Anda di halaman 1dari 60

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI NEONATUS


PREMATUR
2.1.1 Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Menurut WHO, bayi prematur adalah bayi lahir hidup
seelum usia kehamilan minggu ke -37 ( dihitung dari
minggu pertama haid terakhir). The american academy of
pediatric, mengambil batasan 38 minggu untuk
menyebut prematur.
Bayi prematur atau bayi pre-term adalah bayi yang
berumur kehamilan 37 minggutanpa memperhatikan berat
bedan. Sebagian besar bayi lahir dengan berat badan kuang
dari 2500 gram adalah bayi prematur.( asrining surasmi,dkk.
2003).
Dari pengertian tersebutdapat disimpulkan bayi prematur
ditetapkan berdasarkan umur kehamilan.

B. Etiologi
a. F aktor M atern al 
Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit
kronik, misalnya diabetes mellitus kelahiran premature
ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana uterus
tidak mampu untuk menahan fetus, misalnya pada
pemisahan premature, pelepasan plasenta dan infark
dari plasenta.

1
b. F aktor F etal 
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal),
fetus multi ganda, cidera radiasi (Sacharin. 1996).
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
1) Kehamilan 
 Malformasi Uterus
 Kehamilan ganda
 TI. Servik Inkompeten
 KPD
 Pre eklamsia
 Riwayat kelahiran premature
 Kelainan Rh
2) Penyakit 
 Diabetes Maternal
 Hipertensi Kronik
 UTI
 Penyakit akut lain
3) Sosial Ek onomi 
 Tidak melakukan perawatan prenatal
 Status social ekonomi rendah
 Mal nutrisi
 Kehamilan remaja
Faktor Resiko Persalinan Prematur :
1) Resik o D emograf ik 
 Ras
 Usia (40 tahun)
 Status sosio ekonomi rendah
 Belum menikah
 Tingkat pendidikan rendah

2
2) Resiko M edis 
 Persalinan dan kelahiran premature sebelumnya
 Abortus trimester kedua (lebihdari 2x abortus
spontan atau elektif)
 Anomali uterus
 Penyakit-penyakit medis (diabetes, hipertensi)
 Resiko kehamilan saat ini :
Kehamilan multi janin, Hidramnion, kenaikan BB
kecil, masalah-masalah plasenta (misal
:plasentaprevia, solusioplasenta), pembedahan
abdomen infeksi (misal : pielonefritis, UTI),
inkompetensia serviks, KPD.
3) ResikoPerilakudanLingkungan 
 Nutrisi buruk
 Merokok (lebih dari 10 rokok sehari)
 Penyalah gunaan alkohol dan zat lainnya (mis.
kokain)
 Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal

4) Fakt or Resik o Potensial 


 Stres
 Iritabilitas uterus
 Peristiwa yang mencetuskan kontraksi uterus
 Perubahan serviks sebelum awitan persalinan
 Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat
 Defisiensi progesterone
 Infeksi

3
C. Patofisiologi
Neonatus dengan imaturitas pertumbuhan dan
perkembangan tidak dapat menghasilkan kalori melalui
peningkatan metabolisme. Hal ini disebabkan karena
respon menggigil bayi tidak ada atau kurang, sehingga
tidak dapat menambah aktivitas. Sumber utama kalori bila
ada stress dingin atau suhu lingkungan rendah adalah
thermogenesis nonshiver. Sebagai respons terhadap
rangsangan dingin, tubuh bayi akan mengeluarkan
norepinefrin yang menstimulus metabolisme lemak dari
cadangan lemak cokelat untuk menghasilkan kalori yang
kemudian dibawa oleh darah ke jaringan. Sterss dingin
dapat menyebabkan hipoksia, metabolisme asidosis dan
hipoglikemia. Peningkatan metabolisme sebagai respons
terhadap stress dingin akan meningkatkan kebutuhan
kalori dan oksigen. Bila oksigen yang tersedia tidak dapat
memenuhi kebutuhan, tekanan oksigen berkurang (
hipoksia) dan keadaan ini akan menjadi lebih buruk
karena volume paru menurun akibat berkurangnya
oksigen darah dan kelainan paru (paru yang imatur).
Keadaan ini dapat sedikit terolong oleh haemoglobin fetal
( HbF) yang dapat mengikat oksigen lebih banyak
sehingga bayi dapat bertahan lebih lama pada kondisi
tekanan oksigen yang kurang.
Stress akan direspons oleh bayi dengan melepas
norepinefrin yang menyebabkan vasokontriksi paru.
Akibatnya, menurunkan keefektifan ventilasi paru
sehingga kadar oksigen darah berkurang. Keadaan ini
menghambat metabolisme glukosa dan menimbulkan

4
glikolisis anaerob yang menyebabkan peningkatan asam
laktat, kondisi ini bersamaandengan metabolisme lemak
cokelat yang menghasilkan asam sehingga meningkatkan
konstribusi terjadinya asidosis.
Kegiatan metabolisme anaerob menghilangkan
glikogen lebih banyak dari pada metabolisme aerob
sehingga mempercepat terjadinya hipoglikemia. Kondisi
ini terjadi terutama bila cadangan glikogen saat lahir
sedikit, sesudah kelahiran pemasukan kalori rendah atau
tidak adekuat.
Termoregulasi. Bayi prematur umurnya relatif kurang
mampu untuk bertahan hidup karena struktur anatomi atau
fisiologi yang imatur dan fungsi biokimianya belum
bekerja seperti bayi yang lebih tua. Kekurangan tersebut
berpengaruh terhadap kesanggupan bayi untuk mengatur
dan mempertahankan suhu badannya dalam batas normal.
Bayi prematur dan imatur tidak dapat mempertahankan
suhu tubuh dalam batas normal, karena pusat pengatur
suhu pada otak yang belum matur, kurangnya cadangan
glikogen dan lemak cokelat sebagai sumber kalori. Tidak
ada atau kurangnya lemak subkutan dan permukaan
tubuh yang relatif lebih luas akan menyebabkan
kehilangan panas tubuh yang lebih banyak. Respons
menggigil pada bayi kurang atau tidak ada, sehingga bayi
tidak dapat meningkatkan panas tubuh melalui aktivitas.
Selain itu kontrol refleks kapiler kulit juga masih kurang.
(asrining surasmi dkk, 2003).

D. ManifestasiKlinis
Manifestasi Klinis Bayi Prematur adalah :
1) Berat lahir sama dengan atau kurang dari 2.500
5
gram.
2) Panjang badan kurang atau sama dengan 45 cm.
3) Lingkaran dada kurang dari 30 cm. 4. Lingkaran
kepala kurang dari 33 cm.
4) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
5) Kepala relative lebih besar dari badannya, kulit tipis,
transparan, lanugonya banyak, lemak subkutan
kurang, sering tampak peristaltic usus.
6) Tangisnya lemah dan jarang, pernafasan tidak teratur
dan sering timbul apnea.
7) Reflek tonik leher lemah danr efleks morro positif.
8) Alat kelamin pada bayi laki- laki pigmentasi dan
rugae pada skrotum kurang, testis belum turun
kedalam skrotum. Untuk bayi perempuan klitoris
menonjol, labia minora belum tertutup labia mayora.
9) Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan
pergerakannnya lemah.
10) Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.
11) Fungsi saraf yang belum atau kurang matang
mengakibatkan reflex hisap, menelan dan batuk
masih lemah atau tidak efektif.
12) Tulang rawan dan daun telinga belum sempurna
pertumbuhannya sehingga seolah- olah tidak teraba
tulang rawan dan daun telinga (Surasmi, 2003).
13) Pergerakannya kurang dan masih lemah, pernapasan
belum teratur 15. Otot-otot masih hipotonik
14) Pernapasan sekitar 45 sampai 50 kali per menit
15) Frekuensi nadi 100 sampai 140 kali per menit
16) Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea
(gagalnapas)

6
17) Kepala tidak mampu tegak.
E. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat
lahir rendah antara lain:
1) Hipoglikemia
2) Gangguan cairan dan elektrolit
3) Hiperbilirubinemia
4) Sindroma gawat nafas
5) Paten duktus arteriosus
6) Infeksi
7) Perdarahan intraventrikulerApnea of Prematurity
8) Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul padabayi-
bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) antara lain:
1) Gangguan perkembangan
2) Gangguan pertumbuhan
3) Gangguan penglihatan Retinopati)
4) Gangguan pendengaran
5) Penyakit paru kronis
6) Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah
sakit
7) Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.
F. PenatalaksanaanMedis
1. Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi
oksigen
2. Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus)
3. Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi
yang cukup
4. Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi
dengan antibiotik yang tepat

7
2.1.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Bayi Prematur
A. Pengkajian
1) Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di
dalam kandungan terganggu
2) Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi ke
dinginan atau suhu tubuh rendah
3) Riwayat penayakit sekarang
Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37
minnggu,berat badan kurang atau sama dengan 2.500
gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai 3
menunjukkan kegawatan yang parah,4 sampai 6
kegawatan sedang,dan 7-10 normal
4) Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur, kehamilan
ganda, hidramnion
5) Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan
seperti DM, TB Paru, Tumor kandungan, Kista,
Hipertensi
6) ADL
Pola Nutrisi : Reflek sucking lemah, volume
lambung kurang, daya aborbsi
kurang/lemah sehingga kebutuhan
nutrisi terganggu.

