Anda di halaman 1dari 39

ASUHAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL DAN MATERNAL

“Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir”


Dosen Pengampu : Megawaty M.Keb

Oleh :
1. Elrana Salsabilla P07124118185

Tingkat IIB Semester IV B

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
DIPLOMA III JURUSAN KEBIDANAN
TAHUN 2020

KATA PENGANTAR

i
Setelah memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang Maha
Pengasih lagi Maha Panyayang, tak lupa kami haturkan sholawat dan salam
senantiasa dicurahkan kepada panutan kami Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga dan segenap sahabat beliau hingga akhir zaman. Puji syukur juga kami
panjatkan karena sesuai dengan jadwal kami dapat menyelesaikan makalah tentang
”Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir” Kami telah berusaha maksimal sesuai dengan
kemampuan Kami untuk menyusun makalah ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik. Pada kesempatan ini tak lupa kami menyampaikan terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, tak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan
makalah ini adanya. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan
baik dari segi isi maupun tata-cara kami menyampaikanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

  
Banjarbaru, 18 Maret 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................... 2
D. Manfaat

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Definisi Resusitasi .................................................................................. 3
B. Pertolongan Bayi Baru Lahir Yang Aman dan Optimal......................... 3
C. Tatalaksana Resusitasi tahun 2015.......................................................... 5
D. Rekomendasi pedoman penanganan bayi yang baru lahir ............................. 6
E. Langkah Stabilisasi ................................................................................ 6

BAB III PENUTUP........................................................................................... 12


A. Kesimpulan.............................................................................................. 12
B. Saran........................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada  masa perinatal merupakan masalah nasional
yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya
manusia pada generasi mendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /
1000 kelahiran ,1994 adalah 36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit  besar dan rujukan
dapat lebih tinggi lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR,
tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara berkembang .Dengan
pemeriksaan  prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir memerlukan
pertolongan resusitasi  dan ¼ diantaranya memerlukan intubasi.

Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi,  yaitu 40 per 1000 kelahiran
hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan
perkembangan kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang berkaitan  dengan pelayanan
kesehatan baik langsung maupun tidak langsung.Pemeriksaan antenatal memegang peranan
yang amat  penting untuk dapat mengenal faktor risiko secepatnya sehingga dapat dihindari
kematian atau penyakit yang tidak perlu terjadi. Semua kendala di atas perlu ditangani
melalui konsep pelayanan yang jelas sehingga masyarakat dapat berperan aktif  dalam
usaha menurunkan kematian perinatal dan meningkatkan mutu generasi yang akan datang.

Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya
tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan
oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat
memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain.
(Gregory, 1975)

4
Deteksi dini faktor resiko dan kelainan yang ditemukan pada bayi baru lahir  bahkan janin
,sangat membantu agar tidak terjadi kerugian  dikemudian hari. Antisipasi penangganan
dini bayi aspeksia dapat menghindarkan bayi tersebut dari kecacatan dan dampak yang
merugikan. Resusitasi yang memadai dapat mengurangi akibat yang merugikan pada BBL
yang menderita kegawatan napas, karena dampak jangka panjang aspeksia neonatorum
ataupun hipoksia akibat gawat napas tergantung selain lamanya terjadi aspeksia atau
beratnya hipoksia ,lokalisasi kerusakan gangguan metabolisme  juga tergantung kecepatan
penangganan .Yang paling penting adalah mencegah terjadinya aspeksia dengan perinatal
care yang baik .Sedangkan apabila sudah terjadi aspeksia atau kegawatan napas yang lain
.semakin cepat ,tepat dan akurat  penangganan ,semakin baik . Oleh karena itu ,kita perlu
mengetahui dan mempelajari cara-cara resusitasi yang benar,untuk menolong bayi baru
lahir dengan kegawatan  napas.

Sebagian besar bayi baru lahir tidak memerlukan bantuan apapun agar dapat bernapas
dengan efektif setelah dilahirkan, dan apabila mereka memerlukannya, sebagian besar
hanya membutuhkan bantuan minimal. Beberapa memerlukan intubasi dan ventilasi
sementara kebutuhan untuk menggunakan obat dan kompresi dada jarang diperlukan.
Kurang lebih 10% dari semua neonatus memerlukan bantuan pada waktu dilahirkan, hanya
1% yang memerlukan resusitasi lanjut. Diperkirakan asfiksia perinatal merupakan penyebab
seperlima semua kematian neonatal di seluruh dunia; tindakan resusitasi sederhana dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan asfiksia perinatal.

Terdapat beberapa faktor resiko antepartum dan intrapartum in utero, seperti hipertensi
yang disebabkan kehamilan (PIH), gangguan pertumbuhan intra uterin (IUGR),
prematuritas, perdarahan antepartum (APH), ruptur membran prematur (PROM), dan
sumbatan mekonium sehingga bayi memerlukan resusitasi. Pada benyak peristiwa, asfiksia
terjadi tanpa diduga, jadi penting untuk memiliki personel yang cukup terlatih dalam hal
resusitasi neonatal dengan piranti yang memadai pada waktu persalinan sedang
berlangsung. Bayi lahir namun kesulitan bernapas dan berat lahir rendah merupakan salah
satu faktor penyebab AKB di Indonesia. bayi lahir kesulitan bernapas menjadi penyebab

5
utama kematian (AKB), namun saat ini telah menjadi urutan kedua. Urutan pertama kini
berat lahir bayi rendah, karena gizi ibu yang berkurang saat mengandung,”

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang
mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis.
Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien
kritis (Hudak dan Gallo, 1997).

