Anda di halaman 1dari 34

Sari Pustaka

TEMPAT KEJADIAN PERKARA

Pembimbing

Disusun Oleh:
Muhammad Aflah 150100094

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN


MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala limpahan
rahmat dan karunia yang telah diberikan kepada kita, sehingga penulis dapat
menyelesaikan sari pustaka yang berjudul “Tempat Kejadian Perkara”. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada dr. , Sp.F. selaku pembimbing, yang sudah
membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan sari pustaka ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sari pustaka ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dari para pembaca, sehingga sari pustaka ini dapat
disempurnakan lagi pada masa yang akan datang.

Medan, Februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................. ii
Daftar Isi........................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 4
BAB II Tinjauan Pustaka.............................................................................. 7

2
2.1. Definisi...................................................................................................... 7
2.2. Tindakan Pertama di TKP......................................................................... 7
2.3. Pengolahan TKP ....................................................................................... 10
2.4. Dasar Hukum Mendatangkan Dokter pada Penyidik TKP ....................... 10
2.5. Barang Bukti Biologis .............................................................................. 19
BAB III Kesimpulan....................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA….................................................................................. 33

BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Tindak pidana/kejahatan telah setua umur manusia; pelaku berusaha
menutup kejahatan yang telah dilakukannya sebaliknya masyarakat berupaya

3
membuktikan kesalahan yang telah dilkukan untuk menangkap dan menghukum
pelakunya. Sebelum pembuktian ilmiah diterapkan dalam sistem peradilan,
serbagai cara tahayul dan kekerasan digunakan oleh para penegak hukum alam
peradilan utuk memperoleh pengakuan tersangka sebagai bukti terhadap kejahatan
yang dilakukannya. 1
Dalam berkembangnya ilmu dan teknologi, penjahat juga lebih profesional
dan berupaya menghilangkan jejak. Pada umumnya dengan mendasarkan pada
informasi saja, penyidikan sering tidak memperoleh bukti material sehingga
pembuktian akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penyidik mulai beralih untuk
memperoleh data yang ada di tempat kejadian dan mencari informasi dari para
saksi duna membuktikan terjadinya suatu tindak pidana. Penggunaan dan
pengembangan data dasar ilmiah dari tempat kejadian perkara sebagai bahan
penyidikan baru muncul kurang lebih seratus tahun yang lalu. 1
Beberapa tokoh kemudian menemukan alat bukti ilmiah, misalnya
Alphonse Bertillon yang menemukan antropometri tubuh, Francis Galton dengan
identifikasi sidik jari, dan masih banyak lagi, hingga akhirnya Hans Gross
menyatakan bahwa rekonstruksi peristiwa kejahatan dapat dilakukan dengan
metoda ilmiah. Pendapat inilah yang hingga sekarang dipakai sebagai dasar
penyidikan tindak pidana 1.
Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan
2
menurut suatu kesaksian . Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP)
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau
tidaknya suatu penyelidikan sangat bergantung pada pemeriksaan TKP.
Pemeriksaan langsung di tempat terjadinya suatu kasus memungkinkan seseorang
untuk mencari sesuatu yang mungkin tidak terpikirkan jika tidak datang secara
langsung ke lokasi kejadian 3.
Penyelidikan ini bertujuan untuk menjelaskan kembali (rekonstruksi) suatu
kejadian yang melanggar hukum serta pola pikir yang mengikutinya untuk
menjelaskan siapa pelakunya. Berbagai upaya dari kegiatan penyelidikan
dilakukan secara retrograde dari apa yang diketahui untuk mengungkapkan apa

4
yang tidak diketahui, sehingga dari faktor yang diketahui dapat ditegakkan suatu
kebenaran 1.
Pada kasus kematian yang wajar, pemeriksaan TKP tidak perlu dilakukan.
Namun, dibutuhkan suatu kepekaan untuk mendeteksi suatu tindak kriminal.
Karena harus diingat juga bahwa kematian yang nampaknya wajar bisa saja
merupakan hasil dari suatu kriminalitas. Maka, suatu kematian harus dianggap
sebagai sesuatu yang tidak wajar sampai bukti-bukti yang ada menyatakan
sebaliknya. 1
Kira-kira 20 persen dari seluruh kematian membutuhkan penyelidikan
dari medikolegal untuk menentukan sebab dan cara kematiannya, dan kira-kira
separuhnya disebabkan oleh tindak kekerasan. Dalam menentukan wajar atau
tidaknya suatu kematian, peran dari seorang dokter sangat diperlukan 3.
Dalam meminta pertolongan dokter dalam penyelidikan TKP, penyidik
dikuatkan oleh beberapa dasar hukum, karena itu, merupakan kewajiban dokter
untuk hadir di TKP apabila diminta. Karena itu, referat ini membahas tentang
peran dokter atau ilmu kedokteran dalam penyelidikan suatu Tempat Kejadian
Perkara, dimana hanya akan dibahas TKP yang berhubungan dengan manusia
sebagai korban.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEMPAT KEJADIAN PERKARA


Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah tempat ditemukannya benda bukti
dan/atau tempat terjadinya peristiwa kejahatan atau yang diduga kejahatan
menurut suatu kesaksian 2. Tempat korban pertama kali ditemukan disebut sebagai
TKP pertama (primary scene), yang bukan selalu merupakan tempat dimana
sesungguhnya peristiwa tersebut telah terjadi. Jadi, dalam kasus pembunuhan,
kadang-kadang masih dapat ditemukan lokasi lain dimana barang bukti penting
lain dapat ditemukan. Lokasi-lokasi yang dapat digolongkan sebagai TKP adalah :
1. Tempat dimana korban ditemukan.
2. Tempat dimana tubuh korban dipindahkan.
3. Tempat dimana telah terjadi serangan yang mengakibatkan kematian
korban.
4. Tempat-tempat dimana ditemukan barang bukti yang ada hubungannya
dengan kejahatan (bagian dari tubuh manusia, kendaraan yang dipakai
untuk mengangkut korban, dan lain-lainnya).
Tempat lain yang perlu dan bahkan sering banyak memebrikan informasi serta
barang bukti adalah rumah kediaman tersangka 1.

2.2 TINDAKAN PERTAMA DI TKP


Penyelidikan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan integrasi dari
ilmu pengetahuan, logika, dan hukum, dimana proses ini biasanya berlangsung
lama dan sangat melelahkan. Penyelidikan ini melibatkan dokumentasi dari
tempat kejadian dan pengumpulan barang bukti yang mungkin dapat memberikan
petunjuk mengenai apa yang terjadi dan tersangkanya. Tidak ada dua TKP yang
sama persis, tidak ada barang bukti yang sama persis, karena itu, tidak ada suatu
pendekatan investigasi yang sama persis untuk dua kasus yang berbeda 4.

6
Tindakan pertama yang dilakukan di TKP biasanya dikerjakan oleh polisi
yang datang pertama kali di TKP setelah mendengar, menjumpai, menerima
laporan, pengaduan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana. Kegiatan yang
dilakukan oleh petugas ini bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan pertolongan pertama terhadap masyarakat
maupun korban.
2. Menutup dan mengamankan TKP (mempertahankan status quo) terhadap
barang bukti manusia maupun benda.
Dalam rangka mengamankan TKP, batas pengaman ditentukan dengan perkiraan:
4

1. membuat batas TKP seluas mungkin, baru kemudian dipersempit kalau


perlu.
2. mengevaluasi TKP atas dasar lokasi dimana tubuh korban ditemukan,
adanya barang-barang bukti lain, keterangan saksi, dan batas-batas yang
sudah ada.
Upaya pengamanan perlu dilakukan sedini mungkin untuk mencegah dan
melindungi barang-barang bukti agar tidak hilang, berubah karena pengaruh cuaca
dan kontaminasi manusia. Umumnya, tanpa adanya pengamanan, maslah
kontaminasi ini baik berdiri sendiri atau bersama-sama dapat mengakibatkn TKP
berantakan dan tidak mungkin dibenahi kembali. 4
Cuaca merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian karena
adanya barang bukti yang mudah berubah atau hilang, misalnya cairan tubuh,
residu, merupakan barang-barang bukti yang akan hilang oleh karena hujan.
Selain itu para penonton, atau bahkan anggota polisi sendiri merupakan
kontaminator yang perlu diwaspadai.
Tindakan pertama di TKP ini penting karena kaberhasilan suatu
penyidikan sangat tergantung dengan tindakan pertama di TKP yang dilakukan
oleh petugas polisi pertama 1.

