Anda di halaman 1dari 11

TUGAS MATA KULIAH

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA KELAS AWAL

Dosen Pengampu :
Dra. Endang Darmawati, M.Si.

Disusun oleh :
1. Rindi Qurrotul 'Aini (18010644027)
2. Zukrufi Putri Slarindya (18010644096)
3. Nicki Permata Sari (18010644101)
4. Tiara Arisanti (18010644103)
5. Lutfiyatul Kamalia (18010644160)
6. Alif Fathur Rizky Arianto (18010644190)

2018-F
S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2020
1. Jelaskan apa yang dimaksud membaca dan menulis permulaan!

MMP (Membaca Menulis Permulaan) merupakan program pembelajaran yang


diorientasikan kepada kemampuan membaca dan menulis permulaan di kelas-kelas awal
pada saat anak-anak mulai memasuki bangku sekolah. Pada tahap awal anak memasuki
bangku sekolah di kelas 1 sekolah dasar, MMP merupakan menu utama. Mengapa
disebut permulaan, dan apa sasarannya? Peralihan dari masa bermain di TK (bagi anak-
anak yang mengalaminya) atau dari lingkungan rumah (bagi anak yang tidak menjalani
masa di TK) ke dunia sekolah merupakan hal baru bagi anak. Hal pertama yang diajarkan
kepada anak pada awal-awal masa persekolahan itu adalah kemampuan membaca dan
menulis. Kedua kemampuan ini akan menjadi landasan dasar bagi pemerolehan bidang-
bidang ilmu lainnya di sekolah. Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan
pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Maksudnya,
anak-anak dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-
bunyi bermakna. Pada tahap ini sangat dimungkinkan anak-anak dapat melafalkan
lambang-lambang huruf yang dibacanya tanpa diikuti oleh pemahaman terhadap lambang
bunyi-bunyi lambang tersebut. Kemampuan melek huruf ini selanjutnya dibina dan
ditingkatkan menuju pemilikan kemampuan membaca tingkat lanjut, yakni melek
wacana. Yang dimaksud dengan melek wacana adalah kemampuan membaca yang
sesungguhnya, yakni kemampuan mengubah lambang-lambang tulis menjadi bunyi-bunyi
bermakna disertai pemahaman akan lambang-lambang tersebut. Dengan bekal
kemampuan melek wacana inilah kemudian anak dipajankan dengan berbagai informasi
dan pengetahuan dari berbagai media cetak yang dapat diakses sendiri. Kemampuan
menulis permulaan tidak jauh berbeda dengan kemampuan membaca permulaan. Pada
tingkat dasar/permulaan, pembelajaran menulis lebih diorientasikan pada kemampuan
yang bersifat mekanik. Anak-anak dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan
kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan
dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya, dengan
kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan anak-anak digiring pada kemampuan
menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-
lambang tulis yang sudah dikuasainya. Inilah kemampuan menulis yang sesungguhnya.

2. Jelaskan berbagai metode yang dapat digunakan untuk pembelajaran membaca


dan menulis permulaan!

Metode –Metode Membaca Menulis Permulaan (MMP)

a. Metode Eja
Pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini memulai
pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf alpabetis. Huruf-huruf tersebut
dihafalkan dan dilafalkan peserta didik sesuai dengan bunyinya menurut abjad.
Sebagai contoh:
A a, B b, C c, D d, E e, F f, G g,
Dilafalkan sebagai: a, be, ce, de, e, ef, ge, dan seterusnya.
Setelah melalui tahapan ini, para siswa diajak untuk berkenalan dengan suku kata
dengan cara merangkaikan beberapa huruf yang sudah dikenalnya
Misalnya:
 b, a → ba (dibaca be, a → ba)
d, u → du (dibaca de, u → du)
ba – du dilafalkan badu
 b, u, k, u menjadi:
b, u → bu (dibaca be, u → bu)
k, u → ku (dibaca ke, u → ku)

