Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Rhinitis alergi adalah salah satu penyakit yang paling umum secara global dan
biasanya berlangsung sepanjang hidup.1 Rhinitis alergi merupakan penyakit
hipersensitifitas tipe I ( Gell & Coomb) yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE)
pada mukosa hidung. Prevalensi rhinitis alergi diperkirakan sekitar 2-25% pada anak-
anak dan 1-40% pada orang dewasa. Gejala klasik rhinitis alergi adalah gatal hidung,
bersin, rinorea, dan hidung tersumbat yang terjadi akibat infitrasi sel-sel inflamasi dan
dikeluarkannya mediator kimia seperti histamin, prostaglandin dan leukotrien. 2 Gejala
lain berupa rhinokonjungtivitis alergi yang dikaitkan dengan gatal dan kemerahan
pada mata, gatal pada palatum, post nasal drip (PND), dan batuk.1
Prevalensi terbesar pada usia 15-30 tahun. Prevalensi pada usia sekolah dan
produktif meningkat mengakibatkan penurunan kualitas hidup baik fisik, emosional,
gangguan bekerja, sekolah, gangguan tidur, sakit kepala, lemah, malas, penurunan
kewaspadaan dan penampilan, pada anak-anak berhubungan erat dengan gangguan
belajar.2
Rhinitis alergi dapat digolongkan dalam 2 klasifikasi yaitu intermitten bila
gejala kurang dari 4 hari perminggu atau kurang dari 4 minggu dan persisten bila
gejala ditemukan lebih dari 4 hari perminggu atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan
untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dapat diklasifikasikan sebagai
gejala ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas, bersantai dan
olahraga, gangguan belajar, bekerja dan gejala lain yang mengganggu, serta gejala
sedang sampai berat bila terdapat satu atau lebih gejala tersebut diatas.2
Seringkali pasien tidak merasakan gejala rhinitis sebagai sebuah penyakit. 3
Intervensi dini dan tepat dapat memperbaiki kualitas hidup dan produktifrtas pasien
dengan dan juga dapat meningkatkan kernampuan akademik pasien rhinitis alergi
anak serta dapat menurunkan terjadinya komplikasi pada saluran napas bawah.

1
Tujuan terapi adalah menghambat proses patofisiologik yang menyebabkan
terjadinya inflamasi kronik alergik. Penatalaksanaan bersifat holistik berupa edukasi,
penghindaran terhadap alergen, farmakoterapi secara tepat dan rasional dan
imunoterapi.2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi
alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan
alergen spesifik tersebut. Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its
Impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinorea, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang
diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).2

2.2. Etiologi
Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas:2
1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan, misalnya: debu
rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang, serta jamur.
2. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna berupa makanan, misalnya susu,
telur, cokelat, ikan, udang.
3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin
dan sengatan lebah.
4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa,
misalnya bahan kosmetik, perhiasan.
5. Faktor non-spesifik: asap rokok, bau yang merangsang, polutan, bau parfum, bau
deodoran, perubahan cuaca, kelembaban tinggi

2.3. Klasifikasi
Rhinitis alergi sebelumnya dibagi berdasarkan waktu pajanan menjadi
rhinitis musiman (seasonal) dan sepanjang tahun (perennial). 2 Rhinitis alergi

3
musiman disebabkan oleh reaksi yang dimediasi oleh IgE terhadap aeroalergen
musiman. Panjang paparan musiman alergen ini tergantung pada lokasi geografis dan
kondisi iklim. Rhinitis alergi perenial disebabkan oleh reaksi yang dimediasi IgE
terhadap aeroalergen lingkungan perenial. Contohnya tungau debu, jamur, alergen
hewan, atau alergen pekerjaan tertentu, serta serbuk sari di daerah di mana terdapat
serbuk sari terus menerus.4 Klasifikasi rhinitis alergi menurut WHO-ARIA (2001):2
 Menggunakan parameter gejala dan kualitas hidup
 Berdasarkan atas lamanya, dan dibagi dalam penyakit "intermiten" atau
"persisten'
 Berdasarkan derajat berat penyakit, dan dibagi dalam "ringan” atau "sedang-
berat tergantung dari gejala dan kualitas hidup.

