Anda di halaman 1dari 10

SEMINAR NASIONAL

TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)


ISSBN : 978-602-71928-1-2

ANALISIS SIFAT FISIK DAN MEKANIS BATU BATA


BERLUBANG DENGAN CAMPURAN AMPAS SAGU
Kurniati Ornam1, Masykur Kimsan2
1
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari–Sulawesi Tenggara
2
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo
Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari –Sulawesi Tenggara
E-mail: kurniati.ornam@yahoo.co.id

ABSTRAKS
Pemanfaatan batu bata sebagai bahan material bangunan yang diminati oleh masyarakat menengah kebawah
seharusnya mempunyai kualitas yang lebih baik. Untuk peningkatan kualitas tersebut dapat dilakukan melalui
rekayasa desain maupun rekayasa bahan material melalui desain batu bata berlubang (hollow brick) dan penggunaan
bahan campuran dari limbah pertanian diantaranya ampas sagu. Tujuan dari penelitian ini untuk melihat kualitas
dari sifat fisik dan mekanis dari batu bata berlubang dengan campuran ampas sagu, dimana ukuran dan bentuk batu
bata tidak dirubah sesuai dengan bentuk dan ukuran batu bata konvensional yakni 22 x 11 x 5 cm3, perubahan hanya
dilakukan pada desain permukaan batu bata dengan membuat lubang-lubang pada permukaan batu bata sebanyak 6
model desain dengan berbagai bentuk lubang (lingkaran, segitiga, segi empat ataupun kombinasi dari ketiga bentuk
tersebut) serta melalui pengurangan volume tanah liat dengan menggunakan ampas sagu, dimana komposisi
campuran ampas sagu yang digunakan 1,1% dan 2,2 %. Dari perlakuan tersebut akan dianalisis sifat fisik dan sifat
mekanis dari batu bata berlubang (hollow brick) dengan campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2% dibandingkan dengan
batu bata konvensional dengan campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2%. Dari hasil pengukuran terhadap batu bata
berlubang dengan campuran ampas sagu menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan bata
konvensional dengan campuran ampas sagu dan memenuhi persyaratan karakteristik fisik dan mekanis dalam SNI
15-2094, 2000, ASTM C 652-14, ASTM C 67-14, dan ASTM C62-10.

Kata Kunci: Batu Bata Berlubang, Ampas Sagu, Sifat Fisik, Sifat Mekanis

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan hasil survey Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2017 menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah
penduduk Indonesia mencapai 264 juta jiwa dan jumlah penduduk yang tidak memiliki rumah sebagai tempat tinggal
mencapai 20,5% dari populasi penduduk Indonesia yakni sekitar 53 juta jiwadan angka backlog pun cukup tinggi
hingga mencapai 15 juta unit, sehingga pembangunan rumah harus terus ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Disisi lain tingkat pendapatan perkapita masyarakat Indonesia yang sangat rendah terutama untuk
masyarakat menengah ke bawah juga akan mempengaruhi kemampuan ekonomi masyarakat untuk memiliki rumah
baik dengan cara membangun sendiri maupun membeli secara langsung atau dengan sistem kredit perumahan. Dari
data BPS tahun 2017, menunjukkan bahwa persentase kemiskinan di pedesaan tercatat mencapai 13,96 % atau hampir
dua kali lipat persentase penduduk miskin di kota sebesar 7,7 %. Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian pendapatan
masyarakat pedesaan dimana 60% pendapatan masyarakat pedesaan tergantung dari hasil perikanan, perkebunan
maupun pertanian yang hasil panennya tergantung pada iklim yang tidak menentu sebagai akibat dari pemanasan
global. Pembiayaan pemenuhan kebutuhan rumah hanya terbatas pada pasar formal bagi golongan menengah ke atas
sedangkan bentuk-bentuk kredit dan bantuan subsidi untuk golongan menengah ke bawah sangat terbatas.
Oleh karena itu, pengadaan atau penyediaan rumah bagi masyarakat menengah ke bawah yang dikenal dengan
rumah sederhana atau low cost housing perlu dikembangkan baik dari aspek konstruksi bangunan seperti Rumah Instan
Sederhana (Risha) yang dikembangkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pemukiman Kementerian Pekerjaan
Umum (Balitbang Kimpraswil), aspek sumber daya manusia yakni dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan
masyarakat lokal sehingga dapat mendorong swadaya perumahan maupun aspek bahan material bangunan yakni
pengembangan bahan material yang kuat, nyaman dan murah melalui rekayasa desain maupun bahan campuran
sehingga akan mendorong pengadaan perumahan yang berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah.
Berdasarkan isu tersebut, maka beberapa riset sebelumnya telah dilakukan pada pengembangan rekayasa desain
maupun rekayasa bahan pada material batu bata, mengingat batu bata merupakan bahan material yang murah, mudah
diproduksi oleh masyarakat lokal dan dari sisi arsitektural memiliki sifat insulasi termal yang baik. Penelitian melalui

