Anda di halaman 1dari 31

PRAKTIK MANAJEMEN DI LINGKUNGAN

GLOBAL

Dosen: Dr. Elisabet Siahaan, S.E., M.Ec.

DISUSUN OLEH:

Kelompok : 15
Anggota : Agrini Checil Riliana Sinaga
[190502224] Cristina Angelyna
[190502198]
Program Studi : Manajemen

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2019

MEMAHAMI LINGKUNGAN GLOBAL

Lingkungan global adalah faktor – faktor yang mempengaruhi kemampuan


perusahaan untuk melakukan bisnis global untuk menjual barang dan jasa guna mencapai
tujuan perusahaan. Bisnis global adalah kegiatan atau aktivitas pemenuhan kebutuhan dengan
membeli dan menjual barang dan jasa dari atau ke negara yan berbeda. Aktivitas bisnis global
tersebut perlu adanya proses manajemen. Manajemen global adalah manajemen bagi
organisasi yang melaksanakan bisnis di lebih darinsatu negara. Perusahaan yang melakukan
bisnis secara global bukan lagi merupakan hal yang baru, karena sudah sejak lama banyak
perusahaan – perusahaan yang menjual produknya ke negara lain.

Para manager dalam segala ukuran dan jenis organisasi dihadapkan dengan peluang
dan tantangan pengelolaan lingkungan global. Ketika perdagangan diperbolehkan untuk
mengalir dengan bebas, negara – negara memperoleh keuntungan dari pertumbuhan ekonomi
dan laba produktivitas karena mereka mengkhususkan dalam memproduksi barang yang
mereka anggap palin baik dan mengimpor barang yang lebih efisien bila diproduksi di tempat
lain. Perdagangan global terbentuk dari dua kekuatan, yaitu aliansi perdagangan regional dan
perjanjian yang dinegoisasikan melalui Organisasi Perdagangan Dunia.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan agar aliansi strateginini berhasil, yaitu :

a) Pemilihan partner

Dimana harus jelas siapa yang akan kita ajak kerjasama, apakah partner tersebut dapat
bekerjasama mencapai tujuan aoansinya serta tidak memanfaatkan aliansinya dimasa
mendatang. Dan sebagai perusahaan yang akan melakukan berbagai langkah seperti, mencari
informasi mengenai partner dan mengumpulkan data serta mencari tahu mengenai partner
tersebut.

b) Struktur aliansi

Yaitu menentukan suatu struktur hingga terjadi keadilan dalam hal pembebanan
resiko dan menghindari terjadinya terjadinya pemanfaatan dari partner untuk kepentingan
sendiri.

c) Penanganan aliansi

Dalam hal ini dapat dilakukan pengamanan dengan teknologi atau dengan penetapan
kotrak, dimana terjadi persetujuan atau kesepakatan yang jelas, adil antara perusahaan dengan
partnernya dengan komitmen yang baik agar tidak terjadi resiko yang tidak diingikan.

Persekutuan Perdagangan Regional


Masyarakat internasional sudah sejak lama mengenal perdagangan antarnegara.
Kebiasaan-kebiasaan ini kemudian melahirkan apa yang dikenal dengan Lex Mercatoria
( Law Of Merchant). Perdagangan yang dilakukan negara-negara pada saat itu masih bersifat
sederhana dan lebih banyak berlangsung secara bilateral ataupun regional yang didasarkan
kedekatan geografis.Namun, seiring perkembangan teknologi dan informasi hubungan
perdagangan antarnegara menjadi kompleks. Dunia semakin mengecil dan tanpa batas.
Perkembangan perdagangan yang semakin kompleks menuntut adanya sebuah aturan atau
hukum yang berbentuk tertulis dan berlaku universal. Kehancuran ekonomi (khususnya
Eropa) pasca perang dunia kedua menambah keyakinan masyarakat internasional untuk
segera membentuk sebuah kerjasama di bidang perdagangan.

GATT lahir dengan tujuan untuk membuat suatu unifikasi hukum di bidang
perdagangan internasional itu. Meskipun pada awalnya masyarakat internasional ingin
membentuk sebuah organisasi perdagangan internasional di bawah PBB, namun dengan
adanya penolakan dari Amerika Serikat, maka negara peserta GATT membuat kesepakatan
agar perjanjian GATT ditaati oleh para pihak yang menandatanganinya. Beragam kelemahan
yang terdapat dalam GATT kemudian diperbaiki melalui beberapa pertemuan. Salah satu
pertemuan yang berhasil adalah putaran Uruguay (Uruguay Round) antara tahun 1986-1994.
Pada putaran itu dicapai kesepakatan untuk membentuk sebuah lembaga perdagangan
internasional yang disebut sebagai World Trade Organization (WTO).

Kelahiran WTO menandakan adanya usaha dari negara-negara untuk melembagakan


ketentuan-ketentuan tentang perdagangan internasional yang telah disepakati dalam GATT.
Upaya tersebut membuktikan keinginan dunia internasional untuk membuat unifikasi dan
harmonisasi hukum perdagangan internasional dengan prinsip yang menganut pada
liberalisasi perdagangan dan kompetisi yang bebas. Upaya untuk melakukan unifikasi dan
harmonisasi hukum perdagangan internasional yang dilakukan oleh WTO ternyata
mengalami kesulitan untuk mencapai kesepakatan multilateral. Kesulitan yang dihadapi
untuk menciptakan sistem perdagangan multilateral sebenarnya sudah diambil jalan
tengahnya dalam ketentuan pasal 24 ketentuan GATT tentang diperbolehkannya
pembentukkan kerjasama-kerjasama regional di bidang perdagangan. Ketentuan pasal 24
GATT memberi persyaratan bahwa pembentukan perjanjian perdagangan regional (Regional
Trade Agreement /RTA) tersebut tidak menjadi rintangan bagi perdagangan multilateral.

Perkembangan saat ini, banyak negara-negara membuat perjanjian-perjanjian


perdagangan regional. Perjanjian perdagangan regional (RTA) ini tumbuh karena bersifat
lebih mudah dan aplikatif karena tidak melibatkan terlalu banyak negara serta
kepentingannya seperti yang terjadi di WTO. Salah satu perjanjian perdagangan regional
yang ada saat ini adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) yang diprakarsai oleh Association
of Southeast Asian Nation (ASEAN) sebuah organisasi regional negara-negara di Asia
Tenggara. AFTA lahir pada tahun 1995 dengan tujuan untuk memberi keuntungan-
keuntungan perdagangan bagi negara-negara yang berasal dari ASEAN. Upaya AFTA untuk
mewujudkan tujuannya adalah dengan melakukan kesepakatan preferensi terhadap barang-
barang yang berasal dari negara ASEAN.
Kelahiran AFTA sendiri merupakan upaya dari ASEAN untuk melindungi
kepentingan negara anggota dalam perdagangan multilateral yang didominasi oleh negara-
negara maju. Berdasarkan kesadaran tersebut, maka terkesan bahwa AFTA merupakan usaha
ASEAN melakukan proteksi terhadap pasar regionalnya. Kesan-kesan tersebut juga timbul
atas perjanjian perdagangan regional yang lainnya. Banyak pendapat yang mengemuka
bahwa dengan adanya perjanjian perdagangan regional ini akan melemahkan sistem
perdagangan multilateral. Padahal ketentuan GATT sendiri mengatur tentang
diperbolehkanya untuk membentuk perjanjian perdagangan regional.

Mekanisme Perdagangan Global

1. Perdagangan Multilateral: Akserelasi Ekonomi Indonesia

Beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani beserta Menteri
keuangan Australia, Josh Frydenberg; Menteri keuangan Singapura, Heng Swee Keat dan
Menteri keuangan Kanada, Bill Morneau bersama-sama menulis sebuah artikel bertajuk
Multilateralism: A Pillar of economic stability.

Dalam artikel tersebut mereka menjelaskan bahwa sistem multilateral menjadi bagian
penting dari perdagangan internasional yang sudah berlangsung selama ini dan memberikan
dampak baik bagi negara-negara yang tergabung dalam perdagangan bebas, seperti
berkurangnya jumlah masyarakat miskin yang menjadikan bertambahnya masyarakat
sejahtera karena semakin meluasnya pertumbuhan perdagangan, layanan, dan inovasi antar
negara.

Sistem multilateral menyediakan keamanan ekonomi dan politik bagi negara-negara


besar dan kecil dalam memenuhi potensi terbesarnya. Selain itu, multilateralisme memiliki
prinsip-prinsip dasar yang baik bagi perekonomian global yaitu, tidak adanya diskriminasi,
dapat/mudah diprediksi, dan transparansi.

Perdagangan multilateral adalah mekanisme perdagangan yang melibatkan lebih dari


dua pihak dan menawarkan bentuk pasar yang efektif, adil, transparan dan akuntabel. Pasar
yang efektif, adil, transparan, dan akuntabel tersebut dapat terwujud karena dalam
perdagangan multilateral terjadi mekanisme perdagangan yang sangat dipengaruhi oleh
permintaan dan penawaran yang adil dan sesuai dengan kondisi riil pasar sehingga
terciptanya harga yang wajar.

Di dalam negeri, praktik perdagangan multilateral ada pada pasar modal yaitu
perdagangan saham yang sudah berjalan di Indonesia di bawah naungan Bursa Efek
Indonesia. Aktivitas pelaku pasar modal dalam melakukan pembelian dan penjualan cukup
banyak dipengaruhi oleh nilai wajar dari suatu perusahaan, yang familiar dengan sebutan
analisa fundamental. Analisa fundamental menuntun kepada penilaian pasar yang transparan,
adil dan akuntabel. Walaupun pasar saham di Indonesia saat ini masih dapat dikatakan masih
lemah dalam efisiensi, akan tetapi untuk beberapa saham dengan kapitalisasi pasar yang besar
sudah dapat mencerminkan efisiensi pasar yang kuat.
Efisiensi pasar yang kuat dapat memberikan investor keyakinan dalam menganalisa
propek suatu saham yang mencerminkan situasi riil pasar sehingga dengan mudah mengambil
keputusan dalam berinvestasi dan bagi perusahaan yang mendapat konfirmasi harga saham
dari investor menjadikan referensi untuk menentukan kebijakan yang tepat dalam strategi
pengembangan nilai perusahaan.

Di pasar komoditi, perdagangan multilateral dalam negeri belum maksimal, terlihat


dari beragamnya harga komoditi pertanian diberbagai daerah di Indonesia. Sebagai contoh
komoditi cengkeh yang dihasilkan di Mamuju, Sulawesi Barat memiliki harga jual sebesar
Rp 80,000/kg, sedangkan daerah penghasil lain seperti Kuningan, Jawa Barat memiliki harga
jual sebesar Rp 90,000/kg, disparitas harga yang cukup besar ini bisa terjadi karena belum
adanya harga acuan yang terbentuk di pasar nasional dengan melibatkan satu mekanisme
pasar yang transparan, adil, dan akuntabel yang dapat digunakan semua petani Indonesia
sebagai harga acuan penjualan, walaupun pada akhirnya ketika sampai kepada konsumen bisa
ada perbedaan harga yang dipengaruhi oleh biaya logistik masing-masing daerah.

Untuk itu, salah satu peran dari perdagangan multilateral adalah mekanisme
perdagangan yang dapat menciptakan acuan harga dari komoditi-komoditi di Indonesia, yang
terbentuk berdasarkan makro fundamental dari komoditi tersebut, salah satunya perbandingan
antara jumlah permintaan dan pasokan secara nasional yang terjadi di pasar yang
menawarkan sistem perdagangan dengan mengedepankan keteraturan, adil, transparan,
likuid, integritas, dan efisien.