8
Pola Istirahat Tidur : Terganggu oleh hipotermia
Pola Personal Hugiene : Tahap awal tidak dimandikan
Poa Aktivitas : Gerakan kaki dan tangan lemas
Pola Eliminasi :BAB yang pertama kali
keluaaradalah mekonium, produks
urin Rendah
7) Pemeriksaan
Pemeriksaan Umum
 Kesadaran compos mentis
 Nadi : 180X/menit pada menit I kemudian menurun
sampai 120-140X/menit
 RR : 80X/menit pada menit I kemudian menurun
sampai 40X/menit
 Suhu : kurang dari 36,5 C

8) PemeriksaanFisik
Kepala : Linkar kepala 32-35 cm,
rambut hitam atau merah,
panjang rambut 2 cm, kulit
wajah kemerahan dan licin.
Panjang Badan : Kurang dari 48 cm
Berat Badan : Kurang dari 2.500 gram,
lapisan lemak subkutan
seditkit tidak ada.
Thorax : Lingkar dada 30 – 38cm.
Abdomen : Penonjolan abdomen, tali pusa
layu, peristaltic usus
terdengar maksimal kurang
dari 5 detik.

9
Genetalia : Pada bayi laki – laki testis
belum turun ke skrotum, pada
pada bayi perempuan labio
mayora belum menutui labiya
minora.
Anus : Keluar miconium.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi gawat pernafasan berhubungan dengan
ketidak matangan paru karena kurang produksi
surfactant
2) Resiko tinggi hipotermia atau hypertermi berhubungan
dengan lemak subkutan tipis, luas permukaan tubuh
lebih luas disbanding dengan masa tubuh,
termoregulasi belum sempurna
3) Nutisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
reflek menelan lemah akibat prematuritas
4) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
peningkatan kerentanan bayi terhadap system imun
yang belum matang
5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran yang disebabkan imaturitas, pengeluaran
kulit atau paru

C. Intervensi

a. Diagnosa I
Tujuan :Menjaga dan memaksimalkan fungsi paru

10
Intervensi:
1) Kumpulkan data yang berkaitan dengan kegawatan
nafas
Rasional :Riwayat ibu atas penggunaan obat atau
kondisi tidak normal selama kehamilan dan proses
persalinan.
2) Waspada episode apnea yang berlangsung lebih dari
20 detik
Rasional :deteksi dini dalam menentukan tindakan
selanjutnya
3) Memberi bantuan pernafasan seperti oksigen
Rasional :membantu mencukupi supplai oksigen
4) Pantaukajian gas darah untuk mengetahui asidosis
pernafasan metabolik Rasional : deteksi dini untuk
mencegah hipoksia
5) Persiapkan dalam pemberian terapi farmakologis,
spertiteofilin IV
b. Diagnosa II
Tujuan :tidak terjadi hipotermia/hypertermia Intervensi
1) Jaga temperature ruang perawatan 25o C
Rasional :ruangan yang terlalu panas menyebabkan
perpindahan panas secara infeksi
2) Ukur suhu rectal terlebih dulu, kemudian suhu aksila
setiap 2 jam/setiap kali diperlukan
Rasional :deteksi dini dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
3) Lakukan prosedur penghangatan setelah bayi lahir
Rasional :mencegah pengeluaran suhu lewat
evaporasi
11
c. Diagnosa III
Tujuan :Meningkatkan dan menjaga asupan kalori dan
statusnya gizi bayi Intervensi :
1) Awasi reflek menghisap bayi dan kemampuan
menelan
Rasional :kemampuan menghisap dan menelan yang
lemah dapat menyebabkan kebutuhan nutrisi tidak
terpenuhi

2) Awasi dan hitung kebutuhan kalori bayi

Rasional :mengetahui kebutuhan kalori yang


dibutuhkan bayi.

3) Kebutuhan ASI 60/kg BB/24 jam dengan kenaikan


30 cc/hari, dipertahankan pada hari ke-7 sampai 1
bulan
Rasional : ASI mengandung zat gizi yang diperlukan
tubuh
4) Timbang bayi setiap hari,bandingkan berat badan
dengan asupan kalori yang diberikan.
Rasional :mengetahui perkembangan dan
kemungkinan terjadinya penurunan BB yang
pathologis

d. Diagnosa IV
Tujuan :tidak terjadi infeksi Intervensi :
1) Kaji adanya fluktuasi suhu tubuh,letargi,apnea,malas
minum,gelisah dan ikterus.
Rasional :suhu tubuh meningkat dan nadi cepat
merupakn awal terjadinya infeksi

12
2) Kaji riwayat ibu,kondisi bayi selama
kehamilan,dan epidemic infeksi diruang perawatan
Rasional :mengetahui adanya riwayat infeksi selama
kehamilan
3) Ambil sampel darah
Rasional :untuk sampel pemerisaan eritrosit, leukosit,
diferensiasi, Immunoglobulin
4) Pantau ulang hasil peneletian eritrosit,
luekosit,diferensiasi, imunoglobulin
Rasional :mengetahui terjadinya infeksi
5) Upayakan pencegahan infeksi dari lingkungan: cuci
tangan sebelum dan sesudah memegang bayi
Rasional :mencegah berpindahnya mikroorganisme
dari jari tangan ke tubuh bayi

13
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BERAT BADAN LAHIR
RENDAH (BBLR)

2.2.1 Konsep Dasar Penyakit

A. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat badan
kurang dari 2.500 gram pada saat lahir.
Ada dua golongan bayi berat badan lahir rendah.
1. Prematuritas murni

Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37


minggu dan berat badan bayi sesuai dengan getasi atau yang
disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan
(NKB-SMK)
2. Bayi small for gestational age (SGA)

Yaitu berat bayi lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan.


SGA sendiri terdiri atas tiga jenis.
a. Simetris (intrauterus for gestational age)

Yaitu terjadi gangguan nutrisi pada awal kehamilan dan


dalam jangka waktu yang lama.
b. Asimetris (intrauterus growth reterdation)

Yaitu terjadi defisit nutrisi pada fase akhir kehamilan.


c. Dismaturitas

Yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang


seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi
kecil untuk masa kehamilan.
B. Etiologi

14
Etiologi atau penyebab dari berat badan bayi lahir rendah maupun
usia bayi belum sesuai dengan masa gestasinya adalah sebagai
berikut.
1. Komplikasi obstetri
a. Multiple gestation.
b. Incompetence.
c. Pro (prematur rupture of membran) dan korionitis.
d. Pregancy induce hypertention (PIH).
e. Plasenta previa.
f. Ada riwayat kelahiran prematur.
2. Komplikasi medis
a. Diabetes maternal.
b. Hipertensi kronis.
c. Infeksi traktus urinarius.
3. Faktor ibu
a. Penyakit: hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik
dan psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskuler.
b. Usia ibu: angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada
usia ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak
kelahirannya terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada
usia 26-35
c. Keadaan sosial ekonomi: keadaan ini sangat berpengaruh
terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi
terdapat pada golongan sosial ekonomi yang rendah. Hal
ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang.
d. Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat badan ibu yang
tidak adekuat dan ibu yang perokok.
4. Faktor janin

15
Hidramnion/polihidramnion, kehamilan ganda, dan kelainan
janin.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada bayi dengan berat
badan lebih rendah adalah sebagai berikut.
1. Berat badan kurang dari 2.500 gram.
2. Panjang badan kurang dari 45 cm.
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang
dari 33 cm.
4. Masa gestasi kurang dari 37 minggu.
5. Kepala lebih besar dari tubuh.
6. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, dan lemak subkutan
amat sedikit.
7. Osifikasi tengkorak sedikit serta ubun-ubun dan sutura
lebar.
8. Genitalia imatur, labia minora belum tertutup dengan labia
mayora.
9. Tulang rawan dan daun telinga belum cukup, sehingga
elastisitas belum sempurna.
10. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernafasan
belum teratur, dan sering mendapatkan serangan apnea.
11. Bayi lebih banyak tidur daripada bangun, refleks mengisap
dan menelan belum sempurna.