SNT2BKL-ST-1 106
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

rekayasa desain bata dengan membuat lubang-lubang pada permukaan bata (hollow brick) dapat mengurangi
penggunaan material tanah liat sebagai bahan baku dari batu bata tersebut juga membantu penyebaran panas pada
proses pembakaran dalam susunan tungku batu bata sehingga dapat mengurangi volume penggunaan bahan bakar
hingga mencapai 50% (Ornam, Kimsan, Cahyono, 2015). Selain itu rekayasa bahan material batu bata melalui
penggunaan bahan tambahan (filler) dari serat organik berupasekam gergaji (Ornam, Noraduola dan Santi, 2010), abu
sekam padi (Christiawan and Darmanto, 2004) serta limbah ampas tebu (Disurya, dkk, 2002) dapat mempercepat
proses pembakaran bata karena adanyainner burning dan meningkatkan kualitas bata.
Serat organik yang paling mudah diperoleh bagi masyarakat yang tersebar di Provinsi Sulawesi Tenggara adalah
serat dari batang sagu berupa ampas sagu yang merupakan limbah dari proses pembuatan sagu sebagai bahan baku
pembuatan makanan pokok/tradisional Suku Tolaki yang disebut sinonggi. Pada bangsal produksi pengolahan sagu,
limbah ampas sagu ini dibuang begitu saja setelah diambil isinya (aci sagu), limbah ampas sagu ini dibiarkan mengalir
di sepanjang sungai yang terdapat di sekitar bangsal produksi sehingga akan berdampak terhadap pencemaran
lingkungan. Serat ampas sagu ini memiliki karakteristik fisik yang sama dengan serat abu sekam padi, sekam kayu
dan ampas tebu sehingga riset ini akan mengembangkan rekayasa desain batu bata berlubang (hollow brick) dengan
campuran ampas sagu kemudian akan dianalisis sifat fisik dan sifat mekanis dari rekayasa batu bata tersebut kemudian
dibandingkan dengan batu bata standar/konvensional berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 15-2094, 2000)
tentang Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding-Balitbang Kimpraswil dan American Standard Testing Material,
USA, yakni: ASTM C 67-14 tentang Standard Test Methods for Sampling and Testing Brick and Structural Clay Tile,
ASTM C 652-14 tentang Standard Specification for Hollow Brick-Hollow Masonry Units Made from Clay or Shale,
dan ASTM C62-10 tentang Standard Specification for Building Brick, Solid Masonry Units Made from Clay or Shale.

1.2 Tinjauan Pustaka


1.2.1 Batu Bata sebagai Bahan Material Bangunan
Pada proses pembuatan batu-bata, terdapat tiga metode (Civil Engineering Materials, 2001), yaitu:
a. Stiff-mud process, dibuat dengan kandungan air 12 - 15 %
b. Soft-mud process, dibuat dengan kandungan air 20 - 30 %
c. Dry-press process, dibuat dengan kandungan air 7 - 10% (plastisitas yang sangat rendah).
Tahap pembuatan batu bata sebelum dapat dipakai untuk bahan bangunan (Brick Industry Association, Reston,
Virginia, 2006), adalah sebagai berikut:
a. Penambangan/pengambilan bahan mentah (mining and storage of raw materials)
b. Persiapan bahan mentah, yaitu tanah lempung, bahan tambahan dan air (size reduction and screening).
c. Pembuatan batu bata atau percetakan (forming and cutting).
d. Pengeringan (coating and drying).
e. Pembakaran dan pendinginan (firing and cooling).
f. Penyimpanan (storage and shipping).
Sifat fisis batu bata adalah sifat yang ada pada batu bata tanpa adanya pemberian beban atau perlakuan apapun.
Sifat fisis batu bata (ASTM C67-14, 2014) dan (Civil Engenering Materials, 2001), antara lain adalah:
a. Densitas atau kerapatan batu bata
Densitas adalah massa atau berat sampel yang terdapat dalam satu satuan volume. Densitas yang disyaratkan untuk
digunakan adalah 1,60 gr/cm3 – 2,00 gr/cm3. Persamaan yang digunakan dalam menghitung densitas atau
kerapatan batu bata adalah:

-./01 2./345 𝑔𝑟
𝐷 (𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦) = 6789:.
( @𝑐𝑚? ) (1)

b. Warna batu bata


Warna batu bata tergantung pada warna bahan dasar tanah, jenis campuran bahan tambahan kalau ada dan proses
berlangsungnya pembakaran. Standar warna batu bata adalah orange kecoklatan.
c. Dimensi atau ukuran batu bata
d. Dimensi batu bata yang disyaratkan untuk memenuhi hal diatas adalah batu bata harus memiliki ukuran panjang
maksimal 16 in (40 cm), lebar berkisar antara 3 in – 12 in (7,50 cm- 30,0 cm) dan tebal berkisar antara 2 in – 8 in
(5 cm – 20cm).
e. Tekstur dan bentuk batu bata
Bentuk batu bata berupa balok dengan ukuran panjang, lebar, tebal yang telah ditetapkan. Permukaan batu bata
relatif datar dan kesat tapi tak jarang berukuran tidak beraturan.