Proses ini seiring dengan menulis permulaan, setelah anak-anak bisa menulis
huruf-huruf lepas. Setelah itu dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf
yang berupa suku kata. Proses pembelajaran selanjutnya adalah pengenalan kalimat-
kalimat sederhana, misalnya huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan
kata menjadi kalimat yang diupayakan mengikuti prinsip pendekatan spiral,
pendekatan komunikatif, dan pendekatan pengalaman berbahasa. Artinya pemilihan
bahan ajar untuk pembelajaran MMP hendaknya dimulai dari hal-hal yang konkret
menuju pada hal yang abstrak, yaitu dari hal-hal yang mudah, akrab, familiar dengan
kehidupan peserta didik menuju hal-hal yang sulit, dan mungkin merupakan sesuatu
yang baru bagi peserta didik. Berdasarkan pengamatan, metode ini memiliki
kelemahan-kelemahan antara lain kesulitan dalam mengenal rangkaian-rangkaian
huruf yang berupa suku kata atau pun kata. Kelemahan lain dalam metode ini adalah
dalam kesulitan pelafalan diftong dan fonem – fonem rangkap, seperti ng, ny, kh, au,
oi, dan sebagainya.
Bertolak dari kedua kelemahan tersebut, proses pembelajaran melalui sistem
tubian dan hafalan akan mendominasi proses pembelajaran MMP jenis ini, padahal
pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan ciri utama dari pelaksanaan
kurikulum SD yang saat ini prinsipnya masih berlaku.

b. Metode bunyi
Proses pembelajaran membaca permulaan pada sistem pelafalan abjad atau huruf
dengan metode bunyi adalah:
b dilafalkan /eb/
d dilaflakan /ed/ : dilafalkan dengan e pepet seperti pengucapan pada kata; benar,
keras, pedas, lemah dan sebagainya
c dilafalkan /ec/
g dilafalkan /eg/
p dilafalkan /ep/ dan sebagainya

Dengan demikian, kata “nani” dieja menjadi:


en, a → na
en, i → ni
dibaca na-ni

Dari penjelasan metode di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran MMP


melalui metode bunyi adalah bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses
pembelajaran tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad di atas. Demikian juga
dengan kelemahan-kelemahannya, perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem
pembacaan atau pelafalan abjad.

c. Metode Suku Kata dan Metode Kata


Proses pembelajaran MMP dengan metode ini diawali dengan pengenalan suku
kata, seperti:
ba, bi, bu, be, bo, ca, ci, cu, ce, co,
da, di, du, de, do, ka, ki, ku, ke, ko

Suku-suku kata tersebut kemudian dirangkaikan menjadi kata-kata bermakna.


Sebagai contoh, dari daftar suku kata tadi guru dapat membuat berbagai variasi
paduan suku kata menjadi kata-kata bermakna untuk bahan ajar MMP. Kata-kata tadi
misalnya:
ba – bi cu – ci da – da ka – ki
ba – bu ca – ci du – da ku – ku
bi - bi ci - ca da – du ka – ku
ba – ca ka – ca du – ka ku – da

Kegiatan ini dapat dilanjutkan dengan proses perangkaian kata menjadi kalimat
sederhana. Contoh perangkaian kata menjadi kalimat seperti tampak pada contoh di
bawah ini.
ka – ki ku – da
ba – ca bu – ku
cu – ci ka – ki

Proses perangkaian suku kata mejadi kata, kata menjadi kalimat sederhana,
kemudian ditindaklanjuti dengan proses pengupasan atau penguraian bentuk-bentuk
tersebut menjadi satuan-satuan bahasa terkecil di bawahnya, yakni dari kalimat ke
dalam kata dan dari kata ke dalam suku kata. Proses pembelajaran MMP yang
melibatkan merangkai dan mengupas kemudian melahirkan istilah lain yaitu Metode
Rangkai-kupas.
Jika kita simpulkan langkah-langkah pembelajaran dengan metode suku kata
adalah:
 Tahap pertama, pengenalan suku-suku kata;
 Tahap kedua, perangkaian suku-suku kata menjadi kata;
 Tahap ketiga perangkaian kata menjadi kalimat sederhana;
 Tahap keempat, pengintegrasian kegiatan perangkaian dan pengupasan;
(kalimat ---------> kata-kata ---------> suku-suku kata)