Angka Kematian Bayi (AKB) bisa ditekan melalui pembekalan dan pelatihan resusitasi
neonatus kepada paramedis di tanah air. “AKB di Indonesia akan terus menurun dengan
adanya pembekalan melalui pelatihan resusitas neonatus . pembekalan resusitasi neonatus
bagi paramedis itu bertujuan untuk mencegah terjadinya kegagalan saat membantu proses
persalinan, baik di rumah sakit maupun klinik kebidanan. Data yang dikutip dari Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan AKB di Indonesia saat ini masih pada
posisi 31/1.000 kelahiran pada 2009. Tercatat sekitar 7.116 paramedis hingga saat ini telah
memperoleh pelatihan dan pembekalan resusitasi bayi gawat nafas secara nasional.
Paramedis itu antara lain terdiri dari dokter spesialis anak, anestesi, umum dan kebidanan.
Dalam kasus persalinan, kesulitan bernapas saat bayi lahir juga berdampak pada gagalnya
proses persalinan, misalnya terkait dengan perjalanan yang jauh dari praktik kebidanan ke
rumah sakit. “Terkadang masalah perjalanan yang cukup lama dari klinik bidan ke rumah
sakit, sehingga bayi lahir yang seharusnya mendapat pertologan pernapasan segera jadi
terlambat,” Oleh karena itu, AKB akibat faktor kesulitan bernapas itu mencapai sekitar 24
persen, dan berat lahir rendah 26 persen.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang  di atas dan sesuai dengan judul laporan
penatalaksanaan resusitasi, maka dalam hal ini rumusan masalah adalah “ Bagaimana

6
pelaksanaan resusitasi yang diberikan pada bayi baru lahir untuk menurunkan angka
kematian bayi.

C.  TUJUAN

1.  Tujuan  Umum

Sebagai acuan untuk melaksanakan  resusitasi pada bayi baru lahir

2.   Tujuan  Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi baru lahir

b. Mampu merumuskan diagnosa bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi

c.  Mampu menyusun perencanaan tindakan yang akan dilakukan

d.  Mampu menerapkan rencana tindakan yang akan dilakukan

e. Mampu  melakukan evaluasi dari tindakan resusitasi tersebut.

D.   MANFAAT

Penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai
pertimbangan bagi calon tenaga kesehatan professional dalam memberikan pelayanan
resusitasi pada bayi baru lahir.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Resusitasi Pada Bayi Baru Lahir

Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak
675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8
penyebab kematian di Indonesia).1 Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di
Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi
19/1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian neonatal terhadap
kematian anak balita cenderung meningkat dari 43% (SDKI 2002-2003) menjadi 48%
(SDKI 2012). Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah
asfiksia (36 %), BBLR/Prematuritas (32%) serta sepsis (12%) sedangkan bayi usia 7-28
hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%)
dan pneumonia (17 %). Upaya menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan
antenatal dan pertolongan persalinan sesuai standar yang harus disertai dengan perawatan
neonatal yang adekuat dan upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir
rendah, infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis),hipotermia dan asfiksia.
Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi memberikan oksigenasi
yang adekuat. Langkah awal resusitasi penting untuk menolong bayi baru lahir dengan
asfiksia dan harus dilakukan dalam waktu 30 detik. Resusitasi neonatus adalah serangkaian
intervensi saat kelahiran untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat. Pada
setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar bersalin yang tugasnya khusus
bertanggung jawab untuk penanganan bayi dan dapat melakukan langkah awal resusitasi,
termasuk pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi dada. Bayi
yang membutuhkan resusitasi saat lahir memiliki risiko untuk mengalami perburukan
kembali walaupun telah tercapai tanda vital yang normal. Ketika ventilasi dan sirkulasi
yang adekuat telah tercapai, bayi harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat
dilakukan monitoring penuh dan dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk mendapatkan
pencegahan hipotermia,monitoring yang ketat dan pemeliharaan fungsi sistemik dan
serebral.

8
Berikut adalah tahapan resusitasi

9
Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa menit
setelah resusitasi, sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap1–3 jam. Hal
yang harus dievaluasi dan dicatat adalah laju nafas, nilai normal laju nafas neonatus adalah 40–60
kali/menit dan tanda distres pernafasan lain diantaranya:
a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal.

10
b. Grunting, pernafasan cuping hidung
c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
Penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya adalah pemantauan gula darah (sugar), suhu
(temperature), jalan nafas (airway), tekanan darah (blood pressure), pemeriksaan laboratorium
(laboratories) dan dukungan emosional kepada keluarga (emotional support).