2.3 PENGOLAHAN TKP

7
Pengolahan TKP merupakan rangkaian penyelidikan dimana penyidik
besama dengan unsur dukungan beberapa pihak berupaya mengungkapkan
peristiwa yang telah terjadi bari bukti-bukti yang didapatkan di TKP 1. Ada
beberapa profesi yang biasanya dilibatkan dalam penyelidikan TKP, yaitu polisi –
yang biasanya datang pertama kali ke tempat kejadian. Polisi bertanggung jawab
mengamankan lokasi kejadian supaya tidak ada barang bukti yang rusak. Pihak
lain yang biasanya dilibatkan dalam penyelidikan adalah tim penyelidik yang
bertugas mendokumentasikan TKP dan mengumpulkan bukti-bukti fisik. Dalam
kasus-kasus tertentu, dapat pula melibatkan specialist (entomologis, ahli forensic),
detektif, dan seorang medical examiner 4.
Pengolahan TKP ini terdiri dari pengamatan umum (general observation),
membuat sketsa dan pemotretan, penanganan korban, saksi dan tersangka, serta
pengumpulan barang bukti.

Pengamatan Umum
Pengamatan umum ini penting, karena pada tahap ini penyidik mendapat
kesempatan untuk berpikir dan tidak emosional 1. Pemeriksaan dilakukan untuk
meyakinkan bahwa teori dari kasus yang sedang dihadapi sesuai dengan
pengamatan penyidik. Pemeriksaan TKP dilakukan untuk mengidentifikasi barang
bukti yang menungkinkan, awal dan akhir dari kasus, dan mendapatkan gambaran
umum dari TKP 4.

Sketsa dan Foto


Sketsa merupakan gambaran sederhana yang menunjukkan letak dan
posisi tubuh diantara objek yang tidak bergerak terhadap objek-objek lain yang
ada di TKP. Dengan sketsa, penyidik dapat menggambarkan secara singkat apa
yang perlu dan menyingkirkan hal-hal yang tidak perlu tampak di foto. Oleh
karena itu sketsa merupakan diagram yang spesifik, selektif, sederhana, dan jelas.
Tanpa sketsa, foto tidak selalu dapat memberikan gambaran yang pasti
perbandingan letak suatu objek dengan yang lain. Hal ini disebabkan oleh karena
efek distorsi maupun perspektif dari kamera. Oleh karena itu, sketsa selalu

8
merupakan suplemen berita acara dan foto. Manfaat dari sketsa adalah sangat
berguna untuk mneyegarkan daya ingat penyidik, saksi, maupun tersangka yang
kooperatif sehingga dapat memberikan pengertian yang lebih jelas kepada
penuntut umum maupun hakim tetntang sesuatu yang kelihatannya komplek,
merekam gambaran dari keadan TKP dan merekam barang-barang bukti 1,4.
Foto berfungsi mengabadikan setiap barang bukti relevan yang
diketemukan dan memperkuat ataupun menyingkirkan barang-banarng bukti yang
tidak diperlukan. Selain itu dapat digunakan sebagai pengganti barang bukti yang
secara fisik tidak dapat dihadirkan di sidang. Fungsi lain dari foto adalah sebagai
penyegar daya ingat sipa saja yang berkepentingan terhadap tindak pidana yang
telah terjadi. Agar foto dapat dipergunakan di pengadilan, diperlukan teknis
pemotretan oleh petugas khusus yang terlatih. Fotografi TKP secara umum dibagi
menjadi dua, gambaran umum dan gambar masing-masing barang bukti 1,4.

Penanganan Korban
Dalam menangani seorang korban perlu dibedakan apakah korban hidup,
diragukan hidup, atau mati. Pada setiap korban hidup atau diragukan
kehidupannya, prinsip tindakan pertolongan pertama harus diprioritaskan.
Sementara tindakan pertolongan pertama diberikan penyidik meminta bantuan
petugas kesehatan atau segera melarikannya ke Rumah Sakit 1. Sewaktu evakuasi
korban, perlu diperhatikan agar tidak terdapat barang bukti yang tercecer, dan
catat hal-hal yang diungkapkan korban. Setibanya dirumah sakit berikan
penjelasan secukupnya pada petugas rumah sakit. Dokter sebaiknya melakukan
koordinasi dengan dokter rumah sakit tentang hal-hal yang dapat membantu
pengumpulan barang bukti, terutama pada luka-tembak dimana anak peluru
merupakan suatu bukti, yang amat penting. Kalau ditemukan anak peluru, perlu
dijaga agar tidak sampai tergores, rusak atau hilang 5.
Sebaliknya, bila tanda-tanda kematian jelas, penyidik tidak akan tergesa-
gesa dan dapat mengadakan pemeriksaan dengan lebih tenang. Bila dianggap
perlu untuk memeriksa korban, penyidik dapat meminta bantuan dokter untuk
datang di TKP dengan tujuan untuk memperkirakan berapa lama korban

9
meninggal, sebab, cara, dan pola kematiannya ataupun hal-hal lain yang dianggap
perlu guna kepentingan penyidikan 4.

2.4 DASAR HUKUM MENDATANGKAN DOKTER PADA PENYIDIKAN


DI TKP
Diperlukan atau tidaknya kehadiran seorang dokter di TKP oleh penyidik
sangat bergantung pada kasusnya, yang pertimbangannya dapat dilihat dari sudut
korbannya, tempat kejadiannya, kejadiannya, atau tersangka pelakunya. Peranan
dokter di TKP adalah membantu penyidik dalam mengungkap kasus dari sudut
kedokteran forensik. Pada dasarnya, semua dokter dapat bertindak sebagai
pemeriksa di TKP, namun dengan perkembangan spesialisasi dalam ilmu
kedokteran, adalah lebih baik jika dokter ahli forensik atau dokter kepolisian yang
hadir 1.
Proses penyidikan membutuhkan kerjasama yang baik dan profesional
antara penyidik dan dokter. Selain itu, kunci keberhasilan penyidikan juga terletak
pada pemeriksaan di TKP. Penanganan yang baik, tepat, cermat, dan dilaksanakan
secara profesional merupakan pertanda akan tercapainya keberhasilan penyidikan
untuk membuat jelas perkara yang dihadapi. Oleh karena itu, dokter dan penyidik
perlu mengetahui bagaimana cara penanganan yang semestinya, bila diharuskan
melakukan pemeriksaan di TKP. 5
Pihak penyidik yang mendapatkan laporan telah terjadi suatu tindak pidana, dapat
meminta bantuan dari dokter untuk melakukan pemeriksaan di tempat kejadian
perkara sesuai dengan Pasal 120 KUHAP, yang bunyinya sebagai berikut:
(1) Dalam hal penyidik mengangap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli
atau orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji dimuka
penyidik maka bahwa ia akan memberi keterngan menurut
pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali bila disebabkan harkat dan
martabat, pekerjaan atau jabatan yang mewajibkan ia menyimpan rahasia
dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Selain itu, terdapat juga Pasal 133 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:

10
“Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban
baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang
merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan
ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.”
Bila dokter menolak untuk datang ke tempat kejadian perkara, sanksi yang
dikenakan padanya adalah dipidana sesuai dengan Pasal 224 KUHP, yang
berbunyi:
“Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-
undang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-
undang yang harus dipenuhinya, diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan.
2. Dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama 6 bulan.”