2. WTO Terhadap Perdagangan Global

World Trade Organisation (WTO) merupakan salah satu organisasi internasional yang
berperan untuk mengatur transaksi perdagangan yang dilakukan oleh negara-negara
anggotanya. Sekalipun belum lama terbentuk (1995), WTO sebenarnya sudah memiliki
dasarnya pada General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947. WTO
mengatur beberapa hal mengenai perdagangan barang (goods), jasa (service) dan kekayaan
intelektual (property rights).

Untuk mengatur lancarnya perdagangan WTO menganut sejumlah prinsip umum


sebagai pegangan, yaitu non-diskriminatif, mengurangi trade barriers, persaingan yang sehat,
berorientasi pada kemajuan, dan mendorong pembangunan dan pembaharuan ekonomi.
Untuk menyelesaikan sengketa perdagangan di antara negara-negara anggota WTO, WTO
sendirin menyiapkan mekanisme penyelesaian sengketa yang ditangani oleh Dispute
Settlement Body (DSB).

Tujuan WTO untuk memajukan anggotanya tidak selalu mudah untuk dipenuh,
khususnya oleh negara-negara yang sedang berkembang. Keterbatasan sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan infrastruktur yang mendukung pembangunan selalu menjadi
penghambat bagi negara berkembang, termasuk Indonesia, untuk bersaing dengan negara
maju.
3. Pembangunan Infrastruktur Harus Koneksikan Mekanisme Perdagangan Internasional

Menurut Hizkia, tidak hanya menggalakan ekspor, Indonesia juga harus siap
mengimpor komoditas, baik pangan maupun barang dan jasa, dari negara lain, yang terbantu
dengan pembangunan infrastruktur. Dengan mengikuti mekanisme tersebut, menurut dia,
Indonesia akan menjadi semakin kompetitif dalam bidang ekspor dan impor.

Selain itu, ujar dia, harga barang dan komoditas juga akan mengikuti mekanisme
internasional sehingga tidak ada lagi pihak yang bisa memonopoli suatu barang atau
komoditas tertentu. "Dengan semakin mudahnya barang atau komoditas masuk dan keluar ke
dan dari Indonesia, harga barang dan komoditas tersebut akan semakin terjangkau," katanya.

Dia berpendapat hal itu akan berdampak positif yaitu masyarakat dapat memenuhi
kebutuhannya dengan komoditas berkualitas dengan harga terjangkau dan hal ini juga
mendorong semakin berkembangnya suatu kawasan. Sebelumnya, Kamar Dagang dan
Industri (Kadin) Jatim mengajak sejumlah pengusaha untuk mengenali perjanjian
perdagangan internasional yang telah disepakati pemerintah, karena sebagian besar
pengusaha Indonesia masih banyak yang belum mengetahui.

Sementara itu, lembaga swadaya masyarakat Indonesia for Global Justice (IGJ)
menilai kebijakan kerja sama perdagangan internasional yang dilakukan pemerintah justru
meningkatkan ketergantungan terhadap produk-produk impor. "Fakta menunjukkan bahwa
kebijakan liberalisasi perdagangan yang diambil oleh Indonesia tidak mendorong terjadinya
'trade diversion', tetapi semakin mengarah kepada 'trade creation' yang meningkatkan
ketergantungan produk impor sebagai substitusi produk lokal yang dianggap mahal dan tidak
kompetitif," kata Direktur IGJ Rachmi Hertanti di Jakarta.

Trade diversion adalah pengalihan perdagangan dari negara yang tidak ikut serta
dalam perjanjian perdagangan tapi lebih efisien, ke negara yang ikut serta dalam perjanjian
walau kurang efisien. Sementara itu, trade creation adalah penggantian produk domestik
suatu negara yang melakukan integrasi ekonomi regional dengan produk impor yang lebih
murah dari anggota lain.

MENJALANKAN BISNIS SECARA GLOBAL

Berbagai Tipe Organisasi Internasional

1. Pengaruh MNC (Perusahaan Multinasioal) terhadap Ekonomi Politik Negara

Secara umum, MNC berpusat di negara-negara maju dengan cabang-cabangnya yang


diletakkan tersebar di negara-negara berkembang. Inilah yang seringkali menyebabkan
interaksi antara MNC dengan negara seringkali tidak imbang. Bagaimana pun juga,
keberadaan MNC di suatu negara dapat berpengaruh besar terhadap proses pembangunannya,
terutama bagi negara-negara berkembang. Sebab, kekuatan MNC bisa sangat besar dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Kekuatan dan pengaruh MNC terhadap suatu negara dapat dilihat dari negara-negara
berkembang yang dapat mengalami ketergantungan terhadap MNC. Hal ini biasanya
dipengaruhi oleh keunggulan teknologi dan modal yang dimiliki MNC dibanding negara.
MNC dengan keunggulan teknologi dan modal yang dimilikinya dapat mempengaruhi
kondisi ekonomi negara, seperti dalam pembukaan lapangan kerja, akses pasar, transfer
teknologi, dan sejenisnya.

Bisa dibilang, MNC mampu merasuk dalam berbagai sendi dan kegiatan ekonomi
suatu negara. Semakin besar dan luas aktivitas MNC di suatu negara, maka pengaruhnya
terhadap kebijakan dan aturan di tingkat nasional pun semakin besar. Bahkan, bukan tidak
mungkin jika MNC mampu berpengaruh terhadap kebijakan dan aturan di tingkat
internasional sekalipun.

Kehidupan komunitas di negara-negara berkembang pun hampir seluruhnya telah


dipengaruhi oleh dampak kegiatan perusahaan multinasional ini. Ini karena keberadaan PMN
yang begitu luas dan pendanaannya yang sangat besar. Kantor-kantor, pabrik dan cabang
yang mereka bangun tersebar di banyak negara dan secara luas. Mereka pun mampu
mempekerjakan jumlah tenaga kerja yang besar di suatu negara. Mereka ikut menggerakan
sendi-sendi ekonomi negara secara langsung maupun tidak langsung. Tetesan-tetesan
ekonomi juga dapat terbentuk bagi masyarakat yang berada di sekitar wilayah operasi. PMN
yang besar akan memiliki dana yang melampaui banyak negara.

2. Perusahaan Global: PT. UNILEVER INDONESIA

Unilever Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu perusahaan terdepanuntuk produk
Home and Personal Care serta Foods & Ice Cream di Indonesia.Rangkaian Produk Unilever
Indonesia mencangkup brand-brand ternama yang disukaidi dunia seperti Pepsodent, Lux,
Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, dan lain-lain. Selama ini, tujuan perusahaan tetap sama,
dimana Unilever bekerja untukmenciptakan masa depan yang lebih baik setiap hari; membuat
pelanggan merasanyaman, berpenampilan baik dan lebih menikmati kehidupan melalui brand
dan jasayang memberikan manfaat untuk mereka maupun orang lain; menginspirasi
masyarakat untuk melakukan tindakan kecil setiap harinya yang bila digabungkan akan
membuat perubahan besar bagi dunia dan senantiasa mengembangkan cara baru dalam
berbisnis yang memungkinkan Unilever untuk tumbuh sekaligus mengurangidampak
lingkungan.

Perseroan memiliki dua anak perusahaan : PT Anugrah Lever (dalamlikuidasi),


kepemilikan Perseroan sebesar 100% (sebelumnya adalah perusahaan patungan untuk
pemasaran kecap) yang telah konsolidasi dan PT Technopia Lever,kepemilikan Perseroan
sebesar 51%, bergerak di bidang distribusi ekspor, dan impor produk dengan merek
Domestos Nomos.Bagi Unilever, sumber daya manusia adalah pusat dari seluruh aktivitas
perseroan. Perusahaan memberikan prioritas pada mereka dalam pengembangan
profesionalisme, keseimbangan kehidupan, dan kemampuan mereka untuk berkontribusi pada
perusahaan. Terdapat lebih dari 6000 karyawan tersebar di seluruhnutrisi.Perseroan
mengelola dan mengembangkan bisnis perseroan secara bertanggung jawab dan
berkesinambungan.

Nilai-nilai dan standar yang Perseroanterapkan terangkum dalam Prinsip Bisnis


Unilever. Perseroan juga membagi standardan nilai-nilai tersebut dengan mitra usaha
termasuk para pemasok dan distributorUnilever.Perseroan memiliki enam pabrik di Kawasan
Industri Jababeka, Cikarang,Bekasi, dan dua pabrik di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya,
Jawa Timur, dengankantor pusat di Jakarta. Produk-produk Perseroan berjumlah sekitar 43
brand utamadan 1,000 SKU, dipasarkan melalui jaringan yang melibatkan sekitar 500
distributorindependen yang menjangkau ratusan ribu toko yang tersebar di seluruh Indoneisa.

Produk-produk tersebut didistribusikan melalui pusat distribusi milik sendiri,


gudangtambahan, depot dan fasilitas distribusi lainnya.Sebagai perusahaan yang mempunyai
tanggung jawab sosial, UnileverIndonesia menjalankan program Corporate Social
Responsibility (CSR) yang luas.Keempat pilar programnya adalah Lingkungan, Nutrisi,
Higiene dan PertanianBerkelanjutan. Program CSR termasuk antara lain kampanye Cuci
Tangan dneganSabun (Lifebuoy), program Edukasi kesehatan Gigi dan Mulut (Pepsodent),
programPelestarian Makanan Tradisional (Bango) serta program Memerangi Kelaparan
untukmembantu anak Indonesia yang kekurangan gizi (Blue Band).

Alasan:Perusahaan Unilever dikategorikan perusahaan global karena:

a. Produk-produknya yang mampu menembus pasar dunia dan produknya telahdinikmati


oleh berbagai macam negeri di belahan dunia. Perusahaan inimempunyai kualitas brand
yang berskala internasional sehingga produknyamampu secara fleksibel dapat diterima
oleh kalangan siapapun. Dan setiaphari di dunia masyarakat menggunakan produk
unilever.
b. Unilever juga mempunyai yayasan berskala global yaitu yayasan yang bekerja sama
dengan lima organisasi utama dunia, antara lain; oxfam, psi,save the children, unicef, dan
the world food programme. Yayasan unilever berdedikasi untuk meningkatkan kualitas
hidup melalui ketersediaan sanitasidan akses terhadap air minum yang bersih, nutrisi
penting, dan peningkatankualitas diri. Unilever, memiliki tujuan untuk melipat gandakan
bisnisnyasementara mengurangi dampak lingkungan, dan menyampaikan nilai
sosial.Yayasan unilever adalah langkah utama yang diambil untuk memenuhitujuan
unilever dalam membantu jutaan jiwa untuk meningkatkan kesehatan,kesejahteraan, dan
akhirnya menciptakan masa depan yang sustainable.

3. Perusahaan Transnasional: Katalisator dan Transformator Pembangunan?

Sadar atau tidak, perusahaan transnasional / multinasional sudah mengontrol hampir


sebagian besar sektor-sektor strategis perekonomian dunia seperti energi, keuangan,
telekomunikasi, kesehatan, pertanian, infrastruktur, air, industri senjata dan makanan. Dan
harus diakui bahwa krisis keuangan yang kita hadapi sekarang ini bukannya melemahkan
peran ekonomi dan pengaruh politik perusahaan-perusahaan besar tersebut. Justru sebaliknya
mereka memperkuat negosiasi mereka dalam berbagai bidang seperti sumber daya alam,
layanan publik, perumahan, energi dan makanan.

Perlu disadari bahwa perusahaan-perusahaan transnasional / multinasional


mengakumulasi keuntungan yang begitu besar melalui mekanisme ekstraksi dan kepemilikan
atas modal atau kapital yang menjadi tulang punggung perekonomian dunia. Meningkatnya
eksploitasi buruh dan devaluasi gaji, tekanan yang besar untuk memperoleh materi prima dan
sumber daya alam, spekulasi finansial baik terhadap para pekerja maupun terhadap para
penjual atau konsumen, membisniskan semua kegiatan kemanusiaan manusia dengan
mengabsolutkan prioritas kapital terhadap semua layanan jasa, semuanya bertujuan
memperkaya jajaran pemilik dan direksi atau pemegang saham dari perusahaan-perusahaan
besar tersebut untuk menjadi milioner.