Gambar 2.1. Klasifikasi rhinitis alergi3

2.4. Patofisiologi

Tahapan inflamasi yang terjadi pada rhinitis alergi adalah tahap sensitisasi
yang diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi
terdiri dari 2 fase:5
1. Reaksi alergi fase cepat (RAFC) atau Immediate Phase Allergic Reaction
yang berlangsung sejak kontak dengan allergen hingga 1 jam

4
2. Reaksi alergi fase lambat (RAFL) atau Late Phase Allergic Reaction yang
berlangsung 2-4 jam dan dapat berlangsung hingga 24-48 jam paska kontak
dengan allergen. Fase hiperaktif atau masa puncaknya berlangsung pada 6-8
jam setelah kontak dengan allergen.
Pada tahap sensitisasi allergen berupa tungau, serbuk bunga dan lainnya akan
masuk ke saluran pernafasan atas dan melewati lapisan mukosa hidung. Alergen yang
masuk akan ditangkap oleh antigen precenting cells (APC). Fragmen peptide yang
terbentuk dari antigen akan membentuk komplek peptide MHC kelas II setelah
bergabung dengan molekul HLA kelas II. MHC kelas II ini dihantarkan ke sel T
limfosit. Sel penyaji atau APC akan melepaskan sitokin IL-1 yang akan mengaktifkan
Th0 menjadi Th1 dan Th2. Sel T limfosit (Th2) yang teraktifasi akan menghasilkan
sitokin IL-3, IL-4, IL-5 dan IL-13. Sitokin IL-4 dan IL-13 yang dihasilkan ini akan
berikatan dengan reseptor di permukaan sel limfosit B sehingga sel limfosit B
teraktifasi. Sel limfosit B yang diaktifkan akan memproduksi immunoglobulin E
(IgE). Immunoglobulin E (IgE) yang berada di sirkulasi akan ditangkap oleh
reseptornya di permukaan basophil atau sel mastosit sehingga kedua sel ini akan
menjadi aktif.5
Jika saat mukosa hidung yang sudah tersentisasi terkena allergen yang sama,
maka allergen tersebut akan diikat oleh kedua rantai IgE sehingga terjadi degranulasi
mastosit dan basofil yang mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang telah
terbentuk, yaitu histamine. Selain histamin, ada beberapa mediator kimia lain yang
dikeluarkan, yaitu prostaglandin D2(PGD2), leukotrien D4 (LTD4), leukotrien C4
(LTC4), bradikinin, platelet activating factor (PAF) dan sitokin-sitokin lainnya. Fase
inilah yang disebut dengan fase reaksi alergi cepat.5
Histamin yang dikeluarkan akibat reaksi pada fase cepa akan berikatan
dengan reseptor H1 di ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada
hidung dan bersin-bersin. Kelenjar mukosa dan sel goblet akan terangsang juga oleh
histamin sehingga terjadi hipersekresi mukus dan peningkatan permeabilitas kapiler
akan menyebabkan salah satu keluhan pada pasien rhinitis yaitu rhinorea. Efek lain

5
dari histamine yang berikatan dengan reseptornya di pembuluh darah adalah
vasodilatasi. Vasodilatas sinusoid akibat histamine akan menyebabkan terjadinya
penyumbatan rongga hidung. Inter Cellular Adhesion Molecule (ICAM 1) juga akan
dikeluarkan oleh mukosa hidung akibat rangsangan histamin.5
Pada fase cepat, kemotaktik juga akan dikeluarkan oleh sel mastosit. Keadaan
ini akan menyebabkan akumulasi sel neutrofil dan eosinophil di jaringan target.
Respon ini dapat berlangsung hingga 6-8 jam setelah pemaparan. Fase lambat atau
RAFL ditandai dengan peningkatan jumlah sel-sel inflamasi seperti eosinofil,
limfosit, neutrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung. Sitokin-sitokin seperti IL-
3, IL-4, IL-5, Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor (GMCSF) dan
ICAM1 juga akan meningkat jumlahnya di sekret hidung. Gejala hiperaktif yang
terjadi akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya
menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.5