Metode suku kata/silaba, saat ini tampaknya sedang populer dalam pembelajaran
baca tulis Al-Quran yang disebut dengan metode Iqra. Proses pembelajaran MMP
seperti yang digambarkan ke dalam langkah-langkah di atas, dapat pula dimodifikasi
dengan mengubah objek pengenalan awalnya. Sebagai contoh pembelajaran diawali
dengan pengenalan sebuah kata tertentu, kemudian kata ini dijadikan lembaga
tertentu sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya kata dimaksud
diuraikan atau dikupas menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya
dilanjutkan proses perangkaian huruf menjadi suku kata, dan suku kata menjadi kata.
Dengan kata lain hasil pengupasan tadi dikembalikaan lagi ke bentuk asalnya sebagai
kata lembaga (kata semula).

d. Metode Global
Metode ini disebut juga sebagai “Metode Kalimat” karena alur proses
pembelajaran MMP yang diperlihatkan melalui metode ini diawali dengan penyajian
beberapa kalimat global. Untuk membantu pengenalan kalimat dimaksud biasanya
digunakan gambar. Di bawah gambar tersebut ditulis sebuah kalimat yang kira-kira
merujuk pada makna gambar tersebut. Sebagai contoh, jika kalimat yang
diperkenalkan berbunyi ‘ini nani”, maka gambar yang cocok untuk menyertai kalimat
itu adalah gambar seorang anak perempuan.
Setelah anak diperkenalkan dengan beberapa kalimat, barulah proses
pembelajaran MMP dimulai. Mula-mula guru mengambil sebuah kalimat dari
beberapa kalimat yang diperkenalkan kepada anak pertama kali tadi. Kalimat ini
dijadikan dasar/alat untuk pembelajaran MMP. Melalui proses degloblalisasi
selanjutnya anak mengalami proses belajar MMP.

e. Metode SAS
Pembelajaran MMP dengan metode ini mengawali pembelajarannya dengan
menampilkan dan memperkenalkan sebuah kalimat utuh. Mula-mula anak disuguhi
sebuah struktur yang memberi makna lengkap, yakni struktur kalimat yang bertujuan
membangun konsep-konsep kebermaknaan pada diri anak. Selanjutnya melalui proses
analitik, anak-anak diajak untuk mengenal konsep kata. Kalimat utuh yang dijadikan
tonggak dasar diuraikan ke dalam satuan-satuan bahasa yang lebih kecil yang disebut
kata. Proses penganalisisan atau penguraian ini terus berlanjut hingga sampai pada
wujud satuan bahasa terkecil yang tidak bisa diuraikan lagi, yakni huruf-huruf.
Dengan demikian proses penguraian dan penganalisisan dalam pembelajaran
MMP dengan metode SAS meliputi;
1. kalimat menjadi kata-kata
2. kata menjadi suku-suku kata; dan
3. suku kata menjadi huruf-huruf

Pada tahap berikutnya anak-anak didorong melakukan kerja sintetis


(menyimpulkan). Satuan bahasa yang telah terurai dikembalikan lagi kepada
satuannya semula, yakni dari huruf-huruf menjadi suku kata, dari suku kata menjadi
kata, dari kata menjadi kalimat lengkap. Dengan demikian, melalui proses sintesis ini,
anak-anak akan menemukan kembali wujud struktur semula, yakni sebuah kalimat
utuh. Melihat prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode-metode
membaca permulaan seperti yang telah kita bicarakan di atas. Oleh karena itu,
penggunaan metode SAS dalam pengajaran MMP pada sekolah-sekolah kita di
tingkat sekolah dasar pernah dianjurkan, bahkan diwajibkan pemakaiannya oleh
pemerintah.
Beberapa manfaat yang dianggap sebagai kelebihan metode ini diantaranya
sebagai berikut:
1. Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang
satuan bahasa terkecil yang bermakna untuk berkomunikasi adalah kalimat.
Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa di bawahnya, yakni kata, suku
kata dan huruf.
2. Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa anak. Oleh karena itu,
pengajaran akan lebih bermakna bagi anak karena bertolak dari sesuatu yang
dikenal dan diketahui anak. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap
daya ingat dan pemahaman anak.
3. Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Anak
mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri.
Dengan begitu anak akan merasa lebih percaya diri atas kemampuannya
sendiri.

