Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS SEDIAAN OBAT BAHAN ALAM

“ SAINTIFIKASI JAMU ”

Dosen Pengampu :
Mamik Ponco Rahayu, M.Sc., Apt.,

Oleh :

Maulidha Yuniza Ananta (23175068A)


Nur Indah Julianti (23175069A)
Rizka Nur F (23175070A)
Bahana Eliza Putri (23175073A)
E. Aulia Novansyah (23175074A)
Sukma Ayu Narima P (23175075A)
Febby Kurniawati (23175077A)
Diana Nur Aulia S (23175078A)
Siti Nurul Aliya (23175080A)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2020
Judul Jurnal : Faktor Dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Jamu Saintifik
(Factor in Decision Making for Buying Jamu Scientific)

Tahun : 23 Juni 2016

Penulis : Herti Maryani, Lusi Kristiana, Weny Lestari

Reviewer : Tim Anggota

Tanggal : 05 Maret 2020

A. Latar Belakang
- Tujuan Penelitian :
Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi dalam
pengambilan keputusan pembelian jamu saintifik dan bagaimana
perilaku konsumen dalam pengambilan keputusan penggunaan jamu
yang saintifik.
- Hasil Penelitian Sebelumya :
Sebagian besar pasien mengatakan alasan berobat ke klinik SJHM
karena penggunaan obat kimia atau pengobatan konvensional belum
dapat menyembuhkan penyakit yang diderita, selain mencari
pengobatan yang aman dari efek samping dan mempunyai risiko kecil.
Sebagian besar pasien lebih menyukai sediaan jamu rebusan daripada
kapsul karena jamu rebusan khasiatnya dirasakan lebih cepat
dibanding sediaan kapsul (Ali Ahmad, 2012).

B. Metode Penelitian
- Sampel yang digunakan : pasien 30 orang disetiap lokasi penelitian
( Puskesmas Colomadu I, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah &
Balai Kesehatan Tradisional Masyarakat (BKTM) Kota Makassar,
Sulawesi Selatan ) dengan teknik Consecuting Sampling.
- Variabel domain penelitian : jamu saintifik, karakteristik pasien (jenis
kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran keluarga dan lama
menggunakan jamu), pengenalan masalah, pencarian informasi,
evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan evaluasi paska pembelian.