2.5. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Diagnosis rhinitis alergi didasarkan pada riwayat gejala alergi dan
pemeriksaan.9 Ketika 2 atau lebih gejala yaitu rhinorrhea, bersin, hidung tersumbat
dan gatal pada hidung yang bertahan selama ≥1 jam pada satu hari, maka pasien
diduga kuat terkena rhinitis alergi. Bersin merupakan gejala khas, biasanya terjadi
berulang, terutama pada pagi hari. Bersin lebih dari lima kali sudah dianggap
patologik dan perlu dicurigai adanya rhinitis alergi dan ini menandakan reaksi alergi
fase cepat. Gejala lain berupa mata gatal dan banyak air mata.6
Pada keadaan ini, tingkat keparahan penyakit harus diklasifikasikan sesuai
dengan pedoman ARIA. Rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic
Rhinitis and it’s Impact on Asthma), 2001, rhinitis alergi dibagi berdasarkan
sifat berlangsungnya menjadi:3

6
a. Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu
b. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergi dibagi
menjadi:
a. Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
b. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

2) Pemeriksaan fisik6
a. Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok
hidung dengan tangannya karena gatal.
b. Wajah
 Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan
vasodilatasi atau obstruksi hidung.
 Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui
setengah bagian bawah hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas
dengan tangan.
 Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi,
sehingga akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies
adenoid).
c. Pada pemeriksaan faring: dinding posterior faring tampak granuler dan
edema (cobblestone appearance), serta dinding lateral faring menebal. Lidah
tampak seperti gambaran peta (geographic tongue).
d. Pada pemeriksaan rinoskopi:
 Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau kebiruan (livide), disertai adanya
sekret encer, tipis dan banyak. Jika kental dan purulen biasanya berhubungan
dengan sinusitis.
 Pada rhinitis alergi kronis atau penyakit granulomatous, dapat terlihat

7
adanya deviasi atau perforasi septum.
 Pada rongga hidung dapat ditemukan massa seperti polip dan tumor, atau
dapat juga ditemukan pembesaran konka inferior yang dapat berupa edema
atau hipertropik. Dengan dekongestan topikal, polip dan hipertrofi konka
tidak akan menyusut, sedangkan edema konka akan menyusut.
e. Pada kulit kemungkinan terdapat dermatitis atopi.

3) Pemeriksaan Penunjang6
a. Hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung.
b. Pemeriksaan Ig E total serum
Meskipun radioallergosorbent test (RAST) adalah metode yang pertama
digunakan untuk mendeteksi IgE spesifik serum, tes ini belum banyak digunakan
karena membutuhkan isotop radioaktif dan peralatan yang mahal dan juga karena tes
ini tidak dapat mendeteksi beberapa antibodi secara bersamaan. Metode selanjutnya
adalah multiple allergen simultaneous test (MAST). MAST lebih banyak diakai
karena lebih memiliki banyak keunggulan dibandingkan RAST. MAST
menggunakan reagen foto, tidak membutuhkan peralatan yang mahal dan dapat
mendeteksi beberapa alergen secara bersamaan. Tes ini tidak terpengaruh oleh obat-
obatan seperti antihistamin, tidak invasif. MAST memiliki sensitivitas yang lebih
rendah dibandingkan dengan skin prick test. Namun, Finnerty et al.32 melaporkan
bahwa MAST menunjukkan 66,5% dan 78,5% tingkat konkordansi ketika kriteria
untuk positif adalah ≥3 mm dan ≥5 mm, dan mereka merekomendasikan MAST
daripada skin test.
c. Skin test
Skin test penting untuk menentukan jenis alergen. Ada berbagai metode
pemeriksaan yaitu dengan cara goresan, tusukan, intradermal test dan patch test. Di
antaranya, skin prick test biasanya yang paling dianjurkan. Reaksi positif palsu atau
reaksi negatif palsu sering muncul dalam skin test, yang berarti reaksi positif terhadap