Bayi berat lahir rendah dapat juga dibagi menjadi 3 stadium.


1. Stadium I

Bayi tampak kurus dan relatif lebih panjang, kulit longgar,


kering seperti permen karet, namun belum terdapat noda
mekonium.

16
2. Stadium II

Bila didapatkan tanda-tanda stadium I ditambah warna


kehijauan pada kulit, plasenta, dan umbilikus hal ini
disebabkan oleh mekonium yang tercampur dalam amnion
kemudian mengendap ke dalam kulit, umbilikus dan plasenta
sebagai akibat anoksia intrauterus.
3. Stadium III

Ditemukan tanda stadium II ditambah kulit berwarna kuning,


demikian pula kuku dan tali pusat.

D. Penyakit pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah

1. Penyakit yang dapat menyertai bayi dengan berat badan lahir


rendah adalah sebagai berikur.

2. Sindrom gangguan pernapasan idiopatik, disebut juga


penyakit membran hialin yang melapisi alveolus paru.

3. Pneumonia aspirasi, sering ditemukan pada prematur karena


refleks menelan dan batuk belum sempurna. Penyakit ini
dapat dicegah dengan perawatan yang baik.

4. Perdarahan interventikular. Perdarahan spontan pada


ventrikel otak lateral biasanya disebabkan oleh anoksia otak,
biasanya terjadi bersamaan dengan pembentukan membran
hialin pada paru.

5. Fibroplasia retinolental. Ditemukan pada bayi prematur


disebabkan oksigen yang berlebihan.

6. Hiperbilirubinemia karena kematangan hepar, sehingga


konjugasi bilirubin indirek menjadi bilirubin direk belum

17
sempurna.

E. Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada bayi berat badan lahir rendah
adalah sebagai berikut.

1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernafas


pada bayi).
2. Hipoglikemi simptomatik, terutama pada laki-laki.
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru
belum sempurna/cukup, sehingga alveoli kolaps. Sesudah bayi
mengadakan inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam
alveoli, sehingga selalu dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi
untuk permafasan berikutnya.
4. Asfiksia neonatorum.
5. Hiperbilirubinemia.

Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini


mungkin disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

6. Angka kejadian
a. Amerika Serikat prematur murni (7,1% orang kulit
putih dan 17,9 orang kulit berwarna) dan BBLR (6-
16%).
b. RSCM pada tahun 1986 sebesar 24% angka kematian
perinatal dan 73% disebabkan BBLR.
F. Penatalaksaan
1. Pastikan bayi terjaga tetap hangat. Bungkus bayi dengan kain
lunak, kering, selimuti, dan gunakan topi untuk menghindari
adanya kehilangan panas.

18
2. Awasi frekuensi pernafasan, terutama dalam 24 jam pertama
guna mengetahui sindrom aspirasi mekonium/sindrom
gangguan pernapasan idiopatik.
3. Pantau suhu disekitar bayi, jangan sampai bayi kedinginan.
Hal ini karena bayi BBLR mudah hipertermia akibat luas dari
permukaan tubuh bayi relatif lebih besar dari lemak subkutan.
4. Motivasi ibu untuk menyusui dalam 1 jam pertama.
5. Jika bayi haus, beri makanan dini (early feeding),yang
berguna untuk mencegah hipoglikemia.
6. Jika bayi sianosis atau sulit bernafas (frekuensi kurang dari 30
atau lebih dari 60 kali per menit, tarik dinding dada ke dalam
dan merintih, beri oksigen lewat kateter hidung atau nasal
prong.
7. Cegah infeksi karena rentan akibat pemindahan imunoglobulin
G (IgG) dari ibu ke janin terganggu.
8. Periksa kadar gula darah setiap 8-12 jam.

2.2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BBLR

A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat untuk
mendapatkan data, baik objektif maupun subjektif dari ibu adalah
sebagai berikut.
1. Riwayat kesehatan terdahulu
a. Apakah ibu perrnah mengalami sakit kronis.
b. Apakah ibu pernah mengalami gangguan pada kehamilan
sebelumnya, seperti infeksi/perdarahan antepartum,
imaturitas, dan sebagainya.
c. Apakah ibu seorang perokok.
d. Jarak kehamilan atau kelahiran terlalu dekat.

19
2. Riwayat kesehatan sekarang

Bayi dengan berat badan kurang dari 2.500 gram


3. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga pernah mengalami sakit keturunan


seperti kelainan kardiovaskular.
4. Pengkajian fisik
a. Sirkulasi
- Nadi apikal mungkin cepat dan tidak teratur dalam
batas normal (120-160 detik per menit).
- Mur-mur jantung yang dapat di dengan dapat
menandakan duktus arteriosus (PDA).
b. Pernafasan
- Mungkin dangkal, tidak teratur, dan pernafasan
diafragmatik intermiten atau periodik (40-80
kali/menit).
- Pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau
substernal, juga derajat sianosis yang mungkin ada.
- Adanya bunyi ampela pada auskultasi, menandakan
sindrom distres pernafasan (RDS).
c. Neurosensori
- Sutura tengkorak dan fontanel tampak melebar,
penonjolan karena ketidakadekuatan pertumbuhan
tulang mungkin terlihat.
- Kepala kecil dengan dahi menonjol, batang hidung
cekung, hidung pendek mencuat, bibir atas tipis, dan
dagu maju.
- Tonus otot dapat tampak kencang dengan fleksi
ekstermitas bawah dan atas serta keterbatasan gerak.
- Pelebaran tampilan mata.

20
d. Makanan/cairan
- Disproporsi berat badan dibandingkan dengan panjang
dan lingkar kepala.
- Kulit kering pecah-pecah dan terkelupas dan tidak
adanya jaringan subkutan.
- Penurunan massa otot, khususnya pada pipi, bokong,
dan paha.
- Ketidakstabilan metabolik dan
hipoglikemi/hipokalsemia.
e. Keamanan
- Suhu berfluktuasi dengan mudah.
- Tidak terdapat garis alur pada telapak tangan.
- Warna mekonium mungkin jelas pada jari tangan dan
dasar tali pusat dengan warna kehijauan.
- Menangis mungkin lemah.
f. Seksualitas
- Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia
mayora dengan klitoris menonjol.
- Testid pria mungkin tidak turun, ruge mungkin banyak
atau tidak pada skrotum.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Jumlah darah lengkap: penurunan pada Hb/Ht mungkin
dihubungkan dengan anemia atau kehilangan darah.
b. Dektrosik: menyatakan hipoglikemi.
c. Analisa Gas Darah (AGD): menentukan derajat keparahan
distres pernapasan bila ada.
d. Elektrolit serum: mengkaji adanya hipokalsemia.
e. Bilirubin: mungkin meningkat pada polisitemia.
f. Urinalisis: Mengkaji homeostatis.

21
g. Jumlah trombosit: trombositopenia mungkin menyertai
sepsis.
h. EKG, EEG, USG, angiografi: defek kongenital atau
komplikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis yang bisa ditegakkan oleh seorang perawat pada bayi
dengan berat badan lahir rendah adalah sebagai berikut.

