5233 14916 2 PB
5233 14916 2 PB
ABSTRAKS
Pemanfaatan batu bata sebagai bahan material bangunan yang diminati oleh masyarakat menengah kebawah
seharusnya mempunyai kualitas yang lebih baik. Untuk peningkatan kualitas tersebut dapat dilakukan melalui
rekayasa desain maupun rekayasa bahan material melalui desain batu bata berlubang (hollow brick) dan penggunaan
bahan campuran dari limbah pertanian diantaranya ampas sagu. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat kualitas
dari sifat fisik dan mekanis dari batu bata berlubang dengan campuran ampas sagu, dimana ukuran dan bentuk batu
bata tidak dirubah sesuai dengan bentuk dan ukuran batu bata konvensional yakni 22 x 11 x 5 cm3, perubahan hanya
dilakukan pada desain permukaan batu bata dengan membuat lubang-lubang pada permukaan batu bata sebanyak 6
model desain dengan berbagai bentuk lubang (lingkaran, segitiga, segi empat ataupun kombinasi dari ketiga bentuk
tersebut) serta melalui pengurangan volume tanah liat dengan menggunakan ampas sagu, dimana komposisi
campuran ampas sagu yang digunakan 1,1% dan 2,2 %. Dari perlakuan tersebut akan dianalisis sifat fisik dan sifat
mekanis dari batu bata berlubang (hollow brick) dengan campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2% dibandingkan dengan
batu bata konvensional dengan campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2%. Dari hasil pengukuran terhadap batu bata
berlubang dengan campuran ampas sagu menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan bata
konvensional dengan campuran ampas sagu dan memenuhi persyaratan karakteristik fisik dan mekanis dalam SNI
15-2094, 2000, ASTM C 652-14, ASTM C 67-14, dan ASTM C62-10.
Kata Kunci: Batu Bata Berlubang, Ampas Sagu, Sifat Fisik, Sifat Mekanis
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah
penduduk Indonesia mencapai 264 juta jiwa dan jumlah penduduk yang tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal
mencapai 20,5% dari populasi penduduk Indonesia yakni sekitar 53 juta jiwadan angka backlog pun cukup tinggi
hingga mencapai 15 juta unit, sehingga pembangunan rumah harus terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Disisi lain tingkat pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang sangat rendah terutama untuk
masyarakat menengah ke bawah juga akan mempengaruhi kemampuan ekonomi masyarakat untuk memiliki rumah
baik dengan cara membangun sendiri maupun membeli secara langsung atau dengan sistem kredit perumahan. Dari
data BPS tahun 2017, menunjukkan bahwa persentase kemiskinan di pedesaan tercatat mencapai 13,96 % atau hampir
dua kali lipat persentase penduduk miskin di kota sebesar 7,7 %. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian pendapatan
masyarakat pedesaan dimana 60% pendapatan masyarakat pedesaan tergantung dari hasil perikanan, perkebunan
maupun pertanian yang hasil panennya tergantung pada iklim yang tidak menentu sebagai akibat dari pemanasan
global. Pembiayaan pemenuhan kebutuhan rumah hanya terbatas pada pasar formal bagi golongan menengah ke atas
sedangkan bentuk-bentuk kredit dan bantuan subsidi untuk golongan menengah ke bawah sangat terbatas.
Oleh karena itu, pengadaan atau penyediaan rumah bagi masyarakat menengah ke bawah yang dikenal dengan
rumah sederhana atau low cost housing perlu dikembangkan baik dari aspek konstruksi bangunan seperti Rumah Instan
Sederhana (Risha) yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Kementerian Pekerjaan
Umum (Balitbang Kimpraswil), aspek sumber daya manusia yakni dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat lokal sehingga dapat mendorong swadaya perumahan maupun aspek bahan material bangunan yakni
pengembangan bahan material yang kuat, nyaman dan murah melalui rekayasa desain maupun bahan campuran
sehingga akan mendorong pengadaan perumahan yang berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah.