Tidak mengherankan Amancio Ortega yang merupakan orang ketiga terkaya di dunia,
yang memiliki INDITEX, memproduksi berbagai jenis baju dari pabrik tekstil dengan kondisi
kerja yang paling jelek di Bangladesh, dan juga Argentina dan Brasil, tetapi menghasilkan
keuntungan yang begitu besar bagi perusahaan. Dampak kemanusiaan yang dihadapi para
pekerja saja tidak diperhatikan apalagi dampak sosial-lingkungan yang langsung
mempengaruhi masyarakat di sekitar atau ekosistem dunia yang semakin rusak.

Dalam bukunya “The New Imperialism”, David Harvey menyatakan bahwa untuk
mendapat keuntungan yang lebih besar para pengusaha berusaha menekan biaya produksi
sesedikit mungkin dan memperbesar akses ke pasar. Tidak mengherankan dalam beberapa
tahun terakhir ini, berhadapan dengan kurangnya tingkat konsumsi masyarakat, semakin
mahalnya energi dan turunnya rata-rata pendapatan di negara-negara maju, maka berbagai
perusahaan multinasional berusaha mati-matian menurunkan biaya produksi dan
meningkatkan akses pasar hampir ke berbagai pelosok dunia.

Inilah yang menyebabkan berbagai sumber daya alam yang sebelumnya adalah milik
umum, misalnya air, sekarang ini sudah diprivatisasikan dan masuk dalam logika bisnis
kapital, industri nasional juga diswastakan, perkebunan-perkebunan rakyat diganti oleh
perusahaan agro-industri. David Harvey menegaskan bahwa situasi ini menunjukkan bahwa
perbudakan belum enyah dari muka bumi ini. Situasi ini menyebabkan konflik sosio-ekologi
dan kekerasan HAM semakin meningkat hampir di seluruh dunia.

Cara Organisasi Go Internasional

1. 4 Cara Mengembangkan Bisnis Hingga ke Pasar Internasional


a. Perhatikan standar mutu produk
Kualitas merupakan hal yang penting yang paling utama harus diperhatikan dalam
sebuah produk bisnis Anda. Sesuaikanlah produk Anda dengan standar mutu pasar
internasional supaya bisa bersaing dengan produk lain.
b. Menjaga Konsistensi Pasokan Produk
Apabila standar mutu sudah sesuai dengan pasar negara yang dituju, langkah
selanjutnya ialah perhatikan pasokan produk guna memenuhi permintaan pasar.
Konsistensi pasokan produk adalah hal yang paling penting untuk seorang eksportir.
c. Memahami Aturan Ekspor-Impor
Pemahaman akan aturan ekspor-impor pun sangat diperlukan. Paham mengenai aturan
ekspor di negara tujuan akan membuat Anda tidak salah dalam memilih calon pembeli
serta membuat kerja sama ekspor-impor bisa berjalan dengan lancar.
d. Mengetahui Prosedur Teknis Ekspor
Agar bisnis bisa berkembang di mancanegara, Anda perlu mengetahui bagaimana
prosedur teknis yang perlu dilakukan seorang eksportir. Dimulai dari prosedur
administrasi, bea cukai, peralatan sampai prosedur pembayaran.

Jangan sampai produk tertahan hanya karena dokumen yang belum lengkap.
Mengembangkan bisnis ke pasar internasional memerlukan perencanaan yang matang. Tidak
hanya kualitas produk yang sesuai dengan standar mutu ekspor saja, namun persiapan
dikumen dan peraturan mengenai ekspor-impor pun harus dipahami. Jangan lupa pula
mempersiapkan pasokan yang memadai sehingga tak terjadi keterlambatan, dengan demikian
bisnis akan berjalan lancar.

2. Cara Organisasi Go Internasional

Manajer mungkin ingin memasuki pasar global dengan investasi minimal, mugkin
mereka mengawali dengan global sourcing atau sering di sebut juga dengan global
outsourcing yaitu mengumpulkan bahan mentah atau tenaga kerja dari seantero dunia
berdsarkan biaya termurah. Tujuannya adalah memanfaatkan keuntungan biaya yang lebih
murah dalam rangka menjadi lebih kompetitif.

Langkah berikutnya dalam proses go internasional adalah mengekspor produk –


produk organisasi ke negara lain artinya memprodiksi secara domestik lalu menjual keluar
negeri. Selain itu organisasi akan mengimpor yaitu membeli produk buatan luar negeri dan
mejualnya di pasar domestik. Baik mengekspor dan mengimpor pada umumnya mengandung
investasi dan resiko yang menimal sehingga banyak bisnis kecil yang sering memakai cara ini
dalam berbisnis secara global.

Para manajer juga dapat memanfaatkan pemberian lisensi dan pembentukan waralaba,
yaitu organisasi yang memberikan hak kepada organisasi lain untuk memakai merek,
teknologi, atau spesifikasi produk dengan imblan berupa pembayaran harga tertentu bisanya
berdasarkan penjualan. Perbedaan dari kedua cara ini adalah lisensi kebanyakan di gunakan
oleh organisasi manufaktur yang membuat atau menjual produk organisasi lain, sedangkan
franchise kebanyakan di gunakan oleh organisasi jasa yang akan memakai nama dan metode
operasi organisasi lain.

Para manajer biasanya mulai memutuskan untuk mengambil keuntungan melalui


investasi langsung. Salah satu cara berupa aliansi strategis, rekanan antara sebuah organisasi
dengan rekan dengan perusahaan luar negerinya dalam konteks saling berbagai sumber daya
dan pengetahuan untuk mengembangkan produk baru atau membangun fasilitas produksi.
Para manajer juga memilih berinvestasi langsung di luar negeri dengan mendirikan cabang di
luar negeri ( foreign subsidiary ) yang berdiri sendiri dan independen. Manajemen cabang ini
dapat berupa organisasi multi domestik atau organisasi global.

3. Outsourcing Sebagai Trend Global dan Pilihan Strategi

Outsourcing (alih daya) adalah salah satu pilihan strategis dalam mendukung proses
bisnis di perusahaan. Selain dalam rangka efisiensi, perusahaan pengguna dimanjakan dengan
beberapa keuntungan / manfaat dari kegiatan outsourcing. Satu yang terpenting diantaranya
adalah perusahaan pengguna dapat lebih fokus pada strategi perusahaan, sehingga proses
pencapaian tujuan perusahaan dapat terkontrol, terukur dan akhirnya tercapai.

Dalam outsourcing, khususnya outsourcing tenaga kerja di Indonesia, dari sisi


regulasi dan penerapannya selalu menjadi fenomena menarik. Isu outsourcing selalu hangat,
dan bahkan menghangat. Hal ini terjadi karena dampak kehidupan ketenagakerjaan yang
sangat dinamis. Di satu sisi, perusahaan ingin memberdayakan sumber daya dari luar
(outsourcing), tetapi di sisi lain pekerja (buruh) keberatan dan menolak, karena praktiknya
diduga merugikan pihak tertentu.

Beberapa hal yang dinilai merugikan buruh tersebut diduga atau terkait dengan
penyelenggara / penyedia jasa ousourcing yang menerapkan beberapa hal seperti; adanya
sejumlah pungutan biaya sebelum bekerja , pemotongan gaji, mekanisme Jamsostek dan
pajak penghasilan yang tidak jelas, perhitungan gaji / lembur yang transparan, mekanisme
hubungan kerja yang tidak jelas, atau hal – hal lain yang berpotensi merugikan atau
menyalahgunakan status pekerja/buruh. Atau setidaknya memperlemah posisi pekerja/buruh
dalam hubungan kerja.

Hal-hal tersebut yang menjadi dasar pekerja/serikat pekerja bahu-membahu dan terus
menerus bersuara keras untuk membubarkan atau melarang praktek outsourcing di Indonesia.
Dalam setiap momentum gerakan buruh, isu outsourcing seolah selalu menjadi yang pertama
dan utama dalam setiap aksi. Seolah tidak afdhol sebuah gerakan, jika menanggalkan isu
tersebut, walau untuk sementara. Namun demikian apakah sudah selayakanya parktek
outsorcing seperti ini, atau sudah pantas-kah outsourcing harus dibubarkan?

Untuk opsi pertama, jelas setiap pihak sepakat bahwa idealnya praktek outsourcing
tidak-lah demikian, karena jelas akan merugikan salah satu pihak.Jika outsourcing merupakan
alat (instrument) bisnis, tentu alat tersebut harus bermanfaat, bukan menghadirkan kerugian.
Untuk opsi kedua, tentang pembubaran atau larangan outsourcing, inilah yang selalu
menghangat menjadi isu yang sangat debatable dan menarik perhatian banyak pihak.
Sepanjang para pihak memandang dari persepsi iternal, maka selamanya isu outsourcing akan
selalu menjadi bahan perdebatan yang tidak ada muara atau titik temunya.
MENJALANKAN MANAJEMEN DI LINGKUNGAN GLOBAL
Lingkungan Politik/Hukum

1. Menjalankan Manajemen di Lingkungan Hukum

Di negara sedang berkembang, lingkungan politik memiliki pengaruh yang riil


terhadap keberhasilan dan kegagalan perusahaan melalui peluang dan ancaman bisnis yang
ditimbulkannya. Tidak kalah penting dibanding lingkungan ekonomi, karena seringkali
mekanisme pasar di negara sedang berkembang belum bekerja secara penuh dan transparan.
Pemerintah mempunyai banyak alasan nasionalisme, akselerasi pembangunan, pemerataan
pembangunan, koreksi kegagalan mekanisme pasar untuk campur tangan.

Pemerintah muncul sebagai mega dan sekaligus metaforce. Masih banyak dijumpai
keputusan investasi, alokasi dana, pemilihan mitra kerja dibuat lebih berdasar pada
pertimbangan politik. Oleh karena itu, eksekutif di negara sedang berkembang dituntut untuk
memiliki pemahaman lebih dari sekedar cukup dalam memahami kecenderungan politik yang
sedang berlangsung. Mereka diminta untuk selalu mampu mengidentifikasi aktor politik riil
yang menjadi pusat kekuasaan dengan terus menerus memperbaharui political map yang ada.

Disaat yang sama, manajemen perusahaan juga perlu ikut bertanggung jawab
mengidentifikasi kebutuhan pemerintah, terutama kebutuhan ekonomi yang sedang mendapat
skala prioritas pemenuhannya. Biasanya negara sedang berkembang memiliki kebutuhan
meningkatkan pemilikan modal yang diperlukan melakukan akselerasi pembangunan. Tidak
kalah pentingnya, negara sedang berkembang juga memerlukan transfer teknologi dan
manajemen serta membuka akses ke pasar baru, terutama pasar internasional. Tidak kalah
pentingnya, negara sedang berkembang juga memerlukan bantuan perusahaan dalam
pemenuhan kebutuhan penyerapan tenaga kerja, prasarana dasar, dan peningkatan
pembayaran pajak.

Untuk keperluan itu, manajemen hendaknya mencari potensi perusahaan dalam


memenuhi sebagian kebutuhan tersebut. Jika berhasil, maka posisi tawar menawar
perusahaan akan meningkat dan dengan demikian dapat membangun sambungan komunikasi
bisnis dengan pemerintah. Hendaknya diingat bahwa pemerintah merupakan sumber dana
dan sekaligus pasar terbesar di banyak negara sedang berkembang. Secara agak detail,
manajemen perlu meperhatikan aspek-aspek berikut ini: ideologi negara, stabilitas politik,
lembaga politik, hubungan internasional, dan peran pemerintah yang mana akan dibahas lebih
lanjut dalam makalah ini.