B. Pertolongan Bayi Baru Lahir Yang Aman dan Optimal

Setiap tahun, lebih dari satu juta bayi baru lahir di dunia meninggal dalam hari-hari pertama
kehidupannya, dimana dua pertiga dari kematian ini sebenarnya dapat diselamatkan dengan
perawatan dasar pada saat lahir dan pada periode awal neonatus. Penanganan dengan kualitas yang
baik selama persalinan dan setelah bayi lahir, merupakan hal yang sangat penting, oleh karena pada
periode ini, banyak jiwa bisa diselamatkan. Intervensi perawatan yang perlu diperhatikan untuk
mengurangi morbiditas dan mortalitas adalah memanaskan dan mengeringkan bayi dengan segera
termasuk skin-to-skin care, penjepitan tali pusat, resusitasi untuk bayi yang mengalami asfiksia, dan
ASI eksklusif dini pada semua bayi. Stabilisasi bayi baru lahir di ruang persalinan Penanganan bayi
baru lahir di ruang persalinan perlu dilakukan secara cepat dan tepat. Penanganan di ruang
persalinan dapat berupa persiapan alat, teamwork dan komunikasi, pemotongan tali pusat,
pembebasan jalan napas, mempertahankan lingkungan suhu yang neutral, suplementasi oksigen
yang sesuai, bantuan respirasi yang tidak invasif dan waktu pemberian surfaktan yang tepat. 12 Kiat
Membuat Anak Sehat, Tinggi, dan Cerdas Pertolongan Bayi Baru Lahir yang Aman dan Optimal
Pendidikan Kedokteran Berkelanjuatan IDAI Cabang DKI Jakarta XIII 13 Bantuan resusitasi di
fasilitas yang sangat terbatas. The First Golden Minutes: Helping Babies Breathe Helping babies
breathe (HBB) merupakan kunci dalam edukasi berdasarkan evidence-based medical yang
dirancang untuk meningkatkan resusitasi nenonatus terutama untuk fasilitas terbatas. Sepuluh
persen bayi membutuhkan bantuan pernapasan dalam satu menit pertama.

C. Tata laksana resusitasi tahun 2015


1. Manajemen tali pusat: Penundaan menjepit tali pusat.
Menunda penjepitan tali pusat 30 detik disarankan untuk bayi cukup bulan dan bayi prematur
yang tidak memerlukan resusitasi. Belum ada cukup bukti untuk mendukung atau menolak

11
rekomendasi penundaan menjepit tali pusat pada bayi yang membutuhkan resusitasi.6 Dari
penelitian meta-analisis; 15 penelitian uji klinis (1912 bayi), penundaan penjepitan tali pusat
paling sedikit 2 menit memberi keuntungan pada bayi usia 2-6 bulan berupa hematokrit yang
tinggi, peningkatan status zat besi, pengurangan risiko anemia, tetapi mempunyai risiko untuk
terjadi polisitemia asimtomatik.7 Rabe dkk8 , mendapatkan bahwa penundaan penjepitan tali
pusat meningkatkan volume darah, mengurangi kebutuhan transfusi, insiden Necrotizing
enterocoloitis (NEC), dan perdarahan intraventrikular. Bhatt S dkk9 melakukan penelitian pada
binatang, dengan menunda penjepitan tali pusat selama 3-4 menit. Dari penelitian ini didapatkan
hasil peningkatan fungsi kardiovaskular dengan meningkatnya aliran darah paru.
2. Membersihkan/menghisap cairan amnion yang bercampur meconium pada bayi yang lahir tidak
bugar.
Jika bayi lahir melalui cairan ketuban yang bercampur meconium, menunjukkan tonus otot yang
jelek dan upaya pernapasan tidak adekuat, langkah awal resusitasi harus diselesaikan di bawah
radiant warmer. Pertolongan Bayi Baru Lahir yang Aman dan Optimal Pendidikan Kedokteran
Berkelanjuatan IDAI Cabang DKI Jakarta XIII 17 Ventilasi tekana positif (VTP) harus dimulai
jika bayi tidak bernapas atau denyut jantung kurang dari 100 kali per menit setelah langkah awal
selesai. Anggota tim yang terampil dalam intubasi harus hadir di ruang bersalin.6 Penghisapan
rutin intrapartum orofaring dan nasofaring untuk bayi baru lahir yang tidak ada cairan amnion
atau meconium tidak lagi di rekomendasikan.10 Carrasco dkk11, melakukan penelitian pada 30
bayi cukup bulan yang normal. Pada 15 bayi tersebut dilakukan penghisapan orofaringeal
sebagai prosedur rutin. Dari penelitian tersebut didapatkan penghisapan rutin orofaringeal
mengurangi saturasi oksigen, terutama dalam 1-6 menit pertama kelahiran. Selain itu terdapat
perbedaan yang bermakna lamanya waktu untuk mencapai saturasi 86% dan saturasi 92% lebih
singkat pada bayi yang tidak dilakukan penghisapan lendir.
3. Penilaian denyut jantung
Selama resusitasi pada bayi cukup bulan dan bayi prematur, penggunaan 3-lead EKG dapat
menunjukkan hasil yang cepat dan akurat dari denyut jantung bayi baru lahir. Penggunaan EKG
tidak menggantikan kebutuhan pulse oximetry untuk mengevaluasi oksigenasi bayi yang baru
lahir.
4. Pemberian oksigen kepada bayi premature