SNT2BKL-ST-1 107
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Sifat Mekanis batu bata adalah sifat yang ada pada batu bata jika dibebani atau dipengaruhi dengan perlakuan
tertentu. Sifat teknis batu bata (ASTM C67-14, 2014) dan (Civil Engenering Materials, 2001), antara lain adalah:
a. Kuat Tekan Batu Bata
Kuat Tekan Batu Bata adalah kekuatan tekan maksimum batu bata persatuan luas permukaan yang dibebani.
Standar kuat tekan batu bata yang disyaratkan oleh ASTM C 67-14 adalah sebesar 10,40 MPa.
b. Penyerapan (Absorbtion) Batu Bata
Penyerapan (Absorbtion) adalah kemampuan maksimum batu bata untuk menyimpan atau menyerap air atau lebih
dikenal dengan batu bata yang jenuh air. Standar penyerapan (Absorbtion) batu bata yang disyaratkan oleh ASTM
C 67-14 adalah masing-masing maksimum 13% dan 17%
Agar dapat menjadi bahan bangunan yang baik, produksi batu bata harus memenuhi syarat mutu batu bata baik dari
segi kualitas produksi seperti ketahanan, bentuk atau model, ukuran, dan komposisi bata. SNI 15-2094-2000 telah
menentukan spesifikasi bata sebagai bahan konstruksi yaitu:
a. Bentuk dan tampilan
Bata harus memiliki sisi persegi; permukaan yang kasar, berwarna merah, memiliki suara yang nyaring ketika
diketok dan tidak memiliki retak serta tidak mudah patah. Dimensi bata adalah berdasarkan kelasnya, yaitu besar
dan kecil, seperti pada tabel berikut:

Tabel 1. Ukuran bata


Tebal (mm) Lebar (mm) Panjang (mm)
175 ± 7 300 ± 12
115 ± 5
115 ± 5 240 ± 10
115 ± 5 300 ± 12
71 ± 5
105 ± 4 240 ± 10
115 ± 5 240 ± 10
52 ± 3
105 ± 4 200 ± 10
Sumber: SNI 15-2094-2000

b. Kuat tekan (Compresive Strength)


Bata dibagi menjadi 6 kelas kekuatan yang diketahui dari besar kekuatan tekannya yaitu kelas 25, kelas 50, kelas
150, kelas 200 dan kelas 250. Kelas kekuatan ini menunjukan kekuatan tekan rata-rata minimum dari 30 buah bata
yang diuji.

Tabel 2. Standar uji kuat tekan batu bata


Kuat Tekan rata-rata minimum Koefisien variasi yang
30 bata yang diuji diijinkan dari rata-rata
Kelas
kuat tekan bata yang
Kp/cm2 N/mm2
diuji
50 50 5 22
100 100 10 22
150 150 15 15
200 200 20 15
250 250 25 15
Sumber: SNI 15-2094-2000

c. Bata merah tidak mengandung garam yang dapat larut sedemikian banyak sehingga pengkristalannya (yang
berupa bercak-bercak putih) menutup lebih dari 50% permukaan bata karena akan mengakibatkan tertutupnya batu
bata dan dapat mengurangi keawetan batu bata (SNI 15-2094-2000).
d. Penyerapan air, disyaratkan tidak melebihi dari 22% dan bata dibagi 5 kelas dalam uji penyerapan air sepertiterlihat
pada Tabel 3.

SNT2BKL-ST-1 108
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Tabel 3. Standar uji penyerapan air batu bata


Kelas Penyerapan air maksimal (%)
50 22
100 20
150 20
200 20
250 20
Sumber: SNI 15-2094-2000