2. Menjalankan Manajemen di Lingkungan Politik

Stabilitas politik merupakan salah satu variabel penting bagi perusahaan ketika
mempertimbangankan perluasan pasar luar negeri. Lingkungan politik memuat peristiwa-
peristiwa yang beraneka ragam seperti masalah-masalah sipil (konflik), aksi terus menentang
bisnis, konflik antar negara di kawasan tertentu.
Keputusan pemasaran dalam konteks internasional sangat di pengaruhi oleh perspektif
politik kedua negara ( negara sendiri dan negara lain ). Sebagai contoh, keputusan pemerintah
amerika serikat telah mempengaruhi industry mobil di negara tersebut. Aturan-aturan keras
seperti standar efisien bahan bakar, telah menyulitkan industry dalam beberapa hal.
Pemerintah berbagai negara didunia membantu industry dalam negerinya dengan
memperkuat daya saing mereka melalui kebijakan fiscal dan moneter dengan beraneka
ragam. Dukungan politik yang demikian dapat memainkan peranan penting dalam mencari
pasar luar negeri.

Adapun sumber – sumber masalah politik yang mempengaruhi pemasaran internasional


adalah :

a. Kedaulatan politik

Kedaulatan politik (political sovereighty) mengacu pada hasrat suatu negara untuk
menunjukkan kekuasaannya atas bisnis asing dengan berbagai sanksi-sanksi yang bersifat
tetap dan evolusioner, sehingga dapat diperkirakan.

b. Konflik politik

Konflik politik seperti kerusuhan( turnmoil), perang saudara ( internal war ),


persekongkolan (conspirasi).

Konflik politik dapat mempengaruhi atau tidak mempengaruhi perdagangan.


Adakalanya perubahan politik membawa iklim perdagangan yang lebih baik. Resiko politik
dan konflik politik perlu dilihat secara terpisah. Konflik politik disuatu negara mungkin
menyebabkan kondisi yang tidak stabil, tetapi situasi itu belum tentu merupakan hasil dari
konflik politik.

Konflik politik dapat mempengaruhi bisnis baik secara langsung ( direct effect )
maupun pengaruh yang tidak langsung ( indirect effect ). Adapun pengaruh langsung seperti
kekerasan dengan penculikan, perusakan harta benda, pemogokan buruh dan sebagainya.
Sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu terjadinya perubahan dalam kebijakan pemerintah.
Dengan kata lain, konflik politik menyebabkan beberapa perusahaan dalam perspektif
ekonomi, baik yang dilakukan oleh pemerintah yang sedang berkuasa maupun yang baru
berkuasa.

Campur tangan politik (political intervention ) merupakan suatu kebijakan pemerintah


negara setempat untuk memaksa perubahan dalam operasi, kebijakan, dan strategi perusahaan
asing. Campur tangan tersebut bisa bermacam-macam, mulai dari beberapa usaha
pengendalian sampai pengambilalihan secara lengkap atau menganeksasi perusahaan asing
tersebut. Besarnya campur tangan tersebut beraneka ragam sesuai dengan bisnis perusahaan
dan sifat campur tangan berbentuk pengambilalihan (expropriation), domestikasi
(domestication), pengendalian pertukaran ( exchange control), pembatasan impor (import
restrication), pengendalian pasar ( market control ), pengendalian pajak ( tax control ),
pengendalian harga ( price control ), dan masalah perburuhan ( labor problem ).
3. Peran serta Pelaku Organisasi Organisasi Bisnis dalam Lingkungan Politik

Bisnis tidak bisa lepas dari peraturan dan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah
di suatu Negara. aturan tersebut harus ditaati dan dijalankan demi kelangsungan usaha , untuk
itu manajer harus mampu memahami situasi dan kondisi politik dan harus ikut serta aktif
dalam proses kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Mereka harus memastikan ikut terlibat
langsung untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan.

Peluang bisnis untuk ikut berpartisipasi dalam proses kebijakan tiap Negara sangatlah
berbeda-beda, tergantung seberapa besar Negara tersebut melibatkan bisnis untuk ikut serta
dalam menentukan kebijakan yang sangat mempengaruhi ekonomi suatu Negara.Di era
modernisasi sekarang ini dengan semakin berkembangnya teknologi internet, maka orang
semakin mudah untuk mengakses salinan digital film dan hiburan lainnya tanpa harus
membayar royalty ke perusahaan dan artis, hal ini berdampak pada berkurangnya pendapatan
perusahaan. Untuk itu peran manajer perusahaan sangat penting untuk mempengaruhi
pemerintah dalam membuat peraturan atau undang-undang yang dapat melindungi hak dan
kekayaan perusahaan, sehingga perusahaan tetap dapat eksis dalam menjalankan
bisnisnya.Bisnis melihat dirinya sebagai penyeimbang kekuatan di arena politik sehingga
mereka percaya tidak akan bisa bertahan jika tidak berperan aktif dalam politik.

Tetapi ada yang tidak percaya bahwa keberadaan bisnis dapat mempengaruhi proses
politik, dalam pandangan ini bisnis memiliki pengaruh yang tidak proporsional. Meskipun
banyak perdebatan apakah bisnis dapat mempengaruhi lingkungan politik tetapi jika dilihat
berdasarkan fakta di Negara-negara di dunia banyak yang memberi kesempatan bisnis terlibat
langsung dalam diskusi politik, memperkenalkan dan memberikan kontribusi dalam
pembuatan draf hukum dan peraturan yang sangat berpengaruh dalam kelancaran bisnis itu
sendiri.

Hubungan Kelompok Dalam Politik

Banyak kelompok dan golongan yang mempunyai suara di politik dan sangat
berpengaruh dalam pengambilan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. kelompok itu
sering menggunakan taktik yang sama dalam bisnis untuk mempengaruhi pejabat
pemerintah , hasil pemilu dan peraturan yang dibuat demi kepentingan kelompok tersebut.

Kegiatan Koalisi Politik

Bisnis dan kelompok yang berkepentingan tidak selalu bertindak sendiri dalam proses
politik, tetapi sering ada dua atau lebih kelompok yang bergabung bersama-bersama untuk
mengatur dan menentang undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah yang menurut
kepentingan mereka berdampak negatif bagi perkembangan usahanya.
Lingkungan Ekonomi

1. Pasar Bebas Diterima oleh Masyarakat Sebuah Kajian dari Tinjauan Ekonomi Mikro

Sesungguhnya perekonomian pasar jauh dari sempurna, dimana sulitnya mendapatkan


informasi pasar yang mencukupi bagi konsumen maupun produsen mengenai harga,
kuantitas, dan kualitas produk serta sumber, dan terkadang untuk mendapatkan suatu
informasi diperlukan biaya, mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak tepat, dan hal ini
merupakan yang tidak diharapkan oleh negara-negara ketika mereka mulai menerapkan
ekonomi pasar di negara mereka, ternyata yang didapatkan oleh mereka justru
ketidaksempurnaan pasar (Imperfect Market), yang justru membawa mereka "terjebak" dalam
keterbelakangan ekonomi. Contoh gambar dibawah ini apabila konsumen mengalami
kerugian apabila terjadi kekuatan monopoli pada pasar.

Seharusnya terjadi mekanisme pasar bukan sebaliknya terjadinya Monopoli,


Mekanisme pasar menurut Adam Smith ialah sebuah mekanisme yang didalamnya
terbentuknya harga, yang di dalam prosesnya perputaran dan berjalannya dapat dipengaruhi
dari berbagai hal antara lain penawaran & permintaan, pendistribusian, kebijakan dari
pemerintah, pekerja/buruh,uang, pajak dan keamanan.

Sedangkan menurut (Achmad Nurmandi 2010), bahwa salah satu hal yang penting
dalam mekanisme pasar adalah Eksternalitas merupakan nilai (manfaat atau ongkos) yang
diterima masyarakat dari barang dan jasa yang tidak di privatisasi, Lanjutnya bahwa dalam
mekanisme pasar sendiri keikutsertaan pemerintah dalam rangka membuat sebuah aturan
tentang persaingan bebas dan melaksanakan monitoring secara teratur dalam mekanisme
pasar yang ada.

Oleh sebab itu untuk mengetahui pendekatan ekonomi politik yang dimana memiliki
peran penting dalam perekonomian dan lebih utamanya mengatur mekanisme pasar baik itu
dijalankan oleh konsumen dan produsen maupun adanya intervensi dari yang lainnya akan
lebih melihat bagaimana pendekatan ekonomi politik itu sendiri dalam mengatur mekanisme
dalam sebuah pasar.(Eko Priyo Purnomo, 2014)

Ekonomi kapitalis melihat pasar memainkan peranan yang sangat penting dalam
sistem perekonomian. Paradigma kapitalis ini menghendaki pasar bebas untuk menyelesaikan
permasalahan ekonomi, mulai dari produksi, konsumsi sampai distribusi. Adapun sistem
ekonomi sosialis menghendaki maksimasi peran negara, negara harus menguasai segala
sektor ekonomi untuk memastikan keadilan kepada rakyat.

Pandangan kapitalisme dan sosialisme tersebut di atas membawa konsekuensi bahwa


manusia pada satu sisi memiliki kebebasan untuk bertindak secara ekonomi, meskipun
tindakan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai moral maupun nilai-nilai
agama.mSedangkan pada sisi lain manusia sama sekali diposisikan sebagai robot yang tidak
mampu berkreasi dan menuruti apa saja yang menjadi kebijakan ekonomi pemerintah,
khususnya terkait dengan mekanisme pasar. Dua paradigma ekonomi dunia ini kemudian
memberikan dampak yang semakin besar terhadap perekonomian bangsa yang kian terpuruk
terutama pada negara-negara berkembang.(Jaelani, n.d.)

Pembentukan kerjasama ekonomi regional diantara negara-negara Asia Tenggara


(ASEAN), sebagai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), yang dimulai sejak akhir 2015,
telah menimbulkan tantangan-tantangan dan sekaligus ancaman-ancaman ekonomi baru bagi
seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.

Dalam wilayah MEA, 5 (lima) elemen utama yang menjadi perhatian adalah:
pergerakan barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang bebas keluar
masuk tanpa hambatan. Artinya, hampir semua barang, jasa, dan tenaga kerja akan semakin
mudah untuk keluar masuk dengan tanpa rintangan. Dalam tulisannya di Kompas 1
Desember 2015, Erianto (2015) dalam (Sunaryanto, Prihtanti, & Nadapdap, 2017)

Dalam kajian ekonomi pasar, keberadaan negara dengan peran yang dilakukannya
menjadi perdebatan, apakah perlu ikut campur atau melepaskan mekanisme pasar yang
berlangsung khususnya dalam hal pengawasan dan pengaturan harga. Meskipun demikian,
negara memainkan peran penting dalam kehidupan ekonomi terutama 3 fungsi utama, yaitu
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

2. Menjalankan Manajemen di Lingkungan Ekonomi

Lingkungan ekonomi adalah kondisi ekonomi di Negara tempat organisasi


internasional beroperasi. Kondisi ekonomi memiliki dampak yang kuat terhadap kinerja dari
setiap bisnis karena dapat mempengaruhi pendapatan atau beban dari bisnis tersebut.

Ketika perekonomian kuat, tingkat lapangan kerja tinggi, dan kompensasi yang
dibayarkan kepada karyawan juga tinggi. Oleh karena orang memiliki penghasilan yang
relative baik dalam kondisi ini, mereka membeli sejumlah besar produk. Perusahaan yang
menghasilkan produk-produk ini memperoleh manfaat dari besarnya permintaan. Perusahaan
mempekerjakan banyak karyawan untuk memastikan bahwa perusahaan dapat menghasilkan
produk dalam jumlah yang mencukupi guna memenuhi permintaan. Perusahaan juga dapat
membayarkan upah yang tinggi kepada karyawan.