C. Hasil Penelitian
Berdasarkan penjelasan peneliti, tujuan terhadap penelitian ini
yaitu melakukan analisis perilaku konsumen dalam pengambilan
keputusan penggunaan jamu yang saintifik, dengan variabel domain
penelitian meliputi jamu saintifik, karakteristik pasien, pengenalan
masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan
evaluasi paska pembelian. Dapat diketahui karakteristik responden yang
diamati meliputi jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran
keluarga dan lama menggunakan jamu yang dilakukan di Balai Kesehatan
Tradisional Masyarakat (BKTM) Makassar dan Puskesmas Colomadu I
Kabupaten Karanganyar.
Responden yang berjenis kelamin perempuan memiliki presentase
lebih tinggi yang berasal dari Puskesmas Colomadu I dibandingkan total
responden yang hanya sebesar 20% di BKTM. Di BKTM presentase
penggunaan jamu saintifik masing-masing 50% untuk laki-laki dan
perempuan. Sedangkan di Puskesmas Colomadu I dengan total responden
30 orang, 26 responden perempuan diantaranya menggunakan jamu
saintifik dan hanya 6 responden laki-laki yang menggunakan jamu
saintifik. Menurut umur, data yang digunakan adalah responden dengan
rentang umur 26–35, 36–45, 46–55, 56–65,66–75 tahun. Berdasarkan
pengamatan di BKTM dan Puskesmas Colomadu I, umur yang paling
dominan menggunakan jamu saintifik adalah pada rentang umur 46-55
tahun. Menurut pendidikan, data yang ukur adalah dari responden yang
tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA,
tamat D1/D2/D3, dan tamat PT. Dari pengamatan tersebut, diperoleh hasil
di BKTM sebesar 60% tamat PT dan di Puskesmas Colomadu I adalah
tamat D1/D2/D3 yaitu sebesar 33,3%. Menurut pekerjaan utama,
responden yang terbanyak di BKTM merupakan responden yang bekerja
sebagai PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD dan seorang yang tidak bekerja.
Persentase keduanya masing-masing 40%. Sedangkan di Puskesmas
Colomadu I paling banyak mengonsumsi jamu saintifik adalah responden
dengan pekerjaan PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD. Menurut pengeluaran
keluarga, penggunaan jamu saintifik di Puskesmas Colomadu I memiliki
presentase tinggi sebesar 63,3% dilakukan oleh responden dengan rentang
pengeluaran keluarga sebesar Rp3.000.000,00-Rp6.000.000,00 per bulan.
Sedangkan di BKTM, penggunaan jamu saintifik dalam presentase
tertinggi terdapat pada responden yang memiliki rentang pengeluaran
keluarga sebesar Rp3.000.000,00-Rp6.000.000,00 per bulan dengan
presentase 33,3%. Dan menurut lama penggunaan jamu saintifik ini,
sebanyak 11 (36,7%) dari 30 responden di BKTM maupun Puskesmas
Colomadu I telah memanfaatkan jamu lebih dari 1 (satu) tahun.
Proses pengambilan keputusan responden dalam menggunakan
obat tradisional dilakukan berdasarkan teori Kotler yang terdiri dari lima
tahap yaitu: pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi
alternative/ pertimbangan awal, keputusan pembelian dan evaluasi paska
pembelian. Pada tahap pengenalan masalah terdiri dari 2 variabel yaitu
alasan utama responden datang ke pelayanan obat tradisional dan manfaat
obat tradisional. Hasil tersebut dicantumkan dalam Tabel 2, dimana alasan
utama responden datang ke tempat pelayanan obat tradisional adalah
karena sakit (ada keluhan), yaitu sebesar 70% di BKTM dan 73,3% di
Puskesmas Colomadu I. Sedangkan alasan responden terhadap manfaat
obat tradisional adalah tidak ada efek samping yaitu 53,3% di BKTM dan
60% di Puskesmas Colomadu I.
a. SUMBER
Sumber informasi yang didapatkan pada jurnal ini tercantum pada
tabel 3. Sumber informasi yang tertinggi di BKTM dengan melibatkan
30 responden adalah dari keluhan (sakit) sebanyak 70%, suka minum
jamu sebanyak 6,7%, karena jamu sudah habis sebanyak 3,3 %, lokasi
dekat 6,7 %, dan pengaruh keluarga sebanyak 13,3%. Sedangkan
untuk puskesmas colomadu I yang juga melibatkan 30 responden
adalah dari keluhan (sakit) sebanyak 70%, suka minum jamu sebanyak
6,7%, pengaruh keluarga sebnayak 3,3 %, dan pengaruh teman
sebanyak 13,3 %. Media informasi responden berkunjung ke