Penerapan pembelajaran membaca dan menulis permulaan dengan metode ini


tampak dapat diamati dalam contoh berikut:
ini mama
ini mama
i ni ma ma
inimama
i ni ma ma
ini mama
ini mama

3. Jelaskan apa yang dimaksud menyimak dan berbicara permulaan!

Menyimak merupakan kegiatan meresepsi, mengolah serta menginterpretasi suatu


permasalahan dengan melibatkan pancaindera seseorang. Menyimak berhubungan dan
bermanfaat dengan menyimak dan berbicara, menyimak dan membaca, berbicara dan
membaca serta ekspresi lisan dan ekspresi tulis. berbicara adalah salah satu keterampilan
berbahasa sebagai kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta mengungkapkan pendapat atau pikiran dan perasaan
kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan ataupun dengan
jarak jauh. Berbicara sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa memiliki
keterkaitan erat dengan aspek keterampilan berbahasa lainnya, yaitu antara berbicara
dengan menyimak, berbicara dengan menulis, dan berbicara dengan membaca.

4. Jelaskan berbagai metode atau strategi dalam mengajarkan menyimak dan


berbicara permulaan!
 Metode atau strategi dalam mengajarkan menyimak adalah sebagai berikut.
Metode atau strategi pengajaran menyimak di Sekolah Dasar dapat
dilakukan secara variatif untuk menghindari kesan yang monoton terhadap
strategi mengajar guru di Sekolah Dasar. Selain itu, melalui penggunaan teknik
menyimak yang beragam menjadikan pembelajaran lebih menarik bagi siswa.
Adapun beberapa teknik menyimak yang dapat digunakan guru dalam proses
belajar mengajar di Sekolah Dasar, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Metode Simak-Ulang (Menirukan)
Metode ini siswa harus menyimak apa yang diucapkan guru,
setelah itu siswa harus mengucapkan ulang apa yang disimaknya. Model
ucapan yang akan diperdengarkan secara cermat oleh guru. Isi model
ucapan dapat berupa fonem, kata, kalimat, ungkapan, kata-kata mutiara,
peribahasa, dan puisi-puisi pendek. Model itu dapat diucapkan langsung
atau direkam.
2. Metode Simak-Tulis (Dikte)
Simak-Tulis mirip dengan Simak-Ulang. Siswa menyimak apa
yang dikatakan guru atau dari rekaman, kemudian siswa harus
menuliskannya. Bahan yang ada pada Simak-Ulang Ucap dapat digunakan
dalam Simak-Tulis (Dikte)
3. Metode Simak-Kerjakan.
Metode ini, mula-mula siswa menyimak apa yang diperdengarkan
oleh guru, kemudian siswa harus mengerjakan apa yang dikerjakan atau
dikatakan dalam kegiatan menyimak tadi. Model biasanya berupa kalimat-
kalimat perintah.
4. Metode Simak-Terk.
Guru menyusun deskripsi suatu benda atau mainan siswa yang
paling disukainya atau gambar foto tanpa menyebutkan nama bendanya.
Deskripsi diperdengarkan kepada siswa. Siswa menyimak teks deskripsi
dan harus menerkanya.
5. Metode Memperluas Kalimat.
Guru menyebutkan sebuah kalimat. Siswa mengucapkan kembali
kalimat tersebut. Kembali guru mengucapkan kalimat tadi. Kemudian guru
mengucapkan kata atau kelompok kata lain. Siswa melengkapi kalimat
tadi dengan kelompok kata yang disebutkan terakhir oleh guru. Hasilnya
kalimat yang diperluas.
6. Metode Menyelesaikan Cerita.
Kelas dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok
beranggotakan 3-4 orang. Guru memanggil anggota kelompok pertama
maju kedepan kelas. Yang bersangkutan disuruh bercerita, judul bebas.
Setelah siswa pertama selesai bercerita seperempat misalnya, siswa kedua
anggota kelompok itu harus meneruskan cerita temannya yang pertama
tadi, terus sampai anggota kelompok selesai kebagian giliran. Siswa yang
belum ke depan harus menyimak dengan baik, sebab ada kemungkinan
giliran jatuh kepada orang yang tidak menyimak. Siswa harus siap
meneruskan cerita.
7. Metode Membuat Rangkuman.
Siswa menyimak cerita atau teks nonsastra yang agak panjang.
Setelah itu siswa diharuskan membuat rangkuman apa yang telah
disimaknya tadi. Apa yang disimak harus dirangkum menjadi sesingkat
mungkin, tapi yang singkat itu tetap menjelaskan yang panjang.
8. Metode Menemukan Benda.
Guru mengumpulkan sejumlah benda. Benda-benda itu sebaiknya
sudah dikenalkan oleh siswa. Benda-benda itu dimasukkan kedalam
sebuah kotak terbuka. Kemudian guru menyebutkan nama sesuatu benda.
Siswa mencari benda yang diucapkan guru. Bila sudah ditemukan,
diperlihatkan kepada teman-temannya.