1.3 Metodologi Penelitian


Penelitian ini dilakukan di tiga lokasi yakni: untuk kegiatan pengumpulan dan pengambilan ampas sagu dilakukan
pada bangsal produksi sagu yang terletak di Desa Abeli Sawah Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Ampas sagu diangkut menggunakan truk ke lokasi bangsal kerja batu bata dan ke laboratorium pengujian Fakultas
Teknik Universitas Halu Oleo. Untuk kegiatan produksi batu bata mulai dari proses: pencampuran, pencetakan,
pengeringan, pembakaran, dan pembongkaran dilakukan di bangsal kerja UD Said Jaya yang terletak di Kelurahan
Punggolaka, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara. Sedangkan untuk desain bata berlubang (hollow brick)
dilakukan di Labratorium Aplikasi Desain Perancangan Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo, begitupula untuk
pengujian batu bata hasil modifikasi dilakukan pada Laboratorium Mekanika Tanah dan Laboratorium Konstruksi
Material Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tanah liat, air, limbah ampas sagu, dan kayu bakar.
Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah bangsal kerja, arko, ember, sekop, pacul, sendok campuran, kaos tangan,
cetakan batu bata, papan bata hasil cetakan, tungku bakar, box bata sampel, kantong sampel, papan catat, kertas A4,
pulpen, pensil, penggaris, baskom, mesin uji tekan (Universal Testing Machine), saringan, timbangan, oven, masker,
komputer, mobil untuk pendistribusian ampas sagu dan bata dari lokasi bangsal kerja ke laboratorium pengujian serta
kamera digital untuk pendokumentasian kegiatan. Disamping itu juga digunakan komputer dengan software Autocad
untuk membuat desain batu bata berlubang (hollow brick).
Ampas sagu yang telah diangkut dari bangsal produksi sagu terlebih dahulu dikeringkan dengan sinar matahari
langsung sampai kering sebelum dicampur dengan tanah liat dan air. Proses produksi batu bata di bangsal kerja
dilakukan dua tahap. Tahap pertama yakni produksi batu bata konvensional/ standarsebanyak 100 buah bata, tanpa
modifikasi desain hollow brick namun dengan penggunaan campuran ampas sagu dengan komposisi 1,1% dan 2,2%
dengan ukuran bata 22 x 11 x 5 cm3. Tahap kedua yakni proses produksi batu bata modifikasi, dimana pada dasarnya,
proses produksi dan ukuran batu bata sama dengan batu bata konvensional. Proses produksi diawali dengan
pencampuran bahan dasar batu bata berupa tanah liat, air dan ampas sagu dengan komposisi ampas sagu 1,1% dan
2,2% dari tanah liat. Setelah melalui proses pencampuran, maka dilakukan proses pencetakan batu bata dengan 6
model cetakan hasil desain bata berlubang (hollow brick). Masing-masing desain bata berlubang (hollow brick) akan
dicetak sebanyak 100 buah bata uji. Setelah proses pencetakan, maka dilakukan proses selanjutnya yakni: pengeringan,
pembakaran hingga pembongkaran batu bata di bangsal produksi.

Gambar 1. Enam buah model dan dimensi desain hollow brick

SNT2BKL-ST-1 109
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

Setelah melewati proses produksi batu bata, baik bata konvensional/ standar maupun bata inovasi akan diuji
kualitasnya berdasarkan parameter berikut dengan mengacu pada ASTM C 652-14, ASTM C62-10, ASTM C 67-14
dan SNI 15-2094-2000 (Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding), yaitu:
a. Bidang-bidang datarnya rata, tidak retak-retak, rusuk-rusuknya siku-siku, tajam dan tidak rapuh. Pengujian
dilakukan dengan mengambil 50 buah bata baik dari bata konvensional maupun dari masing-masing bata berlubang
(hollow brick) dengan campuran ampas sagu dan yang tidak sempurna dinyatakan dalam % dari jumlah yang
diperiksa sedangkan untuk penentuan ukuran-ukuran dipakai 50 buah benda uji dari bata konvensional maupun
dari masing-masing batu bata desain hollow brickdengan campuran ampas sagu yang berasal dari penetapan berat
bata. Masing-masing pengukuran panjang, lebar dan tebal dilakukan paling sedikit 3 kali dan hasil pengukuran tiap
bata ditentukan penyimpangan maksimumnya dan dinyatakan dalam mm.
b. Berat bata, diuji dengan mengukur 50 buah batu bata utuh yang diambil secara acak dari bata konvensional maupun
dari masing-masing desain bata berlubang dengan campuran ampas sagu, masing-masing ditimbang beratnya
dengan ketelitian sampai 10 gram.
c. Uji serapan air (water absorption) dilakukan dengan cara, masing-masing batu bata konvensional maupun bata
dengan desain hollow brick dan campuran ampas sagu direndam dalam air hingga jenuh, kemudian ditimbang
beratnya (W j). Bata uji dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 24 jam (hingga berat tetap), setelah itu
didinginkan di ruangan sampai suhu kamar, kemudian ditimbang beratnya (Wk). Untuk mengetahui tingkat
penyerapan air oleh bata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (Simbolon Tiurma,
2009):