Dokter harus selalu memperhatikan beberapa hal, mengingat akan kepentinganya


yaitu:
1. siapa yang meminta dokter datang ke TKP, bagaimana permintaan tersebut
sampai ke tangan dokter, dimna TKP, serta saat permintaan tersebut
diajukan,
2. minta informasi secara global tentang kasusnya, dengan demikian dokter
dapat membuat persiapan seperlunya,
3. dokter tidak boleh menambah atau mengurangi benda-benda yang ada di
TKP, seperti: membuang puntung rokok, membuang air kecil di kamar
mandi TKP, dan lain-lain,
4. dokter sebaiknya membuat foto atau sketsa dengan baik karena
kemungkinan ia akan diajukan sebagai saksi selalu ada. Foto atau sketsa
tersebut harus memenuhi stendar sehingga antara dokter dan penyidik
tidak akan terjadi penafsiran yang berbeda atas objek yang sama,
5. dokter harus menilai dengan seksama gambaran umum tentang situasi di
TKP,

11
6. pemeriksaan atas tubuh korban hendaknya dilakukan secara sistematik dan
terarah sesuai ilmu kedokteran forensik 6.
Bila ada permintaan penyidik ke TKP, maka seorang dokter akan menghadapi 2
aspek, yaitu aspek pertolongan pertama korban dan aspek kedokteran forensik
Dengan demikian peralatan yang perlu dibawa adalah : 4
a. Perangkat pertolongan pertama korban
1. Tensi
2. Stetoskop
3. Alat kesehatan termasuk obat – obatan untuk kedaruratan medis.
b. Perangkat TKP aspek kedokteran forensik
1. Pinset anatomi
2. Skalpel
3. Loupe
4. Sarung tangan karet bedah
5. Sarung tangan lapangan
6. Thermometer
7. Kertas saring
8. Pipet
9. Senter
10. Meteran
11. Penggaris
12. Botol plastik (untuk spesimen)
13. Kertas lakmus
14. Amplop
15. Lak
16. Tali rami
17. Buku catatan
18. Alat tulis
19. NaCl 0,9%
20. Formalin
21. Kamera

12
22. Kompas.

Tanda-tanda yang menunjukkan bahwa seseorang itu telah meninggal dunia


adalah sebagai berikut :
a. Terhentinya denyut jantung.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menempelkan telinga ke dada sebelah kiri dari korban.
b. Terhentinya pergerakan pernapasan.
Hal tersebut dapat diperiksa dengan mengamati pergerakan dada korban,
atau dengan menempatkan cermin bersih dihadapan hidung dan mulut
korban. Kalau korban masih hidup terlihat adanya pergerakan dada atau
cermin menjadi keruh.
c. Kulit tampak pucat.
d. Melemasnya otot-otot tubuh.

Mentukan perkiraan saat kematian


Untuk memperkirakan saat kematian,hal-hal yang diperiksa adalah sebagai berikut
:
a. Lebam mayat. (livor mortis, post mortem hypostasis).
1. Terdapat pada bagian-bagian tubuh yang terendah.
2. Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian.
3. Sebelum 8-12 jam setelah kematian, lebam mayat menghilang pada
penekanan.
4. Setelah 8-12 jam, lebah mayat tidak menghilang pada penekanan.

b. Penurunan suhu mayat. 6


1. Cara pengukuran suhu mayat adalah dengan memasukkan termometer air
raksa kedalam rektum (anus, lubang dubur), sedalam 10 cm selama 3
menit.
2. Rata-rata penurunan suhu mayat adalah 1,5 Fper jam (pada suhu
lingkungan 70 F).

13
3. Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan suhu mayat
adalah :
Saat Kematian = 98,6 F - Suhu rektal mayat
1,5
c. Kaku mayat. (Rigor Mortis)
1. Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal (setelah mati), dan
mencapai puncaknya 10-12 jam post
2. mortal. Kaku mayat dimulai dari otot-otot wajah, leher, lengan, dada,perut
dan tungkai.
3. Kaku mayat maksimal akan bertahan sampai 24 jam post mortal.
4. Setelah 24 jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan
terjadinya, yaitu dimulai dari otot-otot wajah,leher, lengan, dada, perut dan
tungkai.
5. Pada kematian karena infeksi, konvulsi (kejang-kejang), suhu keliling
yang tinggi serta keadaan gizinya jelek, akan mempercepat terbentuknya
kaku mayat.

d. Pembusukan. 6
1. Tanda awal dari pembusukan akan tampak sebagai pewarnaan kehijauan
pada daerah perut kanan bawah. Pembusukan akan menyebar keseluruh
perut dan kemudian kedaerah dada.
2. Pada akhir minggu pertama tubuh akan seluruhnya berwarna kehijauan
dan disana sini akan tampak merah ungu.
3. Pembentukan gas dalam tubuh akan dimulai pada awal minggu kedua.
Tanda-tandanya adalah perut akan tampak,menggelembung dan
dindingnya tegang. Gelembung pembusukan akan tampak jelas biasanya
pada daerah kantung zakar dan buah dada.
4. Setelah tiga atau empat minggu rambut akan mudah dicabut, kuku-kuku
akan terlepas, wajah akan tampak menggembung mata akan tertutup erat
oleh karena penggembungan pada kedua kelopak mata, bibir akan

14
menggembung dan mencucur, lidah akan menggembung dan terjulur
keluar.
5. Menurut Casper keadaan mayat setelah berada selama 1 minggu di udara
terbuka adalah sama dengan 2 minggu didalam air dan 8 minggu didalam
kuburan.
6. Mumifikasi dapat terjadi bila keadaan lingkungan menyebabkan
pengeringan dengan cepat sehingga dapat menghentikan proses
pembusukan.

Praktek untuk memperkirakan saat kematian berdasarkan pada tiga


perubahan setelah kematian yang pokok, yaitu: lebam mayat, penurunan suhu dan
kaku mayat.Perlu diingat bahwa penentuan saat kematian yang tepat adalah tak
mungkin. Usaha maksimal dari ilmu kedokteran forensik adalah memperkirakan
saat kematian yang mendekati ketepatan. 6
Menentukan identitas atau Jati diri korban
Dalam menentukan identitas korban, hal-hal yang dilakukan adalah sebagai
berikut :
a. Mencatat nama, Jenis kelamin, umur, alamat, pekerjaan,
kalau diketahui (dari kartu identitas, penyidik atau saksi-saksi).
b. Posisi korban saat ditemukan.
c. Pakaian yang melekat, termasuk perhiasan.
d. Tinggi badan, berat badan (atau taksiran kasar), habitue
(atletis, pyknis, kurus, gemuk, sedang), suku bangsa, warna kulit, warna
rambut, gigi geligi (gigi lengkap, gigi yang sudah dicabut, ada gigi palsu,
gigi emas, dsb.), ukuran sepatu.
e. Barang-barang atau cairan tubuh, obat-obatan atau
peralatan yang ada di sekitar korban 5.

Penanganan Saksi dan Tersangka


Baik dari tersangka maupun saksi diadakan interview ataupun pemerisaan
singkat untuk mengetahui keterlibatannya dalam tindak pidana yang telah terjadi.