8
suatu alergen tertentu dalam skin test tidak selalu memiliki korelasi langsung dengan
reaksi alergi yang sebenarnya di rongga hidung. Skin test ini juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa obat-obatan, terutama antihistamin, usia pasien, dan tempat uji. Jika
seorang pasien memiliki penyakit kulit, skin test sulit untuk dilakukan. Meskipun
banyak kelemahan pada tes ini, namun skin test dianggap sebagai metode diagnostik
yang paling penting.31

Gambar 2.2. Jenis Alergen6

9
2.6. Diagnosis Banding
Diagnosis banding rhinitis alergi adalah sebagai berikut :7
Penyakit Tanda dan Gejala

Rhinitis Nonalergik  Gejala sporadis atau persisten tidak diakibatkan oleh


peristiwa imunopatologis yang dimediasi oleh IgE.
 Nyeri dan gejala postnasal drip sering terjadi.
 Hidung terasa gatal dan bersin jarang terjadi.
 Pemicu nonalergik seperti bau yang kuat, parfum,
asap rokok, dan perubahan terkait cuaca mungkin
dapat ditemukan.
 Jarang pada anak-anak. Timbulnya gejala setelah
usia 20 tahun lebih.
Sinusitis Akut  Akut (<2 minggu), subakut (2 - 6 minggu).
 Penyakit akut sering disebabkan oleh penyebab
infeksi.
 Batuk, sekret hidung berubah warna, dan nyeri
pada wajah
Sinusitis Kronik  Gejala> 12 minggu. Biasanya didiagnosis
dengan gambaran radiologis. Salah satu
karakteristik klinis yang umum dari sinusitis
kronis adalah adanya hiposmia atau anosmia.
 Lebih sering ditandai dengan peradangan kronis
daripada infeksi bakteri, terutama pada orang
dewasa.
 Sering diklasifikasikan sebagai sinusitis kronis
dengan polip hidung, dan sinusitis kronis tanpa
polip hidung
Rhinosinusitis Viral  Episode rhinitis akut (<2 minggu) dengan
hidung tersumbat, rhinorrhea, bersin, dan

10
berbagai tingkat pruritus hidung. Dapat disertair
dengan sakit tenggorokan, mialgia, sakit kepala,
sekret berubah warna, dan demam. Lebih umum
selama musim gugur hingga musim semi

2.7. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan rhinitis alergi adalah mengurangi gejala dan
memperbaiki Health Related Quality of Life (HRQL). Pemilihan terapi dilakukan
berdasarkan keparahan gejala, tipe penyakit dan gaya hidup. Zat-zat penatalaksanaan
riniits lain seperti tiga cara, yaitu: menghindari atau menghilangkan alergen dengan
edukasi, farmakoterapi dan imunoterapi.2,8
Terapi Non-Farmakologis
a. Edukasi
Pasien harus diberi pengetahuan tentang rhinitis alergi, perjalanan penyakit,
dan tujuan penatalaksanaan. Penatalaksanaan medis yang bertujuan untuk
menurunkan atau menghapus sistem imun untuk mengurangi hipersensitivitas
atau keduanya. Selain itu, pasien juga harus memberikan informasi mengenai
efek yang mungkin terjadi untuk mencegah ekspektasi yang salah dan
meningkatkan pasien terhadap obat yag diresepkan.
b. Menghindari alergen secara komplit
Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari on alergen penyebab
(avoidance) dan eliminasi.