Keterangan:
Wj -Wk WA = water absorption (%)
WA = x 100%
Wk Wk = berat bata setelah direndam dalam air (Kg)
Wj = berat bata kering mutlak sebelum
direndam air (Kg)
d. Uji kadar garam, untuk pengujian ini dipakai tidak kurang dari 50 buah bata utuh baik dari bata konvensional
maupun dari masing-masing bata hollow brick dengan campuran ampas sagu, tiap bata ditempatkan berdiri pada
bidangnya yang datar. Dalam masing-masing bejana dituangkan air ± 250 ml. bejana-bejana beserta benda-benda
uji dibiarkan dalam ruang yang mempunyai pergantian udara yang baik. Bila sudah beberapa hari bata terlihat
kering kembali, kemudian diperiksa banyaknya bercak-bercak putih yang ada di permukaan bata yang merupakan
kadar garam di dalam batanya. Adapun ketentuan dari pengujian ini adalah tidak membahayakan, bila kurang dari
50% permukaan bata tertutup oleh lapisan tipis berwarna putih karena pengkristalan garam-garam yang larut, ada
kemungkinan membahayakan, bila 50% atau lebih dari permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang agak tebal
tetapi bagian permukaan bata lainnya tidak menjadi bubuk atau terlepas. Dan membahayakan, jika lebih dari 50%
permukaan bata tertutup oleh lapisan putih yang tebal karena pengkristalan garam-garam dan bagian-bagian dari
permukaan bata menjadi bubuk atau terlepas.
e. Uji tekan (compressive strength), pengujian ini menggunakan 50 buah bendapercobaan dari bata konvensional
maupun dari masing-masing bata hollow brick dengan campuran ampas sagu. Benda uji untuk kuat tekan dalam
keadaan utuh kemudian bidang yang akan ditekan diterap dengan adukan setebal 6 mm. Setelah dilepas dari
cetakan, bata uji direndam dalam air selama 24 jam kemudian diangkat dan bidang-bidangnya dibersihkan dengan
kain lembab untuk menghilangkan air yang berlebihan. Setelah itu, pengujian kuat tekan (σ) dilakukan dengan
menggunakan Universal Testing Machine (UTM) dengan kecepatan penekanan konstan sebesar 2 mm/menit, yang
perhitungannya memenuhi persamaan berikut (Sihombing Berlian, 2009):

𝐶 = 𝑊@𝐴 (2)

Dimana:
𝐶 = kuat tekan benda uji (Mpa);
𝑊 = beban maksimum (N);
𝐴 = Luas rata-rata bagian atas dan bawah benda uji (mm2);
Hasil pengujian akan dibandingkan dengan ASTM C 67-14 dan SNI 15-2094-2000.

SNT2BKL-ST-1 110
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

2. PEMBAHASAN
Dari hasil pengukuran dan pengujian yang dilakukan pada bata konvensional/ standar maupun bata inovasi
diperoleh hasil untuk identifikasi sifat fisik dan Mekanis dari bata konvensional maupun bata modifikasi dengan
komposisi campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2% sebagai berikut:

2.1. Sifat Fisik


a. Densitas atau kerapatan batu bata
Dari hasil pengukuran terhadap batu bata konvensional dan batu bata desain hollow brick dengan campuran ampas
sagu pada komposisi 1,1% dan 2,2% memenuhi persyaratan SNI 15-2094-2000 dimana massa atau berat sampel
dari tiap bata sebagai benda uji memenuhi nilai yang disyaratkan yakni 1,60 gr/cm3 – 2,00 gr/cm3 . Berdasarkan
data hasil pengukuran pada tabel 4 dan tabel 5 menunjukkan bahwa densitas dari batu bata konvensional dengan
komposisi campuran ampas sagu 1,1% dan 2,2%, untuk pengukuran setelah proses pengeringan batu bata berkisar
antara 1,5 – 1,9 gr/cm3 sedangkan densitas untuk bata dengan 6 desain hollow brick berkisar antara 1,4-1,8 gr/cm3.
Tinggi rendahnya densitas dari batu bata dengan bahan campuran ampas sagu sangat dipengaruhi oleh: komposisi
bahan dasar dari batu bata bata yang terdiri dari tanah liat maupun ampas sagu yang digunakan sebagai bahan
campuran, proses pencampuran yang dilakukan secara manual oleh kaki maupun tangan pekerja, serta lamanya
proses pengeringan dan proses pembakaran. Semakin kering dan merata penjalaran panasnya maka akan semakin
baik densitas dari batu bata tersebut.