1. Tidak efektifnya pola pernafasan yang berhubungan dengan


imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot
penurunan energi atau kelelahan, dan ketidakseimbangan
metabolik.
2. Risiko tinggi termogulasi tidak efektif yang berhubungan
dengan susunan saraf pusat (SSP) imatur (pusat regulasi
residu, penurunan rasio massa tubuh terhadap area permukaan,
penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan
dingin atau berkeringat,cadangan metabolik buruk.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi, imaturitas
produksi enzim, otot abdominal lemah.
4. Risiko tinggi kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan usia dan berat ekstrem (prematur < 2.500 gram)
kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis), kurang lapisan
lemak, ginjal imatur/kegagalan mengonsentrasukan urine.

C. Perencanaan
1. Diagnosis 1: Tidak efektif pola pernafasan yang berhubungan
dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan
perkembangan otot, penurunan energi atau kelelahan, dan
ketidakseimbangan metabolik.

22
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan, pola nafas menjadi
efektif.

Kriteria hasil: neonatus akan mempertahankan pola pernafasan


periodik, membran mukosa merah muda.
Intervensi Mandiri
a. Kaji frekuensi dan pola pernafasan, perhatikan adanya
apnea dan perubahan frekuensi jantung.

Rasional: membantu dalam membedakan periode


perputaran pernafasan normal dari serangan apnetik sejati,
terutama sering terjadi pada gestasi minggu ke-30.
b. Isap jalan nafas.

Rasional: mengghilangkan mukus yang menyumbat jalan


nafas.
c. Posisikan bayi pada abdomen atau posisi telentang dengan
gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan
hiperekstensi.

Rasional: posisi ini memudahkan pernafasan dan


menurunkan episode apnea, khususnya bila ditemukan
adanya hipoksia, asidosis metabolik, atau hiperkapnea.
d. Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat
memperberat depresi pernafasan pada bayi.

Rasional: magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat


pernafasan dan aktivitas sussunan saraf pusat (SSP).

Selain tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh seorang


perawat, tindakan berkolaborasi dengan tim kesehatan lain
juga dapat dilaksanakan, diantaranya adalah sebagai berikut.

23
a. Pantau pemeriksaan laboratorium (misalnya: GDA,
glukosa, serum, elektrolit, kultur, dan kadar obat) sesuai
indikasi.

Rasional: hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnea,


hipoglikemia, hipokalsemia, dan sepsis dapat memperberat
serangan apnetik.
b. Berikan oksigen sesuai indikasi.

Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida


dapat meningkatkan fungsi pernafasan.
c. Berikan obat-obatan sesuai indikasi, seperti berikut ini.
o Natrium bikarbonat
Rasional: memperbaiki asidosis.
o Antibiotik
Rasional: mengatasi infeksi pernafasan dan sepsis.
o Aminopilin
Rasional: dapat meningkatkan aktivitas pusat
pernafasan dan menurunkan sensitivitas terhadap CO2
menurunkan frekuensi apnea.
2. Diagnosis 2: Resiko tinggi terhadap termogulasi tidak efektif
yang berhubungan dengan perkembangan SSP imatur (pusat
regulasi residu, penurunan rasio massa tubuh terhadap area
permukaan, penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan
merasakan dingin atau berkeringat, dan cadangan metabolik
buruk.

Tujuan: Termogulasi menjadi efektif sesuai dengan


perkembangan.

Kriteria hasil: mempertahankan suhu kulit atau aksila (35-


37,3℃) bebas stress dan rasa dingin.

24
Intervensi Mandiri
a. Kaji suhu dengan memeriksa suhu rektal pada awalnya,
selanjutnya periksa suhu aksila atau gunakan alat termostat
dengan dasar terbuka dan penyebar hangat.

Rasional: hiportermia membuat bayi cenderung merasa


stres karena dingin, penggunaan simpanan lemak tidak
dapat diperbaruhi bila ada dan penurunan sensitivitas
untuk meningkatkan kadar CO2 atau penurunan kadar O2.
b. Tempatkan bayi pada inkubator atau dalam keadaan
hangat.

Rasional: mempertahankan lingkungan termonetral,


membantu mencegah stress karena dingin.
c. Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat
(pertahankan batas atas pada 98,6℉, bergantung pda
ukuran dan usia bayi).

Rasional: hpertermia dengan peningkatan laju


metabolisme kebutuhan oksigen dan glukosa serta
kehilangan air dapat terjadi bila suhu lingkungan terlalu
tinggi.
d. Kajian haluaran dan berat jenis urine.

Rasional: penurunan keluaran dan peningkatan berat jenis


urine dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal
selama periode stress karena rasa dingin.
e. Pantau penambahan berat badan berturut-turut. Bila
penambahan berat badan tidak adekuat, tingkatkan suhu
lingkungan sesuai indikasi.

Rasional: ketidakadekuatan penambahan berat badan


meskipun masukan kalori adekuat dapat menandakan
25
bahwa kalori yang digunakan untuk mempertahankan suhu
lingkungan tubuh, sehingga memerlukan peningkatan suhu
lingkungan.
f. Perhatikan perkembangan takikardi, warna kemerahan,
diaforesis letargi, apnea, atau aktivitas kejang.

Rasional: tanda-tanda hipertermia ini dapat berlanjut pada


kerusakan otak bila tidak teratasi.
Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (GDA,
glukosa serum, elektrolit, dan kadar bilirubin).

Rasional: stress dingin meningkatkan kebutuhan terhadap


gula glukosa dan oksigen serta dapat mengakibatkan
masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme
anaerobik bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia.
Peningkatan kadar bilirubin indirek dapat terjadi karena
pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat
dengan asam lemak bersaing dengan bilirubin pada bagian
ikatan di albumin.
b. Berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
o Fenobarbital
Rasional: membantu mencegah kejang berkenaan
dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan
hipertermia.
o Natrium bikarbonat
Rasional: memperbaiki asidosis yang dapat terjadi
pada hipotermia dan hipertermia.
3. Diagnosis 3: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
yang berhubungan dengan penurunan simpanan nutrisi,

26
imunitas produksi enzim, otot abdominal lemah, dan refleks
lemah.

Tujuan: nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan.

Kriteria hasil: mempertahankan pertumbuhan dan peningkatan


berat badan dalam kurva normal dengan penambahan berat
badan tetap, sedikitnya 20-30 gram/hari.

Intervensi Mandiri
a. Kaji maturitas refleks berkenaan dengan pemberian makan
(misalnya: mengisap, menelan, dan batuk).

Rasional: menentukan metode pemberian makan yang


tepat untuk bayi.
b. Auskultasi adanya bising usus, kaji status fisik, dan status
pernafasan.

Rasional: pemberian makan pertama bayi stabil memiliki


peristaltik dapat dimulai 6-12 jam setelah kelahiran. Bila
distres pernafasan ada, cairan parenteral diindikasikan dan
cairan per oral harus ditunda.
c. Kaji berat badan dengan menimbang berat badan setiap
hari, kemudian dokumentasikan pada grafik pertumbuhan
bayi.

Rasional: mengidentifikasikan adanya resiko derajat dan


resiko terhadap pola pertumbuhan. Bayi SGA dengan
kelebihan cairan ekstrasel kemungkinan kehilangan 15%
BB lahir. Bayi SGA mungkin telah mengalami penurunan
berat badan dalm uterus atau mengalami simpanan
lemak/glikogen.

27
d. Pantau masukan dan pengeluaran. Hitung konsumsi kalori
dan elektrolit setiap hari.

Rasional: Memberikan informasi tentang masukan aktual


dalam hubungannya dengan perkiraan kebutuhan untuk
digunakan dalam penyesuaian diet.
e. Kaji tingkat hidrasi, perhatikan fontanel, tugor kulit, berat
jenis urine, kondisi membran mukosa, dan fluktuasi berat
badan.

Rasional: peningkatan kebutuhan metabolik dari bayi SGA


dapat meningkatkan kebutuhan cairan. Keadaan bayi
hiperglikemi dapat mengakibatkan diuresis pada bayi.
Pemberian cairan intravena mungkin mengakibatkan
diuresis pada bayi. Pemberian cairan intravena mungkin
diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan, tetapi
harus dengan hati-hati ditangani untuk menghindari
kelebihan cairan.
f. Kaji tanda-tanda hipoglikemia: takipnea dan pernafasan
tidak teratur, apnea, letargi. Fluktasi suhu, dan diaforesis.
Pemberian makan buruk, gugup, menangis nada tinggi,
gemetar, mata terbalik, dan aktivitas kejang.