Terapi Farmakologis
a. Antihistamin

11
Antihistamin adalah antagonis histamin reseptor H1 yang bekerja secara
efektif pada reseptor H1 dan merupakan farmakologi yang paling sering
digunakan sebagai terapi pertama dalam rhinitis alergi.
Antihistamin dapat mengurangi gejala bersin, rinore dan gatal tetapi hanya
memiliki efek minimal atau tidak efektif untuk mengatasi sumbatan hidung.
Antihistamin yang ideal tidak boleh memiliki efek antikolinergik,
antiserotonin, antiadrenergik tidak melewati sawar otak, tidak menyebabkan
mengantuk dan menggaggu penampilan psikomotor.
Antihistamin generasi pertama adalah lipofilik yang dapat menembus sawar
darah otak dan plasenta dan memiliki efek anti kolinergik. Efek samping yang
terjadi pada Sistem Saraf Pusat (SSP) adalah rasa mengantuk, lemah,
gangguan, gangguan kognitif dan efek serta efek anti kolinergik seperti mulut
kering, konstipasi, hambatan miksi dan glaukoma. Yang termasuk kelompok
ini adalah difenhidramin, klorfeniramin, hidroksisin, klemastin, prometasin
dan siproheptadin.
Antihistamin gerasi yang lebih baik adalah lipofobik, sulit untuk melihat otak
dan plasenta, selektif untuk reseptor H1, tidak memiliki efek antikolinergik,
antiadrenergik dan efek pada SSP sangat minimal tidak mempengaruhi. Obat-
obatan yang termasuk kelompok ini adalah loratadin, astemisol, azelastin,
terfenadin dan cetrisin. Saat ini terdapat dua sediaan antihistamin topikal
untuk rhinitis alergi yaitu azelastin dan levocabastin. Obat-obatan antagonis
H1N1 untuk membantu gejala-gejala yang bersin dan gatal pada hidung.2,9,10
b. Dekongestan
Berbagai alfa adrenergik agonis dapat diberikan secara oral seperti
pseudoefedrin, fenilpropanolamin dan fenilefrin. Obat ini dapat secara efektif
mengurangi dan mengurangi efek minimal dalam mengatasi rinore dan tidak
memiliki efek terhadap bersin, gatal dihidung dan mata. Obat ini bermanfaat
untuk mengatasi rhinitis alergi bila dibandingkan dengan antihistamin. Efek
samping dekongestan oral terhadap SSP adalah gelisah, insomnia, iritabel,

12
sakit kepala, palpitasi, takikardi dan dapat menghambat aliran aliran seni.
Preparat dekongestan topikal seperti oxymetazolin, fenilefrin, xylometazolin,
nafazolin dapat meningkatkan gejala lebih baik daripada preparat oral karena
efek vasokonstriksi dapat menurukan aliran darah ke sinusoid dan dapat
mengurangi edema mukosa hidung.2
c. Kombinasi Antihistamin dan Dekongestan
Kombinasi antihistamin dengan dekongestan banyak. Tujuannya dalam satu
sedian seperti loratadin, feksofenadin, dan cetrizin dengan pseudoefedrin 120
mg dapat membahas semua rhinitis alergi termasuk sumbatan yang tidak dapat
diatasi jika hanya menggunakan antihistamin saja.10
d. Ipratropium Bromida
Ipratropium bromida topikal merupakan salah satu preparat pilihan dalam
mengatasi rintis alergi. Obat ini merupakan preparat antikolinergik yang dapat
mengurangi sekresi dengan cara menghambat reseptor pada permukaan sel
efektor, tetapi tidak ada efek untuk mengatasi lainnya. Preparat ini berguna
pada penderita rhinitis alergi dengan rinore yang tidak dapat diatasi dengan
kortikosteroid intranasal maupun dengan antihistamin.10
e. Sodium Kromoglikat Intranasal
Obat ini memiliki efek untuk mengatasi bersin, rinore dan gatal pada hidung
dan mata, diucapkan empat kali sehari. Preparat ini bekerja dengan cara
menstabilkan membran mastosit dengan menghambat influks ion dengan
moderator pelepas mediator tidak terjadi. Dengan dosis empat kali sehari,
kemungkinan Anda berkurang. Obat ini baik sebagai pencegahan sebelum
gejala rhinitis muncul pada rhinitis alergi terang.9
f. Kortikosteroid Topikal dan Sistemik
Kortikosteroid topikal sebagai terapi pilihan pertama untuk penderita rhinitis
alergi dengan gejala sedang dan berat yang menetap (menetap), karena
memiliki efek anti inflamasi jangka panjang. Studi metaanalisis membuktikan,
kortikosteroid topikal efektif untuk mengatasi rhinitis. Preparat yang termasuk