15
Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut dapat dicari petunjuk selanjutnya
guna pengembangan penyidikan yang sedang berjalan. 7
Pemeriksaan terhadap tersangka meliputi identitas, kesehatan tubuh, tanda
kekerasan, kesehatan jiwa, adanya barang bukti lain yang masih terdapat pada
tubuh tersangka dan lain pemeriksaan yang dianggap perlu. Dari hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan terharap tersangka, dokter dapat menyarankan
apakah ia bisa ditahan atau perlu perawatan 1.

Penanganan Barang Bukti


Dalam kasus tertentu, penyidik akan meminta bantuan petugas kesehatan
untuk mendapatkan barang bukti yang masih melekat pada tubuh korban : pakaian
yang dikenakan dengan lumuran darah, lubang tembak atau robekan akibat
tusukan benda tajam. Untuk melepas baju korban, pakaian ini seharusnya tidak
disobek atau digunting begitu saja, melainkan sebaiknya digunting pada bagian-
bagian yang masih utuh.
Barang bukti lain seperti luka-luka pada tubuh sebaiknya dicatat, dan
dijelaskan dengan rinci tentang apa yang dilihat, bila mungkin dipotret sebelum
dilakukan tindakan terhadap luka-luka tersebut 4.
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat
kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan
dari permasalahan sebagai berikut :
a. Jenis luka apakah yang terjadi ?
b. Jenis kekerasan/senjata apakah yang menyebabkan luka ?
c. Bagaimanakah kualifikasi luka itu ?

Dengan demikian pada pemeriksaan luka yang ditemukan pada mayat, hal- hal
yang perlu dicatat adalah :
a. Jenis luka
b. Lokasi luka (contoh : di pipi kanan, 2 cm dibawah mata kanan, 1
cm diatas bibir atas dsb)

16
c. Ukuran luka. Sebutkan panjang dan lebar serta dalamnya (cm)
d. Dasar luka ( misalnya : tulang, otot, dsb).
e. Penjelasan lain yang perlu 5.

Pada setiap kejahatan hampir selalu ada barang bukti yang tertinggal.
Barang bukti tersebut jika diteliti dengan memanfaatkan berbagai macam disiplin
ilmu kedokteran forensik (forensic science) maka tidak mustahil kejahatan itu
dapat terungkap. Dalam pengumpulan barang bukti dari TKP, penyidik
mempunyai beberapa tujuan utama yaitu untuk kepentingan rekonstruksi tindak
kejahatan, mengidentifikasi pelaku, menjaga barang bukti untuk analisa lebih
lanjut serta sebagai alat bukti di pengadilan. Oleh karena itu pada kasus-kasus
tindak pidana yang dilakukan terhadap manusia perlu dicari sebanyak mungkin
barang bukti medik, baik yang berasal dari korban maupun dari pelaku. Barang
bukti medik yang berasal dari tubuh korban akan lebih banyak memberikan
informasi seputar proses terjadinya kejahatan, sedangkan yang berasal dari tubuh
pelaku akan menunjukkan informasi identitasnya 4,6.
Salah satu tugas dokter di tempat kejadian perkara (TKP) adalah
mengumpulkan benda-benda bukti yang berkaitan dengan korban, terutama
sampel biologis untuk dikirim ke laboratorium. Sampel biologis yang dimaksud
meliputi darah, air mani, rambut, jaringan tubuh, air liur dll. Sedangkan barang
bukti medis adalah racun, obat-obatan, dll. Selalu gunakan prosedur pencegahan
bahaya atau infeksi dalam pengumpulan sampel biologis. Pastikan untuk memakai
sarung tangan, pakaian pelindung, masker dan atau kacamata pelindung jika
situasi mengharuskan 7,8.
Pengambilan benda-benda bukti tersebut juga tetap harus mematuhi
prosedur pengambilan barang bukti secara umum. Perlu diingat moto “to touch as
little as possible and to displace nothing”, yaitu tidak boleh menambah atau
mengurangi benda-benda yang ada di TKP. Dokter tidak boleh membuang barang
sembarangan di TKP, meninggalkan perlengkapannya, atau membuang air kecil di
kamar mandi, karena semua itu dikhawatirkan akan menghilangkan barang-barang
bukti yang lain. Beberapa tindakan lain yang dapat mempersulit penyidikan

17
seperti memegang setiap benda di TKP tanpa sarung tangan, mengganggu bercak
darah, membuat jejak baru serta melakukan pemeriksaan sambil merokok 2,7.
Peralatan yang sebaiknya dibawa saat pemeriksaan di TKP adalah sarung
tangan, kamera, film berwarna dan hitam putih (untuk ruangan gelap), lampu
kilat, lampu senter, lampu ultraviolet, alat tulis, tempat menyimpan barang bukti
berupa amplop atau kantung plastik, pinset, skalpel, jarum, tang, kaca pembesar,
termometer rektal, termometer ruangan, sarung tangan, kapas, kertas saring serta
alat tulis (spidol) untuk memberikan label pada barang bukti. Label pada barang
bukti harus dituliskan tentang jenis barang bukti, lokasi penemuan, saat
penemuan, dan keterangan lain yang diperlukan 2. Keterangan itu dapat berupa
penjelasan lengkap mengenai barang bukti, jika ada nomor serinya maka harus
ditulis juga, tidak lupa inisial penyidik yang mengumpulkan barang bukti serta
nomor identitasnya 8.
Sebelum dokter melakukan pemeriksaan maka TKP harus diamankan atau
dijaga keasliannya oleh petugas (dengan memasang garis polisi) serta diabadikan
dengan membuat foto dan sketsa keadaan di TKP. Sebelum melakukan prosedur
“trace evidence” atau pencarian barang bukti, dokter harus membuat foto dan
sketsa TKP serta barang bukti yang disimpan dengan baik untuk keperluan ketika
diajukan sebagai saksi di pengadilan. Foto dan sketsa itu akan mempermudah
dokter untuk mengingat kembali kasus yang pernah diperiksanya. Pembuatan foto
dan sketsa juga harus memenuhi standar sehingga tidak akan terjadi penafsiran
yang berbeda antara dokter dan penyidik pada sebuah obyek yang sama 7.
Setelah seluruh TKP terdokumentasikan, lokasi penemuan dari masing-
masing barang bukti sudah dicatat atau ditandai, maka proses pengumpulan
barang bukti bisa dimulai. Proses pengumpulan biasanya akan dimulai dari barang
bukti yang paling rapuh atau paling mudah hilang. Pertimbangan khusus dapat
diberikan pada barang bukti yang perlu untuk segera dipindahkan. Pengumpulan
barang bukti bisa berlangsung bersamaan dengan prosedur penyidikan yang lain.
Pengambilan gambar juga bisa terus dilakukan jika penyidik menemukan barang-
barang bukti baru yang belum terdokumentasikan sebelumnya karena tersembunyi
dari penglihatan 8.