Berdasarkan isu tersebut, maka beberapa riset sebelumnya telah dilakukan pada pengembangan rekayasa desain
maupun rekayasa bahan pada material batu bata, mengingat batu bata merupakan bahan material yang murah, mudah
diproduksi oleh masyarakat lokal dan dari sisi arsitektural memiliki sifat insulasi termal yang baik. Penelitian melalui
SNT2BKL-ST-1 106
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
rekayasa desain bata dengan membuat lubang-lubang pada permukaan bata (hollow brick) dapat mengurangi
penggunaan material tanah liat sebagai bahan baku dari batu bata tersebut juga membantu penyebaran panas pada
proses pembakaran dalam susunan tungku batu bata sehingga dapat mengurangi volume penggunaan bahan bakar
hingga mencapai 50% (Ornam, Kimsan, Cahyono, 2015). Selain itu rekayasa bahan material batu bata melalui
penggunaan bahan tambahan (filler) dari serat organik berupasekam gergaji (Ornam, Noraduola dan Santi, 2010), abu
sekam padi (Christiawan and Darmanto, 2004) serta limbah ampas tebu (Disurya, dkk, 2002) dapat mempercepat
proses pembakaran bata karena adanyainner burning dan meningkatkan kualitas bata.
Serat organik yang paling mudah diperoleh bagi masyarakat yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
serat dari batang sagu berupa ampas sagu yang merupakan limbah dari proses pembuatan sagu sebagai bahan baku
pembuatan makanan pokok/tradisional Suku Tolaki yang disebut sinonggi. Pada bangsal produksi pengolahan sagu,
limbah ampas sagu ini dibuang begitu saja setelah diambil isinya (aci sagu), limbah ampas sagu ini dibiarkan mengalir
di sepanjang sungai yang terdapat di sekitar bangsal produksi sehingga akan berdampak terhadap pencemaran
lingkungan. Serat ampas sagu ini memiliki karakteristik fisik yang sama dengan serat abu sekam padi, sekam kayu
dan ampas tebu sehingga riset ini akan mengembangkan rekayasa desain batu bata berlubang (hollow brick) dengan
campuran ampas sagu kemudian akan dianalisis sifat fisik dan sifat mekanis dari rekayasa batu bata tersebut kemudian
dibandingkan dengan batu bata standar/konvensional berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2094, 2000)
tentang Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding-Balitbang Kimpraswil dan American Standard Testing Material,
USA, yakni: ASTM C 67-14 tentang Standard Test Methods for Sampling and Testing Brick and Structural Clay Tile,
ASTM C 652-14 tentang Standard Specification for Hollow Brick-Hollow Masonry Units Made from Clay or Shale,
dan ASTM C62-10 tentang Standard Specification for Building Brick, Solid Masonry Units Made from Clay or Shale.
-./01 2./345 𝑔𝑟
𝐷 (𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦) = 6789:.
( @𝑐𝑚? ) (1)
SNT2BKL-ST-1 107
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Sifat Mekanis batu bata adalah sifat yang ada pada batu bata jika dibebani atau dipengaruhi dengan perlakuan
tertentu. Sifat teknis batu bata (ASTM C67-14, 2014) dan (Civil Engenering Materials, 2001), antara lain adalah:
a. Kuat Tekan Batu Bata
Kuat Tekan Batu Bata adalah kekuatan tekan maksimum batu bata persatuan luas permukaan yang dibebani.
Standar kuat tekan batu bata yang disyaratkan oleh ASTM C 67-14 adalah sebesar 10,40 MPa.