Ketika perekonomian lemah, perusahaan cenderung memberhentikan sebagian


karyawannya dan tidak mampu membayarkan upah yang tinggi. Karena orang memiliki
penghasilan yang relative rendah dalam kondisi ini, maka mereka membeli produk dengan
jumlah yang sedikit. Perusahaan yang menghasilkan produk-produk ini sangat terpukul
karena perusahaan tidak dapat menjual seluruh produk yang dihasilkannya. Konsekuensinya
perusahaan mungkin perlu memberhentikan sebagian karyawan. Dalam kondisi ini, beberapa
perusahaan mengalami kegagalan, dan seluruh karyawannya kehilangan pekerjaan sehingga
membuat tingkat penggangguran meningkat.

Kondisi ekonomi juga penting bagi organisasi non bisnis. Ketika ekonomi lemah,
sumbangan untuk universitas negeri akan turun, dan organisasi amal seperti Salvation Army
akan diminta memberikan bantuan lebih besar pada saat yang sama ketika pendapatan mereka
turun. Rumah sakit dipengaruhi ketersediaan dana dari Pemerintah dan jumlah pasien
berpendapatan rendah yang harus mereka rawat cuma-cuma.

Krisis ekonomi yang terjadi pada bulan juli tahun 1997 hingga kini terus berlanjut
menerpa perekonomian Indonesia. Banyak dari kalangan yang menilai krisis tersebut
merupakan akar dari munculnya krisis multidimensi saat ini. Keadaan ini memiliki dampak
yang cukup signifikan pada penurunan kinerja ekspor berbagai produk. Banyak usaha
berskala besar yang mengalami stagnasi, bahkan collaps. Namun, di sisi lain, Usaha Kecil
dan Menengah (UMKM) justru semakin eksis dan survive di tengah krisis ekonomi yang
dialami oleh bangsa ini. Hal ini terlihat dengan bertambahnya jumlah UMKM setiap
tahunnya. Pada tahun 2012 tercatat bahwa jumlah UMKM sebanyak 56.539.560 unit dengan
jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 107.657.509 jiwa. Sedangkan pada tahun 2013
jumlah UMKM meningkat menjadi 57.900.787 unit, dengan jumlah tenaga kerja sebanyak
114.144.082 jiwa (www.depkop.go.id).

Eksistensi UMKM yang kian bertambah secara kuantitas, semakin memperkokoh


keberadaannya dalam kancah perekonomian Indonesia. Disebutkan bahwa UMKM berperan
penting dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi semua Negara termasuk negara-
negara maju. Peranan dan manfaat UMKM sangat dirasakan penting karena karakteristik-
karakteristiknya yang membuatnya berbeda dari usaha besar, terutama karena UMKM adalah
usaha-usaha yang banyak menyerap tenaga kerja, terdapat hampir di setiap lokasi terutama di
pedesaan, lebih mengandalkan bahan-bahan baku lokal, dan penyedia utama barang-
barang dan jasa kebutuhan pokok masyarakat berpendapatan rendah atau miskin (Tulus, 2009
: 2-3).

Meski demikian, pengembangan UMKM bukanlah sesuatu yang mudah untuk


dilakukan. Berbagai persoalan yang menjadi kendala untuk pengembangan UMKM di
Indonesia. Kondisi ini berujung pada lemahnya daya saing produk UMKM terutama terhadap
produk impor. Salah satu persoalan utama yang dihadapi UMKM antara lain keterbatasan
infrastruktur dan akses administratif terkait dengan perijinan dan birokrasi serta tingginya
tingkat pungutan. Dengan segala persoalan yang ada, pengembangan UMKM yang memiliki
potensi cukup besar dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional menjadi
terhambat.

3. Masalah dan Tantangan UMKM di Indonesia

Masalah UMKM di Indonesia bisa dikelompokkan menjadi dua jalur, yakni internal
dan eksternal, adapun perinciannya adalah sebagai berikut (Jaidan, 2010 : 161-162):

a) Faktor Internal

Kurangnya Permodalan

Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu


unit usaha. Kurangnya permodalan UMKM, oleh karena pada umumnya usaha kecil dan
menengah merupakan usaha perorangan atau perusahaan yang sifatnya tertutup, yang
mengandalkan pada modal dari si pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal
pinjaman dari bank atau lembaga keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara
administratif dan teknis yang diminta oleh tidak dapat dipenuhi.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas

Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara tradisional dan merupakan usaha keluarga
yang turun temurun. Keterbatasan SDM usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun
pengetahuan keterampilannya sangat berpengaruh terhadap manajemen pengelolaan
usahanya, sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu
dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang dihasilkannya.

Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi Pasar

Usaha kecil yang pada umumnya merupakan unit usaha keluarga, mempunyai
jaringan usaha yang sangat terbatas dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena
produk yang dihasilkan jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang
kompetitif. Berbeda dengan usaha besar yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid
serta didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.

b) Faktor Eksternal

Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif

Kebijaksanaan pemerintah untuk menumbuhkembangkan UMKM, meskipun dari


tahun ketahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya kondusif. Hal ini
terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang sehat antara pengusaha-
pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.

Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha

Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan


teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka miliki juga tidak cepat
berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya sebagaimana yang diharapkan.

Implikasi Otonomi Daerah

Dengan berlakunya Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,


kewenangan daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat
setempat. Perubahan sistem ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan
menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada UMKM. Jika kondisi ini
tidak seg era dibenahi maka akan menurunkan daya saing UMKM. Disamping itu semangat
kedaerahan yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi
pengusaha luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
Implikasi Perdagangan Bebas

UMKM harus mempersiapkan kualitas produk untuk mampu bersaing dengan produk
import ketika menghadapi persaingan bebas. Maka disini dibutuhkan kreativitas dan inovasi
bagi pelaku usaha untuk tetap dapat berkarya dengan produknya.

Sifat Produk Dengan Lifetime Pendek

Sebagian besar produk industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai produk
produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.

Terbatasnya Akses Pasar

Terbatasnya akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat
dipasarkan secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.

Lingkungan Budaya

1. Budaya Organisasi dan Kegiatan Bisnis

Pentingnya Budaya Bagi Organisasi Bisnis, budaya organisasi pada dasarnya


lnerupakan nilai-nilai dan norma yang dianut dan dijalankan oleh sebuah organisasi terkait
denga lingkungan di mana organisasi tersebut menjalankan kegiatannya. Budaya organisa
penting sekali untuk dipahami karena banyak pengalaman menunjukkan bahwa ternyata
budaya organisasi ini tidak saja berbicara mengenai bagaimana sebuah organisasi bisnis
menjalankan kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat memengaruhi bagaimana kinerja
yang dicapai oleh sebuah organisasi bisnis.

Sebagai contoh, perusahaan Levis Strauss menganggap bahwa salah satu kunci
kesuksesan bisnisnya adalah disebabkan oleh budaya organisasi yang telah dibangun di
sebuah bangunan selama kurang leb 68 tahun. Disebabkan perkelnbangan bisnis yang pesat,
para eksekutif di Levis Strauss berpikir untuk memindahkan perusahaannya ke bangunan
yang lebih luas dan besar. Apa yang kemudian terjadi? Setelah mereka pirxlah ke bangunan
12 lantai, para eksekutif justru menemukan bahwa para anggota perusahaan tidak menikmati
kepindahan kegiatan di bangunan yang baru, dan Kinerja perusahaan justru menurun.
Akhirnya eksekutif di Levi-Strauss memindahkan kembali kegiatannya ke gedung yang lama
Para anggota perusahaan menganggap bahwa gedung yang lama lebih membuat mereka
merasa nyaman dalam bekerja, karena kesannya yang informal, dan dapat melakukan
interaksi secara lebih mudah. Ternyata budaya informal yang dibangun di perusahaan Levi-
Strauss memegang kunci kesuksesan bisnisnya.

Budaya organisasi pada dasarnya merupakan "apa yang dirasakan, diyakini, dan
dijalani" oleh sebuah organisasi. Bank Amerika misalnya, memiliki budaya organisasi untuk
bekerja secara formal, ketat, bahkan cenderung kaku dalam menjalankan peraturan. Para
pegawai di perusahaan ini harus memakai pakaian yang sangat formal seperti kemeja, dasi,
dan jas. Berbeda dengan Perusahaan Texas Instruments yang tnenerapkan budaya organisasi
di mana penggunaan "dasi" merupakan sesuatu yang dihindari dalam bekerja, dan mereka
cenderung untuk berbusana secara informal dan casual, seperti t-shirt, kaos, dan sebagian
pekerjanya tnenggunakan jaket.

Budaya organisasi akan sangat berbeda dari satu perusahaan dengan perusahaan lain.
Namun, pada intinya apa yang dianut oleh sebuah perusahaan akan menentukan bagaimana
kesuksesan dapat mereka raih. Namun demikian, budaya organisasi berbeda tidak saja
antarperusahaan, namun juga antarbagian di sebuah perusahaan. Bagian pemasaran dan SDM
barangkali memiliki budaya organisasi yang lebih fleksibel dibandingkan dengan bagian
keuangan dan produksi. Oleh karena kecenderungan ini ada di setiap organisasi, maka budaya
organisasi merupakan faktor yang akan menentukan bagaimana tujuan dapat dicapai secara
efektif dan efisien.

Manajemen Bagi Budaya Organisasi

Bagaimana budaya organisasi dapat dikelola? Bagaimana manajemen semestinya


bertindak berdasarkan budaya organisasi yang dianut dan dijalani, yang pada dasarn budaya
organisasi ini jel.as dari kepentingannya, namun tak mudah untuk diidentifik; karena
cenderung tak berwujud? Pada dasarnya para manajer perlu memahami organisasi apa yang
dianut saat ini, diyakini oleh Lingkungan saat ini, dan kenuidi perlu memiliki keyakinan
untuk mempertahankan dan atau mengubah budaya terseh sesuai dengan tujuan organisasi
yang ingin dicapai dalam jangka panjang.

Tidak setiap budaya organisasi harus dipertahankan. Adakalanya budaya organisi


justru harus diubah. Tetapi, seorang manajer perlu memahami benar budaya organisi mana
yang harus dipertahankan dan mana yang harus diubah. Perkembangan teknologi dan ilmu
pengetahuan yang begitu pesat, misalnya, mendorong setiap orang atau setiap perusahaan
untuk melakukan perubahan secara cepat. Dalam konteks ini barangk setiap perusahaan perlu
melakukan penyesuaian dan perubahan yang terkait dengan budaya organisasi. Jika sebuah
organisasi terbiasa bekerja lambat, tidak tepat waktu maka dapat diperkirakan organisasi
tersebut tidak dapat beradaptasi dengan Iingktung yang berubah sangat cepat. Namuri
demikian, adanya pertukaran budaya sebagai akil adanya transaksi bisnis internasional tidak
secara otomatis mengubah cara orang-orang berinteraksi dengan orang lain. Budaya ramah-
tamah orang Indonesia tidak serta merta harus diubah karena orang Indonesia harus
bertransaksi dengan orang-orang yang tidak menganggap penting keramahtamahan misalnya.

Berdasarkan uraian di atas, para manajer harus tahu persis budaya organisasi seperti
apa yang semestinya dibangun dan dipertahankan. Oleh karena itu, kemampuan para manajer
untuk memahami skenario budaya dan lingkungan di mana perusahaan akan berinteraksi
sangatlah dibutuhkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan di muka, terkenal dengan kemampuan
adaptasi dari perusahaan itu sendiri. Kadangkala para manager perlu memasukkan "orang
luar" agar budaya organisasi berubah. Misalnya saja, sebuah Perusahaan yang
mempekerjakan orang asing di perusahaannya walaupun mayoritas pekerjanya adalah orang
lokal. Kebijakan ini salah satunya dilakukan dengan harap bahwa orang asing tersebut dapat
memengaruhi bagaimana orang-orang di perusahaan bekerja.
2. Faktor Budaya dalam Organisasi dan Manajemen di Indonesia

Manajer lebih menunjukkan individualisme dan konsentrasi pada keberhasilan


pribadi. Hal tersebut tampaknya benar. Namun masih benar juga bahwa para Manajer merasa
sangat kecewa, malah sakit hati, jika apa yang dilihatnya sebagai kewajiban dan tanggung
jawab moral atasan/pemilik untuk memelihara anak buah dan menjamin keberhasilannya
tidak terwujud, dan bahwa atasan/pemilik merasa dikhianati jika bawahan keluar dari
perusahaan. Perasaan-perasaan demikian justru menunjukkan bahwa orang secara emosional
masih terikat pada hal tersebut, dan oleh karena itu masih tetap menginginkan terwujudnya
solidaritas organik.