18
Sebagian besar barang bukti disimpan dalam wadah kertas seperti paket,
amplop dan kantung. Benda cair dapat dikirim dalam wadah yang tidak mudah
pecah dan tidak mudah bocor, seperti tabung reaksi kering. Barang bukti bekas
terbakar (arson) disimpan dalam kaleng logam bersih dan kedap udara. Hanya
barang bukti berupa serbuk dalam jumlah banyak yang disimpan dalam kantung
plastik. Barang bukti yang lembab dan basah (darah, tanaman, dll) dapat disimpan
dalam wadah plastik saat di tempat kejadian untuk dikirim ke tempat pemeriksaan
hanya jika waktu pengiriman kurang dari dua jam. Hal ini untuk mencegah
kontaminasi dari barang bukti yang lain. Setelah tiba di lokasi yang aman, barang
bukti tersebut harus dibuka dari wadahnya dan dikeringkan di udara. Barang bukti
dapat disimpan kembali dalam wadah kertas yang kering. Barang bukti yang
lembab tidak boleh disimpan dalam wadah plastik atau kertas lebih dari dua jam.
Keadaan lembab memungkinkan pertumbuhan mikroorganisme yang bisa
menghancurkan atau mengubah barang bukti 8.
Barang bukti yang berupa bercak kering di atas dasar keras harus dikerok
dan dimasukkan ke dalam amplop atau kantung plastik. Bercak pada kain harus
diambil seluruhnya atau apabila bendanya besar digunting dan dimasukkan ke
dalam amplop atau kantung plastik. Benda-benda keras diambil seluruhnya dan
dimasukkan ke dalam kantung plastik. Mayat yang ditemukan dibungkus dengan
plastik atau kantong plastik khusus mayat (kantong mayat) setelah sebelumnya
diabadikan letak dan posisinya serta pemeriksaan sidik jari oleh penyidik. Kedua
tangan mayat juga harus dibungkus plastik sebatas pergelangan tangan. Setiap
barang yang bisa saling mengontaminasi harus disimpan secara terpisah. Wadah
harus ditutup dan diamankan untuk mencegah percampuran dalam proses
pengiriman 2.
Mayat dan barang bukti biologis atau medis, termasuk obat atau racun
dikirim ke Instalasi Kedokteran Forensik atau ke Rumah Sakit Umum setempat
untuk pemeriksaan lanjutan. Apabila tidak tersedia sarana pemeriksaan
laboratorium forensik, maka dikirimkan ke Laboratorium Kepolisian atau ke
Bagian Kedokteran Forensik. Barang bukti bukan biologis dapat langsung
dikirimkan ke Laboratorium Kriminal atau Forensik Kepolisian daerah setempat 2.

19
Setiap jenis barang bukti mempunyai nilai yang khusus dalam penyidikan.
Nilai ini harus selalu disimpan dalam ingatan penyidik ketika melakukan
penyidikan di TKP. Sebagi contoh, ketika melakukan penyidikan di TKP penyidik
harus lebih memprioritaskan untuk mencari sidik jari yang bagus daripada
mengumpulkan serat baju yang tertinggal. Karena sidik jari dapat
mengidentifikasi secara tepat orang yang pernah berada di TKP, sedangkan serat
baju bisa berasal dari siapa saja yang mengenakan baju yang berbahan sama.
Dalam kondisi khusus mungkin saja mengumpulkan serat baju menjadi lebih
penting karena ada dalam jumlah banyak pada tubuh korban serta tidak ditemukan
sidik jari di TKP. Lebih baik mengumpulkan lebih banyak barang bukti daripada
kurang. Penyidik seringkali hanya mempunyai sekali kesempatan melakukan
penyidikan di TKP, maka harus dimanfaatkan sebaik-baiknya 8.

2.5 BARANG BUKTI BIOLOGIS


A. DARAH
1. Bercak Darah
Bercak darah pada tindak pidana sering ditemukan pada tubuh korban,
lantai sekitar tubuh korban, dinding, perabot rumah tangga (almari atau meja),
senjata tajam, pakaian dan kendaraan bermotor (pada kecelakaan lalu lintas).
Apabila ditemukan bercak darah, maka perlu diperhatikan letak bercak darah
untuk mengetahui bagaimana posisi korban saat menerima luka dan untuk
mengetahui dari mana darah berasal. Kedua perlu diperhatikan bentuk atau
gambaran bercak darah untuk mengetahui bagaimana cara darah menempel pada
obyek dan dari mana darah berasal 6.
Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah adalah 9 :
a. Duk steril f. Pisau skalpel sekali
b. Benang steril (threads) pakai
c. Kaca obyek g. Gunting kecil
d. Air bersih (distilled h. Penjepit kecil
water) (tweezers)
e. Skalpel

20
Gambar 1. Alat dan perlengkapan pengambilan sampel darah9.

Pemeriksaan laboratoris untuk bercak darah meliputi menentukan bercak


merah itu darah atau bukan, menentukan bercak darah manusia atau bukan dan
menentukan jenis golongan darah 6. Laboratorium Kriminal pada masa kini telah
menggunakan tiga kategori luas dalam analisa bercak darah. Ketiga kategori itu
adalah :
a. Pemeriksaan serologik konvensional.
Menganalisa protein, enzim dan antigen dalam darah. Substansi ini sangat
mudah terdegradasi daripada DNA dan jenis pemeriksaan ini memerlukan
sejumlah besar sampel dalam kondisi bagus untuk hasil yang optimal.
Jenis pemeriksaan ini jarang bisa mengidentifikasi seseorang secara
statistik.
b. Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) DNA analysis.
Analisa langsung pada sekuensi DNA tertentu yang terdapat dalam sel
darah putih. DNA lebih sulit terdegradasi daripada protein, enzim dan
antigen. Tes RFLP DNA biasanya dapat mengidentifikasi personal secara
statistik (satu dari beberapa juta atau beberapa milyar) dan memiliki
kekuatan validitas di sidang pengadilan. Metode ini juga memerlukan
sejumlah besar sampel untuk memperoleh hasil yang signifikan.

21
c. Polymerase Chain Reaction (PCR) DNA analysis.
Analisa pada sekuensi DNA tertentu yang telah disalin berkali-kali sampai
pada batas jumlah yang dapat dideteksi. PCR dapat bekerja baik pada
sampel yang terdegradasi maupun sampel yang berjumlah sedikit.
Teknologi PCR juga mempunyai kekuatan validitas di sidang pengadilan.
Saat ini, terdapat perhatian untuk kemungkinan adanya kontaminasi yang
bisa memberikan hasil pemeriksaan yang salah. Satu-satunya cara
munculnya hasil yang salah adalah karena kontaminasi silang langsung
dari sampel yang basah.
Pada masa sekarang, pengadilan tidak mengakui barang bukti darah dapat
berhubungan secara meyakinkan dengan individu. Pengadilan lebih percaya pada
sidik jari, jejas gigitan, patahan kuku dan tulisan tangan. Jika hasil pemeriksaan DNA
digunakan dalam pengadilan, maka bisa menjadi alat bukti yang berhubungan dengan
individu dengan derajat ketepatan yang tinggi. Sebenarnya, analisa RFLP DNA
dikenal dengan sebutan “sidik jari DNA”. Pengadilan membuat peraturan bahwa hasil
pemeriksaan DNA hanya bisa diberikan dalam bahasa statistik. Seorang ilmuwan
forensik tidak bisa bersaksi bahwa bercak darah yang ditemukan berasal dari individu
secara spesifik. Dia dapat bersaksi berdasarkan studi populasi, hanya satu orang
dalam beberapa juta atau milyar yang mempunyai profil DNA yang khas. Dia bisa
bersaksi jika tersangka atau korban mempunyai profil DNA tersebut 8.

1.1 Bercak Darah Kering


Jika benda yang terkena noda darah berukuran kecil dan mudah diangkut,
maka kemas dalam kantung kertas atau amplop. Keuntungannya adalah interaksi
yang minimal antara penyidik dengan bercak darah, memudahkan ahli serologi untuk
mengambil sampel dan kemungkinan kontaminasi serta penipisan bisa diminimalkan
dengan menghindari penggunaan air sebagi media pengumpulan. Kerugiannya adalah
pekerjaan lebih untuk ahli serologi dan benda yang berukuran besar memerlukan
ruang penyimpanan yang besar pula.