Rasional: karena glukosa adalah sumber utama dari bahan


bakar untuk otak, kekurangannya dapat menyebabkan
kerusakan SSP permanen. Hipoglikemia secara bermakna
meningkatkan mobilitas dan mortalitas serta efek berat
yang lama bergantung pada durasi masing-masing episode.
Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi.
o Glukosa serum

28
Rasional: hipoglikemia dapat terjadi pada awal 3 jam
lahir bayi SGA saat cadangan glikogen dengan cepat
berkurang dan glukoneogenesis tidak adekuat karena
penurunan simpanan protein obat dan lemak.
o Nitrogen urea darah, kreatin, osmolaritas serum/urine,
elektrolit urine.

Rasional: mendeteksi perubahan fungsi ginjal


berhubungan dengan penurunan simpanan nutrien
dan kadar cairan akibat malnutrisi.
b. Berikan suplemen elektrolit sesuai indikasi: misalnya
kalsium glukonat 10%.

Rasional: ketidakstabilan metabolik pada bayi SGA/LGA


dapat memerlukan suplemen untuk mempertahankan
homeostatis.
4. Diagnosis 4: risiko tinggi kekurangan volume cairan yang
berhubungan dengan usia berat yang ekstrem (prematur <
2.500 gram), kehilangan cairan berlebihan (kulit tipis, lapisan
kurang lemak, ginjal imatur/kegagalan untuk
mengonsentrasikan urine)..

Tujuan: cairan terpenuhi.

Kriteria hasil: bebas dari tanda dehidrasi.

Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram/hari.


Intervensi Mandiri
a. Bandingkan masukan dan pengeluaran urine setiap shift
dan keseimbangan kumulatif setiap periodik 24 jam.
Pertahankan catatan ukuran mengenai jumlah darah yang
diambil untuk tes laboratorium.

29
Rasional: pengeluaran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara
kebutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 ml/kg/hari pada
hari pertama, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari pada
hari ketiga postpartum. Pengambilan darah untuk tes
menyebabkan penurunan kadar Hb/Ht.
b. Pantau berat jenis urine setiap selsai berkemih atau setiap
2-4 jam dengan menginspirasi urine dari popok bayi bila
bayi tidak tahan dengan kantong prnampung urine.

Rasional: meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan


untuk mengonsentrasikan urine biasanya mengakibatkan
berat jenis yang rendah pada bayi preterm (rentang normal
1,006-1,013). Kadar yang rendah menandakan volume
cairan berlebihan dan kadar lebih besar dari 1,013
menandakan ketidakmampuan masukan cairan dan
dehidrasi.
c. Evaluasai tugor kulit, membran mukosa, dan keadaan
fonatnel anterior.

Rasional: kehilangan atau perpindahan cairan yang


minimal dapat dengan cepat menimbulkan dehidrasi,
terlihat oleh tugor kulit yang buruk, membran mukosa
kering, dan fontanel cekung.
d. Pantau tekanan darah, nadi, dan tekanan arterial rata-rata
(TAR).

Rasional: kehilangan 25% volume darah mengakibatkan


syok dengan TAR kurang dari 25 mmHg menandakan
hipotensi.
Kolaborasi
a. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai dengan indikasi
Ht.
30
Rasional: hipoglikemia dapat terjadi karena kehilangan
melalui selang nasogastrik diare/muntah.
b. Berikan infus parenteral dalam jumlah lebih besar dari 180
ml/kg, khususnya pada PDA, displasia bronkupulmonal
(BPD), atau entero coltis nektrotisan (NEC).

Rasional: penggantian cairan darah menambah volume


darah, membantu mengembalikan vasokonstiksi akibat
dengan hipoksia, asidosis, dan pirau kanan ke kiri melalui
PDA dan telah membantu dalam penurunan komplikasi
enterokolitis nektrotisan dan displasia bronkopulmonal.
c. Berikan tranfusi darah.

Rasional: mungkin perlu untuk mempertaruhkan kadar


Ht/Hb optimal dan menggantikan kehilangan darah.

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan tindakan yang sesuai
dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan
kolaborasi.
Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan
analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga
kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang di
dasarkan oleh hasil keputusn bersama dengan dokter atau petugas
kesehatan lain.

E. Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengna berpedoman kepada
hasil dan tujuan yang hendak dicapai.

2.3 ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RDS


(RESPIRATORY DISTRESS SYDNROM)
31
2.3.1 Konsep Dasar
A. Pengertian

RDS (Respiratory Distress Syndrom) adalah gangguan


pernafasan yang sering terjadi pada bayi prematur dengan tanda-
tanda takipnea (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara
kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan
dengan x-ray thorak yang spesifik. Tanda-tanda klinik sesuai
dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada
tidaknya shunting darah melalui PDA (Stark,1986). Sindrom
distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disesae (Suryadi dan
Yuliani, 2001).

B. Etiologi

Penyebab terjadinya RDS yaitu kurang/tidak adanya surfaktan


dalam paru-paru. Namun terdapat faktor predisposisi,
diantaranya :

1) Bayi dari ibu diabetes


2) Persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu
3) Kehamilan multijanin
4) Persalinan SC
5) Persalinan cepat
6) Asfiksia
7) Stress dingin
8) Riwayat bayi sebelumnya terkena RDS
C. Patofisiologi dan Pathways

Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap


32
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang
efektif. Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS,
ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya tersebut disebabkan
oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.

Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan


permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir
ekspirasi dan mampu menahan sisa udara fungsional/kapasitas
residu fungsional (Ilmu Kesehatan Anak, 1985). Surfaktan juga
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru
pada tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau
ketidakmatangan fungsi surfaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat
ekspirasi.

Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya


tetap mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan negatif
intratoraks yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang
lebih kuat. Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti
saat pertama kali bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin
lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi
ini daripada yang ia terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan.
Dengan meningkatnya kelelahan, bayi akan semakin sedikit
membuka alveolinya. Ketidakmampuan mempertahankan
pengembangan paru ini dapat menyebabkan atelaktasis.

Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan


pulmomary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun
pada ekspansi paaru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi
jaringan paru dan selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal.
33
Di samping itu, peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan
parsial sirkulasi darah janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus dan foramen ovale.

Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan


ventilasi pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari
hipoksia adalah konstriksin vaskularisasi pulmonal yang
menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan selanjutnya
menybabkan metabolismeanareobik.

RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit


yang dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi
(kurang lebih 48 jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan
membaik dalam 72 jam. Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan
dengan meningkatkan produksi dan ketersediaan materi surfaktan.

D. Manifestasi Klinis

Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis pada bayi yang


menderita RDS dantaranya :
a. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
b. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat
bayi tidak dalam keadaan menangis (disebabkan oleh
penutupan glotis) merupakan tanda/indikasi awal penyakit,
berkurangnya dengkingan mungkin merupakan tanda pertama
perbaikan.
c. Refraksi sternum dan interkosta
d. Nafas cuping hidung
b. Sianosis pada udara kamar
c. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
d. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
e. Edema ekstremitas

34
f. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-
bulat kecil dengan corakan bronkogram udara.
E. Komplikasi

Komplikasi yang timbul akibat RDS yaitu antara lain :


a. Ruptur Alveoli
Bila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak,
pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema
intersisiel), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk
dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau bradikardi atau
adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita
yang memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
trombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasif
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikular.
Perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi
prematur dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS dengan
ventilasi mekanik.
d. PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan
merupakan komplikasi bayi dengan RDS terutama pada bayi
yang dihentikan terapi surfaktannya

Komplikasi jangka panjang yang sering terjadi :


a. Bronchopulmonary Dysplasia (BPD)
Merupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian
oksigen pada bayi dengan masa gestasi 36 minggu. BPD
berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang
digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik,
adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden
BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.
35
b. Retinopathy Prematur
Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.

