari geoetri Euclid. Tahap–tahap
akurasi merupakan tahap berpikir yang tinggi
rumit dan komplek oleh karena itu tidak
mengherankan jika beberapa anak, meskipun
sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas
masih belum sampai pada tahap berfikir ini.

Anda mungkin juga menyukai