Charles hendy (dalam Budi Paramita, 1992 : 11) mengemukakan adanya 4 macam
budaya organisasi, yakni budaya organisasi berdasarkan kekuasaan, peran, tugas dan orang.
Gambaran singkat masing-masing jenis budaya organisasi tersebut adalah sebagai berikut :

a) Budaya Berdasarkan Kekuasaan

Budaya yang seperti ini paling banyak terdapat di Indonesia. Strukturnya bisa
digambarkan seperti jaring laba-labanya berada di pusat. Pusat kekuasaan tidak harus selalu
merupakan seseorang individu sebagai penguasa tunggal, melainkan dapat juga terdiri dari
sekelompok kecil manusia yang memegang kekuasaan organisasi. Pada umumnya organisasi
seperti ini merupakan suatu organisasi politis, mengingat keputusan organisasi lebih
merupakan hasil imbangan kekuatan yang ada daripada atas dasar prosedur atau tindakan
yang wajar dan masuk akal. Kekuatan organisasi semacam ini terletak pada kecepatan pada
tindakan dan lebih tanggap dalam menghadapi ancaman dan perubahanperubahan.

Bagi karyawan yang berorientasi politis, senang berkuasa, suka mengambil atau
mencari resiko dan kurang mementingkan keamanan, organisasi semacam ini merupakan
lingkungan kerja yang paling menawan hati. Pengendalian kekuatan dan arah kegiatan
dilakukan atas dasar pengendalian dana dan sumber dana.

b) Budaya Atas Dasar Peran

Budaya peran sebetulnya adalah budaya birokrasi. Menurut Weber (dalam Gerth dan
Wright, 1958 : Bab 8), organisasi yang berdasarkan birokrasi yang benar umumnya lebih
sempurna dibandingkan organisasi bentuk lain, dikarenakan memiliki ketepatan da kecepatan
bertindak serta mengurangi biaya bahan maupun biaya pegawai. Sebagian dari penalarannya
mengenai efektivitas birokrasi adalah disiplin yang superior dan adanya pengendalian atas
tingkat peran. Semua pekerjaan dilakukan secara teratur, sistematis dan rutin.

Organisasi peran sangat efisien dan efektif dalam lingkungan yang stabil, atau
bilamana lingkungannya dapat dikendalikan dengan jalan monopoli misalnya. Organisasi
jenis ini khususnya berguna bagi organisasi yang lebih memerlukan skala ekonomi besar
dibandingkan fleksibilitas, atau dalam hal keahlian teknis dan spesialisasi yang mendalam
lebih penting daripada pengembangan dan biaya produksi. Kelemahannya adalah kurangnya
kepakaan terhadap perubahan lingkungan dan lambatnya melakukan penyesuaian yang
diperlukan. Bagi karyawan yang menyukai kepastian, dan jaminan hidup bekerja dalam
organisasi, peran memberikan ketenangan besar. Sebaliknya bagi mereka yang ingin
mengendalikan pekerjaannya sendiri atau menginginkan kekuasaan, organisasi semacam ini
sangat mengecewakan baginya.

c) Budaya Atas Dasar Tugas

Budaya ini berusaha mengumpulkan sumber daya manusia yang tepat untuk dapat
melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya sebab orientasinya terhadap penyelesaian
pekerjaan/tugas. Organisasinya dapat digambarkan sebagai suatu matriks antar fungsi atau
keahlian dengan pekerjaan. Pengaruhnya bersumber pada kekuatan keahlian dan bukan pada
kedudukan atau atas dasar kekuatan pribadi seseorang. Budaya atas dasar tugas ini
merupakan budaya tim atau budaya gotong-royong dikarenakan demi keberhasilan tugas
harus dapat mengatasi konflik yang dapat timbul disebabkan perbedaan kepentingan pribadi,
perbedaan status dan cara kerja.

Ada keunggulan positif budaya ini, yaitu peka atau lentur terhadap perubahan
lingkungan, dan sangat berguna bilamana organisasi menghadapi pasar yang sangat bersaing,
terutama jika produk yang dihasilkan bersiklus pendek. Namun ada juga segi negatifnya,
yaitu pengendaliannya agak sukar dan mudah bergeser menjadi budaya peran atau kuasa.
Pengendalian hanya dapat dilakukan oleh pucuk Pimpinan dengan jalan memberi atau tidak
memberi tugas/pekerjaan, tambahan dana atau sumber daya manusia.

d) Budaya Berdasar Orangnya

Mengingat organisasi diciptakan biasanya hanya untuk melayani anggotanya, seperti


kelompok sosial, pagayuban, dan juga organisasi informal, maka budaya jenis ini didasarkan
atas pribadi-pribadi dan umumnya jarang digunakan untuk tujuan ekonomis. Organisasinya
praktis, tidak berstruktur dan seolah merupakan sekumpulan manusia saja yang hanya
mempunyai tujuan bersama, serta kurang mementingkan tujuan masing-masing. Jenjang
kewenangan dan alat pengendalian sukar tumbuh dalam budaya seperti ini, kecuali saling
mufakat sebelumnya. Unsur pemersatu yang diperankan oleh seseorang dalam kedudukan
lebih tinggi tidaklah ada, kalaupun ada sesuatu kekuasaan, itu hanya bersumber pada
pengaruh kepribadian seseorang. Umumnya budaya organisasi seperti ini tidak bersifat
langgeng.

Dari paparan tersebut, kelihatannya Charles handy menekankan bahwa pencapaian


tugas menurut sifatnya harus didukung oleh kebudayaan yang serasi, dan ini berarti harus
sesuai dengan budaya masyarakatnya.

3. Manajemen Lintas Budaya

Manajemen lintas budaya sangat diperluakan dalam suatu kelompok internasional


karena perbedaan latar belakang dari masing–masing komponen dalam kelompok tersebut
tentunya mempengaruhi sifat dan cara kerja dari kelompok tersebut, disinilah peran
manajemen sebagai alat komunikasi sehingga elemen–elemen tersebut dapat saling mengerti
satu sama lain, agar kinerja dari masing–masing elemen itu sendiri dapat maksimal.
Manajemen lintas budaya tidak hanya berperan sebagai komunikator elemen dalam
kelompok itu saja, tetapi manajemen lintas budaya juga membentuk budaya tersendiri
didalam kelompok tersebut. Didalam penyesuaian para elemen dari kelompok lintas budaya
tersebut tentunya ada beberapa hal yang harus dihadapi oleh para elemen kelompok tersebut
seperti yang saya kutip dari “Barna (1983) menerapkan model tahapan Selye (1974) terhadap
sindrom adaptasi yang umum untuk menjelaskan fase dari penyesuaian ekspatriat. Fase-fase
tersebut adalah:

a) Tahapan munculnya pertanda reaksi

Pada tahapan ini, para ekspatriat yang ditempatkan di Host Country mulai
menunjukkan gejala-gejala reaksi terhadap culture shock. Mereka mulai menunjukkan
tanggapan terhadap budaya yang berbeda yang harus mereka adaptasi.

b) Tahapan perlawanan;

Selanjutnya, muncul sebuah tindakan-tindakan yang merujuk terhadap sebuah


perlawanan dan konflik diri terhadap kebudayaan yang menyebabkan shock.

c) Tahapan kejenuhan.

Ekspatriat yang telah mengalami konflik akan mendapati rasa jenuh dan letih akan
budaya baru yang tidak dapat mereka adaptasi. Rasa letih ini dapat berupa letih fisik dan/atau
letih rohani.

Anggapan Barna bahwa usaha dalam rangka memperpanjang dan menggiatkan


aktifasi fisiologis terhadap karakteristik individu-individu yang mencoba untuk
menyesuaikan lingkungan yang tidak familiar bagi mereka dapat menghasilkan culture-
shock.

“Para peserta harus menilai kepentingan relatif dari karakteristik kepribadian yang
dianggap berkontribusi pada kesuksesan ekspatriat itu. Sebuah analisis faktor dari tanggapan
mengidentifikasi lima faktor pengetahuan pekerjaan dan motivasi, keterampilan relasional,
fleksibilitas atau adaptasi, keterbukaan budaya ekstra, dan situasi keluarga. Situasi keluarga
faktor peringkat tertinggi dalam urutan pentingnya, hasil yang menguatkan penelitian lain
pada tugas internasional (hitam et al. 1999). Dalam rdanalysis data mereka, Arthur dan
Bennett (1997) digunakan di Campbell (1990) teori kinerja pekerjaan sebagai kerangka dan
uji coba terhadap empat model alternatif dari kinerja pekerjaan pengalihan internasional.
Hasil analisis faktor konfirmatori menunjukkan bahwa delapan -faktor menunjukkan solusi
paling cocok untuk data. Faktor-faktor yang berlabel fleksibilitas, situasi keluarga,
manajemen atau administrasi, integritas, usaha, toleransi, lintas -wisata budaya dan
keterbukaan.”
“Sebaliknya, hasil studi oleh Parker dan McEvoy (1993) menunjukkan bahwa
penyesuaian bekerja di luar negeri terutama dipengaruhi oleh variabel organisasi (kompensasi
dan peluang karir), sedangkan penyesuaian kehidupan secara umum terutama adalah fungsi
dari faktor individu, organisasi, dan lingkungan dengan menggunakan data dari 169
ekspatriat. Hitam dan Gregersen (1991) juga menyelidiki hubungan antara pekerjaan
individu, organisasi, dan non-kerja prediktor dan tiga aspek penyesuaian lintas budaya. Orang
dan situasi karakteristik tampaknya menunjukkan pola hubungan yang kompleks dengan
dimensi penyesuaian lintas budaya. Stahl (1998) mengeksplorasi strategi mengatasi dari 120
ekspatriat jerman yang ditugaskan ke Jepang dan Amerika Serikat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kedua negara berbeda-beda dalam masalah dan konflik mereka hadir
untuk ekspatriat. Setiap kelas dari situasi stres memerlukan satu set khusus untuk mengatasi
kegiatan yang dapat dikaitkan dengan ciri-ciri kepribadian seperti kebutuhan untuk belajar,
extraversion, dan empati, bagaimanapun, karakteristik kepribadian dari ekspatriat yang
sukses di berbagai negara dan dengan pekerjaan yang berbeda menunjukkan varians kecil
suatu menemukan bahwa mendukung gagasan dari jenis luar negeri umum.”

Manajemen lintas budaya dapat membantu kita memahami bagaimana lingkungan


kelompok yang terdiri dari berbagai latarbelakang dan tentunya dapat menunjang kinerja dari
elemen dalam kelompok tersebut.

Manajemen Global dalam Dunia Masa Kini

1. Dunia Tidak Mengenal Batas

Para manajer menghadapi realitas bahwa mengabaikan kekuatan-kekuatan


internasional merupakan suatu hal yang mustahil dilakukan. FBI bahkan menyatakan
pembasmian kejahatan di dunia maya (cyber crime) sebagai salah satu prioritas utamanya,
karena batas-batas elektronik antarnegara hampir sudah tidak ada lagi. Keterbukaan ini
memiliki banyak aspek positif, tetapi juga berarti bahwa peretas (hacker), di satu negara
dapat mencuri rahasia dari perusahaan-perusahaan di negara lain, atau menyebarkan virus,
worm, dan program-program jahat lain untuk merusak sistem komputer di negara-negara dan
pemerintah-pemerintah dunia. FBI memiliki lebih dari 150 agen di hampir 56 kanto
internasional di awal 1990-an.