F. Penatalaksanaan
a. Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit
RDS adalah:
1) Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2) Furosemiduntuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
3) Fenobarbital
4) Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
5) Metilksantin ( teofilin dan kafein ) untuk mengobati
apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi
mekanik. (cusson,1992)
Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan
dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen
(derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari cairan
amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk surfaktan
buatan).
b. Penunjang/diagnostik
1) Seri rontgen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan
elevasi diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar.
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan
nafas.
3) Data laboratorium
4) Profil paru :
a) untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi
RDS) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
36
mengindikasikan maturitas paru Phospatidyglicerol :
meningkat saat usia gestasi 35 minggu
b) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg,
PaCO2 kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% –
94%, pH 7,31 – 7,45
c) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak.
c. Diit
Makanan peroral sebaiknya tidak diberikan dan bayi diberi
cairan intravena yang yang disesuaikan dengan kebutuhan
kalorinya. Pemberian cairan ini bertujuan untuk memberikan
kalori yang cukup, menjaga agar bayi tidak mengalami
dehidrasi, mempertahankan pengeluaran cairan melalui ginjal
dan mempertahankan keseimbangan asam basa tubuh. Dalam
48 jam pertama biasanya cairan yang diberikan terdiri dari
glukosa atau dekstrose 10% dalam jumlah 100 ml/kg BB/hari.
Dengan pemberian secara ini diharapkan kalori yang
dibutuhkan (40 kkal/kg BB/hari) untuk mencegah katabolisme
tubuh dapat terpenuhi.

2.3.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan RDS

A. Pengkajian
a. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
b. Riwayat kesehatan : Keluahan utama, terutama sistem
pernafasan : cyanosis, grunting , RR, cuping hidung
c. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses
persalinan
d. Pemeriksaan Fisik :
1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign

37
2) Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang
terlibat langsung
a) Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal.
Refraksi strenum dan interkosta, nafas cuping
hidung, cyanosis pada udara kamar, grunting,
respirasi cepat atau lambat
b) Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi
lemah/cepat, akral dingin/hangat, cyanosis perifer
c) Sistem gastrointestinal : muntah, kembung,
peristaltik menurun/meningkat
d) Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

B. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
neurologis (defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler-alveolar
c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan
dengan berada di lingkungan yang dingin
d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat
e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi

C. Perencanaan Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas
neurologis (defisiensi surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)

Tujuan yang diharapkan : Pola nafas kembali efektif

38
Kriteria Hasil :
1) Pengembangan dada simetris
2) Irama pernapasan teratur
3) Bernapas mudah
4) Tidak ada suara nafas tambahan

Rencana Tindakan

Intervensi Rasional
Monitor kecepatan, irama, Mengetahui apakah ada
kedalaman dan upaya nafas gangguan dalam bernafas

Monitor pergerakan, Mengetahui kemampuan


kesimetrisan dada, retraksi bernafas klien
dada dan alat bantu
pernafasan

Posisikan klien untuk Klien merasa nyaman


memaksimalkan ventilasi
dan mengurangi dispnea

Berikan oksigen sesuai Mempertahankan oksigen


program arteri

Alat-alat emergensi Kemungkinan terjadi


disiapkan dalam keadaan kesulitan bernapas akut
baik

b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran kapiler-alveolar
Tujuan yang diharapkan : pertukaran gas kembali normal

39
Kriteria hasil :
1) Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan
adekuat dengan  GDA  dalam  rentang normal.
2) Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Pantau dispnea, takipnea,
DD Data dasar untuk menentukan
bunyi nafas, peningkatan intervensi lebih lanjut
upaya pernafasan, ekspansi
paru dan kelemahan

Monitor intake dan output Menjaga keseimbangan


cairan cairan

Jaga alat emergensi dan Persiapan emergensi


pengbatan tetap tersedia terjadinya masalah akut
seperti ambu bag, ET tube, pernafasan
suction, oksigen

Batasi pengunjung Mengurangi kecemasan

c. Resiko gangguan termoregulasi : hipotermia berhubungan


dengan berada di lingkungan yang dingin
Tujuan yang diharapkan : Hipotermia dapat teratasi
Kriteria hasil :
1) Suhu axila 36-37˚C
2) RR : 30-60 X/menit
3) Warna kulit merah muda
4) Tidak ada distress respirasi

40
5) Tidak menggigil
6) Bayi tidak gelisah

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Monitor gejala dari Data dasar dalam menentukan
hopotermia : fatigue, lemah, intervensi
apatis, perubahan warna
kulit

Monitor status pernafasan Mengetahui adanya gangguan


pernafasan

Pindahkan bayi dari Menaikkan suhu tubuh bayi


lingkungan yang dingin ke
dalam lingkungan / tempat
yang hangat (didalam
inkubator atau lampu sorot)

Segera ganti pakaian bayi Pakaian yang dingin dan


yang dingin dan basah basah akan membuat bayi
dengan pakaian yang hangat memperburuk kondisi bayi
dan kering, berikan selimut.

d. Kekurangan nutrisi berhubungan dengan intake yang tidak


adekuat
Tujuan : Nutrisi dapat tercukupi
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi penurunan BB > 15 %.
2) Bayi tidak muntah
41
3) Bayi dapat minum dengan baik

Rencana Tindakan :

Intervensi Rasional
Observasi reflek menghisap Mengetahui apakah ada
dan menelan bayi. gangguan dalam menghisap
dan menelan bayi

Observasi intake dan output. Mengetahui status nutrisi


bayi
Berikan cairan IV dengan
kandungan glukosa sesuai Memenuhi kebutuhan kalori
kebutuhan  neonates bayi

Rujuk kepada ahli diet


untuk membantu memilih Menentukan diet yang tepat
cairan yang dapat bagi bayi
memenuhi kebutuhan gizi

e. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan


gangguan mekanisme regulasi
Tujuan yang diharapkan : Resiko kekurangan volume cairan
tidak terjadi
Kriteria hasil :
1) Turgor pada perut bagian depan kenyal, tidak ada edema,
membranmukosa lembab, intake cairan sesuai dengan
usia dan BB.
2) Output urin 1-2 ml/kg BB/jam, ubun-ubun datar,
elektrolit darah dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
42
Intervensi Rasional
Observasi suhu dan nadi. Mengetahui adanya indikasi
kekurangan volume cairan
Observasi adanya tanda- Menentukan intervensi lebih
tanda dehidrasi atau lanjut
overhidrasi.

Berikan terapi intravena Mempertahankan


sesuai dengan anjuran dan keseimbangan cairan
berikan dosis
pemeliharaan, selain itu
berikan pula tindakan-
tindakan pencegahan

Berikan susu dan cairan


Cairan membantu distribusi
intravena sesuai
obat-obatan dalam tubuh serta
kebutuhan
membantu menurunkan
demam.Cairanbening
membantu menambahka
kalori serta menanggulangi
kehilangan BB

2.4 Asuhan Keperawatan Pada Bayi Afiksia Neonatorum


2.4.1 Konsep Dasar

A. Pengertian
43
Asfiksia berarti hipoksia progresif penimbunan CO2 dan
asidosis jika prosese ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengaibatkan kerusakan otak atau kematian, mempengaruhi
fungsi vital lainnya. Asfiksia lahir ditandai dengan hipoksemia
(PaO2 menurun) dan hiperkarbia (peningkatan PaCO2) (FKUI,
2007).
Asfiksia neonatum adalah keadaan bayi baru lahir tidak dapt
bernafas secara spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir
(Hidayat, 2005).