pelayanan obat tradisional yang tertinggi di BKTM adalah keluarga,
teman, tetangga, kenalan yaitu 70% sedangkan di Puskesmas
Colomadu I adalah petugas puskesmas dan keluarga, teman, tetangga,
kenalan mempunyai persentase yang sama yaitu 46,7%. Fokus
perhatian responden saat mendapat informasi tentang obat tradisional
adalah khasiat jamu dengan melibatkan masing masing 30 responden
yaitu 53,3% di BKTM makassar dan 50% di Puskesmas Colomadu I.
Efek samping dari jamu yang rendah (tidak ada) juga merupakan fokus
perhatian yang cukup banyak yaitu 30% di BKTM dan 40% di
Puskesmas Colomadu. Fokus perhatian lainnya adalah responden suka
pengobatan tradisional (herbal). Sumber informasi yang diterima
responden melalui keluarga, teman, tetangga dan petugas Puskesmas
dapat menjadikan pertimbangan seluruh responden di BKTM untuk
membeli jamu, sedangkan di Puskesmas Colomadu I sebanyak 83,3%
memilih obat tradisional
b. PERTIMBANGAN AWAL
Pertimbangan awal yang didaptakan dalam jurnal ini tercantum
pada tabel 4. Pertimbangan awal memilih jamu dan mengonsumsinya
serta manfaat yang diinginkan dari jamu merupakan hal utama yang
dipertimbangkan responden dalam memilih jamu. Hal ini ditunjukkan
dengan masing-masing melibatkan 30 responden dengan persentase
terbesar di BKTM yaitu 86,7% dan di Puskesmas Colomadu I
sebanyak 80%.Terdapat 56,7% responden yang menggunakan obat
medis atau jamu lain di BKTM dan 13,3% di Puskesmas Colomadu I.
Alasan lain tersebut adalah tidak tersedianya jamu untuk kasus
penyakit tertentu.
c. KEPUTUSAN PEMBELIAN JAMU
Keputusan pembelian merupakan pertimbangan utama responden
dalam memilih pelayanan pengobatan obat tradisional, cara
memutuskan membeli jamu, pendamping saat berobat dan waktu
berkunjung ke pelayanan obat tradisional. Bahwa pertimbangan utama
dengan melibatkan 30 responden dalam memilih jamu, tertinggi di
BKTM adalah pelayanan memuaskan (40%) dan kualitas terjamin
(36,7%). Hal ini berbeda dengan pertimbangan utama responden di
Puskesmas Colomadu I tertinggi adalah kualitas terjamin (33,3%),
menyusul pelayanan memuaskan (23,3%) dan dekat rumah (23,3%),
urutan terakhir adalah harga murah (20%). Alasan lain responden
memilih jamu adalah obat medis tidak memuaskan, merasa cocok
dengan herbal,responden mengenal petugas klinik dan disarankan oleh
anak. Persentase tertinggi dalam memutuskan membeli jamu di BKTM
(76,7%) maupun Puskesmas Colomadu I (70%) adalah terencana,
artinya responden sebelum berobat sudah menentukan pilihannya
untuk menggunakan obat tradisional. Responden di BKTM ating ke
tempat pelayanan obat tradisional didampingi oleh keluarga sebanyak
60% dan responden Puskesmas Colomadu I lebih banyak ating sendiri
saat berobat (83,3%). Waktu berkunjung ke tempat pelayanan obat
tradisional di BKTM sebagian besar responden (66,7%) memilih siang
hari antara pukul 09.00–12.00 WIB, sedangkan responden Puskesmas
Colomadu I memilih datang berkunjung pada pagi hari yaitu pukul
07.00–09.00 WIB sebanyak 56,7%.
d. KEPUASAN
Kepuasan atau ketidakpuasan responden setelah menggunakan
jamu adalah hasil dari tahap paska pembelian dalam penelitian ini
dengan melibatkan 30 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
60% responden di BKTM puas setelah menggunakan jamu, selebihnya
40% merasa sangat puas, sedangkan 96,7% responden Puskesmas
Colomadu I merasa puas. Semua responden di Puskesmas Colomadu I
bersedia memberikan rekomendasi tentang pelayanan obat tradisional,
sedangkan responden BKTM 96,7% yang bersedia ember
rekomendasi, sisanya 3,3% tidak bersedia.
D. Pembahasan
Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa minat masyarakat
untuk memanfaatkan obat tradisional bila sakit masih tinggi. Hasil ini juga
sesuai dengan teori Notoatmodjo (2007) yang menyebutkan bahwa
masyarakat mencari pengobatan ke fasilitas pengobatan tradisional
(Traditional remedy) terutama masyarat pedesaan. Responden
mengutamakan manfaat dari obat tradisional yaitu tidak ada efek samping,
sedangkan manfaat lainnya adalah karena suka jamu, berobat kemana-
mana tidak sembuh, penyakit sembuh belum tuntas, disarankan oleh anak