Bisnis juga telah menjadi suatu bidang terpadu dan global seiring runtuhnya tembok
penghalang perdagangan, makin cepat dan murahnya komunikasi, dan makin beragamnya
selera konsumen, mulai dari pakaian hingga jaringan telepon seluler. Thomas Middelhof dari
perusahaan Jerman Berstelman AG, yang membeli penerbit Amerika Serikat Random House,
mengungkapkan hal ini sebagai berikut : ”Tidak ada perusahaan Jerman dan Amerika. Yang
ada adalah perusahaan yang sukses dan perusahaan yang gagal”. Kesulitan dan risiko di
sebuah dunia tanpa batas sebanding dengan keuntungan dan peluangnya.

Di dunia yang tidak menganal batas, para pelanggan tidak lagi bisa membedakan dari
negara mana membeli berbagai produk. Ford Motor Company yang bermarkas di Amerika
Serikat memiliki Volvo dari Swedia, sementara produsen bir Amerika yang terkenal, Miller,
dimiliki oleh perusahaan Afrika Selatan. Toyota adalah perusahaan Jepang, namun
memproduksi lebih dari 10 juta kendaraan di pabrik-pabriknya di Amerika Utara.Teknologi
di balik komponen nirkabel Centrino keluaran Intel dilahirkan di sebuah laboratorium di
Hifa, Israel, dan para peneliti Cina-lah yang merancang mikroprosesor yang mengontrol
gerak maju baling-baling pada turbin angin raksasa buatan General Elektrik.

Bagi para manajer yang berpikir global, dunia ini merupakan sumber ide-ide, sumber
daya, informasi, tenaga kerja, dan pelanggan. Para manajer dapat memindahkan perusahaan
mereka ke kancah internasional di berbagai tingkat.

Memulai Bekerja secara Internasional

Ada berberapa cara bagi organisasi untuk memasuki kancah internasional. Salah
satunya adalah dengan mencari sumber daya bahan baku atau tenaga kerja yang lebih murah
di luar negeri, yang disebut dengan offshoring atau outsourcing global. Cara lainnya adalah
dengan memperluas pasar barang jadi di luar negeri, yang dilakukan dengan cara ekspor,
lisensi, dan investasi langsung. Strategi-strategi memasuki pasar (market entry strategies) ini
merupakan cara-cara alternative untuk menjual barang dan jasa ke luar negeri. Kebanyakan
perusahaan memulai dengan mengekspor dan berlanjut dengan investasi langsung. Lihat
bagan dibawah

Lingkungan Organisasi masa kini makin bersifat kompetitif dan kompleks. Negara-
negara berkembang mulai menyaingi negara-negara maju di sejumlah sektor industri. Cina
merupakan penghasil alat-alat elektronik terbesar dan kini tengah beralih dengan cepat dan
lihai ke sektor industri bioteknologi, perakitan komputer, dan semikonduktor. Sedikitnya 19
pabrik semikonduktor canggih baru tengah atau akan beroperasi di Cina. India mengalami
laju inovasi yang mencengangkan di berbagai sektor seperti pembuatan instrumen presisi,
layanan kesehatan, farmasi. Sebagian pengamat bahkan melihat awal persaingan ketat dari
perusahaan-perusahaan multinasional di negara tersebut.

Para manajer menghadapi realitas bahwa mengabaikan kekuatan-kekuatan


internasional merupakan suatu hal yang mustahil dilakukan. FBI bahkan menyatakan
pembasmian kejahatan di dunia maya (cyber crime) sebagai salah satu prioritas utamanya,
karena batas-batas elektronik antarnegara hampir sudah tidak ada lagi. Keterbukaan ini
memiliki banyak aspek positif, tetapi juga berarti bahwa peretas (hacker), di satu negara
dapat mencuri rahasia dari perusahaan-perusahaan di negara lain, atau menyebarkan virus,
worm, dan program-program jahat lain untuk merusak sistem komputer di negara-negara dan
pemerintah-pemerintah dunia. FBI memiliki lebih dari 150 agen di hampir 56 kantor
internasional di awal 1990-an.

2. Manajemen Baru Era Globalisasi

Dunia manajemen tidak seperti dahulu lagi. Kita memang tidak boleh melupakan
masa lalu karena merupakan bagian dari masa kini dan masa mendatang. Kita saat ini
menjadi saksi terjadinya suatu perubahan fundamental sebagai akibat arus deras globalisasi.
Perubahan tersebut mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan politik. Berbagai bentuk
organisasi lokal dan regional terkena dampak perubahan tersebut sehingga manajer organisasi
juga mengalami suatu perusahaan besar. Perusahaan dihadapkan pada pilihan berhadapan
dengan pasar global atau mati.

Oleh karena itu, pada umumnya perusahaan terpaksa mengurangi struktur biaya
secara radikal dengan jalan merencanakan kembali dan mengurangi berbagai inisiatif yang
meningkatkan biaya pada struktur, proses, dan produk (Rhinesmith, (2001). Dengan
perkembangan seperti ini, maka perusahaan harus memiliki staf dan karyawan yang mampu
melayani pasar global sekaligus pasar lokal yang ingin dilayani dengan cara yang sama.
Fungsi manajer pun perlu diredefinisi. Manajer yang semula berperan “memerintah dan
mengawasi” saat ini harus berperan menjadi “pelatih” agar setiap karyawan mampu di
berdayakan untuk dapat memenuhi kebutuhan pasar. manajer juga harus memiliki sejumlah
ide, gagasan, strategi dan metode untuk membantu orang lain menyesuaikan diri dalam
kondisi seperti ini. Selain itu manajer juga harus menyesuaikan strategi perekrutan,
penyeleksian, pemberian kompensasi, pengembangan karier, teknik memotivasi, serta teknik
mengawasi karyawan agar semuanya secara terintegrasi mampu memenuhi kebutuhan
perusahaan.

Bagaimana Seorang Manajer dapat menjadi Manajer Global ?

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa dewasa ini organisasi mengalami


perubahan, yang semula berfokus pada pelayanan lokal menjadi organisasi yang dapat
berkompetisi di dunia internasional, berpola pikir bisnis dan berprilaku sesuai permintaan
pasar global. Perjanjian dagang AAFTA (ASEAN Free Trade Area) 2003, yang disepakati
negara-negara ASEAN, menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap kondisi
ekonomi dan bisnis yang dialami Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya. Kompetisi
telah berkembang semakin ketat. Hanya organisasi atau negara yang unggul, efisien,
memiliki akses, dan menguasai jaringan (networking) yang dapat bersaing dan mampu
bertahan. Keadaan ini tentu saja mencemaskan kita semua karena daya saing dan keterbukaan
ekonomi Indonesia masih rendah. Dalam hal ini Indonesia harus terus berbenah diri agar
tidak kalah bersaing dengan negara lain.

Di dalam setiap persaingan, pelaku bisnis tidak hanya perlu kekuatan dan kelemahan
dirinya, melainkan juga harus dapat memanfaatkan peluang serta mampu mengatasi ancaman
yang datang. Dengan demikian, bila dikaitkan dengan daya saing dan kesuksesan, maka
hanya perusahaan yang sudah mengetahui posisi (positioning) kualitas dirinya yang akan
mampu tetap aksis di kancah persaingan AFTA. Salah satu unit pelaku bisnis yang harus
memiliki daya saing adalah manajer, yaitu seseorang yang bertugas mengelola sumber daya
yang dimiliki perusahaan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sumber daya tersebut
meliputi manusia, bahan baku, modal, peralatan atau mesin, metode atau kepemimpinan,
serta informasi. Sumber daya ini harus dapat dikelola dengan baik agar nilai perusahaan terus
meningkat. Manajer harus mengetahui seberapa ketat tingkat persaingan perusahaannya.
Semakin ketat tingkat persaingan, berarti manajer harus semakin cermat dalam mengelola
sumber daya yang dimiliki perusahaan. Penggunaan sumber daya haruslah efisien dan dapat
berkesinambungan.

Dalam kondisi lingkungan bisnis yang cepat berubah, perusahaan semakin dituntut
untuk lebih fleksibel sehingga dapat beradaptasi dalam waktu yang relatif cepat terhadap
perubahan. Bentuk perusahaan seperti ini berakibat pada pemilihan sosok manajer yang
sesuai dengan kondisi persaingan yang sangat ketat. Oleh karena itu manajer yang diharapkan
adalah manajer yang mempunyai karakteristik fleksibel, yaitu memiliki kemampuan
beradaptasi yang tinggi terhadap lingkungan dan mampu memanfaatkan sumber daya yang
efisien. Di samping itu juga mereka harus memiliki wawasan global serta menguasai proses
decision making, interpersonal relation, dan global setting. Itu berarti seorang manajer saat
ini harus memiliki peran sebagai interpersonal roles (kepemimpinan komunikasi),
informational roles (pengawas, pengendali, penyerap, dan penyebar informasi), dan decision
roles (entrepreneur, menangani perubahan, alokasi sumber daya, negosiator).

Informasi menjadi hal yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan bisnis saat
ini. Para manajer harus mampu beradaptasi terhadap perkembangan informasi. Manajer era
globalisasi harus mampu memanfaatkan perkembangan teknologi infoormasi dan
menjadikannya sebagai solusi daya saing bagi bisnisnya karena sudah terbukti bahwa bisnis
yang dikelola dengan memanfaatkan teknologi informasi akan memiliki daya yang dikelola
dengan memanfaatkan teknologi informasi akan memiliki daya saing yang handal. Wall
Mart, DHL, dan Singapore Airlines adalah contoh perusahaan yang dikelola dengan berbasis
teknologi informasi.

3. Manajemen Global dalam ASEAN

Bila kita lihat sekarang ini dengan adanya pasar bebas ASEAN maka persaingan akan
lebih ketat lagi. Sehingga dapat dikatakan bahwa hanya organisasi atau negara yang unggul,
efisien, punya akses serta menguasai jaringan yang dapat bersaing serta dapat bertahan. Hal
ini membuat cemas kita tentunya, karena pada saat ini daya saing serta keterbukaan yang
dimiliki Indonesia masih rendah. Untuk itu Indonesia harus dapat berbenah untuk dapat
bertahan serta bersaing dengan negara lain.

Dalam persaingan pelaku bisnis tak hanya perlu kekuatan serta kelemehan dirinya,
tapi juga perlu memanfaatkan peluang dan mampu agar mengatsi ancaman yang akan datang.
Sehingga dengan daya saing serta kesuksesan, perusahaan akan mengetahui dimana posisi
kualitasnya yang akan mempu untuk tetap eksis dalam kancah ASEAN. Nah salah satu yang
harus punya daya saing adalah manajer.

Manajer mempunyai tugas untuk mengelola sumber daya yang dipunyai oleh sebuah
perusahaan agar dapat mencapai semua tujuan yang telah ditetaplan dari awal. Yang mana
sumber daya beruapa manusia, bahan baku, modal, perlatan, metode atau kepemimpinan, dan
juga informasi. Yang mana sumber daya tersebut harus dapat dikelola dengan baik dan secara
maksimal agar nilai dari perusahaan meningkat. Seorang manajer juga diharapkan untuk
dapat mengetahui seberapa ketat tingkat perusahaannya. Yang mana bila persaingannya ketat,
manajer diharapkan semakin cermat dalam mengelola sumber daya yang dipunyai
perusahaan, penggunaannya juga harus efisien dan berkesinambungan.

Bila mana kondisi lingkungan bisnis berubah dengan cepat, perusahaan juga harus
dapat lebih fleksibel sehingga dapat cepat beradaptasi dalam waktu yang cukup singkat
terhadap perubahan. Dalam perusahaan yang seperti itu diperlukan seorang manajer yang
sesuai dengan kondisi persaingan yang sangat ketat. Oleh sebab itu manajer diharapkan
punya karakteristik yang fleksibel.