B. Etiologi
1. Factor ibu
a) Pre eklams dan eklamsi, DM, anemia, HT
b) Perdarahan abnormal (plasenta previa dan solusio
plasenta)
c) Partus lama dan macet
d) Demam selama persalinan, infeksi berat (malaria, sifilis,
TBC, HIV)
e) Kehamilan lewat waktu
2. Factor tali pusat
a) Lilitan tali pusat
b) Tali pusat pendek
c) Simpul tali pusat
d) Prolapus tali pusat
3. Factor bayi
a) Bayi premature ( < 37 minggu)
b) Presentasi janin abnormal
c) Persalinan dengan tindakan ( ekstraksi vacuum, ekstraksi
forcep)
4. Factor yang mendadakan
a) Bayi
44
1) Gangguan peredaran darah pada tali pusat karena
tekanan tali pusat
2) Depresi pernafasan karena obat-obat anastesi atau
analgetik yang diberikan pada ibu, perdarahan itral
karnial, dan kelainan bawaan.
b) Ibu
1) Gangguan his, misalnya hipertoni dan tetani
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi eklamsi
4) Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio

C. Manisfestasi klinis
1. Pada kehamilan
a. DJJ > 160 x permenit atau < 100 x permenit,
b. Halus dan ierguler,
c. Adanya pengeluaran mekonium
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi pucat dan sianosis
b. Usaha bernafas minimal atau tidak ada
c. Hipoksia
d. Asidosi metabolic dan respiratorik
e. Perubahan fungsi jantung
f. Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada
gejala neurologic, kejang, nistagamus, menangis kurang
baik/tidak menangis
g. Bayi tidak bernafas/ nafas megap-megap, tidak ada reflex
rangsangan, denyut jantung < 100 kali permenit, kulit
sianosis,pucat, tonus otot mneurun, apgar Skor menurun.

D. Pemeriksaan diagnostic

45
a. Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru
mampu memberikan O2 yang adekuat.
b. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
c. Babygram (photo rongten dada)
d. Ekstrolit darah
e. Gula darah
f. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara
kontinau terhadap saturasi O2 Hb, pemantauan SPO2

E. Penatalaksanaan medis
1. Resusitasi
a. Apneu pprimer : nafas cepat, tonus otot berkurang,
sianosis
b. Apneu sekunder : nafas megap-mega dan dalam, denyut
jantung menurun, lemas, tidak berespon terhadap
rangsangan
c. Tindakan ABC
1) Assesment/Airway : observasi warna, suara, aktivitas
bayi, HR, RR, Capilary refill
2) Breathing : melakukan rangsangan taksil untuk mulai
pernafasan
3) Circulation : bila HR < 60 x ermenit atau 80 x
permenit, jika tidak ada perbaiakan dilakukan
kompresi.

F. Pathway

46
G. Pengkajian focus

47
1. Data biografi
2. Riwayat persalinan
3. Pemeriksaan fisik
4. Riwayat kesehatan klien / bayi saat ini
5. Riwayat kelahiran bayi
6. Nilai apgar skore
7. Pengkajian ABC
8. Pemerikasaan tingkat perkembangan/efleks premitif

H. Diagnose dan Intervensi


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
penumpukan mucus
a. Bersihkan jalan nafas
b. Auskultasi suara nafas
c. Berikan O2 baik nasal atau dengan headbox
d. Monitor status O2
e. Monitor respirasi
f. Lakukan fisioterapi dada
g. Posisikan bayi untuk memaksimalkan ventilasi
h. Kalaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi
a. Buka jalan nafas
b. Posisikan bayi
c. Auskultasi suara nafas
d. Keluarkan lender dengar suction
e. Monitor adanya cuping hidung
f. Monitor respirasi
g. Berikan O2 sesuai indikasi
h. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan suction

48
i. Kalaborasi dengan untuk pemeriksaan AGD dan terapi
obat
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi
a. Kaji bunyi paru, frekuensi, kedalaman pernafasan dan
produksi sputum
b. Pantau saturasi O2 dengan oksimetri
c. Pantau keadaan dan keluhan pasien
d. Pantau vital sign
e. Pantau hasil AGD
4. Resiko cidera berhubungan dengan anomaly congenital tidak
terdeteksi, tidak teratasi pemajanan pada agen infeksius
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
b. Pakai sarung tangan steril
c. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi
d. Bebaskan dari cidera dan komplikasi
5. Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh (hipo/hipertermia)
berhubungan dengan transisi lingkungan
a. Hangatkan bayi
b. Monitor gejala hipotermi atau hipertermi
c. Monitor vital sign
d. Monitor adanya bradikardi
e. Monitor pernafasn
f. Kaji warna kulit dan gejala siaonosis
6. Proses keluarga terhenti berhubungan dengan pergatian status
kesehatan anggota keluarga
a. Tentukan proses tipe keluarga
b. Identifikasi efek pertukaran peran dalam anggota keluarga
c. Bantu anggota keluarga menggunakan metode support
yang ada

49
d. Bantu anggota kelaurga untuk merencanakan strategi yang
normal dalam segala situasi
7. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan respon imun yang
terganggu
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan bayi
b. Lakukan tehnik aseptic dan antiseptic dalam pemberian
askep
c. Lakukan perawatan tali pusat
d. Jaga kebersihan badan dan lingkungan bayi
e. Observasi tanda infeksi
f. Hindarkan bayi kontak dengan yang sakit
g. Kalaborasi pemberian obat dan antiseptic
8. Resiko terjadinya hipoglikemi berhubungan dengan
metabolism meningkat
a. Berikan nutrisi secara adekuat
b. Hanagtkan bayi
c. Observasi tanda vital
d. Lakukan cek GDS
e. Monitor keadaan umum
f. Kalaborasi dengan tim medis utnuk pemeriksaan
laboratorium

I. Evaluasi
1. Bersihan jalan nafas efektif
2. Pola nafas efektif
3. Pertukaran gas adekuat
4. Resiko cidera dapat dicegah
5. Suhu kembali normal
6. Koping keluarga adekuat

50
2.5 Asuhan Keperawatan pada Bayi Dengan Hiperbilirubinemia
2.5.1 Konsep Dasar
A. Definisi
Beberapa definisi dari bayi dengan hiperbilirubinemia.
1. Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan
hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak
terkonjugasi dari usus kecil.
2. Akumulasi bilirubin yang berlebihan dalam darah yang
ditandai dengan joundice pada kulit, sklera mukosa, dan urine.
Pembagian ikterus yang terjadi pada bayi dengan
hiperbilirubin:
a. Ikterus fisiologis.
b. Ikterus patologis.
B. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia.
1. Produksi bilirubin berlebihan.
2. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam
hepatosit.
3. .Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
4. Gangguan dalam ekskresi.
5. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus
enterohepatik).
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering dijumpai pada bayi dengan
hiperbilirubinemia.
1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat
tubuh lainnya. Bila ditelakan akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan
keruh pada ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandyai dengan kulit kuning terang pada

51
ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi
8. Tomus otot meningkat
9. Leher kaku
10. Opistotonus
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Comb pada tali pusat bayi yang baru lahir. Hasil positif
tes Comb indirek menandakan adanya Rh-positif, Anti-A atau
anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari tes Comb direk
menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti A, ant-B)
terhadap darah merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu: untuk mengidentifikasi
inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total: kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika
melebihi 1.0-1.5 mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan
sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi
peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam atau tidak boleh lebih dari
20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi
preterm (bergantung pada berat badan).
4. Protein serum total jika kadar kurang dari 3,0 g/dl
menandakan penurunan kapasitas ikatan, terutama pada bayi
preterm.
5. Hitung darah lengkap, hemoglobin (Hb) mungkin rendah
(kurang dari 14 g/dl) karena hemolisis. Hematokrit(Ht)
mungkin meningkat (lebih dari 65%) pada polisiternia,
penurunan (kurang dari 45%) dengan hemolisis dan anemia
berichihan

52
6. Glukosa kadar dekstrosa mungkin kurang dari 45%, glukosa
darah lengkap kurang dari 30 ng/dl, atau tes glukosa serum
kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir hipoglikemia dan
mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam
lemak.
7. Daya ikat karbondioksida: penurunan kadar menunjukkan
hemolisis.
8. Meterikterik transkutan: mengidentifikasikan bayi yang
memerlukan penentuan bilirubin serum.
9. Jumlah retikulosit: peningkatan retikulosit menandakan
peningkatan produksi sel darah merah dalam respons terhadap
hemolisis yang berkenaan dengan masalah Rhesus.
10. Sajian usap (smear) darah perifer dapat menunjukkan sel
darah merah anormal dan imatur eritroblastosis pada penyakit
Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes Betkle-Kleihaur evaluasi sajian usap (smear) darah
maternal terhadap eritrosit janin

E. Komplikasi
Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut.
1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis),

Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan


faktor koagulasi pada kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh,
ABO), dan hemolisis yang menghasilkan sel darah merah (SDM),
serta tersensitisasi dari sel darah merah dilakukan dengan cara
seperti berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses
metabolisme bilirubin (misalnya menambahkan glukosa pada

53
keadaan hipoglikemia) atau menambahkan bahan untuk
memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin).
Penambahan albumin dilakukan walaupun tidak terdapat
hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat adanya zat-zat yang
merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat
bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian
makanan oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada
perpajangan cahaya yang berintensitas tinggi pada spektrum
yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap cahaya secara
maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih
yang berspektrum luasan berwarna biru (super). Spektrum
sempit khusus dan hijau efektif menurunkan kadar bilirubin
dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang terikat oleh
albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya yang
dengan foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai
dengan-15) tak terkonjugasi alamiah yang bersifat toksik
menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu bilirubin (-
42 sampai dengan -15e). Foto terapi mengubah bilirubin
alamiah melalui suatu reaksi yang menetap pada isomer
bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal pada keadaan
yang tidak terkonjugasi,
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan
pada keadaan berikut ini.
1. Hidropx
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Ada riwayat sensitisasi
Tujuannya dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut.