 Metode atau strategi dalam mengajarkan berbicara permulaan adalah sebagai


berikut.
1. Metode ulang-ucap.
Metode ucapan adalah suara guru atau rekaman suara guru. Model
ucapan guru yang diperdengarkan kepada siswa harus dipersiapkan
dengan teliti. Materi diambil dari kurikulum/silabus yang relevan. Suara
guru harus jelas, intonasinya tepat, dan kecepatan berbicara normal. Model
ucapan diperdengarkan di muka kelas. Siswa menyimak dengan teliti,
kemudian mengucapkan kembali sesuai model guru. Materi pembelajaran
dapat beupa kata, kalimat sederhana, atau ucapan puisi sederhana, dan
sebagainya. Misalnya:
Guru: “ini mama”
Siswa: “ini mama” (bisa ditirukan secara individual, kelompok, atau
klasikal)
2. Metode lihat-ucap.
Guru memperlihatkan gambar atau benda tertentu kemudian
menyebut nama benda atau gambar tersebut. Benda atau gambar yang
diperlihatkan atau dipilih guru harus cermat disesuaikan dengan
lingkungan dan kebutuhan siswa. Penunjukan gambar dapat dimaksudkan
untuk mengganti benda yang sulit atau tidak mungkin dibawa ke dalam
kelas. Misalnya:
Guru: Menunjukkan rambutan.
Siswa: “ini rambutan”
Guru: memperlihatkan gambar kerbau
Siswa: “ini kerbau”
3. Metode memerikan.
Memerikan berarti menjelaskan, menerangkan , melukiskan, atau
mendeskripsikan sesuatu. Siswa disuruh memperhatikan sesuatu benda
atau gambar, kesibukan lalu lintas, pemandangan atau gambar yang lain.
Selanjutnya, siswa diminta memerikan apa yang diperlihatkan guru
kepada mereka. Tentu saja pemberian ini sesuai dengan kemampuan dan
tingkat keterampilan berbahasa siswa. Misalnya:
Guru: Memperlihatkan tiga anak bermain kelereng di halaman sekolah
Siswa: Ali, Tono, dan Joko bermain kelereng. Mereka bermain di halaman
sekolah. Mereka bermain sebelum masuk kelas, dst.
4. Metode menjawab pertanyaan.
Siswa-siswa yang mengalami kesalahan, kesulitan, atau merasa
malu untuk berbicara atau bercerita dapat dibimbing atau dipancing
dengan pertanyaan guru, sehingga yang bersangkutan menjawab
pertanyaan guru. Pertanyaan ini bisa bermacam-macam sesuai dengan
tema yang sedang diajarkan. Misalnya : untuk memperkenalkan diri siswa,
guru dapat mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa yang
bersangkutan mengenai: nama orang tuanya, alamatnya, umurnya, jumlah
keluarganya, dan sebagainya.
5. Metode bertanya.
Melalui pertanyaan siswa dapat menyatakan keingintahuannya
terhadap segala sesuatu yang didinginkan. Tingkat atau ragam pertanyaan
yang diutarakan mengindikasikan tin gkat kematangan dan kecerdasan
siswa. Dengan pertanyaan- pertanyaan yang sistematis siswa dapat
menemukan apa yang diinginkannya. Anak kecil yang belajar mengenai
lingkungannya sering bertanya berbagai hal. Anak yang cerdas tidak
hanya menamakan nama benda, tetapi menanyakan pula berbagai tentang
hal tersebut. Misalnya : pertanyaan berbagai hal tentang benda tersebut
diantarannya mengenai gunanya, cara membuatnya, dimana benda itu
dijual, terbuat dari apa, dsb.
6. Metode pertanyaan menggali.
Salah satu cara agar siswa banyak dan terampil berbicara ialah
dengan pertanyaan menggali. Jenis pertanyaan ini merangsang siswa