b. Penyerapan (Absorbtion) Batu Bata
Penyerapan (Absorbtion) adalah kemampuan maksimum batu bata untuk menyimpan atau menyerap air atau lebih
dikenal dengan batu bata yang jenuh air. Standar penyerapan (Absorbtion) batu bata yang disyaratkan oleh ASTM
C 67-14 adalah masing-masing maksimum 13% dan 17%
Agar dapat menjadi bahan bangunan yang baik, produksi batu bata harus memenuhi syarat mutu batu bata baik dari
segi kualitas produksi seperti ketahanan, bentuk atau model, ukuran, dan komposisi bata. SNI 15-2094-2000 telah
menentukan spesifikasi bata sebagai bahan konstruksi yaitu:
a. Bentuk dan tampilan
Bata harus memiliki sisi persegi; permukaan yang kasar, berwarna merah, memiliki suara yang nyaring ketika
diketok dan tidak memiliki retak serta tidak mudah patah. Dimensi bata adalah berdasarkan kelasnya, yaitu besar
dan kecil, seperti pada tabel berikut:
c. Bata merah tidak mengandung garam yang dapat larut sedemikian banyak sehingga pengkristalannya (yang
berupa bercak-bercak putih) menutup lebih dari 50% permukaan bata karena akan mengakibatkan tertutupnya batu
bata dan dapat mengurangi keawetan batu bata (SNI 15-2094-2000).
d. Penyerapan air, disyaratkan tidak melebihi dari 22% dan bata dibagi 5 kelas dalam uji penyerapan air sepertiterlihat
pada Tabel 3.
SNT2BKL-ST-1 108
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
SNT2BKL-ST-1 109
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
Setelah melewati proses produksi batu bata, baik bata konvensional/ standar maupun bata inovasi akan diuji
kualitasnya berdasarkan parameter berikut dengan mengacu pada ASTM C 652-14, ASTM C62-10, ASTM C 67-14
dan SNI 15-2094-2000 (Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding), yaitu:
a. Bidang-bidang datarnya rata, tidak retak-retak, rusuk-rusuknya siku-siku, tajam dan tidak rapuh. Pengujian
dilakukan dengan mengambil 50 buah bata baik dari bata konvensional maupun dari masing-masing bata berlubang
(hollow brick) dengan campuran ampas sagu dan yang tidak sempurna dinyatakan dalam % dari jumlah yang
diperiksa sedangkan untuk penentuan ukuran-ukuran dipakai 50 buah benda uji dari bata konvensional maupun
dari masing-masing batu bata desain hollow brickdengan campuran ampas sagu yang berasal dari penetapan berat
bata. Masing-masing pengukuran panjang, lebar dan tebal dilakukan paling sedikit 3 kali dan hasil pengukuran tiap
bata ditentukan penyimpangan maksimumnya dan dinyatakan dalam mm.
b. Berat bata, diuji dengan mengukur 50 buah batu bata utuh yang diambil secara acak dari bata konvensional maupun
dari masing-masing desain bata berlubang dengan campuran ampas sagu, masing-masing ditimbang beratnya
dengan ketelitian sampai 10 gram.
c. Uji serapan air (water absorption) dilakukan dengan cara, masing-masing batu bata konvensional maupun bata
dengan desain hollow brick dan campuran ampas sagu direndam dalam air hingga jenuh, kemudian ditimbang
beratnya (W j). Bata uji dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 24 jam (hingga berat tetap), setelah itu
didinginkan di ruangan sampai suhu kamar, kemudian ditimbang beratnya (Wk). Untuk mengetahui tingkat
penyerapan air oleh bata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Simbolon Tiurma,
2009):
Keterangan:
Wj -Wk WA = water absorption (%)
WA = x 100%
Wk Wk = berat bata setelah direndam dalam air (Kg)
Wj = berat bata kering mutlak sebelum
direndam air (Kg)
d. Uji kadar garam, untuk pengujian ini dipakai tidak kurang dari 50 buah bata utuh baik dari bata konvensional
maupun dari masing-masing bata hollow brick dengan campuran ampas sagu, tiap bata ditempatkan berdiri pada
bidangnya yang datar. Dalam masing-masing bejana dituangkan air ± 250 ml. bejana-bejana beserta benda-benda
uji dibiarkan dalam ruang yang mempunyai pergantian udara yang baik. Bila sudah beberapa hari bata terlihat
kering kembali, kemudian diperiksa banyaknya bercak-bercak putih yang ada di permukaan bata yang merupakan
kadar garam di dalam batanya. Adapun ketentuan dari pengujian ini adalah tidak membahayakan, bila kurang dari
50% permukaan bata tertutup oleh lapisan tipis berwarna putih karena pengkristalan garam-garam yang larut, ada
kemungkinan membahayakan, bila 50% atau lebih dari permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang agak tebal
tetapi bagian permukaan bata lainnya tidak menjadi bubuk atau terlepas. Dan membahayakan, jika lebih dari 50%
permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang tebal karena pengkristalan garam-garam dan bagian-bagian dari
permukaan bata menjadi bubuk atau terlepas.