13
kortikosteroid topikal adalah budesonide, beklometason, flunisolide,
flutikason, mometason furoat dan triamcinolon acetonide. Kortikosteroid
sistemik hanyakuntuk terapi jangka pendek pada rhinitis penderita. Algoritma
berat yang refrakter terhadap terapi pilihan pertama.9

2.8. Komplikasi
a. Sinusitis
Sinus yang terinfeksi dan mengalami peradangan merupakan salah satu dari
komplikasi rhinits alergi yang umum terjadi. Sinusitis bisa terjadi karena lendir atau
ingus yang dihasilkan sinus secara alami tidak dapat mengalir ke hidung lewat
saluran kecil seperti biasanya yang menjadi salah satu faktor penyebab sinusitis.
Ingus tersebut akan menumpuk dan menyumbat saluran yang akhirnya menyebabkan
sinusitis.11
b. Infeksi Telinga Bagian Tengah
Komplikasi rhinitis alergi selanjutnya juga bisa menjadi penyebab dari infeksi
telinga bagian tengah atau dikenal dengan nama otitis media yakni gangguan yang
terjadi pada tabung eustachian. Tabung eustachian tersebut ada di bagian belakang
hidung yang menghubungkan bagian belakang hidung dengan telinga bagian tengah
dan bertugas untuk mengalirkan cairan dna akhirnya menyebabkan gangguan fungsi
daun telinga. Apabila cairan menumpuk dalam telinga bagian tengah yang disebabkan
karena rhinitis alergi, maka akan berubah menjadi infeksi di telinga bagian tengah
tersebut.11
c. Polip Hidung
Polip hidung juga menjadi komplikasi rhinitis alergi dimana terjadi
pembengkakan yang tumbuh dalam hidung dan bisa mengakibatkan radang selaput
hidung. Ukuran dari polip hidung juga bervariasi dan bisa berwarna merah, abu abu
atau kuning. Jika polip yang terjadi ukurannya besar, maka cara mengobati
polip yakni operasi kemungkinan akan dilakukan, akan tetapi jika polip masih

14
berukuran kecil, maka bisa diatasi dengan menggunakan obat semprot hidung steroid
untuk melegakan hidung.11

2.9. Prognosis
Rhinitis alergi akan bertambah berat dengan bertambahnya usia. Kadangkala
rhinitis alergi dapat merupakan masalah pada usia tua dan dengan mengetahui faktor
penyebab, dengan penghindaran dapat mengurangi kekerapan timbulnya gejala.
Penggunaan beberapa jenis medikamentosa profilaksis juga dapat mengurangi gejala
yang timbul. Rhinitis Alergi adalah penyakit kronik yang gejalanya akan hilang
timbul. Komunikasi dengan pasien dan orangtua diperlukan agar pemeriksaan berkala
dilakukan dan pemberian obat dapat disesuaikan dengan fluktuasi gejala. Bila alergen
penyebab diketahui, maka penghindaran alergen pencetus perlu terus menerus
dilakukan. Pada gejala yang menetap dan berat, diperlukan penilaian menyeluruh dan
tatalaksana lanjut, antara lain imunoterapi.12