Yang dimaksud dengan fleksibel ialah mampu beradaptasi serta memanfaatlkan


sumber daya yang efisien. Dan juga harus punya wawasan global dan didukung dengan
mengusai proses decision making, interpersonal relation, serta global setting. Bila kita lihat
maka seorang manajer akan mempunyai sebuah peran sebagai interpersonal roles,
informational roles, serta decision roles. Untuk itu informasi akan menjadi sangat berharga
terhadap perkembangan bisnis kita.

Untuk itu manajer harus dapat beradaptasi dengan semua informasi yang ada. Dimana
saat ini kita dapat menggunakan perkembangan teknologi informasi serta menjadikannya
sebagai slah satu solusi daya saing bagi binis kita. Hal itu terbukti bahwa dengan
menggunakan teknologi informasi akan punya daya yang dikelola dengan memanfaatkan
teknologi informasi akan punya daya saing handal.

Tantangan-Tantangan dalam Mengelola Tenaga Kerja Global

1. Ini Tantangan Pembangunan Sumber Daya Manusia di Tengah Kondisi Perekonomian


Global

Kemenkeu - Hadir pada acara 10th Indonesia Human Resources Summit di Bali, pada
Selasa (18/09) lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berbicara mengenai
perekonomian dunia terkini dan tantangan di bidang pembangunan Sumber Daya Manusia.
Menkeu mengatakan, perekonomian dunia akhir-akhir ini dihadapkan pada kondisi yang
terus berubah. Pada kondisi ini, tantangan yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana
menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dengan kondisi neraca pembayaran terutama
perdagangan ekspor dikurangi impor yang menurun.

Untuk itu, pemerintah berupaya melakukan bauran kebijakan baik di bidang fiskal,
moneter dan perdaganan di dalam rangka untuk tetap menjaga momentum pertumbuhan
tersebut.

“Dalam perekonomian kita tidak bisa berharap ekonomi selalu berjalan mulus dan
baik-baik saja. Kita harus siap bahwa ekonomi bisa mengalami guncangan. Dan ekonomi
yang sehat adalah yang mampu adaptasi dan dan memiliki ruang untuk manuver pada saat
guncangan terjadi,” ujarnya. Lebih lanjut Menkeu menjelaskan, bahwa perekonomian di sisi
lain juga dihadapkan pada masalah struktural diantaranya masalah demografi.
Di beberapa negara dunia seperti Republik Rakyat Tiongkok, Eropa, Jepang, dan
Singapura, mereka mengalami masalah aging population yaitu dimana penduduknya
didominasi kelompok diatas 40 tahun atau kompsosi piramida terbalik dimana usia tua lebih
banyak dari pada yang muda. Sedangkan Indonesia, India, dan Afrika masih memiliki
demografi yang muda atau Young Demografic Composition.

“Ini yang membuat Indonesia memiliki kemampuan untuk tumbuh karena adanya
faktor tenaga kerja muda yang lebih sehat yang masuk dalam angkatan kerja,” terangnya.
Menkeu menjelaskan, bahwa kondisi tersebut memiliki tantangannya masing-masing.
Tantangan masalah aging population adalah biaya memelihara kesehatan, dimana orang
dengan usia lanjut biasanya dihadapkan dengan banyak masalah kesehatan. Sedangkan
tantangan demografi muda adalah pendidikan dan kualitas SDM.

Masalah tersebut menjadi lebih menantang dengan kemajuan teknologi yang cepat
saat ini. Kemajuan indsutri 4.0, artificial intelligence, robotic, crypto currency, dan
sebagainya akan mengubah banyak hal seperti jenis pekerjaan dan tenaga kerja yang
dibutuhkan. “Indonesia dan negara dengan demografi muda pertanyaan nya pendidikan dan
pelatihan apa yang bisa diberikan kepada generasi milenial agar mereka bisa adopt, adapt dan
kemudian bisa innovate and create dalam era digital disruption dan teknologi yang berubah,”
ujarnya.

Di dalam konteks negara, pemerintah saat ini berfokus pada bagaimana investasi di
bidang SDM Indonesia dilakukan. Melalui APBN, 20 persen dari total anggaran belanja
adalah untuk fungsi pendidikan. Namun menurut Menkeu, jumlah anggaran bukanlah
jawaban dari masalah pembangunan SDM melainkan bagaimana anggaran tersebut diarahkan
dan untuk apa.

“Oleh karena itu, di dalam desain yang disebut tantangan pembangunan dan
pengembangan sumber daya manusia, human resource, atau human capital, tidak hanya
sekedar uang dan budget tapi lebih kepada konten dan direction,” pungkasnya.

2. Ini Tantangan SDM yang Dimiliki Indonesia Saat Ini

Kualifikasi sumber daya manusia menjadi tantangan sendiri dalam era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA). Kompetensi dan latar belakang pendidikan dari tenaga kerja
Indonesia menjadi salah satu hal krusial dalam persaingan di MEA. Para pekerja tersebut
dituntut untuk memiliki keterampilan yang mumpuni, cerdas, kreatif, dan inovatif.

Menurut survei yang dilakukan EIU (Economist Intelligence Unit)/SHRM (Society


for Human Resource Management) Foundation di tahun 2013, tantangan terbesar dalam
pengembangan sumber daya manusia terampil di tengah era globalisasi ini adalah
ketidakselarasan antara kompetensi yang dihasilkan oleh institusi bersistem pendidikan
tradisional dengan kompetensi yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pelaku industri.

Menyikapi kondisi ini, Swiss German University (SGU) mengadakan talkshow yang
mengusung tema 'Internationalization & Industry Oriented Higher Education System'. Upaya
penyelerasan kompetensi ditegaskan oleh Sutrisna Wibawa, Sekretaris Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Dia mengatakan pemerintah melalui Kemenristek DIKTI selalu berupaya dalam
meningkatkan kualitas lulusan pendidikan tinggi Indonesia salah satunya dengan terus
memperbarui standar nasional pendidikan tinggi.

Tantangan lain yang dihadapi secara global termasuk lemahnya ‘soft-skills’,


kemampuan beradaptasi dan ‘interpersonal communication’ seperti dinyatakan dalam ‘Global
Talent Index’ yang dirilis oleh EIU (Economist Intelligence Unit) di tahun 2012. Sebesar 52
persen pelaku industri di Asia Pasifik mengatakan bahwa kelemahan terbesar dari sumber
daya manusia yang tidak lolos proses rekrutmen adalah lemahnya soft-skills secara khusus
kreatifitas dalam menghadapi tantangan pekerjaan dan ketrampilan komunikasi yang baik.

Ina Liem selaku pengamat pendidikan sekaligus CEO Jurusanku.com melihat


pentingnya pembentukan soft skill sejak dini khususnya di dalam keseharian kegiatan
belajar–mengajar pendidikan. “Pengetahuan dan keterampilan praktek atau practical skills
memang menjadi modal utama bagi setiap lulusan pendidikan tinggi. Tapi di era masa kini
dimana akses terhadap pengetahuan dan keterampilan sangatlah luas, soft-skills memiliki
peranan terpenting sebagai penentu kesuksesan lulusan baik untuk pengembangan usaha atau
penciptaan peluang bisnis, terutama dalam menghadapi era globalisasi dan MEA,” kata Ina
Liem.

Rektor SGU Filiana Santoso mengatakan SGU berorientasi membentuk pengetahuan


dan ketrampilan yang diarahkan sesuai dengan ekspektasi industri serta menanamkan
prinsip–prinsip dalam bekerja yang didapat dari pengalaman mahasiswa. “Pembentukan
karakter dan soft-skills dibentuk dari lingkungan belajar mahasiswa, pengintegrasian standar
internasional dan kebutuhan industri ke dalam kurikulum dan program magang yang secara
khusus terbagi di dalam negri dan luar negri, khususnya Eropa,” kata Filiana.

SGU menyediakan program pendidikan yang inovatif melalui 11 studi program


sarjana dan 3 pasca sarjana dengan pemberian dual/triple degree dari mitra–mitra institusi
internasional ternama dan kerja sama industri dengan lebih dari 250 perusahaan yang tersebar
di Indonesia dan Eropa.

3. Tantangan Sumber Daya Manusia Saat Ini dan Masa Depan

Kemampuan beradapatasi merupakan hal yang dibutuhkan oleh Sumber Daya


Manusia (SDM) saat ini. Perubahan yang disebabkan oleh digitalisasi pada dunia bisnis
mendorong SDM untuk terus berubah. Bahkan, pekerjaan yang dianggap penting bisa hilang
dalam tiga tahun ke depan. Oleh karena itu, kemampuan berkomunikasi, beradaptasi, dan
bekerja dalam tim merupakan komponen penting yang dibutuhkan SDM selain kecerdasan
intelektual. Ketiga komponen penting itulah yang harus dimiliki oleh SDM saat ini dan di
masa depan.

Dalam acara CEO Talk: Personal Branding: How To Thrive in Today’s Competitive
Market yang dilaksanakan di Auditoirum Djarum Foundation pada hari Jumat, 21 September
2018, CEO Korn Ferry Indonesia Satya Radjasa menyampaikan bahwa contoh nyata dari
perubahan cepat dalam dunia bisnis adalah Go-Jek. Dalam pemaparannya, Go-Jek berawal
dari perusahaan penghubung antara konsumen dan pengemudi ojek melalui media telepon
genggam yang kemudian bertransformasi menjadi platform digital sehingga membentuknya
menjadi perusahaan teknologi. Saat ini Go-Jek berambisi menargetkan diri menjadi
perusahaan financial technology (fintech) nomor satu di Indonesia dalam kurun waktu enam
tahun. Hal ini merupakan bentuk transformasi yang cepat dalam dunia bisnis. Tentu
transformasi semacam ini harus diimbangi dengan kecepatan adaptasi SDM.

Selain mementingkan aspek kemampuan berdapatasi dan bekerja sama untuk bersaing
dalam kompetisi pasar tenaga kerja, Konsultan Senior Korn Ferry Indonesia Yanuar
Kurniawan (Alumni Accounting-IUP 2006) menyampaikan konsep personal branding
sebagai alat untuk memenangi persaingan tersebut. "Personal branding adalah bagaimana
membuat diri kalian unik dan berbeda dari yang lain, bukan saja menjadi yang terbaik
maupun terpintar." ujar Yanuar. Melakukan branding pada diri sendiri merupakan suatu hal
yang membutuhkan proses. "Penting untuk kita selalu mau belajar dan menikmati prosesnya
untuk membentuk personal branding yang kuat." ujar Satya menambahkan pernyataan
Yanuar.

Berbagi pengalaman dalam proses membangun personal branding, Yanuar


mengatakan bahwa dirinya pernah mengalami masa adaptasi yang berat untuk menyesuaikan
harapan perusahaan terhadap kemampuan dirinya saat dirinya baru saja lulus mendapatkan
gelar sarjana. Hal ini membuat dirinya banyak belajar secara mandiri dalam menghadapi
masalah yang belum ia pelajari sebelumnya. Ketika tantangan itu datang, saat itulah ia
menunjukan kemampuan dirinya dan tetap ramah meskipun dalam kondisi tertekan. Karakter
yang ramah dan selalu percaya diri ditambah dengan kemampuan problem solving telah
menjadi personal branding bagi Yanuar. Hal ini tentu didapatkan setelah melalui rangkaian
proses pada setiap tantangan.

Selain personal branding di dunia nyata, ternyata personal branding di dunia maya tak
kalah penting. Aspek media sosial saat ini cukup menjadi pertimbangan bagi para perekrut
SDM baru di setiap perusahaan. Salah dalam melakukan personal branding di dunia maya
bisa merusak citra diri di dunia nyata.

Anda mungkin juga menyukai