Tabel 4. Perbandingan ukuran batu bata konvensional dengan bata hollow brick
(komposisi campuran ampas sagu 1,1%)
Model Ukuran setelah pengeringan Ukuran setelah pembakaran
Panjang Lebar Tebal Berat Panjang Lebar Tebal Berat
(cm) (cm) (cm) (Kg) (cm) (cm) (cm) (Kg)
Bata Konvensional 20,9 10,4 5 1,9 20,1 10,5 4,7 1,8
Model 1 21 10,4 4,8 1,8 21,4 10,7 4,8 1,7
Model 2 21,1 10,7 4,8 1,7 21 10,7 4,5 1,7
Model 3 21,7 10,7 4,9 1,7 20,6 10,7 4,6 1,6
Model 4 20,9 10,8 5,1 1,9 20,6 10,7 4,6 1,8
Model 5 21 10,7 5 1,7 21 10,2 4,6 1,6
Model 6 21,3 10,7 5,2 1,8 21,3 10,6 5,7 1,7

Tabel 5. Perbandingan ukuran batu bata konvensional dengan bata hollow brick
(komposisi campuran ampas sagu 2,2%)
Model Ukuran setelah pengeringan Ukuran setelah pembakaran
Panjan Lebar Tebal Berat Panjang Lebar Tebal Berat
g (cm) (cm) (cm) (Kg) (cm) (cm) (cm) (Kg)
Bata Konvensional 20,9 10,7 5 1,8 21 10,3 4,5 1,6
Model 1 21 10,2 4,8 1,7 21,6 10,6 4,5 1,6
Model 2 21 10,2 4,9 1,7 21,5 10,5 4,8 1,6
Model 3 20,8 10,7 4,8 1,6 20,5 10,5 4,7 1,5
Model 4 20,7 10,5 5 1,7 20,6 10,5 4,6 1,6
Model 5 20,7 10,7 4,8 1,5 21 10,5 4,5 1,4
Model 6 20,8 10,7 4,9 1,6 21 10,5 5 1,5

b. Warna batu bata


Tanah liat yang dipakai sebagai bahan material dari batu bata konvensional maupun bata modifikasi berasal dari
tanah liat di sekitar bangsal produksi dimana warnanya coklat. Setelah proses produksi baik bata konvensional
maupun bata desain hollow brick dengan campuran ampas sagu, seluruh bata memiliki warna orange kecoklatan.
Penambahan ampas sagu sebagai bahan campuran pada komposisi 1,1% dan 2,2% tidak mempengaruhi warna dari
batu bata pasca pembakaran dikarenakan selain warna dari ampas sagu berwarna kuning keemasan juga disebabkan
oleh adanya proses inner burning pada proses pembakaran dimana ampas sagu ikut terbakar sehingga tidak
berpengaruh terhadap warna dari batu bata tersebut.

SNT2BKL-ST-1 111
SEMINAR NASIONAL
TEKNOLOGI TERAPAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL (SNT2BKL)
ISSBN : 978-602-71928-1-2

c. Dimensi atau ukuran batu bata


Dari hasil pengukuran batu bata baik setelah pengeringan maupun setelah pembakaran menunjukkan bahwa untuk
bata konvensional maupun 6 model bata modifikasi dengan desain hollow brickdan campuran ampas sagu 1,1%
dan 2,2% memenuhi ukuran bata yang dipersyaratkan dalam SNI 15-2094-2000, dimana untuk batu bata
konvensional setelah proses pengeringan ukuran bata yakni: panjang mencapai 2,9 cm, lebar 10,4 – 10,7 cm, tebal
5 cm, dan berat 1,8 Kg. Sedangkan ukuran bata konvensional pasca pembakaran untuk Panjang 21 sampai 21,1
cm; lebar 10,3 sampai 10,5 cm; ldan ebar 4,5 sampai 4,7 cm seperti yang terlihat pada tabel 4 dan tabel 5.Sedangkan
untuk dimensi batu bata desain hollow brick dengan campuran komposisi ampas sagu 1,1% dan 2,2% adalah untuk
dimensi batu bata setelah proses pengeringan: panjang batu bata berkisar antara 20,7 – 21,7; lebar berkisar 10,2 –
10,8 cm; dan tebal 4,8 – 5,2 cm. Sedangkan dimensi ukuran bata hollow brick dengan campuran ampas sagu 1,1%
dan 2,2% yakni untuk panjang berkisar antara20,6 – 21,5 cm; lebar 10,2 – 10,7 cm, dan tebal 4,5 – 5 cm; seperti
yang terlihat pada tabel 4 dan tabel 5.
Dari data menujukkan bahwa dimensi batu bata konvensional dan bata desain hollow brick memiliki nilai yang
tidak terlalu jauh disebabkan oleh penggunaan campuran ampas sagu dengan komposisi yang sama yakni 1,1%
dan 2,2% baik untuk bata konvensional mapupun bata desain hollow brick. Bata berkurang diakibatkan oleh
pengaruh campuran ampas sagu, dimana pada proses pembakaran ampas sagu akan ikut terbakar sebagai inner
burning sehingga dimensi dan volumenyapun ikut berkurang. Semakin ringan batu bata maka semakin baik pula
kualitas dari bata tersebut, disamping itu juga dengan berkurangnya dimensi dan volume batu bata juga akan
mengurangi biaya pengangkutan ke lokasi proyek/pembangunan baik itu biaya tenaga pengangkut maupun biaya
transportasi.