e. Uji tekan (compressive strength), pengujian ini menggunakan 50 buah bendapercobaan dari bata konvensional
maupun dari masing-masing bata hollow brick dengan campuran ampas sagu. Benda uji untuk kuat tekan dalam
keadaan utuh kemudian bidang yang akan ditekan diterap dengan adukan setebal 6 mm. Setelah dilepas dari
cetakan, bata uji direndam dalam air selama 24 jam kemudian diangkat dan bidang-bidangnya dibersihkan dengan
kain lembab untuk menghilangkan air yang berlebihan. Setelah itu, pengujian kuat tekan (σ) dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 2 mm/menit, yang
perhitungannya memenuhi persamaan berikut (Sihombing Berlian, 2009):
𝐶 = 𝑊@𝐴 (2)
Dimana:
𝐶 = kuat tekan benda uji (Mpa);
𝑊 = beban maksimum (N);
𝐴 = Luas rata-rata bagian atas dan bawah benda uji (mm2);
Hasil pengujian akan dibandingkan dengan ASTM C 67-14 dan SNI 15-2094-2000.
SNT2BKL-ST-1 110
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
2. PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran dan pengujian yang dilakukan pada bata konvensional/ standar maupun bata inovasi
diperoleh hasil untuk identifikasi sifat fisik dan Mekanis dari bata konvensional maupun bata modifikasi dengan
komposisi campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2% sebagai berikut:
Tabel 4. Perbandingan ukuran batu bata konvensional dengan bata hollow brick
(komposisi campuran ampas sagu 1,1%)
Model Ukuran setelah pengeringan Ukuran setelah pembakaran
Panjang Lebar Tebal Berat Panjang Lebar Tebal Berat
(cm) (cm) (cm) (Kg) (cm) (cm) (cm) (Kg)
Bata Konvensional 20,9 10,4 5 1,9 20,1 10,5 4,7 1,8
Model 1 21 10,4 4,8 1,8 21,4 10,7 4,8 1,7
Model 2 21,1 10,7 4,8 1,7 21 10,7 4,5 1,7
Model 3 21,7 10,7 4,9 1,7 20,6 10,7 4,6 1,6
Model 4 20,9 10,8 5,1 1,9 20,6 10,7 4,6 1,8
Model 5 21 10,7 5 1,7 21 10,2 4,6 1,6
Model 6 21,3 10,7 5,2 1,8 21,3 10,6 5,7 1,7
Tabel 5. Perbandingan ukuran batu bata konvensional dengan bata hollow brick
(komposisi campuran ampas sagu 2,2%)
Model Ukuran setelah pengeringan Ukuran setelah pembakaran
Panjan Lebar Tebal Berat Panjang Lebar Tebal Berat
g (cm) (cm) (cm) (Kg) (cm) (cm) (cm) (Kg)
Bata Konvensional 20,9 10,7 5 1,8 21 10,3 4,5 1,6
Model 1 21 10,2 4,8 1,7 21,6 10,6 4,5 1,6
Model 2 21 10,2 4,9 1,7 21,5 10,5 4,8 1,6
Model 3 20,8 10,7 4,8 1,6 20,5 10,5 4,7 1,5
Model 4 20,7 10,5 5 1,7 20,6 10,5 4,6 1,6
Model 5 20,7 10,7 4,8 1,5 21 10,5 4,5 1,4
Model 6 20,8 10,7 4,9 1,6 21 10,5 5 1,5
SNT2BKL-ST-1 111
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2
SNT2BKL-ST-1 112
SNT2BKL - 2018
SNT2BKL-ST-1 113
Tabel 6. Penyerapan batau bata konvensional dan bata hollow brick
dengan komposisi campuran sagu 1,1%
Model Berat dalam air Berat kering Kadar garam Water
(gr/dm2/menit) (Kg) Absobtion
Bata 1874,7 ˂ 50% 13
Konvensional
Model 1 1878,6 1898,5 ˂ 50% 14
Model 2 1877,6 1848,4 ˂ 50% 14
Model 3 1789,6 1817,2 ˂ 50% 15
Model 4 1908,7 1796,3 ˂ 50% 15
Model 5 1756,8 1960,8 ˂ 50% 14
Model 6 1724,1 ˂ 50% 16
3. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran dan pengujian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa fisik dan mekanis dari batu bata