22
Jika benda yang terkena noda darah terlalu besar dan sulit diangkut ke
laboratorium, maka teknik berikut bisa digunakan untuk mengumpulkan bercak darah
:
a. Memotong bagian benda yang terkena noda darah.
Daerah kontrol negatif (yang tidak terkena noda) juga harus dipotong jika ada,
kemudian dikemas dalam wadah terpisah. Keuntungannya adalah
menghindari penggunaan air sebagai media pengumpul, membutuhkan sedikit
interaksi antara penyidik dengan barang bercak darah, tidak membutuhkan
ruang penyimpanan yang besar. Kerugiannya penyidik harus menentukan
bagian mana yang harus diambil dan sebagian material terlalu sulit atau keras
untuk dipotong.
b. Selotip pada bercak darah.
Tempelkan selotip sidik jari (jangan sampai menyentuh sisi lengket selotip
dengan tangan telanjang) pada bercak darah dan daerah sekelilingnya. Tekan
sambil menggeser bagian selotip yang tidak lengket dengan ujung tumpul
pensil untuk memastikan penempelan yang sempurna. Angkat noda darah
seperti mengangkat sidik jari dan tempatkan pada penutup vinyl acetate
(jangan menggunakan penutup kertas karena membuat noda sulit untuk
dianalisa). Proses ini bisa diulang beberapa kali pada noda yang sama jika
diperlukan. Berikan label pada noda dan kemas dalam amplop kertas.
Keuntungannya adalah penghindaran penggunaan air sebagai media
pengumpulan, kontrol negatif bisa dikumpulkan, membutuhkan sedikit ruang
penyimpanan dan merupakan teknik yang mudah untuk dikerjakan.
c. Mengerok bercak darah ke dalam wadah kertas.
Gunakan alat yang bersih dan tajam untuk mengerok bercak darah ke dalam
wadah kertas. wadah tersebut diberi label dan dimasukkan dalam amplop
kertas. jangan gunakan wadah plastik karena listrik statis akan menyebabkan
kerokan bercak darah akan menempel pada pinggiran wadah. Teknik ini bisa
dikombinasikan dengan teknik selotip dengan mengerok bercak di sisi lengket

23
selotip. Keuntungannya karena tidak menggunakan air, menggunakan sedikit
ruang penyimpanan. Kerugiannya penyidik harus menentukan bercak yang
harus diambil, ketika dikerok bercak darah cenderung untuk pecah menjadi
bagian-bagian kecil, sangat sulit untuk menampung kerokan, kerokan mudah
sekali hilang kecuali dengan teknik kombinasi, sebagian permukaan sulit
dikerok.
d. Menyerap noda dengan setengah inci gulungan benang lembab.
Gunakan hanya air yang bersih untuk membasahi atau melembabkan benang
putih nomor 8. Jangan menyentuh benang dengan tangan telanjang. Letakkan
benang dengan sepasang lidi kapas bersih. Gulingkan gulungan benang di atas
bercak darah, hingga noda dapat terserap ke dalam kapas. Ulangi sampai
minimal empat gulungan benang terpakai. Keringkan di udara lalu kemas
dalam wadah kertas dan masukkan ke dalam amplop. Keuntungan teknik ini
adalah noda darah berkonsentrasi pada area yang kecil dan membutuhkan
sedikit ruang penyimpanan. Kerugiannya adalah penggunaan air
memungkinkan penipisan dan kontaminasi pada noda darah. Untuk
menguranginya gunakan etanol 70% atau aseton.
e. Menyerap noda dengan setengah inci persegi duk katun.
Prosedurnya sama dengan di atas, kecuali bahannya yang berupa 100% katun
muslin (kain katun tipis). Duk harus dididihkan dengan air bersih dan
dikeringkan di udara sebelum digunakan. Langkah ini untuk menghilangkan
pengaruh muslin. Jangan menyentuh kain dengan tangan telanjang.
Keuntungannya adalah bercak terkumpul pada permukaan yang relatif kecil,
memudahkan penanganannya, dan hanya memerlukan sedikit ruang
penyimpanan. Kerugiannya sama dengan menggunakan gulungan benang 8.

1.2 Bercak Darah Basah


a. Jika benda yang kena bercak darah kecil dan mudah dimuat, kemas dalam
kantung kertas atau dengan kantung plastik untuk menghindari kontaminasi.

24
Bawa ke tempat yang aman dan keringkan di udara. Kemas kembali dalam
wadah kertas yang baru. Keuntungannya adalah memerlukan sedikit interaksi
penyidik dengan barang bukti, memungkinkan ahli serologi dalam
pengambilan sampel. Kerugiannya tambahan kerja bagi ahli serologi dan
benda yang besar memerlukan tempat penyimpanan yang besar pula.
b. Jika benda terlalu besar dan tidak mudah diangkut, serap bercak dengan duk
katun muslin seperti di atas. Kemas dalam wadah kertas dan langkah
selanjutnya sama dengan di atas. Keuntungan cara ini lebih mudah dikerjakan,
memerlukan sedikit tempat penyimpanan dan bercak terkonsentrasi pada area
yang kecil 8.
Langkah pertama setelah menemukan bercak yang diduga darah adalah
dengan melakukan tes penyaringan (presumptive test) untuk membedakan apakah
bercak merah itu benar-benar darah atau bukan3. Pada kasus di mana bercak darah
tidak bisa terlihat dengan jelas, seperti pada kondisi ketika pelaku kejahatan telah
menghapus bercak darah atau senjata yang digunakan telah dicuci, maka kita bisa
menggunakan Luminol test8. Luminol adalah cairan kimia yang jika dikenakan pada
bercak darah, meskipun bercak itu sudah sangat tipis akan menyebabkan bercak darah
itu berpendar dalam gelap. Teknik ini sudah lazim digunakan oleh ahli forensik,
biasanya mereka akan menyemprotkan cairan luminol pada benda yang dicurigai
pernah terkena darah dan dengan segera bisa dilihat luminesensi berwarna biru pucat.
Meskipun teknik ini sudah populer, tetapi memiliki beberapa kelemahan, yaitu :
a. Pemeriksaan secara empirik untuk menentukan sebuah bercak adalah
darah adalah dengan penampakannya. Jika itu adalah bercak darah,
maka harus terlihat seperti darah pada umumnya. Bercak darah juga
harus terdapat dalam jumlah yang cukup untuk confirmatory test dan
genetic markers test. Ini memerlukan bercak darah yang terlihat
dengan mata telanjang. Reaksi luminol adalah tes yang paling baik
untuk tes penyaringan. Tetapi jika bercak sudah sangat tipis, sehingga
hanya bisa dilihat dengan luminol, maka selanjutnya tidak bisa lagi

25
dilakukan tes konfirmasi (meyakinkan) terhadap keberadaan bercak
darah.
b. Luminol bisa memberikan hasil positif palsu. Luminol akan bereaksi
dengan ion tembaga, bahan dari tembaga, bahan dari besi, dan ion
kobalt. Senyawa ini juga akan bereaksi dengan potassium
permanganate (ditemukan pada beberapa pewarna pakaian atau
rambut) dan hydrated sodium hypochlorite (pemutih). Ferricyanide
dan peroksidase tanaman juga bisa memberikan reaksi palsu.
c. Penelitian menunjukkan luminol akan menyebabkan hilangnya
beberapa penanda genetik (genetic markers).
d. Karena luminol adalah water based (berbahan dasar cair), maka bisa
menyebabkan jejak darah semakin melebar secara pelan. Luminol juga
bisa menyebabkan bercak yang sudah tipis menjadi semakin tipis
sehingga menurunkan volume bercak darah kurang dari batasan
minimal untuk pemeriksaan penanda genetik.
Sayangnya, beberapa penyidik menggunakan luminol sebagai pilihan pertama
untuk mendeteksi darah. Dengan menggunakan luminol secara ceroboh, dapat
memungkinkan kehilangan informasi penting dalam bercak darah. Ketika sedang
mencari bercak darah di TKP, khususnya darah yang sudah dibersihkan, penyidik
harus menggunakan cahaya berintensitas tinggi untuk mencari jejak darah. Bercak
darah tidak mudah dihilangkan, bercak darah seringkali meninggalkan noda
kecokelatan setelah seseorang berusaha menghilangkannya. Darah juga cenderung
mengalir ke retakan lantai, pinggiran karpet, dll. Dengan melakukan pemeriksaan
secara menyeluruh terhadap TKP dengan cahaya yang terang biasanya penyidik dapat
menemukan bercak tersebut 8.
Metode lain yang digunakan pada tahap penyaringan adalah Tes Benzidine
(leuko-malachite green test). Tes ini berdasarkan reaksi pelepasan oksigen oleh
hemoglobin jika ditambahkan hidrogen peroksida. Oksigen yang terlepas akan
mengoksidasi senyawa benzidine yang telah tercampur dalam cairan asam sehingga