d. Tekstur dan bentuk batu bata


Dari hasil pengujian terhadap bata konvensional dan bata desain hollow brick dengan campuran ampas sagu pada
komposisi 1,1% maupun 2,2% menunjukkan hasil bahwa semua bata yang diuji memenuhi syarat SNI 15-2094-
2000 yakni ketika bata konvensional maupun bata desain hollow brick diketuk maka akan menimbulkan bunyi
yang nyaring, dari hasil pengamatan menunjukkan bentuk bata keseluruhan berbentuk datar, tidak terjadi retak dan
ruasnya siku-siku. Penggunaan desain hollow brick menunjukkan bahwa adanya lubang pada permukaan batu bata
tidak akan mempengaruhi bunyi, bentuk dan ruas dari batu bata modifikasi.
Keuntungan bata desain hollow brick terletak pada pengurangan volume material tanah hingga mencapai 25% dari
bahan dasar yang diperlukan serta membantu proses perpindahan panas pada proses pembarakaran, dimana lubang-
lubang pada permukaan akan menjadi tempat jalur perpindahan panas sehingga dapat dipastikan bahwa bata
modifikasi desain hollow brick dengan campuran ampas sagu dapat mengurangi waktu pembakaran dan
penghematan penggunaan bahan bakar kayu pada proses pembakaran, disamping itu juga fungsi inner burning
dari ampas sagu juga turut menghemat bahan bakar, karena berfungsi sebagai bahan bakar.

2.2 Sifat Mekanis


a. Kuat Tekan Batu Bata
Hasil pengukuran kuat tekan batu bataseperti yang terlihat pada gambar 2 dan gambar 3 menunjukkan bahwa untuk
batu bata konvensional kuat tekannya mencapai 24,51Mpa pada komposisi campuran ampas sagu 1,1% dan 22,08
Mpa untuk komposisi campuran ampas sagu 2,2% sehingga termasuk dalam mutu batu bata tingkat I berdasarkan
dalam ASTM C67-14 dan SNI 15-2094.
Sedangkan hasil pengujian kuat tekan untuk 6 desain bata hollow brick keseluruhan termasuk dalam mutu bata bata
kelas I juga yakni hingga mencapai nilai 19,19 Mpa untuk model 1 pada komposisi campuran ampas sagu
1,1% sedangkan ASTM C 67-14 dan SNI 15-2094-2000 mempunyai nilai minimum untuk kuat tekan mencapai
10,4 Mpa. Nilai kuat tekan untuk bata konvensional lebih tinggi daripada bata hollow brick dikarenakan adanya
lubang-lubang pada permukaan batu bata akan mempengerahi kuat tekan dari batu bata tersebut, namun tetap
memenuhi standar minimal dari kuat tekan yang dipersyaratakan. Penggunaan desain hollow brick dimaksudkan
untuk pengurangan bahan material tanah liat, membantu proses penyebaran panas dan mengurangi pengunaan kayu
sebagai bahan bakar pada proses pembakaran. Kuat tekan batu bata dipengaruhi oleh densitas atau kerapatan dan
warna dari batu bata tersebut, dimana kuat tekan batu bata akan meningkat, jika densitas batu bata semakin besar.

SNT2BKL-ST-1 112
SNT2BKL - 2018

Gambar 2. Kuat tekan bata konvensional dan bata hollow brick


(campuran ampas sagu komposisi 1,1%)

Gambar 3. Kuat tekan bata konvensional dan bata hollow brick


(campuran ampas sagu komposisi 2,2%)

b. Penyerapan (Absorbtion) Batu Bata


Penyerapan (Absorbtion) adalah kemampuan maksimum batu bata untuk menyimpan atau menyerap air atau lebih
dikenal dengan batu bata yang jenuh air. Standar penyerapan (Absorbtion) batu bata yang disyaratkan oleh ASTM
C 67-14 adalah masing-masing maksimum 13% dan 17%. Berdasarkan hasil perhitungan kadar penyerapan air
seperti terlihat pada tabel 6 dan tabel 7, maka seluruh model baik konvensional maupun model hollow brick,
seluruhnya memenuhi syarat yang ditetapkan oleh SNI maupun ASTM. Adapun variasi kadar penyerapan air antar
model tidak memiliki korelasi konstan berdasarkan ukuran/dimensi hollow brick, akan tetapi bergantung pula pada
metode pembuatan bata.