12
Resusitasi bayi premature <35 minggu harus dimulai dengan oksigen rendah dan konsentrasi
okdigen harus difiltrasi untuk mencapai saturasi oksigen preduktal mendekati kisaran interkuartil
yang diukur pada bayi sehat setelah kelahiran pervaginam. Memulai resusitasi pada bayi
premature yang baru lahir dengan oksigen yang tinggi tidak dianjurkan. Rekomendasi ini
mencerminkan preferensi untuk tidak mengekspos bayi baru lahir premature dengan pemberian
oksigen.
5. Penanganan hipotermi pasca resusitasi
Penggunaan terapi hipotermia pada sumber daya yang terbatas (yaitu kurangnya staf yang
berkualitas, peralatan yang tidak adekuat) dapat dipertimbangkan dan ditawarkan protocol yang
sesuai dengan yang digunakan dalam uji klinis yang telah dipublikasi dan difasilitas dengan
kemampuan perawatan multidisiplin dan pemantauan jangka panjang. Terapi pada ensefalopati
hipoksik-iskemik berpusat pada meredam atau memblokir jalur biokimia yang menyebabkan
kematian sel neuron. Penurunan suhu tubuh 3˚C - 5˚C dari suhu tubuh normal dapat mengurangi
cedera otak.
6. Mempertahankan lingkungan suhu yang netral
Proses konduksi, konveksi, radiasi maupun evaporasi dapat menyebabkan hipotermi atau
hipertermi oleh karena itu keadaan yang dapat mempengaruhi efektifitas termoregulasi selama
resusitasi harus dicegah . Untuk mencegah keadaan tersebut maka perlu menjaga suhu tubuh
bayi antara 36,5-37,5˚C.
Adapun upaya untuk pengaturan suhu antara lain :
a. Suhu ruangan yang hangat (24-24˚C)
b. Tidak meletakan bayi dibawah pendingin ruangan
c. Infant warmer dihangatkan terlebih dahulu sebelum bayi lahir (untuk menghangatkan matras,
kain, topi, dan selimut bayi)
d. Gunakan kain yang hangat dan kering saat mengeringkan bayi
e. Gunakan plastic bening untuk membungkus bayi dengan berat <1500 gram
f. Memakaikan topi pada kepala bayi
g. Gunakan matras penghangat untuk bayi <1000gram
h. Gunakan incubator transport yang sudah dihangatkan atau transportasi dengan kontak skin-
to-skin (metode kangguru) pada fasilitas terbatas saat memindahkan bayi dari ruang bersalin
ke ruang perawatan

13
D. Rekomendasi pedoman penanganan bayi yang baru lahir dengan sindrom distress
pernapasan (SDP) di Eropa tahun 2013.
1. CPAP harus dimulai sejak lahir pada semua bayi dengan risiko sindrom distres pernapasan,
yaitu bayi dengan usia gestasi
2. Sistem pemberian CPAP sangat penting. Binasal prong pendek harus digunakan daripada
single prong dan harus menggunakan positive end-expiratory pressure (PEEP) minimal 6cm
3. CPAP dini harus dipertimbangkan pada bayi dengan sindrom distres pernapasan (SDP).
4. Non invasive positive pressure ventilation (NIPPV) bisa dipertimbangkan pada bayi gagal
CPAP, namun tidak memberikan keuntungan jangka panjang.
5. Bayi dengan SDP harus diberikan surfaktan secepatnya
6. Standarisasi kebijakan untuk menggunakan rescue surfaktan daripada profilaksis, dengan
penekanan beberapa bayi mungkin memerlukan rescue surfaktan di ruang bersalin.
7. Bayi harus di terapi rescue surfaktan secara dini dalam perjalanan penyakit. Protokol yang
dianjurkan untuk pemberian rescue surfaktan adalah terapi FiO2 >30% pada bayi dengan
usia gestasi 40% pada bayi dengan usia gestasi >26 minggu.
8. Poractant alfa dengan dosis 200mg/kg lebih baik dibandingkan 100mg/ kg poractant atau
beractant untuk terapi rescue surfaktan.
9. Targetkan jika mungkin untuk menggunakan teknik INSURE (intubasi, surfaktan, dan
reintubasi).
10. Dosis kedua atau ketiga harus diberikan jika keadaan sindrom distres pernapasan berlanjut,
dimana masih membutuhkan oksigen secara persisten atau ventilasi mekanik.
11. Jika mungkin, tunda penjepitan tali pusat setidaknya 60 detik.

E. Langkah-langkah stabilisasi pasca resusitasi


Program S.T.A.B.L.E dirancang sebagai sumber informasi tentang stabilisasi neonatus
untuk semua kalangan fasilitas kesehatan. Tujuannya adalah sebagai referensi tindakan
stabilisasi yang telah dilakukan pasca resusitasi /pre-transport pada bayi yang sakit. Tujuan
lainnya adalah memperbaiki keselamatan pasien, dengan melakukan standariasi prosedur,

14
mendukung kerja tim, mengidentifikasi kesalahan yang terjadi dan mengurangi kondisi
merugikan yang dapat dicegah.

1. S-Sugar and safe care (kadar gula darah dan perawatan yang aman)
Pasca resusitasi bayi rentan mengalami hipoglikemia.Risiko hipoglikemia dapat terjadi
pada bayi kecil masa kehamilan, bayi besar masa kehamilan, bayi dengan hipotermia, bayi
dari ibu diabetik, bayi dari ibu yang memperoleh pengobatan propranolol, obat
hipoglikemia oral, atau infus glukosa saat persalinan. Bayi sakit butuh dipuasakan untuk
mencegah aspirasi, mengurangi kejadian cedera iskemik terkait penurunan aliran darah ke
usus, serta adanya obstruksi usus dan berisiko mengalami hipoglikemia saat
dipuasakan.Pada neonatus kadar glukosa harus dipertahankan dalam rentang normal (50-
110 mg/dL).