dan biaya murah. Sehingga, obat tradisional menjadi pilihan pengobatan
jika sudah berobat kemana-mana namun belum sembuh.
Hasil penelitian sebelumnya (Ali Ahmad, 2012) menyatakan alasan
sebagian besar responden berobat ke klinik karena penggunaan obat kimia
belum dapat menyembuhkan keluhan dan mencari pengobatan yang aman
dari efek samping. Keluarga, teman, tetangga, dan petugas puskesmas
merupakan media yang paling efektif dalam mencari informasi tentang
pengobatan obat tradisional. Informasi yang diperoleh adalah penjelasan
tentang keluhan dan indikasi penyakit yang diderita, serta saran dokter
untuk melakukan diet dan olahraga, penggunaan jamu beserta cara
pemakaiannya. Hal tersebut menunjukkan bahwa promosi adalah aspek
yang memberikan ketertarikan konsumen.
Efek samping darai jamu yang rendah (tidak ada) merupakan
pilihan pelayanan pengobatan obat tradisional yang utama, yang harus
diperhatikan adalah khasiat jamu dan efek samping dari jamu.
Sumber informasi yang diterima responden secara subjektif
menjadi pertimbangan di BKTM untuk membeli jamu, sedangkan
Puskesmas Colo Madu 1 sebanyak 83,3% memilih obat tradisional. di
balai kesehatan tradisional masyarakat menunjukan pelayanan obat
tradisional sehingga masyarakat lebih tertarik, sedangkan di Puskesmas
Colo Madu 1 masyarakat harus berusaha keran untuk sosialisasi tentang
pelayanan obat tradisional karena tidak semua Puskesmas melayani obat
tradisional. Sumber informasi dari sumber pribadi seperti keluarga, teman,
tetangga dan kenalan merupakan yang paling memperngaruhi responden
dibandingkan sumber informasi komersial, publik dan sumber
pengalaman.
Sebelum responden memutuskan untuk menggunakan obat
tradisional, responden akan melakukan evaluasi terhadap alternatif produk
jamu yaitu pertimbangan awal memilih jamu, mengonsumsi obat medis
atau jamu lain serta alasan mengapa mengonsumsi obat tersebut.
pertimbangan utama responden yaitu manfaat yang diinginkan dari jamu.
hal ini di tunjukan dengan presentasi terbesar 86,7% di BKTM dan 80% di
Puskesmas Colo Madu 1. hal ini dapat di kaitkan dengan adanya keluhan
kesehatan sehingga responden menharapkan manfaat dan efek samping
yang rendah. pertimbangan lain yaitu obat tradisional alam bentuk kapsul.
Banyak yang mempengaruhi evaluasi alternatif terhadap suatu
produk seperti harga, kualitas, manfaat, dan kemudahan serta yang akan
memberikan manfaat yang diharapkan. selain itu semakin tinggi
pendidikan semakin banyak yang menggunakan jamu saintifik. setelah
evaluasi terhadap alternatif langkah selanjutnya yaitu memutuskan
membeli atau tidak. Produk yang mempunyai peluang untuk dipilih adalah
prosuk yang memiliki nilai tinggi dari segi harga, kualitas, manfaat,
kemasan, promosi, dan pelayanan.
Hasil analisis keputusan pembelian jamu menunjukan bahwa
responden menilai kualitas terjamin dan pelayanan memuaskan. salah satu
penyebabnya adalah karena yang melakukan pelayanan adalah seorang
dokter. Pembeliaan produk jamu di Dusun Notolegen yang dipasarkan
sebesarkan 82,7% dipengaruhi persepsi terhadap kualitas, sedangkan
selebihnya 57,3% dipengaruhi oleh faktor lain, seperti psikologis, situasi
pembelian, pengaruh sosial budaya, dan faktor pribadi.
Penelitian Djamaludin dkk, (2009) di Kota Sukabumi
menunjukkan kepuasan konsumen jamu gendong dipengaruhi oleh faktor
kebersihan, karakteristik produk, karakteristik penjual jamu gendong,
warna dan pelayanan penjual jamu gendong, keramahan dan daya tanggap
penjual jamu gendong, dan bauran pemasaran.
E. Kesimpulan
Sebagian besar pengguna jamu saintifik adalah berusia lanjut (46–
55 tahun) dan berpendidikan tinggi. Responden mencari pengobatan
tradisional Faktor dalam Pengambilan Keputusan Pembelian Jamu
Saintifik dengan alasan jamu tidak ada efek samping dan pertimbangan
utama adalah manfaat dari jamu. Pasien pengguna jamu saintifik menilai
pelayanan Saintifikasi Jamu memuaskan dan kualitas terjamin. Responden
merasa puas setelah menggunakan jamu dan mempunyai loyalitas cukup
tinggi terhadap jamu.

Anda mungkin juga menyukai