SNT2BKL-ST-1 113
Tabel 6. Penyerapan batau bata konvensional dan bata hollow brick
dengan komposisi campuran sagu 1,1%
Model Berat dalam air Berat kering Kadar garam Water
(gr/dm2/menit) (Kg) Absobtion
Bata 1874,7 ˂ 50% 13
Konvensional
Model 1 1878,6 1898,5 ˂ 50% 14
Model 2 1877,6 1848,4 ˂ 50% 14
Model 3 1789,6 1817,2 ˂ 50% 15
Model 4 1908,7 1796,3 ˂ 50% 15
Model 5 1756,8 1960,8 ˂ 50% 14
Model 6 1724,1 ˂ 50% 16

Tabel 7. Penyerapan batu bata konvensional dan bata hollow brick


dengan komposisi campuran sagu 2,2%
Model Berat dalam air Berat Kadar garam Water
(gr/dm2/menit) kering Absorbtion
(Kg)
Bata 1687,9 1846,2 ˂ 50% 16%
Konvensional
Model 1 1743,5 1735,3 ˂ 50% 15%
Model 2 1714,8 1740,4 ˂ 50% 17%
Model 3 1653 1617,4 ˂ 50% 16%
Model 4 1741 1768,2 ˂ 50% 14%
Model 5 1570,5 1521,5 ˂ 50% 15%
Model 6 1610,4 1641,1 ˂ 50% 15%

3. KESIMPULAN
Dari hasil pengukuran dan pengujian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa fisik dan mekanis dari batu bata
hollow brick dengan campuran komposisi ampas sagu 1,1 % dan 2,2% menunjukkan mutu dan kualitas yang lebih baik
dibandingkan dengan batu bata konvensional dengan bahan campuran komposisi ampas sagu 1,1% dan 2,2% sebagai
bahan material bangunan berdasarkan ASTM C652-14 dan SNI 15-2094.Desain batu bata hollow brick (bata berlubang)
dapat mengurangi penggunaan volume material tanah liat sebagai bahan dasar dari batu bata hingga mencapai 25%
dari batu bata standar/konvensional. Dengan desain berlubang pada permukaan bata akan membantu proses
penyebaran panas pada proses pembakaran, sehingga mutu dan kualitas batu bata akan merata di seluruh tumpukan
tungku pembakaran sehingga akan berpengaruh terhadap pengurangan kayu bakar sebagai bahan bakar dan waktu
pembakaran. Sedangkan penggunaan ampas sagu sebagai bahan campuran batu bata dengan komposisi 1,1% dan 2,2%
juga selain mengurangi volume penggunaan tanah liat sebagai bahan dasar dari batu bata, ampas sagu juga berfungsi
sebagai inner burning pada proses pembakaran, dimana ampas sagu ikut terbakar sehingga dapat berfungsi sebagai
bahan bakar dari batu bata tersebut dan akan mengurangi berat batu bata sehingga semakin ringan batu bata maka
kualitasnyapun semakin baik.

PUSTAKA

ASTM C652-14. 2014. Standard Specification for Hollow Brick (Hollow Masonry Units Made from Clay or Shale),
USA
ASTM 67-14. 2014. Standard Test Methods for Sampling and Testing Brick and Structural Clay Tile, USA.
ASTM C62-10. 2010. Standard Specification for Building Brick (Solid Masonry Units Made from Clay or Shale),
USA.
BPS. 2017. Statistik Kependudukan Indonesia 2017
Berlian, Sihombing. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan yang dibuat dari Sludge (Limbah Padat)
Industri Kertas-Semen. Tesis S2, USU, Medan.
Christiawan dan Darmanto, S.2004.Perlakuan Bahan Bata Merah Berserat Abu Sekam Padi. Laporan Penelitian
Mandiri Universitas Dipanegoro, Semarang.

SNT2BKL-ST-1 114
Disurya, Wira, dkk. 2002. Penggunaan Abu Ampas Tebu untuk Pembuatan Beton dengan Analisa Faktorial Desain.
Skripsi. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Petra Christian University, Surabaya.
Ornam, Kimsan, Cahyono. 2015. Evaluation of Alternative Design of Hollow Brick with Sawdust as Filler for Home-
Made Industry. Proceeding of 4th International Conference on Energy Systems, Environment, Entrepreneurship
and Innovation, Dubai, Februari 22-24.
Ornam, Noraduola, Santi. 2010. The Aplicability of the Usage of Hollow Brick Filled Husk for Low Cost Housing
Project, The First of Makassar International Converence of Civil Engineering (MICCE2010),Makassar, March
9-10.
SNI 15-2094.2000. Bata Merah Pejal untuk Pasangan Dinding, Balitbang Kimpraswil: Bandung.
Somayaji, Shan. 2001. Civil Engineering Materials, 2nd ed, California Polythechnic State University, San Luis Obisco.
Tiurma, Simbolon. 2009. Pembuatan dan Karakterisasi BatakoRingan yang Terbuat dari Styrofoam-Semen,Tesis S2, USU Medan.

SNT2BKL-ST-1 115

Anda mungkin juga menyukai