26
terbentuk warna biru cerah. Tes tersebut bisa dilakukan pada bercak yang kecil
dengan cara mengusap bercak menggunakan kertas filter untuk kemudian dikerjakan
pemeriksaan di kertas filter tersebut. Hanya bercak yang memberikan hasil positif
saja yang diperiksa lebih lanjut 6,9.
Kelemahan senyawa benzidine adalah sifat karsinogeniknya, maka
penggunaannya harus sangat hati-hati. Pengganti senyawa benzidine yang lebih aman
kini sudah mulai digunakan secara bertahap. Di antara tes itu adalah Tes
Phnolphtalein atau castle-Meyer test 6,7.
Tes meyakinkan (confirmatory test) adalah kelanjutan dari tes penyaringan
untuk meyakinkan bahwa darah yang diperiksa benar-benar darah manusia dan bukan
darah binatang. Metode pemeriksaan pada tahap ini bisa menggunakan :
a. Tes Serologik
Disebut juga Tes Precipitin yaitu dengan menggunakan anti-human
immunoglobulin atau antisera lain.
b. Tes Kimiawi
Tes Takayama dan Tes Teichmann yang berdasarkan pembentukan
kristal-kristal hemoglobin sehingga bisa dilihat dengan mata telanjang
maupun menggunakan mikroskop.
c. Spektroskopik
Tes ini menggunakan berbagai reagensia untuk membentuk berbagai
produk dari hemoglobin sehingga tercipta suatu pola spektrum warna yang
khas, misalnya spektrum warna dari methemoglobin.

d. Mikroskopik
Terutama digunakan untuk memeriksa bercak darah yang masih baru atau
segar sehingga bisa dibedakan dengan melihat bentuk dan inti sel darah
yang ditemukan.

27
Langkah selanjutnya adalah menentukan golongan darah dari bercak yang kita
temukan. Ini penting untuk melihat kesesuaian apakah bercak yang ditemukan berasal
dari korban atau dari orang lain. Penentuan golongan darah bisa menggunakan
berbagai macam metode penggolongan darah, yang terkenal adalah sistem ABO.
Penentuan golongan darah bisa dilakukan pada sampel darah segar maupun yang
telah mengering, bahkan yang masih menempel pada pakaian korban. Selain dari
cairan darah bisa ditentukan juga golongan darah seseorang dari cairan tubuhnya
seperti air liur dan sperma, pemeriksaan ini khusus untuk orang-orang bertipe
sekretor 6.

2. Darah Orang Hidup


Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Membuktikan adanya alkohol, morfin atau zat psikotropika lain pada darah
pelaku tindak pidana (pelanggaran lalu lintas, pemakai narkoba dan lain-lain.)
b. Membuktikan hubungan paternitas pada tindak kejahatan bidang imigrasi
terutama dengan modus pemalsuan identitas keayahan.
c. Membuktikan tindak pidana perzinahan yang mengakibatkan lahirnya anak
dari hasil perzinahan itu 6.

3. Darah Jenazah
Tujuan pemeriksaan ini adalah :
a. Menentukan golongan darah korban untuk dicocokkan dengan bercak darah
yang ditemukan di TKP.
b. Menentukan sebab kematian jika dicurigai ada unsur keracunan dalam proses
kematiannya 6.
Mintalah ahli patologi untuk mengambil sampel darah langsung dari jantung
saat otopsi kemudian dimasukkan ke dalam tabung berisi asam sitrat dan larutan
dekstrosa (untuk pemeriksaan DNA). Dalam kasus tertentu jika tidak didapatkan
darah yang cair, mintalah ahli patologi untuk mengambil potongan hati, tulang dan

28
atau jaringan otot yang dalam untuk diperiksa. Jika korban masih hidup dan akan
dilakukan prosedur transfusi, maka pastikan untuk mengambil sampel darah sebelum
transfusi (biasanya sudah menjadi prosedur tetap di rumah sakit) 5.
Teknik pengambilan sampel darah pada penentuan golongan darah tidak
spesifik dari tempat-tempat tertentu. Tetapi untuk pengambilan sampel untuk
pemeriksaan alkohol perlu diambil dari pembuluh darah balik tepi (vena perifer)
terutama vena femoralis. Bila ada kecurigaan keracunan zat-zat lain perlu diambil
darah dari jantung dan vena perifer, ini bermanfaat untuk mengukur kadar
keracunannya. Metode penyimpanan sampel darah sebaiknya disimpan dalam suhu
4oC di dalam refrigerator dengan penambahan sedikit Sodium Florida untuk
mencegah proses enzimatik pembusukan 6.

B. SPERMA
1. Pemeriksaan Spermatozoa (Sel Sperma)
Spesimen basah diambil langsung dari liang senggama dengan oese platina
atau pipet. Jika tidak bisa diambil menggunakan cara ini, maka perlu penyemprotan
cairan fisiologis ke fornix posterior untuk dipusingkan (di-sentrifuge), diendapkan
kemudian diperiksa di bawah mikroskop. Sperma bisa dilihat langsung di bawah
mikroskop atau dicat dulu dengan Methylen Blue maupun Hematoxylin Eosin.
Spesimen kering perlu dilakukan skrining dulu dengan pemeriksaan di bawah
sinar ultraviolet. Bercak sperma akan mengalami fluoresensi jika terkena sinar
ultraviolet. Bercak yang ditemukan dikerok lalu ditetesi dengan larutan fisiologis
(HCl 1%) atau asam asetat glasial 0,3%. Selanjutnya dapat diperiksa di bawah
mikroskop secara langsung ataupun dicat terlebih dahulu. Dalam pengemasan barang
bukti sperma jangan menggunakan kantung plastik, gunakan kantung kertas dan
tunggu sampai kering di udara dahulu, baru dikirim ke laboratorium 6,5.
2. Pemeriksaan Cairan Sperma (Semen)
Pemeriksaan ini digunakan untuk menghindari salah penafsiran terhadap
bercak sperma yang tidak dapat ditemukan spermatozoa (sel sperma) sehingga

29
dianggap bukan sperma. Untuk mengetahuinya perlu diperiksa unsur-unsur yang ada
di dalam cairan sperma seperti asam fosfatase (acid phospatase), spermine dan kolin
(choline). Metode pemeriksaan untuk spermine adalah dengan Berberio test,
sedangkan untuk choline menggunakan Florens test 6.
Pemeriksaan sperma sangat penting pada tindak pidana perkosaan atau
kejahatan seksual untuk menerangkan kasus tersebut dan mengungkap identitas
pelaku. Pengungkapan identitas pelaku dimungkinkan dengan pemeriksaan golongan
darah dan atau dengan pemeriksaan DNA dari sel-sel yang ditemukan. Untuk setiap
kejahatan seksual, korban harus diperiksa oleh dokter. Tandai semua barang bukti
pakaian dan kemas dalam wadah yang terpisah. Usahakan seminimal mungkin
memegang barang bukti pakaian tersebut 6,8.