hollow brick dengan campuran komposisi ampas sagu 1,1 % dan 2,2% menunjukkan mutu dan kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan batu bata konvensional dengan bahan campuran komposisi ampas sagu 1,1% dan 2,2% sebagai
bahan material bangunan berdasarkan ASTM C652-14 dan SNI 15-2094.Desain batu bata hollow brick (bata berlubang)
dapat mengurangi penggunaan volume material tanah liat sebagai bahan dasar dari batu bata hingga mencapai 25%
dari batu bata standar/konvensional. Dengan desain berlubang pada permukaan bata akan membantu proses
penyebaran panas pada proses pembakaran, sehingga mutu dan kualitas batu bata akan merata di seluruh tumpukan
tungku pembakaran sehingga akan berpengaruh terhadap pengurangan kayu bakar sebagai bahan bakar dan waktu
pembakaran. Sedangkan penggunaan ampas sagu sebagai bahan campuran batu bata dengan komposisi 1,1% dan 2,2%
juga selain mengurangi volume penggunaan tanah liat sebagai bahan dasar dari batu bata, ampas sagu juga berfungsi
sebagai inner burning pada proses pembakaran, dimana ampas sagu ikut terbakar sehingga dapat berfungsi sebagai
bahan bakar dari batu bata tersebut dan akan mengurangi berat batu bata sehingga semakin ringan batu bata maka
kualitasnyapun semakin baik.
PUSTAKA
ASTM C652-14. 2014. Standard Specification for Hollow Brick (Hollow Masonry Units Made from Clay or Shale),
USA
ASTM 67-14. 2014. Standard Test Methods for Sampling and Testing Brick and Structural Clay Tile, USA.
ASTM C62-10. 2010. Standard Specification for Building Brick (Solid Masonry Units Made from Clay or Shale),
USA.
BPS. 2017. Statistik Kependudukan Indonesia 2017
Berlian, Sihombing. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan yang dibuat dari Sludge (Limbah Padat)
Industri Kertas-Semen. Tesis S2, USU, Medan.
Christiawan dan Darmanto, S.2004.Perlakuan Bahan Bata Merah Berserat Abu Sekam Padi. Laporan Penelitian
Mandiri Universitas Dipanegoro, Semarang.
SNT2BKL-ST-1 114
Disurya, Wira, dkk. 2002. Penggunaan Abu Ampas Tebu untuk Pembuatan Beton dengan Analisa Faktorial Desain.
Skripsi. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Petra Christian University, Surabaya.
Ornam, Kimsan, Cahyono. 2015. Evaluation of Alternative Design of Hollow Brick with Sawdust as Filler for Home-
Made Industry. Proceeding of 4th International Conference on Energy Systems, Environment, Entrepreneurship
and Innovation, Dubai, Februari 22-24.
Ornam, Noraduola, Santi. 2010. The Aplicability of the Usage of Hollow Brick Filled Husk for Low Cost Housing
Project, The First of Makassar International Converence of Civil Engineering (MICCE2010),Makassar, March
9-10.
SNI 15-2094.2000. Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding, Balitbang Kimpraswil: Bandung.
Somayaji, Shan. 2001. Civil Engineering Materials, 2nd ed, California Polythechnic State University, San Luis Obisco.
Tiurma, Simbolon. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi BatakoRingan yang Terbuat dari Styrofoam-Semen,Tesis S2, USU Medan.
SNT2BKL-ST-1 115