Pemeriksaan kadar gula darah dilakukan dalam 30-60 menit setelah lahir terutama pada
bayi yang sakit atau bayi dengan risiko hipoglikemia. Pemeriksaan dapat diulang dalam 1-3
jam sesuai hasil pemeriksaan kadar gula darah dan kondisi bayi.

Bayi sakit yang dipuasakan dengan kadar gula darah < 50 mg/dL harus diterapi dengan
cairan glukosa intravena dengan langkah sebagai berikut.

a. Berikan bolus Dextrose 10% (D10) sebanyak 2 mL/kg dengan kecepatan 1mL per menit.
Hindari pemberian bolus D25 atau D50 karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan
hipoglikemia rebound.
b. Pada pemeliharaan berikan infus D10 sebanyak 60-80 mL/kg/hari (GIR 4.2-5.5
mg/kg/menit). Periksa kembali kadar gula darah 15-30 menit setelah pemberian bolus
atau setiap peningkatan kecepatan infus glukosa.
c. Dokumentasikan hasil terapi.
d. Bila kadar gula darah tetap < 50 mg/dL setelah 2 kali bolus D10, ulangi bolus (jumlah
glukosa intravena ditingkatkan hingga 100-120mL/kg/ hari atau konsentrasi glukosa
intravena ditingkatkan menjadi D12,5 atau D15.

15
e. Evaluasi kadar gula darah setiap 30-60 menit hingga mencapai >50mg/ dL, lakukan
minimal 2 kali pemeriksaan berurutan.
f. Apabila didapatkan kadar gula darah >150mg/dL pada 2 pemeriksaan berurutan,
pertimbangkan stres atau prematuritas sebagai penyebab. Kadar gula darah >250 mg/dL
yang tidak membaik memerlukan pemberian insulin dan butuh konsultasi kepada ahli
neonatologi atau endokrinologi.
g. Cairan dekstrosa >12,5% harus diberikan melalui vena umbilikal.
h. Hipoglikemi dapat dihindari dengan mencegah terjadinya:
1) Hipotermia.
2) Pemberian minum secara dini dalam 30-60 menit setelah lahir yang dilanjutkan
minimal setiap 3 jam atau lebih sering.
3) Mulai pemberian infus dekstrosa 10% sebanyak 60 mL/kg/hari bila pemberian
nutrisi secara enteral tidak memungkinkan.
2. T-Temperatur

Pemeliharaan suhu tubuh normal harus menjadi prioritas baik untuk bayi sehat atau
sakit. Pada bayi cukup bulan yang sehat, kegiatan untuk mencegah hipotermia termasuk
mengganti linen basah, menutup tubuh bayi dengan selimut hangat, meletakkan bayi di
dada ibu, tutup kepala bayi dengan topi dan bayi diberi pakaian. Pada bayi sakit atau
prematur, prosedur perawatan normal diganti dengan kegiatan resusitasi dan stabilisasi.
Selama resusitasi dan stabilisasi, risiko stres dingin dan hipotermia meningkat oleh karena
itu perawatan ekstra harus dilakukan untuk mencegah hipotermia.
Suhu aksila normal pada bayi baru lahir berkisar antara 36,5–37,5° C. Pemantauan
suhu dilakukan setiap 15-30 menit hingga bayi dapat mencapai suhu normal dan minimal
setiap jam hingga bayi dipindahkan. Bayi yang memiliki risiko lebih besar untuk
mengalami hipotermia adalah bayi kurang bulan, bayi berat lahir rendah (terutama < 1500
gram) dan bayi kecil masa kehamilan. Hal ini disebabkan karena rasio permukaan tubuh
dibanding massa tubuh yang lebih luas, jumlah lemak yang lebih sedikit, kulit tipis,
kemampuan vasokonstriksi rendah, tonus dan kemampuan fleksi rendah, serta simpanan
lemak coklat yang lebih sedikit. Risiko hipotermia juga dimiliki oleh bayi:
a. Yang membutuhkan resusitasi berkepanjangan (terutama jika disertai hipoksia)

16
b. Dengan penyakit akut (infeksi, masalah jantung, neurologi, endokrin, dan yang
memerlukan pembedahan terutama dengan defek dinding tubuh)
c. Yang kurang aktif atau hipotoni akibat obat sedatif, analgesik, paralitik, atau anestesi.
Kehilangan panas tubuh

Kehilangan panas tubuh terjadi melalui 4 mekanisme yaitu konduksi, konveksi, evaporasi, d
an radiasi. Keempat proses ini dipercepat oleh permukaan kulit yang basah, suhu ruangan
yang dingin, dan pergerakan udara melewati bayi yang meningkat. Upaya pencegahan
hipotermia selama stabilisasi dapat dilakukan dengan cara :

a. Suhu ruangan ditingkatkan menjadi 25–28° C dan tidak meletakkan bayi di bawah
pendingin ruangan.
b. Posisikan bayi di bawah infant warmer selama resusitasi atau tindakan pada bayi.
c. Menghangatkan benda yang akan bersentuhan dengan bayi (tempat tidur, stetoskop,
selimut, dan tangan pemeriksa). y memakaikan topi.
d. Membungkus bayi (< 1500 gram) dengan plastik bening, jangan sampai menutup wajah
atau menghambat jalan napas.
e. Oksigen yang akan diberikan dihangatkan dan dilembabkan dahulu.
f. Menghangatkan inkubator sebelum meletakkan bayi di dalamnya.
g. Menggunakan inkubator transport yang telah dihangatkan atau kontak skin-to-skin saat
pemindahan bayi dari kamar bersalin Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan rewarmi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan rewarming pada bayi yang
mengalami hipotermia:

a. Rewarming yang terlalu cepat dapat mengakibatkan perburukan klinis (takikardia,


gangguan irama jantung, hipotensi, hipoksemia yang ditandai desaturasi, perburukan
distres napas, dan perburukan asidosis). Kecepatan rewarming tidak boleh lebih dari
0,5°C/jam.
b. Rewarming dapat dilakukan menggunakan inkubator atau infant warmer.
c. Saat melakukan rewarming, suhu permukaan kulit bayi umumnya lebih tinggi
dibanding suhu rektal sehingga diperlukan pemantauan suhu rektal hingga mencapai

17
suhu normal. Saat suhu rektal mencapai normal, suhu aksila kemudian dapat diukur.
Pemantauan lain yang perlu dilakukan selama rewarming adalah laju dan irama denyut
jantung, tekanan darah, laju dan usaha napas, saturasi oksigen, status asam basa (jika
memungkinkan), dan kadar gula darah.

3. A-Airway (Jalan napas)

a. Distres napas merupakan sebuah alasan utama bayi membutuhkan perawatan. Evaluasi
distres napas harus dilakukan selama stabilisasi. Komponen yang dievaluasi mencakup :
b. Jalan Nafas
Laju napas normal bayi berkisar antara 40-60 kali per menit. Tanda bayi mengalami
kelelahan bernapas adalah bila napas kurang dari 30 kali per menit disertai dengan
penggunaan otot napas tambahan.
c. Usaha Nafas
Termasuk penilaian air entry, retraksi, merintih, napas cuping hidung, dan apnea.
d. Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan oksigen harus disesuaikan dengan kondisi klinis bayi dan saturasi oksigen.
Oksigen dititrasi untuk mempertahankan target saturasi oksigen.
e. Saturasi oksigen

Saturasi oksigen dipertahankan antara 88-92% dan pengukuran saturasi sebaiknya


dilakukan pada pre-duktal (tangan kanan) dan postduktal (salah satu kaki). Perbedaan
saturasi preduktal dan postduktal yang lebih dari 10% menandakan adanya pirau.

f. Gas darah
Pemeriksaan analisis gas darah dilakukan jika bayi membutuhkan oksigen atau
kemungkinan mengalami syok. Penilaian ini penting untuk menentukan derajat distres
napas serta membantu diagnosis dan tatalaksana distres napas.

18
4. B-Blood pressure (Tekanan darah)

Kegagalan untuk segera mengenali dan mengatasi keadaan syok (hipovolemik,


kardiogenik, septik) dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan bahkan kematian pada
bayi baru lahir, sehingga pengobatan harus cepat dan agresif.
Langkah pertama dalam pengobatan syok adalah untuk mengidentifikasi sumbernya.
Langkah kedua adalah mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang terkait atau yang
mendasari yang dapat mengganggu.
Secara umum syok dibedakan menjadi 3 bentuk yaitu:
a. Syok hipovolemik adalah disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh volume sirkulasi
darah yang rendah. Penyebabnya dapat berupa perdarahan maupun yang bukan perdarahan
(misal kebocoran kapiler, dehidrasi, hipotensi fungsional)
b. Syok kardiogenik adalah disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh fungsi otot-otot
jantung yang lemah (gagal jantung). Kondisi ini dapat terjadi pada bayi dengan asfiksia,
hipoksia dan/ atau asidosis metabolik, infeksi, gangguan napas berat (membutuhkan
bantuan ventilasi), hipoglikemia berat, kelainan metabolik dan/ atau gangguan elektrolit
berat, aritmia, dan penyakit jantung bawaan.
c. Syok septik adalah disfungsi sirkulasi yang disebabkan oleh reaksi sistemik
kompleks sebagai respons terhadap infeksi berat. Syok septik sering memberikan respons
yang kurang baik terhadap resusitasi cairan sehingga bayi membutuhkan obat inotropik atau
vasopresor untuk mengatasi tekanan darah yang rendah.
1) Kombinasi dari ketiga syok dapat terjadi. Bayi dengan syok dapat memperlihatkan
tanda-tanda:
2) Peningkatan usaha napas, apnea, atau napas yang megap.
3) Pulsasi perifer lemah y Perfusi perifer yang buruk, ditandai pemanjangan capillary
refill time/ CRT> 3 detik, kulit dingin, dan kulit tampak mottled
4) Sianosis atau pucat y Takikardia atau bradikardia.
5) Tekanan darah normal atau rendah.
6) Tekanan nadi dapat menyempit atau melebar. Tekanan nadi yang menyempit terjadi
pada vasokonstriksi perifer, gagal jantung, atau cardiac output rendah, sedangkan

19
tekanan nadi yang melebar dapat terjadi pada aortic runoff seperti duktus arteriosus
paten yang signifikan atau malformasi arteriovena besar.
7) Oliguria. Namun tidak dapat dijadikan parameter untuk menentukan syok karena
produksi urin cenderung rendah dalam 24 jam pasca kelahiran

Tatalaksana syok diawali dengan identifikasi penyebab syok. Tatalaksana syok secara
umum bertujuan untuk mencapai kadar normal pH, menurunkan pembentukan asam laktat
dan metabolisme anaerob, meningkatkan oksigenasi dan perfusi jaringan, serta
meningkatkan curah jantung. Perawatan suportif harus segera diberikan dengan menjaga
patensi jalan napas, memberikan terapi oksigen, serta memasang akses intravascular.
Tatalaksana selanjutnya disesuaikan dengan masingmasing bentuk syok yang terjadi.