banyak berbicara. Pertanyaan menggali juga dapat dimanfaatkan untuk
mengetahui untuk keluasan dan kedalaman siswa terhadap suatu hal atau
masalah. Misalnya : guru memperlihatkan sebuah tas kepada para siswa.
Guru menanyakan sejumlah pertanyaan kepada siswa, sehubungan dengan
tas tersebut, seperti namanya, gunanya, dibuat dari apa, bagaimana cara
membuatnya, dan sebagainya.
7. Metode melanjutkan.
Dua, tiga atau empat siswa bersama-sama membuat cerita secara
spontan. Kalau diperlukan, guru melibatkan diri dalam kegiatan ini. Salah
satu siswa, bila perlu guru, memulai cerita kemudian diteruskan oleh siswa
kedua, ketiga, dan seterusnya sampai cerita selesai. Pada akhir kegiatan,
cerita diperiksa apakah jalan cerita sistematis, logis, dan terpadu.
8. Metode menceritakan kembali.
Guru mempersiapkan cerita atau bahan bacaan. Cerita tersebut
dikomunikasikan kepada siswa, atau siswa disuruh membaca bacaan
secara seksama. Selanjutnya, guru meminta siswa untuk menceritakan
kembali isi cerita atau isi bacaan tersebut dengan kata atau kalimatnya
sendiri. Siswa yang lain diminta untuk menyimak bila temannya sedang
bercerita. Kegiatan ini bisa dilaksanakan secara bergantian.
9. Metode percakapan.
Percakapan atau dialog merupakan pertukaran pikiran atau
pendapat mengenai suatu masalah antara dua atau lebih pembicara. Dalam
dialog tersebut terkandung dua kegiatan, yaitu menyimak dan berbicara
silih berganti. Suasana dialog biasanya berjalan akrab, spontan dan wajar.
Topik dialog adalah hal yang diminati bersama. Topik dialog merupakan
pengembangan keterampilan berbahasa, khususnya keterampilan
berbicara.
10. Metode prafrasa.
Prafasa merupakan alih bentuk, misalnya dari puisi ke prosa, atau
sebaliknya. Dalam prakteknya, kegiatan memprosakan puisi ini lebih
sering daripada mempuisikan prosa. Apabila seseorang siswa dapat
memprosakan puisi dengan baik berarti siswa yang bersangkutan dapat
mengapresiasi puisi tersebut dengan baik. Hasil apresiasi tersebut
diungkapkan kembali dalam, bentuk lisan berupa prosa. Tentu saja puisi
yang diekspresi disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa. Guru dapat
membantu membacakan puisi dengan suara dan intonasi yang jelas dan
tepat, dalam kecepatan yang normal.
11. Metode reka cerita gambar.
Guru memperlihatkan sebuah gambar atau serangkaian gambar.
Siswa disuruh memperhatikan dan menghayati gambar atau serangkaian
gambar tersebut dengan cermat dan mereka-reka dalam benaknya
peristiwa atau cerita tentang gambar tersebut. Hasil cerita anatara siswa
yang satu dengan yang lain tentunya berbeda, sesuai dengan kemampuan
berpikir mereka. Guru hendaknya bersikap toleransi terhadap cerita siswa
sepanjang masih berkaitan dengan gambar yang disajikan. Berilah pujian
dan bimbingan seperlunya.
12. Metode bercerita.
Kegiatan bercerita menuntun siswa kearah perkembangan yang
baik. Lancar bercerita berarti lancar berbicara. Dalam bercerita siswa
dilatih berbicara jelas, intonasi tepat, urutan cerita sistematis, menguasai
pendengar atau massa, dan berpenampilan menarik. Bahan cerita dapat
berupa pengalaman, kenangan, peristiwa yang dilihat, dsb
13. Metode memberi petunjuk.