BAB III

15
KESIMPULAN

Rhinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi


alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang
sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan
alergen spesifik tersebut. Rhinitis alergi dapat menimbulkan gejala bersin-bersin,
rinorea, rasa gatal dan tersumbat yang disebabkan oleh mukosa hidung terpapar
alergen yang diperantarai oleh imunoglobulin E (IgE).
Rhinitis dapat terjadi dengan mekanisme inflamasi yaitu tahap sensitisasi yang
diikuti dengan tahap provokasi atau reaksi alergi. Reaksi alergi yang terjadi terdiri
dari 2 fase yaitu reaksi alergi fase cepat dan reaksi alergi fase lambat.
Untuk menegakkan diagnosis rhinitis alergi dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan
gejala-gejala rhinitis alergi, sementara di pemeriksaan fisik yang khas adalah allergic
salute, allergic shiners dan nasal crease. Untuk pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan hitung eosinofil dalam darah tepi dan sekret hidung, pemeriksaan Ig E total
serum, dan skin test.
Tujuan utama penatalaksanaan rhinitis alergi adalah mengurangi gejala dan
memperbaiki kualitas hidup penderita. Pemilihan terapi dilakukan berdasarkan
keparahan gejala, tipe penyakit dan gaya hidup. Zat-zat penatalaksanaan rhinitis lain
seperti tiga cara, yaitu: menghindari atau menghilangkan alergen dengan edukasi,
farmakoterapi dan imunoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

16
1. Brozek J.L., Bousquet J., Agache L., Agarwal A., Bachert C., Anticevich
S.B., et.al, Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) Guidelines,
Canada, American Academy of Allergy,Asthma and Immunology, 2017:p952
2. Ghanie A., Penatalaksanaan Rhinitis Alergi Terkini, Riau, Balai Penerbit FK
UNSRI, 2007:p1,5.
3. ARIA, At A Glance Pocket Reference in collaboration with the World Health
Organization GALEN and Allergen, Ed1, 2007:p1-2
4. Wallace D.V., Dykewics M.S., Lang D.M., Nicldes R.A., Oppenheimer J.,
Portnoy J.M.,et.al, The Diagnosis and Management of Rhinitis: An Updated
Practice Parameter, 2008:p4
5. Pawankar R, Mori S, Ozu C, Kimura S. Overwiew on Pathomechanisms of
Allergic Rhinitis. Asia Pac Allergy. 2011 Sept; 1 (3): p 157-167
6. Min YG. The pathophysiology, diagnosis and treatment of allergic rhinitis.
Allergy Asthma Immunol Res. 2010 April;2(2):65-76.
7. Epocrates. Allergic Rhinitis. Diunduh dari:
https://online.epocrates.com/diseases/23235/Allergic-rhinitis/Differential-
Diagnosis. [Diakses tanggal 14 Juli 2018]
8. Okubo K, Kurono Y, Fujieda S, Ogino S, Uchio E, Odajima H. 2014.
Japanese guideline for allergic rhinitis 2014. Allergology
International.63(3):357-75
9. Bachert C et al., 2000. Consensus statement on the treatment of allergic
rhinitis. allergy.55(4):116-34
10. Bachert C, Jorissen M, Bertrand B, Khaltaev N, Bousquet J. 2008. Allergic
rhinitis and its impact on asthma update (ARIA 2008 ). B-ENT:253–57.
11. Klinik tht. Komplikasi rhinitis alergi yang membahayakan kesehatan.
https://kliniktht.com/komplikasi-rhinitis-alergi (accessed 14 Juli 2018).
12. Rinitis alergi . Rinitis alergi pada Anak .
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/04/AI02_Rintis-
Alergi.pdf (accessed 14 Juli 2018).

17

Anda mungkin juga menyukai