5. L-Laboratorium work up (pemeriksaan laboratorium)


Pemeriksaan laboratorium berikut dapat membantu mengevaluasi syok dan jika
hasil tidak normal, dapat membantu menentukan terapi korektif yang tepat:

a. Analisis gas darah


Asidosis metabolik terjadi ketika pH dan bikarbonat rendah. Jika bayi mengalami
insufisiensi pernapasan, kemudian PCO2 juga akan ditingkatkan dan bayi akan mengalami
keadaan campuran asidosis respiratorik dan metabolik.
pH < 7.30 tidak normal.
pH < 7.25 concerning terutama bila disertai perfusi tidak bagus, takikardi, dan atau tekanan
darah rendah
pH < 7.20 tidak normal secara bermakna
pH < 7.10 indikasi bahwa bayi dalam keadaan krisis berat

b. Tes laboratorium lainnya yang berguna untuk evaluasi syok.


1) Gula
2) Elektrolit
3) Calcium Ion
4) Tes fungsi hati

20
5) Tes Fungsi ginjal
6) Pemeriksaan koagulasi
c. Pemeriksaan lainnya dan observasi
1) Ekokardiogram untuk mengevaluasi fungsi jantung dan untuk menyingkirkan penyakit
jantung bawaan
2) Evaluasi output urin untuk oliguria atau anuria
3) Evaluasi untuk sepsis (CBC dengan diferensial dan kultur darah)
4) Skrining metabolik asam amino dan asam organik (urin dan serum)

6. E-Emotional support (Dukungan emosional)

Emosi yang orang tua alami ketika bayi mereka sakit dan atau prematur adalah rasa
bersalah, marah, tidak percaya, perasaan gagal, ketidakberdayaan, ketakutan, menyalahkan,
dan depresi. Pada umumnya, pada periode awal setelah onset penyakit bayi, orang tua
mungkin tidak mengekspresikan emosi tertentu, tetapi mungkin muncul “mati rasa”.
Mereka mungkin tidak tahu pertanyaan apa yang harus ditanyakan, atau apa yang harus
dilakukan dalam situasi yang mereka tidak harapkan atau siap. Rasa bersalah dan rasa
tanggung jawab untuk situasi ini mungkin yang pertama dialami oleh ibu. Bila
memungkinkan, berikan dukungan dan bantuan untuk membantu keluarga mengatasi krisis
ini dan kesedihan mereka.

Orangtua/ keluarga sebaiknya diberi dukungan sejak awal hingga bayi menjalani perawatan
meliputi:

a. Mengijinkan ibu untuk melihat bayi.


b. Memberikan ucapan selamat atas kelahiran bayi dan memanggil bayi dengan nama
yang sudah dipersiapkan oleh keluarga.
c. Mengambil foto dan jejak kaki bayi.
d. Menawarkan dukungan tambahan dari pihak lain seperti kerabat atau pemuka agama.
e. Memberikan penjelasan yang sederhana namun akurat kepada orangtua terkait kondisi
bayi dan rencana tatalaksana yang akan diberikan.
f. Memberikan kesempatan kepada orangtua untuk bertanya mengenai kondisi bayi.

21
g. Melibatkan peran orangtua dalam perawatan bayi dan pengambilan keputusan terkait
tatalaksana.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang
mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis.
Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk memenuhi kebutuhan pasien
kritis (Hudak dan Gallo, 1997). Pertolongan persalinan yang benar menentukan kualitas
bayi yang dilahirkan karena itu diperlukan pengetahuan dan kemampuan tentang
manajemen asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir untuk menurunkan angka kecacatan dan
kematian bayi. Kebanyakan bayi prematur memerlukan stabilisasi atau resusitasi dan
Penghisapan lendir tidak direkomendasikan secara rutin membersihkan mulut dan hidung
sudah cukup. y Penundaan penjepitan tali pusat direkomendasikan hingga napas pertama. y
Pengaturan suhu sangatlah penting, bungkus bayi usia gestasi sangat kecil dengan plastik
bening. y Resusitasi bayi cukup bulan dengan oksigenasi awal 21% dan bayi dengan usia
gestasi sangat kecil dengan FiO2 21-30%. y Ventilasi dengan CPAP dini kemudian
pemberian surfaktan jika diperlukan lebih efisien daripada pemberian surfaktan kemudian
CPAP. y Resusitasi masih memerlukan penelitian, dengan teknik yang menjanjikan. y
Stabilisasi perlu dilakukan dengan melaksanakan program STABLE (Sugar, Temperature,
Airway, Blood pressure, Laboratorium work up, Emotional support).
B. Saran

22
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman
pada banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. Web-based Integrated Guidelines for Cardiopulmonary


Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care – Part 13: Neonatal Resuscitation. 2015.
Diunduh dari ECCguidelines.heart.org.