Memberi petunjuk adalah menjelaskan cara pengerjaan sesuatu,
arah, proses, tempat, dan sebagainya. Petunjuk harus jelas dalam tepat.
Hal ini akan tercapai bila memberi petunjuk terampil menggunakan
bahasa lisan. Dengan kata lain memberi petunjuk akan jelas bila dengan
menggunakan berbicara. Siswa yang sering memberi petunjuk secara lisan
akan terampil berbicara. Untuk itu guru hendaknya memberi kesempatan
yang luas untuk memberi petunjuk kepada siswanya.
14. Metode melaporkan.
Melaporkan berarti menyampaikan gambaran, lukisan, atau
peristiwa terjadinya sesuatu hal. Masalah yang dilaporkan dapat
bermacam-macam atau beraneka ragam. Misalnya: upacara bendera,
pertandinagan kasti, peresmian proyek, dan sebagainya. Melaporkan juga
dapat berupa perjalanan, pembacaan buku. Bahasa laporan termasuk
ragam jurnalistik yang singkat, jelas, sederhana, lugas, menarik, dan baku.
15. Metode wawancara.
Wawancara atau interview adalah percakapan dalam bentuk tanya
jawab. Pewawancara dapat seorang wartawan, mahasiswa, siswa, penyiar
radio atau televisi, dan sebagainya. Orang yang diwawancarai adalah para
ahli, tokoh, pakar, juara dalam bidangnya masing-masing.
16. Metode bermain peran.
Dalam bermain peran siswa berlaku, bertindak, dan berbahasa
seperti peran orang yang dibawakannya. Dari segi bahasa, siswa harus
mengenal dan menggunakan ragam-ragam bahasa. Bermain peran dan
dramatisasi memang mirip, tetapi keduanya berbeda. Demikian pula
dengan bermain sosiodrama. Bermain peran lebih sederhana dalam segala
hal dari pada dramatisasi dan sosiodrama.
17. Metode diskusi.
Diskusi merupakan kegiatan dua atau lebih individu yang
berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah
tertentu dengan cara tukar menukar informasi atau memcahkan masalah.
Pada hakikatnya diskusi adalah bentuk percakapan dalam bentuk lanjut.
Cara, isi dan bobot pembicaraan lebih kompleks dan lebih tinggi dari
percakapan biasa. Diskusi merupakan sarana yang baik untuk
mengembangkan keterampilan berbicara.
18. Metode bertelepon
Bertelepon adalah percakapan dua arah atau pribadi dalam jarak
jauh. Berbicara dengan telepon menggunakan bahasa yang jelas, singkat,
dan lugas. Faktor waktu harus diperhitungkan dalam peristiwa ini, sebab
akan mengganggu orang lain dan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan.
Oleh karena itu, bertelepon hanya digunakan dalam hal-hal yang penting.
Misalnya : berita mendadak, kebakaran, kecelakaan, perampokan dan
sebagainya. Metode bertelepon dapat dimanfaatkan sebagai teknik
berbicara: singkat dan seperlunya.
19. Metode dramatisasi.
Dramatisasi atau bermain drama adalah mementaskan lakon atau
sandiwara. Dramatisasi memerlukan skenario yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu. Oleh karena itu, guru dan siswa mempersiapkan naskah
perlengkapan dan sebagainya. Seperti dinyatakan di atas, bahwa
dramatisasi lebih kompleks dari bermain peran. Lewat dramatisasi siswa
dilatih dalam bentuk bahasa lisan, yang berarti melatih berbicara.

5. Buatlah skenario pembelajaran dengan memilih materi yang ada di kelas awal,
materi pilih sendiri

Anda mungkin juga menyukai