54
1. Mengoreksi anemia
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin.
F. Patofisiologi
a. Saat eritosit hancur di akhir sikli neonates, hemogoblin Pecah
menjadi fragmen globin (protein) dan heme (besi)
b. Fragmen heme membentuk bilirubin tidak terkonjugasi, yang
berikatan dengan albumin untuk dibawa ke sel hati agar dapat
berkonjugasu dengan glukuronid, membentu bilirubin direk.
c. Karena bilirubin terkonjugasi dapat larut dalam lemak dan
tidak dapat dieksresikan di dalam urine atau empedu, bilirubin
ini dapat keluar menuju jaringan ekstra vascular, terutama
jaringan lemak dan otak, mengakibatkan hiperbilirium.
d. Hiperbilirubinemia dapat berkembang ketika :

2.5.1 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan oleh seorang perawat pada bayi
dengan hiperbilirubinemia.
1. Biodata bayi dan ibu, di antaranya: nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, alamat.
2. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit ini terjadi bisa dengan ibu dengan riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan atau sibling sebelumnya,
penyakit hepar, fibrosiskistik, kesalahan metabolisme saat
lahir (galaktosemia), diskrasiasi darah atau sfeosititas, dan
definisi glukosa-6 fosfat dehidrogenase (G-6P).
3. Riwayat kesehatan dahulu
Ibu dengan diabetes melitus, mengonsumsi obat-obatan
tertentu, misalnya salisilat, sulfonamidoral pada rubella,

55
sitomegalovirus pada proses persalinan dengan ekstraksi
vakum, induksi, oksitoksin, dan perlambatan pengikatan tali
pusat atau trauma kelahiran yang lain.
4. Riwayat kesehatan sekarang
Bayi dengan kesadaran apatis, daya isap lemah atau bayi tak
mau minum, hipotonia letargi, tangis yamg melengking, dan
mungkin terjadi kelumpuhan otot ekstravaskular.
a. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum lesu, letargi, koma.
 Tanda-tanda vital:
Pernapasam 120-160 kali per menit.
Nadi: 40 kali per menit.
Suhu: 36,5-37°C.
 Kesadaran apatis sampai koma.
 Daerah kepala dan leher
Kulit kepala ada atau tidak terdapat bekas tindakan
persalinan seperti: vakum atau terdapat kaput, sklera
ikterik, muka kuning, leher kaku.
 Pernapasan
Riwayat asfiksia, mukus, bercak merah (edema pleural,
hemoragi pulmonal).
 Abdomen
Pada saat palpasi menunjukkan pembesaran limpa dan
hepar, turgore buruk, bising usus hipoaktif.
 Genitalia
Tidak terdapat kelainan
 Eliminasi
Buang air besar (BAB): proses eliminasi mungkin
lambat, feses lunak cokelat atau kehijauan selama
pengeluaran bilirubin
56
Buang air kecil (BAK): urine berwarna gelap pekat,
hitam kecokelatan (sindrom bayi Gronze)
 Ekstemitas
Tonus otot meningkat, dapat terjadi spasme otot dan
epistotonus
 Sistem integumen
Terlihat joundice di seluruh permukaan kulit

B. Diagnosis Keperawatan
1. Risiko cedera berhubungan dengan kadar bilirubin darah
toksik dan komplikasi berkenaan dengan fototerapi.
2. Risiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan
dengan kehilangan cairan yang tidak tampak kasat mata serta
dehidrasi dan fototerapi.
3. Gangguan interaksi orang tua dan bayi karena fototerapi
C. Perencanaan
1. Diagnosis keperawatan 1: Risiko cedera yang berhubungan
dengan kadar bilirubin darah toksik dan komplikasi yang
berkenaan dengan fototerapi.
Tujuan: Tidak terjadi cedera dengan kriteria hasil kadar
bilirubin indirek kurang dari 12 mg/dl pada bayi cukup bulan.

Intervensi
a) Perhatikan adanya perkembangan bilirubin dan obstruksi
usus.
Rasional pada kondisi ini kontraindikasi karena foto
isomer bilirubin yangdiproduksi dalam kulit dan jaringan
subkutan dengan penajaman terapi sinar tidak siap
dieksresikan.
b) Ukur kuantitas fotoenergi bola lampu fluoresen dengan

57
menggunakan fotometer
Rasional: Intensitas sinar yang menembus kulit dari
spektrum biru (sinar biru) menentukan seberapa dekat bayi
ditempatkan.
c) Berikan penutup untuk menutup mata, inspeksi mata setiap
24 jam bila penutup mata dilepas untuk pemberian
makanan, dan sering pantau potensi penutup mata.
Rasional: Mencegah kemungkinan kerusakan retina dan
konjungtiva dari sinar intensitas tinggi.
d) Ubah posisi bayi dengan sering, sedikitnya setiap 2 jam.
Rasional: Memungkinkan pemajanan seimbang dari
permukaan kulit terhadap sinar fluoresensi serta mencegah
pemajanan berlebihan dari bagian tubuh tertentu dan
membatasi area tekanan.

2. Diagnosis keperawatan 2: Risiko terhadap kekurangan volume


cairan yang berhubungan dengan kehilangan air tidak tampak
oleh mata dan dehidrasi dari fototerapi.
Tujuan: Tidak terjadi kekurangan volume cairan dengan
kriteria hasil berat badan tetap atau bertambah.

Intervensi
a) Timbang berat badan bayi setiap hari tanpa pakaian dan
timbang juga sebelum memberi makanan.
Rasional: Dengan menimbang berat badan bayi setiap hari
dapat diketahui apakah terjadi kekurangan cairan tubuh
atau tidak.
b) Pantau masukan dan pengeluaran cairan.
Rasional: Peningkatan kehilangan cairan melaui feses dan
evaporasi dapat menyebabkan dehidrasi.

58
c) Kolaborasi pemberian cairan dengan parenteral sesuai
dengan indikasi.
Rasional: Pemberian cairan memperbaiki atau mencegah
dehidrasi berat.

3. Diagnosis keperawatan 3: Gangguan interaksi orang tua dan


bayi karena fototerapi.
Tujuan: agar orang tua ikut berpartisipasi terhadap
perkembangan kesehatan bayi.

Intervensi
a) Jelaskan perlunya memberi masukan cairan yang adekuat.
Rasional: mencegah kekurangan cairan tubuh.
b) Anjurkan orang tua berpartisipasi dalam perawatan bayi.
Rasional: mempererat hubungan orang tua dan bayi.
c) Tinjau ulang perawatan bayi dengan hiperbilirubinemia.
Rasional mengecek perkembangan kadar bilirubin.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan
yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan
kolaborasi.Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan
berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat dan bukan atas
petunjuk tenaga kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang
didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lain.

59
DAFTAR PUSTAKA
1. Boback. 2004. Keperawatan M atern itas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
2. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keper
awatan.Edisi 8. Jakarta : EGC.
3. Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan M aternal. Ed. 2.
Jakarta : EGC.
4. Saccharin, Rossa M. 2004. Pri nsip Keperawatan Pediatr ik . Ed. 2.
Jakarta : EGC.
5. Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keper awatan
Pediatrik. Jakarta : EGC.
6. Surasmi, Asrining, dkk. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta :
EGC

60

Anda mungkin juga menyukai