Foglia EE, Kirpalani H. Sustained Inflation. Neoreviews 2016;17. Diunduh dari


http://neoreviews.aappublications.org/content/17/1/e8

Rojas-Reyes MX, Morley CJ, Soll R. Prophylactic versus selective use of surfactant in
preventing morbidity and mortality in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev. 2015;
(3):CD000510

Solberg R, Perrone S, Saugstad OD, Buonocore G. Risks and benefits of oxygen in the
delivery room. The Journal of Maternal-Fetal and Neonatal Medicine. 2012;25(S(1)): 41–
44

Saugstad OD, Aune D, Aguar M, Kapadia V, Finer N, Vento M. Systematic review and
meta-analysis of optimal initial fraction of oxygen levels in the delivery room at ≤32 weeks.
Acta Paediatr 2014;103(7):744-51

23
RESUSITASI
Usaha untuk
mengakhiri asfiksia
adalah dengan
resusitasi memberikan
oksigenasi
yang adekuat. Langkah
awal resusitasi penting
untuk menolong bayi
baru lahir dengan
asfiksia dan harus
dilakukan dalam waktu

24
30 detik. Resusitasi
neonatus adalah
serangkaian intervensi
saat kelahiran untuk
mengadakan usaha
nafas dan sirkulasi
yang adekuat. Pada
setiap kelahiran, harus
ada paling sedikit 1
orang di kamar
bersalin yang tugasnya
khusus bertanggung
jawab untuk

25
penanganan bayi dan
dapat
melakukan langkah
awal resusitasi,
termasuk pemberian
ventilasi tekanan
positif
(VTP) dan membantu
kompresi dada. Bayi
yang membutuhkan
resusitasi saat lahir
memiliki risiko untuk
mengalami perburukan

26
kembali walaupun telah
tercapai tanda
vital yang normal.
Ketika ventilasi dan
sirkulasi yang adekuat
telah tercapai, bayi
harus dipantau atau
ditransfer ke tempat
yang dapat dilakukan
monitoring penuh dan
dapat dilakukan
tindakan antisipasi,
untuk mendapatkan

27
pencegahan
hipotermia,
monitoring yang ketat
dan pemeliharaan
fungsi sistemik dan
serebral. berikut adalah
Seminar Kebidanan
Stikes Karya Husada,
Kediri, 22 Agustus 2017
!
9!

28
Seminar Kebidanan
Stikes Karya Husada,
Kediri, 22 Agustus 2017
!
10!
Pada beberapa
keadaan membutuhkan
monitoring berulang
tiap beberapa menit
setelah resusitasi,
sedangkan pada
keadaan yang lebih

29
ringan dapat dinilai
ulang tiap
1–3 jam. Hal yang
harus dievaluasi dan
dicatat adalah laju
nafas, nilai normal
laju
nafas neonatus adalah
40–60 kali/menit dan
tanda distres
pernafasan lain
diantaranya:
a. Retraksi, dapat
dilihat didaerah
30
suprasternal,
substernal, interkostal,
subkostal.
b. Grunting, pernafasan
cuping hidung
c. Apnea, nafas megap-
megap, atau periodic
breathing.
Penanganan pasca
resusitasi neonatus
diantaranya adalah
pemantauan gula
darah

31
(sugar), suhu
(temperature), jalan
nafas (airway),
tekanan darah (blood
pressure),
Seminar Kebidanan
Stikes Karya Husada,
Kediri, 22 Agustus 2017
!
11!
pemeriksaan
laboratorium
(laboratories) dan

32
dukungan emosional
kepada keluarga
(emotional support).
Kesimpulan:
Pertolongan persalinan
yang benar
menentukan kualitas
bayi yang
dilahirkan karena itu
diperlukan
pengetahuan dan
kemampuan tentang
manajemen

33
asfiksia dan resusitasi
bayi baru lahir untuk
menurunkan angka
kecacatan dan
kematian bayi.
!
DAFTAR PUSTAKA
!
1 WHO. Preterm
birth, updated
november 2013.
Diakses dari

34
http://www.who.int/med
iacentre/factsheets/fs36
3/en/ pada tanggal 10
Februari
2014.
2 Kementerian
Kesehatan Republik
Indonesia 2015. Profil
kesehatan indonesia
tahun 2014.
3 Low JA Determining
the contribution of
asphyxia to brain
damage in the
35
neonate. Obstet
Gynaecol Res.
2004;30(4):276-86.
4 Palsdottir K,
Dagbjartsson A,
Thorkelsson T,
Hardardottir H. Birth
asphyxia
and hypoxic ischemic
encephalopathy,
incidence and
obstetric risk factors.
Laeknabladid.
2007;93(9):595-601.
36
5 Kementerian
Kesehatan Republik
Indonesia. Peraturan
Menteri Kesehatan
Republik Indonesia
nomor 53 tahun 2014
tentang Pelayanan
Kesehatan
Neonatal Esensial.
6 Spector JM, Daga
S. Preventing those
so-called stillbirths.
Bulletin of the

37
World Health
Organization. Diakses
dari
http://www.who.int/bull
etin/volumes/86/4/07-
049924/en/
7 Antonucci R, Porcella
A, Maria Dolores Pilloni
AD. Perinatal asphyxia
in the
term newborn. Journal
of Pediatric and
Neonatal Individualized
Medicine
38
2014;3(2): 1-14.
8 Meisa Puspitasari.
Stabilisasi Neonatus
pasca tindakan
Resusitasi lahir. Sari
Kepustakaan,
Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FK
UNPAD

39

Anda mungkin juga menyukai