C. RAMBUT
Rambut baik rambut kepala maupun kelamin dapat memberikan banyak
informasi bagi kepentingan peradilan. Rambut bisa memberikan informasi mengenai
saat korban meninggal dunia, sebab kematian korban, jenis kejahatan, identitas
korban, identitas pelaku, dan benda/ senjata yang digunakan dalam tindak kejahatan.
Informasi itu dapat diperoleh dengan meneliti sifat-sifat, gambaran mikroskopik serta
perubahan-perubahan yang terjadi akibat trauma atau keracunan. Pemeriksaan rambut
yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui keaslian rambut, membedakan rambut
manusia dan rambut binatang, menentukan identitas pemilik rambut serta informasi-
informasi lain tentang kejahatan 6.
Ambil semua rambut yang ditemukan, gunakan jari atau penjepit kecil untuk
mengambil rambut dan masukkan dalam kemasan kertas atau amplop. Lipat dan
masukkan ke dalam amplop yang lebih besar serta berikan label. Jika rambut
menancap pada suatu obyek, seperti darah kering, pecahan logam maupun kaca,
jangan berusaha untuk memisahkannya. Biarkan tetap menempel dan kemas beserta
bendanya dalam wadah kertas. Jangan memotong rambut, diperlukan sejumlah 50-

30
100 buah rambut atau 30-60 rambut kemaluan dalam kasus perkosaan. Jika seseorang
dicurigai sebagai tersangka kumpulkan contoh rambut dari seluruh bagian tubuhnya 6.
Untuk memeriksa keaslian rambut bisa dilakukan secara mikroskopik.
Rambut yang utuh biasanya terdiri dari akar, batang dan ujung. Akar rambut terdiri
dari jaringan ikat longgar, sedangkan batang rambut terdiri dari kutikula, kortek dan
medula. Serat bukan rambut seperti serat sintetis misalnya, akan mempunyai
gambaran yang homogen 6.
Menentukan rambut yang ditemukan berasal dari manusia atau bukan juga
bisa dilakukan di bawah mikroskop, dan untuk lebih akurat lagi bisa menggunakan
tes presipitasi. Perbedaan rambut manusia dan binatang dapat dilihat dalam tabel
berikut ini :

Perbedaan Rambut manusia Rambut binatang


Morfologi Halus dan tipis Kasar dan tebal
Kutikula Bersisik kecil dan bergerigi Bersisik lebar dan polihidral
Medula Sempit, kadang-kadang tidak Lebar
ada
Kortek Tebal Tipis
Index medula < 0,3 > 0,5
Pigmen Lebih ke arah perifer Di perifer maupun sentral
Tabel 1. Perbedaan rambut manusia dan binatang 6

Identitas pemilik rambut meskipun tidak secara personal bisa ditentukan


secara umum dari pemeriksaan rambut. Rambut sebagai bahan yang tahan terhadap
pembusukan dan bahan-bahan kimia dapat dijadikan salah satu sarana identifikasi
mayat-mayat yang sudah tidak bisa dikenali karena membusuk. Identitas umum
tersebut adalah : 6
a. Umur

31
Lanugo yaitu rambut yang bersifat halus, tidak berpigmen, tidak bermedula
dengan pola sisik yang lebih seragam dapat kita temui pada bayi baru lahir
(neonatus). Pola pertumbuhan kelamin sekunder juga bisa menjadi patokan
umur seseorang, karena rambut pubis dan ketiak akan mulai tumbuh pada
masa adolesen. Warna rambut yang memutih juga bisa diidentifikasi sebagai
milik orang-orang yang sudah tua/ lanjut usia.
b. Jenis kelamin
Rambut laki-laki biasanya lebih kaku dan kasar serta lebih gelap daripada
rambut wanita. Rambut wanita biasanya lebih halus, panjang dan meruncing
ke ujung. Rambut pada dagu (jenggot), bulu dada dan kumis khas pada laki-
laki. Pola penyebaran rambut pubis pada laki-laki dan wanita juga berbeda.
Jika sel-sel akar rambut masih ada, maka bisa dilakukan pemeriksaan sex-
chromatin.
c. Ras
Warna, panjang, bentuk dan susunan rambut bisa memberikan informasi ras
pemiliknya.
d. Golongan Darah
Dengan teknologi sekarang, golongan darah sudah dapat ditentukan dengan
pemeriksaan sehelai rambut dari bagian tubuh manapun.

Ciri-ciri khusus rambut juga dapat membantu proses identifikasi, lebih baik lagi
jika ada pembandingnya. Warna, bentuk, minyak, cat dan struktur mikroskopis dari
rambut dapat dijadikan bahan pembanding bagi kepentingan identifikasi. Nilai
pemeriksaan laboratorium pada spesimen rambut tergantung jumlah rambut yang
terkumpul dan adanya karakteristik yang ditemukan dalam pemeriksaan 6.

32
BAB III
KESIMPULAN

Sebelum pembuktian ilmiah diterapkan dalam sistem peradilan, berbagai cara


tahayul dan kekerasan digunakan oleh para penegak hukum alam peradilan utuk
memperoleh pengakuan tersangka sebagai bukti terhadap kejahatan yang
dilakukannya. Dalam berkembangnya ilmu dan teknologi, penjahat juga lebih
profesional dan berupaya menghilangkan jejak. Pada umumnya dengan mendasarkan
pada informasi saja, penyidikan sering tidak memperoleh bukti material sehingga
pembuktian akan menjadi sia-sia. Oleh karena itu, penyidik mulai beralih untuk
memperoleh data yang ada di tempat kejadian dan mencari informasi dari para saksi
duna membuktikan terjadinya suatu tindak pidana.
Pemeriksaan Tempat Kejadian Perkara (TKP) merupakan hal yang sangat
penting dalam suatu investigasi. Berhasil atau tidaknya suatu penyelidikan sangat
bergantung pada pemeriksaan TKP Dalam meminta pertolongan dokter dalam
penyelidikan TKP, penyidik dikuatkan oleh beberapa dasar hukum. Oleh karena itu,
merupakan kewajiban dokter untuk hadir di TKP apabila diminta terutama dalam
menentukan wajar atau tidaknya suatu kematian, peran dari seorang dokter sangat
diperlukan.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Ballou. S., Stolorow. M., et al. The Biological Evidence Preservation


Handbook: Best Practices for Evidence Handlers. USA: US Department of
Commerence. 2013
2. Dagnan.G., Crime Scene Investigation : Protecting, Processing and
Reconstructing the Scene. USA : Journal of Forensic Identification Vol. 55
No.6. 2005
3. Evans. C., Crime Scene Investigations. USA: Chelsea House. 2009.
4. Miller. M.T., Crime Scene Investigation : Forensic Science: An Introduction
to Scientific and Investigative Techniques. 2012
5. Newton. M., The Encyclopedia of Crime Scene Investigation. USA: Infobase
Publishing. 2008
6. National Police Commision HQ Philippine National Police. Conduct of Crime
Scene Investigation. Philipine : Camp Frame. 2011
7. Robinson, M.R, Cina, J.S., Forensi Scene Investigation. Avaialble from
http://emedicine.medscape.com/article/1680358-overview#showall [Updated
10 Mei 2013]
8. Schollar. J., Harrison.A., Crime Scene investigation. Bioscience Vol.4 No.1.
UK. 2008
9. Travis. J., Rau. R.M., Crime Scene Investigation :A Guide for Law
Enforcement. U.S. Department of Justice.2000

34

Anda mungkin juga menyukai